Anda di halaman 1dari 33

Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”

(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)


2017

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan pasal 99 menyatakan bahwa: (1) Setiap pekerja/buruh dan
keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. (2) Jaminan
sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebelum lahirnya UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
Jaminan Sosial Tenaga Kerja sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja jo. PP Nomor 14 Tahun 1993
tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Lahirnya UU
Nomor 3 Tahun 1992 tersebut, mengacu pada UU Nomor 14 Tahun 1969
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja. Namun UU Nomor
14 Tahun 1969 telah dinyatakan tidak berlaku lagi, setelah lahir UU Nomor 13
Tahun 2003.
Setelah lahirnya UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
tersebut, Jaminan Sosial Tenaga Kerja diatur oleh Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adapun
perundang-undangan di bawahnya yang mengatur tentang jaminan sosial
meliputi PP Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian, PP Nomor 45 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun, dan PP Nomor 46 Tahun 2015
yang telah diubah dengan PP Nomor 60 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Hari Tua. Dengan lahirnya UU Nomor 24 Tahun 2011, UU
Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja akhirnya dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku lagi. Oleh karena itu, pengaturan selanjutnya tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) diatur oleh UU Nomor 40 Tahun
2004 dan UU Nomor 24 Tahun 2011.
Sebelum lahirnya UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial, selain JAMSOSTEK telah dikenal pula istilah
TASPEN (Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri), ASKES (Asuransi
Kesehatan), dan ASABRI (Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 1


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

Indonesia). Tetapi selama beberapa dekade terakhir itu UU yang secara khusus
mengatur jaminan sosial bagi tenaga kerja swasta adalah UU Nomor 3 Tahun
1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja jo. PP Nomor 14 Tahun 1993 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dengan penyelenggara
PT. Jamsostek yang memberikan pelayanan Jaminan Kecelakaan Kerja,
Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
Gambaran tentang program Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebelum lahirnya UU
Nomor 24 Tahun 2011 ditunjukkan oleh Gambar 1.

JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

PNS & TNI-POLRI/PENSIUNAN SWASTA

KESEHATAN SOSIAL KESEHATAN & SOSIAL

 JPK  Jaminan Kecelakaan


Kerja (JKK)
PNS/PENSI PNS/TNI-  Jaminan Kematian
UNAN POLRI/PENSIUNAN (JKm)
 Pensiun  Jaminan Hari Tua
 Santunan (JHT)
 THT Asuransi/Pensiun
 Jaminan Pemeliharaan
 Santunan Kematian
Kesehatan (JPK)
 Santunan Nilai
Tunai/Non-Pensiun
 Biaya pemakaman

PT. ASKES PT. TASPEN PT. ASABRI PT. JAMSOSTEK

Gambar 1. Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebelum Lahirnya UU Nomor 24


Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial1

Sejarah terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang


panjang. Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut

1Diagram ini dibuat oleh penulis berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja jo PP Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, PP Nomor 67 Tahun 1991 tentang Asuransi Sosial
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, PP Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi
Sosial Pegawai Negeri Sipil, dan PP Nomor 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan
Kesehatan PNS, Penerima Pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan Beserta
Keluarganya.

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 2


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

landasan hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada


tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah (PP) No.33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program
asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi
kerja/pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula
PP No.34/1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum
Astek. Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No.3 tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui PP No.36 Tahun 1995
ditetapkanlah PT Jamsostek sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Tenaga Kerja.2
PT ASABRI (Persero) didirikan sejak Tahun 1971 berdasarkan Peraturan
Pemerintah nomor 45 Tahun 1971 tentang Pendirian Perusahaan Umum
Asuransi Sosial ABRI. Kemudian pada Tahun 1991 status hukum Perusahaan
Umum Asuransi Sosial ABRI dialihkan bentuknya menjadi Perusahaan
Perseroan (PERSERO) berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 68 Tahun
1991 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Asuransi Sosial
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menjadi Perusahan Perseroan
(PERSERO). Ketentuan mengenai Pendirian Perusahaan PT ASABRI (Persero)
tertuang pada Akta Muhani Salim, S.H. Notaris di jakarta Nomor 201 tanggal 30
Desember 1992 tentang Pendirian dan Anggaran Dasar Perusahaan Perseroan
(Persero) PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang
telah beberapa kali dilakukan perubahan terakhir dengan Akta Muhani Salim,
S.H. Notaris di Jakarta Nomor 16 tanggal 27 Agustus 2008 tentang Pernyataan
Keputusan Para Pemegang Saham.3
PT. TASPEN mulai didirikan tanggal 17 April 1963. Pada awalnya
berbentuk Perusahaan Negara Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri
Sipil (PN TASPEN). Pada tahun 1969 berubah menjadi PERUM TASPEN dan
tanggal 4 Januari 1981 berubah lagi menjadi PT. TASPEN Persero berdasarkan
PP Nomor 26 Tahun 1981. Bidang Usahanya adalah menyelenggarakan
Program Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil yang terdiri dari Program Pensiun
dan Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil.4
PT. ASKES (Persero) pada awalnya berbentuk perusahaan umum
(Perum) dengan nama Perum Husada Bhakti, kemudian berdasarkan Peraturan

2 http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/page/profil/Sejarah.html
3 http://www.asabri.co.id/page/4/Dasar_Hukum
4 Direksi, Laporan Tahunan 2013 PT. TASPEN (PERSERO), h. 76.

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 3


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum diubah menjadi perusahaan


perseroan (PT).5
Penyelenggaraan Jamsostek untuk swasta (JKK, JKm, JHT, dan JPK)
dilaksanakan oleh PT Jamsostek berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 1992 jo PP
Nomor 14 Tahun 1993. Penyelenggaraan jaminan sosial untuk anggota TNI &
POLRI serta PNS di lingkungan tersebut (Santunan Asuransi/Pensiun, Santunan
Risiko Kematian, Santunan Nilai Tunai/Non-Pensiun, dan Biaya Pemakaman)
awalnya dilaksanakan oleh PT. ASABRI berdasarkan PP Nomor 44 Tahun 1971,
yang diganti dengan PP Nomor 67 Tahun 1991 dan kemudian diganti kembali
dengan PP Nomor 102 Tahun 2015. Sedangkan jaminan sosial untuk PNS
(Pensiun dan THT) dilaksanakan oleh PT. TASPEN (PERSERO) berdasarkan
PP Nomor 25 Tahun 1981, yang kemudian diubah dengan PP 20 Tahun 2013
tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil. Adapun PT Askes (Persero)
ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan
pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan
TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan
Usaha lainnya berdasarkan PP Nomor 69 Tahun 1991, yang kemudian dicabut
oleh PP Nomor 89 Tahun 2013.
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sistem penyelenggaraan Jaminan Sosial
Tenaga Kerja mengalami perubahan total. Terhitung sejak tanggal 1 Januari
2014 PT. Askes dibubarkan dan beralih serta beroperasi menjadi BPJS
Kesehatan, sedangkan PT. Jamsostek dibubarkan dan beralih menjadi BPJS
Ketenagakerjaan sejak 1 Januari 2014 dan mulai beroperasi selambat-lambatnya
1 Juli 2015.
BPJS Kesehatan akan menyelenggarakan program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan kepada swasta, PNS, TNI-Polri, maupun pensiunan
PNS/TNI-Polri. Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan akan menyelenggarakan
program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), Jaminan
Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP) khusus untuk swasta. Sedangkan
untuk peserta PNS/Pensiunan tetap dipegang oleh PT. Taspen. Adapun untuk
peserta TNI-Polri/Pensiunan tetap dipegang oleh PT. ASABRI. Pada tahun 2029

5 Widya Hartati, Kajian Yuridis Perubahan PT. ASKES (Persero) Menjadi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, (Jurnal; Mataram: Program Magister
Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Mataram, 2015), h. 487

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 4


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

penyelenggaraan program asuransi sosial oleh PT. Taspen dan PT. ASABRI
harus sudah dialihkan kepada BPJS Ketenagakerjaan sepenuhnya. Gambaran
tentang program Jaminan Sosial Tenaga Kerja setelah lahirnya UU Nomor 24
Tahun 2011 ditunjukkan oleh Gambar 2.

JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

KESEHATAN KETENAGAKERJAAN

PNS, Pensiunan PNS PNS/


TNI-POLRI, Swasta SWASTA
TNI-POLRI

 Pensiun  Tabungan Hari Tua  Jaminan Kecelakaan


Jaminan Kesehatan
 Tabungan (THT) Kerja (JKK)
Hari Tua  Jaminan Kecelakaan  Jaminan Kematian
(THT) Kerja (JKK) (JKm)
 Jaminan Kematian
(JKm)
 Jaminan Hari Tua
 Pensiun
(JHT)
 Jaminan Pensiun (JP)

BPJS PT. TASPEN PT. ASABRI BPJS


KESEHATAN KETENAGA KERJAAN
Thn 2029
Thn 2029

Gambar 2. Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja sejak Beroperasinya BPJS,


setelah Lahirnya UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial6

6 Diagram ini dibuat oleh penulis berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial, PP Nomor 102 Tahun 2015 tentang Asuransi Sosial
Prajurit TNI, Anggota Kepolisian Negara RI, dan Pegawai Aparatur Sipil Negara di
Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, PP
Nomor 25 Tahun 1981 yang telah diubah dengan PP Nomor 20 Tahun 2013 tentang
Asuransi Sosial PNS, dan PP Nomor 89 Tahun 2013 tentang Pencabutan PP Nomor 69
Tahun 1991 tentang Pemeliharaan Kesehatan PNS, Penerima Pensiun, Veteran, Perintis
Kemerdekaan, Beserta Keluarganya.

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 5


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

1.2 Tinjauan Pustaka


1.2.1 Jaminan Sosial Tenaga Kerja Sebelum Lahirnya UU Nomor 24 Tahun
2011 tentang BPJS7
Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor
3 Tahun 1992 tentang Jamsostek jo PP Nomor 14 Tahun 1993 tentang
Penyelenggaraan Jamsostek dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi
tenaga kerja terhadap risiko sosial-ekonomi yang menimpa tenaga kerja dalam
melakukan pekerjaan baik berupa kecelakaan kerja, sakit, hari tua, maupun
meninggal dunia. Dengan demikian, diharapkan ketenangan kerja bagi pekerja
akan terwujud, sehingga produktivitas akan semakin meningkat.

A. Pengertian Jaminan Sosial Tenaga Kerja


Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja
dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari
penghasilan yang hilang atau berkurang pelayanan sebagai akibat peristiwa atau
keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil,
bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.
Menurut International Labour Organization (ILO) dalam majalah ASTEK
(1985: 11) Social Security pada prinsipnya adalah perlindungan yang diberikan
oleh masyarakat untuk para warganya, melalui berbagai usaha dalam
menghadapi risiko-risiko ekonomi atau sosial yang dapat mengakibatkan
terhentinya atau berkurangnya penghasilan.
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa jaminan sosial tenaga kerja
merupakan perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang
(jaminan kecelakaan kerja, kematian, dan tabungan hari tua), dan pelayanan
kesehatan yakni jaminan pemeliharaan kesehatan.

B. Hakikat Jaminan Sosial Tenaga Kerja


Jaminan sosial tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1992 merupakan hak setiap tenaga kerja yang sekaligus merupakan
kewajiban dari pengusaha. Pada hakikatnya program jaminan sosial tenaga kerja
dimaksudkan untuk memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan
penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan

7Prof. Dr. Lalu Husni, S.H., M.Hum., Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Ed.
Revisi Cet. Ke-14; Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, Agustus 2016), h. 151-162.

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 6


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

yang hilang. Di samping itu, program jaminan sosial tenaga kerja mempunyai
beberapa aspek antara lain:
1. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal
bagi tenaga kerja beserta keluarganya.
2. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan
tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempatnya bekerja.
Dengan demikian, jaminan sosial tenaga kerja mendidik kemandirian
pekerja sehingga pekerja tidak harus meminta belas kasih orang lain jika dalam
hubungan kerja terjadi risiko-risiko akibat dari hubungan kerja.

C. Ruang Lingkup Jaminan Sosial Tenaga Kerja


Adapun ruang lingkup jaminan sosial tenaga kerja meliputi:
1) Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan yang terjadi dalam hubungan
kerja termasuk sakit akibat hubungan kerja, demikian pula terhadap kecelakaan
kerja yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja
dan pulang kembali melalui jalan yang biasa/wajar dilalui. Iuran Jaminan
Kecelakaan Kerja ini sepenuhnya ditanggung oleh pengusaha yang besarnya
antara 0,24-1,74% dari upah kerja sebulan. Besarnya iuran sangat tergantung
dari tingkat risiko kecelakaan yang mungkin terjadi dari suatu jenis usaha
tertentu, semakin besar tingkat risiko tersebut, semakin besar iuran kecelakaan
kerja yang harus dibayar dan sebaliknya, semakin kecil tingkat risiko semakin
kecil pula iuran yang harus dibayar.
Pembayaran iuran dilakukan oleh pengusaha kepada badan
penyelenggara, dilakukan setiap bulan dan disetor secara lunas paling lambat
tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran
dikenakan denda. Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak atas
jaminan kecelakaan kerja berupa penggantian biaya berupa:
a. Biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja ke
rumah sakit dan/atau ke rumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama
pada kecelakaan.
b. Biaya pemeriksaan dan/atau perawatan selama di rumah sakit, termasuk
rawat jalan.

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 7


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

c. Biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthose) dan/atau alat ganti (prothose)
bagi tenaga kerja yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat
kecelakaan kerja.
Selain penggantian biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kepada
tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja diberikan juga santunan berupa
uang yang meliputi:
a. Santunan sementara tidak mampu bekerja.
b. Santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya.
c. Santunan cacat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental
dan/atau santunan kematian.
Besarnya jaminan kecelakaan kerja adalah sebagai berikut:
a. Santunan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) 4 (empat) bulan
pertama 100% x upah sebulan, 4 (empat) bulan kedua 75% x upah sebulan
dan bulan seterusnya 50% x upah sebulan.
b. Santunan Cacat:
 Cacat sebagian untuk selama-lamanya dibayarkan secara sekaligus
(lumpsum) dengan besarnya % sesuai tabel x 60 bulan upah.
 Santunan cacat total untuk selama-lamanya dibayarkan secara sekaligus
(lumpsum) dan secara berkala dengan besarnya santunan adalah (1)
santunan sekaligus besarnya 70% x 60 bulan upah, (2) santunan berkala
sebesar Rp 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah) selama 24 bulan.
 Santunan cacat kekurangan fungsi dibayarkan sekaligus (lumpsum)
dengan besarnya santunan adalah % berkurangnya fungsi x % sesuai
tabel x 60 bulan upah.
c. Santunan kematian dibayarkan sekaligus (lumpsum) dan secara berkala
dengan besarnya santunan adalah:
 Santunan sekaligus sebesar 60% x 60 bulan upah, sekurang-kurangnya
sebesar jaminan kematian.
 Santunan berkala sebesar Rp 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah)
selama 24 bulan.
 Biaya pemakaman sebesar Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah).
d. Biaya pengobatan dan perawatan yang dikeluarkan berupa penggantian
biaya dokter, obat, operasi, rontgen, laboratorium, perawatan puskesmas,
rumah sakit umum, gigi, jasa tabib, sinshe/tradisional yang telah
mendapatkan izin resmi dari yang berwenang. Seluruh biaya yang

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 8


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

dikeluarkan untuk suatu peristiwa kecelakaan tersebut dibayarkan


maksimum Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah).
e. Biaya rehabilitasi berupa penggantian biaya pembelian alat bantu (orthose)
dan/atau alat pengganti (prothose) diberikan satu kali untuk setiap kasus
dengan patokan harga yang ditetapkan Pusat Rehabilitasi Prof. Dr. Suharso
Surakarta dan ditambah 40% dari harga tersebut.
f. Ongkos pengangkutan tenaga kerja dari tempat kejadian kecelakaan ke
rumah sakit diberikan penggantian biaya sebagai berikut:
 Bila hanya menggunakan jasa angkutan darat/sungai, maksimum
sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah).
 Bila hanya menggunakan jasa angkutan laut maksimum sebesar Rp
200.000,- (dua ratus ribu rupiah).
 Bila hanya menggunakan jasa angkutan udara maksimum Rp 250.000,-
(dua ratus lima puluh ribu rupiah).
(Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993).

2) Jaminan Kematian (JKm)


Kematian yang mendapatkan santunan adalah kematian bagi tenaga
kerja pada saat menjadi peserta Jamsostek. Jaminan ini merupakan komplemen
terhadap jaminan hari tua yang keduanya merupakan jaminan masa depan
tenaga kerja. Jaminan ini dimaksudkan untuk turut menanggulangi, meringankan
beban keluarga yang ditinggalkan dengan cara pemberian santunan biaya
pemakaman. Besarnya jaminan kematian ini adalah 0,30% dari upah pekerja
selama sebulan yang ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha.
Dalam pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 disebutkan
bahwa jaminan kematian dibayar sekaligus (lumpsum) kepada janda atau duda
atau anak yang meliputi:
a. Santunan kematian sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
b. Biaya pemakaman sebesar Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah).
Jika janda atau duda atau anak tidak ada maka jaminan kematian
dibayarkan sekaligus kepada keturunan sedarah yang ada dari tenaga kerja,
menurut garis lurus ke bawah dan garis lurus ke atas dihitung sampai dengan
derajat kedua.

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 9


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

3) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)


Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas
tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
Program pemeliharaan kesehatan ini merupakan upaya penanggulangan dan
pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan,
dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Jaminan ini meliputi
upaya peningkatan kesehatan (promotif) dan pemulihan (rehabilitatif). Iuran
jaminan pemeliharaan kesehatan ini ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha
yang besarnya 6% dari upah tenaga kerja sebulan bagi tenaga kerja yang sudah
berkeluarga dan 3% sebulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga. Jaminan
pemeliharaan kesehatan diberikan kepada tenaga kerja atau suami isteri yang
sah dan anak sebanyak-banyaknya 3 orang. Jaminan ini meliputi:
a. Perawatan rawat jalan tingkat pertama.
b. Rawat jalan tingkat lanjutan.
c. Rawat inap.
d. Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan.
e. Penunjang diagnostik.
f. Pelayanan khusus.
g. Pelayanan gawat darurat.
(pasal 3 ayat 1 jo pasal 35 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993)
Dalam penyelenggaraan paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar,
badan penyelenggara wajib:
a. Memberikan kartu pemeliharaan kesehatan kepada setiap peserta.
b. Memberikan keterangan yang perlu diketahui peserta mengenai paket
pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan.
Untuk memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja,
suami atau isteri, anak-anak, harus menunjukkan kartu pemeliharaan kesehatan.
Pelaksanaan pelayanan jaminan kesehatan dimulai dari pelayanan kesehatan
tingkat pertama yang ditunjuk oleh badan penyelenggara. Jika diperlukan
pemeriksaan tingkat lanjutan, bagi tenaga kerja, suami atau isteri atau anak-
anak, pelaksana pelayanan kesehatan tingkat pertama harus memberikan surat
rujukan kepada pelaksana pelayanan kesehatan tingkat lanjutan yang ditunjuk.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama atau tingkat lanjutan memberikan
surat rujukan dalam hal tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak-anak
memerlukan pelayanan penunjang diagnostik atau rawat inap. Jika tenaga kerja

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 10


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

atau suami atau isteri atau anak-anak memerlukan pelayanan gawat darurat
dapat langsung memperoleh pelayanan dari pelaksana pelayanan kesehatan
atau rumah sakit terdekat dengan menunjukkan kartu pemeliharaan kesehatan.
Bagi tenaga kerja atau isteri tenaga kerja yang memerlukan pemeriksaan
kehamilan dan/atau persalinan memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan
dari rumah bersalin yang ditunjuk. Jika terjadi persalinan yang sulit maka tenaga
kerja atau isteri tenaga kerja dapat merujuk ke rumah sakit.
Tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak-anak tenaga kerja
mendapatkan resep obat, harus mengambil obat tersebut pada apotek yang telah
ditunjuk dengan menunjukkan kartu pemeliharaan kesehatan. Apotek harus
memberikan obat yang diperlukan oleh tenaga kerja atau suami atau isteri atau
anak-anak tenaga kerja sesuai dengan standar obat yang berlaku. Jika obat yang
dibutuhkan di luar standar yang berlaku, maka selisih biaya obat tersebut
ditanggung sendiri oleh tenaga kerja yang bersangkutan.
Program jaminan sosial tenaga kerja yang ruang lingkupnya seperti
disebutkan di atas wajib dilaksanakan oleh setiap perusahaan yang
mempekerjakan pekerja dalam suatu hubungan kerja minimal 10 orang dan/atau
membayar upah minimal Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) sebulan. Ketentuan ini
bersifat alternatif, bisa jadi suatu perusahaan mempekerjakan pekerja kurang
dari sepuluh orang tapi total gaji yang dibayarkan lebih dari Rp 1.000.000,- (satu
juta rupiah) sebulan, maka perusahaan tersebut wajib menjadi peserta program
Jamsostek. Sebaliknya bisa terjadi total upah yang dibayarkan kurang dari Rp
1.000.000,- (satu juta rupiah) sebulan tapi jumlah pekerjanya lebih dari 10
(sepuluh) orang, perusahaan tersebut juga wajib menjadi peserta Jamsostek.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini dikenakan kurungan selama-lamanya 6
bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992).
Selanjutnya dalam pasal 30 Undang-Undang ini menyebutkan bahwa
dengan tanpa mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam
pasal 29 terhadap pengusaha, tenaga kerja, dan badan penyelenggara yang
tidak memenuhi ketentuan undang-undang ini beserta peraturan pelaksanaannya
dikenakan sanksi administratif, ganti rugi, dan denda yang akan diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah. Dari sanksi yang ada, undang-undang Jamsostek
tergolong maju dibandingkan dengan undang-undang sebelumnya, karena selain

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 11


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

sanksinya cukup tinggi juga terdapat sanksi administratif yang belum dikenal
dalam undang-undang di bidang perburuhan/ketenagakerjaan yang ada.

4) Tabungan Hari Tua (THT)


Hari Tua adalah umur pada saat produktivitas tenaga kerja menurun,
sehingga perlu diganti dengan tenaga kerja yang lebih muda. Termasuk dalam
penggantian ini adalah jika tenaga kerja tersebut cacat tetap dan total (total and
permanent disability). Pembayaran iuran jaminan hari tua menjadi tanggung
jawab bersama antara pekerja dan pengusaha yakni 3,7% ditanggung
pengusaha dan 2% ditanggung oleh pekerja (pasal 9 ayat 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993). Adanya peran serta tenaga kerja dalam
pembayaran iuran jaminan hari tua ini dimaksudkan semata-mata untuk mendidik
tenaga kerja agar perlunya perlindungan di hari tua. Untuk itu perlu menyisihkan
sebagian penghasilannya untuk menghadapi hari tua tersebut.
Jaminan hari tua dibayarkan pada saat pekerja berusia 55 tahun atau
cacat total untuk selama-lamanya, dapat dilakukan dengan:
(1) Secara sekaligus apabila jumlah seluruh jaminan hari tua yang harus
dibayarkan kurang dari Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah).
(2) Secara berkala apabila seluruh jaminan hari tua yang harus dibayar
mencapai Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) atau lebih, dilakukan paling lama 5
tahun (pasal 24 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993)
Pembayaran jaminan hari tua secara berkala sebagaimana dimaksudkan
di atas harus berdasarkan atas pilihan tenaga kerja yang bersangkutan. Tenaga
kerja yang telah mencapai usia 55 tahun tetapi masih bekerja, dapat memilih
untuk menerima pembayaran jaminan hari tuanya atau pada saat tenaga kerja
yang bersangkutan berhenti bekerja. Demikian pula halnya dengan tenaga kerja
yang telah mencapai usia 55 tahun dan tidak bekerja lagi dapat mengajukan
pembayaran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara. Bagi tenaga kerja
yang mengalami musibah cacat total tetap sebelum berusia 55 tahun berhak
mengajukan pembayaran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara.
Salah satu bentuk perlindungan yang diberikan oleh program jaminan
sosial tenaga kerja adalah jaminan hari tua. Jaminan hari tua dapat
mengakibatkan terputusnya upah karena tidak lagi mampu bekerja. Akibat
terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi tenaga kerja dan
mempengaruhi ketenangan kerja sewaktu mereka masih bekerja, terutama bagi

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 12


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

mereka yang berpenghasilan rendah. Jaminan hari tua memberikan kepastian


penerimaan penghasilan yang dibayarkan sekaligus dan/atau berkala saat
tenaga kerja mencapai usia lima puluh lima tahun atau memenuhi persyaratan
pensiun. Besarnya jaminan hari tua adalah keseluruhan iuran yang telah
disetorkan beserta hasil pengembangannya.
Pembayaran jaminan hari tua secara berkala sebagaimana dimaksudkan
di atas dilakukan atas pilihan tenaga kerja yang bersangkutan. Tenaga kerja
yang akan menerima jaminan hari tua dapat mengajukan kepada badan
penyelenggara dan apabila tenaga kerja akan meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya maka jaminan hari tua dibayarkan sekaligus. Di mana
pembayaran jaminan hari tua dilakukan kepada janda atau duda dalam hal:
(1) Tenaga kerja yang menerima pembayaran jaminan hari tua secara berkala
meninggal dunia, sebesar sisa jaminan hari tua yang belum dibayarkan.
(2) Tenaga kerja meninggal dunia.
Dalam hal tidak ada janda atau duda, maka pembayaran jaminan hari tua
dilakukan kepada anaknya. Tenaga kerja yang masih bekerja dan mencapai usia
55 tahun dapat memilih untuk menerima pembayaran jaminan hari tua pada saat
berusia 55 tahun atau pada saat yang bersangkutan berhenti bekerja, tetapi jika
tenaga kerja memilih untuk tidak menerima pembayaran jaminan hari tua pada
saat berusia 55 tahun maka pembayaran jaminan hari tua dapat dilakukan sejak
tenaga kerja yang bersangkutan berhenti bekerja dan dapat mengajukannya
kepada badan penyelenggara.
Tenaga kerja yang cacat total tetap untuk selama-lamanya sebelum
mencapai usia lima puluh lima tahun berhak mengajukan pembayaran jaminan
hari tua kepada badan penyelenggara . Badan penyelenggara menetapkan
besarnya jaminan hari tua paling lambat tiga puluh hari sebelum tenaga kerja
mencapai usia lima puluh lima tahun dan memberitahukannya kepada tenaga
kerja yang bersangkutan.
Dalam hal tenaga kerja berhenti bekerja dari perusahaan sebelum
mencapai usia lima puluh lima tahun dan mempunyai masa kepesertaan
serendah-rendahnya lima tahun, dapat menerima jaminan hari tua secara
sekaligus dan akan dibayarkan setelah melewati masa tunggu selama enam
bulan terhitung sejak saat tenaga kerja yang bersangkutan berhenti bekerja. Jika
tenaga kerja masih dalam masa tunggu kemudian kembali bekerja, maka jumlah

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 13


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

jaminan hari tua yang menjadi haknya diperhitungkan dengan jaminan hari tua
berikutnya.

1.2.2 Jaminan Sosial Tenaga Kerja Setelah Lahirnya UU Nomor 24 Tahun


2011 tentang BPJS dan Sejak Beroperasinya BPJS8
Pembentukan Undan-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, setelah Putusan
Mahkamah Konstitusi terhadap perkara Nomor 007/PUU-III/2005, guna
memberikan kepastian hukum bagi pembentukan BPJS untuk melaksanakan
program Jaminan Sosial di seluruh Indonesia. Undang-Undang ini merupakan
pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mengamanatkan
pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan transformasi
kelembagaan PT. Askes (Persero), PT. Jamsostek (Persero), PT. TASPEN
(Persero), dan PT. ASABRI (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial. Transformasi tersebut diikuti adanya pengalihan peserta, program, aset
dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban.
Dengan Undang-Undang ini dibentuk 2 (dua) BPJS, yaitu BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan
program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan
program jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan hari tua (JHT), jaminan
pensiun (JP), dan jaminan kematian (JKm). Dengan terbentuknya kedua BPJS
tersebut jangkauan kepesertaan program jaminan sosial akan diperluas secara
bertahap.

A. BPJS Kesehatan
Hal-hal terkait BPJS Kesehatan dapat berpedoman pada ketentuan-
ketentuan dalam UU Nomor 24 Tahun 2011. Di samping itu, juga berpedoman
pada Perpres Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Perpres Nomor
12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, sebagai ketentuan pelaksananya.
Berikut ini djelaskan secara umum kedua ketentuan-ketentuan tersebut:

8 Almaududi, S.H., M.H., Hukum Ketenagakerjaan Hubungan Kerja dalam Teori dan
Praktik (Cet. Ke-1; Bandung: Kaifa Publishing, April 2017), h. 110-116.

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 14


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

(a) Peserta
Berdasarkan Pepres 19/2016, peserta BPJS Kesehatan dikelompokkan
menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Bukan Penerima Iuran Bantuan
(Non-PBI). PBI merupakan fakir miskin dan orang tidak mampu membayar iuran
sebagai kepesertaan sehingga negaralah yang bertanggung jawab
membayarkan iurannya kepada BPJS Kesehatan.
Disebabkan pekerja “digolongkan” pada peserta yang tidak tergolong
fakir, miskin atau orang tidak mampu, maka pekerja sebagai penerima upah
merupakan peserta Non-PBI. Mengingat anggota keluarga pekerja merupakan
satu kesatuan yang harus dijamin pula kesehatannya, maka Pasal 4 ayat (1)
huruf a Perpres 19/2016 menggariskan bahwa anggota keluarga pekerja juga
merupakan peserta Non-PBI. Untuk itu, yang dijamin oleh BPJS Kesehatan
adalah pekerja penerima upah dan anggota keluarganya dengan batasan
sebanyak-banyaknya (maksimal) 5 orang.
Berdasarkan Pasal 5 Perpres 19/2016, anggota keluarga pekerja meliputi
istri/suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak
angkat yang sah. Untuk dapat disebut sebagai “anak” (anak kandung, anak tiri
dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah), harus memenuhi
beberapa kriteria:
 Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan
sendiri; dan
 Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua
puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
Disamping itu, pekerja sebagai peserta Non-PBI dapat pula
mengikutsertakan anggota keluarga yang lainnya ke dalam program jaminan
kesehatan meliputi, anak ke 4 (empat) dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua.
Tentunya, hal tersebut akan menyebabkan timbulnya kewajiban penambahan
biaya iuran dari pekerja yang bersangkutan.

(b) Kewajiban Pendaftaran dan Pembayaran Iuran


Berdasarkan Pasal 6 Perpres 111 Tahun 2013, kepesertaan Jaminan
Kesehatan bersifat wajib dan mencakup seluruh penduduk Indonesia tanpa
terkecuali. Pengusaha sebagai pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan
pekerjanya sebagai peserta jaminan kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan
membayar iuran.

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 15


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

Berdasarkan Pasal 16 Pepres 111 Tahun 2013, bagi peserta Non-PBI


(dhi. pekerja penerima upah), iuran jaminan kesehatan dibayar oleh pengusaha
dan pekerja. Iuran Jaminan Kesehatan tersebut adalah sebesar 5% (lima persen)
dari gaji atau upah per bulan dengan ketentuan:
 4% (empat persen) dibayar oleh pengusaha; dan
 1% (satu persen) dibayar oleh pekerja.
 Sedangkan iuran jaminan kesehatan bagi anggota keluarga yang lain
dibayar oleh pekerja meliputi anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu, dan
mertua. Ditetapkan sebesar 1% dari gaji atau upah pekerja per orang per
bulan
Gaji atau upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran jaminan
kesehatan terdiri atas gaji atau upah pokok dan tunjangan tetap. Selanjutnya,
berdasarkan Pasal 16 Huruf D Pepres 111 Tahun 2013, batas paling tinggi gaji
atau upah per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran iuran
jaminan kesehatan bagi Pekerja sebesar 2x (dua kali) Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) dengan status kawin dengan 1 (satu) orang anak. Sehingga,
walaupun gaji seorang pekerja jauh diatas 2 kali PTKP, maka pemotongan upah
pekerja hanya sebatas 5% dari 2 kali PTKP dengan 1 istri dan 1 anak.
Berdasarkan Pasal 17 Pepres 111 Tahun 2013, pengusaha wajib
memungut iuran dari pekerjanya dan menyetor iuran tersebut kepada BPJS
Kesehatan paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. Apabila tanggal 10 jatuh
pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Dalam hal
pengusaha terlambat melakukan pembayaran iuran, maka pengusaha akan
dikenakan denda administratif sebesar 2% dari total iuran yang tertunggak paling
banyak untuk waktu 3 bulan. Pembayaran denda tersebut, dibayarkan
bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh pengusaha.

(c) Peserta yang Mengalami PHK


Berdasar Pasal 7 dan Pasal 8 Pepres 111 Tahun 2013, dalam hal
pekerja mengalami PHK, maka pekerja tersebut tetap memperoleh hak manfaat
jaminan kesehatan paling lama 6 bulan sejak di PHK tanpa membayar iuran.
Dengan kata lain, pekerja tetap berhak menjadi peserta PBI jaminan kesehatan.
Namun, apabila eks pekerja tersebut telah bekerja kembali, maka ia wajib
memperpanjang status kepesertaannya dengan membayar iuran. Dalam hal ini
Peserta Non-PBI yang mengalami cacat total tetap (dengan penetapan oleh

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 16


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

dokter yang berwenang) dan ternyata tidak mampu, maka ia masih berhak
menjadi peserta PBI jaminan kesehatan.

B. BPJS Ketenagakerjaan
Disamping UU Nomor 24 Tahun 2011, pengaturan mengeni BPJS
Ketenagakerjaan merujuk pula pada Perpres 109 Tahun 2013 sebagai ketentuan
pelaksananya.
(a) Kepesertaan
Peserta program jaminan sosial terdiri peserta penerima upah (dhi.
pekerja). Tanpa menutup kemungkinan peserta bukan penerima upah menjadi
peserta BPJS Ketenagakerjaan. Dengan memberikan data pekerja berikut
anggota keluarganya secara lengkap dan benar, pengusaha diwajibkan
mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai
dengan program jaminan sosial yang diikuti.
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (2) Pepres 109 Tahun 2013,
pengusaha sesuai dengan skala usahanya wajib mendaftarkan pekerjanya
mengikuti program JKK, JHT, JKM, dan JP. Klasifikasi pengusaha berdasarkan
ketentuan tersebut, dapat digolongkan menjadi beberapa jenis. Dengan
kewajiban berbeda pula, yaitu:
 Usaha besar dan usaha menengah, wajib mengikutsertakan pekerja pada
program JKK, JHT, JP, dan JKM.
 Usaha kecil wajib mengikutkan pekerjanya pada program JKK, JHT, dan
JP.
 Usaha mikro wajib mengikutkan pekerjanya pada program JKK dan JKM.
 Dalam hal skala usaha bergerak di bidang usaha jasa konstruksi yang
mempekerjakan tenaga harian lepas, borongan, dan/atau musiman wajib
mendaftarkan pekerjanya pada program JKK dan JKM.

(b) Pembayaran Iuran


Pengusaha wajib memungut iuran yang menjadi beban peserta dari
pekerjanya. Selanjutnya, menyetorkannya kepada BPJS Ketenagakerjaan.
Adapun besarnya iuran saat ini adalah:
 Iuran JHT sebesar 5,7% dari upah pekerja per bulan (2% pekerja + 3,7%
pengusaha)

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 17


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

 Iuran JKK dibayarkan oleh pengusaha, yang besarnya tergantung pada


tingkat risiko lingkungan kerja, mulai 0,24% s/d 1,74% dari upah pekerja
perbulan.
 Iuran JKM sebesar 0,30% dari upah pekerja per bulan.
 Iuran JP sebesar 3% dari upah pekerja per bulan, yang terdiri atas (2%
pengusaha + 1% pekerja).

(c) Manfaat Diperoleh


Dengan telah dilaksanakannya kewajiban pembayaran iuran oleh
pengusaha. Sebagaimana halnya usaha yang bergerak dibidang asuransi, BPJS
Ketenangakerjaan berkewajiban untuk memberikan manfaat tertentu kepada
pekerja apabila terjadi peristiwa yang diperjanjikan.
Misalnya, jika pekerja meninggal dunia (bukan akibat kecelakaan kerja),
maka BPJS Ketenagakerjaan akan memberikan manfaat JKM berupa uang tunai
kepada ahli waris. Terdiri atas:
 Santunan sekaligus Rp. 16.200.000,- ;
 Santunan berkala 24 x Rp. 200.000,- = Rp. 4.800.000,- ;
 Biaya pemakaman sebesar Rp. 3.000.000,- ; dan
 Beasiswa pendidikan anak diberikan kepada setiap peserta yang
meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja dan telah memiliki masa
iuran paling singkat 5 (lima) tahun yang diberikan sebanyak Rp.
12.000.000,-.
Hal yang sama juga diatur tersendiri terhadap JKK, JP, JHT. Pekerja juga
akan memperoleh manfaat tersendiri sesuai kepesertaannya. Untuk lebih
jelasnya, dapat mengunjungi website BPJS Ketenagakerjaan.

C. Pengenaan Sanksi
Pengenaan sanksi dalam penyelenggaraan jaminan sosial diatur oleh PP
No. 86 Tahun 2013. Dimana, dalam melaksanakan kegiatan usahanya setiap
pengusaha wajib untuk:
(a) Mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS; dan
(b) Memberikan data dirinya dan pekerjanya berikut anggota keluarganya
kepada BPJS secara lengkap dan benar meliputi:
 Data pekerja berikut anggota keluarganya yang didaftarkan sesuai
dengan data pekerja yang dipekerjakan;

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 18


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

 Data upah yang dilaporkan sesuai dengan upah diterima pekerja;


 Data kepesertaan dalam program jaminan sosial sesuai penahapan
kepesertaan; dan
 Perubahan data ketenagakerjaan yang paling sedikit meliputi: alamat
perusahaan; kepemilikan perusahaan; kepengurusan perusahaan;
jenis badan usaha; jumlah pekerja; data pekerja dan keluarganya;
dan perubahan besarnya upah setiap pekerja.
Pengusaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud yang
melanggar di atas dikenai sanksi administratif yang dapat berupa:
(a) Teguran tertulis, diberikan 2 kali masing-masing untuk jangka waktu
paling lama 10 hari kerja yang dikenai oleh BPJS.
(b) Denda, diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 hari sejak
berakhirnya pengenaan sanksi teguran tertulis kedua berakhir yang
dikenai oleh BPJS. Sebesar 0,1% (nol koma satu persen) setiap bulan
dari iuran yang seharusnya dibayar yang dihitung sejak teguran
tertulis kedua berakhir dan/atau
(c) Tidak mendapat pelayanan publik tertentu, dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah
Kabupaten/ Kota. Atas permintaan BPJS meliputi: perizinan terkait
usaha; izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek; izin
mempekerjakan tenaga kerja asing (IMTA); izin perusahaan penyedia
jasa tenaga kerja; atau Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 19


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

1.3 Identifikasi Masalah


Berangkat dari latar belakang dan paparan di atas, kami mengidentifikasi
beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini. Adapun permasalahan
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh perubahan regulasi tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja terhadap pengusaha/pemberi kerja maupun pekerja, khususnya di
sektor swasta?
2. Bagaimana efektivitas sanksi yang diberikan oleh UU dalam meningkatkan
kepatuhan pengusaha/pemberi kerja terhadap program BPJS?

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 20


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengaruh Perubahan Regulasi tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja


terhadap Pengusaha maupun Pekerja
Lahirnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, benar-benar membawa perubahan yang
sangat besar dalam sistem penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Perubahan tersebut tentunya akan memberi pengaruh kepada
pengusaha/pemberi kerja maupun pekerja, khususnya di sektor swasta. Untuk
melihat pengaruh tersebut terhadap pengusaha/pemberi kerja maupun pekerja,
kita perlu menganalisis terlebih dahulu apa saja poin-poin perubahan yang
dilakukan oleh Pemerintah terkait penyelenggaraan sistem Jaminan Sosial
Tenaga Kerja.
A. Penyelenggara Program
Sesuai pasal 25 UU Nomor 3 Tahun 1993 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja jo pasal 1 PP Nomor 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan
Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, penyelenggara program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja diserahkan kepada PT. Jamsostek (Persero).
Badan Hukum inilah yang menyelenggarakan seluruh program jaminan sosial
untuk tenaga kerja (swasta), yang meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK),
Jaminan Kematian (JKm), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan (JPK) dalam satu pintu. Setiap pekerja yang terdaftar akan
mendapatkan 1 (satu) kartu untuk menikmati keempat program jaminan tersebut.
Sesuai pasal 60, 62, 64, 65, 68, dan 69 UU Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, perubahan regulasi yang terjadi
terkait penyelenggara program jaminan sosial meliputi: (1)Sejak tanggal 1
Januari 2014 PT. Askes dan PT. Jamsostek dibubarkan dan beralih masing-
masing menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan
mulai beroperasi pada tanggal tersebut, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai
beroperasi paling lambat tanggal 1 Juli 2015. (2) Sejak tanggal 1 Januari 2014
PP Nomor 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (dasar hukum pendirian PT. Jamsostek) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Sedangkan UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 21


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

Jaminan Sosial Tenaga Kerja dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi sejak
BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi. (3)BPJS Kesehatan menjadi
penyelenggara jaminan sosial kesehatan (program Jaminan Kesehatan),
sedangkan BPJS Ketenagakerjaan menjadi penyelenggara jaminan sosial
ketenagakerjaan (program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian,
Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun). (4)PT. ASABRI dan PT. TASPEN
harus menyelesaikan pengalihan program asuransi sosial yang dikelolanya
paling lambat tahun 2029. Dengan demikian, mulai tahun 2029 seluruh program
jaminan sosial ketenagakerjaan akan diselenggarakan oleh BPJS
Ketenagakerjaan secara penuh.
Dengan beralihnya program jaminan kesehatan yang sebelumnya
dikelola oleh PT. Jamsostek ke BPJS Kesehatan, kepesertaan perusahaan
selama ini di PT. Jamsostek tidak secara otomatis terdaftar/diakui oleh BPJS
Kesehatan, sehingga pengusaha/pemberi kerja harus melakukan proses
registrasi kembali dari awal.
Untuk program jaminan sosial ketenagakerjaan (Jaminan Kecelakaan
Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun), pengalihan
pengelolaan dari PT. Jamsostek (Persero) kepada BPJS Ketenagakerjaan
seharusnya berjalan mulus karena hanya berubah badan hukumnya saja. Tetapi
dalam prakteknya cukup merepotkan/membingungkan pengusaha/pemberi kerja
dan pegawai BPJS Ketenagakerjaan, karena mulai tanggal 1 Januari 2014 PT.
Jamsostek sudah dibubarkan dan beralih kepada BPJS Ketenagakerjaan tetapi
tidak langsung beroperasi saat itu juga melainkan diberi waktu sampai dengan 1
Juli 2015. Ketika BPJS Ketenagakerjaan dibentuk dan mengambil alih tanggung
jawab PT. Jamsostek (Persero) mulai tanggal 1 Januari 2014, Dewan Komisaris
dan Direksi PT. Jamsostek (Persero) yang diangkat menjadi anggota Dewan
Pengawas dan anggota Direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk jangka waktu
paling lama 2 (dua) tahun sejak BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi (sesuai
pasal 63 UU Nomor 24 Tahun 2011) tidak langsung dapat menjalankan
kewenangannya, karena ketika BPJS Ketenagakerjaan tersebut dibentuk tidak
langsung dinyatakan beroperasi sebagaimana halnya BPJS Kesehatan.
Kekosongan hukum ini menyebabkan layanan yang diterima oleh
pengusaha/pemberi kerja maupun pekerja menjadi terhambat/terganggu.

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 22


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

B. Jenis Program
Pasal 6 UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial jo pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional menyebutkan bahwa jenis program jaminan sosial meliputi:
Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan
Hari Tua, dan Jaminan Pensiun. Berarti ada penambahan 1 (satu) program yang
harus diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan setelah terjadi pengalihan
pengelolaan dari PT. Jamsostek (Persero), yaitu program Jaminan Pensiun.
Penambahan program jaminan ini akan terasa memberatkan pengusaha/pemberi
kerja, karena mereka harus menanggung 2/3 dari iuran yang harus dibayarkan,
yang besarnya 3% dari upah tiap bulan. Tentunya bagi pekerja, hal ini menjadi
sesuatu yang menggembirakan meskipun mereka ikut menanggung 1/3 dari
iuran yang harus dibayarkan tiap bulannya (sesuai pasal 28 PP 45 Tahun 2015
tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun).
PP Nomor 84 Tahun 2013 tentang Perubahan Kesembilan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja telah menghapus ketentuan pasal 2 ayat (4) yang berbunyi:
Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) yang telah
menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan bagi tenaga
kerjanya dengan manfaat yang lebih baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Dasar menurut Peraturan Pemerintah ini, tidak wajib ikut dalam
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang diselenggarakan oleh Badan
Penyelenggara. Untuk menghindari sanksi, tidak sedikit pengusaha/pemberi
kerja yang akhirnya mendaftar dobel (mendaftar Asuransi Lain dan juga BPJS
Kesehatan). Karena iuran Jaminan Kesehatan ini ditanggung bersama oleh
Pengusaha/Pemberi Kerja dan Pekerja (Pengusaha 4% & Pekerja 1% dari upah
per bulan, sesuai Perpres Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.), akhirnya beban
tambahan ini harus ditanggung oleh mereka secara proporsional. Bagi
perusahaan-perusahaan tertentu yang sudah memberikan asuransi kesehatan
yang lebih baik dari program BPJS Kesehatan, biasanya akan membebankan
biaya iuran tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pekerja.

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 23


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

C. Kepesertaan
Baik UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
maupun UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional jo
UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,
sama-sama mewajibkan pengusaha/pemberi kerja untuk mengikutsertakan
pekerja dalam program jaminan sosial tenaga kerja.
Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 1992 menegaskan bahwa Program
jaminan social tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 wajib
dilakukan oleh setiap perusahaan bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan
di dalam hubungan kerja sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Ini. Di pasal
17 ditegaskan kembali bahwa pengusaha dan tenaga kerja wajib ikut serta dalam
program jaminan sosial tenaga kerja.
Pasal 13 UU Nomor 40 Tahun 2004 menyatakan bahwa pemberi kerja
secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta
kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sesuai dengan program jaminan
sosial yang diikuti. Sedangkan pasal 14 dan 15 UU Nomor 24 Tahun 2011
menyatakan: (1)Setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6
(enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta program jaminan sosial.
(2)Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya
sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan sosial yang
diikuti.
Mandatori yang diberikan oleh UU tersebut kepada pengusaha/pemberi
kerja, kemudian diatur secara khusus oleh PP Nomor 14 Tahun 1993 yang telah
beberapa kali diubah terakhir dengan PP Nomor 84 Tahun 2013 tentang
Perubahan Kesembilan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993
tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Pasal 2 ayat
(3) PP tersebut menyatakan bahwa pengusaha yang mempekerjakan tenaga
kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit
Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga
kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1). Pengkhususan dilakukan juga oleh Perpres Nomor 109 Tahun
2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial pasal 6 ayat (3),
yang membatasi kewajiban usaha besar/menengah, kecil, dan mikro dalam
mengikuti program jaminan sosial ketenagakerjaan.

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 24


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

Melalui Perpres Nomor 109 Tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan


Program Jaminan Sosial pasal 6 ayat (3) telah diatur kewajiban ikut serta dalam
program jaminan sosial ketenagakerjaan ini meliputi: (1)Usaha besar dan
menengah wajib mengikuti empat program, yaitu jaminan kecelakaan kerja,
jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun. (2)Usaha kecil wajib
mengikuti tiga program, yaitu jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan
jaminan hari tua. (3)Usaha mikro wajib mengikuti dua program, yaitu jaminan
kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Adapun kepesertaan jaminan kesehatan
tidak ada pengecualian/pengkhususan yang dilakukan oleh peraturan
perundang-undangan.
Jika dilihat dari regulasi tersebut, perubahan yang terjadi adalah adanya
pembatasan kewajiban untuk usaha besar/menengah, kecil, dan mikro dalam
mengikuti program jaminan sosial ketenagakerjaan. Adanya tambahan
pembatasan/pengkhususan melalui Perpres tersebut tentunya sangat
meringankan tanggung jawab pengusaha kecil dan mikro dalam mengikuti
program jaminan sosial ketenagakerjaan.

D. Jumlah Iuran
Setelah membandingkan PP Nomor 53 Tahun 2012 tentang Perubahan
Kedelapan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang
Penyelenggaraan Program Jamsostek dan PP sebelumnya (yang berlaku
sebelum tanggal 1 Januari 2014) dengan PP perubahan terakhir yaitu PP Nomor
84 Tahun 2013 tentang Perubahan Kesembilan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek (yang
berlaku sejak tanggal 1 Januari 2014), terlihat adanya perubahan iuran yang
diberlakukan. Perubahan tersebut meliputi ketentuan jumlah iuran dan proporsi
tanggung jawab para pihak yang harus membayarnya (Pengusaha/Pemberi
Kerja dan Pekerja).
Terkait iuran Jaminan Kesehatan9 dan Jaminan Pensiun10, dapat dilihat
perubahannya dengan membandingkan antara Perpres Nomor 12 Tahun 2013
yang diubah terakhir dengan Perpres Nomor 111 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan (mulai berlaku 1 Januari 2014) dan PP Nomor 45 Tahun 2015 tentang

9 UU Nomor 3 Tahun 1995 menggunakan istilah Jaminan Pemeliharaan Kesehatan,


sedangkan UU Nomor 40 Tahun 2004 dan UU Nomor 24 Tahun 2011 menggunakan
istilah Jaminan Kesehatan.
10 Jaminan Pensiun merupakan program jaminan baru, untuk pekerja yang dipekerjakan

oleh pemberi kerja selain penyelenggara negara.

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 25


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun (mulai berlaku 1 Juli 2015) dengan


PP Nomor 53 Tahun 2012 dan PP sebelumnya. Perubahan regulasi tentang
iuran jaminan sosial masing-masing program dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Perubahan Iuran Jaminan Sosial Tenaga Kerja


Sebelum BPJS Beroperasi11 Sejak BPJS
Jenis Program
Beroperasi12
A. Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
1) Jaminan  Iuran kel I 0,24%, kel II  Tetap/Tidak Berubah
Kecelakaan 0,54%, kel III 0,89%, kel IV
Kerja (JKK) 1,27%, kel V 1,74% dari
upah/bulan
 Ditanggung sepenuhnya
oleh pengusaha.
2) Jaminan  Iuran 0,3% dari upah/bulan  Tetap/Tidak Berubah
Kematian (JKm)  Ditanggung sepenuhnya
oleh pengusaha.
3) Jaminan Hari  Iuran 5.7% dari upah/bulan  Tetap/Tidak Berubah
Tua (JHT)  3,7% ditanggung
pengusaha, 2% ditanggung
pekerja
4) Jaminan Tidak Ada  Iuran 3% dari
Pensiun upah/bulan.
 2% ditanggung
pengusaha, 1%
ditanggung pekerja
 Iuran akan dinaikkan
bertahap menuju 8%
B. Jaminan Sosial Kesehatan
1) Jaminan  Iuran pekerja yang sudah  Iuran 5% dari
Kesehatan (JK) berkeluarga 6% dari upah/bulan, maksimal
upah/bulan, yang lajang 3% 5% dari 2 kali PTKP
dari upah/bulan dengan status K1 (1
 Ditanggung sepenuhnya isteri & 1 anak)
oleh pengusaha.  4% ditanggung
pengusaha, 1%
ditanggung pekerja
(maks. 3 anak)
 Iuran anak ke-4 dst.
serta yang lainnya
sebesar 1% dari
upah/bulan per
orangnya.

11 Sebelum BPJS beroperasi menggunakan UU No. 3/1992, PP No. 36/1995, PP No.


14/1993, dan PP No. 53/2012 (perubahan ke-8) dan perubahan sebelumnya dari
perubahan ke-1 s.d. 7.
12 Sejak BPJS beroperasi menggunakan UU No. 40/2004, UU No. 24/2011, PP No.

14/1993, PP No. 84/2013 (perubahan ke-9), PP No. 45/2015, Perpres No. 12/2013.

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 26


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

Dengan adanya perubahan iuran pada program jaminan pensiun (sebagai


program baru) dan jaminan kesehatan, bebannya lebih dirasakan oleh
pengusaha/pemberi kerja dibandingkan oleh pekerja. Pekerja lebih diuntungkan
dengan adanya program Jaminan Pensiun ini, karena dapat menambah
peningkatan kesejahteraan mereka di masa depan. Selain mendapatkan
pesangon, pekerja juga akan mendapatkan manfaat pensiun13 dari BPJS
Ketenagakerjaan melalui program Jaminan Pensiun yang didaftarkan oleh
pengusaha/pemberi kerja. Dengan adanya jaminan pensiun ini, tanggung jawab
pengusaha/pemberi kerja menjadi dobel yaitu menyediakan pesangon (biasanya
disisihkan melalui asuransi yang dibayarkan tiap bulan) sekaligus jaminan
pensiun (juga disisihkan melalui BPJS Ketenagakerjaan).

2.2 Efektivitas Sanksi dalam Meningkatkan Kepatuhan Pengusaha


terhadap Program BPJS
Jika dibandingkan antara sanksi yang diberlakukan pada UU Nomor 3
Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dengan UU Nomor 24 Tahun
2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, ada pergeseran pengenaan
sanksi atas pelanggaran pasal-pasal tertentu dalam UU tersebut yang semula
dimasukkan ke dalam sanksi pidana menjadi sanksi administratif. Perubahannya
dapat dilihat pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Sanksi Pelanggaran Oleh Pemberi Kerja


UU Sanksi Pidana Sanksi Administratif
UU No. 3/1992 Pelanggaran:
 Tidak mendaftarkan pekerja
dalam program jamsostek
(pasal 4 ayat )
 Tidak melaporkan
kecelakaan kerja yang
menimpa pekerja 2x24 jam
(pasal 10 ayat 1)
 Tidak melaporkan 2x24 jam
setelah dokter yang merawat
menyatakan sembuh, cacat,
atau meninggal dunia (pasal
10 ayat 2)
 Tidak mengurus hak pekerja
yang tertimpa kecelakaan

13 Sesuai pasal 18 ayat (1) dan (2) PP 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Pensiun, untuk pertama kali manfaat pensiun minimal Rp 300.000,- per
bulan dan maksimal Rp 3.600.000,- per bulan.

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 27


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

kerja (pasal 10 ayat 3)


 Tidak memiliki daftar pekerja
beserta keluarganya, daftar
upah beserta perubahan dan
daftar kecelakaan kerja di
perusahaan (pasal 18 ayat 1)
 Tidak menyampaikan data
ketenagakerjaan & data
perusahaan yang
berhubungan dengan
jamsostek kepada Badan
Penyelenggara (pasal 18
ayat 2)
 Menyampaikan data yang
tidak benar sehingga ada
yang tidak terdaftar (pasal 18
ayat 3)
 Terjadi kekurangan
pembayaran iuran karena
data yang tidak benar (pasal
18 ayat 4)
 Terjadi kelebihan
pembayaran jaminan, karena
data tidak benar (pasal 18
ayat 5)
 Tidak ikut kepesertaan
karena pentahapan, tetapi
tidak memberikan JKK
kepada pekerja (psl 19 ayat
2)
 Tidak membayar &
memungut iuran yang
menjadi kewajiban pekerja
(pasal 22 ayat 1)
Ketentuan Pidana:
 Kurungan selama-lamanya 6
bulan atau denda setinggi-
tingginya Rp 50 juta (pasal
29)
UU No. 24/2011 Pelanggaran (pasal 19): Pelanggaran (pasal 15):
 Tidak memungut dan  Tidak mendaftarkan diri &
menyetorkan iuran yang pekerjanya sebagai peserta
menjadi beban peserta dari BPJS.
pekerjanya kepada BPJS  Tidak memberikan data diri
 Tidak membayar & menyetor & pekerjanya berikut
iuran yang menjadi tanggung anggota keluarganya
jawabnya kepada BPJS secara lengkap & benar
Ketentuan Pidana (pasal 55): Sanksi (pasal 17):
 Pidana penjara paling lama 8  Teguran tertulis
tahun atau pidana denda  Denda dan/atau
paling banyak Rp 1 Milyar  Tidak mendapat pelayanan
publik tertentu

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 28


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

Perubahan ketentuan sanksi tersebut tentunya membuat


pengusaha/pemberi kerja sedikit longgar, meskipun masih tetap dibayang-
bayangi oleh sanksi tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu (misalnya
perizinan). Ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 55 UU Nomor 24 Tahun
2011 jauh lebih tepat dibandingkan yang diberlakukan pada pasal 29 UU Nomor
3 Tahun 1992. Kewajiban mendaftarkan diri & pekerja dalam program BPJS
serta kewajiban memberikan data adalah perbuatan perdata perusahaan, jadi
tidak tepat jika pelanggarannya diberikan sanksi pidana.
Sesuai pasal 3 UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional, tujuan dibangunnya Sistem Jaminan Sosial Nasional ini adalah untuk
memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap
peserta dan/atau anggota keluarganya. Dan menurut pasal 3 UU Nomor 24
Tahun 2011, dibentuknya BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya
pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap
peserta dan/atau anggota keluarganya. Keberadaan sanksi diharapkan dapat
meningkatkan kepatuhan pengusaha/pemberi kerja dalam mengikuti program
BPJS sebagaimana mestinya, sehingga membantu BPJS mencapai tujuannya.
Terhadap pemberlakuan sanksi administratif kepada pengusaha/pemberi
kerja yang tidak mendaftarkan dan menyerahkan data pekerja & keluarganya
secara benar, efektivitasnya sangat ditentukan oleh upaya penyelarasan
peraturan yang dilakukan oleh instansi terkait lainnya. Misalnya dalam
pengadaan barang/jasa pemerintah, harus dibuat aturan dalam Perpres
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang mensyaratkan calon penyedia
barang/jasa menunjukkan bukti kepesertaan perusahaan dalam program BPJS
sebagai syarat substansial (dapat menggugurkan) saat mengikuti prakualifikasi.
Pihak BPJS juga harus menyediakan layanan online untuk mengecek apakah
perusahaan tertentu sudah terdaftar dalam program BPJS atau belum, baik
BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan. Demikian pula, misalnya dalam
ketentuan persyaratan mengurus perpanjangan izin. Jika penyelarasan seperti ini
tidak dilakukan, efektivitas sanksi menjadi sangat rendah. Tetapi yang
sesungguhnya jauh lebih penting adalah upaya BPJS menunjukkan
profesionalisme dan kualitas pelayanannya, sehingga pengusaha/pemberi kerja
merasa rugi jika tidak mengikuti program BPJS.

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 29


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan paparan dan pembahasan di atas dapat disimpulkan hal-hal


sebagai berikut:
1. Perubahan regulasi yang terjadi dalam penyelenggaraan BPJS terkait
penyelenggara program, jenis program, kepesertaan, dan jumlah iuran,
memberikan pengaruh terhadap pengusaha/pemberi kerja maupun pekerja.
a. Pengaruh bagi pengusaha/pemberi kerja:
 Pengalihan penyelenggara program dari semula oleh PT. Jamsostek
menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan membuat repot
pengusaha/pemberi kerja dalam melakukan pendaftaran ulang BPJS
Kesehatan, ditambah lagi dengan status BPJS Ketenagakerjaan yang
tidak langsung dinyatakan beroperasi pada saat menerima
pengalihan dari PT. Jamsostek pada tanggal 1 Januari 2014.
 Adanya penambahan program Jaminan Pensiun pada BPJS
Ketenagakerjaan dan keharusan untuk tetap mengikuti program
BPJS Kesehatan meskipun sudah mengikuti program asuransi
kesehatan yang lebih baik, menyebabkan jumlah iuran yang harus
dibayar oleh pengusaha/pemberi kerja semakin berat.
 Adanya pembatasan/pengkhususan kepesertaan program BPJS bagi
usaha besar/menengah, kecil, dan mikro, sangat membantu
pengusaha/pemberi kerja untuk menyesuaikan kemampuan
keuangannya dalam mengikuti program BPJS.
b. Pengaruh bagi pekerja
 Pemisahan layanan jaminan sosial kesehatan dan jaminan sosial
ketenagakerjaan yang dipegang oleh BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan akan dapat meningkatkan layanan kepada peserta
program. Hal ini akan dirasakan langsung manfaatnya oleh pekerja.
 Adanya tambahan program Jaminan Pensiun yang bisa dinikmati
juga oleh pekerja swasta akan menimbulkan kesetaraan antara
pegawai swasta dengan PNS/TNI-Polri, khususnya dalam hal
kesejahteraan masa depan. Regulasi seperti ini secara otomatis akan
mengurangi minat orang untuk menjadi PNS. Tambahan biaya iuran
yang harus dikeluarkan untuk jaminan pensiun maupun jaminan

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 30


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

kesehatan, sangat layak dibandingkan nilai manfaat yang akan


diterima/dirasakan oleh pekerja.
 Pembatasan/pengkhususan kepesertaan tidak terlalu dirasakan
pengaruhnya oleh pekerja. Karena urusan kepesertaan menjadi
tanggungjawab pengusaha/pemberi kerja.
2. Keberadaan sanksi diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan
pengusaha/pemberi kerja dalam mengikuti program BPJS sebagaimana
mestinya, sehingga membantu BPJS mencapai tujuannya. Namun efektivitas
sanksi sangat ditentukan oleh upaya penyelarasan peraturan yang dilakukan
oleh instansi terkait lainnya. Dan yang jauh lebih penting, untuk
meningkatkan partisipasi pengusaha/pemberi kerja dalam program BPJS
adalah upaya BPJS menunjukkan profesionalisme dan kualitas
pelayanannya, sehingga pengusaha/pemberi kerja merasa rugi jika tidak
mengikuti program BPJS.

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 31


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
1. Prof. Dr. Lalu Husni, S.H., M.Hum., Pengantar Hukum Ketenagakerjaan
Indonesia, Ed. Revisi Cet. Ke-14, Penerbit PT. Rajagrafindo Persada,
Jakarta, Agustus 2016.
2. Almaududi, S.H., M.H., Hukum Ketenagakerjaan Hubungan Kerja dalam
Teori dan Praktik, Cet. Ke-1, Penerbit Kaifa Publishing, Bandung, April
2017.
3. Widya Hartati, Kajian Yuridis Perubahan PT. ASKES (Persero) Menjadi
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Jurnal,
Program Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas
Mataram, Mataram, 2015.
4. Direksi, Laporan Tahunan 2013 PT. TASPEN (PERSERO).

B. Peraturan Perundang-undangan
1. UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek
2. UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
3. UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
4. UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial.
5. PP Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja.
6. PP Nomor 53 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedelapan PP Nomor 14
Tahun 1993.
7. PP Nomor 84 Tahun 2013 tentang Perubahan Kesembilan PP Nomor 14
Tahun 1993.
8. PP Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
9. PP Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program jaminan
Pensiun.
10. PP Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Hari Tua.
11. PP Nomor 60 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas PP Nomor 46 Tahun
2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 32


Makalah “Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)”
(Matakuliah Hukum Ketenagakerjaan)
2017

12. PP Nomor 67 Tahun 1991 tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata


Republik Indonesia.
13. PP Nomor 102 Tahun 2015 tentang Asuransi Sosial Prajurit Tentara
Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,
dan Pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Kementerian
Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
14. PP Nomor 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan Kesehatan PNS,
Penerima Pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan Beserta
Keluarganya.
15. PP Nomor 89 Tahun 2013 tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah
Nomor 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan Kesehatan PNS,
Penerima Pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan.
16. PP Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial PNS.
17. PP Nomor 20 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial PNS.
18. PP Nomor 26 Tahun 1981 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan
Umum Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri menjadi
Perusahaan Perseroan (Persero).
19. Perpres Nomor 109 Tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan
Program Jaminan Sosial.
20. Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
21. Perpres Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

C. Internet
1. http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/
2. https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/
3. http://www.asabri.co.id/page/4/Dasar_Hukum

STHB Kelas E/Kelompok-5/Abdul Kadir Page 33

Anda mungkin juga menyukai