i
terutama bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi pada jenjang Strata satu di
Indonesia. Amin
Hamzah Hafied
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
Daftar Tabel vi
Daftar Gambar vii
iii
BAB 5 ANALISIS KOMPONEN PERTUMBUHAN
WILAYAH 35
1. Pendahuluan 35
2. Model Analisis Shirt Share 36
iv
BAB 10 PERENCANAAN PUSAT PELAYANAN 121
1. Metoda Skalogram 124
2. Metoda Sosiogram 125
v
DAFTAR TABEL
Tabel VIII.1. Tabel Input-Output Impor Bersaing 58
Tabel VIII.2 Tabel Input-Output Impor Tidak Bersaing 59
Tabel VIII 3 Tabel Transaksi Barang dan Jasa (Dalam puluhan
milyar rupiah) 74
Tabel VIII.4 Total Output. Jumlah Tenaga Kerja dan Koefisien
Tenaga Kerja per Sektor 84
Tabel IX.1. Keadaan PT. Khabul Group 103
Tabel IX.2 Beberapa Kombinasi antara X1 dan X2 108
Tabel IX.3 Struktur Tabel Simpleks 110
Tabel IX.4 Penyelesaian Kelayakan Pendahuluan 111
Tabel IX.5 Langkah Kedua dalam Tabel Simpleks 114
Tabel IX.6 Analisis Simpleks Permasalahan PT Khabul Group 115
Tabel IX. 7 Aturan Umum Perumusan Permasalahan Program
Linier ke dalam Bentuk Primal dan Dual 117
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
BAB 1
TEORI PEMBANGUNAN
1
teori-teori pengembangan ekonomi itu dan bagaimanakah proses
perkembangan teori-teori itu?
a. Adam Smith
Hukum Alam, Adam Smith meyakini berlakunya hukum alam dalam
persoalan ekonomi. Ia menganggap bahwa setiap orang sebagai hakim
yang paling tahu akan kepentingannya sendiri yang bebas mengejar
kepentingannya demi keuntungan dirinya sendiri. Setiap orang jika
dibiarkan bebas akan berusaha memaksimalkan kesejahteraan dirinya
sendiri, karena itu jika semua orang dibiarkan bebas akan memaksimalkan
kesejahteraan mereka secara agregat. Smith pada dasarnya menentang
campur tangan pemerintah dalam industri dan perniagaan.
Pembagian Kerja adalah titik mula dari teori pertumbuhan ekonomi
Adam Smith, yang meningkatkan daya produktvitas tenaga kerja. Ia
menghubungkan kenaikan itu dengan meningkatnya keterampilan kerja;
penghematan waktu dalam memproduksi barang; penemuan mesin yang
2
sangat menghemat tenaga. Penyebab yang terakhir bukan berasal dari
tenaga kerja melainkan dari modal.
Proses Penumpukan Modal. Smith menekankan, penumpukan
modal harus dilakukan terlebih dahulu daripada pembagian kerja. Smith
menganggap pemupukan modal sebagai satu syarat mutlak bagi
pembangunan ekonomi; dengan demikian permasalahan pembangunan
ekonomi secara luasa adalah kemampuan manusia untuk lebih banyak
menabung dan menanam modal. Dengan demikian tingkat investasi akan
ditentukan oleh tingkat tabungan dan tabungan yang sepenuhnya
diinvestasikan.
Agen Pertumbuhan, menurutnya para petani, produsen dan
pengusaha, merupakan agen kemajuan dan pertumbuhan ekonomi. Fungsi
ketiga agen tersebut saling berkaitan erat. Bagi Smith pembangunan
pertanian mendorong peningkatan pekerjaan konstruksi dan perniagaan.
Pada waktu terjadi surplus pertanian sebagai akibat pembangunan
ekonomi, maka permintaan akan jasa perniagaan dan barang pabrikan
meningkat pula; ini semua akan membawa kemajuan perniagaan dan
berdirinya industri manufaktur. Pada pihak lain, pembangunan sektor
tersebut akan meningkatkan produksi pertanian apabila petani
menggunakan teknologi yang canggih. Jadi pemupukan modal dan
pembangunan ekonomi terjadi karena tampilnya para petani, produsen dan
pengusaha.
Menurut Smith, proses pertumbuhan ini bersifat komulatif
(menggumpal). Apabila timbul kemakmuran sebagai akibat kemajuan di
bidang pertanian, indusrtri manufaktur, dan perniagaan, kemakmuran itu
akan mengarah pada pemupukan modal, kemajuan teknik, meningkatnya
produk, perluasan pasar, pembagian kerja, dan kenaikan secara terus
menerus. Dilain pihak naiknya produktifitas akan menyebabkan upah naik
dan ada akumulasi kapital. Tetapi karena Sumber Daya Alam terbatas
adanya, maka keuntungan akan menurun karena berlakunya hukum
3
penambahan hasil yang semakin berkurang. Pada tingkat inilah
perkembangan mengalami kemacetan.
4
pasar yang lebih luas. Perkembangan ini menyebakan timbulnya
alat produksi kapitalis dan menghendaki hapusnya system fiodal.
Kelas borjuis yang memilki alat-alat produksi menghendaki
pasaran buruh yang bebas dan hapusnya tariff serta rintangan lain
dalam perdagangan yang diciptakan kaum fiodal sehingga
kemudian masyarakat tidak lagi munyukai system ini
4. Masyarakat kapitalis, hubungan produksinya didasarkan pada
pemilikan individu masing-masing kapitalis terhadap alat-alat
produksi. Kelas kapitalis mempekerjakan buruh . Keuntungan
kapitalis membesar yang memungkinkan berkembangnya alat-alat
produksi. Perubahan alat yang mengubah cara produksi selanjutnya
menyebabkan perubahan kehidupan ekonomi masyarakat.
Perbedaan kepentingan antara kaum kapitalis dan buruh semakin
meningkat dan mengakibatkan perjuangan kelas
5. Masyarakat sosialis, kepemilikan alat produksi didasarkan atas
hak milik sosial. Hubungan produksi merupakan hubungan
kerjasama dan saling membantu diantara buruh yang bebas unsur
eksploitasi. Tidak ada lagi kelas-kelas dalam masyarakat.
Marx meramalkan keruntuhan system kapitalis, menurutnya terjadi
karena adanya :
1. Akumulasi yang menyebabkan perbedaan kaya miskin
semakin lebar
2. Kesengsaraan, karena kemiskinan semain luas
3. Krisis, karena daya beli masyarakat semakin berkurang
karena pendapatan buruh semakin berkurang, sehingga
terjadilah kelebihan produksi atas faktor : kenaikan kuantitas
& kualitas tenaga kerja (melalui pertumbuhan jumlah
penduduk dan perbaikan pendidikan), penambahan modal
(melalui tabungan dan investasi), serta penyempurnaan
teknologi
5
2. Aliran Neo-Klasik
Aliran yang menggantikan aliran klasik. Aliran ini mempelajari
tingkat bunga (harga modal yang menghubungkan nilai pada saat ini dan
yang akan datang). Neo-klasik mengenai perkembangan ekonomi dapat
diiktisarkan sebagai berikut:
a. Akumulasi Kapital
Menurut Neo-klasik tingkat bunga dan tingkat pendapatan
meningkatkan tingkat tabungan. Pada suatu tingkat teknik tertentu bunga
menentukan tingkat investasi. Perubahan teknologi menurut Neo-klasik
terutama adalah penemuan-penemuan baru yang mengurangi penggunaan
tenaga buruh/ relative lebih bersifat ―penghemat buruh‖ dari pada
―penghemat capital‖. Jadi kemajuan-kemajuan teknik akan menciptakan
permintaan-permintaan yang kuat akan barang-barang capital.
6
pada umumnya dan ada hubungannya dengan perkembangan pengetahuan
dan kebudayaan. Jadi Marshall menekankan pada adanya sifat saling
ketergantungan dan komplementer dari perekonomian. Mengenai
kumulatifnya menurut Alien Young bahwa berkembangnya industri itu
tergantung pada baiknya pembagian kerja diantara para buruh.
7
Sedangkan pembangunan ekonomi adalah kenaikan output yang
disebabkan oleh adanya inovasi yang dilakukan oleh para pengusaha
(entrepreneurs.). Inovasi disini bukan hanya berarti perubahan yang
―radikal‖ dalam hal teknologi, inovasi dapat juga direpresentasikan sebagai
penemuan produk baru, pembukaan pasar baru, dan sebagainya. Inovasi
tersebut nienyangkut perbaikan kuantitatif dan sistem ekonomi itu sendiri
yang bersumber dari kreativitas para pengusahanya.
Menurut Sehumpeter, pembangunan ekonorni akan berkernbang
pesat dalam lingkungan masyarakat yang rnenghargai dan merangsang
setiap orang untuk menciptakan hal-hal yang baru (inovasi), dan
lingkungan yang paling cocok untuk itu adalah masyarakat yang menganut
paham laissez faire, bukan dalarn masyarakat sosial ataupun komunis yang
cenderung mematikan kreativitas pendudukunya.
8
a. Teori Harrod-Domar
Pada hakikatnya teory Harrod-Domar merupakan pengembangan
dari teory makro Keynes. Analisis Keynes dianggap kurang lengkap karena
mengungkapkan masalah – masalah ekonomi dalam jangka panjang.
Sedangkan teory Harrod- Domar ini menganalisis syarat-syarat yang
diperlukan agar suatu perekonomian dapat tumbuh dan berkembang dalam
jangka panjang. Dengan kata lain, teory ini berusaha menunjukan syarat
yang dibutuhkan agar suatu perekonomian dapat tumbuh dan berkembang
dengan mantab. Menurut teory Harrod-Domar, pembentukan modal
merupakan faktor penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi.
Pembentukan modal tersebut dapat diperoleh melalui proses akumulasi
tabungan.
Besarnya tabungan masyarakat proposional dengan besarnya
pendapatan nasional.mpunyai beberapa asumsi yakni :
1. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh ( full
empyloyment ) dan faktor – faktor produksi yang ada juga
dimanfaatkan secara penuh .
2. Perekonomian tterdiri dari dua sector : sector rumah tangga dan
sector perusahaan.
3. Besarnya tabungan masyarakat proposional dengan besarnya
pendapatan nasional.
4. Kecenderungan menabung besarnya tetap.
9
2. Tidak ada pemerintahdimana tabungan bersih pada tingkat full
employmentcenderung bertambah, sedangkan investasi bersihnya
menurun. Ini menandakan kecenderungan jangka panjang menuju
pada pengurangan kegiatan ekonomi.perumusan sebab-sebab
stagnasi sekuler adalah:
a. Menitik beratkan pada peranan faktor faktor eksogen seperti
teknologi, perkembangan penduduk, pembukaan dan
perkembangan daerah baru.Menurut A. Hansen, perkembangan
penduduk yang cepat, pembukaan daerah baru dan kemajuan
teknologi akan mendorong investasi dan menaikkan pendapatan.
Menurut Keynes, perkembangan penduduk akan mendorong
kenaikan ekonomi, menaikkan daya beli dan dapat memperluas
pasar. Tertundanya perkembangan penduduk menagkibatkan
akumulasi kapital relatif lebih banyak dari pada tenaga kerja.
b. Menitik beratkan pada perubahan-perubahan dasar di dalam
lembaga-lembaga sosial seperti meningkatnya pengawasan
pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan dan poerkembangan
organisasi buruh.
c. Menitik beratkan pada faktor-faktor endogen seperti
perkembangan persaingan dan konsentrasi-konsentrasi
perusahaan dalam industri.
10
BAB 2
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN
PEMBANGUNAN BERENCANA
1. Definisi Perencanaan
Di bawah ini akan diberikan beberapa definisi perencanaan yang
diharapkan dapat menjelaskan arti dan fungsi dari perencanaan. Definisi-
definisi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Perencanaan adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu
tujuan tertentu.
b. Perencanaan pembangunan adalah suatu pengarahan penggunaan
sumberdaya pembangunan yang terbatas untuk mencapai tujuan-
tujuan keadaan sosial ekonomi yang lebih baik secara lebih efisien
dan efektif (Tjokroamidjojo, 1985).
2. Model Perencanaan
Hampir semua negara berkembang telah membuat dan
menggunakan perencanaan pembangunan nasional. Fakta menunjukkan
bahwa laju pertumbuhan ekonomi memang dapat dipacu lebih cepat
melalui suatu perencanaan yang konsisten. Namun sejak akhir dasawarsa
1960-an mulai terlihat berbagai kesulitan dan kegagalan meskipun model
perencanaan sudah diterapkan. Banyak target yang tidak dapat dicapai dan
beberapa tujuan pembangunan yang menyangkut penghapusan kemiskinan,
penciptaan kesempatan kerja dan pemerataan ternyata tidak selalu sejalan
11
dengan pertumbuhan ekonomi. Maka, diupayakan pencarian model
perencanaan baru atau penyempurnaan model yang sudah ada.
Secara garis besar model perencanaan dapat dibagi dalam tiga
kelompok, yaitu : model konsistensi, model optimasi dan model simulasi.
Model konsistensi pada . dasarnya dibentuk melalui sederetan persamaan
simultan. Model ini dititikberatkan pada konsistensi antara beberapa
alternatif dan tujuan pembangunan. Seringkali pola Keynesjan digunakan
sehingga ciri utama yang merupakan sekaligus sasaran kritik model ini
adalah hanya berorientasi pada sisi permintaan (demand mrMer.ted).
Sebagai reaksi, UNCTAD mencoba memasukkan beberapa fungsi
penawaran ke dalam model konsistensi untuk diterapkan pada kasus negara
berkembang.
Model optimasi menekankan pada pencapaian yang optimal 3-a
suatu tujuan atau fungsi preferensi. Masalah optimasi timbul karena di
dalam pencapaian suatu tujuan tersebut terdapat kendala-kendala berupa
keterbatasan sumberdaya.
Model simulasi berorientasi pada semacam percobaan terhadap
sistem ekonomi yang ada atau dibentuk melalui model. Beberapa kondisi
maupun nilai peubah berbeda dicoba melalui pendekatan ini. Akhirnya
melalui proses simulasi ini, dapat ditarik kesimpulan tentang berbagai ciri
sistem ekonomi. Dengan demikian akan terurai beberapa pilihan
kebijaksanaan yang sesuai dengan sistem ekonomi yang diinginkan.
Pengelompokan di atas dibuat hanya untuk pengamatan secara
konseptual. Dalam kenyataannya, banyak negara berkembang yang
memanfaatkan gabungan dari ketlganya, meskipun tiap negara berbeda
dalam kadar penggabungannya.
Permasalahan pembangunan tidak dapat hanya ditampung dalam
model. Seringkali dimensi politik lebih dominan dalam pengambilan
kebijaksanaan sosial ekonomi. Nilai berbagai peubah yang diprediksi oleh
model, bagaimanapun sempurnanya Perhitungan dan model yang dipakai,
dalam kenyataannya harus disesuaikan dengan persepsi politisi dan
12
pengambil keputusan. Proses penyesuaian terjadi sebelum dokumen
perencanaan. Hal ini wajar dan memang seharusnya demikian. Model
hanyalah penyederhanaan dari dunia nyata, sehingga masih banyak aspek
dan dimensi yang belum dan tak mungkin tercakup olehnya. Adalah suatu
hal yang amat naif apabila mengharapkan suatu perencanaan pembangunan
hanya didasarkan pada penerapan model. Di Indonesia yang
masyarakatnya bersifat majemuk, penyesuaian terhadap hasil suatu model
perencanaan sudah merupakan keharusan. Akan tetapi terlalu naif apabila
ada yang menyatakan bahwa model perencanaan tidak berguna sama
sekali. Prediksi tentang arah perubahan serta nilai indikator penting sebagai
akibat dari suatu kebijaksanaan, selalu diperlukan oleh perencana dan
prediksi tersebut hanya dapat dibuat dengan sistematis dan konsisten
melalui suatu model perencanaan. Bahwasanya dalam proses sampai ke
dokumen akhir terjadi banyak perubahan dan penyesuaian, hal lei tidak
dapat menghapus fakta bahwa arah perubahan berbagai indikator penting,
yang dihasilkan oleh model, telah membantu perencana dan pembuat
kebijaksanaan dapat melihat mekanisme bekerjanya cistern ekonomi,
keterkaitan antar-indikator dan kepekaan tiap indikator terhadap suatu
kebijaksanaan pembangunan.
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat dua
unsur penting dalam perencanaan pembangunan, yaitu : unsur arah
perubahan dan unsur upaya mempengaruhinya secara sistematis. Tanpa
unsur ini, perencanaan tidak berbeda Jauh dengan apa yang dikerjakan oleh
dukun Porkas/KSOB atau ahli hukum, karena produk mereka, seperti
lainnya suatu rencana pembangunan, juga selalu mengandung unsur ―masa
depan‖ yang mempunyai unsur ketidaktentuan.
3. Jenis-Jenis Perencanaan
Jenis-jenis perencanaan banyak ragamnya. Berdasarkan
pengalaman perencanaan di beberapa negara Blok Timur, Barat dan
13
negara-negara berkembang, maka perencanaan dapat dibagi menjadi
beberapa jenis perencanaan, yaitu :
b. Perencanaan Antisiklus
Perencanaan antisiklus (anticyclical planning) ini biasanya
dilakukan oleh negara-negara dimana keadaan ekonominya berdasarkan
mekanisme pasar. Perencanaan ini biasanya dilakukan oleh negara-
negara penganut paham liberalisme seperti Amerika Serikat, Kanada,
Jepang dan negara-negara Masyarakat Ekonomi Eropa.
c. Perencanaan Modifikasi
Perencanaan terpusat secara ketat maupun perencanaan -
antisiklus mempunyai banyak kelemahan-kelemahan. Melihat
pengalaman tersebut, maka banyak negara-negara berkembang cg
mencoba memodifikasikan salah satu dari kedua sistem perencanaan
tersebut, atau bahkan ada yang memodifikasi dengan
menggabungkannya. Walaupun kadar modifikasi atau kadar
penggabungan jenis-jenis perencanaan tersebut untuk setiap negara
berbeda kadarnya.
14
a. Perencanaan Pembangunan dari "Atas"
Perencanaan dari atas menunjukkan bahwa semua ide berasal
dari "atas" (pemerintah) ,. Pihak "atas" kurang memperhatikan : (a)
kultur masyarakat; (b) daya dukung wilayah yang bersangkutan; (c)
peranan kelembagaan; dan (d) hanya memandang manusia sebagai
obyek dari perencanaan tersebut. Akibatnya, dalam pelaksanaan
perencanaan tersebut, banyak menemui kegagalan, walaupun
perencanaan dari "atas" juga mempunyai kebaikan-kebaikan. Melihat
hal tersebut Sasoetion dan Tadjuddin (1985) memberikan alternatif
pemecahan berupa konsep perencanaan dari "bawah" seperti yang akan
diuraikan dalam sub-bab berikut ini.
15
yaitu UUD 1945 dan Pancasila. Hal itu secara garis besar ditunjukkan
dalam mekanisme interelasi proses pembangunan terpadu (Gambar 3.1).
Arti tujuan utama pembangunan dalam gambar tersebut adalah tujuan
yang tersurat maupun tersirat di dalam UUD dan Pancasila. Dengan
demikian alur proses intrelasi penetapan subyektif (judgment by
subjective) bukan hanya merupakan pengejawantahan daya dukung
lingkungan fisik dan "kebebasan tanpa batas" manusianya, tetapi juga
tercermin di dalamnya suatu batas konstitusional. Kedua proses
pendekatan perencanaan itu terpadu secara haroonis dengan tetap
memperhatikan hukum-hukum yang berlaku serta aspirasi humanik
masyarakat. Dalam keadaan demikian perencanaan dari bawah dan dari
atas, kedudukannya saling melengkapi.
Adapun perencanaan pembangunan dari bawah pada prinsipnya
adalah perencanaan pembangunan : (a) yang sesuai dengan daya dukung
wilayah yang bersangkutan; (b) yang dikaitkan dengan kultur
masyarakat; (c) yang memperhatikan peran kelembagaan pada berbagai
tingkat pengambilan keputusan; dan (d) yang memandang manusia
seutuhnya sebagai subyek pembangunan.
5. Pembangunan Berencana
Pembangunan berencana adalah jenis pembangunan yang
hendak dijalankan melalui perencanaan. Pembangunan wilayah
merupakan pembangunan berencana. Pembangunan berencana adalah
pembangunan yang mempunyai ciri-ciri :
16
Proses pembangunan berencana secara ringkas dibagi menjadi
beberapa tahap yaitu :
1. Perumusan tujuan dan sasaran
2. Inventarisasi, penelitian dan survei-survei.
3. Penyusunan rencana
4. Pengesahan rencana
5. Pelaksanaan rencana
6. Evaluasi (sesudah pelaksanaan)
Biasanya untuk mencapai tujuan atau sasaran, perlu
memperhatikan kendala-kendala yang ada, yaitu :
a. Prosedur pembangunan wilayah harus sesuai dengan sistem
nasional, yaitu berpedoman pada Garis-garis Besar Haluan Negara,
Krida Kabinet, Sasaran Pembangunan (delapan jalur sukses).
b. Pembangunan harus semakin adil dan merata. Hal Ini hanya dapat
terjadi apabila pembangunan itu eesuai dengan potensi dan aspirasi
masyarakat setempat,
c. Tidak melanggar peraturan atau perundang-undangan yang berlaku,
tanpa konsensus, sehingga tidak menimbulkan keresahan di dalam
masyarakat.
d. Tidak mengabaikan Undang-undang Nomor 4 tahun 1982 tentang
lingkungan hidup.
e. Pembangunan harus bersifat terpadu.
Pembangunan berencana merupakan suatu proses yang
berkesinambungan. Tahap evaluasi mungkin merupakan jembatan
antara dua siklus pembangunan berencana. Evaluasi dalam siklus
sebelumnya dapat menjadi bagian penelitian dan inventarisasi dalam
siklus berikutnya. Dalam proses Pembangunan berencana komponen-
komponen dengan ciri perencanaan tertentu bersama-sama merupakan
atau membentuk "proses perencanaan dalam arti sempit". Dengan
demikian proses ini meliputi kegiatan :
17
a. Perumusan tujuan dan sasaran yang harus direncanakan
(berdasarkan aspirasi-aspirasi nasional dan lokal);
b. Penelitian, survei dan inventarisasi sepanjang dibutuhkan untuk
tujuan dan maksud tertentu.
c. Penyusunan rencana
d. Evaluasi atas unsur-unsur perencanaan dan perumusan program-
program pembangunan (Van Dusseldorp, 1980).
18
BAB 3
1. Konsep Ruang
Ruang merupakan hal yang sangat penting dalam perencanaan
pembangunan wilayah. Konsep ruang mempunyai beberapa unsur yaitu:
(1) jarak; (2) lokasi; (3) bentuk; dan (4) ukuran. Konsep ruang juga
berkaitan erat dengan waktu. Hal lni dikarenakan bahwa pemanfaatan bumi
dan segala kekayaannya membutuhkan organisasi/pengaturan ruang dan
waktu. Unsur-unsur tersebut di atas secara bersama-sama menyusun unit
tata ruang yang disebut wilayah. Konsep ruang kemudian dikembangkan
oleh Hartchome (1960). la mengintrodusikan unsur "Hubungan fungsional
diantara fenomena, yang melahirkan konsep struktur fungsional tata ruang.
Struktur fungsional tata ruang bersifat subyektif, karena setiap peneliti
dapat menentukan fungsionalitas berdasarkan kriteria subyektif.
Whittlessey (1954) memformulasikan pengertian baru mengenai
ruang berdasarkan (i) unit areal. konkrit, (ii) fungslonalitas di antara
fenomena, dan (iii) subyektifitas dalam penentuan kriteria. Yang patut
mendapat perhatian terhadap konsep ini adalah adanya kontradiksi dalam
cara pemikirannya. Di satu pihak, terdapat obyektifitas yaitu terdapat suatu
lokasi yang unik dari suatu unit area, sedangkan lain pihak terdapat
subyektifitas, yaitu gambaran suatu unit tata ruang yang berbeda dan hanya
berada dalam benak para peneliti yang mempergunakan kriteria selektif
intelektualitas.
19
Tipologi dari suatu wilayah dapat digambarkan sebagai berikut :
(a) Gambaran tunggal dari suatu wilayah, yaitu persamaan suatu
wilayah ditentukan oleh satu fenomena, misalnya jenis tanah,
agama, dan sebagainya. Wilayah ini merupakan unit yang terkecil
dan dapat ditentukan batas-batas unit area atau unit "atomistic"
ruang;
(b) Gambaran majemuk dari suatu wilayah, yaitu suatu wilayah dengan
fenomena yang kompleks dengan beberapa persamaan di dalamnya.
Gambaran ini dapat terdiri dari beberapa gambaran tunggal dari
suatu wilayah, tetapi bila terdapat fenomena yang kompleks yang
diperlukan oleh peneliti maka wilayah ini dapat merupakan suatu
wilayah yang kompak.
Di atas telah didlskusikan konsep ruang berdasarkan konsep jarak
geometris absolut, selanjutnya di dalam mendiskusikan hubungan
fungsional akan dibahas konsep jarak dan ruang relatif.
Dasar dari pada konsep ruang relatif adalah jarak relatif. Jarak
relatif merupakan fungsi dari pada pandangan atau persepsi jarak, maka
seluruh unit tata ruang dapat berubah. Dalam konsep ruang absolut, jarak
diukur secara fisik, sedangkan dalam konsep ruang relatif jarak diukur
secara fungsional berdasarkan unit waktu, ongkos dan usaha. Ide yang
mendasar dari pada konsep ruang relatif adalah persepsi terhadap dunia
nyata. Persepsi ini diukur oleh faktor-faktor yang kompleks seperti politik,
ekonomi, sosial, psikologi, kebudayaan dan sebagainya.
2. Konsep Wilayah
20
a. Wilayah Homogen
Wilayah homogen adalah wilayah yang dipandang dari suatu
aspek mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri yang relatif sama. Sifat-sifat
atau ciri-ciri kehoogenan itu misalnya dalam hal ekonomi (seperti
daerah dengan struktur produksi atau pola konsumsi yang homogen),
geografi ( seperti wilayah yang mempunyai topografi atau iklim yang
sama), agama, suku dan sebagainya. Richardson (1975) dan Hoover
(1977), mengemukakan bahwa wilayah homogen di batasi berdasarkan
keseragamannya secara internal (internal uniformity).
21
semata-mata. Dalam hubungan saling ketergantungan yaitu dengan
perantaraan pembelian dan penjualan barang-barang dan jasa-jasa
secara lokal, aktivitas-aktivitas regional akan mempengaruhi
pembangunan yang satu dengan lainnya.
Walaupun daerah homogen dan nodal merupakan
pengelompokan yang berguna, keduanya memainkan peranan yang
berbeda di dalam organisasi tata ruang masyarakat. Perbedaan ini jelas
terlihat pada arus perdagangan. Dasar yang biasa digunakan untuk
suatu wilayah homogen adalah suatu output yang dapat diekspor
bersama dimana seluruh wilayah merupakan suatu daerah surplus
untuk suatu output tertentu, sehingga berbagai tempat di wilayah
tersebut kecil atau tidak ada sama sekali kemungkinannya untuk
mengadakan perdagangan secara luas diantara satu dengan lainnya.
Sebaliknya, dalam wilayah nodal, pertukaran barang-barang dan jasa-
jasa secara intern di dalam wilayah tersebut merupakan suatu hal yang
mutlak harus ada.
c. Wilayah Administratif
Wilayah administratif, adalah wilayah yang batas-batasnya
ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan atau
politik seperti: Propinsi, Kabupaten, Kecamatan, Desa, Rukun
Kampung (RK), dan Rukun Tetangga (RT). Sukirno (1976)
mengatakan bahwa dl dalam praktek apabila membahas mengenai
perencanaan pembangunan wilayah, maka pengertian wilayah
administrasi merupakan pengertian yang paling banyak digunakan.
Lebih populernya penggunaan pengertian tersebut disebabkan karena
dua faktor, yakni : (a) dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan rencana
pembangunan wilayah diperlukan tindakan-tindakan dari berbagai
badan pemerintah. Dengan demikian adalah lebih praktis apabila
22
perencanaan dan pembangunan ekonomi wilayah didasarkan pada
satuan wilayah administrasi yang telah ada, (b) wilayah yang batasnya
ditentukan berdasarkan atas satuan administrasi pemerintahan lebih
mudah dianalisis, karena sejak lama pengumpulan data dl berbagai
bagian wilayah didasarkan pada satuan wilayah administrasi tersebut.
d. Wilayah Perencanaan
Boudeville (daIam Glasson, 1978) mendefinisikan wilayah
Perencanaan (Planning Region atau Programming Region) sebagai
wilayah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-
keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan dapat dipandang sebagai
suatu wilayah yang cukup besar untuk memungkinkan terjadinya
perubahan-perubahan penting dalam penyebaran penduduk dan
kesempatan kerja, namun cukup kecil untuk memungkinkan persoalan-
persoalan perencanaannya dapat dipandang sebagai satu kesatuan.
Selanjutnya Klaessen (dalam Glasson, 1978) percaya bahwa
wilayah perencanaan antara lain: (a) harus cukup besar untuk
mengambil keputusan-keputusan investasi yang berskala ekonomi, (b)
harus mampu menyulap industrinya sendiri dengan tenaga kerja yang
diperlukan, (c) harus mempunyai struktur ekonomi yang homogen, (d)
harus mempunyai sekurang-kurangnya satu titik pertumbuhan (Growth
Point.), (e) harus menggunakan suatu cara pendekatan perencanaan
pembangunan, (f) masyarakat dalam wilayah itu mempunyai kesadaran
bersama terhadap persoalan-persoalannya. Berdasarkan uraian
terdahulu menunjukkan bahwa wilayah perencanaan . adalah daerah
geografik yang cocok untuk perencanaan dan pelaksanaan rencana
pembangunan guna memecahkan persoalan-persoalan regional.
23
Wilayah perencanaan dapat merupakan wilayah yang terletak pada
beberapa wilayah administrasi.
24
BAB 4
TEORI LOKASI
25
yang kaku. yaitu : (1) konsumen menyebar secara merata sepanjang daerah
pasar yang linier; (2) permintaan dan preferensi setiap konsumen adalah
sama; (3) terdapat dua produsen. sisanya produsen A dan B yang
menghasilkan produk yang homogen; (4) biaya produksi nol; (5)
konsumen membedakan barang yang diproduksi oleh produsen tersebut
hanya dari sudut lokasi produsen tersebut hanya dari sudut .lokasi
produsen; (6) produsen mengenakan harga f.o.b (free on board) untuk
setiap unit barang, namun secara aktual terdapat perbedaan harga c & f
(cost and freight) yang dibayar oleh tiap konsumen karena adanya biaya
transpor untuk mengangkut barang tersebut ke tempat tinggal konsumen;
(7) biaya transpor sama per unit jarak sepanjang daerah besar tersebut; (8)
permintaan inelastik sempurna; (9) perpindahan lokasi produsen dapat
terjadi seketika dan tanpa biaya (10) produsen ingin bersaing dalam harga
dan lokasi, dan tiap produsen mampu menyediakan seluruh permintaan
pasar, dan (k) tiap produsen bertujuan memaksimumkan keuntungan.
1. Faktor Lokasi
Faktor-faktor lokasi yang menentukan pemilihan suatu lokasi
untuk suatu kegiatan dapat dikelompokkan menjadi :
a. Input Lokal
Input lokal adalah semua barang dan jasa yang ada pada
suatu lokasi dan sangat sukar atau tidak mungkin dipindahkan ke
tercepat lain. Contoh input lokal adalah : lahan, iklim, kualitas
udara, kualitas air, keadaan lingkungan, pelayanan umum yang ada
pada suatu lokasi dan sebagainya.
Salah satu sifat umum dari input lokal adalah
ketersediaannya pada suatu lokasi tergantung dari kedaan lokasi itu
sendiri dan ketersediaannya tidak dipengaruhi oleh transfer input
dari lokasi lain.
26
b. Permintaan Lokal
Permintaan lokal atau output yang tidak dapat ditransfer
(nontransferable output) adalah permintaan akan output secara
lokal yang tidak dapat ditransfer pada suatu lokasi.
Contoh dari output lokal adalah permintaan tenaga kerja
oleh pabrik lokal, permintaan akan pelayanan lokal seperti masjid,
bioskop, tukang cukur dan sebagainya.
27
suatu kegiatan didasarkan atas biaya transportasi terkecil atau
meminimumkan biaya transportasi. Dalam teorinya tersebut Weber
mengasumsikan :
a. Bahwa daerah yang menjadi obyek studi adalah suatu daerah yang
terisolasi, homogen dalam Iklim, dengan konsumen yang
terkonsentrasi pada pusat-pusat tertentu.
b. Beberapa sumberdaya alam seperti air, tanah bersifat dapat
diperoleh dimana saja (ubikuitas).
c. Barang-barang lainnya seperti minyak bumi dan mineral lainnya
hanya dapat diperoleh pada tempat-tempat tertentu (sporadik)
d. Tenaga kerja tidak bersifat ubikuitas.
Weber mengemukakan ada tiga faktor utama yang
mempengaruhi lokasi industri, yaitu : (1) biaya transportasi; (2) biaya
tenaga kerja dan (3) kekuatan aglonerasi atau deaglomerasi.
Weber mengasumsikan bahwa biaya transportasi berbanding
lurus dengan jarak yang ditempuh dan berat barang. Sehingga titik
yang membuat biaya terkecil adalah bobot total pergerakan
pengumpulan berbagai input dan pendistribusian adalah minimum.
Weber menggambarkan teorinya dengan segitiga lokasi (lihat Gambar
4.1), dimana titik lokasi optimum (T) adalah titik keseimbangan antara
gaya-gaya cumber bahan-bahan mentah (K dan M2) dengan pasar (C
atau MK). Untuk menunjukkan bahwa lokasi tersebut optimum
terhadap sumber-sumber bahan mentah dengan pasar, Weber
mengemukakan suatu indeks yang disebut indeks bahan (material
index) yang dirumuskan sebagai berikut :
28
indeks bahan < 1 berarti perusahaan tersebut lebih berorientasi kepada
pasar (market oriented).
Pendekatan Biaya Terkecil yang dikemukakan oleh Weber ini
dapat lebih diperjelas dengan Gambar Diagram Smith, seperti yang
disajikan pada Gambar 4.2. Lokasi optimum terletak pada titik 0
dimana biaya rata-rata (BR) pada keadaan minimum sedangkan
penerimaan rata-rata (PR) pada keadaan maksimum. Asumsi dari
Diagram Smith ini adalah bahwa BR beragam dengan lokasi sedangkan
PR konstan.
Model Weber ini mendapatkan berbagai kritikan terutama yaitu
: (l) bahwa biaya transportasi dan biaya produksi bersifat konstan. (2)
tidak memperhatikan faktor kelembagaan, seperti kebijaksanaan
pemerintah berupa pajak lokal, dan (3) terlalu menekankan pada sisi
input.
M
MK
b c
y M1 M2 z
Gambar 4.1
Segitiga Lokasi
29
Keterangan :
T = Lokasi optimum
M1. M2 = Sumber bahan mentah
Mk = Pasar
x,y,z = Bobot dari input atau output
a,b,c = Jarak antara lokasi input dengan pasar
Biaya
dan
penerimaan Kerugian Kerugian BR
Keuntunga
n PR
A O B
Lokas
Gambar 4.2 i
Diagram Smith dimana BR Beragam menurut
Lokasi sedangkan PR Konstan
30
keuntungan maksimum. Dalam teori Loech membutuhkan asumsi-
asumsi : (1) penyebaran faktor input merata, contohnya seperti
penyebaran bahan mentah, tenaga kerja dan modal; (2) penyebaran
penduduk (kepadatan penduduk) merata; (3) selera masyarakat
preferensi penduduk sama dan (4) tidak ada ketergantungan lokasi
antar perusahaan.
Dalam analisanya Loech menggunakan kurva permintaan
(lihat Gambar 4.3). Pada bagian pusat pasar yang dekat dengan
produsen, misalnya titik F, harga per satuan barang adalah OP
dengan permintaan sebesar PQ. Agak jauh dari pusat, misalkan saja
titik R, biaya pengangkutan menyebabkan harga persatuan barang
meningkat menjadi OR dengan Permintaan adalah RS. Jauh dari
pusat, misalkan saja titik F. biaya pengangkutan menyebabkan
harga per satuan barang menjadi sangat tinggi, sehingga permintaan
sama dengan nol.
Apabila bagian yang diareir, diputar dengan sumbu PQ,
maka akan terbentuk sebuah kerucut permintaan. Bagian dasar dari
kerucut tersebut merupakan daerah pemasaran perusahaan, tinggi
merupakan jumlah barang yang dijual dan volumenya menunjukkan
penerimaan dari permintaan pasar. Apabila produsen tersebut
untung, maka akan masuk lagi produsen yang lain, sampai akhirnya
terbentuk suatu daerah pemasaran yang berbentuk heksagonal.
Pendekatan ini dapat dilihat dengan Diagram Smith pada
Gambar 4.4 Pada Gambar tersebut menunjukkan penerimaan rata-
rata (PR) beragam menurut tempat, tetapi biaya rata-rata (BR)
diasumsikan konstan. Lokasi optimum terletak pada titik 0, dimana
penerimaan rata-rata maksimum.
31
Harga Kuantitas
F Q
R S
S
P
P Q
R
F
0 Kuantitas
Jarak
Kurva Permintaan Kerucut Permintaan
Gambar 4.3
Kurva Permintaan Loech dan Kerucut Permintaan
PR
A O B
Lokasi
Gambar 4.4
Diagram Smith dimana PR beragam menurut
Lokasi dan BR Konstan
32
c. Pendekatan Keuntungan Maksimum
Pendekatan Biaya Terkecil maupun Pendekatan Daerah
Pemasaran merupakan pendekatan yang hanya melihat dari satu sisi
saja, yaitu sisi faktor input atau sisi permintaan saja. Greenhut
kemudian mencoba memodifikasi model Loach dan teorinya
dinamakan Pendekatan Maksimisasi Keuntungan. Menurut Greenhut,
lokasi optimum adalah tempat yang terdapat keuntungan terbesar.
dimana baik biaya maupun penerimaan beragam menurut lokasi,
seperti yang disajikan pada Gambar 4.5
Bila ada beberapa produsen (perusahaan), maka keadaan
keseimbangan tercapai pada saat semua perusahaan yang bersaing pada
suatu wilayah memenuhi syarat-syarat : (1) penerimaan marjinal sama
dengan biaya marjinal; (2) kurva penerimaan rata-rata bersinggungan
dengan kurva biaya rata-rata dan (3) pengelompokan dan penyebaran
perusahaan sedemikian rupa sehingga perubahan lokasi suatu
perusahaan akan menimbulkan kerugian.
Keseimbangan tata ruang dapat terganggu akibat perubahan
permintaan dan biaya. Perubahan permintaan tidak hanya
mempengaruhi banyaknya perusahaan dalam suatu industri, tetapi juga
mempengaruhi lokasi kegiatan perusahaan tersebut. Dengan demikian
tingkat permintaan terhadap produk akhir suatu perusahaan merupakan
penentu lokasi perusahaan.
33
Keuntungan
PR
A O B
Lokasi
Gambar 4.5
Biaya rata-rata dan Penerimaan Rata-rata
Beragam Menurut Lokasi
34
BAB 5
ANALISIS KOMPONEN PERTUMBUHAN
WILAYAH
1. Pendahuluan
35
2. Model Analisis Shirt Share
Analisis shift share ini menganalisis perubahan berbagai indikator
kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja, pada dua titik
waktu. Dalam analisis ini diasumsikan bahwa perubahan tenaga
kerja/produksi pada suatu wilayah antara tahun dasar dengan tahun akhir
analisis dibagi menjadi tiga komponen pertumbuhan, yaitu: komponen
pertumbuhan nasional (national growth component) disingkat N,
komponen pertumbuhan proporsional (proportional or industrial mix
growth component) disingkat PP dan komponen pertumbuhan pangsa
wilayah (regional snare growth component) disingkat PPW.
Komponen pertumbuhan nasional adalah perubahan kesempatan
kerja atau produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan
kesempatan kerja atau produksi nasional secara umum, perubahan
kebijakan ekonomi nasional, atau perubahan dalam hal-hal yang
mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah . Beberapa
contoh dapat dikemukakan, misalnya dievaluasi, kecenderungan inflasi,
pengangguran dan kebijakan perpajakan. Bila diasumsikan bahwa tidak
terdapat Perbedaan karakteristik ekonomi antar sektor dan antar "ilayah,
maka akibat dari perubahan ini pada berbagai sektor Car wilayah kurang
lebih sama dan setiap sektor dan wilayah dan berubah dan bertumbuh
dengan laju yang hampir sama dengan laju pertumbuhan nasional. Akan
tetapi pada kenyataannya beberapa sektor bertumbuh lebih cepat dari
sektor-sektor lainnya dan beberapa wilayah lebih maju dari pada wilayah
lainnya. Oleh karena itu perlu diidentifikasi penyebabnya dan mengukur
perbedaan yang timbul dengan memisahkan komponen pertumbuhan
nasional dengan pertumbuhan proporsional dan pertumbuhan pangsa
wilayah.
Komponen pertumbuhan proporsional timbul karena perbedaan
sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan
bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (misalnya, kebijakan
perpajakan, subsidi dan price support) dan perbedaan dalam struktur dan
keragaman pasar.
Komponen pertumbuhan pangsa wilayah timbul karena
peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu
wilayah dibandingkan wilayah lainnya. Cepat atau lambannya
pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya
36
ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar, dukungan
kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi serta kebijakan ekonomi
regional pada wilayah tersebut (Lucas dan Primms, 1979).
Ketiga komponen pertumbuhan di atas secara matematik dapat
dinyatakan sebagai berikut :
Andalkan dalam suatu negara terdapat m daerah/wilayah/propinsi (i = 1, 2,
3.....n) dan n sektor ekonomi (i = 1, 2, 3 .......n) maka perubahan tersebut
di atas dapat dinyatakan sebagai berikut :
37
ri = Y ij / Yij
Ri = Yi . / Yi.
Ra = Y .. / Y..
(r1 - 1) = Persentase perubahan PDRB / tenaga kerja di
sektor propinsi ke j.
(Ra - 1) = PNij = Persentase perubahan PDRB /tenaga kerja yang
disebabkan komponen pertumbuhan nasional.
(R1 - Ra) = PPij = Persentase perubahan PDRB / tenaga kerja yang
disebabkan komponen pertumbuhan proporsional.
(ri-Ri) = PPWjj = Persentase perubahan PPRB / kesempatan kerja
yang disebabkan komponen pertumbuhan pangsa
wilayah
38
BAB 6
ANALISIS KESENJANGAN ANTAR WILAYAH
1. Pendahuluan
39
akan lebih cepat kalau laju pertumbuhan ekonomi wilayah terbelakang
dapat ditingkatkan.
Competitive Growth theory berdasarkan pada asumsi bahwa
laju pertumbuhan ekonomi nasional ditentukan oleh beberapa kekuatan
eksogen. Kemudian laju tersebut seolah-olah "dibagi" kepada beberapa
wilayah. Situasi ini terjadi apabila laju pertumbuhan ekonomi nasional
rendah. Pertumbuhan ekonomi beberapa wilayah berlangsung dengan
mengorbankan pertumbuhan lain.
Dari kedua teori tersebut masing-masing mempunyai
kelemahan dan kelebihan. Dalam kaitannya dengan pembangunan
wilayah, permasalahan yang sebenarnya adalah apa yang sebaiknya
menjadi arah kebijaksanaan dalam situasi comparative dan apa pula
yang menjadi kebijaksanaan dalam situasi comparative agar
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan dapat dicapai (Azis, 1985).
2. Indeks Williamson
Yj - Y
2 fj
.
Vw = n
Y
Dimana :
Vw = Indeks Williamson
fj = Populasi di wilayah ke j
Yi = Pendapatan perkapita di wilayah ke j
n = Populasi total
Y = Pendapatan rata-rata nasional
40
Semakin tinggi indeks Williamsonnya, maka proses kesenjangan antar
wilayah semakin besar.
Untuk lebih menggambarkan kesenjangan antar wilayah yang
sebenarnya, maka pendapatan regional wilayah ke j diboboti dengan
indeks biaya hidup wilayah tersebut. Sehingga rumus indeks
Williamson tersebut menjadi sebagai berikut :
Rj - R
2 fj
.
Vw = n
R
Dimana :
Rj = Yj / Ij
Ij = Indeks biaya hidup wilayah ke j
Rj = Rj rata-rata
41
BAB 7
MODEL EKONOMI BASIS
1. Pendahuluan
42
non-basis. Teori ekonomi basis ini hanya mengklasifikasikan seluruh
kegiatan ekonomi ke dalam dua sektor (industri) yaitu sektor basis dan
sektor non-basis. Jadi tenaga kerja (pendapatan) sektor basis ditambah
tenaga kerja (pendapatan) sektor non-basis sama dengan total tenaga kerja
(pendapatan) wilayah.
Untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau
non-basis dapat digunakan beberapa metode, yaitu: (1) metode pengukuran
langsung dan (2) metode pengukuran tidak langsung.
Metoda pengukuran langsung dapat dengan survei langsung untuk
mengidentifikasi sektor nana yang merupakan sektor basis. Metoda ini
dapat menentukan sektor basis dengan tepat. Akan tetapi metode ini
memerlukan biaya. waktu dan tenaga kerja yang banyak. Mengingat hal
tersebut di atas, maka sebagian besar pakar ekonomi wilayah
menggunakan metode Pengukuran tidak langsung. Beberapa metode
pengukuran tidak langsung, yaitu : (1) metode melalui pendekatan asumsi;
(2) metode location quotient; (3) metode kombinasi (1) dan (2); dan (4)
metode kebutuhan minimum. Metoda pendekatan melalui asumsi, yaitu
bahwa semua sektor industri primer dan nanufakturing adalah sektor basis.
Sedangkan sektor jasa adalah sektor non-basis. Pada wilayah tertentu yang
luasnya relatif kecil dan tertutup, maka metode ini cukup baik bila
digunakan. Akan tetapi pada banyak kasus, dalam suatu kelompok industri
bisa merupakan sektor basis juga merupakan sektor non-basis.
Metoda Location Quotient (LQ) merupakan perbandingan antar?
pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor pada tingkat wilayah
terhadap pendapatan (tenaga kerja) total wilayah dengan pangsa relatif
pendapatan (tenaga kerja) sektor pada tingkat nasional terhadap
pendapatan (tenaga kerja) nasional. Hal tersebut secara matematis dapat
dinyatakan sebagai berikut :
vi / vt
LQi =
vi / vt
43
dimana :
v = Pendapatan (tenaga kerja) sektor pada tingkat
wilayah
vt = pendapatan (tenaga kerja) total wilayah
Vi = pendapatan (tenaga kerja) sektor pada tingkat
nasional
vt = Pendapatan (tenaga kerja) total nasional
44
b. Semua tenaga kerja dan pendapatan dari sumber "khusus" seperti
politik, pendidikan. kelembagaan, tempat Peristirahatan, kegiatan
hiburan dipertimbangkan sebagai sektor basis.
45
Masalah paling mendasar pada model ekonomi basis ini adalah
masalah time-lag. Hal ini diakui, bahwa penggandaan basis (base
multiplier) tidak berlangsung secara cepat, karena membutuhkan time-lag
antara respon dari sektor basis terhadap permintaan luar wilayah dan
respon dari sektor non-basis terhadap perubahan sektor basis. Pendekatan
yang biasanya dilakukan terhadap masalah ini adalah mengabaikan
masalah time-lag ini, berdasarkan pernyataan bahwa dalam jangka panjang
masalah time-lag ini pasti terjadi.
Beberapa pakar ekonomi wilayah lainnya mencoba mengatasi
masalah tersebut dengan memodifikasi rumus penggandaan basis.
Penggandaan basis dapat dinyatakan sebagai berikut :
46
daerah yang perekonomiannya hanya terdiri dari beberapa sektor saja.
Daerah kecil adalah daerah yang cakupannya tidak lebih dari wilayah
kabupaten. Akan tetapi dapat juga propinsi asal tidak terlalu luas. Contoh
propinsi Bali. Daerah tertutup adalah daerah yang keluar masuknya
barang/jasa ke luar dan ke dalam wilayah dapat diketahui, misalnya pulau.
47
pendapatan total
Penggandaan basis =
pendapatan basis
48
Rasio menggambarkan proporsi dari total pendapatan yang dihasilkan
oleh aktivitas lokal atau aktivitas penduduk dalam perekonomian
wilayah.
1
Rasio menunjukkan adanya dua kecenderungan, yaitu :
YN
1-
Y
pertama adalah kecenderungan konsumsi lokal yang merupakan
persentase dari total pendapatan wilayah yang dikonsumsi secara lokal,
yakni :
CL
(7)
YN YB
Dimana :
CL = Jumlah uang yang dibelanjakan secara lokal untuk barang-
barang dan jasa-jasa.
Namun demikian, tidak semua pendapatan yang dibelanjakan
secara lokal adalah pendapatan lokal. Sebahagian dari pendapatan basis
digunakan untuk membeli produksi dari luar daerah (impor), bayar
upah pekerja dari luar daerah dan cumber-sumber dari luar lainnya.
Untuk menghitung kebocoran pengeluaran yang mengalir ke
luar wilayah dibutuhkan faktor lain. Faktor ini adalah kecenderungan
membelanjakan pendapatan dalam lokal (propensity of the local sales
rupian) yang dirumuskan dengan :
YN
(8)
CL
Dalam hal ini secara implisit diasumsikan bahwa semua YN
dihasilkan oleh penduduk di dalam wilayah itu. Ini berarti bahwa suatu
kebocoran terjadi jika penduduk dari wilayah itu memperoleh
pendapatan bukan basis dari luar wilayah itu.
49
Kedua kecenderungan itu, bila dikombinasikan, menunjukkan
hubungan antara pendapatan, pengeluaran konsumsi lokal, dan
pendapatan bukan basis.
Produk dari kedua kecenderungan tersebut adalah rasio
YN
Hal itu adalah :
Y
CL YN YN YN
- = = (9)
YN YB CL YN YB Y
50
import dari luar wilayah sehingga pengeluaran untuk investasi di dalam
wilayah akan berkurang.
Dengan demikian proporsi pendapatan lokal yang
diinvestasikan pada barang-barang modal di dalam wilayah dapat
dirumuskan sebagai berikut :
YI - MI
(11)
YI
Dimana :
HI = Pengeluaran lokal untuk import barang-barang investasi.
Selanjutnya, hasil penggabungan kedua faktor tersebut di atas
adalah sama dengan proporsi pengeluaran investasi lokal yang tinggal
di dalam wilayah terhadap total pendapatan wilayah. Persamaan
tersebut adalah :
YI YI - MI YI - MI
x = (12)
YN YB YI YN YB
Karena itu pengganda jangka panjang adalah :
1
ML = (13)
CL YN YI YI - MI
1 -
YI
x x
YN YB CL YN YB
Dimana :
CL = Jumlah uang dibelanjakan secara lokal untuk barang-barang
dan jasa-jasa.
YN = Pendapatan bukan basis
YB = Pendapatan basis (ekspor)
YI = Pendapatan lokal yang diinvestasikan dalam barang-barang
kapital.
HI = Pengeluaran lokal untuk import barang-barang investasi.
51
Turunan dari rumus (13) ini adalah :
1
ML = (14)
YN YI - MI
1-
YN YB
Perubahan pendapatan regional untuk analisis jangka panjang adalah :
Y = YB x ML (15)
52
Jika persentase pendapatan wilayah yang dibelanjakan dalam
wilayah tidak sebanding dengan persentase tenaga kerja bukan basis,
maka cara yang dapat digunakan untuk menghitung angka pengganda
tenaga kerja adalah dengan rumus (Glasson, 1978) sebagai berikut :
N
K = (17)
NF
Dimana :
K = Pengganda tenaga kerja
N = Jumlah tenaga kerja di seluruh sektor
N3 = Jumlah tenaga kerja di sektor basis
53
BAB 8
MODEL INPUT OUTPUT
54
membatasi ruang lingkup penelitian dan perencanaan. Teori keseimbangan
umum lainnya seperti Keseimbangan Umum Walrag, dan Model Antar
Wilayah dari Neo-Keyneisian dipandang dari sudut teori memadai, akan
tetapi lebih sukar untuk diterapkan.
Keuntungan yang diperoleh dalam menggunakan model 1-0 dalam
perencanaan pengembangan wilayah yaitu :
1. Model 1-0 dapat memberikan deskripsi yang detail mengenai
perekonomian nasional ataupun perekonomian regional dengan
mengkuantifikasikan ketergantungan antar sektor dan asal (sumber)
dari ekspor dan impor.
2. Untuk suatu set permintaan akhir dapat ditentukan besarnya output
dari setiap sektor, dan kebutuhannya akan faktor produksi dan
cumber daya
3. Dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang
disebabkan oleh swasta maupun pemerintah dapat ditelusuri dan
diramalkan secara terperinci.
4. Perubahan-perubahan teknologi dan harga relatif dapat
diintegrasikan ke dalam model melalui perubahan koefisien teknik.
Sedangkan kelemahan model 1-0 ini antara t lain: (a) asumsi-
asumsi yang agak restriktif, (b) biaya pengumpulan data yang besar dan (c)
hambatan-hambatan dalam mengembangkan model dinamik.
Hambatan terbesar yang dihadapi oleh lembaga-lembaga
perencanaan, terutama di daerah, dalam menggunakan analisis 1-0 antara
lain adalah: (1) biaya yang relatif besar dalam pengumpulan data, 2) data
pokok yang belum memadai dan (3) keterbatasan kemampuan eknis. v
Akan tetapi kalau kendala-kendala tersebut dapat diatasi maka model 1-0
ini merupakan model yang canggih untuk merencanakan pembangunan
ekonomi suatu wilayah secara terintegrasi.
Berbagai asumsi dasar yang perlu diperhatikan dalam Penggunaan
model 1-0 adalah :
55
1. Homogenitas asumsi ini menyatakan bahwa suatu sektor hanya
menghasilkan barang melalui satu cara dengan satu susunan input.
2. Proporsional. Asumsi ini menyatakan bahwa perubahan suatu
tingkat output selalu didahului oleh perubahan penggunaan input
yang seimbang.
3. Additivitas. Asumsi ini menyatakan bahwa akibat total dari
pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-
masing sektor secara terpisah.
1. Model Ekonomi
56
Tabel I-0 tersebut dapat jugs disajikan dalam bentuk lain, dimana
impor berada pada input primer seperti yang disajikan pada Tabel VIII.3.
Dari Tabel VIII.3. terlihat bahwa hubungan-hubungan yang ada dapat
dinyatakan sebagai berikut: Sektor baris, menunjukkan alokasi output
sektor untuk Permintaan antara (intermediator demand) sektor dan
sebagian untuk permintaan akhir. Secara matematis persamaan tersebut
dapat dinyatakan sebagai berikut :
n
j 1
xij + Yi = Xi n = 1, 2, ........n
57
Tabel VIII.1.
Tabel Input-Output Impor Bersaing
Sektor Produksi
1 ........ n
...
1 ............ n
Input V1 ...... Vn
Primer
58
Tabel VIII.2
Tabel Input-Output Impor Tidak Bersaing
Permint Total
Impo
Output Input Permintaan antara aan Outp
r
Akhir ut
Sektor Produksi
1 ...... n
od
uk
Pr
ut
si
r
ik
59
Dimana :
RT1 = Konsumsi Rumah Tangga
KP1 = Konsumsi Pemerintah
1i = Pembentukan modal
S1 = Stok
E1 = Ekspor
Sektor kolom, menunjukkan penggunaan input yang disediakan
oleh sektor lain untuk aktifitas produksi. Persamaan matematisnya
dapat ditulis sebagai berikut :
n
i 1
Xij + Gj = Xj j = 1,2 ............... n
60
didiami sendiri dihitung sebagai output sektor real estate yang dikonsumsi
sendiri oleh rumah tangga. Produksi pertanian, kehutanan, perikanan dan
penggalian yang dihasilkan rumah tangga untuk dikonsumsi sendiri
dianggap sebagai output sektor-sektor yang bersangkutan dan dibeli oleh
rumah tangga. Gaji para pembantu rumah tangga, pengasuh anak, koki,
tukang kebun dan sebagainya dianggap sebagai output Jasa perseorangan
yang dikonsumsi rumah tangga.
Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup pengeluaran
Pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk konsumsi kecuali yang
sifatnya pembentukan modal, termasuk pengeluaran untuk kepentingan
angkatan bersenjata.
Pembentukan modal tetap mencakup semua pembelian barang baru
oleh semua sektor produksi, termasuk pembelian barang bekas dari luar
negeri. Pembentukan modal tetap meliputi : (1) pembelian barang modal
yang umurnya melebihi satu tahun, (2) pengeluaran untuk perbaikan
barang modal yang sifatnya meningkatkan produktivitas atau
memperpanjang umur. (3) pengeluaran untuk perbaikan tanah, (4)
pembinaan dan perluasan hutan dan tambang, (5) penanaman tanaman
tahunan, (6) pembelian ternak untuk pemblakan, produksi susu dan
pengangkutan, dan (7) margin perdagangan dan biaya pengangkutan.
Perubahan stok merupakan nilai persediaan akhir dikurangi
persediaan awal tahun. yang dapat dirinci sebagai berikut :
2. Perubahan stok barang jadi dan setengah jadi yang disimpan
produsen termasuk perubahan jumlah ternak dan unggas, dan
barang-barang strategic yang disimpan pemerintah;
3. Perubahan stok dari bahan mentah dan bahan baku yang belum
digunakan oleh produsen; dan
4. Perubahan blok di sektor perdagangan yang terdiri dari barang-
barang yang belum terjual pada para pedagang besar dan pengecer.
61
Ekspor dan impor meliputi transaksi barang dan jasa dengan luar
negeri. Transaksi ini mencakup barang, biaya Pengangkutan, perhubungan,
asuransi dan lain-lain. Transaksi ekspor dicatat dalam harga f.o.b. (free or
board) sehingga mencakup biaya angkut domestik, pajak ekspor, biaya
muat, tanpa memandang siapa yang menanggungnya impor dinilai menurut
harga landed cost yang terdiri dari nilai c.i.f. (cost insurance freight)
ditambah bea masuk dan pajak-pajak lain. Kalau yang menerima biaya
angkutan dan asuransi adalah perusahaan domestik, maka dianggap
sebagai ekspor jasa.
Input primer adalah faktor-faktor produksi yang secara langsung
terlibat dalam aktifitas produksi, input primer ini terdiri dari: (1) upah/gaji,
(2) surplus usaha, (3) penyusutan dan (4) pajak tak langsung.
Upah dan gaji adalah pembayaran kepada buruh dan pegawai
bukan pekerja keluarga yang tidak dibayar. atas partisipasi mereka dalam
kegiatan produksi.. Pembayaran tersebut dapat berupa uang atau barang.
penilaian upah dan gaji berupa uang dan barang didasarkan atas harga
pasar.
Surplus usaha meliputi sewa tanah, bunga atas modal dan
keuntungan. Penyusutan merupakan perkiraan susutnya barang modal tetap
yang dipakai dalam proses produksi. Penyusutan barang modal yang
disewa dimasukkan ke dalam sektor yang menyewakannya.
Pajak tak langsung neto merupakan selisih antara pajak tak
langsung dengan subsidi. Pajak tak langsung dipungut atas barang dan jasa
yang diproduksi dan dijual, misalnya bea masuk, pajak ekspor, iuran
perizinan, pajak penjualan. Pajak hiburan, cukai dan sebagainya. Pada
prinsipnya dalam penyusutan tabel 1-0. Pajak tan langsung dimasukkan ke
sektor yang membayarnya. Subsidi merupakan bantuan pemerintah untuk
menambah pendapatan produsen yang sedang berjalan. Subsidi akan
menurunkan harga jual sehingga dapat dianggap sebagai pajak tak
langsung negatif.
62
a. Koefisien Input.
Koefisien input atau koefisien teknologi dalam tabel input-
output diperoleh dari perbandingan antara output sektor yang digunakan
dalam sektor j. atau (X) dengan input total sektor j, (Xj)
Apabila koefisien input itu = aij . maka :
X ij
aij =
Xj
a 11 ................ a 1n x1 y1 x1
a ................ a x y
21 2n 2 + 2 = x2
a n1 ................ a nn y n y n X n
A X Y X
AX + Y = X Y = X - AX Y = (1 - A)X
di nana (I - A) disebut matriks Leontief.
Bentuk matriks Leontief selengkapnya adalah sebagai berikut :
1 - a 11 .................................... a 1n
(I - A) =
- a n1 .................................... (1 - a nn )
63
diuraikan adalah : (1) Keterkaitan Langsung ke Depan (direct forward
linkage); (2) keterkaitan Langsung ke Belakang (direct backward
linkage); (3) keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan; (4)
keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang; (5) Koefisien
Penyebaran (Coefficient "T Dispersion); (6) Kepekaan Penyebaran
(sensitivity of dispersion); (6) Kepekaan Penyebaran (income
multiplier), (7) Pengganda Pendapatan, (8) Pengganda Tenaga Kerja
(Employment Multiplier); dan (9) Pengganda output (Output
Multiplier).
X ij n
a
j 1
F1 = F1 ij
xi j 1
64
permintaan total. Untuk mengetahui besarnya Keterkaitan Langsung ke
Belakang suatu sektor, maka digunakan rumus sebagai berikut :
n
X ij n
a
j 1
Bj = ij
xj j 1
Dimana :
Bj = Keterkaitan Langsung ke Belakang
Xij = Banyaknya input sektor j
Xj = Total input sektor j
aij = Unsur matriks koefisien teknis
dimana :
FLTLA = Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan
Cjj = Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka
65
e. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Belakang
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang
menyatakan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor
yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara
langsung maupun tak langsung per unit kenaikan permintaan total.
Untuk mengukur besarnya keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung
ke Belakang digunakan rumus sebagai berikut (Langham dan Retzlaff,
1982) :
n
BLTL j c
i 1
ij
Dimana :
BLTLj = Keterkaitan Langsung dan Tidak, Langsung ke Belakang
i 1 j 1
c ij
Dimana :
Bd = Koefisien penyebaran.
Cij = Unsur matriks kebalikan Leontie
66
g. Kepekaan Penyebaran (Sensitivity of Dispersion)
Kepekaan Penyebaran ini memberikan gambaran tentang
pengaruh yang timbul oleh satu unit permintaan akhir terhadap semua
sektor di dalam perekonomian. Kepekaan Penyebaran merupakan
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung he depart yang
dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien
matriks kebalikan Leontief (Rasmussen, 1956 dan Bulmer-Thomas,
1962). Secara matematik analisis ini dapat dinyatakan sebagai berikut :
n
n c
j 1
ij
Fd n n
i 1 j 1
c ij
Dimana :
Fd = Kepekaan penyebaran
Apabila nilai lndeks Bd dari sektor 1 > 1, hal ini menunjukkan
bahwa sektor tersebut memperoleh pengaruh dari sektor lainnya juga
tinggi. Dengan perkataan lain, sektor tersebut peka terhadap pengaruh
sektor lain. Sebaliknya apabila indeks Fd dari sektor j > 1. berarti
pengaruh sektor tersebut terhadap sektor lainnya juga tinggi (Bulmer-
Thomas. 1982).
2. Pengganda Pendapatan
Menurut Miller dan Blair (1985) terdapat 4 jenis pengganda
pendapatan, yaitu: (1) pengganda pendapatan sederhana; (2) pengganda
pendapatan total (3) pengganda pendapatan tipe I; dan (4) pengganda
pendapatan tipe II.
67
a. Pengganda Pendapatan Sederhana dan Total
Pengganda pendapatan sederhana (MS) merupakan
penjumlahan pengaruh langsung dan tidak langsung. Secara matematik
dapat dirumuskan sebagai berikut :
n
MSj =
i 1
a n 1 . i . C ij
Dimana :
MS = Pengganda Pendapatan Sederhana sektor ke j
Cij = Unsur matriks kebalikan Leontief = (I - A) -1
an + 1.i = Koefisien input gaji/upah rumah tangga Pengganda
pendapatan total.(MT) merupakan penjumlahan antara
pengaruh langsung ditambah pengaruh tidak "langsung"
dan pengaruh induksi/imbalan (induct).
Selanjutnya untuk menghitung pengganda pendapatan total.
terlebih dahulu memasukkan vektor baris upah dan gaji rumah tangga
dan vektor kolom konsumsi rumah tangga ke dalam matriks permintaan
antara sehingga terdapat matriks baru yang disebut matriks Leontief
tertutup. Setelah itu dicari matriks kebalikan Leontief tersebut yaitu (I-
D). Secara matematik pengganda pendapatan total dapat dirumuskan
sebagai berikut :
n 1
MTj =
i 1
a n 1 . i . D ij
Dimana :
MTj = Pengganda Pendapatan Total sektor ke j
Dij = Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup
68
b. Pengganda Pendapatan Tipe I
Pengganda pendapatan tipe I adalah besarnya peningkatan
pendapatan pada suatu sektor akibat meningkatnya permintaan akhir
output sektor tersebut sebesar satu unit. Artinya apabila permintaan
akhir terhadap output sektor tertentu meningkat sebesar satu rupiah,
maka akan meningkatkan Pendapatan rumah tangga yang bekerja pada
sektor tersebut terbesar nilai pengganda pendapatan sektor yang
bersangkutan. Pengganda pendapatan tipe I merupakan penjumlahan
pengaruh langsung dan tidak langsung dibagi dengan pengaruh
langsung yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
69
n 1
an 1 . i . Dij
MIIj =
i 1 an 1 . j
Dimana :
MIIj = Pengganda Pendapatan Tipe II sektor ke j
D1j = Unsur matriks kebalikan Lontif tertutup
An+1.j = Koefisien input gaji/upah rumah tangga sektor j.
n
w n 1 . i . Dij
MLIj =
i 1 wn 1 . j
Li
Wn + 1 . 1 =
Xi
dimana :
MLIj = Pengganda Tenaga Kerja sektor ke j
W = Vektor baris koefisien tenaga kerja (orang/satuan rupiah)
W = (wn+1.1- wn+1.2.....wn+1.n)
Wn+1.i = koefisien tenaga kerja sektor ke i (orang/satuan rupiah)
wn + 1 .j = Koefisien tenaga kerja sektor ke j (orang/satuan rupiah)
Xi = Total output (satuan rupiah)
70
Lj = Komponen tenaga kerja sektor ke i
Cij = Unsur matriks kebalikan Leontief
71
secara langsung, tidak langsung maupun induksi. Untuk menghitung
Pengganda Output Total digunakan rumus sebagai berikut :
n 1
MXTj =
i 1
D ij
Dimana :
WXTj = Pengganda Output Total sektor j
Dij = Unsur matriks kebalikan Leontief
Contoh
72
1 0 0 0,200 0,200 0,100
(I - A) = 0 1 0 - 0,100 0,267 0,200
0 0 1 0,300 0,067 0,200
73
Tabel VIII 3
Tabel Transaksi Barang dan Jasa (Dalam puluhan milyar rupiah)
Konsumsi Permintaan
Total
Ke Permintaan antara Rumah Akhir
Output
Tangga Lainnya
Pertanian 20 30 10 30 10 100
Industri 10 40 20 30 50 150
Jasa 30 10 20 30 10 100
1,4053
0,200 0,267 0,300 x 0,3434
0,5557
74
(1,4053 x 0.200) + (0.3434 x 0,267) + (0,5557 x 0.300) =
0,53946
b. Pengganda Pendapatan sederhana sektor Industri =
1,4088
0,200 0,267 0,300 x 1,4960
0,2786
0,2779
0,200 0,267 0,300 x 0,4169
1,3891
= 2.6973
b. Pengganda Pendapatan Tipe I sektor Industri =
75
(0,4088 x 0,200) (1,4960 x 0.267) (0.2786 x 0.300)
0,267
= 2.1153
c. Pengganda Pendapatan tape I sektor jasa =
= 1.9454
Hasil analisis pengganda pendapatan di atas menunjukkan
bahwa pengganda pendapatan tipe I sektor pertanian menduduki
peringkat tertinggi yang kemudian diikuti berturut-turut oleh sektor
industri dan jasa. Nilai pengganda pendapatan tipe 1 sektor pertanian
sebesar 2,6973 menunjukkan bahwa setiap penambahan permintaan
akhir output dari sektor Pertanian sebesar satu satuan akan
meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bekerja di sektor tersebut
sebesar 2,6973 kali.
76
0,200 0,200 0,100 0,150
0,100 0,267 0,200 0,150
D =
0,300 0,067 0,200 0,150
0,200 0,267 0,300 0,400
2. Matriks identitas dikurangi dengan matriks tertutup D
1,8934
0,8698
0,200 0,267 0,300 0,400 x
1,0745
1,5555
(0,200 x 1.8934) + (0.267 x 0,8698) + (0.300 x 1.-0745 +
(0.400 + 1.5555) = 1.5555
77
b. Pengganda Pendapatan Total sektor industri =
0,9198
2,0472
0,200 0,267 0,300 0,400 x
0,6218
1,6285
(0,200 x 0,9198) +,(0.267 x 2.0472) + (0.300 x 0,8218) +
(0.400 x 1.6285) = 1.6285
c. Pengganda Pendapatan Total sektor jasa =
0,8059
0,9865
0,200 0,267 0,300 0,400 x
1,9504
1,6828
(0,200 x 0.8059) + (0.267 x 0.9865) ? (0,300 + 1,9504) + (0.400
x 1.6828) = 1,6828
78
b. Pengganda Pendapatan Tipe II sektor industri =
1.6285
6,0993
0,267
79
b. Keterkaitan langsung ke depan sektor industri F2 = 0,100 + 0,267 +
0.200 = 0,567
c. Keterkaitan langsung ke depan sektor jasa F3 = 0,300 + 0.067 +
0.200 = 0.567
80
KLTLD1 = 1,4053 + 0,4088 + 0,2779 = 2,0920
b. Keterkaitan Langsung dan tidak Langsung Ke Depan Sektor
Industri:
KLTLD2 = 0,3434 + 1,4961 + 0,4169 = 2,2564
c. Keterkaitan Langsung dan tidak Langsung Ke Depan Sektor Jasa:
KLTLD3 = 0,5557 + 0,2786 + 1,3891 = 2,2234
Kepekaan Penyebaran
Kepekaan penyebaran sektor ke i merupakan penormalan
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Depan sektor ke i
81
dengan jumlah sektor dan Jumlah seluruh unsur koefisien matriks
kebalikan Leontief terbuka.
a. Kepekaan Penyebaran sektor pertanian :
3 (1,4053 0.4088 0,2779)
Fd1 =
(1.4053 0.4088 0,2779
0.3434 1,4961 0.4169
0,5557 0,2786 1.3891)
= 0.9550
b. Kepekaan Penyebaran sektor industri
= 1,8390
c. Kepekaan Penyebaran sektor jasa :
3 (0.5557 0,2786 1.3891)
Fd3 =
(1.4053 0.4088 0.2779 0.3434 1.4961
0.4169 0,5557 0.2786 1.3891)
= 1,0150
Koefisien Penyebaran
Kepekaan penyebaran sektor ke merupakan penormalan
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Belakang sektor ke i
dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh unsur koefisien matriks
kebalikan Leontief terbuka.
a. Koefisien Penyebaran sektor pertanian :
82
3 (1,4053 0.3434 0.5557)
BLTL1 =
(1,4053 0.4088 0.2779 0.3434 1.4961 0,4169
0,5557 0.2786 1.3891)
= 1,0519
b. Koefisien Penyebaran sektor industri :
3 (0.4088 1.4961 0.2786)
BLTL2 =
(1,4053 0,4088 0.2779 0.3434 1.4961
0.4169 0.5557 0.2786 1.3891)
= 0;9968
c. Koefisien Penyebaran sektor jasa :
3 (0,2779 0,4169 1.3891)
BLTL3 =
(1.4053 0,4083 0,2779 0,3434 1,4961
0.4169 0.5557 0,2786 1.3891)
= 0.9513
83
Tabel VIII. 4
Total Output. Jumlah Tenaga Kerja dan Koefisien
Tenaga Kerja per Sektor
84
c. Pengganda Tenaga Kerja Tipe I
Pengganda Tenaga Kerja Tipe I sektor ke merupakan
Perbandingan antara Pengganda Tenaga Kerja Sederhana sektor ke j
dengan Koefisien Tenaga Kerja sektor ke i.
a. Pengganda Tenaga Kerja Tipe I sektor pertanian adalah :
679.494
MLI1 = = 1,788
100
b. Pengganda Tenaga Kerja Tipe I sektor industri adalah:
360.674
MLI2 = = 3,601
100
c. Pengganda Tenaga Kerja Tipe I sektor industri adalah:
425.112
MLI3 = = 2,126
200
85
ML3 = (0,8059 x 380) + (0,9865 x 100) +71.9504 x 200)
+ (1.6328 x 25)
= 837.0420
1060,2595
MLII2 = = 7.5932
100
c. Pengganda Tenaga Kerja Tipe II sektor jasa adalah :
837.0420
MLII3 = = 4,1852
100
4. Pengganda Output
a. Pengganda Output Sederhana
Untuk menghitung Pengganda Output Sederhana, kita
perhatikan matriks kebalikan Leontief terbuka. Pengganda Output
Sederhana sektor j adalah penjumlahan kolom ke dalam matriks
kebalikan Leontief terbuka.
a. Pengganda Output Sederhana Sektor Pertanian :
KXS1 = 1.4053 + 0,3434 + 0.5557 = 2.3044-
86
b. Pengganda Output Sederhana Sektor Industri :
KXS2 = 0,4038 + 1,4961 + 0.2786 = 2.1835
c. Pengganda Output Sederhana Sektor Jasa :
MXS3 = 0.2779 + 0,4169 + 1.3891 = 2.0839
87
Dalam sub-bab ini hanya akan dibahas Metoda Kuosien Lokasi dan
keseimbangan Komoditi saja. Metoda ini terdiri dari beberapa jenis yaitu :
1. Metoda Kuosien Lokasi Sederhana (KLS)
2. Metoda Kuosien Lokasi yang Dibeli Saja (KLDS)
3. Metoda Kuosien Industri-Silang (KIS)
4. Metoda Gabungan Penawaran-Permintaan (GPP)
5. Metoda Modifikasi GPP
Penentuan metoda nana yang paling cocok untuk digunakan di
Indonesia yaitu dengan menggunakan pengujian statistik. Cara
pengujianhya adalah kita membandingkan antara koefisien teknik.
Multiplier Tipe I dan II dari Tabel 1-0 Wilayah yang disurvei langsung
(aktual) dengan koefisien teknik. Multiplier Tipe I dan II dari Tabel 1-0
Wilayah yang diturunkan dari Tabel 1-0 Nasional. Pembahasan masing-
masing metoda akan diuraikan di bawah ini.
Sebelum membahas lebih lanjut tentang pembuatan tabel 1-0
wilayah yang diturunkan dari tabel 1-0 nasional ada baiknya diperkenalkan
terlebih dahulu tentang koefisien wilayah.
Pertama, adalah koefisien teknis wilayah (KTW) yang dinotasikan
sebagai aijw yang dirumuskan sebagai berikut :
dimana =
xijw = Arus barang (rupiah) sektor i yang diproduksi di
seluruh wilayah ke sektor j di wilayah w.
XJ = Total input sektor j di wilayah w
KTW ini hanya mencerminkan segi produksi saja. tetapi tidak
mencerminkan bahwa didalam memproduksi tersebut berapa input yang
digunakan dari wilayah tersebut dan berapa yang di lapor. Dalam
menjawab pertanyaan tersebut, maka ada jenis koefisien wilayah kedua
88
yang disebut koefisien input wilayah (KIW). KIW yang dinotasikan
dengan aijww dirumuskan sebagai berikut :
ww
ww x ij
aij = w
xj
dimana :
xijww = Arus barang (rupiah) dari sektor i di wilayah w ke
sektor j di wilayah w.
dimana :
Xiw = Output sektor i pada tingkat wilayah
Xw = Total output wilayah
Xi = Output sektor i pada tingkat naeional
X = Total output nasional
Bila LQ1 maka diasumsikan bahwa produksi sektor i di wilayah
dapat memenuhi permintaan wilayah, sehingga koefisien teknik
nasional (aij) sama dengan koefisien input wilayah (aijww)
Dimana :
aij = xij / xj dan aijww = xijww / Xjw
89
Bila LQi < 1 maka diasumsikan bahwa produksi sektor i pada ,
tingkat wilayah tidak dapat memenuhi permintaan. Wilayah. Dalam
keadaan ini koefisien input wilayah (aijww) : dapat diduga dengan
menggandakan LQ1 dengan aij. Masalah yang dihadapi metode KLS ini
adalah seringkali nilai total output sektor ke i wilayah dugaan lebih
besar dari nilai total output sektor ke i wilayah yang sebenarnya. Bila
terjadi rial tersebut. maka koefisien input hasil analisis metoda ini
diperlukan suatu penyesuaian.
Nilai total output sektor ke i wilayah dugaan dapat dihitung dari
nilai total output wilayah yang sebenarnya dengan cara sebagai berikut
:
n n
if
w w
Xi = aij ww X j ww
yf w
j1 f 1
Dimana :
Xiw = Total output sektor i wilayah dugaan
aijww = Koefisien teknis wilayah
yfw = Total permintaan akhir wilayah dari permintaan
akhir sektor f.
eifww = Koefisien permintaan akhir wilayah dugaan dari
permintaan akhir sektor f dari industri ke i
Pendugaan nilai koefisien aifww sama dengan pendugaan nilai
koefisien aijww. Dengan menggunakan dari tabel 1-0 nasional dan nilai
koesien lokasi maka diperoleh nilai eifww, yaitu sebagai berikut :
if LQ1 Jika LQi : 1
Eifww =
if Jika LQi 1
Dimana :
Yif
eif =
Yf
90
Yif = Output industri i yang dijual ke permintaan akhir f
pada tabel I-O nasional.
Yf = Total permintaan akhir sektor f pada tabel 1-0
nasional
if ij
ww
Jika Zi 1
dimana :
aijww = Koefisien input wilayah yang sudah disesuaikan
91
sektor i ditingkat nasional. Hal itu secara matematik dapat dirumuskan
sebagai berikut :
w
X i / X wm
LQ1 =
Xi / Xm
dimana :
Xwn = output sektor-sektor yang membeli dari sektor i
pada tingkat wilayah.
Xm = output sektor-sektor yang membeli dari sektor i
pada tingkat nasional.
Perhitungan untuk mencari koefisien teknik wilayah sama dengan
metode KLS. Metode KLDS telah dipergunakan dengan baik oleh
CONSAD Corporation.
Xiw / Xi
CIQij =
Xjw / Xj
Bila CIQij - 1, maka untuk eel ij, aijw = aij. Karena output
sektor i lebih besar dari sektor j pada wilayah tersebut dibandingkan
dengan tingkat nasional. Dalam hal ini diasumsikan bahwa sektor i
dapat memenuhi permintaan sektor j.
Jika CIQij < 1, maka untuk sel ij, ijW = aij - CIQij. Dalam hal ini
koefisien teknik wilayah menjadi koefisien distribusi nasional untuk
sektor i yang diboboti dengan ukuran output industri penjual dengan
industri pembeli. Metode LQ mempunyai banyak asumsi yang tidak
92
realistik seperti : kesamaan fungsi konsumsi, teknik produksi dan
industri campuran antara wilayah dengan nasional.
Kelompok metode non-survei lainnya adalah metode
keseimbangan perdagangan antar sektor. Jenis metode yang akan
diuraikan dalam sub-bab ini, yaitu :
(1) Metode Gabungan Penawaran-Permintaan (GPP); dan
(2) Metode Kodifikasi GPP
93
Contoh
Dalam sub-bab ini akan diberikan Contoh pembuatan Tabel 1-0
wilayah yang diturunkan dari Tabel 1-0 nasional dengan menggunakan
metode KLS. Tabel 1-0 nasional yang digunakan adalah seperti yang
disajlkan pada Tabel VIII.4. Misalkan akan dibuat Tabel 1-0 wilayah
propinsi Jawa Barat.
Diketahui bahwa output masing-masing sektor wilayah tersebut adalah
sebagai berikut (data hipotetik) :
1. Output sektor pertanian = Rp 22.440.000.000.-
2. Output sektor industri = Rp 14.700.000.000.-
3. Output sektor jasa = Rp 62.860.000.000,-
–––––––––––––––––––
Total output = Rp 100.000.000.000,-
Tahapan-tahapan penghitungan pembuatan Tabel I-0 wilayah
adalah sebagai berikut :
b. Penghitungan Nilai LQ
a. LQ sektor pertanian (LQ1) =
22.440.000.000/100.000.000.000
= 1.4586
1.000.000.000.000/6.500.000.000.000
b. LQ sektor industri (LQ2) =
14.700.000.000/100.000.000.000
= 0.637
1.500.000.000.000/6.500.000.000.000
c. LQ sektor jasa (LQ3) =
62.860.000.000/100.000.000.000
= 4.0359
1.000.000.000.000/6.500.000.000.000
94
c. Perhitungan Koefisien 1-0 wilayah
a. Koefisien sektor pertanian
Nilai LQ sektor pertanian adalah lebih besar dari satu. Oleh karena
itu koefisien 1-0 wilayah sama dengan koefisien 1-0 nasional,
sehingga koefisiennya adalah sebagai berikut :
a11ww = a11 = 0,200
a12ww = a12 = 0,200
a13ww = a13 = 0,100
b. Koefisien 1-0 wilayah sektor industri
Dari perhitungan di atas ternyata bahwa nilai LQ sektor industri
lebih kecil dari satu. Oleh karena itu koefisien 1-0 wilayah sama
dengan koefisien 1-0 nasional dikalikan dengan nilai LQ2. Nilai
koefisien wilayah untuk sektor industri tersebut adalah sebagai
berikut :
a21ww = LQ2 . a12 = 0,637 x 0,100 = 0,064
a22ww = LQ2 . a22 = 0.637 x 0.267 = 0,170
a23ww = LQ2 . a23 = 0,637 x 0,200 = 0.127
c. Koefisien 1-0 wilayah sektor jasa
Nilai LQ sektor jasa (LQ3) lebih besar dari satu. Hal ini berarti
bahwa koefisien 1-0 wilayah sama dengan koefisien 1-0 nasional.
Koefisien wilayah sektor jasa adalah sebagai berikut :
a31ww = a31 = 0.300
a32ww,"" = a32 = 0,067
a33ww = a33 = 0,200
95
Selanjutnya penyesuaian nilai koefisien wilayah tersebut
dilakukan seperti metode yang telah diuraikan di atas.
96
BAB 9
PROGRAM LINIER
1. Pendahuluan
a. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah mencakup kegiatan : (1) pengamatan
terhadap fenomena sekitar masalah. yaitu mengamati fakta. pendapat,
97
dan gejala sekitar masalah: dan (2) penentuan dan perumusan tujuan
yang jelas dari permasalahan yang dihadapi.
c. Penyusunan Model
Setelah dilakukan pilihan terhadap berbagai alternatif
Pemecahan masalah, kegiatan selanjutnya adalah penyusunan model.
Kegiatan ini mencakup : (1) merumuskan segala macam faktor yang
terkait dalam model yang bersangkutan secara simbolik ke dalam model
matematika; (2) menentukan peubah-peubah beserta kaitan-kaitannya
satu sama lain; can (3) menetapkan fungsi tujuan dan kendala-
kendalanya dengan nilai d«n parameter yang Jelas.
d. Analisis Model
Kegiatan analisis model terdiri dari tiga hal penting, yaitu (1)
melakukan analisis terhadap model yang telah disusun dan dipilih
tersebut; (2) memilih hasil-hasil yang optimal; dan (3) melakukan
analisis kepekaan (sensitivity analisis)
Ada dua macam prosedur untuk mendapatkan hasil yang optimal
dari suatu model, yaitu : (1) cara analitik, yaitu dengan penggunaan
deduksi matematika; dan (2) cara numerik. yang berkenaan dengan
penggunaan komputer.
98
e. Pengesahan Model
Analisis pengesahan model menyangkut penilaian terhadap
model tersebut dengan cara menterjemahkan ke dalam bentuk yang
mudah dimengerti dan dapat dilaksanakan oleh pengambil keputusan
(Wagner, 1975; Hillier dan Lieberman.19S0; Nasendi dan Anwar. 1985;
dan Siagian, 19.37).
Ada lima syarat yang harus dipenuhi agar dapat menyusun dan
merumuskan suatu persoalan atau permasalahan dalam Program linier,
yaitu :
1) Tujuan
Harus ada tujuan dari pemecahan permasalahan yang
dihadapi. Tujuan ini merupakan pencerminan dari apa yang
diinginkan. Tujuan yang diinginkan bersifat memaksimumkan
(sebagai contoh adalah: memaksimumkan keuntungan / penerimaan /
produksi) atau meminimumkan (sebagai contoh meminimumkan
biaya). Tujuan harus dinyatakan dengan jelas dan tegas yang disebut
fungsi tujuan.
2) Alternatif Perbandingan
Dalam memecahkan suatu permasalahan, tentunya
mempunyai beberapa alternatif pemecahannya. Dalam program linier
ini adalah mencari kombinasi terbaik yang bersifat mengoptimalkan
penggunaan sumberdaya dari beberapa alternatif pemecahan
permasalahan yang ada.
3) Sumberdaya
Sumberdaya yang dianalisis bersifat terbatas. Keterbatasan
sumberdaya ini merupakan kendala (:<>»; tr airiT} atau 6yarat ikatan
dalam mencari kombinasi terbaik dari alternatif pemecahan
permasalahan yang ada.
99
4) Perumusan Kuantitatif
Suatu persoalan agar dapat dianalisis dengan menggunakan
program linier maka fungsi tujuan dan kendala tersebut harus dapat
dirumuskan ke dalam model matematika. Model matematika atau
model simbolik adalah penyederhanaan keadaan dunia nyata yang
dinyatakan dengan 6imbol-simbol matematika.
5) Keterkaitan Peubah
Peubah-peubah fungsi tujuan dan kendala-kendala harus
memiliki hubungan fungsional atau hubungan keterkaitan Apabila
tidak terdapat keterkaitan antara peubah-peubah yang ada, maka
persoalan tersebut tidak dapat diselesaikan. dengan program linier
dengan memuaskan.
f. Model Baku
100
c. Syarat Non-negatif
Xj ≥ 0
Dimana :
Cj = Koefisien peubah pengambilan keputusan
Xj = Peubah pengambilan keputusan
aij = Koefisien teknologi peubah pengambilan keputusan
dalam kendala ke-i
b1 = Sumberdaya yang ada atau nilai sebelah kanan
(right hand side) kendala ke-i
Ada beberapa asumsi dasar yang harus dipenuhi oleh model
program linier ini. .Asumsi-asumsi -tersebut adalah :
a. Linieritas. Asumsi ini menyatakan bahwa hubungan antar input dan
output bersifat linier.
b. Proporsionalitas. Asumsi ini menyatakan bahwa perubahan peubah
pengambilan keputusan (Xj) akan "menyebar dengan proporsi yang
sama terhadap fungsi tujuan (CjXj) dan kendalanya (aijXj).
c. Aditivitas. Asumsi ini menyatakan bahwa dampak total dari
parameter optimasi merupakan penjumlahan dari dampak masing-
masing Cj dalam model program linier tertentu.
d. Divisibilitas. Asumsi ini berarti bahwa nilai peubah pengambilan
keputusan dapat berupa bilangan cacah maupun pecahan.
e. Deterministik. Asumsi ini berarti bahwa semua parameter dalam
model program linier adalah tetap dan ditentukan secara pasti.
g. Metoda Analisis
101
Penyelesaian Dengan Analisis Grafik
Contoh
PT Khabui Group adalah produsen Sepatu dan Sandal. Dalam
Produksinya diperlukan 2 jenis bahan baku yaitu kulit sapi dan
lembaran karet. Setiap kodi pasang (1 kode = dua puluh satuan) sepatu
memerlukan sebanyak 3 meter persegi dari kulit sapi dan 1 meter
persegi lembaran karet. Sedangkan setiap kodi pasang sandal
diperlukan 1 meter Persegi kulit sapi dan 2 meter persegi lembaran
karet. Persediaan kulit setiap minggu untuk kulit sapi adalah sebanyak
6 meter persegi dan lembaran karet sebanyak 6 meter Persegi.
Permasalahannya adalah : Berapa kombinasi sepatu dan sandal yang
harus diproduksi per minggu agar mendapatkan penerimaan maksimum
bila harga satu kodi pasang sepatu adalah Rp. 500.000.- dan harga satu
kodi pasang sandal adalah Rp 400.000,-
Apabila permasalahan perusahaan tersebut disusun dalam
bentuk tabel yang menunjukkan permintaan dan pengadaan.
euoberdaya. naka akan diperoleh keadaan perusahaan tersebut seperti
pada Tabel XI. 1.
102
Tabel IX.1.
Keadaan PT. Khabul Group
Harga Jual
Sumberdaya yang tersedia per lusin
( x Bp 100.000)
Kulit Sapi Lembaran
(m2) Karet (m2)
Sepatu (X) 3 1 5
Sandal (X2) 1 2 4
Jumlah Per minggu 6 6 Maksimumkan
103
Kendala 1
3 X1 + 1 X2 < 6
Jika X1 = 0, maka X2 ≤ 6
X2 = 0 maka X1 ≤ X1 ≤ 2
Kendala 2
1 X1 + 2 X2 ≤ 6
6
X1 0, maka X2 ≤ --------> X1 ≤ 2
2
6
X2 0, maka X2 ≤ --------> X1 ≤ 6
1
Dari ke dua ketidaksamaan tersebut akan diperoleh wilayah kelayakan
(feasible region). Seperti yang disajikan pada Gambar 11.1. Wilayah
kelayakannya adalah bagian yang diarsir, yaitu segi empat
OABC. Wilayah kelayakan adalah tempat titik-titik kombinasi antara
X1 dan X2.
104
6
Kendala 2
1 X 1 + 2 X2 ≤ 6
4
Kendala 1
3
3 X 1 + 2 X2 ≤ 6
Wilayah
1 Kelayakan
0 X1
1 2 3 4 5 6
Gambar IX.1.
Wilayah Kelayakan dari Persoalan Program Linier
PT. Khabul Group
105
Persamaan di atas dapat juga dinyatakan sebagai berikut :
5 2
X2 = X1 +
4 4
Z Z
Bila X1 = 0, maka X2 = bila X2 = 0, maka X1 = demikian
4 5
seterusnya untuk berbagai nilai Xj, X2 dan Z. Untuk mencari garis
isorevenue, pertama-tama dapat kita misalkan nilai Z. Misalkan nilai Z
= 10, maka nilai Xj jika X2 = 0 adalah 10/5 = 2 dan nilai X2 jika Xx =
0 adalah 10/4 = 2,5. Dari titik (2,0) dan (0, 2,5) dapat dibuat garis
isorevenue. Kemudian dibuat garis-garis yang sejajar yang menembus
wilayah kelayakan seperti yang pada akhirnya akan menyinggung titik
ekstrim dari wilayah tersebut. Disitulah letak titik optimum yang dicari,
seperti yang disajikan pada Gambar IX.2.
106
X2
5
Iso-revenue
3 Titik Sudut
optimal
1
Wilayah
Kelayakan
0
X1
0 1 2 3 4 5 6 7
Gambar IX.2
Titik Optimum Persoalan Program Linier PT Khabul Group
1
3 1 X2 6
5
18 12 2
1 X2 = - X2 2
5 5 5
1 2
Jadi koordinat titik B adalah 1 . 2
5 5
107
Dengan diketahuinya koordinat titik-titik ekstrim maka akan
didapatkan kombinasi antara X1 dan X2 seperti yang disajikan pada
Tabel XI.2.
Tabel IX.2
Beberapa Kombinasi antara X1 dan X2
Kombinasi Nilai
Isorevenue
Output Maksimum
Alternatif Titik Penerimaan (Z)
Produk Produk dalam
Xl X2
X1 X2 (Rp 100.000,-)
1 A 0 3 2,4 3 12
2 B 1.2 2.4 3,12 3,9 15.6
3 C 2 0 2 2,5 10
2. Metode Simpleks
Metode analisis grafik hanya dapat digunakan untuk permasalahan
program linier yang terdiri dari dua peubah pengambilan keputusan saja.
Karena penggambaran lebih dari dua dimensi. dalam metoda grafik akan
sangat sulit. Padahal permasalahan program linier dalam dunia nyata
sangat kompleks. luas dan besar, sehingga diperlukan metoda yang cocok.
Metoda tersebut adalah metoda simpleks.
108
Ciri khas dari metoda simpleks ini adalah dengan dimasukkannya
kegiatan disposal (redusal activities) dalam model program linier. Peranan
kegiatan disposal adalah untuk menampung sumberdaya yang tersisa atau
yang tidak digunakan. Jumlah peubah disposal ini sama banyaknya dengan
jumlah kendala.
Langkah-langkah (algoritma) metoda simpleks adalah sebagai
befikut. Misalkan permasalahan program linier yang akan dipecahkan
adalah seperti dalam Contoh. Untuk dapat dianalisis dengan metoda
simpleks, maka model rumusan permasalahan tersebut sekarang adalah
sebagai berikut :
a. Langkah 0. Konversi dalam Bentuk Baku
Maksimumkan Z = 5 X1 + 4 X2 + 0 X3 + 0 X4
Kendala :
3 X1 + 1 X2 + 1 X3 + 0 X4 = 6
1 X1 + 2 X2 + 0 X3 + 1 X4 = 6
dimana : X3 dan X4, adalah peubah disposal
109
Baris Zj menunjukkan nilai bersih biaya terluang, yaitu selisih
antara biaya terluang kotor dengan nilai koefisien fungsi tujuan.
Bila bentuk baku pada langkah 0 dimasukkan ke dalam
tabel simpleks. maka bentuknya adalah seperti yang disajikan pada
Tabel IX.3.
Tabel IX.3
Struktur Tabel Simpleks
110
Pada langkah pertama ini PT. Khabul Group belum mulai
berproduksi, karena pendapatannya masih nol (ditunjukkan oleh nilai
Zj = 0. di bawah kolom bi).
Metode simpleks menganalisis dari titik ekstrim yang satu ke
titik ekstriro yang lainnya, sampai akhirnya tiba pada suatu titik ekstrim
tertinggi, yang disebut titik sudut optimal. Pada Gambar 11.1 dan 11.2
terlihat bahwa titik
Tabel IX.4
Penyelesaian Kelayakan Pendahuluan
1 0 X3 6 3 1 1 0 6/3 = 2
2 0 X4 6 1 2 0 1 6/1 = 6
ZJ 0 0 0 0 0
zrcj 0 -5 -4 0 0
111
dapat dilihat bahwa nilai R untuk peubah X3 yang paling kecil
sehingga peubah X3 harus meninggalkan basis. Koefisien input yang
merupakan pertemuan antara baris dengan nilai R terkecil dan kolom
dengan nilai Zj-Cj terkecil disebut unsur pivot (pivot point). Atau dapat
dikatakan bahwa unsur pivot adalah sebuah nilai yang menyatakan
tentang pertemuan antara kegiatan yang sedang memasuki (yaitu X)
dengan baris yang sedang dikeluarkan (yaitu X3). Pada penyelesaian
kelayakan pendahuluan ini. unsur pivotnya adalah 3. Basis X yang baru
dihitung dengan jalan membagi baris X3 dengan koefisien unsur pivot.
Baris X1 yang baru adalah sebagai berikut :
Cb xb b1 x1 x 2 x3 x 4 R1
Baris X1 yang baru
5 x1 6 / 3 2 3 / 3 1 1 / 3 1 / 3 0 / 3 0
Dimana :
X111 = Nilai sel baru untuk kegiatan i pada pertemuan
dengan kegiatan j.
M1i = Nilai eel sebelumnya untuk kegiatan i pada
pertemuan dengan kegiatan j.
Basis X4 yang baru dibentuk adalah. sebagai berikut :
CB XB B1 X 1 X 2 X 3 X 4
6 1(6 / 3) 1 1(3 / 3) 2 1(1 / 3) 0 1(1 / 3) 1 1(073)
0 X4
4 0 12 / 3 1 / 3 1
112
Dimana :
X Aj = nilai sel yang baru untuk kegiatan i pada pertemuan
dengan kegiatan j
Xij = nilai sel yang sebelumnya untuk kegiatan i pada
pertemuan dengan kegiatan j
XiI = koefisien Input-Output yang sebelumnya pada
pertemuan dari kegiatan i dengan basis kegiatan I
X jj = koefisien Input-Output yang baru pada pertemuan
dari basis kegiatan I dengan kegiatan i
Baris Zj diperoleh dengan cara menggandakan koefisien Input-
Output dalam tabel simpleks dengan koefisien fungsi tujuan dalam
basis (kolom CO. kemudian dijumlahkan ke bawah, dengan rumus
sebagai berikut :
n
Zj = Mi CBi
i1
Dimana :
Mi = koefisien Input-Output dalam tabel simpleks pada
baris ke i. Mi terdiri dari bi dan aij dalam baris.
CB1 = koefisien fungsi tujuan dalam basis ke i Dari rumus
tersebut, maka akan didapat nilai-nilai Zj, sebagai
berikut :
ZXb = 4 (0) + 2 (5) = 10
Z1 = 0 (0) + 1 (5) = 5
Z2 = 1 2/3 (0) + 1/3(5) = 5/3
Z3 = - 2/3 4 1/3 (5) = - 5/3
Z4 = 1 (0) 4 0 (0) = 0
113
Tabel IX.5
Langkah Kedua dalam Tabel Simpleks
CJ 5 4 0 0
CB XB Bi x1 x2 x3 x4 R1
0
0 X4 4 unsur 1 2/3 -1/3 1 2,25
pivot
5 X1 2 1 1/3 1/3 0 6
ZJ 10 5 5/3 5/3 0
Zj - Cj 10 0 |-7/3 -5/3 0
114
4. Interpretasi Ekonomi dari Tabel Simpleks
Interpretasi ekonomi dari tabel simpleks adalah :
a. Nilai Zj di bawah kegiatan riil adalah. biaya korbanan (kotor) dari
kegiatan lain bila kegiatan Xj ditingkatkan satu unit; sedangkan Z
di bawah kolom kegiatan disposal adalah nilai produk marjinal
(marginal value project) atau harga bayangan (shadow price) dari
sumberdaya yang digunakan.
Tabel IX.6
Analisis Simpleks Permasalahan PT Khabul Group
CJ ––— > 5 4 0 0
Kegiat
1 Basis Kegiatan Nyata Disposal Bi
an
CB XB b1 X1 X2 X3 X4
0 X3 6 3 1 1 0 6/3 = 2
Tahap I 0 X4 6 1 2 0 1 6/1 = 3
0
00 0 -4 00 00
EI]
Tahap II
0 X4 4 0 (l 2/3 -1/3 1 4/l,67 = 2,25
< –––––
5 X1 2 1 - 1/3 1/3 0 0.33 = 6
––––– >
Zj 10 5 5/3 5/3 0
Titik C
Zj-Cj 10 0 -7/3 -5/3 0
115
b. Nilai Zj - Cj di bawah kolom kegiatan riil adalah nilai produk
marjinal, atau disebut juga reduced cost, yaitu pertambahan nilai
pendapatan yang diperoleh bila kegiatan Xj ditingkatkan sebesar
satu satuan. Nilai Zj - Cj di bawah kolom kegiatan disposal sama
dengan nilai Zj karena koefisien fungsi tujuan (Cj) untuk kegiatan
dispoeal adalah nol. .
5. Analisis Dual
116
Tabel IX. 7
Aturan Umum Perumusan Permasalahan Program Linier ke
dalam Bentuk Primal dan Dual
Mode Umum
Bentuk primal untuk persoalan maksimisasi adalah sebagai
berikut :
n
Maksimumkan Z = j1
Cj Xj
Syarat ikatan :
n
j1
aij Xj bi; i 1.2 ...............m
Xj ≥ 0; j = 1.2 .............n
117
Sedangkan bentuk primal untuk persoalan minimisasi adalah sebagai
berikut :
n
Minimumkan Z = j1
Cj Xj
Syarat ikatan :
n
j1
aij x J ≥ bi; 1 = 1, 2 .......................m
Xj ≥ 0; j = 1, 2 ................ n
Bentuk umum dual dari primal dengan persoalan maksimisasi
adalah :
n
Minimumkan G = j1
bj Xj
Syarat ikatan :
n
j1
aij Yi ≥ Cj; j = 1, 2 .......................m
Xj ≥ 0; i = 1, 2 ................ n
Sedangkan bentuk umum dual dari bentuk primal dengan Persoalan
minimisasi adalah :
n
Minimumkan G = j1
bj Yj
Syarat ikatan :
n
j1
aij . Yi ≤ CJ; j = 1,2 ........................n
Yj ≥ 0; j = 1, 2 ................ n
Contoh
118
Di bawah ini akan diberikan Contoh tentang perumusan bentuk
dual dan bentuk primal. Misalkan ada persoalan program linier sebagai
berikut :
Maksimumkan Z = 5 X1 4 X2
Syarat ikatan :
(1) 3 X1 + 1 X2 ≤ 6
(2) 1 X1 + 2 X2 ≤ 6
(3) X1 ≥1
(4) 5 X1 + 5 X2 = 18
X1 . X2 ≥ 0
Langkah-langkah perumusan bentuk dual dari bentuk primal di
atas adalah sebagai berikut :
Langkah 1 Merumuskan persoalan program linier ke dalam bentuk
kanonik.
a. Fungsi kendala 3 dikalikan dengan - 1. sehingga
didapatkan :
- X1 ≤ - 1
b. Fungsi kendala 4 diganti menjadi ketidaksamaan :
(5) 5 Xj ? 5 X2 < 18
(6) 5 Xx ? 5 X2 > 18
Kemudian kalikan kendala (6) dengan -1, sehingga
menjadi :
- 5 X1 - 5 X2 ≤ - 18
Akhirnya didapatkan bentuk kanonik primalnya. adalah
sebagai berikut :
119
Maksimumkan Z : 5 X1 + 4 X2
Syarat ikatan :
(1) 3 X1 + 1 X2 ≤ 6
(2) 1 X1 + 2 X2 ≤ 6
(3) -1 X1 ≤ -1
(4) 5 X 1 + 5 X2 ≤ 18
(5) -5Xx + 5 X2 ≤ -18
X1 . X2 ≥ 0
Langkah 2 Merumuskan bentuk dual dari bentuk kanonik primal.
Minimumkan : G = 6 Y1 + 6 Y2 - 2 Y3 + 18 Y4 - 18 Y5
Syarat Ikatan :
(1) a Y1 + 1 Y2 - 1 Y3 + 5 Y4 - 5 Y5 > 5
(2) 1 Y1 + 2 Y2 - 0 Y3 + 5 Y4 - 5 Y5 > 4
dan
Y1 ≥ 0 . 1 = 1, 2.............5
1. 3 X1 + 1 X2 ≤ 6
2. 1 X1 + 2 X2 ≤ 6
Bentuk dual dari persoalan program linier di atas adalah sebagai
berikut :
Minimumkan G - 6 Y1 + 6 Y2
dengan syarat. ikatan :
1. 3 Yx + 1 Y2 ≥ 5
2. 1 Y2 + 2 Y2 ≥ 4
Y1, Y2 ≥ 0
120
BAB 10
PERENCANAAN PUSAT PELAYANAN
121
(4) Mereka membentuk pemukiman dalam bentuk rumah. dusun kecil.
desa, dan kota serta meneruskan untuk tinggal bersama selama
sumberdaya mencukupi kebutuhan mereka.
(5) Mereka menggunakan sumberdaya untuk kebutuhan dasar yang
dibatasi atau keinginan yang tak terbatas.
(6) Mereka berpindah ke tempat lain (migrasi) untuk mencari barang-
barang dan jasa yang tidak mereka dapati di pemukiman mereka.
Pusat dan daerah belakang (hinterland) mempunyai hubungan yang
bersifat simbiotik dan mempunyai fungsi yang spesifik sehingga keduanya
tergantung secara internal. Fungsi dari pusat antara lain adalah sebagai : (i)
pusat permukiman; (2) pusat pelayanan; (3) pusat industri: dan (4) pusat
perdagangan bahan mentah. Sedangkan fungsi daerah, belakang antara lain
adalah sebagai : (1) penyedia bahan mentah dan sumberdaya dasar: (2)
daerah pemasaran barang-barang industri dan (3) pusat kegiatan pertanian.
Perkembangan suatu pusat sangat tergantung kepada perkembangan daerah
belakang atau sebaliknya.
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya pusat-pusat wilayah
adalah :
122
menyebabkan timbulnya pusat-pusat wilayah. Sebagai contoh yang
terjadi hampir di seluruh kota-kota di Indonesia.
(4) Faktor Investasi Pemerintah
Ketiga faktor di atas penyebabkan timbulnya pusat-pusat
wilayah secara alamiah. Sedangkan faktor investasi pemerintah
merupakan sesuatu yang sengaja dibuat (artificial). Sebagai contoh
adalah kota Palangkaraya. Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah.
Pada dasarnya pusat wilayah mempunyai hirarki. Hirarki dari suatu
pusat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :
(1) Jumlah penduduk yang bermukin pada pusat tersebut:
(2) Jumlah fasilitas pelayanan umum yang tersedia; dan i
(3) Jumlah jenis fasilitas pelayanan umum yang tersedia.
Secara umum dapat dikemukakan bahwa semakin besar jumlah
penduduk dan semakin banyak jumlah fasilitas serta Jumlah jenis fasilitas
pada suatu pusat, maka semakin tinggi pula hirarki dari pusat tersebut.
Untuk pelayanan sederhana seperti barang-barang kebutuhan dasar
seseorang dapat memperolehnya dari pusat-pusat yang berhirarki lebih
rendah. Sedangkan pelayanan-pelayanan yang lebih kompleks dapat
diperoleh di pusat-pusat yang lebih tinggi hirarkinya. Dari pengalaman
empirik menunjukkan bahwa Jumlah penduduk mempunyai hubungan
umpan balik yang sangat erat dengan jumlah fasilitas pelayanan umum.
Pertumbuhan penduduk yang cepat cenderung mengakibatkan
pertambahan jumlah fasilitas dan jumlah jenis fasilitas yang cepat, begitu
juga sebaliknya.
Tujuan identifikasi pusat pelayanan adalah :
1. Identifikasi pusat-pusat pelayanan dan daerah pelayanan pada tingkat
yang berbeda.
2. Penentuan dari fasilitas lnfrastruktur pokok untuk memuaskan
kebutuhan beragam sektor dari penduduk.
123
3. Pengintegrasian atau pengelompokkan pelayanan pada tingkat yang
berbeda dan penentuan dari keterkaitan atau Jaringan jalan untuk
mengembangkan aksesibilitas dan efisiensi.
Beberapa teknik dan metode sederhana yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasikan hirarki pusat-pusat pelayanan adalah :(1) metode
skalogram; (2) metode skalogram dan (3) metode biseksi (bisection). Akan
tetapi dalam bab ini hanya akan dibahas metode skalogram dan sosiogram
saja
1. Metoda Skalogram
124
(2) Secara cepat dapat mengorganisasikan data dan mengenal wilayah.
(3) Membandingkan pemukiman-pemukiman atau wilayah-wilayah
berdasarkan ketersediaan fasilitas pelayanan.
(4) Memperlihatkan hirarki pemukiman atau wilayah.
(5) Secara potensial dapat digunakan untuk merancang fasilitas baru
dan memantaunya.
2. Metoda Sosiogram
Metoda sosiogram dimaksudkan untuk memperlihatkan secara
grafis pola interaksi dan interdependensi melalui pergerakan penduduk
antar pusat pemukiman di dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan
sosial ekonomi. Pola tersebut dapat ditunjukkan pada peta-peta atas
dasar preferensi penduduk dari suatu desa (pemukiman) terhadap
fasilitas pelayanan dengan arah tanda panah.
Metoda sosiogram ini dapat. digunakan untuk memperlihatkan
pergerakan penduduk dalam memanfaatkan fasilitas-fasilitas : (1)
pelayanan pertanian seperti kios sarana produksi. KUD. dan BRI Unit
Desa; (2) Pelayanan pendidikan seperti SP. SLTP. dan SLTA baik
negeri maupun swasta dan (3) pelayanan kesehatan seperti poliklinik,
puskesmas, BKIA/Rumah Sakit Bersalin dan Rumah Sakit Umum
Wilayah pelayanan suatu pusat, dan wilayah pelayanan suatu jenis
fasilitas pelayanan dipengaruhi oleh :
a. Keadaan sarana dan prasarana transportasi
b. Jumlah dan kapasitas sarana pelayanan umum per jumlah
penduduk.
c. Jumlah dan kapasitas sarana pelayanan umum per luas areal.
Tahapan-tahapan metode sosiogram ini yaitu misalkan kita
ingin mengetahui pergerakan penduduk dari desa ke pusat-pusat
pelayanan dalam satu kabupaten) :
a. Sediakan 3 peta dasar yang digambar pada kertas kalkir atau bahan
transparan lainnya untuk setiap jenis fasilitas seperti tersebut di
125
atas. masing-masing peta dasar tersebut didalamnya harus sudah
menggambarkan tempat-tempat pemukiman (desa) dan seluruh
fasilitas pelayanan di dalam dan di luar sekitar wilayah yang
diteliti.
b. Hubungkan antara desa-desa tersebut dengan fasilitas-fasilitas
pelayanan dengan menggunakan tanda panah. Gunakan tanda
panah dengan garis tebal untuk fasilitas pelayanan yang tingkatnya
relatif lebih tinggi misalnya SLTA), sedangkan untuk fasilitas
pelayanan yang tingkatnya lebih rendah (misalnya SLTP)
digunakan garis terputus-putus.
c. Tampilkan (superpower) antara peta yang satu terhadap peta yang
lainnya untuk melihat hubungan antara berbagai pusat-pusat
pelayaran dan darah pelayanan dan identifikasi kesenjangan spasial
d. Jumlahkan tanda panah yang menuju ke arah tujuan yang sama
untuk setiap pusat-pusat pelayaran pada setiap peta dan jumlahkan
untuk ketiga peta tersebut. Siapkan peta ke tempat yang
menggambarkan pentingnya suatu pusat pelayanan (secara relatif)
dari banyaknya tanda panah yang menuju ke pusat pelayanan
tersebut.
126
DAFTAR PUSTAKA
Biro Pusat Statistik. 1980. Tabel Input Output Indonesia 1930. Jakarta.
127
Chenery. K. dan P. G. Clark. 1362. Interindustry Economics. John Wiley
and Sons. New York.
128
Hayami. Y. dan V. W. Ruttan. 1971. Agricultural Development : An
International Perspective. The John Hopkins Press.
Baltimore.
129
Lucas. E. C. and B. K. Prim. 1979. "identifying the J, depressed and
declining industries in Indonesia. Presented at. the third
Biennial Meeting of the Agricultural Economic Society of
South East Asia. Kuala Lumpur.
130
Siagian. P. 1987. Penelitian Operasional. Penerbit Universitas Indonesia.
Jakarta
131
Weinberg. S. 1985. Applied Linear Regression. John Wiley and Sons. -
New York.
132