Anda di halaman 1dari 5

UNIVERSITAS INDONESIA – FAKULTAS TEKNIK

Departemen Teknik Sipil

Ujian Akhir Semester - Kerangka Hukum dan Kelembagaan


Semester : 2 ( dua ) Genap 2019/2020
Program : Magister Manajemen Infrastruktur (wajib)
Magister Manajemen lainnya (pilihan)
Hari /Tanggal : Jumat/ 15 Mei 2020 (Kelas Reguler-Depok)
Waktu : 13.00 – 15.30 WIB (150 menit)
Dosen : Dr. Achmad Jaka Santos A, SH.LL.M
Sifat Ujian : Open Book/All Resources /
Take Home Exam

Petunjuk Ujian :
 Kerjakan seluruh soal yang tersedia, dan soal dikerjakan secara Take Home
Exam.
 Khusus soal pada Kasus II, kerjakan dalam bahasa Inggris.
 Pengerjaan jawaban harus berurutan.
 Tulisan tangan harap jelas dan mudah dibaca.
 Uraikan jawaban anda dengan secara komprehensif dan jelas.
 Jawaban pada Kasus I boleh dalam bahasa Inggris atau Indonesia, namun
jawaban dalam bahasa Inggris yang baik dan benar akan mendapatkan
ekstra penilaian.
 Soal dibagikan pada tanggal 11 Mei 2020, dan jawaban paling lambat
dikumpulkan tanggal 15 Mei 2020, Pukul 15.30 WIB, via email (ke
jaka.santos@yahoo.co.id) Jawaban dipindai dalam bentuk file ekstensi pdf.

KASUS I

Permasalahan transportasi di DKI Jakarta tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi dan
masyarakat DKI dan wilayah sekitarnya (BODETABEK). Tuntutan masyarakat akan
kehadiran transportasi publik yang berkualitas dan semakin terbatasinya penggunaan
kendaraan pribadi terutama akibat pengaturan lalu lintas di kawasan tertentu di DKI Jakarta
membuat Pemerintah memerlukan alternatif solusi yang tepat. (Black, 1995) menjelaskan
bahwa permasalahan transportasi terjadi karena tiga hal yaitu kemacetan, mobilitas dan
dampak tambahan yang merupakan faktor eksternalitas pada sistem transportasi diantaranya
berupa kecelakaan, konsumsi energi, dampak lingkungan dan pengunaan lahan. Selanjutnya,
penelitian (Simpson, 1994) menunjukkan bahwa kepadatan lalu lintas terjadi karena
peningkatan penggunaan kendaraan pribadi sehingga agar transportasi publik layak secara
ekonomis maka penggunaan kendaraan pribadi harus dibatasi.
Salah satu alternatif yang disiapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah pembangunan
moda transportasi massal berupa Mass Rapid Transit dan Light Rail Transit (LRT), yang
dimulai tahun 2015. Pembangunan infrastruktur ini juga merupakan bentuk persiapan Jakarta

1
selaku tuan rumah pelaksanaan Asian Games 2018 untuk memudahkan mobilisasi para atlit,
official dan pihak-pihak yang terkait dalam melakukan perjalanan dari dan menuju lokasi
pertandingan.
Dalam pelaksanaannya, pembangunan LRT melibatkan berbagai macam stakeholder dan
sumber anggaran sehingga dibutuhkan suatu skema kelembagaan yang dapat mengakomodasi
berbagai kepentingan dan dapat diimplementasikan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Di sisi lain, berbagai kendala yang dapat diidentifikasi antara lain
sulitnya proses pembebasan lahan sehingga tidak tercapainya efisiensi dari sisi biaya,
informasi dan pengambilan keputusan yang pada gilirannya memberikan dampak negatif bagi
waktu penyelesaian proyek dan penggunaan sumber daya proyek secara optimal.
Dalam simulasi kasus ini terdapat PT. ABC yang mendapatkan kontrak dari Pemerintah
untuk membangun infrastruktur LRT, dan PT XYZ yang mendapatkan kontrak untuk
menyelenggarakan pengoperasian LRT.

PERTANYAAN

Pertanyaan 1:
Seandainya anda ditugaskan sebagai Direktur Utama PT.ABC, dan para pemangku
kepentingan (stakeholders) menuntut anda untuk membenahi permasalahan di lapangan
terkait proses pembangunan infrastruktur LRT dari mulai (i) perencanaan proyek, (ii)
pelaksanaan pembebasan lahan, (iii) pembangunan infrastruktur LRT, maka dalam kapasitas
anda selaku Direktur Utama, hal-hal apa saja yang anda perlu perhatikan, siapkan dan
laksanakan untuk mengatasi permasalahan yang timbul dalam ketiga aspek di atas? Uraikan
rencana aksi anda terkait persoalan di atas, dan Jelaskan dari aspek Hukum Korporasi
mengenai cakupan pertanggung-jawaban anda dalam pelaksanaan rencana aksi tersebut.

Pertanyaan 2:
Jelaskan hal-hal pokok yang perlu anda pastikan terdapat dalam kontrak antara PT ABC dan
PT XYZ. Lalu PT XYZ dengan Pemerintah, dan jelaskan syarat-syarat sahnya kontrak
dimaksud. Jelaskan pula apa yang dimaksud dengan Pacta Sun Servanda dalam suatu
perjanjian, serta uraikan dengan jelas mengenai konsep force majeur yang anda ketahui.

Pertanyaan 3:
Dalam hal pembangunan sarana dan prasarana LRT oleh PT ABC, perlu membangun sebuah
stasiun baru, dimana lokasi stasiun pusat baru yang akan dibangun meliputi 3 RW pada dua
Kecamatan, sedangkan dalam 3 RW tersebut terdapat 1000 Kepala keluarga (KK), dan dari
1000 KK terdapat 10 KK yang menolak karena tidak sepakat dengan nilai ganti rugi yang
ditawarkan PT ABC.
Pertanyaannya: Apakah PT ABC dapat langsung melakukan proses pembangunan dengan
melakukan pembebasan lahan secara penuh atau tidak? Bagaimana perlakuan terhadap 10KK
yang menolak ganti rugi, apakah tanahnya tetap dapat digunakan, dan bagaimana status
pembayaran uang ganti rugi dari PT ABC untuk warga yang tidak menyepakati, apakah akan
dibayar atau LMAN atau menjadi tanggung jawab PTABC sepenuhnya? Jelaskan pendapat
saudara dan dasar hukum yang relevan.

2
Pertanyaan 4:
Dalam proses pembebasan lahan yang dilakukan oleh PT ABC, terdapat masyarakat yang
menolak dan kemudian melakukan demonstrasi. Penolakan dilakukan oleh masyarakat karena
terdapat dugaan bahwa PT ABC sesungguhnya dikuasai/dimiliki oleh asing.
Pertanyaannya: Apabila terbukti benar PT ABC dimiliki asing, menurut pendapat Saudara,
apakah telah terjadi pelanggaran Pasal 33 UUD Negara RI TAHUN 1945? Apa perbedaan
yang mendasar/filosofis antara bunyi utuh Pasal 33 UUD Negara RI 1945 sebelum
amandemen dibandingkan setelah dilakukan amandemen?

KASUS II (Case #2)

Telkomsel had authorized PT. Prima Jaya Informatika (hereinafter called as “PRIMA”) to
distribute its phone credit and SIM cards for two years after signing a deal in June 2011, and
should established a sportsmen community (national athlets). Telkomsel approved the
Purchasing Order (PO) of more vouchers from PRIMA, but the former has yet to see any
payment. PRIMA again placed a PO, which was then rejected by Telkomsel on the grounds
that the distributor has not fulfilled its obligation from the previous order. It is said that
PRIMA committed to sell 10 million SIM cards depicting national athletes and 120 million
top-up credit vouchers and to establish a community for the special cards. However, PRIMA
sold only 524,000 SIM cards as of June and never established the community. Telkomsel
later rejected PRIMA’s next PO amounting to Rp 5.3 billion. Telkomsel proceeded to
terminate the contract.
PRIMA claimed and countered by filing a bankruptcy lawsuit at the Central Jakarta District
Court, estimating a total loss of Rp 200 billion due to the termination. Under Indonesian law,
a company can be declared bankrupt if the plaintiff can show that the company has failed to
pay matured debts to two creditors, regardless of the amount of the debts or the company’s
financial condition. Apart from PRIMA’s claim, the court also based its decision on the
existence of another Telkomsel debt to PT Extent Media Indonesia of Rp 40 billion.
The ruling resulted from the lawsuit filed PRIMA, is the commercial court declared
Telkomsel bankrupt for not repaying a Rp 5.3 billion (US$557,000) debt to Prima (based on
the amount of the POs), which distributed its prepaid credit and SIM cards.
Following the ruling by the commercial court, Telkomsel filed an appeal with the Supreme
Court. The court granted the appeal, thereby overturning the bankruptcy verdict. In spite of
the verdict, the Central Jakarta Commercial Court has ordered Telkomsel and Prima to share
in equal parts the Rp 293.6 billion curators’ fee, leaving each side to pay Rp 146.8 billion.
The overall fee is equal to 0.5 percent of Telkomsel’s total assets (which amount to Rp 58.7
trillion). The calculation is based on a 1998 Law and Human Rights Ministry decree.
Telkomsel has refused to pay the curators’ fee, saying that the commercial court should not
have set the fee. It also noted that the determination of the fee should be based on the revised
2013 Law and Human Rights Ministry decree, which states that curators’ fees are based on
working hours rather than a percentage of assets.

Note:
In accounting, all debts that have been recorded in the financial statements of the company is
actually the company's debt and receivables. Claims a company over another company's
assets in accordance receivables in IAS 55 (PSAK) definitions contained directly in the

3
financial statements. If not appear in the financial statements, it can’t be considered as a
definite course of debts.

Sources:
http://www.thejakartapost.com/news/2013/02/16/curators-bargain-fees-telkomsel-
bankruptcy-case.html
http://www.thejakartaglobe.com/archive/telkomsel-appeals-bankruptcy-ruling/S

QUESTIONS

QUESTION 1
a. Regarding the Decicion 48/Pailit/2012/PN.Niaga.JKT.PST against PT Telkomsel Tbk,
describe your opinion whether or not the commercial court’s decision is in conformity
with the Law of Insolvency and Bankruptcy law principles (UU 4/1998)!
b. Regarding the decisions of the Supreme Court (PK) Re: Decision 43/PK/Pdt.Sus-
Pailit/2013 jo. Decision 1651 K/Pdt/2015, PT Telkomsel won the cases against both th
Curators pertaining the fee of the Curators and PT Prima Jaya Informatika regarding the
bankruptcy lawsuit, explain your understanding and opinion in brief about such decisions!

QUESTION 2
What is your opinion regarding the definition of debt in the case of Telkomsel, whether the
PO of PT Prima Jaya Telecommunications can be defined as the debt of PT Telkomsel?
Give your suggestions whether or not to revise the regulation regarding the fee of the curator.

KASUS III
Pengertian Infrastruktur menurut Pasal 1 Angka 4 Perpres 38/2015 adalah:
“Fasilitas teknis, fisik, sistem, perangkat keras, dan lunak yang diperlukan untuk melakukan
pelayanan kepada masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi
dan sosial masyarakat dapat berjalan dengan baik.”
Dalam kurun waktu 5 tahun belakangan ini, pemerintah tengah berusaha untuk menghimpun
dana non-APBN guna menutup kekurangan anggaran pembangunan infrastruktur, hal
tersebut dapat dijelaskan bahwa berdasarkan data Bappenas, anggaran untuk pembangunan
infrastruktur hingga Tahun 2019 saja diperkirakan mencapai Rp 5.000 triliun. Sedangkan
dana dari APBN plus BUMN hanya mampu membiayai kurang lebih 60 persen dari jumlah
tersebut. Artinya, masih ada sekitar Rp 2.000 triliun atau 40 persen yang tak bisa dipenuhi
dengan APBN dan BUMN sehingga dibutuhkan skema Public Private Partnership (PPP)
yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah KPBU (Kerjasama Pemerintah dan
Badan Usaha).

PERTANYAAN

1. Dalam skema PPP dibutuhkan beberapa syarat agar implementasinya berjalan sukses.
Sebutkan sejumlah persyaratan dimaksud menurut pemahaman Saudara! Sebutkan jenis
proyek KPBU yang menurut Saudara berkategori sukses dilaksanakan di Indonesia, dan
apa alasannya.

2. Dalam perkembangannya selain PPP sedang diperkenalkan konsep Public Private and
People Partnership (PPPP), Jelaskan yang anda pahami tentang konsep tersebut dan
bagaimana peluang implementasinya di Indonesia maupun secara internasional!

4
_________

Anda mungkin juga menyukai