Anda di halaman 1dari 6

Biografi Sunan Gunung Jati ( Syeikh Syarif Hidayatullah )

Disusun Oleh :
Muhammad Haikal
Kelas : VI

SDIT DAR-ET TAUHID


DAFTAR ISI

Cover

Daftar Isi ......................................................................................................................

Tinjauan Teori

Biografi Sunan Gunung Jati

A. Riwayat Hidup ....................................................................................................


B. Pernikahan ..........................................................................................................
C. Kesultanan Demak..............................................................................................
D. Perundingan Yang Sangat Menentukan .............................................................
E. Wafatnya Sunan Gunung Jati .............................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………………………
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………...
C. Tujuan ………………………………………………………………………….

BAB II HASIL PENELITIAN


A. Sejarah Perkembangan Sunan Gunung Djati …………………………………..
B. Peranan Sunan Gunung Djati …………………………………………………..
C. Metide Dakwah ………………………………………………………………..
D. Madzhab yang Digunakan ……………………………………………………..
E. Hambatan yang Dialami ……………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA

1
Biografi Sunan Gunung Jati ( Syeikh Syarif Hidayatullah )

Dalam Naskah Klayan hal. xxii Babad Cirebon,


dikisahkan sunan gunung jati yang mempunyai
nama asli adalah Syarif Hidayatullah.

Lahir sekitar 1450 M, namun ada juga yang


mengatakan bahwa ia lahir pada sekitar 1448 M.
Sunan Gunung Jati adalah salah satu dari
kelompok ulama besar di Jawa bernama walisongo.
Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya
Walisongo yang menyebarkan Islam di Jawa Barat.

Ayahanda Syech Syarief Hidayatulloh adalah


Syarief Abdullah, seorang dari Mesir keturunan ke
17 Rosulullah SAW, bergelar Sultan Maulana
Muhamad, Ibunda Syech Syarief Hidayatullah
adalah Nyai Rara Santang dan setelah masuk Islam
berganti nama menjadi Syarifah Muda’im adalah Putri Prabu Siliwangi dari kerajaan
Padjajaran.

A. Riwayat Hidup
Proses belajar
Raden Syarif Hidayatullah mewarisi kecendrungan spiritual dari kakek
buyutnya Syekh Maulana Akbar sehingga ketika telah selesai belajar agama di
pesantren Syekh Datuk Kahfi ia meneruskan ke Timur Tengah yaitu ke Makkah dan
Baghdad untuk menuntut ilmu. Di Makkah ia belajar selama empat tahun, dan berguru
kepada Syekh Tajudin al-Kubri serta Syekh Ataullahi Sadzili. Sementara di Baghdad
ia belajar tasawuf (Djayadiningrat, 1913)
Babad Cirebon menyebutkan ketika Pangeran Cakrabuwana membangun kota
Cirebon dan tidak mempunyai pewaris, maka sepulang dari Timur Tengah Raden
Syarif Hidayatullah yang berusia 27 tahun, sekitar tahun 1475 TU, ia kembali ke tanah
Jawa dan bermukim di Caruban dekat Cirebon. Selanjutnya mengambil peranan
mambangun kota Cirebon dan menjadi pemimpin perkampungan Muslim yang baru
dibentuk itu setelah Uwaknya wafat.

B. Pernikahan
Memasuki usia dewasa sekitar di antara tahun 1470-1480, ia menikahi adik
dari Bupati Banten ketika itu bernama Nyai Kawunganten. Dari pernikahan ini, ia
mendapatkandua orang anak. Anak yang tertua bernama Sabakingking yang kemudian
bernama Hasanuddin menjadi Sultan Banten. Anak yang kedua bernama Siti
Winahon, lebih dikenal dengan nama Ratu Ayu yang kemudian menikah dengan salah
seorang sultan Demak (Abdurachman, ed., 1982: 37).

2
Sunan Gunung Jati juga disebutkan menikahi seorang puteri dari negeri Cina
bernama Ong Tien. Diceritakan bahwa pertemuan Sunan Gunung Jati dengan Ong
Tien terjadi ketika Sunan Gunung Jati mengadakan kunjungan ke negeri Cina. Dari
pernikahan tersebut mereka tidak dikaruniai anak.
C. Kesultanan Demak
Pada masa ini, ia berusia sekitar 37 tahun kurang lebih sama dengan usia Raden
Patah yang baru diangkat menjadi Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah. Bila Syarif
Hidayat keturunan Syekh Maulana Akbar Gujarat dari pihak ayah, maka Raden Patah adalah
keturunannya juga tapi dari pihak ibu yang lahir di Campa.
Dengan diangkatnya Raden Patah sebagai Sultan di Pulau Jawa bukan hanya di Demak,
maka Cirebon menjadi semacam Negara Bagian bawahan vassal state dari kesultanan Demak,
terbukti dengan tidak adanya riwayat tentang pelantikan Syarif Hidayatullah secara resmi
sebagai Sultan Cirebon.
Ketika Kerajaan Islam Demak mendengar adanya seorang penyiar agama Islam di
Cirebon, maka atas persetujuan para wali, Raden Fatah selaku Sultan Demak menetapkan
Syarif Hidayatullah sebagai Penetap Penata Gama Rasul di tanah Pasundan bergelar Sunan
Gunung Jati dan termasuk salah seorang Wali Sanga. Tidak hanya itu, Sunan Gunung Jati
ditetapkan pula sebagai pengusa negeri Cirebon.
Dalam Babad Cirebon, Sunan Gunung Jati disebut Ratu Pandita. Artinya Syarif
Hidayatullah mempunyai fungsi rangkap yaitu sebagai wali, penyebar agama Islam di Jawa
Barat atau tanah Pasundan, dan sebagai raja yang memerintah dan berkedudukan di Cirebon
(Tjandrasasmita, 1999: 284-285). Dari Cirebon agama Islam dengan mudah disebarkan ke
seluruh wilayah Pasundan, sehingga hampir semua rakyat Sunda memeluk agama Islam
(Suhadi, 1995/1996: 84).
Sejak itu pembangunan insfrastruktur Kerajaan Cirebon kemudian dibangun dengan
dibantu oleh Sunan Kalijaga, Arsitek Demak Raden Sepat, yaitu Pembangunan Keraton
Pakungwati, Masjid Agung Sang Cipta Rasa, jalan pinggir laut antara Keraajaan Pakungwati
dan Amparan Jati serta Pelabuhan Muara Jati. Setelah Sunan Gunung Jati diangkat menjadi
salah seorang wali, hubungan Cirebon dengan Demak semakin erat. Hubungan tersebut
kemudian dikuatkan dengan pernikahan puteri Sunan Gunung Jati bernama Ratu Ayu
menikah dengan Sultan Trenggana, dan setelah Sultan Trenggana wafat, Ratu Ayu menikah
dengan Fatahillah (Abdurachman, ed., 1982: 37).
Sunan Gunung Jati dikenal sebagai peletak dasar Islam di Banten. Babad
Banten menceritakan bahwa Sunan Gunung Jati dan puteranya Hasanuddin datang dari
Pakungwati (Cirebon) untuk mengislamkan masyarakat Banten. Awalnya mereka mereka
datang ke Banten Girang, kemudian ke selatan ke Gunung Pulosari, tempat 80 orang
ajar (pendeta Hindu) tinggal. Mereka kemudian menjadi pengikut Hasanuddin.
Selanjutnya diceritakan, di lereng Gunung Pulosari, Sunan Gunung Jati mengajarkan
ilmu pengetahuan keislaman kepada anaknya. Setelah selesai mengajarkan ilmu keislaman,
Sunan Gunung Jati kemudian memerintahkan anaknya supaya menyebarkan agama Islam
kepada penduduk Banten. Permintaan Sunan Gunung Jati tersebut kemudian dilaksanakan
oleh Hasanuddin dengan berkeliling sambil berdakwah dari satu daerah ke daerah lain.
3
Dalam menyampaikan agama Islam kepada penduduk lokal, Hasanuddin terkadang
menggunakan cara-cara yang dikenal oleh masyarakat setempat, seperti menyabung ayam
ataupun mengadu kesaktian. Cara-cara ini berhasil, terbukti dengan banyaknya pembesar
negeri yang memeluk agama Islam dan bersedia menjadi pengikut Hasanuddin.
Pada tahun 1525 TU, seluruh daerah Banten dikuasai oleh tentara Islam dari Demak
dan Cirebon yang dibantu oleh pasukan Hasanuddin. Atas petunjuk Sunan Gunung Jati, pusat
pemerintahan yang berada di Banten Girang di daerah pedalaman kemudian dipindahkan ke
dekat pelabuhan Banten. Pada pemindahan pusat pemerintahan Banten ke pesisir tersebut,
Sunan Gunung Jati pulalah yang menentukan lokasi dalem (istana), benteng, pasar dan alun-
alun yang harus dibangun. Ada beberapa alasan pemindahan pusat pemerintahan tersebut dari
Banten Girang ke daerah dekat pesisir, yaitu:
a. Ekonomi, berdasarkan potensi maritimnya, Banten berpotensi sebagai pelabuhan besar
yang dapat menggantikan Sunda Kelapa.
b. Mistis religius, kota dan keraton yang ditaklukkan harus ditinggalkan, karena
dianggap sudah tidak memiliki kekuatan magis lagi.
c. Politik, memudahkan hubungan antara pesisir utara Jawa dan pesisir Sumatera melalui
Selat Sunda.
Di samping peran dalam proses pengislaman di daerah Banten, Sunan Gunung Jati
bersama anaknya Hasanuddin selanjutnya memperkuat dasar Islam di Banten. Hal ini
dibuktikan dengan dengan dibangunnya masjid dan tempat kegiatan keagamaan berupa
pesantren.
Ada dua masjid yang dibangun di kota Banten pada masa pemerintahan Hasanuddin di
daerah ini. Pertama, yaitu Masjid Agung Banten yang terletak di pusat pemerintahan
berdekatan dengan Keraton Surosowan. Sementara masjid yang lainnya dibangun di daerah
Pecinan letaknya agak ke barat dari bagian kota. Masjid yang berada di Pecinan tersebut telah
runtuh, dan kini hanya tinggal menaranya saja. Adapun Masjid Agung Banten masih berdiri
kokoh hingga saat ini. Masjid ini beratap tumpang lima susun, dan merupakan model atap
tumpang masjid-masjid kuna sebagaimana masjid-masjid lainnya di Jawa.
Dalam masyarakat Islam, masjid merupakan tempat paling utama dalam
mengembangkan syiar Islam. Hal ini diperkuat oleh beberapa babad yang menyebutkan
tentang peranan masjid sebagai tempat bermusyawarah dan pertemuan untuk membahas
masalah keagamaan.
D. Perundingan Yang Sangat Menentukan
Satu hal yang sangat unik dari personaliti Syarif Hidayatullah adalah dalam riwayat
jatuhnya Pakuan Pajajaran, ibu kota Kerajaan Sunda pada tahun 1568 hanya setahun sebelum
ia wafat dalam usia yang sangat sepuh hampir 120 tahun (1569). Diriwayatkan dalam
perundingan terakhir dengan para Pembesar istana Pakuan, Syarif Hidayat memberikan 2
opsi.
Yang pertama Pembesar Istana Pakuan yang bersedia masuk Islam akan dijaga
kedudukan dan martabatnya seperti gelar Pangeran, Putri atau Panglima dan dipersilakan
tetap tinggal di keraton masing-masing. Yang ke dua adalah bagi yang tidak bersedia masuk
Islam maka harus keluar dari keraton masing-masing dan keluar dari ibukota Pakuan untuk
diberikan tempat di pedalaman Banten wilayah Cibeo sekarang.

4
Dalam perundingan terakhir yang sangat menentukan dari riwayat Pakuan ini, sebagian
besar para Pangeran dan Putri-Putri Raja menerima opsi ke 1. Sedang Pasukan Kawal Istana
dan Panglimanya (sebanyak 40 orang) yang merupakan Korps Elite dari Angkatan Darat
Pakuan memilih opsi ke 2. Mereka inilah cikal bakal penduduk Baduy Dalam sekarang yang
terus menjaga anggota pemukiman hanya sebanyak 40 keluarga karena keturunan dari 40
pengawal istana Pakuan. Anggota yang tidak terpilih harus pindah ke pemukiman Baduy
Luar.
Yang menjadi perdebatan para ahli hingga kini adalah opsi ke 3 yang diminta Para
Pendeta Sunda Wiwitan. Mereka menolak opsi pertama dan ke 2. Dengan kata lain mereka
ingin tetap memeluk agama Sunda Wiwitan (aliran Hindu di wilayah Pakuan) tetapi tetap
bermukim di dalam wilayah Istana Pakuan.
Sejarah membuktikan hingga penyelidikan yang dilakukan para Arkeolog asing ketika
masa penjajahan Belanda, bahwa istana Pakuan dinyatakan hilang karena tidak ditemukan
sisa-sisa reruntuhannya. Sebagian riwayat yang diyakini kaum Sufi menyatakan dengan
kemampuan yang diberikan Allah karena doa seorang Ulama yang sudah sangat sepuh sangat
mudah dikabulkan, Syarif Hidayat telah memindahkan istana Pakuan ke alam ghaib
sehubungan dengan kerasnya penolakan Para Pendeta Sunda Wiwitan untuk tidak menerima
Islam ataupun sekadar keluar dari wilayah Istana Pakuan.
Bagi para sejarawan, ia adalah peletak konsep Negara Islam modern ketika itu dengan
bukti berkembangnya Kesultanan Banten sebagi negara maju dan makmur mencapai
puncaknya 1650 hingga 1680 yang runtuh hanya karena pengkhianatan seorang anggota
istana yang dikenal dengan nama Sultan Haji.
Dengan segala jasanya umat Islam di Jawa Barat memanggilnya dengan nama lengkap
Syekh Maulana Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati Rahimahullah.

E. Wafatnya Sunan Gunung Jati


Pada tahun 1568 TU Sunan Gunung Jati wafat dan dimakamkan di Pasir Jati, yaitu
puncak Bukit Sembung, di tepi kota Cirebon. Setelah Sunan Gunung Jati wafat, pemerintahan
di Cirebon dilanjutkan oleh Pangeran Mas yang bergelar Pangeran Ratu atau Panembahan
Ratu (1570-1640 TU) (Graaf, 1986: 254). Purwaka Caruban

Anda mungkin juga menyukai