Anda di halaman 1dari 16

untuk mU q pRsEmBahkan

Rabu, 05 Februari 2014

LAPORAN BACAAN BUKU Menulis Lanjut


TUGAS INDIVIDU
LAPORAN BACAAN BUKU
Menulis Lanjut
Nama : SUTRININGSIH
NPM : 1162 11 050

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA


INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2013

LAPORAN BACAAN BUKU TEKS

A. Pendahuluan
Pada bagian ini penulis akan melaporkan identitas buku secara rinci, di
antaranya: judul buku, penyusun, penyunting, penerbit, tahun terbit, cetakan, kota
terbit, tebal buku, jumlah halaman, lebar buku, panjang buku, warna sampul, dan garis
besar isi buku.
Judul Buku : Argumentasi Dan Narasi
Pengarang : Dr. Gorys Keraf
Pencetak : PT Gramedia Pustaka Utama
Disain Sampul : eMTe
Penerbit : Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2007
Cetakan : keenam belas
Kota : Jakarta
Tebal buku : 2 cm
Jumlah halaman : 209 halaman
Lebar : 14 cm
Panjang : 20 cm
Warna sampul : Oren
Garis besar isi buku
Buku ini adalah sebuah pengantar populer tentang Argumentasi dan Narasi untuk
perguruan tinggi. Di dalam buku ini membahas tentang pertama Argumentasi yaitu
Induksi, deduksi, penolakan, tulisan argumentasi, persuasi. Dan bagian kedua Narasi
tentang struktur narasi, makna sebuah narasi, sudut pandang. Buku ini juga ditulis dengan
bahasa yang populer sehingga, dapat dibaca oleh masyarakat biasa. Selain itu buku ini
juga dilengkapi dengan gambar-gambar yang dapat mempermudah pembaca dalam
memahami konsep yang dimaksud.
B. Laporan Bagian Buku
Pada bagian ini penulis akan melaporkan intisari isi buku yang di dalamnya
membahas tentang pertama Argumentasi yaitu Induksi, deduksi, penolakan, tulisan
argumentasi, persuasi. Dan bagian kedua Narasi tentang struktur narasi, makna sebuah
narasi, sudut pandang. Sebagaimana penulis jelaskan berikut ini.

BAGIAN PERTAMA
ARGUMENTASI
BAB I INDUKSI
1. Pengertian induksi
Induksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah
fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan ( inferensi). Proses
penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena yang ada.
Pengertian fenomena individual sebagai landasan penalaran induktif harus diartikan
sebagai data maupun pernyataan yang bersifat factual. Sehingga induksi dapat
bertolak dari fenomena yang berbentuk fakta atau pernyataan.
Proses penalaran yang induktif dapat dibedakan atas bermacam variasi
yang berturut-turut dikemukakan dalam begian-bagian berikut yaitu: generalisasi,
hipotese, teori, analogi induktif, kausal dan sebagainya.
Generalisasi adalah suatu proses yang bertolak dari sejumlah fenomena
individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang
mencangkup semua fenomena. Generalisasi dibedakan menjadi beberapa bagian
yaitu :
 Generalisasi yang berbentuk loncatan induktif adalah sebagai loncatan dari
sebagian evidensi kepada suatu generalisasi yang jauh melampaui oleh evidensi
itu.generalisasi semacam ini mengandung kelemahan dan mudah ditolak evidensi
yang bertentangan.
 Generalisasi yang berbentuk tanpa loncatan induktif adalah sebuah generalisasi
tidak mengandung loncatan induktif bila fakta yang diberikan cukup banyak dan
meyakinkan, sehingga tidak terdapat peluang untuk menyerang kembali. Perbedaan
kedua generalisasi ini sebenarnya terletak dalam persoalan jumlah fenomena yang
diperlukan.
2. Generalisasi

Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah


fenomenal individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang
mencakup semua fenomena tadi. Bila kita berbicara mengenai data atau fakta dalam
pengertian fenomena individual tadi, pikiran kita selalu terarah kepada pengertian
mengenai sesuatu hal yang individual.
Induksi dan juga generalisasi sebenarnya mempunyai variasi yang
beraneka ragam, sehingga penjelasan-penjelasan yang cermat kadang-kadang sukar
ditampilkan. Tetapi mengenai generalisasi sendiri kita masih membedakan
generalisasi yang berbetuk loncata induktif, dan yang bukan loncatan induktif.
a. Loncatan induktif
Sebuah generalisasi yang bersifat loncatan induktif tetap bertolak dari
beberapa fakta, namun fakta yang digunakan belum mencerminkan seluruh
fenomena yang ada. Fakta-fakta tersebut atau proposisi-proposisi yang digunakan
itu kemudian dianggap sudah mewakili seluruh persoalan yang diajukan. Dengan
demikian loncatan induktif dapat diartikan sebagai loncatan dari sebagian evidensi
kepada suatu generalisasi yang jauh melampaui kemungkinan yang diberi oleh
evidensi-evidensi itu.
b. Tanpa loncatan induktif
Sebuah generalisasi tidak mengandung loncatan induktif bila fakta-fakta
yang diberikan cukup banyak dan meyakinkan, sehingga tidak dapat peluang untuk
menyerang kembali. Sebab itu, perbedaan antara generalisasi dengan loncata
induktif dan tanpa loncatan induktif sebenarnya terletak dalam persoalan jumlah
fenomena yang diperlukan. Tetapi di pihak lain, berapa banyak fenomena yang
diperlukan untuk merumuskan sebuah generalisasi yang kuat, tidak dapat
ditetapkan dengan pasti.
1. Analogi
Analogi atau kadang-kadang disebut juga analogi induktif adalah suatu proses
penalaran yang bettolak dari dua peristiwa khusu yang mirip satu sama lain,
kemudian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku untuk suatu hal akan berlaku
pula untuk hal yang lain.
Analogi induktif dan analogi logis sebagai suatu proses penalaran bertolak
dari suatu kesamaan actual itu, penulis dapat menurunkan suatu kesimpulan bahwa
karena dua hal itu mengandung kemiripan dalam hal-hal yang penting, maka
mereka akan sama pula dalam aspek-aspek yang kurang penting. Analogi sebagai
suatu proses penalaran yang menurunkan suatu kesimpulan berdasarkan kesamaan
actual anatara dua hal itu dapat diperinci lagi untuk tujuan-tujuan berikut:
a. Untuk meramalkan kesamaan. Bila dewasa ini kita sering berbicara mengenai
ekologi dan ekosistem, satuan lingkungan hidup antara unsure-unsur tumbuhan-
hewan-manusia, dan berusaha menjaga keharmonisan ekologis tersebut.
a. Untuk menyingkapkan kekeliruan. Pada suatu waktu orang-orang takut bepergian
dengan pesawat terbang, karena banyak kali terjadi kecelakaan dengan pesawat
terbang yang tidak sedikit meminta korban.
b. Untuk menyususn sebuah klasifikasi. Bila kita mengetahui mengenai suatu
penyakit dengan gejala-gejala tertentu, dan belum tahu sebenarnya mengenai nam
penyakitnya, sekurang kurangnya dengan memperhatikan gejala-gejala yang
timbul, penyakit itu dapat diklasifikasikan dalam kelas-kelas tertentu.
1. Hubungan Kausal
Pada umumnya hubungan kausal dapat berlangsung dalam tiga pola
berikut:sebab ke akibat, akibat ke sebab, dan akibat ke akibat.
a. Sebab ke Akibat
Hubungan sebab ke akibat mula-mula bertolak dari suatu peristiwa yang
dianggap sebagai sebab yang diketahui, kemudian bergerak maju menuju kepada
suatu kesimpulan sebagai efek atau akibat yang terdekat. Efek yang ditimbulkan
oleh sebab tadi dapat merupakan efek tunggal, tetapi dapat juga berbentuk sejumlah
efek bersama-sama, atau serangkaian efek. Misalnya kalau saya menekan tombol
lampu menyala: penekanan tombol sebagai suatu sebab menimbulkan satu efek,
yaitulampu menyala.
b. Akibat ke Sebab
Hubungan akibat ke sebab merupakan suatu proses berpikir yang induktif
juga dengan bertolak dari suatu peristiwa yang dianggap sebagai akibat yang
diketahui, kemudian bergerak menuju sebab-sebab yang mungkin telah
menimbulkan akibat tadi. Ada seorang pasien yang pergi ke dokter karea sakit yang
dideritanya. Fenomena ini adalah sebuah akibat.
c. Akibat ke Akibat
Corak ketiga dalam hubungan kausal adalah proses penalaran yang bertolak
dari suatu akibat yang lain, tanpa menyebut atau mencari sebab umum yang
menimbulkan kedua akibat tadi. Penalaran dari suatu akibat ke akibat yang lain
tidak dimaksudkan dalam pengertian rantai sebab-akibat.

BAB II DEDUKSI
1. Pengertian deduksi
Kata deduksi berasal dari kata latin deducere ( de yang berarti ‘dari ‘ dan
kata ducere yang berarti ‘ menghantar ‘, ‘memimpin ‘). Dengan demikian
katadeduksi yang diturunkan dari kata itu berarti ’ menghantar dari sesuatu hal ke
sesuatu hal yang lain’. Sebagai suatu istilah dalam penalaran, deduksi merupakan
suatu proses berpikir ( penalaran ) yang bertolak dari sesuatu proposisi yang sudah
ada. Menuju kepada suatu proposisi baru yang berbentuk suatu kesimpulan.
Dalam induksi, untuk menurunkan suatu kesimpulan, penulis harus
mengumpulkan bahan atau fakta terlebih dahulu. Semakin banyak fakta yang
dikumpulkan, semakin baik cirri kualitas faktanya itu, maka akan semakin mantap
pula kesimpulan yang diturunkan itu. Dalam penalaran yang bersifat deduktif,
penulis tidak perlu mengumpulkan fakta itu. Yang perlu baginya adalah suatu
proposisi umum dan suatu proposisi yang bersifat mengidentifikasi suatu peristiwa
khusus yang bertalian dengan proposisi umum.
Uraian mengenai proses berpikir yang deduktif yaitu: silogisme kategorial,
silogisme hipotetis, silogisme disjungtif atau silogisme alternative, dan teknik
pengujian kebenaran atas tiap corak penalaran deduksi.
 Silogisme kategorial adalah suatu argument deduktif yang mengandung suatu
rangkaian yang terdiri dari tiga proposisi yang disusun sedemikian rupa sehingga
ada tiga term yang muncul dalam rangkaian pernyataan itu.
 Silogisme hipotetis adalah semacam pola penalaran deduktif yang mengandung
hipotese. Silogisme ini bertolak dari suatu pendirian, bahwa ada kemungkinan apa
yang terjadi disebut dalam proposisi itu tidak ada atau tidak terjadi.
 silogisme alternative adalah proposisi yang mengandung kemungkinan-
kemungkinan atau pilihan-pilihan.
2. Proposisi Silogisme
Silogisme hanya terdapat tiga term, yaitu trem mayor, trem minor,
dan trem tengah. Telah dikemukakan pula dalam tiap silogisme terdapat tiga
proposisi, yaitu dua proposisi yang disebut premis, dan sebuah proposisi yang
disebut konklusi. Sehubungan dengan trem-trem yang ada, maka proposisi-
proposisi itu diberi nama trem-trem yang dikandungnya, yaitu ada premis mayor,
ada premis minor, dankonklusi.
 Premis mayor adalah premis yang mengandung trem mayor dari silogisme itu.
Premis mayor adalah proposisi yang dianggap benar bagi semua anggota kelas
tertentu.
 Premis minor adalah premis yang mengandung trem minor dari silogisme itu.
Premis minor adalah proposisi yang mengidentifikasi sebuah peristiwa (fenomena)
dan khusus sebagai anggota dari kelas itu.
 Kesimpulan adalah proposisi yang mengatakan, bahwa apa benar tentang seluruh
kelas, juga akan benar atau berlaku bagai anggota tertentu. Dalam hal ini, kalau
benar semua buruh adalah manusia pekerja, maka semua tukang batu - yang adalah
anggota dari buruh – juga harus merupakan manusia pekerja.
BAB III PENOLAKAN
1. Pengertian penolakan
Penolakan juga merupakan sebuah proses penalaran dalam kerangka
berargumentasi. Dalam berargumentasi pengarang bukan hanya mencoba
mempengaruhi sikap dan keyakinan para pembaca atau pendengar agar mereka
bersikap dan berpendapat seperti pengarang.
Dalam berargumentasi harus memiliki kemampuan untuk menilai pendapat-
pendapat orang lain, sanggup menunjukkan kelemahan pendapat lawannya, dan
kemudian dapat pula menunjukkan jalan keluar sebaik-baiknya.
Metode penolakan ini dipergunakan untuk menilai dan untuk menolak
pendapat lawan, dapat dipergunakan pula untuk menilai dan kalu perlu menolak
pendapat sendiri yang sudah drumuskan. Semakin obyektif dan semakin jujur
seorang pengarang, lebih berani dia mengatakan koreksi-koreksi atas pendapatnya
sendiri.
2. Prinsip penolakan
Jika seorang pengarang menulis sebuah makalah yang memuat penolakan
atau ketidaksepakatan terhadap sebuah masalah atau pendapat, hendaknya
penolakan itu diarahkan kepada beberapa pokok yang penting saja dari makalah
itu, daripada mengarahkan kepada seluruh pokok persoalan.
Penolakan biasanya dianggap sebagai sebuah proses untuk menyerang
keyakinan orang lain, maka tidak ada alasan untuk tidak mempergunakan proses
yang sama buat menguji sikap atau gagasan penulis. Jadi metode ini dipergunakan
untuk mengadakan evaluasi terhadap argumentasi atau penalaran pengarang
sendiri.

Ada beberapa metode yang dipergunakan untuk menolak suatu pendapat


atau argumentasi yaitu:
 Menyerang autoritas yaitu Penolakan atas sebuah autoritas dapat juga dilakukan
dengan mengutip autoritas lainnya, yang pendapatnya diperkuat dengan eksprimen,
observasi, atau penilitian, atau evidensi yang menentang pendapat autoritas.
 Pratibukti Pratibukti merupakan cara yang paling efektif untuk menolak suatu
pendapat, karena ia mengemukakan evidensi-evidensi tambahan atau jalan pikiran
yang lebih baik untuk membuktikan kesalahan pendapat lawan .

BAB IV TULISAN ARGUMENTATIF

Dalam komunikasi antara anggota masyarakat , argumentasi merupakan


suatu cara yang sangat berguna, baik bagi perorangan maupun bagi anggota
masyarakat secara keseluruhan, sebagai alat pertukaran informasi yang tidak
dipengaruhi oleh pandangan-pandangan yang subyektif. Dengan menyodorkan
fakta-fakta sebagai evidensi, maka mereka yang menerima informasi merasa yakin
bahwa apa yang disampaikan patut diterima sebagai kebenaran.
Bila seorang pengarang menghadapi suatu persoalan yang serius dan yang
dapat membawa akibat yang besar, serta ingin mengemukakan masalah tersebut
dalam tulisannya, maka ia harus mengambil sikap yang pasti untuk mengungkapkan
segala persoalan itu dengan kesanggupan intelektualnya, dan bukan sekedar mana-
suka atau dengan pendekatan yang emosional.
1. Hubungan Argumentasi dan Logika
Untuk membuktikan suatu kebenaran, argumentasi mempergunakan
prinsip logika. Logika sendiri merupakan suatu cabang ilmu yang berusaha
menurunkan kesimpulan melalui kaedah formal yang absah( valid). Karena
hubungan yang sangat erat antara logika dan argumentasi , maka sering bentuk-
bentuk dan istilah logika dipergunakan dalam sebuah argumen. Bahwa terdapat
suatu hubunga yang sangat erat antara keduanya, untuk itu berdasarkan garis besar
perbedaan antara logika dan argumentasi.
Perbedaan antara kedua bidang itu adalah pertama-tama mengenai istilah
yang dipergunakan. Istilah benar dan salah. Pertama-tama dipergunakan dalam
argumentasi sebaliknya untuk logika dipergunakan istilah absah dan tak
abash. Bila semua bentuk formal yang diperlukan untuk menurunkan suatu
kesimpulan dipenuhi, maka silogisme dinyatakan absah. Bila silogisme itu absah ,
maka dengan sendirinya kesimpulan yang diperoleh juga bersifat absah.
Sebaliknya benar, bila bentuknya tak-absah, maka kesimpulannya juga tak absah.
Dalam argumentasi, yang dijadikn persoalan adalah apakah semua proposisi
bersama konklusinya itu benar atau tidak.
Dalam sebuah argumentasi, pembicara atau pengarang harus yakin bahwa
semua premis mengandung kebenaran, sehingga ia dapat mempengaruhi sikap
hadirin atau pembaca. Karena yang dipancarkan, argumentasi menimbulkan pula
keyakinan dan kepercayaan para hadirin.
2. Dasar dan Sasaran
Dengan mempergunakan prinsip logika sebagai alat bantu utama, maka
argumentasi atau tulisan argumentasi yang ingin mengubah sikap dan pendapat
orang lain bertolak dari dasar tertentu, menuju sasaran yang hendak dicapainya.
Dasar yang harus diperhatikan sebagai titik tolak argumentasi adalah:
1) Pembicara atau pengarang harus mengetahui serba sedikit tentang subyek yang
akan dikemukakannya, sekurang-kurangnya mengenai prinsip ilmiahnya.
2) Pengarang harus bersedia mempertimbangkan pandangan atau pendapat yang
bertentangan dengan pendapat yang bertentangan dengan pendapatnya sendiri.
Untuk membatasi persoalan dan menetapkan titik ketidaksesuaian maka
sasaran yang harus diterapkan untuk diamankan oleh setiap pengarang argumentasi
adalah:
1) Argumentasi itu harus mengandung kebenaran untuk mengubah sikap dan
keyakinan orang mengenai topic yang akan diargumentasikan
2) Pengarang harus berusaha untuk menghindari setiap istilah yang dapat
menimbulkan prasangka tertentu.
3) Sering timbul ketidaksepakatan dalam istilah-istilah. Sedangkan tujuan
argumentasi adalah menghilangkan ketidaksepakatan.
4) Pengarang harus menetapkan secara tepat titik ketidaksepakatan yang akan
diargumentasikan.
BAB V PERSUASI

1. Pengertian persuasi
Persuasi adalah untuk meyakinkan seseorang agar melakukan sesuatu yang
dikehendaki pembicara pada waktu ini atau pada waktu yang akan datang. Karena
tujuan terakhir adalah agar pembaca atau pendengar melakukan sesuatu, maka
persuasi dapat dimasukkan pula dalam cara untuk mengambil keputusan.
Bentuk persuasi yang dikenal umum adalah propaganda yang dilakukan
oleh golongan atau badan tertentu, iklan dalam surat kabar, majalah, atau media
massa lainnya. Persuasi selalu bertujuan untuk mengubah pikiran orang lain, ia
berusaha agar orang lain dapat menerima dan melakukan sesuatu yang kita
inginkan. Persuasi itu sendiri adalah suatu usaha untuk menciptakan kesesuaiaan
atau kesepakatan melalui kepercayaan.
2. Argumentasi dan Persuasi
Banyak orang beranggapan bahwa persuasi merupakan sinonim atau
istilah yang mempunyai makan yang sama dengan argumentasi, namun kedua
istilah ini terdapat perbedaan yang jelas. Bila kita memperhatikan uraian mengenai
argumentasi maka tampak bahwa cirri khas argumentasi adalah usaha membuktikan
suatu kebenaran sebagai digariskan dalam proses penalaran pembicara atau penulis.
Argumentasi merupakan suatu proses untuk mencapai suatu kesimpulan.
Sebaliknya, persuasi adalah suatu keahlian untuk mencapai suatu persetujuan atau
kesesuaian kehendak pembicara dan yang diajak bicara, ia merupakan proses untuk
meyakinkan orang lain supaya orang itu menerima apa yang diinginkan pembicara
atau penulis.
Perbedaan pertama antara argumentasi dengan persuasi adalah
menyangkutkebenaran atau kesepakatan. Keduanya sama-sama merupakan hasil
dari suatu proses berpikir. Kebenaran merupakan hasil dari proses penalaran
dalam argumentasi, sedangkan kesepakatan merupakan hasil dari proses berpikir
dalam persuasi. Sasaran proses berpikir dalam argumentasi adalah kebenaran
mengenai subyek yang diargumentasikan, sedangkan sasaran proses berpikir dalam
persuasi adalah hadirin yaitu usaha bagaimana merebut kesepakatan dari
para hadirin,untuk itu persuasi memerlukan analisa yang crmat mengenai hadirin
dan seluruh situasi yang ada, sedangkan argumentasi memerlukan analisa yang
cermat mengenai fakta yang ada untuk membuktikan kebenaran itu. dalam
argumentasi semakin banyak fakta yang dipergunakan semakin kuat pula kebenaran
yang dipertahankan, sebaliknya dalam persuasi fakta dipergunakan seperlunya
saja.
3. Dasar- dasar persuasi
Dalam buku Rhetorica, Aristoteles mengajukan tiga syarat yang harus
dipenuhi untuk mengadakan persuasi.
 Watak dan kredibilitas pembicara
 Kemampuan pembicara mengendalikan emosi para hadirin
 Bukti-bukti atau fakta-fakta yang diperlukan untuk membuktikan suatu kebenaran .
Inilah dasar-dasar bagi sebuah persuasi. Bila salah satu syarat tidak dipenuhi maka
kesepakatan akan lebih susah diraih.
4. Teknik–teknik persuasi
Teknik atau metode yang dipergunakan untuk mengadakan persuasi tersebut
digunakan beberapa metode seperti metode yang biasa dipergunakan
adalahrasionalisasi, identifikasi, sugesti, konformitas, kompensasi,
proyeksi danpenggantian.
a. Rasionalisasi
Rasionalisasi sebenarnya tidak lain dari suatu argumentasi semu, suatu proses
pembuktian mengenai suatu kebenaran dalam bentuknya, yang agak lemah, dan
biasanya dipergunakan dalam persuasi. Rasionalisasi sebagai sebuah teknik
persuasi dapat dibatasi sebagai:
Suatu proses penggunaan akal untuk memberikan suatu dasar pembenaran kepada
suatu persoalan, dimana dasar atau alas an itu tidak merupakan sebab langsung
dari masalah itu.
b. Identifikasi
Karena persuasi berusaha menghindari situasi konflik dan sikap ragu-ragu,
maka pembicara harus menganalisa hadirinnya dan seluruh situasi yang
dihadapinya dengan seksama. Dengan menganalisa hadirin dan situasi, maka
pembicara dengan mudah dapat mengidentifikasi dirinya dengan hadiri.
c. Sugesti
Sugesti adalah suatu usaha membujuk atau mempengaruhi orang lain untuk
menerima suatu keyakinan atau pendirian tertentu tanpa memberi suatu dasar
kepercayaan yang logis pada orang yang ingin dipengaruhi.
Sugesti sering merupakan pembebasan dari suatu polayang sudah ada pada
seseorang untuk dapat menciptakan sesuatu hal atau pola yang baru. Karena
rangsangan (stimulus) asli mula-mula timbul dalam hubungan dengan orang tua,
maka prestise merupakan factor yang mempu mempengaruhi orang lain. Dan
cenderung untuk percaya bahwa pernyataan-pernyataan dari orang-orang yang
berkedudukan tinggi, orang yang mempunyi reputasi dan mempunyai keunggulan-
keunggulan lainnya,.

d. Konformitas
Konformitas adalah suatu keinginan atau suatu tindakan untuk membuat
diri serupa dengan sesuatu hal yang lain. Konformitas adalah suatu mekanisme
mental untuk menyesuaikan diri atau mencocokkan diri dengan sesuatu yang
diinginkan itu. Konformitas biasanya dianggap sebagai suatu tindakan yang akan
membawa pengaruh positif kea rah kemajuan. Tetapi sama sekali tidak benar kalau
dikatakan bahwa semua kemajuan hanya akan dicapai.

BAGIAN KEDUA
NARASI
BAB I NARASI

1. Pengertian Narasi
Narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu
kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah pembaca melihat atau mengalami
sendiri peristiwa itu. sebab itu, unsure yang paling pada sebuah narasi adalah
unsur perbuatan atau tindakan.
Pada dasarnya pengertian narasi memiliki dua unsure dasar yaitu perbuatan
atau tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu. Apa yang telah terjadi
tidak lain daripada tindak yang dilakukan oleh orang atau tokoh dalam suatu
rangkaian waltu.
Berdasarkan uraian di atas narasi dapat dibatasi sebagai suatu bentuk tanduk
yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalani dan dirangkaikan
menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu. Jadi , narasi
adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan jelas-jelasnya
kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi.
2.Narasi Ekspositoris
Narasi ekspositoris pertama-tama bertujuan untuk menggugah pikiran para
pembaca untuk mengetahui apa yang dikisahkan. Sasaran utamanya
adalah rasio,yaitu berupa perluasan pengetahuan para pembaca sesudah membaca
kisah tersebut. Narasi menyampaikan informasi mengenai berlangsungnya suatu
peristiwa.
Sebagai sebuah bentuk narasi, narasi ekspositoris mempersoalkan tahap-
tahap kejadian, rangkaian-rangkaian perbuatan kepada para pembaca atau
pendengar. Runtun kejadian atau peristiwa yang disajikan itu dimaksudkan untuk
menyampaikan informasi untuk memperluas pengetahuan atau pengertian
pembaca, tidak peduli apakah disampaikan secara tertulis atau secara lisan.
Narasi bersifat khusus adalah narasi yang berusaha menceritakan suatu
peristiwa yang khas, yang hanya terjadi satu kali. Peristiwa yang khas adalah
peristiwa yang tidak dapat diulang kembali, karena ia merupakan pengalaman atau
kejadian pada suatu waktu tertentu saja.
1. Narasi Sugestif
Narasi segestif merupakan suatu rangkaian peristiwa yang disajikan sekian
macam sehingga merangsang daya khayal para pembaca. Pembaca menarik suatu
makna baru di luar apa yang diungkapkan secara eksplisit. Sesuatu yang eksplisit
adalah sesuatu yang tersurat mengenai obyek atau subyek yang bergerak dan
bertindak, sedangkan makna baru adalah sesuatu yang tersirat. Makna yang baru
akan jelas dipahami sesudah narasi itu selesai dibaca, karena tersirat dalam seluruh
narasi itu.
2. Perbedaan pokok antara Narasi Eksposisi dan Narasi Sugestif
Disamping itu juga narasi hanya bertujuan untuk memberikan informasi
kepada para pembaca, agar pengetahuannya bertambah luas, yaitu narasi
ekspositoris dan narasi sugestif. Narasi ekspositoris adalah narasi yang bertujuan
untuk menggugah pikiran para pembaca untuk mengetahui apa yng dikisahkan.
Sedangkan narasi sugestif merupakan suatu rangkaian peristiwa yang disajikan
sekian macam sehingga merangsang daya khayal para pembaca.
Perbedaan antara narasi ekspositoris dan narasi sugestif
Narasi Ekspositoris Narasi Sugestif
1. Memperluas pengetahuan 1. menyampaikan suatu makna atau
suatu amanat yang tersirat.
2. Menyampaikan informasi 2.Menimbulkan daya khayal
mengenai suatu kejadian.
3. Didasarkan pada penalaran untuk 3.Penalaran hanya berfungsi sebagai
mencapai kesepakatan rasional alat untuk menyampaikan makna.
4. Bahasanya lebih condong ke 4. Bahasanya lebih condong ke
bahasa informative dengan titik bahasa figurative dengan menitik-
berat pada penggunaan kata-kata beratkan penggunaan kata-kata
denotative konotatif.

Pokok perbedaan yang telah dijelaskan diatas merupakan garis yang ekstrim
antara narasi ekspositoris dan narasi sugestif. Antara kedua ekstrim ini masih
terdapat percampuran-pecampuran, dari narasi ekspositoris yang murni berangsur
mengandung cirri-ciri narasi sugestif yang semakin meningkat hingga narasi
sugestif yang murni.

BAB II STRUKRUR NARASI


1. Struktur Narasi
Sebuah struktur dapat dilihat dari bermacam-macam segi penglihatan.
Sesuatu dikatakan mempunyai struktur , bila ia terdiri dari bagian-bagian yang
secara fungsional berhubungan satu sama lain. Struktur narasi dapat dilihat dari
komponen yang membentuknya, perbuatan, penokohan, latar, dan sudut pandang.
Tetapi dapat juga dianalisa berdasarkan alur ( plot ) narasi.
Setiap narasi memiliki sebuah plot atau alur yang didasarkan pada
kesambung-sinambungan peristiwa dalam narasi itu dalam hubungan sebab-akibat.
Ada bagian yang mengawali narasi itu, ada bagian yang merupakan perkembangan
lebih lanjut dari situasi awal, dan ada bagian yang mengakhiri narasi itu.
BAB III STRUKTUR PERBUATAN
1. Struktur perbuatan
Sudah dikemukakan bahwa cirri utama yang membedakan deskripsi dari
sebuah narasi adalah aksi atau tindak-tanduk. Tanpa rangkaian tindak-tanduk ,
maka narasi itu akan berubah menjadi sebuah deskripsi, karena semuanya dilihat
dalam keadaan yang statis. Rangkain perbuatan atau tindakan menjadi landasan
utama untuk menciptakan sifat dinamis sebuah narasi.
Bebrbicara mengenai struktur perbuatan kita harus berbicara juga mengenai
beberapa kaitannya: sebab-akibat, karakter, waktu dan makna. Disamping itu,
masih terdapat suatu unsure lain sebagai hasil dari interaksi antarkarakter atau tokoh
yang dikisahkan, yaitu konflik.
2. Konflik
Konflik yang melibatkan manusia, dan dengan demikian menjadi factor
utama pertimbangan untuk mengangkat permasalahan itu dalam sebuah narasi,
dapat dibagi atas tiga macam, yaitu: konflik berupa pertarungan melawan alam,
konflik berupa pertarungan antar manusia, dan konflik dalam diri
seseorang atau konflik batin.
a. Konflik melawan Alam
Konflik melawan alam adalah suatu pertarungan yang dilakukan oleh
seorang tokoh atau manusia secara sendiri-sendiri atau bersam-sama melawan
kekuatan alam yang mengancam hidup manusia itu sendiri. Misalnya pertarungan
seorang pelaut melawan ombak samudra yang dahsyat membalikkan perahu tempat
bergantung nyawanya, pertarungan dan perjuangan yang dilakukan oleh seorang
peneliti melawan sebuah penyakit yang merajalela menewaskan puluhan ribu orang
dengan menemukan obat untuk melawan dan memusnahkan penyakit tersebut.
b. Konflik antar Manusia
Konflik kedua adalah pertarungan seorang melawan seorang yang lain,
seorang melawan kelompok yang lain yang berkuasa, suatu kelompok melawan
kelompok yang lain, sebuah Negara melawan Negara yang lain, karena hak-hak
mereka diperkosa. Konflik semacam itu timbul dalam bentuk peperangan antara
satu Negara melawan Negara lain, peperangan yang melibatkan semua Negara atau
kebanyakan Negaa di dunia.
c. Konflik Batin
Konflik ketiga adalah konflik batin, yaitu suatu pertarungan individual
melawan dirinya sendiri. Dalam konflik ini timbul kekuatan-kekuatan yang saling
bertentangan dalam batin seseorang, keberanian melawan kekuatan, kejujuran
melawan kecurangan, kekikiran melawan kedermawan, dan sebagainya.

BAB IV MAKNA SEBUAH NARASI


Sebuah narasi sebagai hasil karya seni mempunyia tujuan imajinatif dengan
bertolak dari kenyataan. Tujuan ini dapat diperoleh melalui teknik dan cara-cara
tertentu. Dalam dunia nyata memang dapat disajikan pada kita sebuah peruatan atau
peristiwa dalam bentuk yang hamper sempurna. Dunia nyata begitu kompleknya,
sehingga apa yang kita alami juga bermacam-macam dan berbeda-beda walaupun
apa yang bersama kita alami merupakan hal yang sama.
Pada waktu berbicara mengenai peristiwa khayalan, pengarang memiliki
kebebasan yang jauh lebih besar dan tanggung jawab yang lebih besar pula. Ia tidak
semata-mata menyandarkan dirinya pada fakta saja, seperti yang dapat dilihat
dengan kacamata pembaca. Dalam sebuah cerita fiktif.
Rangkaian aksi yang menandai sebuah narasi bukan hanya merupakan suatu
rangkaian dalam waktu saja, tetapi juga merupakan rangkaian tindakan yang terdiri
dari tahap-tahap yang penting dalam sebuah struktur. Makna cerita tidak akan
dirasakan penting bila tidak dikemukakan situasinya. Tetapi situasi juga sekaligus
menjadi dasar untuk membuat sesuatu.

BAB V SUDUT PANDANG


1. Pengertian Sudut Pandang
Dalam buku komposisi dan buku eksposisi dan deskripsi ( keraf: 1980, hal
86 dan,1981, hal. 142) telah dikemukakan beberapa pengertian dan fungsi sudut
pandangan atau titik pandangan , pengertian yang pertama dari sudut pandangan
adalah tempat atau titik dari mana seorang melihat obyek deskripsinya. Sudut
pandang ini dipergunakan dalam deskripsi. Pengertian sudut pandang kedua yaitu
bagaimana pandangan hidup penulis terhadap masalah yang digarapnya.
Dalam narasi peranan sudut pandangan juga sangat penting sebagai teknik
untuk menggarap suatu narasi, tetapi dengan pengertian yang lain dari yang
dikemukan diatas. Sudut pandangan dalam sebuah narasi mempersoalkan
bagaimana pertalian antara seorang yang mengisahkan narasi itu dengan tindakan
yang berlangsungan dalam kisah itu.
Tujuan dari teknik sudut pandangan dalam pengertian akhir adalah sebagai
suatu pedoman atau panduan bagi pembaca mengenai perbuatan atau tindakan
karakter dalam seluruh pengisahan. Jadi, sudut pandangan dalam narasi
itu menyatakan bagaimana fungsi seorang pengisah dalam sebuah narasi.
2. Sudut Pandangan Orang Pertama
a. Narator – Tokoh Utama
Tipe pertama dari sudut pandangan orang pertama adalah Narator – Tokoh
Utama . Dalam tipe narrator- tokoh utama, pengisah ( narrator ) menceritakan
perbuatan atau tindakan yang melibatkan dirinya sendiri sebagai partisipa utama
dari seluruh narasi. Narrator sebenarnya mengisahkan kisahnya sendiri. Model ini
sering kita jumpai dalam Autobiografi, sejarah yang bersifat informa, dan sering
kita jumpai dalam novel, roman dan cerpen.
b. Narrator- pengamat
Dalam tipe ini pengisah ( narator ) terlibat dalam seluruh tindakan tetapi
hanya berperan sebagai pengamat( observer). Ia tidak berusaha mempengaruhi
seluruh proses kejadian atai tindakan tokoh dalam narasi.
c. Narator –Pengamat Langsung
Dalam tipe ini pengisah ( narator ) mengambil bagian langsung dalam
seluruh rangkain tindakan dan turut menentukan hasilnya, tetapi ia tidak menjadi
tokoh utama( ia bukan main character).

3. Sudut Pandangan Orang Ketiga


a. Sudut Pandangan Panoramik Atau Serba Tahu
Sudut Pandangan Panoramik Atau Serba Tahu adalah suatu bentuk yang
ekstrim dari sudut pandangan orang ketiga. Dalam sudut pandangan ini pengarang
berusaha melaporkan semua segi dari suatu peristiwa atau suatu rangkaian tindakan.
Ia berusaha langsung menuju ke inti dari semua karakter yang terlibat dalam seluruh
gerak dan kegiatan.
b. Sudut Pandangan Terarah
Dalam teknik ini pengarang tidak dapat menyapu seluruh medan
tindakan yang ada. Tetapi memusatkan perhatian hanya pada satu karakter saja
yang mempunyai pertalian dengan proses atau tindakan yang dikisahkan.

C. KOMENTAR
Pada bagian ini penulis laporan akan memberikan komentar tentang isi buku
dengan menggunakan buku lain sebagai pembanding. Dalam hal ini penulis akan
memberikan penjelasan lebih lanjut serta melihat kelebihan serta kekurangan buku
yang dilaporkan. Penulis laporkan akan menggunakan buku modul yang berjudul
“Pengajaran Wacana” Karangan Prof. Dr. H.G . Tarigan.
Komentar Penulis
No Buku yang Dilaporkan Buku Pembanding
1 Meteri yang disajikan lebih Materi yang disajikan tidak begitu
mendalam dan disertai dengan mendalam namun juga disertai
contoh-contoh. dengan contoh-contoh

2 Banyak menggunakan istilah- Banyak menggunakan istilah-


istilah asing yang membuat istilah asing namun istilah tersebut
pembaca menjadi kesulitan untuk dijelaskan, sehingga mudah untuk
memahaminya. dipahami
3 Keunggulan buku ini Keunggulan buku ini
adalah meto-de Penyajian sangat adalah metode Penyajian tidak
detail, mudah dipahami dan bertele-tele, sehing-ga mudah
disertai dengan con-toh berupa dipahami.
gambar atau cerita.

D. PENUTUP

Pandangan penulis terhadap buku yang dilaporkan adalah bahwa buku ini sangat
sesuai digunakan bagi setiap orang yang ingin mengetahui bagaimana cara mempengaruhi
dan mengubah sikap dan pendapat orang lain.
Hal ini sesuai dengan pembahasan yang di tuliskan dalam buku tersebut yang
hanya mengupas secara mendalam tentang bagaimana cara mengubah sikap dan
pendapat orang lain tentang berbahasa. Selain itu buku ini juga bisa bergunakan sekali
untuk buku panduan dosen serta mahasiswa perguruan tinggi pada jurusan pendidikan
bahasa dan sastra Indonesia.
Sarannya adalah buku ini akan lebih baik jika dibahas secara mendalam serta
mendetail, karena bisa memudah pembaca dalam memahami dari dasar hingga akhir
tentang cara membimbing seseorang menuju kepada kemampuan berbahasa dan
menyusun wacana-wacana yang kompleks yang bersifat ilmiah dan alamiah.

DAFTAR PUSTAKA
Tarigan Guntur, 1987. Pengajaran wacana. Bandung : Angkasa

Keraf Gorys , 2007. Argumentasi dan Narasi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka


Utama

Anda mungkin juga menyukai