Anda di halaman 1dari 143

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT., pemilik segala pengetahuan, atas


berkat, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
dan menyusun karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini penulis beri judul
Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan
Karya ilmiah ini penulis lakukan sebagai salah satu upaya
pengembangan serta sebagai bagian dalam rangka memenuhi salah satu
tugas penulis sebagai dosen pada Program Studi Ilmu Manajemen dan
Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Muslim
Indonesia Makassar.
Buku sederhana ini mencoba menyajikan sebuah konsep alternatif
dari berbagasi pembahasan yang ada, ini tidak lain dimaksudkan sebagai
perwujudan semangat dari penulis untuk menawarkan fikiran ataupun ide
yang ada dalam benak penulis yang pada akhirnya diharapkan akan dapat
menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan berbagai konsep atau ide yang
telah dipaparkan penulis yang lain.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis telah banyak mendapat
bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bantuan materi maupun bantuan
dukungan moril. Untuk itu perkenankanlah kami dalam kata pengantar ini,
penulis menyampaikan banyak terima kasih atas segala bantuan tersebut
disertai do’a semoga hal tersebut bernilai ibadah dan mendapat imbalan
dari Allah SWT..
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan
karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua,

i
terutama bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi pada jenjang Strata satu di
Indonesia. Amin

Makassar, September 2009


Penulis

Hamzah Hafied

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
Daftar Tabel vi
Daftar Gambar vii

BAB I TEORI PEMBANGUNAN 1


1. Aliran Klasik 2
2. Aliran Neo-Klasik 6
3. Analisis post Keynesian 8

BAB 2 PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN


PEMBANGUNAN
BERENCANA 11
1. Definisi Perencanaan 11
2. Model Perencanaan 11
3. Jenis-Jenis Perencanaan 13
4. Pendekatan Perencanaan Pembangunan 14
5. Pembangunan Berencana 17

BAB 3 KONSEP RUANG DAN WILAYAH 19


1. Konsep Ruang 19
2. Konsep Wilayah 20

BAB 4 TEORI LOKASI 25


1. Faktor Lokasi 26
2. Teori Lokasi Industri 27

iii
BAB 5 ANALISIS KOMPONEN PERTUMBUHAN
WILAYAH 35
1. Pendahuluan 35
2. Model Analisis Shirt Share 36

BAB 6 ANALISIS KESENJANGAN ANTAR WILAYAH 39


1. Pendahuluan 39
2. Indeks Williamson 40

BAB 7 MODEL EKONOMI BASIS 42


1. Pendahuluan 42
2. Model Ekonomi Basis Tiebout 47
3. Pertumbuhan Kesempatan Kerja 53

BAB 8 MODEL INPUT OUTPUT 54


1. Model Ekonomi 56
2. Pengganda Pendapatan 67
3. Pengganda Tenaga Kerja 70
4. Pengganda Output 86
5. Teknik Non-Survei untuk Membangun
Tabel 1-0 Wilayah 87
6. Metode Gabungan Penawaran Permintaan (GPP) 92

BAB 9 PROGRAM LINIER 97


1. Pendahuluan 97
2. Metode Simpleks 108
3. Langkah Mencapai Hasil Optimal 114
4. Interpretasi Ekonomi dari Tabel Simpleks 115
5. Analisis Dual 116

iv
BAB 10 PERENCANAAN PUSAT PELAYANAN 121
1. Metoda Skalogram 124
2. Metoda Sosiogram 125

DAFTAR PUSTAKA . 127

v
DAFTAR TABEL
Tabel VIII.1. Tabel Input-Output Impor Bersaing 58
Tabel VIII.2 Tabel Input-Output Impor Tidak Bersaing 59
Tabel VIII 3 Tabel Transaksi Barang dan Jasa (Dalam puluhan
milyar rupiah) 74
Tabel VIII.4 Total Output. Jumlah Tenaga Kerja dan Koefisien
Tenaga Kerja per Sektor 84
Tabel IX.1. Keadaan PT. Khabul Group 103
Tabel IX.2 Beberapa Kombinasi antara X1 dan X2 108
Tabel IX.3 Struktur Tabel Simpleks 110
Tabel IX.4 Penyelesaian Kelayakan Pendahuluan 111
Tabel IX.5 Langkah Kedua dalam Tabel Simpleks 114
Tabel IX.6 Analisis Simpleks Permasalahan PT Khabul Group 115
Tabel IX. 7 Aturan Umum Perumusan Permasalahan Program
Linier ke dalam Bentuk Primal dan Dual 117

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Segitiga Lokasi 29


Gambar 4.2 Diagram Smith dimana BR Beragam menurut
Lokasi sedangkan PR Konstan 30
Gambar 4.3 Kurva Permintaan Loech dan Kerucut Permintaan 32
Gambar 4.4 Diagram Smith dimana PR beragam menurut Lokasi
dan BR Konstan 32
Gambar 4.5 Biaya rata-rata dan Penerimaan Rata-rata Beragam
Menurut Lokasi 34
Gambar 9.1. Wilayah Kelayakan dari Persoalan Program Linier
PT. Khabul Group 106
Gambar 9.2 Titik Optimum Persoalan Program Linier
PT Khabul Group 107

vii
BAB 1
TEORI PEMBANGUNAN

Selama berabad-abad, perhatian utama masyarakat perekonomian


dunia tertuju pada cara-cara untuk mempercepat tingkat pengembangan
ekonomi. Ada banyak faktor yang mempengaruhi pengembangan
perekonomian, hal tersebutlah yang kadang menjadi kendala dalam
menciptakan perekonomian yang lebih bagus. Para ekonom dari semua
negara, baik negara-negara berkembang maupun sedang berkembang, yang
menganut sistem kapitalis, sosialis, maupun campuran, semua sangat
mendambakan dan menomorsatukan pertumbuhan ekonomi (economic
growth).
Dari periode satu ke periode berikutnya perkembangan ekonomian
senantiasa menjadi pokok pembicaraan yang menarik. Oleh karena itu
munculah berbagai tokoh-tokoh ekonomi yang mengemukakan berbagai
pendapat, dari generasi ke generasi munculah tokoh-tokoh ekonomi baru
yang membawa pemikiran yang berbeda dengan tokoh-tokoh ekonomi
generasi sebelumnya. Pemikiran tersebut biasanya merupakan
penyempurnaan pemikiran tokoh sebelumnya atau pembenahan apabila
ada pemikiran tokoh yang setelah diuji ada suatu kesalahan. Walaupun
berbagai pemikiran bermunculan, namun pada dasarnya pemikiran-
pemikiran tersebut merngharapkan adanya pengembangan perekonomian
menuju yang lebih baik. Dan dari berbagai macam pemikiran dan teori-
teori dari para tokoh inilah kita bisa mengambil suatu tindakan ekonomi
yang tepat guna meningkatkan perekonomian. Sebelum kita bisa
mengambil tindakan itu, timbul pertanyaan baru yaitu bagaimana awal dari

1
teori-teori pengembangan ekonomi itu dan bagaimanakah proses
perkembangan teori-teori itu?

Teori-teori Pembangunan Ekonomi


1. Aliran Klasik
Aliran klasik muncul pada akhir abad ke-18 dan permulaan abad ke
19 yaitu dimasa revolusi industri yang merupakan awal bagi adanya
perkembangan ekonomi. Pada waktu itu aliran ekonomi yang sedang
berkembang adalah sistem liberal dan menurut aliran klasik ekonomi
liberal itu disebabkan oleh adanya kemajuan dalam bidang teknologi dan
peningkatan jumlah penduduk. Kemajuan teknologi tergantung pada
pertumbuhan kapital.
Kecepatan pertumbuhan kapital tergantung pada tinggi rendahnya
tingkat keuntungan, sedangkan tingkat keuntungan ini tergantantung pada
sumber daya alam. Aliran klasik juga mengalami perkembangan dari
beberapa pengamat aliran klasik, diantaranya Adam Smith, David Ricardo,
dan Thomas Robert Malthus.

a. Adam Smith
Hukum Alam, Adam Smith meyakini berlakunya hukum alam dalam
persoalan ekonomi. Ia menganggap bahwa setiap orang sebagai hakim
yang paling tahu akan kepentingannya sendiri yang bebas mengejar
kepentingannya demi keuntungan dirinya sendiri. Setiap orang jika
dibiarkan bebas akan berusaha memaksimalkan kesejahteraan dirinya
sendiri, karena itu jika semua orang dibiarkan bebas akan memaksimalkan
kesejahteraan mereka secara agregat. Smith pada dasarnya menentang
campur tangan pemerintah dalam industri dan perniagaan.
Pembagian Kerja adalah titik mula dari teori pertumbuhan ekonomi
Adam Smith, yang meningkatkan daya produktvitas tenaga kerja. Ia
menghubungkan kenaikan itu dengan meningkatnya keterampilan kerja;
penghematan waktu dalam memproduksi barang; penemuan mesin yang

2
sangat menghemat tenaga. Penyebab yang terakhir bukan berasal dari
tenaga kerja melainkan dari modal.
Proses Penumpukan Modal. Smith menekankan, penumpukan
modal harus dilakukan terlebih dahulu daripada pembagian kerja. Smith
menganggap pemupukan modal sebagai satu syarat mutlak bagi
pembangunan ekonomi; dengan demikian permasalahan pembangunan
ekonomi secara luasa adalah kemampuan manusia untuk lebih banyak
menabung dan menanam modal. Dengan demikian tingkat investasi akan
ditentukan oleh tingkat tabungan dan tabungan yang sepenuhnya
diinvestasikan.
Agen Pertumbuhan, menurutnya para petani, produsen dan
pengusaha, merupakan agen kemajuan dan pertumbuhan ekonomi. Fungsi
ketiga agen tersebut saling berkaitan erat. Bagi Smith pembangunan
pertanian mendorong peningkatan pekerjaan konstruksi dan perniagaan.
Pada waktu terjadi surplus pertanian sebagai akibat pembangunan
ekonomi, maka permintaan akan jasa perniagaan dan barang pabrikan
meningkat pula; ini semua akan membawa kemajuan perniagaan dan
berdirinya industri manufaktur. Pada pihak lain, pembangunan sektor
tersebut akan meningkatkan produksi pertanian apabila petani
menggunakan teknologi yang canggih. Jadi pemupukan modal dan
pembangunan ekonomi terjadi karena tampilnya para petani, produsen dan
pengusaha.
Menurut Smith, proses pertumbuhan ini bersifat komulatif
(menggumpal). Apabila timbul kemakmuran sebagai akibat kemajuan di
bidang pertanian, indusrtri manufaktur, dan perniagaan, kemakmuran itu
akan mengarah pada pemupukan modal, kemajuan teknik, meningkatnya
produk, perluasan pasar, pembagian kerja, dan kenaikan secara terus
menerus. Dilain pihak naiknya produktifitas akan menyebabkan upah naik
dan ada akumulasi kapital. Tetapi karena Sumber Daya Alam terbatas
adanya, maka keuntungan akan menurun karena berlakunya hukum

3
penambahan hasil yang semakin berkurang. Pada tingkat inilah
perkembangan mengalami kemacetan.

b. Teori Karl Marx


Karl Marx lahir pada thaun 1818 di Kota Trier JermanPemikiran
Marx sangat dipengaruhi oleh Darwin dan menggunakan gagasan ini untuk
menjelaskan proses dialektik sejarah. Menurut Marx, masyarakat
menempuh tahapan-tahapan yang berbeda dalam sejarah dan yang
menenukan tahapan-tahapan tersebut adalah perubahan dalam sarana
produksi dan hubungan-hubungan produksi.
Menurutnya berdasarkan sejarah, perkembangan masyarakat
melalui 5 tahap :
1. Masayarakat kumunal primitive, yang masih menggunakan alat-
alat produksi sederhana yang merupakan milik kumunal. Tidak ada
surplus produksi di atas konsumsi.
2. Masyarakat perbudakan, adanya hubungan antar pemilik factor
produksi dan orang-orang yang hanya bekerja untuk mereka. Para
budak diberi upah sangat minim Mulai ada spesialisasi untuk
bidang pertanian, kerajinan tangan dsb. Karena murahnya harga
buruh maka minat pemilik factor produksi untuk memperbaiki alat-
alat yang dimilikinya rendah. Buruh makin lama sadar dengan
kesewenang-wenangan yang dialaminya sehingga menimbulkan
perselisihan antara dua kelompok tersebut.
3. Masyarakat fiodal, kaum bangsawan memiliki factor produksi
utama yaitu tanah.. Para petani kebanyakan adalah budak yang
dibebaskan dan mereka mengerjakan dahulu tanah milik
bangsawan. Hubungan ini mendorong adanya perbaikan alat
produksi terutama di sector pertanian. Kepentingan dua kelas
tersebut berbeda, para feodal lebih memikirkan keuntungan saja
dan kemudian mendirikan pabrik-pabrik. Banyak timbul pedagang-
pedagang baru yang didukung raja yang kemudian membutuhkan

4
pasar yang lebih luas. Perkembangan ini menyebakan timbulnya
alat produksi kapitalis dan menghendaki hapusnya system fiodal.
Kelas borjuis yang memilki alat-alat produksi menghendaki
pasaran buruh yang bebas dan hapusnya tariff serta rintangan lain
dalam perdagangan yang diciptakan kaum fiodal sehingga
kemudian masyarakat tidak lagi munyukai system ini
4. Masyarakat kapitalis, hubungan produksinya didasarkan pada
pemilikan individu masing-masing kapitalis terhadap alat-alat
produksi. Kelas kapitalis mempekerjakan buruh . Keuntungan
kapitalis membesar yang memungkinkan berkembangnya alat-alat
produksi. Perubahan alat yang mengubah cara produksi selanjutnya
menyebabkan perubahan kehidupan ekonomi masyarakat.
Perbedaan kepentingan antara kaum kapitalis dan buruh semakin
meningkat dan mengakibatkan perjuangan kelas
5. Masyarakat sosialis, kepemilikan alat produksi didasarkan atas
hak milik sosial. Hubungan produksi merupakan hubungan
kerjasama dan saling membantu diantara buruh yang bebas unsur
eksploitasi. Tidak ada lagi kelas-kelas dalam masyarakat.
Marx meramalkan keruntuhan system kapitalis, menurutnya terjadi
karena adanya :
1. Akumulasi yang menyebabkan perbedaan kaya miskin
semakin lebar
2. Kesengsaraan, karena kemiskinan semain luas
3. Krisis, karena daya beli masyarakat semakin berkurang
karena pendapatan buruh semakin berkurang, sehingga
terjadilah kelebihan produksi atas faktor : kenaikan kuantitas
& kualitas tenaga kerja (melalui pertumbuhan jumlah
penduduk dan perbaikan pendidikan), penambahan modal
(melalui tabungan dan investasi), serta penyempurnaan
teknologi

5
2. Aliran Neo-Klasik
Aliran yang menggantikan aliran klasik. Aliran ini mempelajari
tingkat bunga (harga modal yang menghubungkan nilai pada saat ini dan
yang akan datang). Neo-klasik mengenai perkembangan ekonomi dapat
diiktisarkan sebagai berikut:

a. Akumulasi Kapital
Menurut Neo-klasik tingkat bunga dan tingkat pendapatan
meningkatkan tingkat tabungan. Pada suatu tingkat teknik tertentu bunga
menentukan tingkat investasi. Perubahan teknologi menurut Neo-klasik
terutama adalah penemuan-penemuan baru yang mengurangi penggunaan
tenaga buruh/ relative lebih bersifat ―penghemat buruh‖ dari pada
―penghemat capital‖. Jadi kemajuan-kemajuan teknik akan menciptakan
permintaan-permintaan yang kuat akan barang-barang capital.

b. Perkembangan sebagai proses Gradual / terus-menerus


Menurut Alfred Marshall bahwa perekonomian sebagai suatu
kehidupan organic yang tumbuh dan berkembang perlahan-lahan sebagai
proses yang gradual atau terus-menerus.

c. Perkembangan sebagai proses yang harmonis dan kumulatif


Proses yang harmonis & kumulatif ini meliputi berbagai factor
dimana factor itu tumbuh bersama-sama. Misal, bila teknik produksi baru
yang akan menaikkan produksi total / akan menaikkan pendapatan total
dimana untuk menambah produksi dibutuhkan tenaga kerja yang banyak
dan lebih pandai, sehingga ada kenaikan permintaan terhadap produksi itu,
karena kenaikan pendapatan Marshall menggambarkan pula harmonisnya
perkembangan itu karena adanya internal economies & external
economices. Internal Economices timbul dari adanya mesin-mesin yang
lebih luas manajemen yang lebih baik dan seba gainya sehingga ada
kenaikan produksi. External economices timbul adanya kenaikan produksi

6
pada umumnya dan ada hubungannya dengan perkembangan pengetahuan
dan kebudayaan. Jadi Marshall menekankan pada adanya sifat saling
ketergantungan dan komplementer dari perekonomian. Mengenai
kumulatifnya menurut Alien Young bahwa berkembangnya industri itu
tergantung pada baiknya pembagian kerja diantara para buruh.

d. Optimis terhadap perkembangan ekonomi


Kaum klasik mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan macet
karena keterbatasan sumber daya alam. Dipihak lain berpendapat bahwa
adanya kemampuan manusia mengatasi keterbatasan pertumbuhan itu.
Selalu aka nada kemajuan-kemajuan pengetahuan teknik secara gradual
dan kontinyu dan akan selalu aka nada permintaan masyarakat, hal ini
menimbulkan kemungkinan baru bagi buruh untuk kenaikan upah. Bagi
Neo-klasik hal penting untuk pertumbuhan ekonomi ialah kemauan untuk
menabung.

e. Aspek internasional perkembangan ekonomi


 tingkat perkembangan ekonomi:
1. Mula-mula negara meminjam capital / impor capital.
2. Kemudian negara peminjam tersebut setelah dapat menghasilkan
dengan capital pinjaman tadi, membayar deviden dan bunga atas
pinjaman tersebut.
3. Tingkat selanjutnya setelah penghasilan nasional negara itu
meningkat terus, maka sebagian dari penghasilan itu digunakan
untuk melunasi utang dan sebagian lagi dipinjamkan kenegara lain
yang membutuhkan.
4. Tingkat keempat, negara tersebut kemudian sudah menerima
deviden dan bunga lebih besar dari pada yang dibayar, jadi ada
surplus. Dengan kata lain untungnya semakin sedikit dan
hutangnya semakin banyak.
5. Akhirnya Negara itu hanya selalu menerima deviden dan bunga
saja dari negara lain.

7
Sedangkan pembangunan ekonomi adalah kenaikan output yang
disebabkan oleh adanya inovasi yang dilakukan oleh para pengusaha
(entrepreneurs.). Inovasi disini bukan hanya berarti perubahan yang
―radikal‖ dalam hal teknologi, inovasi dapat juga direpresentasikan sebagai
penemuan produk baru, pembukaan pasar baru, dan sebagainya. Inovasi
tersebut nienyangkut perbaikan kuantitatif dan sistem ekonomi itu sendiri
yang bersumber dari kreativitas para pengusahanya.
Menurut Sehumpeter, pembangunan ekonorni akan berkernbang
pesat dalam lingkungan masyarakat yang rnenghargai dan merangsang
setiap orang untuk menciptakan hal-hal yang baru (inovasi), dan
lingkungan yang paling cocok untuk itu adalah masyarakat yang menganut
paham laissez faire, bukan dalarn masyarakat sosial ataupun komunis yang
cenderung mematikan kreativitas pendudukunya.

3. Analisis post Keynesian


Ahli-ahli post-keynesian ialah mereka yang mencoba merumuskan
perluasan teori keynes.post-keynesian memperluas sistem menjadi teori
output dan kesempatan kerja dalam jangka panjang, yang menganalisa
fluktuasi jangka pendek untuk mengetahui adanya perkembangan ekonomi
jangka panjang.
Dalam analisis ini persoalan yang penting ialah:
1. Syarat yang diperlukan untuk mempertahankan perkembangan
pendapat yang mantap (steady growth) pada tingkat pendapatan
dalam kesempatan kerja penuh (full employment income) tanpa
mengalami deflasi atau inflasi.
2. Apakah pendapatan itu benar-benar bertambah pada tingkat
sedemikian rupa sehingga dapat mencegah terjadinya kemacetan
yang lama atau terus menerus.

8
a. Teori Harrod-Domar
Pada hakikatnya teory Harrod-Domar merupakan pengembangan
dari teory makro Keynes. Analisis Keynes dianggap kurang lengkap karena
mengungkapkan masalah – masalah ekonomi dalam jangka panjang.
Sedangkan teory Harrod- Domar ini menganalisis syarat-syarat yang
diperlukan agar suatu perekonomian dapat tumbuh dan berkembang dalam
jangka panjang. Dengan kata lain, teory ini berusaha menunjukan syarat
yang dibutuhkan agar suatu perekonomian dapat tumbuh dan berkembang
dengan mantab. Menurut teory Harrod-Domar, pembentukan modal
merupakan faktor penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi.
Pembentukan modal tersebut dapat diperoleh melalui proses akumulasi
tabungan.
Besarnya tabungan masyarakat proposional dengan besarnya
pendapatan nasional.mpunyai beberapa asumsi yakni :
1. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh ( full
empyloyment ) dan faktor – faktor produksi yang ada juga
dimanfaatkan secara penuh .
2. Perekonomian tterdiri dari dua sector : sector rumah tangga dan
sector perusahaan.
3. Besarnya tabungan masyarakat proposional dengan besarnya
pendapatan nasional.
4. Kecenderungan menabung besarnya tetap.

b. Teori Evsey D. Domar


Karena investasi menaikkan kapasitas produksi dan pendapatan,
maka seberapa tingkat kenaikan investasi sama dengan kenaikan
pendapatan dan kapasitas produksi diperlukan anggapan-anggapan teori
sebagai berikut:
1. Perekonomian sudah ada dalam pengerjaan tingkat penuh (full
employment income)

9
2. Tidak ada pemerintahdimana tabungan bersih pada tingkat full
employmentcenderung bertambah, sedangkan investasi bersihnya
menurun. Ini menandakan kecenderungan jangka panjang menuju
pada pengurangan kegiatan ekonomi.perumusan sebab-sebab
stagnasi sekuler adalah:
a. Menitik beratkan pada peranan faktor faktor eksogen seperti
teknologi, perkembangan penduduk, pembukaan dan
perkembangan daerah baru.Menurut A. Hansen, perkembangan
penduduk yang cepat, pembukaan daerah baru dan kemajuan
teknologi akan mendorong investasi dan menaikkan pendapatan.
Menurut Keynes, perkembangan penduduk akan mendorong
kenaikan ekonomi, menaikkan daya beli dan dapat memperluas
pasar. Tertundanya perkembangan penduduk menagkibatkan
akumulasi kapital relatif lebih banyak dari pada tenaga kerja.
b. Menitik beratkan pada perubahan-perubahan dasar di dalam
lembaga-lembaga sosial seperti meningkatnya pengawasan
pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan dan poerkembangan
organisasi buruh.
c. Menitik beratkan pada faktor-faktor endogen seperti
perkembangan persaingan dan konsentrasi-konsentrasi
perusahaan dalam industri.

10
BAB 2
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN

PEMBANGUNAN BERENCANA

1. Definisi Perencanaan
Di bawah ini akan diberikan beberapa definisi perencanaan yang
diharapkan dapat menjelaskan arti dan fungsi dari perencanaan. Definisi-
definisi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Perencanaan adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu
tujuan tertentu.
b. Perencanaan pembangunan adalah suatu pengarahan penggunaan
sumberdaya pembangunan yang terbatas untuk mencapai tujuan-
tujuan keadaan sosial ekonomi yang lebih baik secara lebih efisien
dan efektif (Tjokroamidjojo, 1985).

2. Model Perencanaan
Hampir semua negara berkembang telah membuat dan
menggunakan perencanaan pembangunan nasional. Fakta menunjukkan
bahwa laju pertumbuhan ekonomi memang dapat dipacu lebih cepat
melalui suatu perencanaan yang konsisten. Namun sejak akhir dasawarsa
1960-an mulai terlihat berbagai kesulitan dan kegagalan meskipun model
perencanaan sudah diterapkan. Banyak target yang tidak dapat dicapai dan
beberapa tujuan pembangunan yang menyangkut penghapusan kemiskinan,
penciptaan kesempatan kerja dan pemerataan ternyata tidak selalu sejalan

11
dengan pertumbuhan ekonomi. Maka, diupayakan pencarian model
perencanaan baru atau penyempurnaan model yang sudah ada.
Secara garis besar model perencanaan dapat dibagi dalam tiga
kelompok, yaitu : model konsistensi, model optimasi dan model simulasi.
Model konsistensi pada . dasarnya dibentuk melalui sederetan persamaan
simultan. Model ini dititikberatkan pada konsistensi antara beberapa
alternatif dan tujuan pembangunan. Seringkali pola Keynesjan digunakan
sehingga ciri utama yang merupakan sekaligus sasaran kritik model ini
adalah hanya berorientasi pada sisi permintaan (demand mrMer.ted).
Sebagai reaksi, UNCTAD mencoba memasukkan beberapa fungsi
penawaran ke dalam model konsistensi untuk diterapkan pada kasus negara
berkembang.
Model optimasi menekankan pada pencapaian yang optimal 3-a
suatu tujuan atau fungsi preferensi. Masalah optimasi timbul karena di
dalam pencapaian suatu tujuan tersebut terdapat kendala-kendala berupa
keterbatasan sumberdaya.
Model simulasi berorientasi pada semacam percobaan terhadap
sistem ekonomi yang ada atau dibentuk melalui model. Beberapa kondisi
maupun nilai peubah berbeda dicoba melalui pendekatan ini. Akhirnya
melalui proses simulasi ini, dapat ditarik kesimpulan tentang berbagai ciri
sistem ekonomi. Dengan demikian akan terurai beberapa pilihan
kebijaksanaan yang sesuai dengan sistem ekonomi yang diinginkan.
Pengelompokan di atas dibuat hanya untuk pengamatan secara
konseptual. Dalam kenyataannya, banyak negara berkembang yang
memanfaatkan gabungan dari ketlganya, meskipun tiap negara berbeda
dalam kadar penggabungannya.
Permasalahan pembangunan tidak dapat hanya ditampung dalam
model. Seringkali dimensi politik lebih dominan dalam pengambilan
kebijaksanaan sosial ekonomi. Nilai berbagai peubah yang diprediksi oleh
model, bagaimanapun sempurnanya Perhitungan dan model yang dipakai,
dalam kenyataannya harus disesuaikan dengan persepsi politisi dan

12
pengambil keputusan. Proses penyesuaian terjadi sebelum dokumen
perencanaan. Hal ini wajar dan memang seharusnya demikian. Model
hanyalah penyederhanaan dari dunia nyata, sehingga masih banyak aspek
dan dimensi yang belum dan tak mungkin tercakup olehnya. Adalah suatu
hal yang amat naif apabila mengharapkan suatu perencanaan pembangunan
hanya didasarkan pada penerapan model. Di Indonesia yang
masyarakatnya bersifat majemuk, penyesuaian terhadap hasil suatu model
perencanaan sudah merupakan keharusan. Akan tetapi terlalu naif apabila
ada yang menyatakan bahwa model perencanaan tidak berguna sama
sekali. Prediksi tentang arah perubahan serta nilai indikator penting sebagai
akibat dari suatu kebijaksanaan, selalu diperlukan oleh perencana dan
prediksi tersebut hanya dapat dibuat dengan sistematis dan konsisten
melalui suatu model perencanaan. Bahwasanya dalam proses sampai ke
dokumen akhir terjadi banyak perubahan dan penyesuaian, hal lei tidak
dapat menghapus fakta bahwa arah perubahan berbagai indikator penting,
yang dihasilkan oleh model, telah membantu perencana dan pembuat
kebijaksanaan dapat melihat mekanisme bekerjanya cistern ekonomi,
keterkaitan antar-indikator dan kepekaan tiap indikator terhadap suatu
kebijaksanaan pembangunan.
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat dua
unsur penting dalam perencanaan pembangunan, yaitu : unsur arah
perubahan dan unsur upaya mempengaruhinya secara sistematis. Tanpa
unsur ini, perencanaan tidak berbeda Jauh dengan apa yang dikerjakan oleh
dukun Porkas/KSOB atau ahli hukum, karena produk mereka, seperti
lainnya suatu rencana pembangunan, juga selalu mengandung unsur ―masa
depan‖ yang mempunyai unsur ketidaktentuan.

3. Jenis-Jenis Perencanaan
Jenis-jenis perencanaan banyak ragamnya. Berdasarkan
pengalaman perencanaan di beberapa negara Blok Timur, Barat dan

13
negara-negara berkembang, maka perencanaan dapat dibagi menjadi
beberapa jenis perencanaan, yaitu :

a. Perencanaan Terpusat Secara Ketat


Perencanaan terpusat secara ketat (centralized rigid planning)
yaitu dimana semua perencanaan dilakukan oleh pemerintah pusat.
Perencanaan ini biasanya dilakukan oleh negara-negara sosialis.

b. Perencanaan Antisiklus
Perencanaan antisiklus (anticyclical planning) ini biasanya
dilakukan oleh negara-negara dimana keadaan ekonominya berdasarkan
mekanisme pasar. Perencanaan ini biasanya dilakukan oleh negara-
negara penganut paham liberalisme seperti Amerika Serikat, Kanada,
Jepang dan negara-negara Masyarakat Ekonomi Eropa.

c. Perencanaan Modifikasi
Perencanaan terpusat secara ketat maupun perencanaan -
antisiklus mempunyai banyak kelemahan-kelemahan. Melihat
pengalaman tersebut, maka banyak negara-negara berkembang cg
mencoba memodifikasikan salah satu dari kedua sistem perencanaan
tersebut, atau bahkan ada yang memodifikasi dengan
menggabungkannya. Walaupun kadar modifikasi atau kadar
penggabungan jenis-jenis perencanaan tersebut untuk setiap negara
berbeda kadarnya.

4. Pendekatan Perencanaan Pembangunan

Dari segi proses ada dua pendekatan perekonomian pembangunan,


yaitu perencanaan dari "atas" (top down planning) can perencanaan dari
"bawah" (bottom up planning).

14
a. Perencanaan Pembangunan dari "Atas"
Perencanaan dari atas menunjukkan bahwa semua ide berasal
dari "atas" (pemerintah) ,. Pihak "atas" kurang memperhatikan : (a)
kultur masyarakat; (b) daya dukung wilayah yang bersangkutan; (c)
peranan kelembagaan; dan (d) hanya memandang manusia sebagai
obyek dari perencanaan tersebut. Akibatnya, dalam pelaksanaan
perencanaan tersebut, banyak menemui kegagalan, walaupun
perencanaan dari "atas" juga mempunyai kebaikan-kebaikan. Melihat
hal tersebut Sasoetion dan Tadjuddin (1985) memberikan alternatif
pemecahan berupa konsep perencanaan dari "bawah" seperti yang akan
diuraikan dalam sub-bab berikut ini.

b. Perencanaan Pembangunan dari "Bawah"


Perencanaan dari "bawah", semula tumbuh sebagai gagasan
yang sedikit banyak dipengaruhi oleh filsafat eksistensialisme. Manusia
dipandang sebagai individu-individu yang satu dengan yang lainnya
mempunyai hubungan kesetaraan. Masing-masing mempunyai objective
probability yang sama dan berupaya untuk memperoleh sejumlah
subjective probability. Pada perkembangan berikutnya. Telah
menghasilkan suatu formula yang lebih bersifat egalitarian yang jauh
dari keadaan hubungan kesetaraan. John Friedman melihat
kecenderungan-kecenderungan tersebut. Gagasan Friedran tersebut
dikenal sebagai transitive planning, yaitu suatu teori proses perencanaan
yang menekankan ada pembagian peran antara planner dengan client
secara client dan menandaskan perlunya hubungan sosial yang dialogik.
Proses perencanaan hendaknya merupakan suatu proses belajar
mengajar.
Pengadaptasian perencanaan pembangunan dari "bawah"
konteks pembangunan nasional, bukan berarti membunuh perencanaan
dari atas yang berlaku saat ini. Perencanaan dari "atas" masih mungkin
untuk tetap dilakukan sepanjang masih dengan "konsesus nasional",

15
yaitu UUD 1945 dan Pancasila. Hal itu secara garis besar ditunjukkan
dalam mekanisme interelasi proses pembangunan terpadu (Gambar 3.1).
Arti tujuan utama pembangunan dalam gambar tersebut adalah tujuan
yang tersurat maupun tersirat di dalam UUD dan Pancasila. Dengan
demikian alur proses intrelasi penetapan subyektif (judgment by
subjective) bukan hanya merupakan pengejawantahan daya dukung
lingkungan fisik dan "kebebasan tanpa batas" manusianya, tetapi juga
tercermin di dalamnya suatu batas konstitusional. Kedua proses
pendekatan perencanaan itu terpadu secara haroonis dengan tetap
memperhatikan hukum-hukum yang berlaku serta aspirasi humanik
masyarakat. Dalam keadaan demikian perencanaan dari bawah dan dari
atas, kedudukannya saling melengkapi.
Adapun perencanaan pembangunan dari bawah pada prinsipnya
adalah perencanaan pembangunan : (a) yang sesuai dengan daya dukung
wilayah yang bersangkutan; (b) yang dikaitkan dengan kultur
masyarakat; (c) yang memperhatikan peran kelembagaan pada berbagai
tingkat pengambilan keputusan; dan (d) yang memandang manusia
seutuhnya sebagai subyek pembangunan.

5. Pembangunan Berencana
Pembangunan berencana adalah jenis pembangunan yang
hendak dijalankan melalui perencanaan. Pembangunan wilayah
merupakan pembangunan berencana. Pembangunan berencana adalah
pembangunan yang mempunyai ciri-ciri :

a. Masalah-masalah yang dihadapi jelas diketahui


b. Sasaran dan tujuannya jelas.
c. Pembagian kerjanya jelas.
d. Tahapan pelaksanaannya jelas.
e. Pengertiannya jelas (Sandy, 1984).

16
Proses pembangunan berencana secara ringkas dibagi menjadi
beberapa tahap yaitu :
1. Perumusan tujuan dan sasaran
2. Inventarisasi, penelitian dan survei-survei.
3. Penyusunan rencana
4. Pengesahan rencana
5. Pelaksanaan rencana
6. Evaluasi (sesudah pelaksanaan)
Biasanya untuk mencapai tujuan atau sasaran, perlu
memperhatikan kendala-kendala yang ada, yaitu :
a. Prosedur pembangunan wilayah harus sesuai dengan sistem
nasional, yaitu berpedoman pada Garis-garis Besar Haluan Negara,
Krida Kabinet, Sasaran Pembangunan (delapan jalur sukses).
b. Pembangunan harus semakin adil dan merata. Hal Ini hanya dapat
terjadi apabila pembangunan itu eesuai dengan potensi dan aspirasi
masyarakat setempat,
c. Tidak melanggar peraturan atau perundang-undangan yang berlaku,
tanpa konsensus, sehingga tidak menimbulkan keresahan di dalam
masyarakat.
d. Tidak mengabaikan Undang-undang Nomor 4 tahun 1982 tentang
lingkungan hidup.
e. Pembangunan harus bersifat terpadu.
Pembangunan berencana merupakan suatu proses yang
berkesinambungan. Tahap evaluasi mungkin merupakan jembatan
antara dua siklus pembangunan berencana. Evaluasi dalam siklus
sebelumnya dapat menjadi bagian penelitian dan inventarisasi dalam
siklus berikutnya. Dalam proses Pembangunan berencana komponen-
komponen dengan ciri perencanaan tertentu bersama-sama merupakan
atau membentuk "proses perencanaan dalam arti sempit". Dengan
demikian proses ini meliputi kegiatan :

17
a. Perumusan tujuan dan sasaran yang harus direncanakan
(berdasarkan aspirasi-aspirasi nasional dan lokal);
b. Penelitian, survei dan inventarisasi sepanjang dibutuhkan untuk
tujuan dan maksud tertentu.
c. Penyusunan rencana
d. Evaluasi atas unsur-unsur perencanaan dan perumusan program-
program pembangunan (Van Dusseldorp, 1980).

18
BAB 3

KONSEP RUANG DAN WILAYAH

1. Konsep Ruang
Ruang merupakan hal yang sangat penting dalam perencanaan
pembangunan wilayah. Konsep ruang mempunyai beberapa unsur yaitu:
(1) jarak; (2) lokasi; (3) bentuk; dan (4) ukuran. Konsep ruang juga
berkaitan erat dengan waktu. Hal lni dikarenakan bahwa pemanfaatan bumi
dan segala kekayaannya membutuhkan organisasi/pengaturan ruang dan
waktu. Unsur-unsur tersebut di atas secara bersama-sama menyusun unit
tata ruang yang disebut wilayah. Konsep ruang kemudian dikembangkan
oleh Hartchome (1960). la mengintrodusikan unsur "Hubungan fungsional
diantara fenomena, yang melahirkan konsep struktur fungsional tata ruang.
Struktur fungsional tata ruang bersifat subyektif, karena setiap peneliti
dapat menentukan fungsionalitas berdasarkan kriteria subyektif.
Whittlessey (1954) memformulasikan pengertian baru mengenai
ruang berdasarkan (i) unit areal. konkrit, (ii) fungslonalitas di antara
fenomena, dan (iii) subyektifitas dalam penentuan kriteria. Yang patut
mendapat perhatian terhadap konsep ini adalah adanya kontradiksi dalam
cara pemikirannya. Di satu pihak, terdapat obyektifitas yaitu terdapat suatu
lokasi yang unik dari suatu unit area, sedangkan lain pihak terdapat
subyektifitas, yaitu gambaran suatu unit tata ruang yang berbeda dan hanya
berada dalam benak para peneliti yang mempergunakan kriteria selektif
intelektualitas.

19
Tipologi dari suatu wilayah dapat digambarkan sebagai berikut :
(a) Gambaran tunggal dari suatu wilayah, yaitu persamaan suatu
wilayah ditentukan oleh satu fenomena, misalnya jenis tanah,
agama, dan sebagainya. Wilayah ini merupakan unit yang terkecil
dan dapat ditentukan batas-batas unit area atau unit "atomistic"
ruang;
(b) Gambaran majemuk dari suatu wilayah, yaitu suatu wilayah dengan
fenomena yang kompleks dengan beberapa persamaan di dalamnya.
Gambaran ini dapat terdiri dari beberapa gambaran tunggal dari
suatu wilayah, tetapi bila terdapat fenomena yang kompleks yang
diperlukan oleh peneliti maka wilayah ini dapat merupakan suatu
wilayah yang kompak.
Di atas telah didlskusikan konsep ruang berdasarkan konsep jarak
geometris absolut, selanjutnya di dalam mendiskusikan hubungan
fungsional akan dibahas konsep jarak dan ruang relatif.
Dasar dari pada konsep ruang relatif adalah jarak relatif. Jarak
relatif merupakan fungsi dari pada pandangan atau persepsi jarak, maka
seluruh unit tata ruang dapat berubah. Dalam konsep ruang absolut, jarak
diukur secara fisik, sedangkan dalam konsep ruang relatif jarak diukur
secara fungsional berdasarkan unit waktu, ongkos dan usaha. Ide yang
mendasar dari pada konsep ruang relatif adalah persepsi terhadap dunia
nyata. Persepsi ini diukur oleh faktor-faktor yang kompleks seperti politik,
ekonomi, sosial, psikologi, kebudayaan dan sebagainya.

2. Konsep Wilayah

Wilayah merupakan suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria


tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal. Wilayah dapat
dibagi menjadi 4 jenis yaitu : (1) Wilayah Homogen; (2) Wilayah Modal;
(3) wilayah Perencanaan; dan (4) Wilayah Administratif.

20
a. Wilayah Homogen
Wilayah homogen adalah wilayah yang dipandang dari suatu
aspek mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri yang relatif sama. Sifat-sifat
atau ciri-ciri kehoogenan itu misalnya dalam hal ekonomi (seperti
daerah dengan struktur produksi atau pola konsumsi yang homogen),
geografi ( seperti wilayah yang mempunyai topografi atau iklim yang
sama), agama, suku dan sebagainya. Richardson (1975) dan Hoover
(1977), mengemukakan bahwa wilayah homogen di batasi berdasarkan
keseragamannya secara internal (internal uniformity).

b. Wilayah Nodal (Nodal Region)


Wilayah nodal adalah wilayah yang secara fungsional
mempunyai ketergantungan antara pusat dan daerah belakangnya
(hinterland). Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari arus
penduduk, faktor produksi, barang dan jasa , ataupun komunikasi dan
transportasi. Sukirno (1976) menyatakan bahwa pengertian wilayah
nodal yang paling ideal untuk digunakan dalam analisa mengenai
ekonomi mengartikan wilayah itu sebagai suatu ekonomi ruang yang
dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Oleh Allen
dan Maclellan (dalam Sukirno, 1S76) dikatakan bahwa batas wilayah
nodal ditentukan oleh sejauh mana pengaruh dari suatu pusat kegiatan
ekonomi digantikan oleh pengaruh dari pusat kegiatan ekonomi
lainnya. Hoover (1977) mengatakan bahwa struktur dari wilayah nodal
dapat digambarkan sebagai satu sel hidup atau suatu atom, dimana
terdapat satu inti dan suatu daerah peripheri yang saling melengkapi.
Pada struktur yang demikian, intergrasi fungsional akan lebih
merupakan dasar hubungan ketergantungan atau dasar kepentingan
masyarakat di dalam wilayah itu, daripada merupakan horoogenitas

21
semata-mata. Dalam hubungan saling ketergantungan yaitu dengan
perantaraan pembelian dan penjualan barang-barang dan jasa-jasa
secara lokal, aktivitas-aktivitas regional akan mempengaruhi
pembangunan yang satu dengan lainnya.
Walaupun daerah homogen dan nodal merupakan
pengelompokan yang berguna, keduanya memainkan peranan yang
berbeda di dalam organisasi tata ruang masyarakat. Perbedaan ini jelas
terlihat pada arus perdagangan. Dasar yang biasa digunakan untuk
suatu wilayah homogen adalah suatu output yang dapat diekspor
bersama dimana seluruh wilayah merupakan suatu daerah surplus
untuk suatu output tertentu, sehingga berbagai tempat di wilayah
tersebut kecil atau tidak ada sama sekali kemungkinannya untuk
mengadakan perdagangan secara luas diantara satu dengan lainnya.
Sebaliknya, dalam wilayah nodal, pertukaran barang-barang dan jasa-
jasa secara intern di dalam wilayah tersebut merupakan suatu hal yang
mutlak harus ada.

c. Wilayah Administratif
Wilayah administratif, adalah wilayah yang batas-batasnya
ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan atau
politik seperti: Propinsi, Kabupaten, Kecamatan, Desa, Rukun
Kampung (RK), dan Rukun Tetangga (RT). Sukirno (1976)
mengatakan bahwa dl dalam praktek apabila membahas mengenai
perencanaan pembangunan wilayah, maka pengertian wilayah
administrasi merupakan pengertian yang paling banyak digunakan.
Lebih populernya penggunaan pengertian tersebut disebabkan karena
dua faktor, yakni : (a) dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan rencana
pembangunan wilayah diperlukan tindakan-tindakan dari berbagai
badan pemerintah. Dengan demikian adalah lebih praktis apabila

22
perencanaan dan pembangunan ekonomi wilayah didasarkan pada
satuan wilayah administrasi yang telah ada, (b) wilayah yang batasnya
ditentukan berdasarkan atas satuan administrasi pemerintahan lebih
mudah dianalisis, karena sejak lama pengumpulan data dl berbagai
bagian wilayah didasarkan pada satuan wilayah administrasi tersebut.

d. Wilayah Perencanaan
Boudeville (daIam Glasson, 1978) mendefinisikan wilayah
Perencanaan (Planning Region atau Programming Region) sebagai
wilayah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-
keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan dapat dipandang sebagai
suatu wilayah yang cukup besar untuk memungkinkan terjadinya
perubahan-perubahan penting dalam penyebaran penduduk dan
kesempatan kerja, namun cukup kecil untuk memungkinkan persoalan-
persoalan perencanaannya dapat dipandang sebagai satu kesatuan.
Selanjutnya Klaessen (dalam Glasson, 1978) percaya bahwa
wilayah perencanaan antara lain: (a) harus cukup besar untuk
mengambil keputusan-keputusan investasi yang berskala ekonomi, (b)
harus mampu menyulap industrinya sendiri dengan tenaga kerja yang
diperlukan, (c) harus mempunyai struktur ekonomi yang homogen, (d)
harus mempunyai sekurang-kurangnya satu titik pertumbuhan (Growth
Point.), (e) harus menggunakan suatu cara pendekatan perencanaan
pembangunan, (f) masyarakat dalam wilayah itu mempunyai kesadaran
bersama terhadap persoalan-persoalannya. Berdasarkan uraian
terdahulu menunjukkan bahwa wilayah perencanaan . adalah daerah
geografik yang cocok untuk perencanaan dan pelaksanaan rencana
pembangunan guna memecahkan persoalan-persoalan regional.

23
Wilayah perencanaan dapat merupakan wilayah yang terletak pada
beberapa wilayah administrasi.

24
BAB 4
TEORI LOKASI

Pemahaman tentang bagaimana keputusan mengenai penentuan


lokasi mutlak diperlukan jika ingin membahas kegiatan pada ruang dan
menganalisis bagaimana suatu wilayah tumbuh dan berkembang.
Keputusan mengenai lokasi yang diambil oleh unit-unit pengambil
keputusan akan menentukan struktur tata ruang wilayah yang terbentuk.
Unit-unit pengambil keputusan dalam penentuan lokasi dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu : (1) rumah tangga; (2) perusahaan; dan (3) pemerintah.
Setiap unit-unit pengambil keputusan mempunyai kepentingan tersendiri.
Kepentingan-kepentingan tersebut biasanya bersumber dari aktivitas
ekonomi yang dilakukan. Aktivitas ekonomi rumah tangga yang paling
pokok adalah (a) penjualan jasa tenaga kerja, dan (b) konsumsi. Setiap
rumah tangga dihadapkan kepada masalah pengambilan keputusan
mengenai lokasi pemukiman, lokasi penjualan jasa (kerja) dan lokasi
konsumsi, karena diasumsikan bahwa setiap rumah tangga akan
memaksimalkan kegunaan (utility) setiap barang dan jasa.
Kegiatan ekonomi dari suatu perusahaan (swasta) dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu : (a) pengumpulan input; (b) proses produksi; dan (c)
proses pemasaran. Pengambilan keputusan tentang lokasi oleh suatu
perusahaan adalah suatu usaha untuk memaksimalkan keuntungan yang
diperolehnya. Hal ini disebabkan setiap perusahaan (swasta) berusaha
untuk memaksimalkan keuntungan yang diperolehnya. Sebagai ilustrasi
cepat diberikan contoh tentang penentuan lokasi optimal bagi perusahaan
seperti yang dikemukakan oleh Ectelling (1981). Dalam penentuan lokasi
"optimal bagi perusahaan ini, Hotelling mengemukakan asumsi-asumsi

25
yang kaku. yaitu : (1) konsumen menyebar secara merata sepanjang daerah
pasar yang linier; (2) permintaan dan preferensi setiap konsumen adalah
sama; (3) terdapat dua produsen. sisanya produsen A dan B yang
menghasilkan produk yang homogen; (4) biaya produksi nol; (5)
konsumen membedakan barang yang diproduksi oleh produsen tersebut
hanya dari sudut lokasi produsen tersebut hanya dari sudut .lokasi
produsen; (6) produsen mengenakan harga f.o.b (free on board) untuk
setiap unit barang, namun secara aktual terdapat perbedaan harga c & f
(cost and freight) yang dibayar oleh tiap konsumen karena adanya biaya
transpor untuk mengangkut barang tersebut ke tempat tinggal konsumen;
(7) biaya transpor sama per unit jarak sepanjang daerah besar tersebut; (8)
permintaan inelastik sempurna; (9) perpindahan lokasi produsen dapat
terjadi seketika dan tanpa biaya (10) produsen ingin bersaing dalam harga
dan lokasi, dan tiap produsen mampu menyediakan seluruh permintaan
pasar, dan (k) tiap produsen bertujuan memaksimumkan keuntungan.

1. Faktor Lokasi
Faktor-faktor lokasi yang menentukan pemilihan suatu lokasi
untuk suatu kegiatan dapat dikelompokkan menjadi :

a. Input Lokal
Input lokal adalah semua barang dan jasa yang ada pada
suatu lokasi dan sangat sukar atau tidak mungkin dipindahkan ke
tercepat lain. Contoh input lokal adalah : lahan, iklim, kualitas
udara, kualitas air, keadaan lingkungan, pelayanan umum yang ada
pada suatu lokasi dan sebagainya.
Salah satu sifat umum dari input lokal adalah
ketersediaannya pada suatu lokasi tergantung dari kedaan lokasi itu
sendiri dan ketersediaannya tidak dipengaruhi oleh transfer input
dari lokasi lain.

26
b. Permintaan Lokal
Permintaan lokal atau output yang tidak dapat ditransfer
(nontransferable output) adalah permintaan akan output secara
lokal yang tidak dapat ditransfer pada suatu lokasi.
Contoh dari output lokal adalah permintaan tenaga kerja
oleh pabrik lokal, permintaan akan pelayanan lokal seperti masjid,
bioskop, tukang cukur dan sebagainya.

c. Input yang dapat ditransfer


Input yang dapat ditransfer adalah persediaan input yang
dapat ditransfer dari sumber-sumber diluar suatu lokasi, yang
sampai batas tertentu merupakan pencerminan biaya transfer atau
biaya transportasi dari sumber-sumber input ke lokasi tersebut.

d. Permintaan dari luar


Permintaan dari luar atau output yang dapat ditransfer
adalah penerimaan bersih yang diperoleh dari penjualan output
yang dapat ditransfer ke pasar di luar lokasi, yang merupakan
pencerminan dari biaya transfer atau biaya transportasi dari lokasi
tersebut ke pasar-pasar.

2. Teori Lokasi Industri


Dalam sub-bab ini akan membahas tentang beberapa teori
lokasi industri (perusahaan). Dalam teori lokasi industri ini ada tiga
pendekatan yaitu : (1) pendekatan meminimumkan biaya atau biaya
terkecil, (2) pendekatan daerah pemasaran dan (3) pendekatan
memaksimumkan keuntungan.

a. Pendekatan Biaya Terkecil


Pendekatan biaya terkecil dikemukakan oleh Alfred Weber,
walaupun ada beberapa bagian teorinya telah dikemukakan oleh
Launhardt. Dasar teori Weber adalah bahwa penentuan lokasi untuk

27
suatu kegiatan didasarkan atas biaya transportasi terkecil atau
meminimumkan biaya transportasi. Dalam teorinya tersebut Weber
mengasumsikan :
a. Bahwa daerah yang menjadi obyek studi adalah suatu daerah yang
terisolasi, homogen dalam Iklim, dengan konsumen yang
terkonsentrasi pada pusat-pusat tertentu.
b. Beberapa sumberdaya alam seperti air, tanah bersifat dapat
diperoleh dimana saja (ubikuitas).
c. Barang-barang lainnya seperti minyak bumi dan mineral lainnya
hanya dapat diperoleh pada tempat-tempat tertentu (sporadik)
d. Tenaga kerja tidak bersifat ubikuitas.
Weber mengemukakan ada tiga faktor utama yang
mempengaruhi lokasi industri, yaitu : (1) biaya transportasi; (2) biaya
tenaga kerja dan (3) kekuatan aglonerasi atau deaglomerasi.
Weber mengasumsikan bahwa biaya transportasi berbanding
lurus dengan jarak yang ditempuh dan berat barang. Sehingga titik
yang membuat biaya terkecil adalah bobot total pergerakan
pengumpulan berbagai input dan pendistribusian adalah minimum.
Weber menggambarkan teorinya dengan segitiga lokasi (lihat Gambar
4.1), dimana titik lokasi optimum (T) adalah titik keseimbangan antara
gaya-gaya cumber bahan-bahan mentah (K dan M2) dengan pasar (C
atau MK). Untuk menunjukkan bahwa lokasi tersebut optimum
terhadap sumber-sumber bahan mentah dengan pasar, Weber
mengemukakan suatu indeks yang disebut indeks bahan (material
index) yang dirumuskan sebagai berikut :

Berat bahan rentah lokal


Indeks bahan =
Berat produk akhir

Bila indeks bahan > 1 artinya bahwa perusahaan tersebut lebih


berorientasi ke bahan mentah (material or tented). Sedangkan bila

28
indeks bahan < 1 berarti perusahaan tersebut lebih berorientasi kepada
pasar (market oriented).
Pendekatan Biaya Terkecil yang dikemukakan oleh Weber ini
dapat lebih diperjelas dengan Gambar Diagram Smith, seperti yang
disajikan pada Gambar 4.2. Lokasi optimum terletak pada titik 0
dimana biaya rata-rata (BR) pada keadaan minimum sedangkan
penerimaan rata-rata (PR) pada keadaan maksimum. Asumsi dari
Diagram Smith ini adalah bahwa BR beragam dengan lokasi sedangkan
PR konstan.
Model Weber ini mendapatkan berbagai kritikan terutama yaitu
: (l) bahwa biaya transportasi dan biaya produksi bersifat konstan. (2)
tidak memperhatikan faktor kelembagaan, seperti kebijaksanaan
pemerintah berupa pajak lokal, dan (3) terlalu menekankan pada sisi
input.

M
MK

b c

y M1 M2 z
Gambar 4.1
Segitiga Lokasi

29
Keterangan :
T = Lokasi optimum
M1. M2 = Sumber bahan mentah
Mk = Pasar
x,y,z = Bobot dari input atau output
a,b,c = Jarak antara lokasi input dengan pasar

Biaya
dan
penerimaan Kerugian Kerugian BR

Keuntunga
n PR

A O B
Lokas
Gambar 4.2 i
Diagram Smith dimana BR Beragam menurut
Lokasi sedangkan PR Konstan

b. Pendekatan Daerah Pemasaran


Pada Pendekatan Biaya Terkecil hanya memperhatikan sisi
input dan kurang memperhatikan output atau sisi permintaan, hal
ini terlihat dari asumsi Weber bahwa semua produksi dapat
dipasarkan dimana saja. Loech, kemudian mencoba melihat dari sisi
permintaan dengan mempertimbangkan ukuran optimum dari pasar.
Menurut Loach, lokasi optimum adalah tempat dimana terjadi

30
keuntungan maksimum. Dalam teori Loech membutuhkan asumsi-
asumsi : (1) penyebaran faktor input merata, contohnya seperti
penyebaran bahan mentah, tenaga kerja dan modal; (2) penyebaran
penduduk (kepadatan penduduk) merata; (3) selera masyarakat
preferensi penduduk sama dan (4) tidak ada ketergantungan lokasi
antar perusahaan.
Dalam analisanya Loech menggunakan kurva permintaan
(lihat Gambar 4.3). Pada bagian pusat pasar yang dekat dengan
produsen, misalnya titik F, harga per satuan barang adalah OP
dengan permintaan sebesar PQ. Agak jauh dari pusat, misalkan saja
titik R, biaya pengangkutan menyebabkan harga persatuan barang
meningkat menjadi OR dengan Permintaan adalah RS. Jauh dari
pusat, misalkan saja titik F. biaya pengangkutan menyebabkan
harga per satuan barang menjadi sangat tinggi, sehingga permintaan
sama dengan nol.
Apabila bagian yang diareir, diputar dengan sumbu PQ,
maka akan terbentuk sebuah kerucut permintaan. Bagian dasar dari
kerucut tersebut merupakan daerah pemasaran perusahaan, tinggi
merupakan jumlah barang yang dijual dan volumenya menunjukkan
penerimaan dari permintaan pasar. Apabila produsen tersebut
untung, maka akan masuk lagi produsen yang lain, sampai akhirnya
terbentuk suatu daerah pemasaran yang berbentuk heksagonal.
Pendekatan ini dapat dilihat dengan Diagram Smith pada
Gambar 4.4 Pada Gambar tersebut menunjukkan penerimaan rata-
rata (PR) beragam menurut tempat, tetapi biaya rata-rata (BR)
diasumsikan konstan. Lokasi optimum terletak pada titik 0, dimana
penerimaan rata-rata maksimum.

31
Harga Kuantitas
F Q

R S
S
P

P Q
R
F
0 Kuantitas
Jarak
Kurva Permintaan Kerucut Permintaan

Gambar 4.3
Kurva Permintaan Loech dan Kerucut Permintaan

Biaya dan Keuntungan


Penerimaan
Kerugian Kerugian
BR

PR

A O B
Lokasi

Gambar 4.4
Diagram Smith dimana PR beragam menurut
Lokasi dan BR Konstan

32
c. Pendekatan Keuntungan Maksimum
Pendekatan Biaya Terkecil maupun Pendekatan Daerah
Pemasaran merupakan pendekatan yang hanya melihat dari satu sisi
saja, yaitu sisi faktor input atau sisi permintaan saja. Greenhut
kemudian mencoba memodifikasi model Loach dan teorinya
dinamakan Pendekatan Maksimisasi Keuntungan. Menurut Greenhut,
lokasi optimum adalah tempat yang terdapat keuntungan terbesar.
dimana baik biaya maupun penerimaan beragam menurut lokasi,
seperti yang disajikan pada Gambar 4.5
Bila ada beberapa produsen (perusahaan), maka keadaan
keseimbangan tercapai pada saat semua perusahaan yang bersaing pada
suatu wilayah memenuhi syarat-syarat : (1) penerimaan marjinal sama
dengan biaya marjinal; (2) kurva penerimaan rata-rata bersinggungan
dengan kurva biaya rata-rata dan (3) pengelompokan dan penyebaran
perusahaan sedemikian rupa sehingga perubahan lokasi suatu
perusahaan akan menimbulkan kerugian.
Keseimbangan tata ruang dapat terganggu akibat perubahan
permintaan dan biaya. Perubahan permintaan tidak hanya
mempengaruhi banyaknya perusahaan dalam suatu industri, tetapi juga
mempengaruhi lokasi kegiatan perusahaan tersebut. Dengan demikian
tingkat permintaan terhadap produk akhir suatu perusahaan merupakan
penentu lokasi perusahaan.

33
Keuntungan

Biaya dan Kerugian Kerugian BR


Penerimaan

PR

A O B
Lokasi

Gambar 4.5
Biaya rata-rata dan Penerimaan Rata-rata
Beragam Menurut Lokasi

34
BAB 5
ANALISIS KOMPONEN PERTUMBUHAN

WILAYAH

1. Pendahuluan

Bagi suatu negara yang mempunyai wilayah yang luas, adalah


suatu hal yang wajar apabila ada beberapa wilayah yang maju dan
beberapa wilayah lainnya pertumbuhannya lamban. Walaupun negara
yang bersangkutan telah berusaha untuk menerapkan kebijakan
pembangunan wilayahnya agar tidak terjadi kesenjangan antar wilayah.
Diduga, penyebab pokok terjadinya hal tersebut adalah adanya
perbedaan dalam struktur industri/sektor ekonominya (Thomas, 1972).
Adanya keragaman dalam struktur industri menimbulkan perbedaan
pertumbuhan output produksi dan kesempatan kerja. Pada wilayah
yang bertumbuh cepat, hal ini disebabkan struktur industri / sektornya
mendukung dalam arti lain sebagian besar sektornya mempunyai laju
pertumbuhan yang cepat. Sedangkan bagi wilayah yang
pertumbuhannya lamban, sebagian besar sektornya mempunyai laju
pertumbuhan yang lama.
Untuk mengidentifikasi sumber atau komponen pertumbuhan
wilayah, lazim digunakan analisis shift hare, Analisis shift share
pertama kali diperkenalkan oleh Perloff et al., yang telah menggunakan
analisis ini untuk mengindentifikasi sumber pertumbuhan ekonomi
wilayah di Amerika Serikat (Sjafrizal, 1977; Lucas dan Primm, 1979).
Lucas (1979) juga menggunakan analisis ini untuk mengidentifikasi
pertumbuhan sektor-sektor atau wilayah yang lamban di Indonesia dan
Amerika Serikat. Disamping digunakan untuk analisis seperti di atas,
analisis ini dapat juga digunakan untuk menduga dampak kebijakan
wilayah pada ketenagakerjaan (Tervo can Okko. 1982).

35
2. Model Analisis Shirt Share
Analisis shift share ini menganalisis perubahan berbagai indikator
kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja, pada dua titik
waktu. Dalam analisis ini diasumsikan bahwa perubahan tenaga
kerja/produksi pada suatu wilayah antara tahun dasar dengan tahun akhir
analisis dibagi menjadi tiga komponen pertumbuhan, yaitu: komponen
pertumbuhan nasional (national growth component) disingkat N,
komponen pertumbuhan proporsional (proportional or industrial mix
growth component) disingkat PP dan komponen pertumbuhan pangsa
wilayah (regional snare growth component) disingkat PPW.
Komponen pertumbuhan nasional adalah perubahan kesempatan
kerja atau produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan
kesempatan kerja atau produksi nasional secara umum, perubahan
kebijakan ekonomi nasional, atau perubahan dalam hal-hal yang
mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah . Beberapa
contoh dapat dikemukakan, misalnya dievaluasi, kecenderungan inflasi,
pengangguran dan kebijakan perpajakan. Bila diasumsikan bahwa tidak
terdapat Perbedaan karakteristik ekonomi antar sektor dan antar "ilayah,
maka akibat dari perubahan ini pada berbagai sektor Car wilayah kurang
lebih sama dan setiap sektor dan wilayah dan berubah dan bertumbuh
dengan laju yang hampir sama dengan laju pertumbuhan nasional. Akan
tetapi pada kenyataannya beberapa sektor bertumbuh lebih cepat dari
sektor-sektor lainnya dan beberapa wilayah lebih maju dari pada wilayah
lainnya. Oleh karena itu perlu diidentifikasi penyebabnya dan mengukur
perbedaan yang timbul dengan memisahkan komponen pertumbuhan
nasional dengan pertumbuhan proporsional dan pertumbuhan pangsa
wilayah.
Komponen pertumbuhan proporsional timbul karena perbedaan
sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan
bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (misalnya, kebijakan
perpajakan, subsidi dan price support) dan perbedaan dalam struktur dan
keragaman pasar.
Komponen pertumbuhan pangsa wilayah timbul karena
peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu
wilayah dibandingkan wilayah lainnya. Cepat atau lambannya
pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya

36
ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar, dukungan
kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi serta kebijakan ekonomi
regional pada wilayah tersebut (Lucas dan Primms, 1979).
Ketiga komponen pertumbuhan di atas secara matematik dapat
dinyatakan sebagai berikut :
Andalkan dalam suatu negara terdapat m daerah/wilayah/propinsi (i = 1, 2,
3.....n) dan n sektor ekonomi (i = 1, 2, 3 .......n) maka perubahan tersebut
di atas dapat dinyatakan sebagai berikut :

Yij = PNij + PPij + PPWij


atau secara rinci dapat dinyatakan sebagai berikut :
Yij - Yij = Yij = Yij (Ra - Ra) + Yij (ri - R1)
Dimana :
Yij = Perubahan dalam kesempatan kerja / produksi
sektor 1 pada wilayah ke j.
Yij = Produksi/tenaga kerja dari sektor i pada wilayah
ke j pada tahun dasar analisis.
Yij = Produksi / tenaga kerja dari sektor pada wilayah
ke j pada tahun akhir analisis.
m
Yi . = Y
j 1
ij = Produk Domestik Bruto (PDB) / tenaga kerja

(nasional) dari sektor i pada tahun dasar analisis


m
Y1 . = 
j 1
Yij = Produk Domestik Bruto (PDB) / tenaga kerja

(nasional) dari sektor pada tahun akhir analisis


n m
Y.. =  Y
j 1 j 1
ij = Produk Domestik Bruto (PDB) / tenaga kerja

(nasional) pada tahun dasar analisis


n m
Y.. =  Y
i 1 j 1
ij = Produk Domestik Bruto (PDB) / tenaga kerja

(nasional) pada tahun akhir analisis

37
ri = Y ij / Yij
Ri = Yi . / Yi.
Ra = Y .. / Y..
(r1 - 1) = Persentase perubahan PDRB / tenaga kerja di
sektor propinsi ke j.
(Ra - 1) = PNij = Persentase perubahan PDRB /tenaga kerja yang
disebabkan komponen pertumbuhan nasional.
(R1 - Ra) = PPij = Persentase perubahan PDRB / tenaga kerja yang
disebabkan komponen pertumbuhan proporsional.
(ri-Ri) = PPWjj = Persentase perubahan PPRB / kesempatan kerja
yang disebabkan komponen pertumbuhan pangsa
wilayah

Dari penjumlahan dua komponen pertumbuhan wilayah yaitu :


komponen pertumbuhan para professional dan pertumbuhan pangsa
wilayah dapat digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan suatu
wilayah atau suatu sektor dalam suatu wilayah. Jumlah antara kedua
komponen tersebut di atas disebut pergeseran bersih (PB), yang
dinyatakan sebagai berikut :
PBij = PPij + PPij
PB . j = PP . j + PPW . j
dimana :
wPBjj = Pergeseran bersih sektor i pada wilayah j
PB j = pergeseran bersih wilayah j
Apabila PBij > 0. maka pertumbuhan sektor i pada wilayah j termasuk
ke dalam kelompok maju. Sedangkan apabila PBjj < 0, maka
pertumbuhan sektor pada wilayah j termasuk lamban. Begitu juga
apabila FB.j  0. maka pertumbuhan wilayah tersebut termasuk ke
dalam kelompok maju. sedangkan apabila b-J < 0, maka pertumbuhan
wilayah tersebut termasuk lamban.

38
BAB 6
ANALISIS KESENJANGAN ANTAR WILAYAH

1. Pendahuluan

Kesenjangan antar wilayah dalam perekonomian nasional


merupakan fenomena dunia. Hal ini terjadi pada semua negara, baik
negara maju maupun negara berkembang. Suatu hal yang wajar apabila
dalam suatu negara terdapat beberapa wilayah terbelakang
dibandingkan dengan wilayah lainnya. Faktor-faktor yang
menyebabkan hal tersebut antara lain adalah: struktur sosial ekonomi
dan distribusi spasial dari sumber daya bawaan. Pada umumnya
kesenjangan antar wilayah lebih tajam terjadi pada negara sedang
berkembang karena kekakuan sosial ekonomi (socio economic
rigidities) dan imobilitas faktor (factor imobilisasi). Dalam mengatasi
masalah kesenjangan tersebut, hampir semua negara berusaha
menerapkan kebijakan khusus untuk pembangunan daerah terbelakang
(Uppal dan Handoko, 1956).
Didalam membahas kesenjangan antar wilayah ada dua teori
yang perlu diperhatikan, yaitu : generative growth theirs dan
competitive growth theory.
Dalam generative growth theory menyatakan bahwa pada saat
perekonomian nasional bertumbuh mantap, banyak persoalan ekonomi
yang dapat diselesaikan. Beberapa wilayah untuk lebih cepat daripada
wilayah lain, namun sejauh semua wilayah menikmati pertumbuhan
ekonomi, masalah distribusi dan redistribusi menjadi tidak terlalu
penting. Dengan perkataan lain, laju pertumbuhan ekonomi nasional

39
akan lebih cepat kalau laju pertumbuhan ekonomi wilayah terbelakang
dapat ditingkatkan.
Competitive Growth theory berdasarkan pada asumsi bahwa
laju pertumbuhan ekonomi nasional ditentukan oleh beberapa kekuatan
eksogen. Kemudian laju tersebut seolah-olah "dibagi" kepada beberapa
wilayah. Situasi ini terjadi apabila laju pertumbuhan ekonomi nasional
rendah. Pertumbuhan ekonomi beberapa wilayah berlangsung dengan
mengorbankan pertumbuhan lain.
Dari kedua teori tersebut masing-masing mempunyai
kelemahan dan kelebihan. Dalam kaitannya dengan pembangunan
wilayah, permasalahan yang sebenarnya adalah apa yang sebaiknya
menjadi arah kebijaksanaan dalam situasi comparative dan apa pula
yang menjadi kebijaksanaan dalam situasi comparative agar
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan dapat dicapai (Azis, 1985).

2. Indeks Williamson

Untuk menganalisis kesenjangan antar wilayah lazim digunakan


indeks Williamson (1S63). Rumus indeks Williamson adalah sebagai
berikut :

 Yj - Y 
2 fj
.
Vw = n
Y
Dimana :
Vw = Indeks Williamson
fj = Populasi di wilayah ke j
Yi = Pendapatan perkapita di wilayah ke j
n = Populasi total
Y = Pendapatan rata-rata nasional

40
Semakin tinggi indeks Williamsonnya, maka proses kesenjangan antar
wilayah semakin besar.
Untuk lebih menggambarkan kesenjangan antar wilayah yang
sebenarnya, maka pendapatan regional wilayah ke j diboboti dengan
indeks biaya hidup wilayah tersebut. Sehingga rumus indeks
Williamson tersebut menjadi sebagai berikut :

 Rj - R
2 fj
.
Vw = n
R
Dimana :
Rj = Yj / Ij
Ij = Indeks biaya hidup wilayah ke j
Rj = Rj rata-rata

41
BAB 7
MODEL EKONOMI BASIS

1. Pendahuluan

Inti dari model ekonomi basis (economic base model) adalah


bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor
wilayah tersebut. Ekspor tersebut berupa barang-barang dan jasa, termasuk
tenaga kerja. Akan tetapi dapat juga berupa pengeluaran orang asing yang
berada di wilayah tersebut terhadap barang-barang tidak bergerak
(immobile), seperti yang berhubungan dengan aspek geografi, iklim,
peninggalan sejarah, atau daerah pariwisata (contoh daerah wisata Ujung
Kulon, daerah Puncak) dan sebagainya. Sektor (industri) yang bersifat
seperti ini disebut sektor basis.
Tenaga kerja dan pendapatan pada sektor basis adalah fungsi
permintaan dari luar (exogeneous), yaitu permintaan dari luar yang
mengakibatkan terjadinya ekspor dari wilayah tersebut. Disamping sektor
basis. ada kegiatan-kegiatan sektor pendukung yang dibutuhkan untuk
melayani pekerja (dan keluarganya) pads sektor basis dan kegiatan sektor
basis dan sendiri. Kegiatan sektor pendukung, seperti perdagangan dan
Pelayanan perseorangan, disebut sektor non-basis.
Kedua sektor tersebut mempunyai hubungan dengan permintaan
dari luar wilayah. Sektor basis berhubungan secara langsung. Sedangkan
sektor non-basis berhubungan secara tidak langsung, yaitu melalui sektor
basis dulu.
Apabila permintaan dari luar meningkat, maka sektor basis akan
berkembang. Hal ini pada gilirannya nanti akan mengembangkan sektor

42
non-basis. Teori ekonomi basis ini hanya mengklasifikasikan seluruh
kegiatan ekonomi ke dalam dua sektor (industri) yaitu sektor basis dan
sektor non-basis. Jadi tenaga kerja (pendapatan) sektor basis ditambah
tenaga kerja (pendapatan) sektor non-basis sama dengan total tenaga kerja
(pendapatan) wilayah.
Untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau
non-basis dapat digunakan beberapa metode, yaitu: (1) metode pengukuran
langsung dan (2) metode pengukuran tidak langsung.
Metoda pengukuran langsung dapat dengan survei langsung untuk
mengidentifikasi sektor nana yang merupakan sektor basis. Metoda ini
dapat menentukan sektor basis dengan tepat. Akan tetapi metode ini
memerlukan biaya. waktu dan tenaga kerja yang banyak. Mengingat hal
tersebut di atas, maka sebagian besar pakar ekonomi wilayah
menggunakan metode Pengukuran tidak langsung. Beberapa metode
pengukuran tidak langsung, yaitu : (1) metode melalui pendekatan asumsi;
(2) metode location quotient; (3) metode kombinasi (1) dan (2); dan (4)
metode kebutuhan minimum. Metoda pendekatan melalui asumsi, yaitu
bahwa semua sektor industri primer dan nanufakturing adalah sektor basis.
Sedangkan sektor jasa adalah sektor non-basis. Pada wilayah tertentu yang
luasnya relatif kecil dan tertutup, maka metode ini cukup baik bila
digunakan. Akan tetapi pada banyak kasus, dalam suatu kelompok industri
bisa merupakan sektor basis juga merupakan sektor non-basis.
Metoda Location Quotient (LQ) merupakan perbandingan antar?
pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor pada tingkat wilayah
terhadap pendapatan (tenaga kerja) total wilayah dengan pangsa relatif
pendapatan (tenaga kerja) sektor pada tingkat nasional terhadap
pendapatan (tenaga kerja) nasional. Hal tersebut secara matematis dapat
dinyatakan sebagai berikut :

vi / vt
LQi =
vi / vt

43
dimana :
v = Pendapatan (tenaga kerja) sektor pada tingkat
wilayah
vt = pendapatan (tenaga kerja) total wilayah
Vi = pendapatan (tenaga kerja) sektor pada tingkat
nasional
vt = Pendapatan (tenaga kerja) total nasional

Apabila LQ suatu sektor (industri)  1, maka sektor (industri)


tersebut merupakan sektor basis. Sedangkan bila LQ suatu sektor (industri)
< 1, tersebut, maka sektor (industri) tersebut merupakan sektor non-basis.
Asumsi metode LQ ini adalah bahwa penduduk di wilayah yang
bersangkutan mempunyai pola permintaan wilayah sama dengan pola
permintaan nasional. Asumsi lainnya adalah bahwa permintaan wilayah
akan sesuatu barang akan dipenuhi terlebih dahulu oleh produksi wilayah,
kekurangannya diimpor dari wilayah lain. Kelemahan metode ini adalah
kegagalannya untuk menghitung ketidakseragaman permintaan dan
produktivitas nasional secara menyeluruh. Kemudian metode ini
mengabaikan fakta bahwa sebagian produksi nasional adalah untuk orang
asing yang tinggal di wilayah tersebut. Untuk menanggulangi kelemahan
metode tersebut dapat dilakukan beberapa modifikasi metode tersebut.
Misalnya dengan melakukan survei contoh. Namun tentu saja memerlukan
biaya, waktu dan tenaga kerja yang besar.
Metoda kombinasi antara pendekatan asumsi dengan metode
location quotient dikemukakan oleh Hoyt. la menyarankan bahwa ada
beberapa aturan untuk membedakan sektor basis dengan sektor non-basis,
yaitu :
a. Semua tenaga kerja dan pendapatan dari sektor (industri) ekstraktif
(extractive industries) adalah sektor basis.

44
b. Semua tenaga kerja dan pendapatan dari sumber "khusus" seperti
politik, pendidikan. kelembagaan, tempat Peristirahatan, kegiatan
hiburan dipertimbangkan sebagai sektor basis.

Metoda kebutuhan minimum melibatkan penyeleksian sejumlah


wilayah yang "sama" dengan wilayah yang diteliti. dengan menggunakan
distribusi minimum dari tenaga kerja regional dan bukannya distribusi rata-
rata. Untuk setiap wilayah pertama-tama dihitung persentase angkatan
kerja yang dipekerjakan dalam setiap industri. Kemudian persentase-
persentase itu dibandingkan dengan memperhitungkan hal-hal yang
bersifat kelainan, dan persentase terkecil dipergunakan sebagai ukuran
kebutuhan minimum bagi industri tertentu. Persentase minimum ini
digunakan sebagai batas dan semua tenaga kerja di wilayah-wilayah lain
yang lebih tinggi dari persentase ini dianggap sebagai tenaga kerja basis.
Proses ini diulangi untuk setiap industri di wilayah yang bersangkutan
untuk memperoleh tenaga kerja basis total. Dibandingkan dengan metode
LQ, metode ini lebih bersifat arbitrer karena sangat tergantung pada
pemilihan persentase minimum dan tingkat disagregaei. Die agregasi yang
terlalu terinci akan mengakibatkan bahwa hampir semua sektor merupakan
sektor basis.
Dari keempat metode di atas, Glasson (1978) menyarankan untuk
menggunakan metode Location Quotient dalam menentukan apakah sektor
tersebut basis atau tidak. Namun Hoover (1975) menyarankan bahwa
apabila menggunakan metode tersebut untuk memperkirakan berapa
banyaknya output industri yang ekspor, maka perhitungannya seyogyanya
tidak didasarkan pendapatan perseorangan atau jumlah penduduk. Akan
tetapi akan lebih baik jika perhitungan tersebut didasarkan pada dugaan
statistik yang lebih menunjukkan permintaan atas industri tersebut. Sebagai
contoh, melalui jumlah nilai tambah (value added) dari industri atau sektor
tersebut.

45
Masalah paling mendasar pada model ekonomi basis ini adalah
masalah time-lag. Hal ini diakui, bahwa penggandaan basis (base
multiplier) tidak berlangsung secara cepat, karena membutuhkan time-lag
antara respon dari sektor basis terhadap permintaan luar wilayah dan
respon dari sektor non-basis terhadap perubahan sektor basis. Pendekatan
yang biasanya dilakukan terhadap masalah ini adalah mengabaikan
masalah time-lag ini, berdasarkan pernyataan bahwa dalam jangka panjang
masalah time-lag ini pasti terjadi.
Beberapa pakar ekonomi wilayah lainnya mencoba mengatasi
masalah tersebut dengan memodifikasi rumus penggandaan basis.
Penggandaan basis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Total tenaga kerja


Penggandaan basis =
Tenaga kerja sektor basis

Modifikasi rumus tersebut adalah sebagai berikut :


Perubahan pada total tenaga kerja
Penggandaan basis =
Perubahan pada tenaga kerja basis

Akan tetapi beberapa pakar lainnya berpendapat bahwa apabila


Penggandaan basis digunakan sebagai alat proyeksi, maka masalah time-
lan dapat diatasi dengan menghitung penggandaan basis dengan
menggunakan data tin series selama tiga sampai lima tahun dengan
menggunakan rumus (1).
Pada umumnya, jika melakukan dengan hati-hati dan
menggunakannya dengan hati-hati pula, maka model ekonomi basis ini
merupakan alat yang baik untuk mengekplorasi, mengevaluasi, dan
(memberikan pendugaan permintaan basis untuk masa mendatang), dan
memprediksi tenaga kerja, pendapatan, populasi, investasi, kebutuhan
rumah, kebutuhan tempat pelayanan masyarakat, dan sebagainya. Model
ekonomi basis akan sangat baik digunakan untuk daerah yang belum
berkembang, kecil dan tertutup. Daerah yang belum berkembang adalah

46
daerah yang perekonomiannya hanya terdiri dari beberapa sektor saja.
Daerah kecil adalah daerah yang cakupannya tidak lebih dari wilayah
kabupaten. Akan tetapi dapat juga propinsi asal tidak terlalu luas. Contoh
propinsi Bali. Daerah tertutup adalah daerah yang keluar masuknya
barang/jasa ke luar dan ke dalam wilayah dapat diketahui, misalnya pulau.

2. Model Ekonomi Basis Tiebout

Model ekonomi basis dikembangkan oleh Tiebout (1S62). Dalam


model ekonomi basis Tiebout ini alat ukur yang digunakan adalah
pendapatan, bukan tenaga kerja. Memang penggunaan alat ukur tenaga
kerja mempunyai banyak kelemahan, seperti konversi pekerja paruh waktu
(part timer) dan pekerja musiman menjadi tenaga kerja penuh tahunan.
Masalah lain adalah tenaga kerja yang menglajo (commutation), yaitu
bahwa mereka bekerja pada wilayah yang diteliti, tetapi rumahnya berada
di wilayah lain. Karena masalah tersebut dan masalah-masalah lainnya
seperti masalah produktivitas, maka tenaga kerja relatif kurang peka untuk
mengukur perubahan terutama dalam jangka pendek.
Kelebihan pendapatan sebagai alat ukur ini terutama apabila model
ekonomi basis digunakan untuk mengukur dampak potensial wilayah
6ebagai pasar. Kelebihan lain pendapatan sebagai alat ukur adalah bahwa
pendapatan dapat mengukur perubahan kesejahteraan individu maupun
masyarakat. Walaupun begitu, penggunaan alat ukur pendapatan juga tidak
terlepas dari kelemahan-kelemahan, misalnya masalah ketersediaan dan
tingkat kepercayaan data.

a. Pengganda Pendapatan Jangka Pendek


Uraian mengenai model ekonomi basis Tiebout akan dimulai
dengan pengembangan rumus penggandaan basis seperti diuraikan pada
sub-bab terdahulu.

47
pendapatan total
Penggandaan basis =
pendapatan basis

Perubahan Penggandaan Perubahan


 x
Pendapatan total basis pendapatan basis

Untuk memudahkan pengertian rumus di atas maka digunakan simbol


untuk mengganti kata-kata tersebut seperti yang disajikan di bawah
ini :
Y = Pendapatan total
YB = Pendapatan basis
YN = Pendapatan non basis
M = Penggandaan basis
Dengan menggunakan simbol-simbol tersebut, maka rumus (2) di atas
dapat dinyatakan sebagai berikut :
Y = M x YB
Sedangkan rumus (1) dapat dinyatakan sebagai berikut =
Y 1 1 1 1
M=    
YB YB Y - YN Y YN YN
- 1-
Y Y Y Y Y
Jadi pengganda pendapatan jangka pendek (MS) adalah :
1
MS =
YN
1-
Y
Sehingga rumus (4) dapat dinyatakan sebagai berikut :
1
Y= x YB
YN
1-
Y

48
Rasio menggambarkan proporsi dari total pendapatan yang dihasilkan
oleh aktivitas lokal atau aktivitas penduduk dalam perekonomian
wilayah.
1
Rasio menunjukkan adanya dua kecenderungan, yaitu :
YN
1-
Y
pertama adalah kecenderungan konsumsi lokal yang merupakan
persentase dari total pendapatan wilayah yang dikonsumsi secara lokal,
yakni :
CL
(7)
YN  YB
Dimana :
CL = Jumlah uang yang dibelanjakan secara lokal untuk barang-
barang dan jasa-jasa.
Namun demikian, tidak semua pendapatan yang dibelanjakan
secara lokal adalah pendapatan lokal. Sebahagian dari pendapatan basis
digunakan untuk membeli produksi dari luar daerah (impor), bayar
upah pekerja dari luar daerah dan cumber-sumber dari luar lainnya.
Untuk menghitung kebocoran pengeluaran yang mengalir ke
luar wilayah dibutuhkan faktor lain. Faktor ini adalah kecenderungan
membelanjakan pendapatan dalam lokal (propensity of the local sales
rupian) yang dirumuskan dengan :
YN
(8)
CL
Dalam hal ini secara implisit diasumsikan bahwa semua YN
dihasilkan oleh penduduk di dalam wilayah itu. Ini berarti bahwa suatu
kebocoran terjadi jika penduduk dari wilayah itu memperoleh
pendapatan bukan basis dari luar wilayah itu.

49
Kedua kecenderungan itu, bila dikombinasikan, menunjukkan
hubungan antara pendapatan, pengeluaran konsumsi lokal, dan
pendapatan bukan basis.
Produk dari kedua kecenderungan tersebut adalah rasio
YN
Hal itu adalah :
Y
CL YN YN YN
- = = (9)
YN  YB CL YN  YB Y

Rasio ini menggambarkan peranan pendapatan bukan basis dalam


perekonomian wilayah.

b. Analisis Jangka Panjang


Asumsi yang dibuat dalam analisis jangka pendek bahwa
tingkat pendapatan yang tercipta dalam sektor investasi lokal sangat
tergantung atas kekuatan dari luar, tidak dapat dipertahankan lagi
dalam jangka panjang.. Untuk memperhitungkan pengaruh ini, harus
diadakan modifikasi pengganda dengan memasukkan kecenderungan
berinvestasi pada barang-barang kapital lokal (property to invest in
local capital good) yang merupakan persentase pendapatan yang
diinvestasikan pada barang-barang modal, hal itu adalah :
YI
(10)
YN  YB
Dimana :
YI = Pendapatan lokal yang diinvestasikan dalam barang-barang
kapital.

Tidak semua pengeluaran lokal untuk investasi tersebut


dilakukan di dalam wilayah, tetapi ada barang-barang modal yang

50
import dari luar wilayah sehingga pengeluaran untuk investasi di dalam
wilayah akan berkurang.
Dengan demikian proporsi pendapatan lokal yang
diinvestasikan pada barang-barang modal di dalam wilayah dapat
dirumuskan sebagai berikut :
YI - MI
(11)
YI
Dimana :
HI = Pengeluaran lokal untuk import barang-barang investasi.
Selanjutnya, hasil penggabungan kedua faktor tersebut di atas
adalah sama dengan proporsi pengeluaran investasi lokal yang tinggal
di dalam wilayah terhadap total pendapatan wilayah. Persamaan
tersebut adalah :
YI YI - MI YI - MI
x = (12)
YN  YB YI YN  YB
Karena itu pengganda jangka panjang adalah :
1
ML = (13)
 CL YN   YI YI - MI 
1 -     
YI 
x x
 YN  YB CL   YN  YB

Dimana :
CL = Jumlah uang dibelanjakan secara lokal untuk barang-barang
dan jasa-jasa.
YN = Pendapatan bukan basis
YB = Pendapatan basis (ekspor)
YI = Pendapatan lokal yang diinvestasikan dalam barang-barang
kapital.
HI = Pengeluaran lokal untuk import barang-barang investasi.

51
Turunan dari rumus (13) ini adalah :
1
ML = (14)
YN  YI - MI
1-
YN  YB
Perubahan pendapatan regional untuk analisis jangka panjang adalah :
Y = YB x ML (15)

Pengganda dalam analisis jangka panjang akan menghasilkan


nilai yang lebih besar daripada pengganda jangka pendek karena baik
sektor konsumsi lokal (yang dimasukkan dalam Pengganda jangka
pendek) menghasilkan tambahan pendapatan bukan basis.

c. Pengganda Tenaga Kerja


Salah satu cara untuk menghitung pengganda tenaga kerja
adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
1
K =
1 -S
Dimana :
S = Tenaga kerja bukan basis dibagi total tenaga kerja.
sehingga perubahan total tenaga kerja adalah :
1
Y = . X (16)
1 - S
Dimana :
Y = Perubahan total tenaga kerja
X = perubahan tenaga kerja basis
Model ini pada umumnya digunakan apabila proporsi
pendapatan wilayah yang dibelanjakan dalam wilayah itu sebanding
dengan proporsi tenaga kerja wilayah (Pedoman Perencanaan
Pembangunan Pertanian Regional, 1982).

52
Jika persentase pendapatan wilayah yang dibelanjakan dalam
wilayah tidak sebanding dengan persentase tenaga kerja bukan basis,
maka cara yang dapat digunakan untuk menghitung angka pengganda
tenaga kerja adalah dengan rumus (Glasson, 1978) sebagai berikut :
N
K = (17)
NF
Dimana :
K = Pengganda tenaga kerja
N = Jumlah tenaga kerja di seluruh sektor
N3 = Jumlah tenaga kerja di sektor basis

3. Pertumbuhan Kesempatan Kerja

Dari angka pengganda tenaga kerja yang telah diperoleh dikalikan


dengan pertumbuhan tenaga kerja di sektor basis akan dihasilkan angka
pertumbuhan atau perluasan tenaga kerja dalam wilayah atau dengan
rumus sebagai berikut :
N = NB . K (18)
Dimana :
N = Pertumbuhan tenaga kerja dalam wilayah
NB = Pertumbuhan tenaga kerja di sektor basis

53
BAB 8
MODEL INPUT OUTPUT

Selama ini sebagian besar perencanaan pembangunan ekonomi


Daerah masih bersifat parsial dan belum dapat mendeteksi bagaimana
dampak investasi pada suatu sektor terhadap struktur perekonomian suatu
wilayah. Hal ini sering menyebabkan pelaksanaan perencanaan banyak
menemui kegagalan. Untuk dapat merencanakan pembangunan secara
terintegrasi, diperlukan suatu model analisis yang tepat.
Keuntungan yang diperoleh dalam menggunakan model 1-0 dalam
perencanaan pengembangan wilayah yaitu :
1. Model 1-0 dapat memberikan deskripsi yang detail mengenal
perekonomian nasional ataupun perekonomian regional dengan
mengkuantifikasikan ketergantungan antar sektor dan asal (sumber)
dari ekspor dan impor.
2. Untuk suatu set permintaan akhir dapat ditentukan. besarnya output
dari setiap sektor, dan kebutuhannya akan faktor produksi dan
sumber daya.
3. Dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang
disebabkan oleh swasta maupun pemerintah dapat ditelusuri dan
diramalkan secara terperinci.
4. Perubahan-perubahan teknologi dan harga relatif dapat
diintegrasikan ke dalam model melalui perubahan koefisien teknik.
Sedangkan kelemahan model 1-0 ini antara lain : (a) asumsi-asumsi
yang agak restriktif, (b) biaya perencanaan pengembangan wilayah. Hal ini
karena Model 1-0 dapat diimplementasikan secara empirik pada bidang
dimana keterbatasan data dan teori yang belum cukup berkembang

54
membatasi ruang lingkup penelitian dan perencanaan. Teori keseimbangan
umum lainnya seperti Keseimbangan Umum Walrag, dan Model Antar
Wilayah dari Neo-Keyneisian dipandang dari sudut teori memadai, akan
tetapi lebih sukar untuk diterapkan.
Keuntungan yang diperoleh dalam menggunakan model 1-0 dalam
perencanaan pengembangan wilayah yaitu :
1. Model 1-0 dapat memberikan deskripsi yang detail mengenai
perekonomian nasional ataupun perekonomian regional dengan
mengkuantifikasikan ketergantungan antar sektor dan asal (sumber)
dari ekspor dan impor.
2. Untuk suatu set permintaan akhir dapat ditentukan besarnya output
dari setiap sektor, dan kebutuhannya akan faktor produksi dan
cumber daya
3. Dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang
disebabkan oleh swasta maupun pemerintah dapat ditelusuri dan
diramalkan secara terperinci.
4. Perubahan-perubahan teknologi dan harga relatif dapat
diintegrasikan ke dalam model melalui perubahan koefisien teknik.
Sedangkan kelemahan model 1-0 ini antara t lain: (a) asumsi-
asumsi yang agak restriktif, (b) biaya pengumpulan data yang besar dan (c)
hambatan-hambatan dalam mengembangkan model dinamik.
Hambatan terbesar yang dihadapi oleh lembaga-lembaga
perencanaan, terutama di daerah, dalam menggunakan analisis 1-0 antara
lain adalah: (1) biaya yang relatif besar dalam pengumpulan data, 2) data
pokok yang belum memadai dan (3) keterbatasan kemampuan eknis. v
Akan tetapi kalau kendala-kendala tersebut dapat diatasi maka model 1-0
ini merupakan model yang canggih untuk merencanakan pembangunan
ekonomi suatu wilayah secara terintegrasi.
Berbagai asumsi dasar yang perlu diperhatikan dalam Penggunaan
model 1-0 adalah :

55
1. Homogenitas asumsi ini menyatakan bahwa suatu sektor hanya
menghasilkan barang melalui satu cara dengan satu susunan input.
2. Proporsional. Asumsi ini menyatakan bahwa perubahan suatu
tingkat output selalu didahului oleh perubahan penggunaan input
yang seimbang.
3. Additivitas. Asumsi ini menyatakan bahwa akibat total dari
pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-
masing sektor secara terpisah.

1. Model Ekonomi

Di dalam sub-model ekonomi ini menggambarkan transaksi barang


dan jasa dari berbagai sektor ekonomi yang saling berkaitan dan
mempunyai hubungan saling ketergantungan. Transaksi barang dan jasa
tersebut dinyatakan dalam suatu matriks segi n.
Tabel input-output dapat disajikan dalam dua jenis tabel, yaitu tabel
impor bersaing dan impor tak bersaing. Perbedaan kedua tabel tersebut
terletak pada perlakuan impor dalam tabel. Pada model impor bersaing,
semua transaksi yang terdapat dalam tabel tidak dipisahkan antara barang
dan jasa yang berasal dari domestik dan impor. Jenis tabel ini hanya
menunjukkan banyaknya impor barang dan jasa secara total menurut sektor
penggunaan barang dan jasa tersebut, dan ditempatkan pada sebelah kanan
bagian permintaan akhir dengan tanda negatif. Tabel input-output impor
bersaing disajikan pada Tabel VIII.1.
Tabel input-output model impor tidak bersaing menunjukkan
pemisahan yang jelas antara barang dan jasa yang dihasilkan dari dalam
negeri dan impor pada setiap transaksi yang ada di dalam tabel. Setiap
input atau pembelian yang dilakukan oleh sektor produksi dan permintaan
akhir dapat dirinci menurut barang dan jasa domestik, impor dan total
keduanya. Pada Tabel VIII.2 disajikan tabel input-output impor tidak
bersaing.

56
Tabel I-0 tersebut dapat jugs disajikan dalam bentuk lain, dimana
impor berada pada input primer seperti yang disajikan pada Tabel VIII.3.
Dari Tabel VIII.3. terlihat bahwa hubungan-hubungan yang ada dapat
dinyatakan sebagai berikut: Sektor baris, menunjukkan alokasi output
sektor untuk Permintaan antara (intermediator demand) sektor dan
sebagian untuk permintaan akhir. Secara matematis persamaan tersebut
dapat dinyatakan sebagai berikut :
n


j  1
xij + Yi = Xi n = 1, 2, ........n

Xij = Banyaknya output sektor i yang digunakan input oleh


sektor J
Y1 = Permintaan akhir terhadap sektor i.
= RT1 + KP1 + I1 + S1 + E1

57
Tabel VIII.1.
Tabel Input-Output Impor Bersaing

Output Permintaan Total


Permintaan antara Impor
Input akhir Output

Sektor Produksi

1 ........ n
...

X11 ...... Xln F1 - M1 X1


...... ...... ...... ...... ...... ......
Sektor produksi
Input antara

1 ............ n

...... ...... ...... ...... ...... ......


...... ...... ...... ...... ...... ......
...... ...... ...... ...... ...... ......
...... ...... ...... ...... ...... ......
...... ...... ...... ...... ...... ......
Xln ...... Xnn Fn - Mn Xn

Input V1 ...... Vn
Primer

Total Input X1 ...... Xn

58
Tabel VIII.2
Tabel Input-Output Impor Tidak Bersaing

Permint Total
Impo
Output Input Permintaan antara aan Outp
r
Akhir ut

Sektor Produksi

1 ...... n

Domest Xd11 ...... Xd1n Fd1 X1


Inp
kto
ant
ara
Se

od
uk
Pr
ut

si
r

ik

Impor Xm11 ...... Xm1n Fm1 - M1

Total Xt11 ...... Xt1n Ft1 - M1 X1


1 ............ n

...... ...... ...... ...... ...... ...... ......


...... ...... ...... ...... ...... ...... ......
...... ...... ...... ...... ...... ...... ......

Domest Xdn1 ...... Xdnn Fdn Xn


ik

Impor Xmn1 ...... Xmnn Fmn - Mn

Total Xtn1 ...... Xtnn Ftn - Mn Xn

Input primer V1 ...... Vn

Total Input X1 ...... Xn

59
Dimana :
RT1 = Konsumsi Rumah Tangga
KP1 = Konsumsi Pemerintah
1i = Pembentukan modal
S1 = Stok
E1 = Ekspor
Sektor kolom, menunjukkan penggunaan input yang disediakan
oleh sektor lain untuk aktifitas produksi. Persamaan matematisnya
dapat ditulis sebagai berikut :
n


i  1
Xij + Gj = Xj j = 1,2 ............... n

Xij = Banyaknya input yang disediakan sektor untuk memproduksi


dalam sektor j.
Gj = Input primer dari sektor
= (Lj + Mj + Vj)
Mj = Upah dan gaji rumah tangga
Mj = Impor
Vj = Nilai tambah lainnya

Sebagaimana terlihat dalam tabel. bahwa permintaan , antara


menunjukkan jumlah penawaran output dari suatu sektor ke sektor lain
yang digunakan dalam proses produksi. Permintaan akhir merupakan
konsumen akhir yang terdiri dari (1) pengeluaran konsumsi rumah tangga,
(2) pengeluaran konsumsi pemerintah, (3) pembentukan modal tetap, (4)
perubahan stok, (5) ekspor.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga terdiri dari pembelian barang
dan jasa yang dilakukan oleh rumah tangga I dan badan-badan yang tidak
mencari untung dikurangi nilai neto penjualan barang bekas dan barang
sisa. Akan tetapi pembelian rumah baru oleh rumah tangga dimasukkan
sebagai pembentukan modal tetap sektor usaha persewaan bangunan dan
tanah (real estate). Sehingga perkiraan sewa rumah milik sendiri yang

60
didiami sendiri dihitung sebagai output sektor real estate yang dikonsumsi
sendiri oleh rumah tangga. Produksi pertanian, kehutanan, perikanan dan
penggalian yang dihasilkan rumah tangga untuk dikonsumsi sendiri
dianggap sebagai output sektor-sektor yang bersangkutan dan dibeli oleh
rumah tangga. Gaji para pembantu rumah tangga, pengasuh anak, koki,
tukang kebun dan sebagainya dianggap sebagai output Jasa perseorangan
yang dikonsumsi rumah tangga.
Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup pengeluaran
Pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk konsumsi kecuali yang
sifatnya pembentukan modal, termasuk pengeluaran untuk kepentingan
angkatan bersenjata.
Pembentukan modal tetap mencakup semua pembelian barang baru
oleh semua sektor produksi, termasuk pembelian barang bekas dari luar
negeri. Pembentukan modal tetap meliputi : (1) pembelian barang modal
yang umurnya melebihi satu tahun, (2) pengeluaran untuk perbaikan
barang modal yang sifatnya meningkatkan produktivitas atau
memperpanjang umur. (3) pengeluaran untuk perbaikan tanah, (4)
pembinaan dan perluasan hutan dan tambang, (5) penanaman tanaman
tahunan, (6) pembelian ternak untuk pemblakan, produksi susu dan
pengangkutan, dan (7) margin perdagangan dan biaya pengangkutan.
Perubahan stok merupakan nilai persediaan akhir dikurangi
persediaan awal tahun. yang dapat dirinci sebagai berikut :
2. Perubahan stok barang jadi dan setengah jadi yang disimpan
produsen termasuk perubahan jumlah ternak dan unggas, dan
barang-barang strategic yang disimpan pemerintah;
3. Perubahan stok dari bahan mentah dan bahan baku yang belum
digunakan oleh produsen; dan
4. Perubahan blok di sektor perdagangan yang terdiri dari barang-
barang yang belum terjual pada para pedagang besar dan pengecer.

61
Ekspor dan impor meliputi transaksi barang dan jasa dengan luar
negeri. Transaksi ini mencakup barang, biaya Pengangkutan, perhubungan,
asuransi dan lain-lain. Transaksi ekspor dicatat dalam harga f.o.b. (free or
board) sehingga mencakup biaya angkut domestik, pajak ekspor, biaya
muat, tanpa memandang siapa yang menanggungnya impor dinilai menurut
harga landed cost yang terdiri dari nilai c.i.f. (cost insurance freight)
ditambah bea masuk dan pajak-pajak lain. Kalau yang menerima biaya
angkutan dan asuransi adalah perusahaan domestik, maka dianggap
sebagai ekspor jasa.
Input primer adalah faktor-faktor produksi yang secara langsung
terlibat dalam aktifitas produksi, input primer ini terdiri dari: (1) upah/gaji,
(2) surplus usaha, (3) penyusutan dan (4) pajak tak langsung.
Upah dan gaji adalah pembayaran kepada buruh dan pegawai
bukan pekerja keluarga yang tidak dibayar. atas partisipasi mereka dalam
kegiatan produksi.. Pembayaran tersebut dapat berupa uang atau barang.
penilaian upah dan gaji berupa uang dan barang didasarkan atas harga
pasar.
Surplus usaha meliputi sewa tanah, bunga atas modal dan
keuntungan. Penyusutan merupakan perkiraan susutnya barang modal tetap
yang dipakai dalam proses produksi. Penyusutan barang modal yang
disewa dimasukkan ke dalam sektor yang menyewakannya.
Pajak tak langsung neto merupakan selisih antara pajak tak
langsung dengan subsidi. Pajak tak langsung dipungut atas barang dan jasa
yang diproduksi dan dijual, misalnya bea masuk, pajak ekspor, iuran
perizinan, pajak penjualan. Pajak hiburan, cukai dan sebagainya. Pada
prinsipnya dalam penyusutan tabel 1-0. Pajak tan langsung dimasukkan ke
sektor yang membayarnya. Subsidi merupakan bantuan pemerintah untuk
menambah pendapatan produsen yang sedang berjalan. Subsidi akan
menurunkan harga jual sehingga dapat dianggap sebagai pajak tak
langsung negatif.

62
a. Koefisien Input.
Koefisien input atau koefisien teknologi dalam tabel input-
output diperoleh dari perbandingan antara output sektor yang digunakan
dalam sektor j. atau (X) dengan input total sektor j, (Xj)
Apabila koefisien input itu = aij . maka :
X ij
aij =
Xj

Dengan koefisien input tersebut dapat disusun strike sebagai


berikut :
a11 x 1 + a12x2 + .................. + ainxn + y1 = x1
a21 x 1 + a22x2 + .................. + a2nxn + y2 = x2
an1 x 1 + an2x2 + .................. + annxn + yn = xn
atau

 a 11 ................ a 1n   x1   y1   x1 
a ................ a  x  y   
 21 2n   2  +  2  =  x2 
a n1 ................ a nn   y n   y n   X n 
A X Y X

AX + Y = X  Y = X - AX  Y = (1 - A)X
di nana (I - A) disebut matriks Leontief.
Bentuk matriks Leontief selengkapnya adalah sebagai berikut :

 1 - a 11  .................................... a 1n 
(I - A) = 
 - a n1 .................................... (1 - a nn ) 

Selanjutnya dari persamaan Y = (I - A)X, didapatkan X = (I A)


Y; di nana (I - A) merupakan matriks kebalikan Leontief. Peranan
matriks kebalikan dalam tabel input output merupakan alat yang
fundamental untuk analisis ekonomi karena saling berkaitan dengan
tingkat permintaan akhir terhadap tingkat produksi. Analisis yang akan

63
diuraikan adalah : (1) Keterkaitan Langsung ke Depan (direct forward
linkage); (2) keterkaitan Langsung ke Belakang (direct backward
linkage); (3) keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan; (4)
keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang; (5) Koefisien
Penyebaran (Coefficient "T Dispersion); (6) Kepekaan Penyebaran
(sensitivity of dispersion); (6) Kepekaan Penyebaran (income
multiplier), (7) Pengganda Pendapatan, (8) Pengganda Tenaga Kerja
(Employment Multiplier); dan (9) Pengganda output (Output
Multiplier).

b. Keterkaitan Langsung Ke Depan


Keterkaitan Langsung ke Depan menunjukkan akibat suatu
sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang penggunaan sebagian output
tersebut secara langsung pe unit kenaikan permintaan total. Untuk
mengetahui besarnya Keterkaitan Langsung ke Depan, digunakan rumus
sebagai berikut :
n

 X ij n

a
j  1
F1 = F1   ij
xi j  1

Fi = Keterkaitan Langsung ke Depan (direct forward linkage)


Xij = Banyaknya, output sektor I yang digunakan oleh sektor j
Xi = Total output sektor i (antara dan akhir)
aij = unsur roatriks koefieien teknis

c. Keterkaitan Langsung Ke Belakang

Keterkaitan Langsung ke Belakang menunjukkan akibat dari


suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input
antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan

64
permintaan total. Untuk mengetahui besarnya Keterkaitan Langsung ke
Belakang suatu sektor, maka digunakan rumus sebagai berikut :
n

 X ij n

a
j  1
Bj =   ij
xj j  1

Dimana :
Bj = Keterkaitan Langsung ke Belakang
Xij = Banyaknya input sektor j
Xj = Total input sektor j
aij = Unsur matriks koefisien teknis

d. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Depan.


Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke depan
merupakan alat untuk mengukur akibat dari suatu sektor tertentu
terhadap sektor-sektor yang menyediakan output bagi sektor tersebut
baik secara langsung maupun tak langsung per unit kenaikan
permintaan total. Untuk mengukur besarnya keterkaitan Langsung dan
Tidak Langsung ke Depan digunakan rumus sebagai berikut (Langham
dan Retzlaff, 1982) :
n
FLTL1 c
j  1
ij

dimana :
FLTLA = Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan
Cjj = Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka

65
e. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Belakang
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang
menyatakan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor
yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara
langsung maupun tak langsung per unit kenaikan permintaan total.
Untuk mengukur besarnya keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung
ke Belakang digunakan rumus sebagai berikut (Langham dan Retzlaff,
1982) :
n
BLTL j c
i  1
ij

Dimana :
BLTLj = Keterkaitan Langsung dan Tidak, Langsung ke Belakang

f. Koefisien Penyebaran (Coefficient of Dispersion)


Analisis ini menunjukkan koefisien kaitan yang memberi-kan
gambaran tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit
Permintaan akhir untuk semua sektor di dalam suatu Perekonomian.
Koefisien Penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak
langsung ke belakang yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan
jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontief (Rasmussen, 1956
dan Bulmer-Thomas, l982). Secara matematik dapat ditulis dalam
bentuk rumus sebagai berikut :
n
n c ij
Bd  n
i  1
n

 
i 1 j 1
c ij

Dimana :
Bd = Koefisien penyebaran.
Cij = Unsur matriks kebalikan Leontie

66
g. Kepekaan Penyebaran (Sensitivity of Dispersion)
Kepekaan Penyebaran ini memberikan gambaran tentang
pengaruh yang timbul oleh satu unit permintaan akhir terhadap semua
sektor di dalam perekonomian. Kepekaan Penyebaran merupakan
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung he depart yang
dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien
matriks kebalikan Leontief (Rasmussen, 1956 dan Bulmer-Thomas,
1962). Secara matematik analisis ini dapat dinyatakan sebagai berikut :
n
n c
j  1
ij

Fd  n n

 
i 1 j 1
c ij

Dimana :
Fd = Kepekaan penyebaran
Apabila nilai lndeks Bd dari sektor 1 > 1, hal ini menunjukkan
bahwa sektor tersebut memperoleh pengaruh dari sektor lainnya juga
tinggi. Dengan perkataan lain, sektor tersebut peka terhadap pengaruh
sektor lain. Sebaliknya apabila indeks Fd dari sektor j > 1. berarti
pengaruh sektor tersebut terhadap sektor lainnya juga tinggi (Bulmer-
Thomas. 1982).

2. Pengganda Pendapatan
Menurut Miller dan Blair (1985) terdapat 4 jenis pengganda
pendapatan, yaitu: (1) pengganda pendapatan sederhana; (2) pengganda
pendapatan total (3) pengganda pendapatan tipe I; dan (4) pengganda
pendapatan tipe II.

67
a. Pengganda Pendapatan Sederhana dan Total
Pengganda pendapatan sederhana (MS) merupakan
penjumlahan pengaruh langsung dan tidak langsung. Secara matematik
dapat dirumuskan sebagai berikut :
n
MSj = 
i  1
a n  1 . i . C ij

Dimana :
MS = Pengganda Pendapatan Sederhana sektor ke j
Cij = Unsur matriks kebalikan Leontief = (I - A) -1
an + 1.i = Koefisien input gaji/upah rumah tangga Pengganda
pendapatan total.(MT) merupakan penjumlahan antara
pengaruh langsung ditambah pengaruh tidak "langsung"
dan pengaruh induksi/imbalan (induct).
Selanjutnya untuk menghitung pengganda pendapatan total.
terlebih dahulu memasukkan vektor baris upah dan gaji rumah tangga
dan vektor kolom konsumsi rumah tangga ke dalam matriks permintaan
antara sehingga terdapat matriks baru yang disebut matriks Leontief
tertutup. Setelah itu dicari matriks kebalikan Leontief tersebut yaitu (I-
D). Secara matematik pengganda pendapatan total dapat dirumuskan
sebagai berikut :
n  1
MTj = 
i  1
a n  1 . i . D ij

Dimana :
MTj = Pengganda Pendapatan Total sektor ke j
Dij = Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup

68
b. Pengganda Pendapatan Tipe I
Pengganda pendapatan tipe I adalah besarnya peningkatan
pendapatan pada suatu sektor akibat meningkatnya permintaan akhir
output sektor tersebut sebesar satu unit. Artinya apabila permintaan
akhir terhadap output sektor tertentu meningkat sebesar satu rupiah,
maka akan meningkatkan Pendapatan rumah tangga yang bekerja pada
sektor tersebut terbesar nilai pengganda pendapatan sektor yang
bersangkutan. Pengganda pendapatan tipe I merupakan penjumlahan
pengaruh langsung dan tidak langsung dibagi dengan pengaruh
langsung yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

Pengaruh langsung  pengaruh tidak langsung


MI =
Pengaruh langsung

Atau secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut :


n
an  1 . i . Cij
MIj = 
i  1 an  1 . j

MIj = Pengganda Pendapatan Tipe I sektor ke j


Cij = Unsur matriks kebalikan Leontief = (I - A)~
an+1,j = koefisien input gaji/upah ruinah tangga sektor j

c. Pengganda Pendapatan Tipe II


Pengganda pendapatan tipe II ini selain oenghitung pengaruh
langsung dan tidak langsung juga menghitung pengaruh induksi (
induce effects) .

Pengaruh langsung  Pengaruh tidak langsung 


Pengaruh induce
MII =
Pengaruh langsung

Atau secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut :

69
n  1
an  1 . i . Dij
MIIj = 
i  1 an  1 . j

Dimana :
MIIj = Pengganda Pendapatan Tipe II sektor ke j
D1j = Unsur matriks kebalikan Lontif tertutup
An+1.j = Koefisien input gaji/upah rumah tangga sektor j.

3. Pengganda Tenaga Kerja


Pengganda tenaga, kerja adalah besarnya kesempatan kerja
Tersedia pada sektor tersebut sebagai akibat penambahan permintaan akhir
dari sektor yang bersangkutan sebesar satu satuan rupiah.

a. Pengganda Tenaga Kerja Type I


Untuk menghitung pengganda tenaga kerja tipe I digunakan
rumus sebagai berikut :

n
w n  1 . i . Dij
MLIj = 
i 1 wn  1 . j

Li
Wn + 1 . 1 =
Xi

dimana :
MLIj = Pengganda Tenaga Kerja sektor ke j
W = Vektor baris koefisien tenaga kerja (orang/satuan rupiah)
W = (wn+1.1- wn+1.2.....wn+1.n)
Wn+1.i = koefisien tenaga kerja sektor ke i (orang/satuan rupiah)
wn + 1 .j = Koefisien tenaga kerja sektor ke j (orang/satuan rupiah)
Xi = Total output (satuan rupiah)

70
Lj = Komponen tenaga kerja sektor ke i
Cij = Unsur matriks kebalikan Leontief

b. Pengganda Tenaga Kerja Tipe II


Rumus Pengganda Tenaga Kerja Tipe II adalah sebagai berikut
:
dimana :
MLIIj = Pengganda Tenaga Kerja sektor ke j
wn+l .i = Koefisien tenaga kerja sektor ke i (orang/satuan
rupiah)
wn+1.j = Koefisien tenaga kerja sektor ke j (orang/satuan
rupiah)
Djj = Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup

c. Pengganda Output Sederhana


Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sampai berapa jauh
pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam
perekonomian suatu wilayah terhadap output sektor yang lain, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk menghitung pengganda
Output Sederhana digunakan rumus sebagai berikut :
Dimana :
MXSj = Pengganda Output Sederhana sektor j
Cij = Unsur matriks kebalikan Leontief

d. Pengganda Output Total


Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sampai berapa jauh
pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam
perekonomian suatu wilayah terhadap output sektor yang lain, baik

71
secara langsung, tidak langsung maupun induksi. Untuk menghitung
Pengganda Output Total digunakan rumus sebagai berikut :

n  1
MXTj = 
i  1
D ij

Dimana :
WXTj = Pengganda Output Total sektor j
Dij = Unsur matriks kebalikan Leontief

Contoh

Agar lebih memudahkan pengertian tentang analisis 1-0 di atas.


maka pada bagian ini akan diberikan Contoh cara-cara penghitungan
masing-masing analisis tersebut dengan menggunakan data hipotetik.
Misalkan sistem perekonomian Indonesia dibagi menjadi 3 sektor,
yaitu sektor pertanian. industri dan jasa. Tabel transaksi barang dan
jasa antara sektor produksi tersebut disajikan pada Tabel VIII.4

e. Pengganda Pendapatan Sederhana


Tahapan-tahapan penghitungan Pengganda Pendapatan
Sederhana adalah sebagai berikut :
1. Pertama, disusun matriks A (matriks koefisien teknis) dieebut juga
matriks terbuka seperti di bawah ini :
 0,200 0,200 0,100 
A =  0,100 0,267 0,200 

 0,300 0,067 0,200 

2. Selanjutnya matriks identitas dikurangi dengan matriks tersebut di


atas = (I - A)

72
 1 0 0   0,200 0,200 0,100 
(I - A) =  0 1 0  -  0,100 0,267 0,200 
   
 0 0 1   0,300 0,067 0,200 

 0,800  0,200  0,100 


=   0,100 0,733  0,200 
 
  0,300  0,067 0,800 

3. Kemudian dicari matriks kebalikan (I - A) yang dinotasikan dengan


(I - A)-1. Hasil matriks kebalikan tersebut disajikan di bawah ini :

 1,4053 0,4086 0,2779 


(I - A) -1
=  0,3434 1,4961 0,4169 
 
 0,5557 0,2786 1,3891 

73
Tabel VIII 3
Tabel Transaksi Barang dan Jasa (Dalam puluhan milyar rupiah)

Konsumsi Permintaan
Total
Ke Permintaan antara Rumah Akhir
Output
Tangga Lainnya

Dari Pertanian Industri Jasa

Pertanian 20 30 10 30 10 100

Industri 10 40 20 30 50 150

Jasa 30 10 20 30 10 100

Gaji dan upah 20 40 30 80 30 200


Rumah
Tangga

Nilai tambah 20 30 20 30 - 100


lainnya +
Impor

Total Input 100 150 100 200 100 650

4. Matrik kebalikan di atas kemudian dikalikan dengan barfs koefisien


teknis langsung (gaji dan upah rumah tangga) sehingga akan
didapatkan perubahan pendapatan langsung dan tidak langsung.
a. Pengganda Pendapatan Sederhana sektor pertanian =

 1,4053 
 0,200 0,267 0,300  x  0,3434  
 0,5557 

74
(1,4053 x 0.200) + (0.3434 x 0,267) + (0,5557 x 0.300) =
0,53946
b. Pengganda Pendapatan sederhana sektor Industri =

 1,4088 
 0,200 0,267 0,300  x  1,4960  
 0,2786 

c. Pengganda Pendapatan Tipe I sektor jasa =

 0,2779 
 0,200 0,267 0,300  x  0,4169  
 1,3891 

(0,2779 x 0.200) + (0,4169 x 0.267) + (1,3891 x 0,300) =


0,5836

Pengganda Pendapatan Tipe I


Algoritma perhitungan pengganda pendapatan tipe I hampir
sama dengan pengganda pendapatan sederhana pengganda pendapatan
tipe I sektor merupakan perbandingan antara pengganda pendataan
sederhana dengan koefisien teknis upah dan gaji rumah tangga.
a. Pengganda Pendapatan Tipe I sektor pertanian =
(1.4053 x 0.200)  (0.3434 x 0.267)  (0.5557 x 0.300)
0,200

= 2.6973
b. Pengganda Pendapatan Tipe I sektor Industri =

75
(0,4088 x 0,200)  (1,4960 x 0.267) (0.2786 x 0.300)
0,267

= 2.1153
c. Pengganda Pendapatan tape I sektor jasa =

(0.2779 x 0.200)  (0.4169 x 0,267)  (1.3891 x 0.300)


0,300

= 1.9454
Hasil analisis pengganda pendapatan di atas menunjukkan
bahwa pengganda pendapatan tipe I sektor pertanian menduduki
peringkat tertinggi yang kemudian diikuti berturut-turut oleh sektor
industri dan jasa. Nilai pengganda pendapatan tipe 1 sektor pertanian
sebesar 2,6973 menunjukkan bahwa setiap penambahan permintaan
akhir output dari sektor Pertanian sebesar satu satuan akan
meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bekerja di sektor tersebut
sebesar 2,6973 kali.

Pengganda Pendapatan Total


Tahapan-tahapan penghitungan Pengganda Pendapatan Total
adalah sebagai berikut :
1. Dibuat matriks koefisien teknis dengan memasukkan Juga baris dan
kolom matriks rumah tangga. Matriks ini disebut matriks tertutup.
Hasilnya disajikan di bawah ini :

76
 0,200 0,200 0,100 0,150 
 0,100 0,267 0,200 0,150 
D =  
 0,300 0,067 0,200 0,150 
 
 0,200 0,267 0,300 0,400 
2. Matriks identitas dikurangi dengan matriks tertutup D

 1 0 0 0  0,200 0,200 0,100 0,150 


 0 1 0 
0  0,100 0,267 0,200 0,150 
  
 0 0 1 0  0,300 0,067 0,200 0,150 
   
 0 0 0 1  0,200 0,267 0,300 0,400 

 0,200  0,200  0,100  0,150 


  0,100 0,733  0,200  0,150 
(I - D) = 
  0,300  0,067 0,800  0,150 
 
  0,200  0,267  0,300 0,600 

3. Matriks (I - D) tersebut dicari matriks kebalikannya

 1,8934 0,9198 0,8059 0,9048 


 0,8698 2,0472 0,9865 0,9759 
(I - D)-1 = 
 1,0745 0,8218 1,9504 0,9517 
 
 1,5555 1,6285 1,6828 2,8834 

4. Perhitungan Pengganda Pendapatan Total masing-masing sektor


adalah sebagai berikut :
a. Pengganda Pendapatan Total sektor pertanian =

 1,8934 
 0,8698 
 0,200 0,267 0,300 0,400  x  
 1,0745 
 
 1,5555 
(0,200 x 1.8934) + (0.267 x 0,8698) + (0.300 x 1.-0745 +
(0.400 + 1.5555) = 1.5555

77
b. Pengganda Pendapatan Total sektor industri =

 0,9198 
 2,0472 
 0,200 0,267 0,300 0,400  x  
 0,6218 
 
 1,6285 
(0,200 x 0,9198) +,(0.267 x 2.0472) + (0.300 x 0,8218) +
(0.400 x 1.6285) = 1.6285
c. Pengganda Pendapatan Total sektor jasa =

 0,8059 
 0,9865 
 0,200 0,267 0,300 0,400  x  
 1,9504 
 
 1,6828 
(0,200 x 0.8059) + (0.267 x 0.9865) ? (0,300 + 1,9504) + (0.400
x 1.6828) = 1,6828

Pengganda Pendapatan Tipe II


Algoritma perhitungan pengganda pendapatan tipe II hampir
sama dengan pengganda total. Pengganda Pendapatan tipe II sektor j
merupakan perbandingan antara perubahan pendapatan langsung, tidak
langsung dan induksi dengan koefisien teknis rumah tangga setter
tersebut. Atau pengganda pendapatan tipe II adalah perbandingan
antara pengganda pendapatan total dengan koefisien teknis rumah
tangga.
a. Pengganda Pendapatan Tipe II sektor pertanian =
1.5555
 7,7775
0,200

78
b. Pengganda Pendapatan Tipe II sektor industri =
1.6285
 6,0993
0,267

c. Pengganda Pendapatan Tipe II sektor jasa =


1,6828
 5,6093
0,300

Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa pengganda


pendapatan tipe II sektor pertanian menduduki peringkat teratas diikuti
oleh sektor industri dan sektor jasa. Arti pengganda pendapatan tipe II
sektor pertanian sebesar 7.7775 adalah menunjukkan bahwa setiap
penambahan permintaan akhir output dari sektor pertanian sebesar satu
satuan rupiah akan meningkatkan pendapatan rumah tangga yang
bekerja di sektor tersebut sebesar 7,7775 kali.

Keterkaitan Langsung Ke Depan


Keterkaitan langsung ke depan sektor ke i merupakan
penjumlahan baris matriks koefisien teknis ke i. Perhatikan matriks
koefisien teknis di bawah ini :

 0,200 0,200 0,100 


A =  0,100 0,257 0,200 

 0,300 0,067 0,200 

a. Keterkaitan langsung ke depan sektor pertanian F1 = 0.200 + 0,200


+ 0,100 = 0.500

79
b. Keterkaitan langsung ke depan sektor industri F2 = 0,100 + 0,267 +
0.200 = 0,567
c. Keterkaitan langsung ke depan sektor jasa F3 = 0,300 + 0.067 +
0.200 = 0.567

Keterkaitan Langsung Ke Belakang


Keterkaitan langsung ke belakang suatu sektor ke j merupakan
penjumlahan suatu kolom ke j dalam matriks koefisien teknis.
a. Keterkaitan Langsung ke Belakang sektor pertanian
B1 = 0,200 + 0,100 + 0.300 = 0.600
b. Keterkaitan Langsung ke Belakang sektor industri
B2 = 0.200 + 0.267 + 0.067 = 0.534
c. Keterkaitan Langsung ke Belakang sektor jasa
B3 = 0.100 + 0,200 + 0,200 = 0.500

Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Depan


Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Depan sektor ke i
merupakan penjumlahan unsur-unsur baris ke i dari matriks kebalikan
Leontief terbuka. Perhatikan matriks kebalikan Leontief terbuka di
bawah ini.

 1,4053 0,4088 0,2779 


(I - A) -1 =  0,3434 1,4961 0,4169 
 0,5557 0,2786 1,3891 

a. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Depan Sektor


Pertanian :

80
KLTLD1 = 1,4053 + 0,4088 + 0,2779 = 2,0920
b. Keterkaitan Langsung dan tidak Langsung Ke Depan Sektor
Industri:
KLTLD2 = 0,3434 + 1,4961 + 0,4169 = 2,2564
c. Keterkaitan Langsung dan tidak Langsung Ke Depan Sektor Jasa:
KLTLD3 = 0,5557 + 0,2786 + 1,3891 = 2,2234

Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Belakang


Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang sektor
ke j merupakan penjumlahan unsur-unsur kolom ke j dari matriks
kebalikan Leontief terbuka.
a. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Belakang Sektor
Pertanian :
KLTLB1 = 1,4053 + 0.34,34 + 0,5557 = 2,3044
b. Keterkaitan Langsung dan tidak Langsung Ke Belakang Sektor
Industri :
KLTLB2 = 0,4088 + 1,4961 + 0,2786 = 2,1835
c. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Belakang Sektor
Jasa :
KLTLB3 = 0,2779 + 0.4169 + 1,3891 = 2,0839

Kepekaan Penyebaran
Kepekaan penyebaran sektor ke i merupakan penormalan
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Depan sektor ke i

81
dengan jumlah sektor dan Jumlah seluruh unsur koefisien matriks
kebalikan Leontief terbuka.
a. Kepekaan Penyebaran sektor pertanian :
3 (1,4053  0.4088  0,2779)
Fd1 =
(1.4053  0.4088  0,2779 
0.3434  1,4961  0.4169 
0,5557  0,2786  1.3891)

= 0.9550
b. Kepekaan Penyebaran sektor industri

3 (0,3434  1,4961  0.4169)


Fd2 =
(1,4053  0,4088  0,2779 
0,3434  1,4961  0.4169 
0.5557  0,2786  1.3891)

= 1,8390
c. Kepekaan Penyebaran sektor jasa :
3 (0.5557  0,2786  1.3891)
Fd3 =
(1.4053  0.4088  0.2779  0.3434  1.4961 
0.4169  0,5557  0.2786  1.3891)

= 1,0150

Koefisien Penyebaran
Kepekaan penyebaran sektor ke merupakan penormalan
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Belakang sektor ke i
dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh unsur koefisien matriks
kebalikan Leontief terbuka.
a. Koefisien Penyebaran sektor pertanian :

82
3 (1,4053  0.3434  0.5557)
BLTL1 =
(1,4053  0.4088  0.2779  0.3434  1.4961  0,4169
 0,5557  0.2786  1.3891)

= 1,0519
b. Koefisien Penyebaran sektor industri :
3 (0.4088  1.4961  0.2786)
BLTL2 =
(1,4053  0,4088  0.2779  0.3434  1.4961 
0.4169  0.5557  0.2786  1.3891)

= 0;9968
c. Koefisien Penyebaran sektor jasa :
3 (0,2779  0,4169  1.3891)
BLTL3 =
(1.4053  0,4083  0,2779  0,3434  1,4961 
0.4169  0.5557  0,2786  1.3891)

= 0.9513

1. Pengganda Tenaga Kerja


Untuk menghitung pengganda tenaga kerja masih diperlukan data
tambahan, yaitu data jumlah tenaga kerja per sektor. Langkah pertama
adalah menghitung koefisien tenaga kerja, yang merupakan perbandingan
antara jualah tenaga kerja sektor i dengan total output sektor 1. Pada Tabel
VIII.5 disajikan data total output, jumlah tenaga kerja dan koefisien tenaga
kerja per sektor.
Selanjutnya perhitungan untuk setiap jenis pengganda tenaga kerja
adalah sebagai berikut :

83
Tabel VIII. 4
Total Output. Jumlah Tenaga Kerja dan Koefisien
Tenaga Kerja per Sektor

Total Jumlah Tenaga Koefisien


Output Kerja Tenaga Kerja
Sektor (milyar
(jutaan org) (org/juta Rp)
Rp)
Li wn+1.i = Li/Xi
X1

1. Pertanian 100 33 330

2. Industri 150 15 100

3. Jasa 100 20 200

4. Rumah Tangga 200 5 25

a. Pengganda Tenaga Kerja Sederhana


Algoritma perhitungan pengganda tenaga kerja sederhana
hampir sama dengan pengganda pendapatan sederhana. yaitu matriks
kebalikan Leontief terbuka dikalikan dengan koefisien tenaga kerja.
b. Pengganda Tenaga Kerja Sederhana sektor pertanian adalah :
ML1 = (1.4053 x 380) + (0,3434 x 100) + (0.5557 x 200)
= 679.494
c. Pengganda Tenaga Kerja Sederhana sektor industri adalah :
ML2 = (0.403S x 3S0) + (1,4961 x 100) + (0,2786 x 200)
= 360.674
d. Pengganda Tenaga Kerja Sederhana sektor jasa adalah:
ML3 = (0.2779 x 330) + (0.4169 x 100) + (1.3391 x 200)
= 425.112

84
c. Pengganda Tenaga Kerja Tipe I
Pengganda Tenaga Kerja Tipe I sektor ke merupakan
Perbandingan antara Pengganda Tenaga Kerja Sederhana sektor ke j
dengan Koefisien Tenaga Kerja sektor ke i.
a. Pengganda Tenaga Kerja Tipe I sektor pertanian adalah :
679.494
MLI1 = = 1,788
100
b. Pengganda Tenaga Kerja Tipe I sektor industri adalah:
360.674
MLI2 = = 3,601
100
c. Pengganda Tenaga Kerja Tipe I sektor industri adalah:
425.112
MLI3 = = 2,126
200

d. Pengganda Tenaga Kerja Total


Pengganda Tenaga Kerja Total merupakan penggandaan antara
unsur matriks kebalikan Leontief tertutup dengan koefisien tenaga
kerjanya, yaitu sebagai berikut :
a. Pengganda Tenaga Kerja Total sektor pertanian adalah :
MLX = (1.8934 x 380) + (0.6698x 100) + (1.0745 x 200)
+ (1,5555 x 25)
= 1060,2595
b. Pengganda Tenaga Kerja Total sektor industri adalah:
ML2 = (0.9193 x 380) + (2.0472 x 100) + (0.821S x 200)
+ (1,6285 x 25)
= 759,3165
c. Pengganda Tenaga Kerja Total sektor jasa adalah :

85
ML3 = (0,8059 x 380) + (0,9865 x 100) +71.9504 x 200)
+ (1.6328 x 25)
= 837.0420

e. Pengganda Tenaga Kerja Tipe II


Pengganda Tenaga Kerja Tipe II merupakan perbandingan
antara Pengganda Kerja Total dengan koefisien tenaga kerjanya.
a. Pengganda Tenaga Kerja Tipe II sektor pertanian adalah :
1060,2595
MLII1 = = 2,7902
380
b. Pengganda Tenaga Kerja Tipe II sektor industri adalah:

1060,2595
MLII2 = = 7.5932
100
c. Pengganda Tenaga Kerja Tipe II sektor jasa adalah :

837.0420
MLII3 = = 4,1852
100

4. Pengganda Output
a. Pengganda Output Sederhana
Untuk menghitung Pengganda Output Sederhana, kita
perhatikan matriks kebalikan Leontief terbuka. Pengganda Output
Sederhana sektor j adalah penjumlahan kolom ke dalam matriks
kebalikan Leontief terbuka.
a. Pengganda Output Sederhana Sektor Pertanian :
KXS1 = 1.4053 + 0,3434 + 0.5557 = 2.3044-

86
b. Pengganda Output Sederhana Sektor Industri :
KXS2 = 0,4038 + 1,4961 + 0.2786 = 2.1835
c. Pengganda Output Sederhana Sektor Jasa :
MXS3 = 0.2779 + 0,4169 + 1.3891 = 2.0839

b. Pengganda Output Total


Pengganda Output Total sektor j merupakan penjumlahan
kolom ke j matriks kebalikan Leontief tertutup.
a. Pengganda Output Total Sektor Pertanian :
WXTj = 1,3934 + 0.8698 + 1,0745 + 1,5555 = 5.3932
b. b. Pengganda Output Total Sektor Industri :
KXT2 = 0,9193 + 2,0472 + 0,8218 + 1,6285 = 5,4173
c. Pengganda Output Total Sektor Jasa :
MXT3 = 0.8059 +0,9365 + 1,9504 + 1,6828 = 5.4256

5. Teknik Non-Survei untuk Membangun Tabel 1-0 Wilayah

Keterbatasan biaya, waktu dan kemampuan teknik yang dipunyai


badan perencana pembangunan daerah menyebabkan mereka belum dapat
membangun Tabel 1-0 wilayah dengan survei langsung. Oleh karena itu
perlu dikembangkan suatu teknik non-survei untuk menyusun Tabel 1-0
wilayah (propinsi atau kabupaten) dari Tabel 1-0 Nasional. Beberapa
teknik non-survei dan survei minimal yaitu :
1. Metoda Penyesuaian Khusus
2. Metoda Agregasi dan Pembobotan Wilayah
3. Metoda Kuosien Lokasi dan keseimbangan Komoditi
4. Metoda Pendugaan Impor Langsung

87
Dalam sub-bab ini hanya akan dibahas Metoda Kuosien Lokasi dan
keseimbangan Komoditi saja. Metoda ini terdiri dari beberapa jenis yaitu :
1. Metoda Kuosien Lokasi Sederhana (KLS)
2. Metoda Kuosien Lokasi yang Dibeli Saja (KLDS)
3. Metoda Kuosien Industri-Silang (KIS)
4. Metoda Gabungan Penawaran-Permintaan (GPP)
5. Metoda Modifikasi GPP
Penentuan metoda nana yang paling cocok untuk digunakan di
Indonesia yaitu dengan menggunakan pengujian statistik. Cara
pengujianhya adalah kita membandingkan antara koefisien teknik.
Multiplier Tipe I dan II dari Tabel 1-0 Wilayah yang disurvei langsung
(aktual) dengan koefisien teknik. Multiplier Tipe I dan II dari Tabel 1-0
Wilayah yang diturunkan dari Tabel 1-0 Nasional. Pembahasan masing-
masing metoda akan diuraikan di bawah ini.
Sebelum membahas lebih lanjut tentang pembuatan tabel 1-0
wilayah yang diturunkan dari tabel 1-0 nasional ada baiknya diperkenalkan
terlebih dahulu tentang koefisien wilayah.
Pertama, adalah koefisien teknis wilayah (KTW) yang dinotasikan
sebagai aijw yang dirumuskan sebagai berikut :
dimana =
xijw = Arus barang (rupiah) sektor i yang diproduksi di
seluruh wilayah ke sektor j di wilayah w.
XJ = Total input sektor j di wilayah w
KTW ini hanya mencerminkan segi produksi saja. tetapi tidak
mencerminkan bahwa didalam memproduksi tersebut berapa input yang
digunakan dari wilayah tersebut dan berapa yang di lapor. Dalam
menjawab pertanyaan tersebut, maka ada jenis koefisien wilayah kedua

88
yang disebut koefisien input wilayah (KIW). KIW yang dinotasikan
dengan aijww dirumuskan sebagai berikut :

ww
ww x ij
aij = w
xj

dimana :
xijww = Arus barang (rupiah) dari sektor i di wilayah w ke
sektor j di wilayah w.

a. Metoda Kuosien Lokasi Sederhana (KLS)


Kuosien Lokasi atau Location Quotient (LQ) merupakan
perbandingan antara pangsa relatif sektor i terhadap output wilayah
dengan pangsa relatif sektor i terhadap output nasional. Hal ini secara
matematik dapat dirumuskan sebagai berikut :
ww
x ij
LQi = w
xj

dimana :
Xiw = Output sektor i pada tingkat wilayah
Xw = Total output wilayah
Xi = Output sektor i pada tingkat naeional
X = Total output nasional
Bila LQ1 maka diasumsikan bahwa produksi sektor i di wilayah
dapat memenuhi permintaan wilayah, sehingga koefisien teknik
nasional (aij) sama dengan koefisien input wilayah (aijww)
Dimana :
aij = xij / xj dan aijww = xijww / Xjw

89
Bila LQi < 1 maka diasumsikan bahwa produksi sektor i pada ,
tingkat wilayah tidak dapat memenuhi permintaan. Wilayah. Dalam
keadaan ini koefisien input wilayah (aijww) : dapat diduga dengan
menggandakan LQ1 dengan aij. Masalah yang dihadapi metode KLS ini
adalah seringkali nilai total output sektor ke i wilayah dugaan lebih
besar dari nilai total output sektor ke i wilayah yang sebenarnya. Bila
terjadi rial tersebut. maka koefisien input hasil analisis metoda ini
diperlukan suatu penyesuaian.
Nilai total output sektor ke i wilayah dugaan dapat dihitung dari
nilai total output wilayah yang sebenarnya dengan cara sebagai berikut
:
n n

    if
w w
Xi = aij ww X j ww
yf w
j1 f 1

Dimana :
Xiw = Total output sektor i wilayah dugaan
aijww = Koefisien teknis wilayah
yfw = Total permintaan akhir wilayah dari permintaan
akhir sektor f.
eifww = Koefisien permintaan akhir wilayah dugaan dari
permintaan akhir sektor f dari industri ke i
Pendugaan nilai koefisien aifww sama dengan pendugaan nilai
koefisien aijww. Dengan menggunakan dari tabel 1-0 nasional dan nilai
koesien lokasi maka diperoleh nilai eifww, yaitu sebagai berikut :
if LQ1 Jika LQi : 1
Eifww =
if Jika LQi  1

Dimana :
Yif
eif =
Yf

90
Yif = Output industri i yang dijual ke permintaan akhir f
pada tabel I-O nasional.
Yf = Total permintaan akhir sektor f pada tabel 1-0
nasional

Langkah selanjutnya dalam prosedur penyesuaian adalah


menghitung rasio antara output sektor i wilayah dugaan dengan nilai
sebenarnya yang dinotasikan dengan Zi, yaitu :
w
X i
zi = w
Xi

Dengan diperolehnya nilai Z maka dapat dilakukan penyesuaian


nilai koefisien teknis wilayah, yaitu sebagai berikut :
(1/ Zi) Jika Zi  1
ww
if
Aijww = ij

if ij
ww
Jika Zi  1

dimana :
aijww = Koefisien input wilayah yang sudah disesuaikan

b. Metoda Kuosien Lokasi yang Dibeli Saja (KLDS)


Metoda KLS banyak mendapatkan kritikan. Metoda KLS akan
memuaskan jika kebutuhan industri lokal untuk output relatif kepada
kebutuhan industri nasional untuk i sama dengan ratio antara total
output wilayah terhadap total output nasional. Charles Tiebout
kemudian memodifikasi dan mengembangkan metode KLS, yang
disebut dengan metode Kuosien Lokasi yang Dibeli Saja (KLDS).
KLDS merupakan perbandingan antara pangsa relatif sektor i terhadap
output sektor-sektor yang membeli sektor i ditingkat wilayah dengan
pangsa relatif sektor i terhadap output sektor-sektor yang membeli

91
sektor i ditingkat nasional. Hal itu secara matematik dapat dirumuskan
sebagai berikut :
w
X i / X wm
LQ1 =
Xi / Xm

dimana :
Xwn = output sektor-sektor yang membeli dari sektor i
pada tingkat wilayah.
Xm = output sektor-sektor yang membeli dari sektor i
pada tingkat nasional.
Perhitungan untuk mencari koefisien teknik wilayah sama dengan
metode KLS. Metode KLDS telah dipergunakan dengan baik oleh
CONSAD Corporation.

c. Metode Kuosien Industri-Silang (KIS)


KIS atau Cross-Industry Quotient (CIQ) dapat dldefinisikan
sebagai :

Xiw / Xi
CIQij =
Xjw / Xj

dimana i adalah sektor penjual dan j adalah sektor pembeli.

Bila CIQij - 1, maka untuk eel ij, aijw = aij. Karena output
sektor i lebih besar dari sektor j pada wilayah tersebut dibandingkan
dengan tingkat nasional. Dalam hal ini diasumsikan bahwa sektor i
dapat memenuhi permintaan sektor j.
Jika CIQij < 1, maka untuk sel ij, ijW = aij - CIQij. Dalam hal ini
koefisien teknik wilayah menjadi koefisien distribusi nasional untuk
sektor i yang diboboti dengan ukuran output industri penjual dengan
industri pembeli. Metode LQ mempunyai banyak asumsi yang tidak

92
realistik seperti : kesamaan fungsi konsumsi, teknik produksi dan
industri campuran antara wilayah dengan nasional.
Kelompok metode non-survei lainnya adalah metode
keseimbangan perdagangan antar sektor. Jenis metode yang akan
diuraikan dalam sub-bab ini, yaitu :
(1) Metode Gabungan Penawaran-Permintaan (GPP); dan
(2) Metode Kodifikasi GPP

6. Metode Gabungan Penawaran Permintaan (GPP)


Metode ini menyatakan bahwa bila terjadi surplus dalam
keseimbangan komoditi, maka impor diasumsikan nol. Ekspor
diasumsikan sama dengan surplus, dan koefisien 1-0 Wilayah sama dengan
koefisien 1-0 Nasional. Bila keseimbangan komoditi menunjukkan defisit,
maka ekspor dianggap nol. Sehingga koefisien 1-0 wilayah dihitung
sebagai berikut :
Xiw
Aijww = aij .
D1w
dimana Diw menunjukkan total permintaan wilayah (untuk input dan
permintaan akhir) untuk produk i.

a. Modifikasi Metode GPP


Kokat (1966) menyarankan untuk memodifikasi metode GPP
untuk kasus dimana permintaan akhir wilayah diketahui. Metode GPP
tidak berubah bila keseimbangan komoditi positif I surplus).
Modifikasi dilakukan bila keseimbangan komoditi bersifat negatif.
Impor diasumsikan sebagai input dan tidak sebagai permintaan akhir.
F1 wilayah dihitung sebagai berikut :

Xijw = Xjw . aij


 Xiw  Yiw
Diw  Yiw
Dimana Y1w sama dengan permintaan akhir wilayah untuk sektor i.

93
Contoh
Dalam sub-bab ini akan diberikan Contoh pembuatan Tabel 1-0
wilayah yang diturunkan dari Tabel 1-0 nasional dengan menggunakan
metode KLS. Tabel 1-0 nasional yang digunakan adalah seperti yang
disajlkan pada Tabel VIII.4. Misalkan akan dibuat Tabel 1-0 wilayah
propinsi Jawa Barat.
Diketahui bahwa output masing-masing sektor wilayah tersebut adalah
sebagai berikut (data hipotetik) :
1. Output sektor pertanian = Rp 22.440.000.000.-
2. Output sektor industri = Rp 14.700.000.000.-
3. Output sektor jasa = Rp 62.860.000.000,-
–––––––––––––––––––
Total output = Rp 100.000.000.000,-
Tahapan-tahapan penghitungan pembuatan Tabel I-0 wilayah
adalah sebagai berikut :

b. Penghitungan Nilai LQ
a. LQ sektor pertanian (LQ1) =
22.440.000.000/100.000.000.000
= 1.4586
1.000.000.000.000/6.500.000.000.000
b. LQ sektor industri (LQ2) =
14.700.000.000/100.000.000.000
= 0.637
1.500.000.000.000/6.500.000.000.000
c. LQ sektor jasa (LQ3) =
62.860.000.000/100.000.000.000
= 4.0359
1.000.000.000.000/6.500.000.000.000

94
c. Perhitungan Koefisien 1-0 wilayah
a. Koefisien sektor pertanian
Nilai LQ sektor pertanian adalah lebih besar dari satu. Oleh karena
itu koefisien 1-0 wilayah sama dengan koefisien 1-0 nasional,
sehingga koefisiennya adalah sebagai berikut :
a11ww = a11 = 0,200
a12ww = a12 = 0,200
a13ww = a13 = 0,100
b. Koefisien 1-0 wilayah sektor industri
Dari perhitungan di atas ternyata bahwa nilai LQ sektor industri
lebih kecil dari satu. Oleh karena itu koefisien 1-0 wilayah sama
dengan koefisien 1-0 nasional dikalikan dengan nilai LQ2. Nilai
koefisien wilayah untuk sektor industri tersebut adalah sebagai
berikut :
a21ww = LQ2 . a12 = 0,637 x 0,100 = 0,064
a22ww = LQ2 . a22 = 0.637 x 0.267 = 0,170
a23ww = LQ2 . a23 = 0,637 x 0,200 = 0.127
c. Koefisien 1-0 wilayah sektor jasa
Nilai LQ sektor jasa (LQ3) lebih besar dari satu. Hal ini berarti
bahwa koefisien 1-0 wilayah sama dengan koefisien 1-0 nasional.
Koefisien wilayah sektor jasa adalah sebagai berikut :
a31ww = a31 = 0.300
a32ww,"" = a32 = 0,067
a33ww = a33 = 0,200

95
Selanjutnya penyesuaian nilai koefisien wilayah tersebut
dilakukan seperti metode yang telah diuraikan di atas.

96
BAB 9
PROGRAM LINIER

1. Pendahuluan

Program linier merupakan kelompok analisis kuantitatif yang


termasuk dalam riset operasi (operation research) yang memakai model
matematika. Program linier dikembangkan oleh George B. Dantzig pada
tahun 1947. Tujuan penggunaan program linier ini adalah untuk
menemukan beberapa kombinasi alternatif pemecahan masalah. Kemudian
dipilih kombinasi yang terbaik. dalam rangka menyusun strategi alokasi
sumberdaya yang terbatas untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara
optimal. Alokasi optimal adalah memaksimumkan atau meminimumkan
tujuan dengan adanya kendala.
Ada enam tahap atau langkah dasar dalam rangka pemecahan
masalah dengan memakai program linier sebagai teknik riset operasi,
yaitu :
a. Identifikasi masalah
b. Pengembangan alternatif penyelesaian
c. Penyusunan model
d. Analisis model
e. Pengesahan model
f. Implementasi hasil

a. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah mencakup kegiatan : (1) pengamatan
terhadap fenomena sekitar masalah. yaitu mengamati fakta. pendapat,

97
dan gejala sekitar masalah: dan (2) penentuan dan perumusan tujuan
yang jelas dari permasalahan yang dihadapi.

b. Pengembangan Alternatif Penyelesaian


Kegiatan pengembangan alternatif penyelesaian merupakan
kegiatan memformulasikan atau perumusan hipotesis, yang berupa
kegiatan analisis data yang berkenaan dengan penentuan asumsi-asumsi,
kendala-kendala, peubah-peubah dan faktor-faktor lain yang dibutuhkan
dalam model. Data ini sesungguhnya member kemungkinan untuk
mengajukan beberapa pilihan model yang cocok untuk penyelesaian
permasalahan yang dihadapi.

c. Penyusunan Model
Setelah dilakukan pilihan terhadap berbagai alternatif
Pemecahan masalah, kegiatan selanjutnya adalah penyusunan model.
Kegiatan ini mencakup : (1) merumuskan segala macam faktor yang
terkait dalam model yang bersangkutan secara simbolik ke dalam model
matematika; (2) menentukan peubah-peubah beserta kaitan-kaitannya
satu sama lain; can (3) menetapkan fungsi tujuan dan kendala-
kendalanya dengan nilai d«n parameter yang Jelas.

d. Analisis Model
Kegiatan analisis model terdiri dari tiga hal penting, yaitu (1)
melakukan analisis terhadap model yang telah disusun dan dipilih
tersebut; (2) memilih hasil-hasil yang optimal; dan (3) melakukan
analisis kepekaan (sensitivity analisis)
Ada dua macam prosedur untuk mendapatkan hasil yang optimal
dari suatu model, yaitu : (1) cara analitik, yaitu dengan penggunaan
deduksi matematika; dan (2) cara numerik. yang berkenaan dengan
penggunaan komputer.

98
e. Pengesahan Model
Analisis pengesahan model menyangkut penilaian terhadap
model tersebut dengan cara menterjemahkan ke dalam bentuk yang
mudah dimengerti dan dapat dilaksanakan oleh pengambil keputusan
(Wagner, 1975; Hillier dan Lieberman.19S0; Nasendi dan Anwar. 1985;
dan Siagian, 19.37).
Ada lima syarat yang harus dipenuhi agar dapat menyusun dan
merumuskan suatu persoalan atau permasalahan dalam Program linier,
yaitu :
1) Tujuan
Harus ada tujuan dari pemecahan permasalahan yang
dihadapi. Tujuan ini merupakan pencerminan dari apa yang
diinginkan. Tujuan yang diinginkan bersifat memaksimumkan
(sebagai contoh adalah: memaksimumkan keuntungan / penerimaan /
produksi) atau meminimumkan (sebagai contoh meminimumkan
biaya). Tujuan harus dinyatakan dengan jelas dan tegas yang disebut
fungsi tujuan.

2) Alternatif Perbandingan
Dalam memecahkan suatu permasalahan, tentunya
mempunyai beberapa alternatif pemecahannya. Dalam program linier
ini adalah mencari kombinasi terbaik yang bersifat mengoptimalkan
penggunaan sumberdaya dari beberapa alternatif pemecahan
permasalahan yang ada.

3) Sumberdaya
Sumberdaya yang dianalisis bersifat terbatas. Keterbatasan
sumberdaya ini merupakan kendala (:<>»; tr airiT} atau 6yarat ikatan
dalam mencari kombinasi terbaik dari alternatif pemecahan
permasalahan yang ada.

99
4) Perumusan Kuantitatif
Suatu persoalan agar dapat dianalisis dengan menggunakan
program linier maka fungsi tujuan dan kendala tersebut harus dapat
dirumuskan ke dalam model matematika. Model matematika atau
model simbolik adalah penyederhanaan keadaan dunia nyata yang
dinyatakan dengan 6imbol-simbol matematika.

5) Keterkaitan Peubah
Peubah-peubah fungsi tujuan dan kendala-kendala harus
memiliki hubungan fungsional atau hubungan keterkaitan Apabila
tidak terdapat keterkaitan antara peubah-peubah yang ada, maka
persoalan tersebut tidak dapat diselesaikan. dengan program linier
dengan memuaskan.

f. Model Baku

Seperti yang telah diuraikan pada sub-bab terdahulu bahwa ada.


3 unsur yang harus dipenuhi oleh permasalahan program linier agar
dapat dirumuskan secara matematis, yaitu : (1) adanya fungsi tujuan;
(2) adanya kendala fungsional; dan (3) bahwa nilai peubah keputusan
harus positif atau disebut dengan syarat non-negatif.
Model baku program linier secara matematis dapat dirumuskan
sebagai berikut :
a. Fungsi Tujuan :
Optimumkan (Maksimumkan atau Minimumkan) :
n
E
Z= Cj Xj, untuk J = 1, 2, ......... n
j 1
b. Kendala (syarat ikatan) :
n
E
aijXj, ≤ atau  b1 untuk i = 1, 2, .......... n
j 1

100
c. Syarat Non-negatif
Xj ≥ 0
Dimana :
Cj = Koefisien peubah pengambilan keputusan
Xj = Peubah pengambilan keputusan
aij = Koefisien teknologi peubah pengambilan keputusan
dalam kendala ke-i
b1 = Sumberdaya yang ada atau nilai sebelah kanan
(right hand side) kendala ke-i
Ada beberapa asumsi dasar yang harus dipenuhi oleh model
program linier ini. .Asumsi-asumsi -tersebut adalah :
a. Linieritas. Asumsi ini menyatakan bahwa hubungan antar input dan
output bersifat linier.
b. Proporsionalitas. Asumsi ini menyatakan bahwa perubahan peubah
pengambilan keputusan (Xj) akan "menyebar dengan proporsi yang
sama terhadap fungsi tujuan (CjXj) dan kendalanya (aijXj).
c. Aditivitas. Asumsi ini menyatakan bahwa dampak total dari
parameter optimasi merupakan penjumlahan dari dampak masing-
masing Cj dalam model program linier tertentu.
d. Divisibilitas. Asumsi ini berarti bahwa nilai peubah pengambilan
keputusan dapat berupa bilangan cacah maupun pecahan.
e. Deterministik. Asumsi ini berarti bahwa semua parameter dalam
model program linier adalah tetap dan ditentukan secara pasti.

g. Metoda Analisis

Ada dua metoda analisis permasalahan program linier, yaitu :


(1) metoda grafik; dan (2) metoda simpleks. Untuk lebih jelasnya,
maka di bawah ini diberikan Contoh permasalahan yang akan
dipecahkan dengan kedua metoda tersebut.

101
Penyelesaian Dengan Analisis Grafik
Contoh
PT Khabui Group adalah produsen Sepatu dan Sandal. Dalam
Produksinya diperlukan 2 jenis bahan baku yaitu kulit sapi dan
lembaran karet. Setiap kodi pasang (1 kode = dua puluh satuan) sepatu
memerlukan sebanyak 3 meter persegi dari kulit sapi dan 1 meter
persegi lembaran karet. Sedangkan setiap kodi pasang sandal
diperlukan 1 meter Persegi kulit sapi dan 2 meter persegi lembaran
karet. Persediaan kulit setiap minggu untuk kulit sapi adalah sebanyak
6 meter persegi dan lembaran karet sebanyak 6 meter Persegi.
Permasalahannya adalah : Berapa kombinasi sepatu dan sandal yang
harus diproduksi per minggu agar mendapatkan penerimaan maksimum
bila harga satu kodi pasang sepatu adalah Rp. 500.000.- dan harga satu
kodi pasang sandal adalah Rp 400.000,-
Apabila permasalahan perusahaan tersebut disusun dalam
bentuk tabel yang menunjukkan permintaan dan pengadaan.
euoberdaya. naka akan diperoleh keadaan perusahaan tersebut seperti
pada Tabel XI. 1.

102
Tabel IX.1.
Keadaan PT. Khabul Group

Harga Jual
Sumberdaya yang tersedia per lusin
( x Bp 100.000)
Kulit Sapi Lembaran
(m2) Karet (m2)
Sepatu (X) 3 1 5
Sandal (X2) 1 2 4
Jumlah Per minggu 6 6 Maksimumkan

Langkah 1. Perumusan Model Program Linier


Jika persoalan perusahaan tersebut dirumuskan dalam program
linier, maka diperoleh rumusan modelnya adalah sebagai berikut :
a. Fungsi Tujuan :
Maksimum : Z = 5 X, ? 4 Xo
b. Syarat ikatan (kendala) :
1) 3X1 + 1 X2 ≤ 6
2) 1 X1 + 2 X2 ≤ 6
c. Syarat non negatif
X1 . x2 ≥ 0

Langkah 2. Mencari Wilayah Kelayakan


Gambarkan sebuah grafik dua dimensi kemudian letakkan
produk X1 pada sumbu horizontal (absis) dan produk X2 pada sumbu
vertikal (ordinat). Kemudian gambarkan fungsi-fungsi ketldaksamaan
syarat ikatannya pada grafik dua dimensi tersebut melalui cara-cara
perhitungan sebagai berikut :

103
Kendala 1
3 X1 + 1 X2 < 6
Jika X1 = 0, maka X2 ≤ 6
X2 = 0 maka X1 ≤ X1 ≤ 2
Kendala 2
1 X1 + 2 X2 ≤ 6
6
X1 0, maka X2 ≤ --------> X1 ≤ 2
2
6
X2 0, maka X2 ≤ --------> X1 ≤ 6
1
Dari ke dua ketidaksamaan tersebut akan diperoleh wilayah kelayakan
(feasible region). Seperti yang disajikan pada Gambar 11.1. Wilayah
kelayakannya adalah bagian yang diarsir, yaitu segi empat
OABC. Wilayah kelayakan adalah tempat titik-titik kombinasi antara
X1 dan X2.

104
6

Kendala 2
1 X 1 + 2 X2 ≤ 6
4

Kendala 1
3
3 X 1 + 2 X2 ≤ 6

Wilayah
1 Kelayakan

0 X1
1 2 3 4 5 6

Gambar IX.1.
Wilayah Kelayakan dari Persoalan Program Linier
PT. Khabul Group

Langkah 3. Mencari Hasil Optimum


Hasil optimal akan terdapat pada titik ekstrim yang terdapat
pada wilayah kelayakan. Maksimisasi penerimaan akan tercapai jika
garis revenue atau leo profit (atau budget line) menyinggung titik
ekstrim wilayah kelayakan tersebut. Cara mendapatkan garis iso
revenue adalah sebagai berikut :
Z = 5 X1 + 4 X2

105
Persamaan di atas dapat juga dinyatakan sebagai berikut :
5 2
X2 = X1 +
4 4
Z Z
Bila X1 = 0, maka X2 = bila X2 = 0, maka X1 = demikian
4 5
seterusnya untuk berbagai nilai Xj, X2 dan Z. Untuk mencari garis
isorevenue, pertama-tama dapat kita misalkan nilai Z. Misalkan nilai Z
= 10, maka nilai Xj jika X2 = 0 adalah 10/5 = 2 dan nilai X2 jika Xx =
0 adalah 10/4 = 2,5. Dari titik (2,0) dan (0, 2,5) dapat dibuat garis
isorevenue. Kemudian dibuat garis-garis yang sejajar yang menembus
wilayah kelayakan seperti yang pada akhirnya akan menyinggung titik
ekstrim dari wilayah tersebut. Disitulah letak titik optimum yang dicari,
seperti yang disajikan pada Gambar IX.2.

Langkah 4. Mencari Jumlah Z nilai X dan X£ yang optimum


Seperti yang terlihat pada Gambar 1 dan 2. bahwa titik-titik
ekstrim dari wilayah kelayakan adalah titik A.B.C. Koordinat titik A
dan C sudah diketahui. Untuk mengetahui titik B, yang merupakan
perpotongan antara ke dua kendala tersebut, maka kendala dalam
bentuk ketidaksamaan tersebut harus dibuat persamaan dulu.
(1) 3 X 1  1 X 2  6 2
(2) 1 X 1  2 X 2  6
 5 X1   6 
6 1
X1   1
5 5

106
X2

5
Iso-revenue

3 Titik Sudut
optimal

1
Wilayah
Kelayakan
0
X1

0 1 2 3 4 5 6 7

Gambar IX.2
Titik Optimum Persoalan Program Linier PT Khabul Group

Untuk mendapatkan X2, maka X1 dimasukkan ke dalam persamaan


1) atau (2). Misalkan kita masukkan ke dalam persamaan (1).

1
3   1 X2  6
5
18 12 2
1 X2 = -   X2  2
5 5 5

 1 2 
Jadi koordinat titik B adalah 1 . 2 
 5 5 

107
Dengan diketahuinya koordinat titik-titik ekstrim maka akan
didapatkan kombinasi antara X1 dan X2 seperti yang disajikan pada
Tabel XI.2.

Tabel IX.2
Beberapa Kombinasi antara X1 dan X2

Kombinasi Nilai
Isorevenue
Output Maksimum
Alternatif Titik Penerimaan (Z)
Produk Produk dalam
Xl X2
X1 X2 (Rp 100.000,-)

1 A 0 3 2,4 3 12
2 B 1.2 2.4 3,12 3,9 15.6
3 C 2 0 2 2,5 10

Berdasarkan Tabel XI.2 dan Gambar 11.2. dapat disimpulkan bahwa


alternatif 2. atau titik B merupakan titik optimal. Artinya dari hasil
tersebut adalah bahwa untuk memperoleh penerimaan maksimum
sebesar Rp 1.560.000.- dengan memproduksi (X1) sebanyak 1,2 kodi
pasang atau 24 pasang dan sandal (X9) sebanyak 2,4 kodi pasang atau
48 pasang.

2. Metode Simpleks
Metode analisis grafik hanya dapat digunakan untuk permasalahan
program linier yang terdiri dari dua peubah pengambilan keputusan saja.
Karena penggambaran lebih dari dua dimensi. dalam metoda grafik akan
sangat sulit. Padahal permasalahan program linier dalam dunia nyata
sangat kompleks. luas dan besar, sehingga diperlukan metoda yang cocok.
Metoda tersebut adalah metoda simpleks.

108
Ciri khas dari metoda simpleks ini adalah dengan dimasukkannya
kegiatan disposal (redusal activities) dalam model program linier. Peranan
kegiatan disposal adalah untuk menampung sumberdaya yang tersisa atau
yang tidak digunakan. Jumlah peubah disposal ini sama banyaknya dengan
jumlah kendala.
Langkah-langkah (algoritma) metoda simpleks adalah sebagai
befikut. Misalkan permasalahan program linier yang akan dipecahkan
adalah seperti dalam Contoh. Untuk dapat dianalisis dengan metoda
simpleks, maka model rumusan permasalahan tersebut sekarang adalah
sebagai berikut :
a. Langkah 0. Konversi dalam Bentuk Baku
Maksimumkan Z = 5 X1 + 4 X2 + 0 X3 + 0 X4
Kendala :
3 X1 + 1 X2 + 1 X3 + 0 X4 = 6
1 X1 + 2 X2 + 0 X3 + 1 X4 = 6
dimana : X3 dan X4, adalah peubah disposal

b. Langkah 1. Penentuan Penyelesaian Kelayakan Pendahuluan


Penyelesaian kelayakan adalah suatu keadaan dimana fungsi
kendala dan syarat non negatif memenuhi syarat yang diminta oleh
fungsi tujuan, yaitu peubah nyata sama dengan nol. Pada langkah 1
ini bentuk pada langkah 0 dimasukkan dan lain tabel simpleks
seperti disajikan pada Gambar IX.3.
Baris Cj, menunjukkan vektor koefisien peubah
pengambilan keputusan. Kolom C menunjukkan koefisien peubah
keputusan dalam basis. Kolom Xb menunjukkan tingkat kegiatan
dalam proses perhitungan (basis). Baris Zj menunjukkan Maya
korbanan fungsi tujuan yang bersangkutan, yaitu tambahan manfaat
yang dikenakan pada setiap penambahan output yang dihasilkan.

109
Baris Zj menunjukkan nilai bersih biaya terluang, yaitu selisih
antara biaya terluang kotor dengan nilai koefisien fungsi tujuan.
Bila bentuk baku pada langkah 0 dimasukkan ke dalam
tabel simpleks. maka bentuknya adalah seperti yang disajikan pada
Tabel IX.3.
Tabel IX.3
Struktur Tabel Simpleks

Baris Koefisien Fungsi Tujuan


Cj —>
(C1, C2, C3 ........ Cn)
tan
Sumber Kegiatan (peubah) Bi
Basis
i Cb daya riil dan disposal
Xb
bi X1, X2, ............. Xn
I Nilai Peubah basis Nilai-nilai Koefisien Substitusi Nisbah
koefisien (Peubah- peubah (Input-Output) yang
peubah yang menya-
2 Peubah
yang baru takan
basis
sedang diselesaikan peubah
diselesaikan) mana
yang
akan
mening-
galkan
basis
Nilai Evaluasi Fungsi
Zi Fungsi Tujuan
Tujuan
Zj - CJ

110
Pada langkah pertama ini PT. Khabul Group belum mulai
berproduksi, karena pendapatannya masih nol (ditunjukkan oleh nilai
Zj = 0. di bawah kolom bi).
Metode simpleks menganalisis dari titik ekstrim yang satu ke
titik ekstriro yang lainnya, sampai akhirnya tiba pada suatu titik ekstrim
tertinggi, yang disebut titik sudut optimal. Pada Gambar 11.1 dan 11.2
terlihat bahwa titik
Tabel IX.4
Penyelesaian Kelayakan Pendahuluan

(Dalam Ratusan Ribu)


Cj ----------------- > 5 4 0 0

Basis Nyata Kegiatan Disposal


i Cb B1 Kegiatan R1
Xb X2 x3 X4

1 0 X3 6 3 1 1 0 6/3 = 2

2 0 X4 6 1 2 0 1 6/1 = 6

ZJ 0 0 0 0 0

zrcj 0 -5 -4 0 0

ekstrim tertinggi adalah pada titik B. Algoritma simpleks dapat


menempuh dua Jalan. Pertama, mulai titik A mengikuti arah jarum jam
ke titik B. Kedua, melawan arah jarum jam, yaitu dari titik C ke titik B.
Prosedur perhitungan setelah langkah 1 dari algoritma metode
simpleks ini dapat ditempuh melalui cara-cara berikut :
Untuk pemilih peubah mana yang akan memasuki basis dapat
dilihat cari nilai Zj - Cj yang paling kecil. Dari Tabel IX.3 dapat dilihat
bahwa nilai Zj-Cj di bawah peubah XL ternyata mempunyai nilai
terkecil, sehingga Xj harus memasuki basis. Sedangkan peubah yang
akan meninggalkan basis dapat dilihat dari nilai Bi. Dari Tabel IX.3

111
dapat dilihat bahwa nilai R untuk peubah X3 yang paling kecil
sehingga peubah X3 harus meninggalkan basis. Koefisien input yang
merupakan pertemuan antara baris dengan nilai R terkecil dan kolom
dengan nilai Zj-Cj terkecil disebut unsur pivot (pivot point). Atau dapat
dikatakan bahwa unsur pivot adalah sebuah nilai yang menyatakan
tentang pertemuan antara kegiatan yang sedang memasuki (yaitu X)
dengan baris yang sedang dikeluarkan (yaitu X3). Pada penyelesaian
kelayakan pendahuluan ini. unsur pivotnya adalah 3. Basis X yang baru
dihitung dengan jalan membagi baris X3 dengan koefisien unsur pivot.
Baris X1 yang baru adalah sebagai berikut :
Cb xb b1 x1 x 2 x3 x 4 R1
Baris X1 yang baru
5 x1 6 / 3  2 3 / 3  1 1 / 3 1 / 3 0 / 3  0

Rumus umum untuk baris kegiatan yang memasuki adalah :


Mij dari baris X 1 yang keluar
X111
Unsur pivot

Dimana :
X111 = Nilai sel baru untuk kegiatan i pada pertemuan
dengan kegiatan j.
M1i = Nilai eel sebelumnya untuk kegiatan i pada
pertemuan dengan kegiatan j.
Basis X4 yang baru dibentuk adalah. sebagai berikut :
CB XB B1 X 1 X 2 X 3 X 4
6  1(6 / 3) 1  1(3 / 3) 2  1(1 / 3) 0  1(1 / 3) 1  1(073)
0 X4
4 0  12 / 3  1 / 3 1

Rumus secara umum untuk setiap baris baru (selain kegiatan


yang sedang memasuki), adalah sebagai berikut:
X1ij = Xij - Xij (X111)

112
Dimana :
X Aj = nilai sel yang baru untuk kegiatan i pada pertemuan
dengan kegiatan j
Xij = nilai sel yang sebelumnya untuk kegiatan i pada
pertemuan dengan kegiatan j
XiI = koefisien Input-Output yang sebelumnya pada
pertemuan dari kegiatan i dengan basis kegiatan I
X jj = koefisien Input-Output yang baru pada pertemuan
dari basis kegiatan I dengan kegiatan i
Baris Zj diperoleh dengan cara menggandakan koefisien Input-
Output dalam tabel simpleks dengan koefisien fungsi tujuan dalam
basis (kolom CO. kemudian dijumlahkan ke bawah, dengan rumus
sebagai berikut :
n
Zj =  Mi CBi
i1
Dimana :
Mi = koefisien Input-Output dalam tabel simpleks pada
baris ke i. Mi terdiri dari bi dan aij dalam baris.
CB1 = koefisien fungsi tujuan dalam basis ke i Dari rumus
tersebut, maka akan didapat nilai-nilai Zj, sebagai
berikut :
ZXb = 4 (0) + 2 (5) = 10
Z1 = 0 (0) + 1 (5) = 5
Z2 = 1 2/3 (0) + 1/3(5) = 5/3
Z3 = - 2/3 4 1/3 (5) = - 5/3
Z4 = 1 (0) 4 0 (0) = 0

113
Tabel IX.5
Langkah Kedua dalam Tabel Simpleks

CJ 5 4 0 0

CB XB Bi x1 x2 x3 x4 R1

0
0 X4 4 unsur 1 2/3 -1/3 1 2,25
pivot

5 X1 2 1 1/3 1/3 0 6

ZJ 10 5 5/3 5/3 0

Zj - Cj 10 0 |-7/3 -5/3 0

Prosedur untuk langkah-langkah selanjutnya dihitung


berdasarkan rumus-rumus di atas, sampai pada .akhirnya di-temukan
titik yang paling optimal. Titik optimal dicapai atau iterasi perhitungan
akan berhenti apabila nilai Zj - Cj >, 0. Sedangkan untuk persoalan
minimisasi, titik optimal dicapai apabila Zj - Cj %< 0. Perhitungan
dengan tabel simpleks untuk persoalan tersebut disajikan pada Tabel
IX. 5.

3. Langkah Mencapai Hasil Optimal


Setelah mencapai tahap ketiga (lihat Tabel IX. 5 ) ternyata bahwa
perhitungan dengan tabel simpleks ini telah mencapai hasil optimal. Hal
tersebut ditunjukkan oleh nilai Zj - C. Hasil optimal yang dicapai adalah
bila FT. Khabul Group memproduksi sepatu sebanyak 1 2/5 kodi pasang
dan sandal sebanyak .2 2/5 kodi pasang. Dengan penerimaan total
maksimum yang diterima adalah sebesar 15 3/5 (Rp 1.560.000).

114
4. Interpretasi Ekonomi dari Tabel Simpleks
Interpretasi ekonomi dari tabel simpleks adalah :
a. Nilai Zj di bawah kegiatan riil adalah. biaya korbanan (kotor) dari
kegiatan lain bila kegiatan Xj ditingkatkan satu unit; sedangkan Z
di bawah kolom kegiatan disposal adalah nilai produk marjinal
(marginal value project) atau harga bayangan (shadow price) dari
sumberdaya yang digunakan.
Tabel IX.6
Analisis Simpleks Permasalahan PT Khabul Group

CJ ––— > 5 4 0 0

Kegiat
1 Basis Kegiatan Nyata Disposal Bi
an

CB XB b1 X1 X2 X3 X4

0 X3 6 3 1 1 0 6/3 = 2
Tahap I 0 X4 6 1 2 0 1 6/1 = 3

0
00 0 -4 00 00
EI]

Tahap II
0 X4 4 0 (l 2/3 -1/3 1 4/l,67 = 2,25
< –––––
5 X1 2 1 - 1/3 1/3 0 0.33 = 6
––––– >

Zj 10 5 5/3 5/3 0
Titik C
Zj-Cj 10 0 -7/3 -5/3 0

X1 1 1/5 1 0 2/5 -1/5


Tahap III 54
X2 2 2/5 0 1 -1/5 3/5

Zj 15 3/5 5 4 1 1/5 1 2/5


Titik B
Zj-Cj 15 3/5 0 0 1 1/5 1 2/5

115
b. Nilai Zj - Cj di bawah kolom kegiatan riil adalah nilai produk
marjinal, atau disebut juga reduced cost, yaitu pertambahan nilai
pendapatan yang diperoleh bila kegiatan Xj ditingkatkan sebesar
satu satuan. Nilai Zj - Cj di bawah kolom kegiatan disposal sama
dengan nilai Zj karena koefisien fungsi tujuan (Cj) untuk kegiatan
dispoeal adalah nol. .

5. Analisis Dual

Setiap permasalahan program linier mempunyai 2 macam analisis,


yaitu: (1) analisis primal; dan (2) analisis dual Bentuk dual dapat disusun
dari bentuk primal. Untuk menyusun bentuk dual dari bentuk primal, maka
permasalahan program linier tersebut harus disusun terlebih dahulu dalam
bentuk kanonik . Aturan bentuk danonik adalah sebagai berikut :
a. Jika persoalan program linier adalah maksimal maka semua tanda
fungsi kendalanya adalah lebih kecil atau sama dengan ( ≤ ).
b. Jika persoalan program linier adalah minimisasi, maka semua tanda
fungsi kendalanya adalah lebih besar atau sama dengan (≥).
c. Jika fungsi kendalanya ada yang bertanda sama dengan maka fungsi
kendala tersebut diganti menjadi dua ketidaksamaan yang bertanda <
dan >. Kemudian tergantung dari permasalahan program linier yang
dihadapi, maksimisasi atau minimisasi. Untuk mengubah ke dalam
satu bentuk yang dikehendaki permasalahan yang dihadapi, maka
salah satu fungsi kendala tersebut harus dikalikan dengan -1.
Aturan umum penyusunan analisis primal-dual disajikan pada
Tabel IX.7.

116
Tabel IX. 7
Aturan Umum Perumusan Permasalahan Program Linier ke
dalam Bentuk Primal dan Dual

No. Bentuk Primal Bentuk Dual


1. Maksimasi Minimisasi

2. Koefisien fungsi tujuan Nilai sebelah kanan (nsk) fungsi


kendala
3. Koefisien peubah ke j Koefisien kendala ke j

4. Peubah ke 1 yang positif (> Kendala ke j dengan tanda ( > )


0)
5. Peubah ke j tandanya tidak Kendala ke j yang bertanda
Dibatasi eama dengan
6. Kendala ke i yang bertanda Peubah ke i yang tandanya tidak
sama dengan dibatasi
7. Kendala ke i bertanda Peubah ke i yang positif ( > 0 )

Mode Umum
Bentuk primal untuk persoalan maksimisasi adalah sebagai
berikut :
n
Maksimumkan Z = j1
Cj Xj

Syarat ikatan :
n


j1
aij Xj  bi; i  1.2 ...............m

Xj ≥ 0; j = 1.2 .............n

117
Sedangkan bentuk primal untuk persoalan minimisasi adalah sebagai
berikut :
n
Minimumkan Z = j1
Cj Xj

Syarat ikatan :
n

 j1
aij x J ≥ bi; 1 = 1, 2 .......................m

Xj ≥ 0; j = 1, 2 ................ n
Bentuk umum dual dari primal dengan persoalan maksimisasi
adalah :
n
Minimumkan G = j1
bj Xj

Syarat ikatan :
n

 j1
aij Yi ≥ Cj; j = 1, 2 .......................m

Xj ≥ 0; i = 1, 2 ................ n
Sedangkan bentuk umum dual dari bentuk primal dengan Persoalan
minimisasi adalah :
n
Minimumkan G = j1
bj Yj

Syarat ikatan :
n

 j1
aij . Yi ≤ CJ; j = 1,2 ........................n

Yj ≥ 0; j = 1, 2 ................ n

Contoh

118
Di bawah ini akan diberikan Contoh tentang perumusan bentuk
dual dan bentuk primal. Misalkan ada persoalan program linier sebagai
berikut :
Maksimumkan Z = 5 X1 4 X2
Syarat ikatan :
(1) 3 X1 + 1 X2 ≤ 6
(2) 1 X1 + 2 X2 ≤ 6
(3) X1 ≥1
(4) 5 X1 + 5 X2 = 18
X1 . X2 ≥ 0
Langkah-langkah perumusan bentuk dual dari bentuk primal di
atas adalah sebagai berikut :
Langkah 1 Merumuskan persoalan program linier ke dalam bentuk
kanonik.
a. Fungsi kendala 3 dikalikan dengan - 1. sehingga
didapatkan :
- X1 ≤ - 1
b. Fungsi kendala 4 diganti menjadi ketidaksamaan :
(5) 5 Xj ? 5 X2 < 18
(6) 5 Xx ? 5 X2 > 18
Kemudian kalikan kendala (6) dengan -1, sehingga
menjadi :
- 5 X1 - 5 X2 ≤ - 18
Akhirnya didapatkan bentuk kanonik primalnya. adalah
sebagai berikut :

119
Maksimumkan Z : 5 X1 + 4 X2
Syarat ikatan :
(1) 3 X1 + 1 X2 ≤ 6
(2) 1 X1 + 2 X2 ≤ 6
(3) -1 X1 ≤ -1
(4) 5 X 1 + 5 X2 ≤ 18
(5) -5Xx + 5 X2 ≤ -18
X1 . X2 ≥ 0
Langkah 2 Merumuskan bentuk dual dari bentuk kanonik primal.
Minimumkan : G = 6 Y1 + 6 Y2 - 2 Y3 + 18 Y4 - 18 Y5
Syarat Ikatan :
(1) a Y1 + 1 Y2 - 1 Y3 + 5 Y4 - 5 Y5 > 5
(2) 1 Y1 + 2 Y2 - 0 Y3 + 5 Y4 - 5 Y5 > 4
dan
Y1 ≥ 0 . 1 = 1, 2.............5
1. 3 X1 + 1 X2 ≤ 6
2. 1 X1 + 2 X2 ≤ 6
Bentuk dual dari persoalan program linier di atas adalah sebagai
berikut :
Minimumkan G - 6 Y1 + 6 Y2
dengan syarat. ikatan :
1. 3 Yx + 1 Y2 ≥ 5
2. 1 Y2 + 2 Y2 ≥ 4
Y1, Y2 ≥ 0

120
BAB 10
PERENCANAAN PUSAT PELAYANAN

Konsep pusat . pelayanan ditelaah dan diadaptasi dari berbagai teori


yang dikemukakan oleh :
a. Perroux tentang pusat pertumbuhan dan kutub pertumbuhan dalam
ruang ekonomi;
b. Boudeville tentang kutub pertumbuhan dan pusat pusat pertumbuhan
dalam dimensi geografis;
c. Walter Christaller dan August Loach tentang ukuran, lokasi, distribusi
dan pengelompokkan kegiatan ekonomi.
d. Gunnar Myrdal tentang spread-backwain pertumbuhan ekonomi dalam
tata ruang.
e. Hirschman tentang trickling down dan polarizatism effects suatu
pertumbuhan ekonomi.
f. Hagerstestrand dan Pottier tentang difusi inovasi dalam tata ruang dan
sumbu-sumbu pertumbuhan; dan
g. Galpin dan Koib tentang anatomi sosial dari masyarakat pertanian (Roi
dan Fatil, 1976).
Konsep pusat pelayanan mempunyai beberapa asumsi, yaitu :
(1) Penduduk didistribusikan pada seragam ukuran pemukiman
(2) Mereka mempunyai kebutuhan biofisik sama baiknya dengan
kebutuhan sosial ekonomi
(3) Mereka menggunakan sumberdaya alam dan manusia seperti barang-
barang dan jasa untuk kebutuhan mereka.

121
(4) Mereka membentuk pemukiman dalam bentuk rumah. dusun kecil.
desa, dan kota serta meneruskan untuk tinggal bersama selama
sumberdaya mencukupi kebutuhan mereka.
(5) Mereka menggunakan sumberdaya untuk kebutuhan dasar yang
dibatasi atau keinginan yang tak terbatas.
(6) Mereka berpindah ke tempat lain (migrasi) untuk mencari barang-
barang dan jasa yang tidak mereka dapati di pemukiman mereka.
Pusat dan daerah belakang (hinterland) mempunyai hubungan yang
bersifat simbiotik dan mempunyai fungsi yang spesifik sehingga keduanya
tergantung secara internal. Fungsi dari pusat antara lain adalah sebagai : (i)
pusat permukiman; (2) pusat pelayanan; (3) pusat industri: dan (4) pusat
perdagangan bahan mentah. Sedangkan fungsi daerah, belakang antara lain
adalah sebagai : (1) penyedia bahan mentah dan sumberdaya dasar: (2)
daerah pemasaran barang-barang industri dan (3) pusat kegiatan pertanian.
Perkembangan suatu pusat sangat tergantung kepada perkembangan daerah
belakang atau sebaliknya.
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya pusat-pusat wilayah
adalah :

(1) Faktor lokasi ekonomi


Letak suatu wilayah yang- strategic menyebabkan suatu
wilayah dapat menjadi suatu pusat. Sebagai con ton adalah Singapura.

(2) Faktor Ketersediaan sumberdaya


Ketersediaan sumberdaya alam pada suatu wilayah akan
menyebabkan wilayah tersebut menjadi pusat. Sebagai contoh adalah
Medan.

(3) Kekuatan Aglomerasi


Kekuatan aglomerasi terjadi karena ada sesuatu yang
mendorong kegiatan ekonomi sejenis untuk mengelompok pada suatu
lokasi karena adanya sesuatu keuntungan. Selanjutnya akan

122
menyebabkan timbulnya pusat-pusat wilayah. Sebagai contoh yang
terjadi hampir di seluruh kota-kota di Indonesia.
(4) Faktor Investasi Pemerintah
Ketiga faktor di atas penyebabkan timbulnya pusat-pusat
wilayah secara alamiah. Sedangkan faktor investasi pemerintah
merupakan sesuatu yang sengaja dibuat (artificial). Sebagai contoh
adalah kota Palangkaraya. Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah.
Pada dasarnya pusat wilayah mempunyai hirarki. Hirarki dari suatu
pusat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :
(1) Jumlah penduduk yang bermukin pada pusat tersebut:
(2) Jumlah fasilitas pelayanan umum yang tersedia; dan i
(3) Jumlah jenis fasilitas pelayanan umum yang tersedia.
Secara umum dapat dikemukakan bahwa semakin besar jumlah
penduduk dan semakin banyak jumlah fasilitas serta Jumlah jenis fasilitas
pada suatu pusat, maka semakin tinggi pula hirarki dari pusat tersebut.
Untuk pelayanan sederhana seperti barang-barang kebutuhan dasar
seseorang dapat memperolehnya dari pusat-pusat yang berhirarki lebih
rendah. Sedangkan pelayanan-pelayanan yang lebih kompleks dapat
diperoleh di pusat-pusat yang lebih tinggi hirarkinya. Dari pengalaman
empirik menunjukkan bahwa Jumlah penduduk mempunyai hubungan
umpan balik yang sangat erat dengan jumlah fasilitas pelayanan umum.
Pertumbuhan penduduk yang cepat cenderung mengakibatkan
pertambahan jumlah fasilitas dan jumlah jenis fasilitas yang cepat, begitu
juga sebaliknya.
Tujuan identifikasi pusat pelayanan adalah :
1. Identifikasi pusat-pusat pelayanan dan daerah pelayanan pada tingkat
yang berbeda.
2. Penentuan dari fasilitas lnfrastruktur pokok untuk memuaskan
kebutuhan beragam sektor dari penduduk.

123
3. Pengintegrasian atau pengelompokkan pelayanan pada tingkat yang
berbeda dan penentuan dari keterkaitan atau Jaringan jalan untuk
mengembangkan aksesibilitas dan efisiensi.
Beberapa teknik dan metode sederhana yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasikan hirarki pusat-pusat pelayanan adalah :(1) metode
skalogram; (2) metode skalogram dan (3) metode biseksi (bisection). Akan
tetapi dalam bab ini hanya akan dibahas metode skalogram dan sosiogram
saja

1. Metoda Skalogram

Metoda skalogram dapat digunakan untuk menentukan


peringkat pemukiman atau wilayah dan kelembagaan atau fasilitas
pelayanan. tahapan-tahapan metode skalogram (misalnya akan disusun
hirarki kecamatan-kecamatan dalam suatu kabupaten) adalah sebagai
berikut :
(1) Kecamatan-kecamatan disusun urutannya berdasarkan -peringkat
jumlah penduduk.
(2) Kemudian kecamatan-kecamatan tersebut disusun urutannya
berdasarkan jumlah jenis fasilitas yang ada pada setiap wilayah
tersebut.
(3) Fasilitas-fasilitas disusun urutannya berdasarkan jumlah wilayah
yang memiliki jenis fasilitas tersebut.
(4) Peringkat jenis fasilitas disusun urutannya berdasarkan jumlah total
unit fasilitas.
(5) Yang terakhir, peringkat kecamatan disusun urutannya berdasarkan
jumlah total fasilitas yang dimiliki masing-masing wilayah tersebut.
Metoda skalogram ini mempunyai kekuatan dan kelemahan.
Kekuatan metode skalogram ini antara lain dapat digunakan untuk :
(1) Memperlihatkan dasar diantara jumlah penduduk dan tersedianya
fasilitas pelayanan.

124
(2) Secara cepat dapat mengorganisasikan data dan mengenal wilayah.
(3) Membandingkan pemukiman-pemukiman atau wilayah-wilayah
berdasarkan ketersediaan fasilitas pelayanan.
(4) Memperlihatkan hirarki pemukiman atau wilayah.
(5) Secara potensial dapat digunakan untuk merancang fasilitas baru
dan memantaunya.

2. Metoda Sosiogram
Metoda sosiogram dimaksudkan untuk memperlihatkan secara
grafis pola interaksi dan interdependensi melalui pergerakan penduduk
antar pusat pemukiman di dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan
sosial ekonomi. Pola tersebut dapat ditunjukkan pada peta-peta atas
dasar preferensi penduduk dari suatu desa (pemukiman) terhadap
fasilitas pelayanan dengan arah tanda panah.
Metoda sosiogram ini dapat. digunakan untuk memperlihatkan
pergerakan penduduk dalam memanfaatkan fasilitas-fasilitas : (1)
pelayanan pertanian seperti kios sarana produksi. KUD. dan BRI Unit
Desa; (2) Pelayanan pendidikan seperti SP. SLTP. dan SLTA baik
negeri maupun swasta dan (3) pelayanan kesehatan seperti poliklinik,
puskesmas, BKIA/Rumah Sakit Bersalin dan Rumah Sakit Umum
Wilayah pelayanan suatu pusat, dan wilayah pelayanan suatu jenis
fasilitas pelayanan dipengaruhi oleh :
a. Keadaan sarana dan prasarana transportasi
b. Jumlah dan kapasitas sarana pelayanan umum per jumlah
penduduk.
c. Jumlah dan kapasitas sarana pelayanan umum per luas areal.
Tahapan-tahapan metode sosiogram ini yaitu misalkan kita
ingin mengetahui pergerakan penduduk dari desa ke pusat-pusat
pelayanan dalam satu kabupaten) :
a. Sediakan 3 peta dasar yang digambar pada kertas kalkir atau bahan
transparan lainnya untuk setiap jenis fasilitas seperti tersebut di

125
atas. masing-masing peta dasar tersebut didalamnya harus sudah
menggambarkan tempat-tempat pemukiman (desa) dan seluruh
fasilitas pelayanan di dalam dan di luar sekitar wilayah yang
diteliti.
b. Hubungkan antara desa-desa tersebut dengan fasilitas-fasilitas
pelayanan dengan menggunakan tanda panah. Gunakan tanda
panah dengan garis tebal untuk fasilitas pelayanan yang tingkatnya
relatif lebih tinggi misalnya SLTA), sedangkan untuk fasilitas
pelayanan yang tingkatnya lebih rendah (misalnya SLTP)
digunakan garis terputus-putus.
c. Tampilkan (superpower) antara peta yang satu terhadap peta yang
lainnya untuk melihat hubungan antara berbagai pusat-pusat
pelayaran dan darah pelayanan dan identifikasi kesenjangan spasial
d. Jumlahkan tanda panah yang menuju ke arah tujuan yang sama
untuk setiap pusat-pusat pelayaran pada setiap peta dan jumlahkan
untuk ketiga peta tersebut. Siapkan peta ke tempat yang
menggambarkan pentingnya suatu pusat pelayanan (secara relatif)
dari banyaknya tanda panah yang menuju ke pusat pelayanan
tersebut.

126
DAFTAR PUSTAKA

Agrawsi. R. C. dan E. 0. Heady. 1972. Operations Research Methods for


Agricultural Decisions. The Iowa State University Press.
Ames.

Anonimous. 1967. Sektoral Aspects of Long-term Economic Asia


Projections With Special Reference to Asia and Far East.
united Nations Economic Commission for Asia and the Far
East. Bangkok.

Ais. Iwan J. 1985. Pembangunan Daerah dan Aspek Alokasi Investasi


Antar Daerah. Prisma 5 : p. 3-21.

____________. 1985. Pembangunan Daerah dan Aspek Alokasi Investasi


Antar-Daerah. Prisma 5:4-21.

____________. 1986. Future Development Planning Techniques in


Indonesia : The Need for a New Framework and the
Incorporation of Regional Dimension. ERI XXXIV (3) : p.
303 -. 329. ;.

Beneke, F. F. dan E. Wenterboer. 1973. Linear Prograoming Applications


to Agricultural. The Iowa State University Prese. Ames.

Biro Pusat Statistik. 1980. Tabel Input Output Indonesia 1930. Jakarta.

____________. 1982. Sistera Neraca Sosial Ekonomi. Jakarta.

Boeke. J. H. 1953. Economic Policy of Dual Societies as

Exemplified By Indonesia. Dulan Sajogyo. 1982. Bunga , Raap>ai


Perekonian Desa. Yayasan Agro Ekonomika. V Jakarta.

Budiharsono. S. 1985. Penggunaan Model Input-Output dalam rangka


Integrasi Perencanaan Pembangunan Ekonomi. Kebutuhan
Lahan dan Pengendalian Lingkungan Hidup. Zona I (1) :
p.41 - 50.

Bulner-Thoacs. V. 1982. Input-Output Analysis in Developing Countries.


John Wiley & Sons Ltd. Chichester.

127
Chenery. K. dan P. G. Clark. 1362. Interindustry Economics. John Wiley
and Sons. New York.

____________. 1979. Structural Change and Development Policy. A


World Bank Research Publication. Oxford University
Press. New York.

Chiang. A. C. 1974. Fundamental Methods of Mathematical Economics.


McGraw Hill Kogakusha. Tokyo.

Chow. G. C. 1983. Econometrics. McGraw Hill Book. Co. Singapore.

Clark. C. 1951. The Conditions Of Economic Progress. Macmillan & Co


Ltd. London.

Dorfaan. R. . P. Samuelson. dan R. Solow. 1953. Linear Programming and


Economics Analysis. Ho Graw-Hill Kogakusha. Ltd.
Tokyo.

Draper, W. dan H. Smith. 1981. Applied regression Analysis. John Wiley


and Sons. New York.

Fisher. H. E. 1975. Perencanaan regional dalam Konteks Pembangunan


Hasional Indonesia. Prisma No 3 Juni 1975.

Gallagher. C. A. dan H. J. Watson. 1980. Quantitative Methods for


Business Decisions. Ho Graw Hill Book Co. Kogakusha.
Tokyo. S

bitinger. J... Price. ,- 1980. Economic Analysis of t Agricultural Projects.


The John Hopkins University " Press. Baltimore.

Gujarati. D. 1978. Basic Econometric. McGraw Hill Kogakusha. Ltd.


Tokyo. .

Kadly. G. 1980. Linear Programming. Addieon-Weeley Publ. heading.


Massachusetts. V.

Hanafiah. T. 1985. Beberapa Aspek dalam Masalah perencanaan Wil3yah.


Zona I (2) :p. 70 - 86.

128
Hayami. Y. dan V. W. Ruttan. 1971. Agricultural Development : An
International Perspective. The John Hopkins Press.
Baltimore.

Higgins. B. 2 959. Economics Development. W.W. Norton & Co Inc. New


York.

Kiilier. F. S. dan G. J. Lieberaan. 1980. Introduction to Operation


Research. Holden-Day, Inc. S3n Francisco.

Hoover. £. M. 1975. Introduction to Regional Economics. Alfred A.


Xnopt. New York.

Hoselitr. E. F. a/. 1960. .Theories of Economic Greeth. The Free Press.


Glencoe.

Isard. W. 1960. Methods of Regional Analysis : an Introduction to


Regional Science. The M.I.T. Press. Cambridge.

_________1975. Introduction to Regional Science. Prentice Hall. Inc.


Englewood Cliffs. New Jersey.

Janes. D. E. dan C. D. Throsby. 1973. Introduction to Quantitative


Methods in Economics. Johnwiley and Sons Australia Pty
Ltd. Sidney.

Rats. D. A. 1982. Econometrics Theory and Applications. Prentice Hall.


Inc. Englewood Cliffs. New Jersey.

Kleinbaum. I>. G. and L. L. Kupper. 1978- Applied

Regression Analysis and Other Multivariate Methods.-Duxbury Press.


Massachusetts.

Kusnet. 5. 1966. Modern Economic Growth : Rate. Structure and Spread.


Feffer and Simons. Inc. New York.

Langham. M. R. dan F. H. Retslaff. 1982. Agricultural Sector Analysis in


Asia. Singapore Oniv. Press. Singapore.

Leontief. W. 196c. Input-Output Economics. Oxford University Press.


New York.

129
Lucas. E. C. and B. K. Prim. 1979. "identifying the J, depressed and
declining industries in Indonesia. Presented at. the third
Biennial Meeting of the Agricultural Economic Society of
South East Asia. Kuala Lumpur.

____________. 1979. Redistribution of Employment The United States.


1940 - 1972.

Mac. Andrews. C. A. Sibero H. B. Fisher. 1977. Regional Development


Planning and Implementation in Indonesia. UNCRD.
Nagoya.

tiieroyk. W. K. 1965. The Element of Input-Output Analysis. Random


House. New York.

Killer. B. E. dan . P. D. Blair. 1585. Input-Output Analysis : Foundations


and Extensions. Prentice Kali, Inc. Eaglewood Cliffs. New
Jersey.

Kisra. R. p. 1977. Regional Development Planning : Search for Bearing.-


UHCRB. Nagoya.

Nasendi. B. D. dan A. Anwar. 1985. Program Linear dan Variasinya. PT.


Graoedia. Jakarta.

Naeoetion. L. I. dan D. Tadjoeddin. 1985. Teori Titik Balik Evolusi


Menuju Adaptasi Perencanaan Pembangunan dengan
Pendekatan dari Bawah. Zona I (1 : P-4 - 20.

____________. 1985. Penerapan lima "Wilayah dalam Pembangunan


Indonesia. DPP HIPIPWI. Bogor.

Neter, J. dan W. Wasserman. 1974. Applied Linear -Statistical Models.


Richard D. Irwin. Inc. Hooewood. Illinois.

Rasaussen. P. 1956. Studies in Intersectoral Relations. North-Holland.


Amsterdam.

Rostov. W. W. 1965. Tahap-tahap Pertumbuhan Ekonomi. Sebuah


Manifest Non Komunis (terjemahan). Ehratara., Jakarta.

130
Siagian. P. 1987. Penelitian Operasional. Penerbit Universitas Indonesia.
Jakarta

Soekirno. S. 1976. Beberapa Aspek Dalam Persoalan Pembangunan


Daerah. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia.
Jakarta.

Syafrizal. Iy77. Regional Growth in Indonesia. Tesis 5 - Uni v. of Fhi 1


ippir.es.

Taha. Hamdy A. 1982. Operation Research an Introduction. MacMillan


Fahl. Co. Inc. New York.

Tervo. H. dan P. Okko. 1983. A Note on Shift-Share Analysis as a Method


of Estimating the Employment Effects of Regional
Economic Folicy. Journal of Regional Science 1: 115 - 121.

TheI. H. 1981. Introduction to Econonetrics. Prentice Hall of India. New


Delhi.

Tiebout. Charles M. 1962. The Community Economics base Study.


Supplementary papare (16). Comaittee for economic
Development. New York. .

Tjokroaoidjojo. B. 1985. Perencanaan Pembangunan. Gunung Agung.


Jakarta.

Oppal. J. S. dan B. S. Handoko. 1986. Regional Incomes Disparities in


Indonesia. EKI XXXIV (3): 287 - 304.

Van Dusseldorf. D. B. W. K. 19S0. Tempat Perencanaan Regional dalam


Proses Pembangunan Berencana.

F. X. Siola. Materi Pembangunan dan Pengembangan Desa Terpadu.


Penerbit Usaha Nasional. Surabaya.

Wagner. H. W. 1975. Principles of Operations Research. Prentice hall of


India. New Delhi.

Whitehouee. G. E. dan B. L. Wechsler. 1976. Applied upe rat lone


Research : A Survev. John Wiley & Son New York.

131
Weinberg. S. 1985. Applied Linear Regression. John Wiley and Sons. -
New York.

132

Anda mungkin juga menyukai