Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

DEPARTEMEN MEDIKAL RUANG 26I


SOP (SPACE OCCUPAYING PROCCES) CEREBRY

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Medikal

Disusun Oleh:

ZULVANA
NIM 140070300011138

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
LAPORAN PENDAHULUAN
SOP (SPACE OCCUPAYING PROCCES) CEREBRY

A. DEFINISI
SOP (Space Occupying Procces) merupakan generalisasi masalah tentang adanya
lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat
menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan
tumor intracranial (Long C , 1996 : 130).
Karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka
lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali
diakomodasi dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium.
Akhirnya vena mengalami kompresi, dan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan
serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti venosa
menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan
meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.
Posisi tumor dalam otak dapat mempunyai pengaruh yang dramatis pada tanda-
tanda dan gejala. Misalnya suatu tumor dapat menyumbat aliran keluar dari cairan
serebrospinal atau yang langsung menekan pada vena-vena besar, meyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intracranial dengan cepat. Tanda-tanda dan gejala memungkinkan
dokter untuk melokalisirlesi akan tergantung pada terjadinya gangguan dalam otak serta
derajat kerusakan jaringan saraf yang ditimbulkan oleh lesi. Nyeri kepala hebat,
kemungkinan akibat peregangan durameter dan muntah-muntah akibat tekanan pada
batang otak merupakan keluhan yang umum.

B. ETIOLOGI
Etiologi dari penyakit ini belum dapat diketahui secara pasti, namun faktor resiko terjadinya
tumor otak antara lain:
1. Riwayat trauma kepala.
2. Faktor genetik
3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik
4. Virus tertentu
5. Defisiensi imunologi
6. Congenital
(Ngastiyah, 2001)
D. MANIFESTASI KLINIS
• Nyeri Kepala (Headache)
Nyeri kepala biasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh. Biasanya muncul pada pagi
hari setelah bangun tidur dan berlangsung beberapa waktu, datang pergi (rekuren) dengan
interval tak teratur beberapa menit sampai beberapa jam. Serangan semakin lama semakin
sering dengan interval semakin pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu
penderita batuk, bersin atau mengejan (misalnya waktu buang air besar atau koitus). Nyeri
kepaia juga bertambah berat waktu posisi berbaring, dan berkurang bila duduk. Penyebab
nyeri kepala ini diduga akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive structure seperti dura,
pembuluh darah atau serabut saraf. Nyeri kepala merupakan gejala permulaan dari tumor
otak yang berlokasi di daerah lobus oksipitalis.
• Muntah
Lebih jarang dibanding dengan nyeri kepala. Muntah biasanya proyektil (menyemprot) tanpa
didahului rasa mual, dan jarang terjadi tanpa disertai nyeri kepala.
• Edema Papil
Keadaan ini bisa terlihat dengan pemeriksaan funduskopi menggunakan oftalmoskop.
Gambarannya berupa kaburnya batas papil, warna papil berubah menjadi lebih kemerahan
dan pucat, pembuluh darah melebar atau kadang-kadang tampak terputus-putus. Untuk
mengetahui gambaran edema papil seharusnya kita sudah mengetahui gambaran papil
normal terlcbih dahulu. Penyebab edema papil ini masih diperdebatkan, tapi diduga akibat
penekanan terhadap vena sentralis retinae. Biasanya terjadi bila tumor yang lokasi atau
pembesarannya menckan jalan aliran likuor sehingga mengakibatkan bendungan dan terjadi
hidrocepallus.
• Kejang
Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang korteks motorik. Kejang
yang sifatnya lokal sukar dibedakan dengan kejang akibat lesi otak lainnya, sedang kejang
yang sifatnya umum atau general sukar dibedakan dengan kejang karena epilepsi. Tapi bila
kejang terjadi pertama kali pada usia dekade III dari kehidupan harus diwaspadai
kemungkinan adanya tumor otak.

E. Klasifikasi
Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi (Barbara L. Bullock 2000):
a. Jinak
 Acoustic neuroma
 Meningioma
 Pituitary adenoma
 Astrocytoma ( grade I )
b. Malignant
 Astrocytoma ( grade 2,3,4 )
 Oligodendroglioma
 Apendymoma
Berdasarkan lokasi tumor dapat dibagi menjadi :
a. Tumor intradural
 Ekstramedular
 Cleurofibroma
 Meningioma intramedural
 Apendimoma
 Astrocytoma
 Oligodendroglioma
 Hemangioblastoma
b. Tumor ekstradural
 Merupakan metastase dari lesi primer.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan
Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor, dan
meluasnya edema serebralsekunder serta member informasi tentang sistem vaskuler
2. MRI
Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang otakdan
daerah hiposisis, dimana tulang menggangudalam gambaran yang menggunakan CT
Scan
3. Biopsi stereotaktik
Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi dasar
pengobatan
4. Angiografi
Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
5. Elektroensefalografi ( EEG )
Mendeteksi gelombang otak abnormal.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Orang dengan tumor otak memiliki beberapa pilihan pengobatan. Tergantung pada jenis dan
stadium tumor, pasien dapat diobati dengan operasi pembedahan, radioterapi, atau kemoterapi.
Beberapa pasien menerima kombinasi dari perawatan diatas (Barbara L. Bullock 2000).
a. Pembedahan
Pembedahan adalah pengobatan yang paling umum untuk tumor otak. Tujuannya adalah untuk
mengangkat sebanyak tumor dan meminimalisir sebisa mungkin peluang kehilangan fungsi
otak. Operasi untuk membuka tulang tengkorak disebut kraniotomi. Hal ini dilakukan dengan
anestesi umum. Sebelum operasi dimulai, rambut kepala dicukur. Ahli bedah kemudian
membuat sayatan di kulit kepala menggunakan sejenis gergaji khusus untuk mengangkat
sepotong tulang dari tengkorak. Setelah menghapus sebagian atau seluruh tumor, ahli bedah
menutup kembali bukaan tersebut dengan potongan tulang tadi, sepotong metal atau bahan.
Ahli bedah kemudian menutup sayatan di kulit kepala. Beberapa ahli bedah dapat
menggunakan saluran yang ditempatkan di bawah kulit kepala selama satu atau dua hari
setelah operasi untuk meminimalkan akumulasi darah atau cairan.
Efek samping yang mungkin timbul pasca operasi pembedahan tumor otak adalah sakit kepala
atau rasa tidak nyaman selama beberapa hari pertama setelah operasi. Dalam hal ini dapat
diberikan obat sakit kepala. Masalah lain yang kurang umum yang dapat terjadi adalah
menumpuknya cairan cerebrospinal di otak yang mengakibatkan pembengkakan otak (edema).
Biasanya pasien diberikan steroid untuk meringankan pembengkakan. Sebuah operasi kedua
mungkin diperlukan untuk mengalirkan cairan. Dokter bedah dapat menempatkan sebuah
tabung, panjang dan tipis (shunt) dalam ventrikel otak. Tabung ini diletakkan di bawah kulit ke
bagian lain dari tubuh, biasanya perut. Kelebihan cairan dari otak dialirkan ke perut. Kadang-
kadang cairan dialirkan ke jantung sebagai gantinya.
Infeksi adalah masalah lain yang dapat berkembang setelah operasi (diobati dengan antibiotic).
Operasi otak dapat merusak jaringan normal. kerusakan otak bisa menjadi masalah serius.
Pasien mungkin memiliki masalah berpikir, melihat, atau berbicara. Pasien juga mungkin
mengalami perubahan kepribadian atau kejang. Sebagian besar masalah ini berkurang dengan
berlalunya waktu. Tetapi kadang-kadang kerusakan otak bisa permanen. Pasien mungkin
memerlukan terapi fisik, terapi bicara, atau terapi kerja.
b. Radiosurgery stereotactic
Radiosurgery stereotactic adalah tehnik "knifeless" yang lebih baru untuk menghancurkan
tumor otak tanpa membuka tengkorak. CT scan atau MRI digunakan untuk menentukan lokasi
yang tepat dari tumor di otak. Energi radiasi tingkat tinggi diarahkan ke tumornya dari berbagai
sudut untuk menghancurkan tumornya. Alatnya bervariasi, mulai dari penggunaan pisau
gamma, atau akselerator linier dengan foton, ataupun sinar proton.
Kelebihan dari prosedur knifeless ini adalah memperkecil kemungkinan komplikasi pada pasien
dan memperpendek waktu pemulihan. Kekurangannya adalah tidak adanya sample jaringan
tumor yang dapat diteliti lebih lanjut oleh ahli patologi, serta pembengkakan otak yang dapat
terjadi setelah radioterapi.
Kadang-kadang operasi tidak dimungkinkan. Jika tumor terjadi di batang otak (brainstem) atau
daerah-daerah tertentu lainnya, ahli bedah tidak mungkin dapat mengangkat tumor tanpa
merusak jaringan otak normal. Dalam hal ini pasien dapat menerima radioterapi atau perawatan
lainnya.
c. Radioterapi
Radioterapi menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel tumor. Sebuah mesin besar
diarahkan pada tumor dan jaringan di dekatnya. Mungkin kadang radiasi diarahkan ke seluruh
otak atau ke syaraf tulang belakang.
Radioterapi biasanya dilakukan sesudah operasi. Radiasi membunuh sel-sel tumor (sisa) yang
mungkin tidak dapat diangkat melalui operasi. Radiasi juga dapat dilakukan sebagai terapi
pengganti operasi. Jadwal pengobatan tergantung pada jenis dan ukuran tumor serta usia
pasien. Setiap sesi radioterapi biasanya hanya berlangsung beberapa menit.
d. Kemoterapi
Kemoterapi yaitu penggunaan satu atau lebih obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker.
Kemoterapi diberikan secara oral atau dengan infus intravena ke seluruh tubuh. Obat-obatan
biasanya diberikan dalam 2-4 siklus yang meliputi periode pengobatan dan periode pemulihan.
Dua jenis obat kemoterapi, yaitu: temozolomide (Temodar) dan bevacizumab (Avastin), baru-
baru ini telah mendapat persetujuan untuk pengobatan glioma ganas. Mereka lebih efektif, dan
memiliki efek samping lebih sedikit jika dibandingkan dengan obat-obatan kemo versi lama.
Temozolomide memiliki keunggulan lain, yaitu bisa secara oral.
Untuk beberapa pasien dengan kasus kanker otak kambuhan, ahli bedah biasanya melakukan
operasi pengangkatan tumor dan kemudian melakukan implantasi wafer yang mengandung
obat kemoterapi. Selama beberapa minggu, wafer larut, melepaskan obat ke otak. Obat
tersebut kemudian membunuh sel kankernya.

H. KOMPLIKASI
a. Ganguan Fungsi Luhur
• Komplikasi tumor otak yang paling ditakuti selain kematian adalah gangguan fungsi luhur.
Gangguan ini sering diistilahkan dengan gangguan kognitif dan neurobehavior sehubungan
dengan kerusakan fungsi pada area otak yang ditumbuhi tumor atau terkena pembedahan
maupun radioterapi.
• Neurobehavior adalah keterkaitan perilaku dengan fungsi kognitif dan lokasi / lesi tertentu di
otak. Pengaruh negatif tumor otak adalah gangguan fisik neurologist, gangguan kognitif,
gangguan tidur dan mood, disfungsi seksual serta fatique.
• Gangguan kognitif yang dialami pasien tumor otak bisa dievaluasi dengan berbagai tes. Di
antaranya adalah Sickness Impact Profile, Minesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI),
dan Mini mental State Examination (MMSE). Komponen kognitif yang dievaluasi adalah
kesadaran, orientasi lingkungan, level aktivitas, kemampuan bicara dan bahasa, memori dan
kemampuan berpikir, emosional afeksi serta persepsi.
b. Ganguan Wicara
• Gangguan wicara sering menjadi komplikasi pasien tumor otak. Dalam hal ini kita mengenal
istilah disartria dan aphasia.
• Disartria adalah gangguan wicara karena kerusakan di otak atau neuromuscular perifer
yang bertanggung jawab dalam proses bicara. Tiga langkah yang menjadi prinsip dalam terapi
disartria adalah meningkatkan kemampuan verbal, mengoptimalkan fonasi, serta memperbaiki
suara normal.
• Afasia merupakan gangguan bahasa, bisa berbentuk afasia motorik atau sensorik
tergantung dari area pusat bahasa di otak yang mengalami kerusakan. Fungsi bahasa yang
terlibat adalah kelancaran (fluency), keterpaduan (komprehensi) dan pengulangan (repetitif).
Pendekatan terapi untuk afasia meliputi perbaikan fungsi dalam berkomunikasi, mengurangi
ketergantungan pada lingkungan dan memastikan sinyal-sinyal komunikasi serta menyediakan
peralatan yang mendukung terapi dan metode alternatif. Terapi wicara terdiri atas dua
komponen yaitu bicara prefocal dan latihan menelan.
c. Ganguan Pola Makan
• Disfagi merupakan komplikasi lain dari penderita ini yaitu ketidakmampuan menelan
makanan karena hilangnya refleks menelan. Gangguan bisa terjadi di fase oral, pharingeal atau
oesophageal. Komplikasi ini akan menyebabkan terhambatnya asupan nutrisi bagi penderita
serta berisiko aspirasi pula karena muntahnya makanan ke paru. Etiologi yang mungkin adalah
parese nervus glossopharynx dan nervus vagus. Bisa juga karena komplikasi radioterapi.
• Diagnosis ditegakkan dengan videofluoroscopy. Gejala ini sering bersamaan dengan
dispepsia karena space occupying process dan kemoterapi yang menyebabkan hilangnya
selera makan serta iritasi lambung. Terapi untuk gejala ini adalah dengan sonde lambung untuk
pemberian nutrisi enteral, stimulasi, dan modifikasi kepadatan makanan (makanan yang dipilih
lebih cair/lunak).
d. Kelemahan Otot
• Kelemahan otot pada pasien tumor otak umumnya dan yang mengenai saraf khususnya
ditandai dengan hemiparesis, paraparesis dan tetraparesis. Pendekatan terapi yang dilakukan
menggunakan prinsip stimulasi neuromusculer dan inhibisi spastisitas. Cara lain adalah dengan
EMG biofeedback, latihan kekuatan otot, koordinasi endurasi dan pergerakan sendi.
e. Ganguan Penglihatan Dan Pendengaran
• Tumor otak yang merusak saraf yang terhubung ke mata atau bagian dari otak yang
memproses informasi visual (visual korteks) dapat menyebabkan masalah penglihatan, seperti
penglihatan ganda atau penurunan lapang pandang.
• Tumor otak yang mempengaruhi saraf pendengaran - terutama neuromas akustik - dapat
menyebabkan gangguan pendengaran di telinga pada sisi yang terlibat otak.
f. Stroke
• Seseorang dengan stroke memiliki gangguan dalam suplai darah ke area otak, yang
menyebabkan otak tidak berfungsi. Otak sangat sensitif terhadap setiap gangguan dalam aliran
darah. Sel-sel otak mulai mati dalam beberapa menit kehilangan pasokan oksigen dan glukosa.
• Para gangguan aliran darah dapat terjadi oleh salah satu dari dua mekanisme, yaitu
hemorrhagic stroke disebabkan oleh perdarahan dari pembuluh darah kecil yang memasok
darah ke otak dan Stroke iskemik disebabkan oleh bekuan darah yang menghalangi aliran
darah melalui arteri yang memasok darah ke otak. Ada dua jenis stroke iskemik: Stroke
trombotik stroke dan emboli. stroke trombotik disebabkan oleh gumpalan darah yang terbentuk
di dalam arteri otak. stroke emboli disebabkan oleh gumpalan darah yang terbentuk di luar
pembuluh darah otak, kemudian gumpalan darah itu berjalan melaui aliran darah dan sampai
pada pembuluh darah otak, gumpalan darah ini selanjutnya menyumbat suplay darah ke otak.
• Pada tumor otak, komplikasi stroke yang timbul dapat berupa Hemorrhagic stroke yang
terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak yang tertekan akibat pembesaran tumor.
g. Epilepsi
• Kejadian sekitar 30% dari tumor otak. Alasannya sebagian besar disebabkan karena
rangsangan langsung atau represi dari tumor yang menyebabkan ganguan listrik pada otak dan
juga tumor otak dapat menyebabkan iritasi pada otak yang dapat menyebabkan kejang
h. Depresi
• Depresi dapat disebabkan karena tumor pada pusat emosi (system limbic) atau karena
keadaan klinis yang disebabkan oleh tumor tersebut, Gejala yang timbul dapat berupa
menangis terus-menerus, kesedihan yang mendalam, social withdrawal, Mudah marah,
kecemasan, penurunan libido, gangguan tidur, tingkah laku yang tidak wajar. Dapat juga karena
efek steroid : mood and sleep changes, ganguan bipolar (manicdepression).
i. Hidrosephalus
• Hidrosephalus terjadi apabila tumor yang terbentuk menghalangi aliran LCS, akibatnya
aliran LCS akan terhambat dan mengakibatkan terbentuknya hidrosephalus. Selain itu
peningkatan tekanan intrakranial juga dapat menghambat aliran LCS.
j. Cerebral Hernia
• Cerebral hernia adalah kondisi, progresif fatal di mana otak terpaksa melalui pembukaan
dalam tengkorak.
• Tumor otak akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, yang kemudian
menyebabkan penggeseran parenkim otak ke foramen Magnum atau transtentorial
k. Ganguan Seksualitas
• Tumor otak sendiri dapat mempengaruhi seksualitas, terutama jika tumor melibatkan daerah
otak yang mengontrol pelepasan hormon yang mempengaruhi libido, termasuk estrogen,
progesteron testosteron, dan. Daerah-daerah yang sama dari otak dapat rusak oleh terapi
radiasi, yang yang dapat juga mengurangi kesuburan dan libido selain itu dapat pula
menyababkan menopouse dini.
l. Terbentuknya Gumpalan Darah
• Adanya Tumor otak mempunyai resiko tinggi terjadinya pembekuan darah. Pembekuan ini
disebut "trombosis vena dalam" (DVT) dan terjadi di pembuluh darah kaki. Gejala yang DVT
meliputi nyeri betis, bengkak, dan perubahan warna kaki, meskipun itu DVT juga bisa terjadi
tanpa gejala. Bahaya itu DVT adalah bahwa mereka dapat pecah dan dibawa oleh aliran darah
ke paru-paru, di mana mereka menyebabkan "thromboemboli paru" (PTE) pembekuan darah di
arteri paru.

I. PENGKAJIAN
Data dasar ; nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, alamat, golongan darah,
penghasilan
Riwayat kesehatan ; apakah klien pernah terpajan zat zat kimia tertentu, riwayat tumor pada
keluarga, penyakit yang mendahului seperti sklerosis TB dan penyakit neurofibromatosis,
kapan gejala mulai timbul
Aktivitas / istirahat, Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan. Tanda :
perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah dalam keseimbangan,
perubaan pola istirahat, adanya faktor faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas,
keterbatasan dalam hobi dan dan latihan
Sirkulasi, gejala : nyeri kepala pada saat beraktivitas. Kebiasaan : perubahan pada tekanan
darah atau normal, perubahan frekuensi jantung.
Integritas Ego, Gejal : faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian, Tanda : cemas,
mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.
Eliminasi : Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan fungsi.
makanan / cairan , Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan selera. Tanda :
muntah ( mungkin proyektil ), gangguan menelan ( batuk, air liur keluar, disfagia )
Neurosensori, Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling dan
baal pad aekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu. Tanda : perubahan kesadaran
sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan
mengikuti, kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak seimbang,
reflek tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi, kejang, sensitiv terhadap gerakan
Nyeri / Kenyamanan, Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan biasanya
lama. Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang hebat, gelisah,
tidak bisa istirahat / tidur.
Pernapasan, Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial
obstruksi.
Hormonal : Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.
Sistem Motorik : scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan
keamanan , Gejala : pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen, pemajanan sinar matahari
berlebihan. Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi
seksualitas, gejala: masalah pada seksual (dampak pada hubungan, perubahan tingkat
kepuasan)
Interaksi sosial : ketidakadekuatan sitem pendukung, riwayat perkawinan ( kepuasan rumah
tangga, dudkungan ), fungsi peran.
( Doenges, 2000 )

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungn dengan obstruksi ventrikel
2. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
3. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi
4.Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan tekanan pada serebelum (otak kecil)
5. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan

K. INTERVENSI
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungn dengan obstruksi ventrikel
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan kembali normal
dengan KH :
TTV normal
Kesadaran pasien kembali seperti sebelum sakit
Gelisah hilang
Ingatanya kembali seperti sebelum sakit
Intervensi :
1. Pantau status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya
seperti GCS
2. Pantau frekuensi dan irama jantung
3. Pantau suhu juga atur suhu lingkungan sesuai kebutuhan. Batasi penggunaan selimut
dan lakukan kompres hangat jika terjadi demam
4. Pantau masukan dan pengeluaran, catat karakteristik urin, tugor kulit dan keadaan
membrane mukosa
5. Gunakan selimut hipotermia
6. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti steroid, klorpomasin, asetaminofen
Rasional :
1. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensi TIK adalah
sangat berguna dalam menentukan lokasi, penyebaran, luas,dan perkembangan dari
kerusakan
2. Perubahan pada frekuensi dan disritmia dapat terjadi yang mencerminkan trauma atau
tekanan batang otak tentang ada tidaknya penyakit
3. Demam biasanya berhubungan dengan proses inflamasi tetapi mungkin merupakan
komplikasi dari kerusakan pada hipotalamus
4. Hipertermi meningkatkan kehilangan air dan meningkatkan resiko dehidrasi, terutama jika
tingkat kesadaran menurun
5. Membantu dalam mengontrol peningkatan suhu
6. Dapat menurunkan permebilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema,
mengatasi menggigil yang dapat meningkatkan TIK, menurunkan metabolisme seluler/
menurunkan konsumsioksigen
2. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam nyeri hilang dengan KH :
Nyeri hilang
Pasien tenang
Tidak terjadi mual muntah
Pasien dapat beristirahat dengan tenang
Intervensi :
1. Berikan lingkungan yang tenang
2. Tingkatkan tirah baring, bantu perawatan diri pasien
3. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata
4. Dukung pasien untuk menemukan posisi yang nyaman
5. Berikan ROM aktif/pasif
6. Gunakan pelembab yang agak hangat pada nyeri leher/punggung yang tidak ada demam
7. Kolaborasi pemberian obat analgetik seperti asetaminofen, kodein sesuai indikasi
Rasional :
1. Menurunkan reaksi terhadap stimulus dari luar dan meningkatkan istirahat
2. Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
3. Meningkatkan vasokontriksi, penumpukan resepsi sensori akan menurunkan nyeri
4. Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut
5. Membantu merelaksasi ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri
6. Meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan rasa sakit
7. Untuk menghilangkan nyeri yang hebat
3. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan pasien menjadi
adekuat dengan KH :
Mual muntah hilang
Napsu makan meningkat
BB kembali seperti sebelum sakit
Intervensi :
1. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan
2. Beri makanan dalam jumlah kecil dan sering
3. Timbang berat badan
4. Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional :
1. Menentukan pemilihan terhadapjenis makanan sehingga pasien terlindungi dari aspirasi
2. Meningkatkan proses pencernaan dan kontraksi pasien terhadap nutrisi yang diberikan
dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan
3. Mengevaluasi keefektifan/ kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
4. Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori \nutrisi
4. Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan tekanan pada serebelum (otak
kecil)
Tujuan : klien dapat menunjukkan cara mobilisasi secara optimal.
KH :
Klien dapat mempertahankan meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh yang sakit,
mempertahankan integritas kulit dan kandung kemih dan fungsi usus.
Intervensi :
1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang
terjadi.
2. Kaji derajat imobilitas pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0 – 4)
3. Letakkan pasien pada posisi tertentu, ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit
perubahan posisi antara waktu
Rasional :
1. Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan
intervensi yang akan dilakukan.
2. Seseorang dalam semua kategori sama – sama mempunyai risiko kecelakaan namun
katagori 2 – 4 mempunyai resiko terbesar untuk terjadinya bahaya tsb sehubungan dengan
imobilisasi.
3. Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan
meningkatkan sirkulasi seluruh bagian tubuh.
5. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan penglihatan pasien kembali
normal dengan KH :
Pasien dapat melihat dengan jelas
Intervensi :
1. Pastikan atau validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik, orientasikan kembali
pasien secara teratur pada lingkungan, dan tindakan yang akan dilakukan terutama jika
penglihatannya terganggu
2. Buat jadwal istirahat yang adekuat/periode tidur tanpa ada gangguan
3. Berikan kesempatan yang lebih banyak untuk berkomunikasi dam melakikan aktivitas
4. Rujuk pada ahli fisioterapi
Rasional :
1. Membantu pasien untuk memisahkan pada realitas dari perubahan persepsi, gangguan
fungsi kognitif dan atau penurunan penglihatan dapat menjadi potensi timbulnya disorientasi
dan ansietas
2. Mengurangikelelahan,mencegah kejenuhan, memberikan kesempatan untuk tidur REM
(ketidakadaan tidur REM ini dapat meningkatkan gangguan persepsi sensori
3. Menurunkan fruktasi yang berhubungan dengan perubahan kemampuan /pola respon
yang memanjang
4. Pendekatan antardisiplin dapat menciptakan rencana penatalaksanaan berintegrasi yang
didasarkan atas kombinasi kemampuan /ketidakmampuan secara individu yang unik
dengan berfokus pada peningkatan evaluasi, dan fungsi fisik, kognitif, dan perseptual

DAFTAR PUSTAKA

Barbara C. Long, alih bahasa R.Karnaen dkk. 2000. Perawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.
Barbara L. Bullock 2000. Patofisiology. Adaptasi and alterations infeksius function. Fourth
edition. Lipincott, Philadelpia.
Brunner & Sudarth. 2003. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8 Vol 3. EGC. Jakarta.
Lynda Juall Carpenito, Alih bahasa Yasmin Asih. 2002. Diagnosa Keperawatan. ed 6.
EGC.Jakarta.
Marilyn E. Doenges, et al. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.
Sylvia A. Price, Alih bahasa Adji Dharma. 2004. Patofisiologi, konsep klinik proses- proses
penyakit ed. 4. EGC. Jakarta.
.

Anda mungkin juga menyukai