Latar Belakang
Metodologi Penelitian
Rekomendasi
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahNya, laporan
“ANALISIS PELAKSANAAN WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DI ERA OTONOMI
DAERAH” dapat diselesaikan. Kegiatan ini dilatarbelakangi perkembangan WDP
dari tahun ketahun mengalami penurunan. Perusahaan yang melakukan wajib
daftar perusahaan dari tahun 2006 sampai dengan 2010 masing-masing sebesar
104.380, 91.753, 16.342, 7.651 dan 6.679. Akumulasi perusahaan yang mendaftar
dari tahun 1985 sampai dengan bulan Desember 2012 yang tercatat di database
Kementerian Perdagangan sebanyak 1.693.292 perusahaan.
Diberlakukannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib
Daftar Perusahaan yang bertujuan mencatat informasi perusahaan secara benar
sebagai informasi resmi sehingga dapat digunakan semua pihak yang
berkepentingan baik pemerintah, swasta maupun masyarakat.
Informasi tersebut bagi pemerintah dapat dijadikan bahan masukan dalam
rangka merumuskan kebijakan yang mengarah kepada iklim usaha yang kondusif.
Bagi swasta informasi tersebut dapat digunakan untuk melihat prospek bisnis,
investasi maupun potensi pesaing.
Dalam kenyataannya informasi tentang perusahaan khususnya diera
otonomi daerah semakin merosot, hal ini teridentifikasi antara lain dari jumlah
perusahaan yang melakukan pendaftaran semakin menurun. Kegiatan ini
diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam
Negeri, dengan tim peneliti terdiri dari Riffa Utama sebagai koordinator dan
anggotanya terdiri dari Achmad Sigit Santoso, Nasrun, Citra Indah Yuliana serta
dibantu oleh tenaga ahli Ari Wahyudi.
Disadari bahwa laporan ini masih terdapat berbagai kekurangan, maka kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Dalam kesempatan ini
tim mengucapkan terima kasih terhadap berbagai pihak yang telah membantu
terselesainya laporan ini. Sebagai akhir kata semoga hasil penelitian ini dapat
dijadikan masukan bagi pemimpin dalam merumuskan kebijakan di bidang
perdagangan khususnya dalam pendataan pelaku usaha di Indonesia.
hal
Tabel 3.1. Tujuan dan Alat Analisis ……………………………………….. 20
Tabel 3.2. Inventarisasi masalah UU WDP menggunakan ketentuan
hukum normatif dengan realitas implementasi (era otonomi
daerah) …………………………………………………………. 22
Tabel 3.3. Jenis data dan Sumber data…………………………………… 24
Tabel 3.4. Jumlah Responden…………………………………………….. 27
Tabel 4.1. Berbagai Alternatif Solusi Tindakan…………………………... 85
Tabel 4.2. Screening Terhadap Alternatif Tindakan…………………….. 87
Tabel 4.3. Biaya manfaat menggunakan jaringan komputerisasi dan
program aplikasi WDP yang ada (do nothing)……………….. 89
Tabel 4.4. Biaya manfaat memaksimalkan jaringan komputerisasi dan
program aplikasi WDP yang ada -perbaikan yang ada
(Alternatif 2)…………………………………………………….. 91
Tabel 4.5. Membangun jaringan komputerisasi dan program aplikasi
WDP yang baru -membangun baru (alternatif 3)……………. 92
hal
Gambar 3.1. Tahapan-tahapan dalam Proses Penelitian……………….. 18
Gambar 3.2. Kerangka Pemikiran…………………………………………. 19
Gambar 3.3. Metoda pengolahan DataTeknik Penarikan Sampel……… 25
Gambar 4.1. Hirarkhi Persamaan Undang-undang………………………. 65
Gambar 4.2 Pengetahuan Pelaku Usaha Terkait Wajib Daftar
Perusahaan…………………………………………………… 89
Gambar 4.3 Pelaku usaha yang telah melakukan tanda daftar
perusahaan (kelompok persekutuan perdata, firma, CV,
PT, Koperasi dan Yayasan)………………………………….. 90
Gambar 4.4 Pelaku usaha yang telah melakukan tanda daftar
perusahaan (perusahaan perseorangan)…………………… 91
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
1
Berdasarkan kajian ringkas Biro Hukum Kementerian PPN/BAPPENAS dalam Pengembangan dan
Implementasi Metode Regulatory Impact Analysis untuk menilai kebijakan (peraturan dan Non
Peraturan) di Kementerian PPN/BAPPENAS, Juli 2011
2
OECD Recommendation on Improving the Quality of Government Regulation (1995)
Metodologi Penelitian
Gambar 3.1.
Tahapan dalam Proses Penelitian
Eksplorasi penelitian
Tujuan Penelitian
Analisis Data
LAPORAN
Gambar 3.2.
Kerangka Pemikiran
DATA
DATA
Kementerian Perdagangan
DATA
PERUSAHAAN
NASIONAL
Analisis data merupakan bagian terpenting dalam analisis ini agar dapat
diperoleh informasi yang diinginkan. Analisa menggunakan dua alat analisis yang
sesuai dengan tujuan kajian seperti disampaikan pada tabel 3.1.
Tabel 3.1.
Tujuan dan Alat Analisis
1) Data Sekunder
Data sekunder dalam kajian ini adalah peraturan perundang-undangan
terkait UU WDP dan data daftar perusahaan yang diperoleh dari
Kementerian Perdagangan dan Kementerian Hukum dan HAM.
2) Data Primer
Data Primer berupa permasalahan hukum normatif UU WDP dengan
peraturan perundang-undangan terkait lainnya dan Permasalahan
Daerah sample dalam kajian ini di 2 (dua) daerah, yaitu: Jawa Timur dan
Jawa Tengah.Pemilihan daerah didasarkan penganugerahan penghargaan
penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu di bidang penanaman modal
provinsi, kabupaten/kota, terbaik tahun 2012 digelar di Jakarta, Senin
(12/11/2012). Berdasar hasil penilaian, ada tiga penyelenggara pelayanan
terpadu satu pintu bidang penanaman modal (PTSP-PM) tingkat provinsi,
kabupaten, dan kota terbaik 2012. Dimana Jawa Timur merupakan
penyelenggara PTSP-PM Provinsi Terbaik I dan Kota Semarang merupakan
penyelenggara PTSP Kota terbaik II tahun 2012 (Kompas, 2012)
Gambar 3.3
Metoda pengolahan Data
Data Sekunder :
Berupa Peraturan perundang-
undangan terkait WDP
Analisa Hukum
Normatif
FGD Ke - 1
perumusan masalah
FGD Ke - 2
Tabel 3.4.
Jumlah Responden
2. Kuesioner 60 Responden
3
Wahyuni Safitri, S.H., M.Hum, Wajib Daftar Perusahaan Sebelum dan Sesudah Berlakunya Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
http://www.3sfirm.com/index.php/journal/41-karya-tulis/136-wajib-daftar-perusahaan,
4
Ibid
5
Lihat http://hati-sitinurlola.blogspot.com/2010/06/wajib-daftar-perusahaan.html yang
menjabarkan pengelompokan terhadap analisis UU WDP menjadi sebagai berikut:
1. Tujuan, Bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu
perusahaan dan merupakan sumber Informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan
mengenai identitas perusahaan yang tercantum di dalam daftar perusahaan dalam rangka
menjamin kepastian berusaha.
2. Sifat, bersifat terbuka untuk semua pihak,setiap pihak yang berkepentingan setelah memenuhi
biaya administrasi yang ditetapkan oleh menteri, berhak memperoleh keterangan yang
diperlukan dengan cara mendapatkan salinan atau petikan resmi dari keterangan yang
tercantum dalam Daftar Perusahaan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu
dikantor pendaftaran Perusahaan.
3. Kewajiban, setiap Perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan. Pendaftaran Wajib
dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat diwakilkan
kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah.
4. Pengecualian, ada yang dikecualikan dari Wajib Daftar itu adalah:
a. Setiap perusahaan negara yang berbentuk perusahaan jawatan (PERJAN) seperti diatur
dalam UU No.9 tahun 1969 lembaran negara 1969 No.40 jo. Indonesische Bedrijvenwet
(Staatsblad tahun 1927 No.419) sebagaimana setelah diubah dan ditambah.
b. Setiap Perusahaan kecil perorangan yang dijalankan oleh pribadi pengusahanya sendiri atau
hanya memperkerjakan anggota keluarga sendiri yang terdekat serta tidak memerlukan ijin
usaha dan tidak merupakan suatu badan hukum atau suatu persekutuan.
Dasar Penyelenggaraan UU WDP itu sendiri adalah Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan RI No.12/MPP.Kep/1/1998 tentang penyelenggaraan WDP ditetapkan pada tanggal 16
Januari 1998, yang merupakan pelaksanaan UU WDP. Keputusan ini dikeluarkan berdasarkan
pertimbangan bahwa perlu diadakan penyempurnaan guna kelancaran dan peningkatkan kualitas
pelayanan pendaftaran perusahaan, pemberian informasi, promosi, kegunaan pendaftaran
perusahaan bagi dunia usaha dan masyarakat, meningkatkan peran daftar perusahaan, serta
menunjuk penyelenggara dan pelaksana WDP.
6
Wahyuni Safitri, S.H., M.Hum. Op.cit.
7
Perseroan-perseroan firma harus didirikan dengan akta otentik, tanpa adanya kemungkinan untuk
disangkalkan terhadap pihak ketiga, bila akta itu tidak ada (KUHPerdata 1868, 1874, 1895, 1898,
KUHD 1, 26, 29, 31).
8
Wahyuni Safitri, S.H., M.Hum, Wajib Daftar Perusahaan Sebelum dan Sesudah Berlakunya Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Op.cit.
9
Pasal 5 UU WDP mengatur: (1) Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan.
10
Pasal 2 UU WDP mengatur:
Daftar Perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu
perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan
mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam
Daftar Perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha.
11
Pasal 4 UU WDP mengatur:
(1) Setiap pihak yang berkepentingan, setelah memenuhi biaya administrasi yang ditetapkan oleh
Menteri, berhak memperoleh keterangan yang diperlukan dengan cara mendapatkan salinan
atau petikan resmi dari keterangan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan yang disahkan
oleh pejabat yang berwenang untuk itu dari kantor pendaftaran perusahaan.
(2) Setiap salinan atau petikan yang diberikan berdasarkan ketentuan ayat (1) pasal ini merupakan
alat pembuktian sempurna.
12
http://ehukum.com/index.php/hukum-bisnis/26-tujuan-sifat-dan-manfaat-wajib-daftar-
perusahaan
13
Pasal 5 UU WDP mengatur:
(2) Pendaftaran wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau
dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah.
(3) Apabila perusahaan dimiliki oleh beberapa orang, para pemilik berkewajiban untuk melakukan
pendaftaran. Apabila salah seorang daripada mereka telah memenuhi kewajibannya, yang lain
dibebaskan daripada kewajiban tersebut.
(4) Apabila pemilik dan atau pengurus dari suatu perusahaan yang berkedudukan di wilayah Negara
Republik Indonesia tidak bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia, pengurus atau
kuasa yang ditugaskan memegang pimpinan perusahaan berkewajiban untuk mendaftarkan.
14
Pasal 32 UU WDP mengatur:
(1) Barang siapa yang menurut Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya diwajibkan
mendaftarkan perusahaannya dalam Daftar Perusahaan yang dengan sengaja atau karena
kelalaiannya tidak memenuhi kewajibannya diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 3
(tiga) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp.3.000.000,- (tiga juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini merupakan kejahatan.
15
Lihat ketentuan Pasal 6 UU WDP yang menentukan:
a. Setiap Perusahaan Negara yang berbentuk Perusahaan Jawatan (PERJAN) seperti diatur
dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 40) jo.
Indische Bedrijvenwet (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419) sebagaimana telah diubah dan
ditambah;
b Setiap Perusahaan Kecil Perorangan yang dijalankan oleh pribadi pengusahanya sendiri atau
dengan mempekerjakan hanya anggota keluarganya sendiri yang terdekat serta tidak
memerlukan izin usaha dan tidak merupakan suatu badan hukum atau suatu persekutuan.
(2) Perusahaan Kecil Perorangan yang dimaksud dalam huruf b ayat (1) pasal ini selanjutnya diatur
oleh Menteri dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
16
http://ehukum.com/index.php/hukum-bisnis/26-tujuan-sifat-dan-manfaat-wajib-daftar-
perusahaan
b) tanggal pendirian;
h) besar modal dan atau nilai barang yang disetorkan oleh setiap
sekutu aktif dan pasif;
Hal-hal lain yang wajib didaftarkan sepanjang belum diatur dalam Pasal-
pasal 11, 12, 13, 14, 15, dan 16 Undang-undang ini diatur lebih lanjut oleh
Menteri.
1) Pendidikan formal (jalur sekolah) dalam segala jenis dan jenjang yang
diselenggarakan oleh siapapun.
2) Pendidikan non formal (jalur luar sekolah).
3) Jasa Notaris.
4) Jasa Pengacara.
5) Praktek Perorangan Dokter dan Praktek berkelompok dokter.
17
http://hati-sitinurlola.blogspot.com/2010/06/wajib-daftar-perusahaan.html Op.Cit.
18
Ibid.
19
Ibid.
20
Menteri berwenang menetapkan tempat kedudukan, susunan kantor pendaftaran perusahaan
(KPP), ketentuan dan tata cara penyelenggaran Wajib Daftar Perusahaan (WDP). Dengan tempat
kedudukan dan susunan KPP adalah sebagai berikut: Direktorat Pendaftaran Perusahaan pada
Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri bertindak selaku KPP yang berfungsi sebagai
penyelenggara WDP tingkat Pusat.
21
Pendaftaran Perusahaan dilakukan oleh Pemilik atau Pengurus/Penanggung Jawab atau Kuasa
Perusahaan yang sah pada KPP Tingkat II ditempat kedudukan perusahaan. Tetapi kuasa tersebut
tidak termasuk kuasa untuk menandatangani Formulir Pendaftaran Perusahaan. Pendaftaran
Perusahaan dilakukan dengan cara mengisi Formulir Pendaftaran Perusahaan yang diperoleh secara
Cuma-Cuma dan diajukan langsung kepada Kepala KPP Tingkat II setempat dengan melampirkan
dokumen-dokumen sebagai berikut:
1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan serta Data Akta Pendirian Perseroan yang telah
diketahui oleh Departemen Kehakiman.
2. Asli dan copy Keputusan Perubahan Pendirian Perseroan (apabila ada).
3. Asli dan copy Keputusan Pengesahan sebagai Badan Hukum.
4. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor Direktur Utama atau penanggung jawab.
5. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh
Instansi yang berwenang.
c. Perusahaan Berbentuk CV :
dengan cara mengisi Formulir Perubahan yang diperoleh secara cuma-cuma. Kewajiban laporan
perubahan tersebut dilakukan selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak
terjadinya perubahan. Dari perubahan tersebut ada yang dapat mengakibatkan pergantian TDP
seperti:
27
Penulis masih menggunakan istilah departemen padahal seharusnya istilah yang dipergunakan
adalah Kementerian.
28
Penulis artikel yang bersangkutan menyatakan dalam tulisannya, bahwa beranjak dari
permasalahan-permasalahan tersebut diatas perlu dilakukannya penafsiran hukum. Hal ini
dikarenakan undang-undang adalah produk hukum yang dirumuskan secara abstrak dan pasif.
Abstrak karena sangat umum sifatnya dan pasif karena tidak akan menimbulkan akibat hukum
apabila tidak terjadi peristiwa konkrit. Sehingga ruang lingkup keberlakuannya sangat luas.
Keleluasaan ini sangat rentan untuk dipahami secara berbeda-beda oleh para subjek hukum yang
berkepentingan. Akibatnya, dalam kasus-kasus tertentu masing-masing akan cenderung memakai
metode penafsiran yang paling menguntungkan posisi dirinya. Oleh karenanya, peristiwa hukum
Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum
dan hak asasi manusia.
yang abstrak memerlukan rangsangan agar dapat aktif dan dapat diterapkan. Hal-hal yang
memerlukan penafsiran pada umumnya adalah perjanjian dan undang-undang.
a. Sendi Keahlian
Menyelenggarakan tugas pemerintahan berdasar sendi keahlian berarti
menyerahkan tugas kepada orang-orang yang ahli. Pelaksanaannya dapat
ditentukan berdasarkan pembagian tugas secara horizontal dan secara vertikal.
Apabila tugas pemerintahan dibagi secara horizontal maka keseluruhan tugas
dibagi dalam beberapa bidang yang pelaksanaannya diserahkan kepada para ahli
seperti Menteri beserta stafnya. Kondisi ini menimbulkan lembaga pemerintahan
berdasar keahlian seperti Kementerian untuk melaksanakan tugas pemerintahan
berdasar keahlian menurut bidangnya masing-masing (menyerahkan obyective
staatszorg kepada ahlinya). Tiap Kementerian akan dipimpin oleh seorang Menteri
dibantu para stafnya yang merupakan pejabat-pejabat aparatur negara. Dalam teori
kenegaraan disebut dengan istilah Government by Official, yaitu pelaksanaan tugas
pemerintahan dengan sistem pegawai negeri. Dalam pratek kondisi ini
menyebabkan para ahli yang mambantu tugas pemerintahan menjadi terkumpul di
29
H. Abubakar Busro, S.H., Abu Daud Busroh, S.H., Hukum Tata Negara, cet.1, (Jakarta : Ghalia
Indonesia, 1985), hal. 145.
b. Sendi Wilayah.
Pengertian sendi wilayah adalah menyelenggarakan tugas pemerintahan
dengan memperhatikan unsur wilayah negara. Negara yang dalam melaksanakan
tugas pemerintahan hanya menggunakan sendi keahlian saja, maka kekuasaan
negara menjadi terpusat/terhimpun dan harus menggunakan sistem yang seragam.
Cara ini tentu saja tidak cocok bagi negara-negara yang mempunyai wilayah luas
serta penduduk yang beragam karena akan menghambat kelancaran jalannya tugas
pemerintahan. Agar dapat berjalan baik dan efesien maka tugas harus berjalan
berdasar pada sendi keahlian dan sendi wilayah. Secara teoritis ditinjau dari sudut
sendi wilayah kita mengenal dua macam sendi pemerintahan, yaitu dekonsentrasi
dan desentralisasi.
Dengan dekonsentrasi, wilayah negara dibagi dalam beberapa daerah besar
dan kecil dan masing-masing daerah mempunyai wakil-wakil dari pemerintah pusat.
30
Padmo Wahyono, S.H., Negara Republik Indonesia, cet. 2, (Jakarta : CV. Rajawali, 1986 ), hal. 76.
31
Drs. Musanef, Sistem Pemerintahan Di Indonesia, cet.4, (Jakarta : CV. Haji Masagung, 1993 ),
hal.19.
32
Prof. Padmo Wahyono, S.H., op.cit. hal. 76.
33
Drs. Musanef, op.cit., hal. 21.
34
H. Abubakar Busro, S.H. Abu Daud Busroh, S.H., op.cit., hal.147.
35
Ibid., hal. 155.
36
Prof.DR.Bhenyamin Hoessein.”Implikasi UU Nomor 22 tahun 1999 Terhadap Pembangunan dan
Penyelenggaraan Sektor Transportasi”, (Makalah disampaikan pada Diskusi Interen Fakultas Hukum
UI, Agustus 1999), hal. 4.
37
Ibid. hal. 7.
38
Ibid., hal. 2.
Secara historis kita mengetahui bahwa pada masa Yunani kuno negara
belum menghadapi masalah sendi-sendi pemerintahan. Pada masa ini wilayah
negara hanya merupakan negara kota/city state yang mengutamakan status aktif
dari warganya dan menimbulkan sistem demokrasi langsung. Tugas dan masalah
pemerintahan diselesaikan dan dibahas secara langsung oleh para ahli pikir dengan
cara berkumpul bersama pada suatu tempat tertentu. Paras ahli pikir ini mempunyai
cukup waktu utnuk membahas tugas-tugas negara karena ada lapisan budak di
negara Yunani yang mengatur serta memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka
beserta keluarganya. Memasuki masa kerajaan Romawi wilayah negara sudah
bertambah luas sehingga mulai timbul masalah ratio gubernandi, yaitu bagaimana
cara melaksanakan tugas pemerintahan secara baik dan efisien yang meliputi
seluruh wilayah negara. Dengan wilayah negara yang luas, maka negara Romawi
tidak dapat menerapkan sistem demokrasi langsung seperti di negara Yunani untuk
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. Dalam hal ini Romawi kemudian
membagi wilayah negaranya dalam beberapa propinsi yang masing-masing
dipimpin oleh seorang Gubernur. Melalui pelimpahan kekuasaan dari Kaisar, para
Gubernur kemudian melaksanakan tugas pemerintahan di daerah masing-masing.
Sejarah kenegaraan juga menunjukkan bahwa pada abad ke XVI negara
Perancis membagi tugas pemerintahan dalam lima departemen. Ke lima
departemen tersebut meliputi Departemen Diplomacie, Defencie, Financie, Yusticie
dan Policie. Akan tetapi kenyataan menunjukan, bahwa ke lima departemen
tersebut berada dibawah kekuasaan Kaisar dalam melaksanakan tugasnya. Kondisi
ini tentu saja tidak menggambarkan adanya pembagian tugas pemerintahan dalam
negara termasuk pengaturan hubungan pemerintahan pusat dan daerah yang
merupakan masalah sendi-sendi pemerintahan.
Sebaliknya harus dihindarkan timbulnya ciri-ciri negatif yang justru di era globalisasi
ini tetap berjalan dan berkembang. Ciri-ciri negatif tersebut adalah sebagai berikut:
39
Sejalan dengan Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas
Indonesia yang diucapkan pada tanggal 17 Nopember 1979 oleh Prof. Padmo Wahjono, S.H., yang
berjudul Indonesia ialah Negara yang Berdasar atas Hukum, beliau menyatakan sebagai berikut:
“Bahwa suatu Negara sebaiknya berdasar atas hukum didalam segala hal ihwalnya, yang sudah
didambakan semenjak Plato dengan “Nomoi-nya” E. Kant dengan negara Hukum (formil-nya), J.
Stahl dengan Negara Hukumnya (material) maupun Dicey dengan “Rule of Law”-nya.”
40
Lihat Pasal II paragraf 1 Aturan Tambahan UUD 1945, menyatakan “Dengan ditetapkannya
perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.” Lihat juga Jimly Asshidiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945
Setelah Perubahan Keempat, hal.64.
41
Teaching Material Ilmu Negara – 2001, Loc.Cit., hal.56., dimana ditegaskan bahwa suatu negara
tidak layak ada jika tidak memiliki tujuan, bahkan seharusnya keberadaan itu didahului oleh suatu
tujuan. Artinya, tujuan harus lebih dahulu dikonstruksikan ada, baru kemudian mewujudkan
organisasi negara merdeka sebagai sarana untuk mewujudkannya. Jadi adanya tujuan negara itu
adalah keharusan bagi suatu negara. Tujuan negara secara umum diatur dalam sebuah konstitusi
negara yang bersangkutan dan UUD 1945 merupakan rumusan dan manifestasi dari tujuan Negara
Republik Indonesia.
42
Maria Farida Indrati Soeprapto, Kedudukan dan Materi-Muatan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Presiden Dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Negara di Republik Indonesia, Ringkasan Disertasi, Program Pascasarjana, Fakultas
Hukum, Universitas Indonesia – 2002, hal.19.
43
Istilah Rechtsstaat di sini menurut Maria Farida Soeprapto seyogyanya diterjemahkan dengan
istilah Negara berdasar atas Hukum (sesuai dengan penjelasan UUD 1945) dalam arti a state based
on law atau a state governed by law.
Dengan kata lain memiliki konsekwensi logis, bahwa Negara Republik Indonesia adalah berdasar atas
hukum (Rechtstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machstaat). Dalam suatu Negara yang
mengetengahkan wawasan Negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat), dan sekaligus menganut
wawasan pemerintahan yang berdasarkan yang berdasarkan atas sistem konstitusi, pemenuhan
ketentuan-ketentuan dalam Konstitusi merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan. Lihat
pendapat Jimly Asshidiqie dalam Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, yang
menyatakan “konsep Negara Hukum ini disebut dalam pernjelasan UUD 1945 dengan istilah
rechtsstaat yang diperlawankan dengan machtsstaat yang terang-terangan ditolak oleh para
perumus UUD. Akan tetapi, karena belum tercantum dalam pasal, sedangkan sedangkan penjelasan
UUD direncanakan akan dihapus dari naskah resmi UUD, maka ketentuan mengenai Negara Hukum
ini perlu ditegaskan dalam pasal. Rumusan yang tegas menyatakakan bahwa Indonesia adalah
Negara Hukum juga terdapat dalam Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1945.” (hal.3).
44
Maria Farida Indrati Soeprapto, Op.cit.
45
Kondisi yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini sangat kompleks serta bersifat
multidimensional sehingga membutuhkan penanganan yang serius dan bersungguh-sungguh.
Berdasarkan kondisi umum dan arah kebijakan dalam GBHN 1999-2004, dapat diidentifikasikan lima
permasalahan pokok yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini. Permasalahan-permasalahan
pokok tersebut adalah sebagai berikut:
KESIMPULAN
Hukum tetap harus ada dalam rangka menciptakan kepastian dan ketertiban
dalam masyarakat. Hanya saja terhadap peristiwa ketidakharmonisan tersebut
harus ditelaah dan dianalisis secara seksama dan hati-hati sehingga tidak
menimbulkan kerugian atau bahkan kerugian yang jauh lebih besar.
Mengenai data apa saja yang dimuat dalam daftar perseroan, disebut
pada Pasal 29 ayat (2) UU PT, meliputi:
a. Nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha,
jangka waktu pendirian dan permodalan;
b. Alamat lengkap Perseroan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5;
c. Nomor dan tanggal akta pendirian dan keputusan Menteri mengenai
pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (4);
d. Nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan persetujuan
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1);
e. Nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan tanggal
penerimaan pemberitahuan oleh menteri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (2);
f. Nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan
akta perubahan anggaran dasar.
g. Nama lengkap dan alamat pemegang saham Perseroan Terbuka dibuat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang Pasal
47
Berikut adalah referensi tambahan yang disampaikan oleh Yahya Harahap, yang secara tidak
langsung berkaitan dengan telaah analisis kajian ini, yaitu tentang Pengumuman Perseroan.
Mengenai pengumuman perseroan diatur pada Bab II, Bagian ketiga, Paragraf 2 yang terdiri atas
a. Akta pendirian perseroan beserta keputusan menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(4)
b. Akta perubahan anggaran dasar perseroan beserta keputusan menteri sebagaimana dimaksud
dalam pasal 21 ayat (1);
c. Akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh Menteri.
- Dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkan keputusan
menteri mengenai “pengesahan” perseroan menjadi badan hukum.
- Dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkan keputusan
menteri mengenai “persetujuan” perubahan anggaran dasar yang memerlukan persetujuan
menteri;
- Dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterima perubahan
anggaran dasar yang tidak memerlukan persetujuan.
Selanjutnya pasal 30 ayat (3) mengatakan, mengenai tata cara pengumuman, dilaksanakan menteri
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehubungan dengan pengumuman ini,
terkandung dua permasalahan hukum yang perlu mendapat perhatian.
Pertama: pengumuman dari segi hukum, merupakan asas publisitas (publiciteit, publicity) kepada
masyarakat atau pihak ketiga. Keabsahannya kepada pihak ketiga sebagai perseroan boleh
dikatakan, digantungkan pada pengumumannya dalam TBN. Oleh karena itu, meskipun Perseroan
telah mendapat pengesahan dari Menteri sebagai badan hukum atau perubahan anggaran dasar
telah mendapat persetujuan menteri maupun telah disampaikan pemberitahuannya, maka selama
hal itu belum diumumkan dalam TBN, belum sah mengikat pihak ketiga.
Kedua; kelalaian (negligence) menteri mengumumkan pengesahan perseroan sebagai badan hukum,
atau kelalaian mengumumkan persetujuan atau pemberitahuan perubahan anggaran dasar dari
tenggang waktu yang ditentukan Pasal 30 ayat (2) UU PT, dapat dikategorikan sebagai perbuatan
melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata. Bentuk perbuatan melawan hukum yang
terjadi dalam kasus yang demikian, bisa dikualifikasi melanggar kewajiban hukum yang dipikulkan
kepadanya (breach of duty of care) atau penyalahgunaan wewenang (abuse of authority) yang
merugikan perseroan yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu, apabila menteri lalai
mengumumkan pengesahan, persetujuan atau pemberitahuan perubahan anggaran dasar dalam
TBN. Menteri bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul dari kelalaian itu.
a. Dinamika alur koordinasi kerja antara pusat dengan daerah yang kurang
maksimal, yang merupakan bagian dari konsekuensi otonomi daerah;
b. Penafsiran terhadap pendaftaran perusahaan berdasarkan UU PT yang
tendensinya adalah mengesampingkan penundukan perusahaan berbentuk
perseroan terbatas kepada UU WDP.
a. UUD 1945
b. Ketetapan MPR
c. UU / Perpu
d. Peraturan Pemerintah
e. Peraturan Presiden
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
48
Jenis Peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa
Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, menteri, badan, lembaga atau komisi yang setingkat yang
dibentuk dengan Undang-Undang atau atas perintang Undang-Undang, DPRD Provinsi, Gubernur,
DPRD Kabupaten, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
49
Pasal 11, 12, 13, 14, 15 dan 16 UU WDP mengatur mengenai hal-hal yang wajib didaftarkan. Pasal
11 bila berbentuk Perseroan Terbatas. Pasal 12 apabila berbentuk koperasi. Pasal 13 apabila
berbentuk persekutuan komanditer. Pasal 14 apabila berbentuk persekutuan firma. Pasal 15 Apabila
perusahaan berbentuk perorangan. Pasal 16 Apabila perusahaan berbentuk usaha lainnya di luar
dari pada sebagaimana dimaksud dalam Pasal-pasal 11, 12,13, 14 dan 15.
50
Pasal 20 UU WDP menyebutkan, bahwa Dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima
formulir pendaftaran yang telah diisi, pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan
menetapkan pengesahan atau penolakan.
a. Masalah umum
Salah satu tujuan dari wajib daftar perusahaan sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang Wajib Daftar Perusahaan Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan (WDP)
adalah mencatat semua informasi perusahaan secara benar sehingga dapat
dijadikan informasi resmi semua pihak yang berkepentingan. Dalam
implementasinya ternyata banyak mengalami hambatan, hal ini teridentifikasi
dari jumlah perusahaan yang mendaftarkan mengalami penurunan. Tahun
2006 tercatat jumlah perusahaan yang mendaftarkan perusahaannya terkait
WDP tercatat 104.380 perusahaan dan tahun 2012 hanya 898 perusahaan.
Banyak faktor yang menyebabkan kepatuhan perusahaan untuk
mendaftarkan perusahaannya. Berdasarkan diskusi dengan berbagai
stakeholder dan studi literatur, permasalahan terkait tanda daftar
perusahaan dapat dilihat pada Sub Bab identifikasi dan perumusan masalah.
ya
tidak
tidak menjawab
92%
Gambar 4.3.
Pelaku usaha yang telah melakukan tanda daftar perusahaan
(kelompok persekutuan perdata, firma, CV, PT, Koperasi dan Yayasan)
8%
ya
tidak
92%
Gambar 4.4.
Pelaku usaha yang telah melakukan tanda daftar perusahaan
(perusahaan perseorangan)
27%
ya
tidak
73%
Berdasarkan gambar 4.4 dari 22 Pelaku usaha yang tidak wajib melakukan
TDP terdapat 27% atau 6 responden yang telah melakukan TDP dan
terdapat 73% atau 16 responden yang tidak melakukan TDP
Tabel 4.2.
Screening Terhadap Alternatif Tindakan
pencapaian
No Alternatif Solusi Legalitas Biaya Dampak Hambatan Total
tujuan
Tabel 4.3.
Biaya manfaat menggunakan jaringan komputerisasi dan program aplikasi
WDP yang ada (do nothing)
A Manfaat
Data TDP per Kab/Kota Data TDP dari daerah disampaikan secara
1 ++
tersedia di pusat rinci
Pemerintah memiliki peta lembaga usaha
Pembinaan/pengambilan
2 +++ sehingga pengambilan kebijakan menjadi
kebijakan lebih tepat sasaran
lebih tepat
Pelaku usaha dapat
memanfaatkan data TDP Pelaku usaha mendapatkan gambaran
3 +++
lebih optimal sebagai peluang pesaing maupun peluang untuk berinvestasi
usaha
Data tersedia secara tepat
4 + Karena SDM di daerah lebih trampil
waktu
Total Manfaat 9+
B Biaya
1 Pembelian sofware -3 Harga software x jumlah kab/kota
(Jumlah Kab/Kota x 2 orang x 5 hari) +
Pelatihan SDM pengelolan
2 -4 (Trnspot= jumlah kota/kab x tiket PP) +
Sofware di daerah dan Pusat
(lunsum)
Biaya input di daerah per
3 -3 Jumlah TDP per daerah x biaya input
tahun
4 Biaya input di pusat -1 Biaya petugas di pusat
5 Biaya tim evaluasi -1 Tim evaluasi di pusat
Total Biaya -12
Sumber : hasil analisa RIA
Tabel 4.5.
Membangun jaringan komputerisasi dan program aplikasi WDP yang baru -
membangun baru (alternatif 3)
A Manfaat
Data TDP dari daerah disampaikan
1 Data TDP per Kab/Kota tersedia ++
secara rinci
Pemerintah memiliki peta lembaga
Pembinaan/pengambilan
2 +++ usaha sehingga pengambilan kebijakan
kebijakan lebih tepat sasaran
menjadi lebih tepat
Pelaku usaha dapat Pelaku usaha mendapatkan gambaran
3 memanfaatkan data TDP +++ pesaing maupun peluang untuk
sebagai peluang usaha berinvestasi
4 Data selalu terbaru +++ Karena online data selalu cepat tersaji
Total Manfaat 11 +
B Biaya
1 Pembelian sofware + Server -5 Harga software x jumlah kab/kota
2 Penyambungan online -3 Harga penyambungan per waktu/th
(Jumlah Kab/Kota x 2 orang x 5 hari) +
Pelatihan SDM pengelolan
2 -4 (Transport= jumlah kota/kab x tiket PP) +
Sofware di daerah dan Pusat
(lunsum)
3 Biaya input di daerah per tahun -3 Jumlah TDP per daerah x biaya input
4 Biaya input di pusat -1 Biaya petugas di pusat
5 Biaya tim evaluasi -1 Biaya tim di pusat
Berdasarkan analisis biaya manfaat, opsi yang dianggap paling tepat dalam
menyelesaikan permasalahan terkait data TDP adalah dengan menggunakan
alternative ke-2 yaitu memaksimalkan penggunaan jaringan komputerisasi dan
program aplikasi WDP yang ada (perbaikan dari yang ada). Dengan menggunakan
alternatif ke-2 keunggulannya dibandingkan opsi lainnya antara lain biayanya relatif
4.2.6. Konsultasi.
Implementasi pada alternative ke-2 tersebut dilakukan dengan cara antara lain :
a. Pemerintah pusat mendata kembali daerah-daerah yang mengirimkan dan yang
tidak mengirimkan data TDP terbaru dalam bentuk softcopy maupun hardcopy.
Pendataan tersebut untuk mengatur strategi solusi bagi daerah yang mengirim
dan tidak setelah diidentifikasi penyebabnya.
b. Pelatihan serta pendampingan petugas pengelola WDP di daerah. Dengan
memodifikasi aplikasi WDP yang ada sehingga mempermudah petugas daerah
dalam menginput data, maka diperlukan peltihan bagi petugas di daerah.
c. Melakukan pendekatan kepada para pimpinan daerah dalam mengefektifan
pengelolaan WDP di daerah. Pendekatan kepada pemimpin di daerah sangat
diperlukan karena komitmen pimpinan daerah terhadap pendataan akan
berdampak pada kelancaran program WDP.
d. Melakukan koordinasi dan sosialisasi secara kontinyu dengan pengguna dan
pengelola WDP di daerah. Kegiatan ini perlu dilakukan karena sering terjadi
perpindahan petugas di daerah.
5.1. Kesimpulan
5.2. REKOMENDASI
Republik Indonesia. 1982. Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan, Lembaran Negara RI Tahun 1982, No 3214 Sekretariat Negara.
Jakarta.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Cetakan ke – 11. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009), hal.
13–14.
MEMO KEBIJAKAN
Upaya Peningkatan Implementasi UU WDP di daerah
Isu Kebijakan
Penyebab tidak efektifnya implementasi WDP di daerah dari dari faktor regulasi.
a. Pemahaman hukum dari pelaku usaha khususnya PT tentang wajib daftar
perusahaan berdasarkan UU WDP telah mengalami penurunan kepastian hukum
oleh UU PT. Dalam UU WDP tempat melakukan pendaftaran adalah pada kantor
pendaftaran perusahaan di Ibukota Propinsi tempat kedudukannya sedangkan
dalam UU PT menentukan tempat pendaftaran itu Kementerian Hukum dan HAM
sendiri di bawah Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) dan yang wajib
melakukan pendaftaran itu tidak lagi oleh Direksi melainkan otomatis oleh Menteri
Hukum dan HAM.
b. Terdapat undang-undang lain yang mengatur pendaftaran perusahaan yaitu
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas (UU PT). Kedua undang-undang tersebut sama-sama mengatur
pendaftaran perusahaan dan dapat dipublikasikan untuk kepentingan umum. Dalam
a. Sistem jaringan komputerisasi dan Program aplikasi WDP yang disediakan oleh
Kementerian Perdagangan implementasinya di daerah belum optimal. Sistem
jaringan tersebut belum terintegrasi dengan sistem jaringan dan program aplikasi
WDP yang dibangun oleh daerah khususnya Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
Sistem jaringan komputerisasi dan program aplikasi WDP yang ada belum memiliki
kemampuan untuk memvalidasi keakuratan data secara otomatis dan belum
terintegrasi setiap tingkatan organisasi pengelolan WDP (Pusat, Pemerintah Provinsi
dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
b. Kurangnya kemampuan dan jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola WDP
terutama di bidang pendaftaran, pengelola data base, pengolah data, penganalisa
data dan PPNS-WDP. Pengelola WDP di daerah sering di rotasi dalam waktu yang
relatif singkat sehingga pengetahuan dari pengelola sering tidak lengkap. Dalam 10
tahun terakhir tidak ada tambahan PPNS-WDP
Rekomendasi