Anda di halaman 1dari 11

A.

KASUS PRA KONTRAK

Kasus 1 Dalam sebuah Seminar GCG ada pertanyaan dari Kontraktor PT.P. di Semarang Jawa Tengah tentang suratnya ke LPJKD yang sampai saat itu 22 Des 2008 tidak pernah dijawabnya sehingga ybs menanyakan hal tsb ke Forum Seminar GCG. Adapun permasalahannya adalah sbb: 1.Disalah satu Kabupaten di Jawa Tengah ( Kb ), dlm Pengadaan B/J Panitia hanya mensyaratkan SIUJK yg dikeluarkan Kab.ybs dan tidak mengharuskan SBU. SIUJK hanya menyebutkan Bidang Usaha dan Golongan Usaha, misalnya: a.Bidang : Sipil/ Arsitektur/ Tata Lingkungan b.Golongan : Kecil/ Non Kecil Sehingga untuk paket dgn nilai Rp.1 miliar dapat diikuti Golongan Gred 2,3 dan 4. Sedang sesuai Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi ( LPJK ) No.11a/ 2008 diatur batas nilai pekerjaan masing-masing Gred.

Apakah hal tsb diatas tidak melanggar Keppres 80/2003 dan Per LPJK No.11a?, Hal tsb di atas melanggar Keppres 80/2003 dan Per LPJK No.11a karena : - Di dlm Keppres 80/2003 pada lampiran I Bab IIA poin b 1)a tertulis Persyaratan Kualifikasi Penyedia Barang/Jasa adalah memiliki surat izin usaha pada bidang usahanya yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah yang berwenang yang masih berlaku, seperti SIUP untuk jasa perdagangan, IUJK untuk jasa konstruksi, dan sebagainya; - Di dlm Per LPJK pasal 7 ayat 2 : setiap badan usaha yang melakukan usaha jasa pelaksanaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b harus memiliki SBU.

Bgmn sikap anda bila sbg PPK, Panitia dan bgm bila sbg Peny B/J atau sbg MenPU ? Tetap berpedoman pada peraturan yang mengatur hal tsb dan memberikan sanggahan yang diajukan oleh peserta lelang ( lampiran Keppres 80/2003 k5) jawaban tertulis atas

2.Sesuai Keppres 80/2003 ps 35 ayat 2 & 3 ttg Pemutusan Kontrak disebutkan: (1).Pemutusan Kontrak dapat dilakukan bila para pihak cidera janji dan atau/ tidak memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam kontrak. (2).Pemutusan Kontrak yg disebabkan kelalaian penyedia b/j dikenakan sanksi sesuai ditetapkan dlm kontrak berupa:

a) Jaminan Pelaksanaan menjadi milik Negara b) Sisa Uang Muka dilunasi Penyedia B/J c) Membayar Ganti Rugi ke Negara d) Pengenaan Daftar Hitam utk Jangka Waktu tertentu

Bila kontrak berakhir 15 Des 2008, sedang usulan perpanjangan waktu tidak disetujui akan tutup tahun anggaran 2008, maka: a.Apakah atas hal tsb dapat dilakukan pemutusan kontrak ? b.Apakah sanksi ps 35 ayat 3 dapat dilakukan? c.Siapa yg berhak mengeluarkan Daftar Hitam? d.Pengenaan Daftar Hitam apakah hanya berlaku pada instansi ybs? e.Pada pemutusan kontrak masih berkewajiban melakukan pemeliharaan (berkewajiban menyerahkan jaminan pemeliharaan) ? Coba JELASKAN a,b,c,d,e, berdasar kelompok. a.Ya (pasal 35 ayat 1) Penghentian kontrak dilakukan bilamana terjadi hal-hal di luar kekuasaan para pihak untuk melaksanakan kewajiban yang ditentukan dalam kontrak, yang disebabkan oleh timbulnya perang,pemberontakan, perang saudara, sepanjang kejadian-kejadian tersebut berkaitan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kekacauan dan huru hara serta bencana alam yang dinyatakan resmi oleh pemerintah, atau keadaan yang ditetapkan dalam kontrak. b. Ya c.Pemberian sanksi ( pengenaan daftar hitam) dikeluarkan oleh pengguna barang/jasa (psl 49 ay 4 Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dilaporkan oleh pengguna barang/jasa atau pejabat yang berwenang lainnya d. ya.sesuai dengan ayat 5 e. Tidak karena pada ayat 3 tidak disebutkan

Kasus 2 Dinas Bina Marga suatu Propinsi dalam proses tender pelaksanaan jalan HOTMIX, panitia mensyaratkan HARUS Memiliki AMP atau Surat Dukungan dari AMP. Namun kenyataan para pemilik AMP tidak mau memberikan Surat Dukungan kpd kontrakor lain yang tidak mempunyai AMP. Padahal Para Kontraktor ( yang tidak memiliki AMP) akan membeli hotmix kpd pemilik AMP dg harga yg lebih kompetitif. Pertanyaan: 1.Apakah hal tsb tidak melanggar Keppres 80/2003 dan UU No.5/1999 tentang Monopoli dan Persaingan Usaha ?

a). Melanggar Keppres 80/2003 sebab dalam pasal 14 ayat 8 mengatakan bahwa Pengguna Barang/Jasa wajib menyederhanakan proses prakualifikasi dengan tidak memintah seluruh dokumen yang disyaratkan melainkan cukup dengan formulir isian Kualifikasi Penyedia Barang/Jasa. Kemudian di dalam UU no.5/1999 Pasal 19, bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu : a. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;

b. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk usaha dengan pelaku usaha pesaingnya; c.

tidak melakukan hubungan

Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;

d. Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

Penambahan persyaratan semacam ini apakah tidak dilarang karena akan menyebabkan monopoli dan persaingan tidak sehat? Penambahan persyaratan tersebut dilarang menurut Keppres 80/2003 pasal ayat 5 dijelaskan bahwa Dalam mengevaluasi dokumen penawaran, Panitia/Pejabat Pemilihan Penyedia Barang/Jasa tidak diperkenankan mengubah, menambah, dan mengurangi criteria dan tata cara evaluasi dengan alas an yang bersifat post bidding.

Bagaimana seyogyanya kalau kita mengacu filosofi dasar Keppres 80/2003? Filosofi dasar Keppres 80/2003 pasal 3 bahwa seyogyanya pelaksanaan barang/jasa menerapkan prinsip-prinsip antara lain : a. Terbuka dan bersaing b. Transparan c. Adil / tidak diskriminatif. Sehingga tidak menyebabkan monopoli dan persaingan tidak sehat. Ketentuan tsb diatas apakah bisa menggugurkan kontrak dan melanggar KUH Perdata Ps 1337 ? Ketentuan tersebut diatas bisa saja menggugurkan kontrak berdasarkan Keppres 80/203 pasal 35 ayat 7 jika terbukti terjadi kecurangan atau Penyedia Barang/Jasa melakukan KKN dengan Penyedia Barang/Jasa yang memiliki AMP dalam proses tender dan merugikan Pihak Penyedia Barang/Jasa yang tidak punya AMP. Kodisi tersebut juga melanggar KUH Perdana Pasal 1337 KUH Perdata , yang bunyinya suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan. pengadaan pengadaan

KASUS PADA MASA KONTRAK

Kasus 1 Sebuah kontrak lump sum utk memasang sebuah generator turbin utk PLTN kpd penyedia jasa mekanikal A. Peralatan akan dipasok oleh kapal tongkang 2 minggu stlh penyedia jasa A melakukan mobilisasi lapangan. Namun kondisi cuaca yang membeku menyebabkan air sungai menjadi es memblokir perhubungan sungai menyebabkan keterlambatan 2 bln pemasokangenerator + peralatannya ke site pemasangan. Untuk mengejar waktu, proyek manajer memerintahkan penyedia jasa B utk memulai pemasangan instalasi sirkulasi pipa air dari bangunan turbin ke menara pendingin. Pada waktu generator + peralatannya tiba, penyedia jasa A tidak bisa memindahkan komponen-komponen berat dari dermaga ketempat pemasangan generator turbin krn lubang galian pipa sedalam 7 m terisi sebagian pipa sirkulasi yg menghalangi jalan masuk. Penyedia jasa A mengajukan klaim sebagai tambahan kompensasi karena: 1.Tenaga kerja dan peralatan menunggu 2 bln krn es dan tambahan 2 bulan utk keterlambatan lubang pipa. 2.Gudang sementara utk generator turbin dilapangan 3.Percepatan kerja segera lubang pipa ditutup untuk mengatasi kehilangan waktu. 4.Kehilangan keuntungna krn tidak bisa menggunakan tenaga kerja dan peralatan utk pekerjaan lain PERTANYAAN 1.Bagaimana komentar dan pendapat saudara ? 2.Bagaimana hasilnya manakala permasalahan tsb dibawa ke BANI ? 3.Bagamana kalau masalah tsb dibawa ke pengadilan, apa yang perlu anda siapkan dg baik dan bgmn agar permasalahan tsb tidak menyebar kemana-mana, utamanya jangan dipolitisir oleh Pers ? 1. Pendapat kami : penyedia A tidak seharusnya mengajukan klaim karena menurut : PP 29/2000 psl 21(1) dan Keppres 80/2003 psl 30 (2) : Kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan Lump Sum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a angka 1 merupakan kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka waktu tertentu dengan jumlah harga yang pasti dan tetap serta semua risiko yang mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan yang sepenuhnya ditanggung oleh penyedia jasa sepanjang gambar dan spesifikasi tidak berubah 2. Kalau permasalahan ini dibawa ke BANI maka hasilnya : Pemutusan kontrak dapat dilakukan bilamana para pihak cidera janji dan/atau tidak memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur di dalam kontrak.(Keppres 80/2003 psl 35 (2))

3. Kalau ke pengadilan hasilnya : Pasal 37 (1) Bila terjadi keterlambatan penyelesaian pekerjaan akibat dari kelalaian penyedia barang/jasa, maka penyedia barang/jasa yang bersangkutan dikenakan denda keterlambatan sekurang-kurangnya satu perseribu per hari dari nilai kontrak.

Kasus 2 (BANI) Suatu usaha kerjasama/ joint operation (PT G) antara BUMN & Perusahaan Asing Eropa melaksakan pek pembuatan sebuah hotel bertaraf internasional senialai Rp.80 miliar.Sedang pemilik proyek perusahaan swasta nasional PT.H, yg cukup terkenal sbg pengembang/ developer. Dalam pelaksanaan proyek tsb, semula pembayaran berdasar setiap tagihan yg diajukan PT G telah dilunasi s/d tagihan ke 24. Namun semenjak tagihan ke 25 s/d No.30 ( tagihan terakhir ) PT.H tidak melakukan pembayaran walaupun tagihan-tagihan tsb telah disyahkan oleh konsultan. Sebagai catatan, sesungguhnya dalam pembayaran sebelumnya telah terjadi beberapa kali pembayaran yang tidak tepat waktu dan tepat jumlah( terlambat dan dicicil ). Proyek tsb telah diserahkan oleh PT G ke PT H tepat pada waktunya, bahkan proyek tsb telah dibuka utk umum. Ketentuan kontrak mengatakan bahwa penyedia jasa berhak mendapatkan pembayaran atas tagihan dlm waktu 28 hari sejak tagihan diterima dan apabila PT.H gagal membayar seperti apa yg terjadi dalam proyek ini maka PT.G berhak memutuskan perjanjian. Dalam perjalanan kasus ini PT.G telah beberapa kali melakukan surat menyurat dng PT.H

mengenai keterlambatan pembayaran ini namun PT.H memberikan tanggapan yang tidak tegas dan tidak pernah melakukan pembayaran. Berhubungan dengan hal tsb diatas sesuai ketentuan kontrak maka PT.G mengajukan permohonan ke Arbitrase BANI yg berisi antara lain : 1.Menyatakan bahwa PT.H telah melakukan perbuatan cidera janji. 2.Menyatakan PT.G berhak mendapatkan pembayaran atas tagihan No.25 s/d No.30 sebesar Rp.80 miliar 3.Menghukum PT.H untuk membayar bunga atas keterlambatan. 4.Menghukum PT.H untuk membayar biaya biaya lain sehubungan dengan perkara ini. PERTANYAAN 1.Menurut pendapat saudara apakah permohonan PT.G akan dikabulkan oleh Majelis Arbitrase BANI ? 2.Bila YA, apa yang menjadi alasan-alasan BANI untuk mengabulkan permohonan tersebut ? 3.Apakah BANI akan memberikan bunga yang diminta oleh PT.G karena keterlambatan pembayaran ini dan bilamana YA, berapa besar prosentase bunga yang akan dikenakan mengingat tidak ada ketentuan besarnya tingkat bunga yang tercantum dalam perjanjian ? 4.Dalam kasus ini ada bagian pekerjaan yang memang merupakan hak dari PT.G, namun tidak secara tegas diminta ( nilai tagihan retensi ). Apakah menurut pendapat saudara BANI akan membayarkan tagihan ini mengingat hal tersebut merupakan hak dari PT.G ?

Jawaban 1. Permohonan PT.G dapat dikabulkan oleh Majelis Arbitrase BANI 2. Alasan Majelis Arbitrase Bani Mengabulkan Permohonan PT.G adalah : a. PT.G telah memenuhi kewajibannya tepat waktu menyerahkan hasil pekerjaannya kepada pihak PT.H dan pihak PT.H telah memamfaatkan hasil pekerjaan tersebut dengan membuka kepada umum untuk difungsikan sebagaimana mestinya. b. Dengan selesainya penyerahan pekerjaan dari PT.G sebagai penyedia barang/Jasa kepada Pihak PT.H selaku Pengguna Barang/Jasa, maka PT.G berhak menrima pembayaran ke-25 s/d 30 sebagaimana yang diatur dalam pasal pembayaran angsuran dalam kontrak pekerjaan kedua belah Pihak. 3. Arbitrase Bani tidak mengabulkan Permohonan PT.G untuk membebani PT.H membayar bunga keterlambatan pembayaran angsuran pekerjaan, karena hal tersebut tidak diatur dalam kontrak pekerjaan (tidak ada dasar hukum yang mendukungnya). 4. Tagihan Retensi yang tidak diajuhkan oleh PT.G kepada Pihak PT.H, sebenarnya dapat saja Pihak Hasil pekerjaan

Arbitrase Bani membayarkan kepada PT.G walaupun tagihan belum dilakukan, tetapi

PT.G telah diterima Oleh PT.H dan telah difungsikan untuk umum, maka seharusnya semua kewajiban PT.H terhadap PT.G segera dipenuhi.

Kasus 3 Kontraktor T mendapat Pekerjaan Renovasi dan Pengerukan Sebuah Waduk Polder Pengendali Banjir dengan nilai Rp.7 miliar dengan waktu pelaksanaan 3 bulan. Dan ternyata pada waktu akhir pekerjaan tgl 20 Des 2008 (3 bulan 5 hari) kontraktor tersebut baru dapat menyelesaikan 93% dari total pekerjaan.Akhirnya kontraktor tsb dibayar dengan nilai kontrak dikurangi sebesar 7%. Bagamana pendapat anda atas masalah ini bila : 1.Dalam tender dokumen dan penawaran kontraktor jangka waktu pelaksanaan pekerjaan tidak 3 bln tetapi 4 bln. Namun akibat keterlambatan proses tender dan mengingat tutup tahun anggaran 20 Des 2008 maka pengguna b/j minta agar jadwal pelaksanaan ditanda tangani dg jadwal waktu pelaksanaan 3 bulan. Jawaban kasus di atas melanggar pemalsuan (Ps 263 KUHP) 2.Dalam pelaksanaan juga terdapat hambatan atas pelaksanaan pekerjaan yg menjadi tanggung jawab pengguna b/j, al: Melakukan pembelaan dengan bukti yang terjadi di lapangan a.Desain sangat tidak mantap (penuh dg kesulitan) b.Keterlambatan atas ijin penebangan pohon sekitar 2 minggu

SLOPE PROTECTION PADA KOLAM STASIUN POMPA BANJIR


W A D U K B A N J I R
20/12/2008

Sluice Channel

Slope Protection Rumah Pompa

Ke Laut

Pile Cap

KONSTRUKSI SEYOGYANYA ( Crost Section Slope Protection )


Muka Air Terrendah

Reinforced Concrete Sheet Pile

20/12/2008

a.Yg ada hanya REINFORCED CONCRETE SHEET PILE dan PILE CAP yg sangat sederhana b.Konstruksi Lainnya DIHILANGKAN ( Tak Perlu ) c.Sangat EFEKTIF, EFISIEN ( Murah ) d.Pelaksanaan Pekerjaan SANGAT MUDAH

NOTE:

c. Kesulitan dumping site area tidak bisa dipakai akibat protes dari masyarakat, sekitar 2 minggu d. Keterbatasan kapasitas pabrik beton precast utk memenuhi pesanan kontraktor, mengingat dlm waktu bersamaan banyak proyek memakai beton pancang/ sheet pile beton bertulang. Sehingga walaupun kontraktor sudah memesan concrete sheet pile sebelum mereka menandatangani kotrak, ternyata pasokan concrete sheet pile datang terlambat. e. Kontraktor sudah minta perpanjangan waktu s/d tgl 28 Des tetapi tidak disetujui. 3. Bagamana bila diusulkan akan adanya Value Engineering? Iya, agar sisa volume yang tersisa dapat dihitung nilai kontraknya 4. Bagamana pendanaannya dan cara menganggar-kannya di ambil dari sisa dana 7%, 5.Kaitan dgn kontrak ybs? Di buatkan berita acara perubahan pembayaran 6.Dan bagaimanakah yang sebaiknya bila anda sebagai PPK atas masalah semacam ini? Di kenakan sanksi keterlambatan sesuai dengan kontrak pekerjaan yang di sepakati solusi terbaik ? Ataupun apa hal semacam ini perlu layak terjadi? Sesungguhnya tidak di harapkan keterlambatan tetapi perlu dipertimbangkan lagi pelaksanaan pekerjaan dilapangan.

Kasus 4 Pada anggaran tahun 2007 PT.B mendapat pekerjaan mengeruk dan memasang lining Kali Jt dengan dana sebesar Rp.1000 juta. Ternyata sampai PHO yang dapat dikerjakan kontraktor hanya 60% dari scope of works yang ada dikarenakan pengguna b/j tidak berhasil membebaskan tanahnya. Akhirnya kontraktor hanya menerima pembayaran sebesar Rp.600 juta. 1.Bagaimana komentar anda atas permasalahan ini?

Menurut kami jika sesuai kesepakatan dalam kontrak maka kontraktor di bayar dengan nilai tersebut sebab yang bersangkutan telah melakukan wanprestasi (KUHPerdata psl 1236 dan psl 1243) 2.Bila anda sbg PPK bagaimana sikap anda? a.Anda mau membayar ganti rugi, dana dari mana? b.Anda tidak mau membayar,krn sulit pertanggung jawabannya?ya c.Atau sikap/solusi lain ? d.Apakah hal semacam ini memang layak terjadi?sering terjadi e.Atau ada cara lain untuk menghindarinya!Penunjukkan kontraktor yang memiliki standar baik Coba jelaskan mulai tahap penganggaran termasuk penjelasan ke DPRD dst?

Kasus Pasca Kontrak Kasus 1 1.Suatu jembatan rangka batang baja di Luar Jawa dengan 3 bentang ( total bentang 100m ) ambruk setelah akan diresmikan. Pekerjaan tsb telah dibayar 100% oleh PPK. Berdasarkan pantauan bahwa dikatakan bahwa bahan baja tidak standar dan buatan pabrik lokal Pertanyaan: a. Siapa yang salah dan bagaimana menyelesaikan masalah ini ? b. Bagaimana menurut anda solusi terbaiknya ( sesuai stagesnya ? c. Apakah ini ranah perdata/ pidana atau Hukum Tata Usaha Negara ? a. Yang salah yaitu penyedia barang/jasa karena tidak mengerjakan pekerjaan sesuai kontrak (psl 31 PP 29/2000:Kegagalan pekerjaan konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna jasa atau penyedia jasa.) Cara menyelesaikan masalah ini : (psl 32 ay 4 PP 29/2000) Penyedia jasa wajib mengganti atau memperbaiki kegagalan pekerjaan konstruksi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 31 yang disebabkan kesalahan penyedia jasa atas biaya sendiri. b. Solusi terbaiknya adalah menyerahkan kepada penilai ahli untuk menilai seberapa besar kegagalan bangunan yang terjadi sehingga penyedia jasa tahu apa yang akan dilakukan (psl 36/37)

c. Menurut UU 18/1999 kasus ini masuk ke dalam ranah perdata (pasal 40) Tatacara pengajuan gugatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) diajukan oleh orang perseorangan, kelompok orang, atau lembaga kemasyarakatan dengan mengacu kepada Hukum Acara Perdata. 2. AMBRUKNYA WC GANTUNG TANAH ABANG JAKARTA PUSAT Suatu pembuatan bangunan WC Gantung Tanah Abang seperti pada gambar, ambruk pada tanggal 23 Des 2009, padahal telah selesai dilakukan. Namun tampaknya ijin pemnbangunan oleh Pemda DKI belum ada. Coba diskusikan dalam kelompok atas beberapa alternatif dari yang terbaik sampai dengan yang terjelek atas: a.Terjadinya kegagalan konstruksi/bangunan a. Pada pasal 26 s/d 27 UU.No.18/1999 dijelaskan bahwa terjadinya kegagalan konstruksi/bangunan

dapat diakibat oleh : - Pihak Konsultan Perencana - Pihak Pelaksana - Pihak Konsultan Pengawas - Pihak Pengguna Barang dan Jasa Suatu bangunan dikatakan telah mengalami kegagalan bangunan apabila sudah dinilai oleh satu atau lebih penilai ahli yang profesional dan kompoten dalam bidangnya, bersifat independen, dan mampu memberikan penilaian secara objektif. Alternatif terburuk dari kejadian ini adalah pembanguan yang tidak disertai dengan IMB dari Pemda DKI Jakarta Pusat. Sehingga bisa dikatakan sebagai kesalahan yang terjadi karna Pengguna Barang/jasa tidak melengkapi persyaratan administrasi yang dubutuhkan.

b.Bagaimana dari segi Hukum Kontraknya? Apabila, salah satu dari pihak penyedia barang/jasa maupun pengguna barang/jasa telah dinyatakan bersalah oleh pihak penilai ahli dalam hal gagalnya bangunan, maka pihak tersebut wajib bertanggungjawab atas terjadinya kegagalan bangunan tersebut sesuai ketentuan yang diatur dalam kontrak. Tanggung jawab yang dikenakan kepada pihak yang dinyatakan bersalah dapat berupa tanggung jawab pidana, tanggung jawab perdata maupun tanggung jawab administratif.

c.Yang bertanggung jawab dan siapa penanggung jawab utama? Berdasarkan UU No.18 tahun 1999 pasal 11 menjelaskan bahwa yang bertanggung jawab atas terjadinya kegagalan bangunan adalah Badan usaha penyedia barang/jasa yang ikut terlibat dalam pelaksanaan

konstruksi, Tangung jawab tersebut adalah tanggung jawab professional, karena itu harus bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya. Pihak yang bersalah ditentukan setelah diaudit oleh tim ahli independent. Namun yang menjadi penanggung jawab utama dalam hal ini adalah Pihak Pengguna barang/jasa, karena membiarkan pihak penyedia barang/jasa melaksanakan kegiatan pembangunan yang tidak didukung oleh IMB dari Pemda DKI Jakarta pusat. Dalam hal ini pihak penguna barang/jasa melanggar ketentuan administrasi proyek. Tanggung jawab yang dikenakan kepada pihak yang dinyatakan bersalah dapat berupa tanggung jawab pidana, tanggung jawab perdata maupun tanggung jawab administratif.

3.PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT DAERAH BEKASI (H.Kompas 24 Des 2009) Pembangunan sebuah RSD Bekasi, setelah habis masa kontrak konstruksinya, masih menyisakan permasalahan yang cukup ruwet. Ternyata dengan dana Rp4.1 miliar dari APBD Kabupaten Bekasi, dilakukan dengan penunjukkan langsung. Dengan membaca dan meneliti guntingan koran Kompas 24 Des 2009, coba diskusikan hal-hal sbb: a.Apa benar seseorang yang melaksanakan PL (Penunjukkan Lngsung) itu sudah dianggap telah melakukan pidana korupsi ? Apa alasannya ? Belum tentu, menurut kepres 80 dan 54 b.Dimana daerah yg paling krusial dari PL? Pelaksana dan Pengadaan barang jasa yang sama c.Bagian mana saja yg tidak benar?Dan bgm dari hukum kontraknya ? Penunjukkan langsung Sah saja apabila tidak terjadi hal-hal mendadak sesuai tertulis dalam kepres 80 ataupun 54

Anda mungkin juga menyukai