Anda di halaman 1dari 6

Analisis PT Telkom Indonesia

1. TENTANG TELKOM GROUP

PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom) adalah Badan Usaha Milik


Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa layanan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) dan jaringan telekomunikasi di Indonesia. Pemegang saham
mayoritas Telkom adalah Pemerintah Republik Indonesia sebesar 52.09%, sedangkan
47.91% sisanya dikuasai oleh publik. Saham Telkom diperdagangkan di Bursa Efek
Indonesia (BEI) dengan kode “TLKM” dan New York Stock Exchange (NYSE) dengan
kode “TLK”.

Dalam upaya bertransformasi menjadi digital telecommunication company,


Telkom Group mengimplementasikan strategi bisnis dan operasional perusahaan yang
berorientasi kepada pelanggan (customer-oriented). Transformasi tersebut akan
membuat organisasi Telkom Group menjadi lebih lean (ramping) dan agile (lincah)
dalam beradaptasi dengan perubahan industri telekomunikasi yang berlangsung sangat
cepat. Organisasi yang baru juga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan
efektivitas dalam menciptakan customer experience yang berkualitas.

Kegiatan usaha TelkomGroup bertumbuh dan berubah seiring dengan


perkembangan teknologi, informasi dan digitalisasi, namun masih dalam koridor
industri telekomunikasi dan informasi. Hal ini terlihat dari lini bisnis yang terus
berkembang melengkapi legacy yang sudah ada sebelumnya.

Berikut ini analisis PT Telkom dari berbagai segi

1. Internal Assesment
Internal assement merupakan penilaian internal dan aktivitas independen
yang memberikan penilaian dan keyakinan ata pelaksanaan proses bisnis dan
kinerja yang dilakukan oleh suatu organisasi atau perusahaan. PT Telkom telah
melakukan penilaian atas efektivitas pengendalian internal atas pelaporan
keuangan Telkom Group per tahun 31 Desember 2019. Proses penilaian ini
sejalan dengan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Pasal 26 Paragraf
2 Tahun 2011, kemudian berdasar pada penilaian keseluruhannya diketahui
bahwa PT Telkom tidak mengetahui terkait hal material yang menunjukkan
adanya pengendalian internal yang tidak efektif atas pelaporan keuangan Telkom
Group per 31 Desember 2019.
2. Organizational Analysis
Terkait dengan analisis organisasi PT Telkom, perusahaan ini memiliki
struktur organisasi seperti pada perusahaan umumnya. Struktur organisasi ini
menjadi kerangka untuk mewujudkan tercapainya fungsi, bagian wewenang,
kedudukan serta tanggung jawab antar bagian yang berbeda di suatu organisasi
atau perusahaan. Analisis organisasi PT Telkom terdiri dari dewan komisaris dan
direksi. Terdapat komisaris utama dengan 2 komisaris independent yang
membawahi 6 anggota komisaris. Kemudian, Telkom juga memiliki 8 direksi.
Secara umum organisasi dapat dibedakan berdasarkan segi pembagian dan
pelaksanaan tugas, fungsi serta wewenang yaitu organisasi lini, organisasi staff
dan lini, organisasi staff, dan organisasi fungsional. Dan PT Telkom termasuk
kedalam 4 organisasi ini.
Pada Organisasi Lini pemimpin memiliki peran yang dominan karena
pemegang kekuasaan tertinggi. Organisasi staff terbentuk karena munculnya
masalah yang kompleks dalam organisasi dan tidak bisa diselesaikan oleh
pimpinan sehingga membutuhkan tenaga ahli untuk membantu penyelesaian
masalahnya. Kemudian organisasi lini dan staff menekankan bahwa staff
disamping bertugas dalam menyelesaikan pekerjaannya, staff juga memiliki
wewenang yang diberikan organisasi agar bisa memberikan saran masukan
untuk membantu organisasi mencapai tujuan. Yang terkahir adalah organisasi
fungsional yaitu ketika sesuai dengan keinginannya pimpinan memberi tugas
serta wewenang pada bawahannya.
3. Competitive Advantage
Competitive advantage menurut Porter merupakan sebuah kemampuan
yang didapat melalui karakteristik dan sumber daya suatu perusahaan agar dapat
memperoleh kinerja yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan lain pada
industri atau pasar yang sama. Ada 2 cara yang bisa dicapai untuk competitive
advantage ini. Yang pertama, keunggulan yang dicapai ketika perusahaan
memberlakukan strategi biaya rendah dan mampu memberikan penawaran
produk dengan harga yang lebih rendah dibandingkan pesaingnya. Kedua,
strategi diferensiasi produk agar konsumen bisa beranggapan dapat memperoleh
manfaat sesuai dengan harga yang dirasa cukup.
Competitive advantage dari PT Telkom bisa dilihat pada salah satu
produknya yaitu Telkom Speedy. Produk tersebut telah memiliki citra merk yang
kuat dan melekat di masyarakat. Kredibilitas dari Telkom Speedy membuatnya
banyak diakui mayarakat karena telah memberi dampak positif pada penjualan
dan market share.
Akan tetapi terdapat ancaman dari barang substitusi (threats of
substitutions) yang muncul dan terbilang tinggi karena banyak layanan internet
berbasis wireless dengan penawaran yang diberikan lebih unggul serta akses
yang lebih mudah misalnya penawaran harga dibawah Telkom Speedy.
Meskipun Telkom Speedy termasuk kedalam penggunaan semi wireless tetapi
masih perlunya kabel tembga ataupun serat optic (wireline) untuk memasang
modem agar tersambung dengan wifi. Selain itu, jaringan Telkom Speedy lebih
stabil jika dibanding produk lain.
4. Case Analisis
PT Telkom dan BEI Digugat Terkait Dugaan Pengadaan Proyek Fiktif
Penulis : Ronald Seger Prabowo
Jum'at, 31 Maret 2023 | 23:35 WIB
Kasus Utama
Dalam kasus ini, terdapat dugaan pengadaan proyek fiktif yang diduga
melibatkan PT Telkom dan PT Sigma Cipta Caraka. Berdasarkan informasi yang
disediakan, Direktur Utama dan Direktur Keuangan Telkom meminta PT Sigma
Cipta Caraka untuk menalangi dana ke sejumlah perusahaan yang ditunjuk
Telkom untuk pengadaan proyek senilai Rp2,2 triliun. Namun, proyek tersebut
diduga fiktif, dan hingga saat ini belum ada realisasi dari proyek tersebut.
Sedangkan dari data majalah forbes menunjukkan bahwa pada tahun
2018, PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk berada di peringkat ke-112
dalam daftar perusahaan di industri telekomunikasi. Perusahaan ini memiliki
jumlah karyawan sebesar 24.065 orang dan penjualan sebesar US$ 9,6 miliar.
Kapitalisasi pasar perusahaan tersebut pada tahun 2018 mencapai US$ 25,8
miliar. Data ini menunjukkan bahwa PT Telekomunikasi Indonesia (Persero)
Tbk adalah salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia dan
memiliki nilai pasar yang besar.
Hal ini sangat disayangkan mengingat PT Telekomunikasi Indonesia
(Persero) Tbk sempat memperoleh penilaian yang baik dari hasil kinerjanya.
Kasus seperti ini menunjukkan bahwa meskipun perusahaan tersebut memiliki
kinerja yang baik, tetap ada risiko terjadinya praktik korupsi dan penyuapan
yang dapat merugikan perusahaan dan stakeholders-nya. Hal ini menunjukkan
bahwa upaya pencegahan korupsi di perusahaan tidak selalu efektif dan masih
memerlukan peningkatan. Perusahaan-perusahaan besar perlu lebih terbuka dan
transparan dalam melaporkan kegiatan bisnis mereka serta melakukan tindakan
yang tegas terhadap korupsi dan penyuapan. Selain itu, regulasi dan pengawasan
yang ketat dari pemerintah dan lembaga terkait juga diperlukan untuk mencegah
korupsi dan penyuapan di perusahaan-perusahaan besar.
Sebagai konsekuensinya, PT Sigma Cipta Caraka telah membayarkan
sejumlah dana senilai Rp2,2 triliun ke perusahaan yang ditunjuk oleh Telkom,
tetapi hingga saat ini belum ada realisasi dari proyek tersebut. PT Telkom
sebenarnya sudah mengembalikan sebesar Rp500 miliar ke PT Sigma Cipta
Caraka, namun sisanya sebesar Rp1,7 triliun masih belum dibayarkan hingga
saat ini.
Jenis Gugatan
Pelaksanaan putusan pidana pembayaran uang ganti rugi dilakukan
dengan menuntut pembayaran atau eksekusi sukarela terpidana dalam waktu
satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Jika pembayaran tidak
dilakukan setelah tenggang waktu satu bulan, kejaksaan akan menyita barang
milik terpidana dan melelangnya di muka umum, yang hasilnya masuk ke kas
negara. Jika harta benda terpidana tidak cukup untuk membayar ganti rugi,
dipidana dengan pidana penjara paling banyak dari jumlah maksimum pidana
pokok, tergantung pada ancaman kejahatannya, dan pidana penjara ini
ditentukan terlebih dahulu oleh putusan hakim. hakim. 
Dalam kasus dugaan pengadaan proyek fiktif yang menimpa PT Telkom
dan BEI, pihak Telkom sebenarnya sudah mengembalikan sebesar Rp500 miliar
ke PT Sigma Cipta Caraka, namun masih ada sisanya sebesar Rp1,7 triliun yang
belum dibayarkan. Sebagai sebuah perusahaan yang terlibat dalam dugaan
korupsi, Telkom dan BEI harus bertanggung jawab atas perbuatan tersebut dan
melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
dengan membayar uang pengganti yang telah ditetapkan oleh pengadilan. Jika
tidak, maka upaya paksa dapat dilakukan oleh jaksa untuk menyita harta benda
Telkom dan BEI yang nantinya akan dilelang dan hasilnya dimasukkan ke kas
negara.
Konsekuensi Hukum
Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
mengatur tentang tindak pidana korupsi gratifikasi. Sementara itu, Pasal 3 UU
tersebut mengatur tentang tindak pidana korupsi suap.
Jika terdapat dugaan korupsi dalam pengadaan proyek fiktif yang diduga
melibatkan PT Telkom dan PT Sigma Cipta Caraka, maka tersangka dapat
disangkakan dan didakwa melanggar salah satu atau kedua pasal tersebut,
tergantung dari jenis korupsi yang diduga terjadi. Pasal-pasal yang dapat
digunakan untuk menjerat tersangka adalah Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU
Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1)
ke-1 jucto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Referensi

Mulayana, A. N. (2019). Deferred Presecution Agreement Dalam Kejahatan Bisnis.


Gramedia Widiasarana Indonesia.

Nasution, R. P. (2020). Proyek Fiktif Sebagai Modus Korupsi Di Indonesia. TAQNIN:


Jurnal Syariah Dan Hukum, 2(2).
https://surakarta.suara.com/read/2023/03/31/233543/pt-telkom-dan-bei-digugat-terkait-
dugaan-pengadaan-proyek-fiktif?page=1

Anda mungkin juga menyukai