A. JENIS-JENIS KECURANGAN
Pelaporan keuangan yang curang
Pelaporan keuangan yang curang adalah salah saji atau pengabadian jumlah atau pengungkapan
yang disengaja dengan maksud menipu para pemakai laporan itu. Sebagian besar kasus melibatkan
salah saji jumlah yang disengaja, bukan pengungkapan.
Meskipun kebanyakan kasus pelaporan keuangan yang curang melibatkan upaya melebihi
sajikan laba entah dengan melebih sajikan aset dan laba atau dengan mengabaikan kewajiban dan
beban, perusahaan juga sengaja merendahkan sajikan laba. Dalam perusahaan tertutup, hal ini
mungkin dilakukan dalam upaya mengurangi pajak penghasilan. Pengaturan laba (earning
management) menyangkut tindakan manajemen yang sengaja untuk memenuhi tujuan laba.
Perataan laba (income smooting) merupakan salah satu bentuk pengaturan laba di mana
pendapatan dan beban ditukar-tukar di antara periode-periode untuk mengurangi fluktuasi laba.
Salah satu teknik untuk meratakan laba adalah dengan mengurangi nilai persediaan dan aset lain
perusahaan yang diperoleh pada saat akuisisi, yang menghasilkan laba yang lebih tinggi ketika
aset tersebut nanti dijual.
Penyalahgunaan aset
Penyalahgunaan (misappropriation) aset adalah kecurangan yang melibatkan pencurian aset,
entitas. Dalam banyak kasus, tetapi tidak semua, jumlah yang terlibat tidak material terhadap
laporan keuangan. Istilah penyalahgunaan atau misaproprisasi aset biasanya digunakan untuk
mengacu pada pencurian yang melibatkan pegawai dan orang lain dalam organisasi.
Penyalahgunaan aset biasanya dilakukan pada tingkat hierarki organisasi yang lebih
rendah. Namun, dalam beberapa kasus yang heboh, manajemen puncak terlibat dalam pencurian
aktia perusahaan. Karena manajemen memiliki kewenangan dan kendali yang lebih besar atas
aktiva organisasi, penyelewengan yang melibatkan manajemen puncak dapat menyangkut jumlah
yang signifikan.
1
GAMBAR 11-1 Segitiga Kecurangan
Insentif / Tekanan
2
Jika CEO ataupun manajer puncak lainnya menunjukkan suatu dominasi terhadap suatuproses
penyusunan laporan keuangan, contohnya seperti mengeluarkan proyeksi yg terlalu optimis
secara terus-menerus ataupun mereka terlalu khawatir dalam memenuhi proyeksi laba dari para
analis pasar kemungkinan terjadinya tindakan kecurangan dalam laporan keuangan perusahaan
akan menjadi lebih besar. Karakter dari manajemen ataupun rangkaian nilai-nilai etika juga
kemungkinan akan mempermudah analis dalam melakukan rasionalisasi tindakan kecurangan.
Skeptisme Profesional
Standar auditing menyatakan bahwa, dalam melakukan skeptisisme profesional, seorang auditor
“tidak mengasumsikan bahwa manajemen tidak jujur namun juga tidak mengansumsikan
kejujuran absolut”. Selain itu, melalui prosedur evaluasi atas penerimaan dan juga kelanjutan
klien, auditor menolak sebagian besar dari calon klien yang dianggap tidak mempunyai kejujuran
dan integritas.
3
pikiran yang selalu mempertanyakan di sepanjang penugasan audit untuk melakukan identifikas
atas risiko-risiko kecurangan dan juga secara kritis melakukan evaluasi kritis atas bukti-bukti audit.
3. Faktor-Faktor Risiko
Standar auditing mengharuskan auditor untuk mengevaluasi apakah faktor-faktor risiko
kecurangan mengindikasikan adanya sebuah insentif ataupun tekanan untuk melakukan
tindakan kecurangan, kesempatan untuk melakukan tindakan kecurangan, ataupun
sikap/rasionalisasi yang digunakan untuk membenarkan atau merasionalisasi tindakan
kecurangan.
4. Prosedur Analitis
Seorang auditor haruslahmelaksanakan prosedur analitis di sepanjang fase perencanaan
dan juga penyelesaian audit guna membantu mengidentifikasikan transaksi atau kejadian
yang tidak biasa yang dapat mengidentifikasikan adanya suatu salah saji yang cukup
material dalam laporan keuangan.
5. Informasi Lainnya
Auditor harus mempertimbangkan semua informasi yang sudah diperoleh dalam setiap
tahap atau bagian audit ketika menilai risiko kecurangan. Kebanyakan prosedur penilaian
4
risiko yang dilakukan auditor untuk menilai risiko salah saji yang material selama tahap
perencanaan dapat mengidentifkasikan risiko kecurangan yang lebih tinggi.
5
didasarkan pada nilai-nilai inti yang dianut perusahaan. Nilai-nilai itu menciptakan lingkungan
yang mendukung perilaku dan ekspektasi yang dapat diterima bahwa pegawai dapat menggunakan
nilai itu untuk mengarahkan tindakan mereka, dan membantu menciptakan budaya jujur dan etika
yang menjadi dasar bagi tanggung jawab pekerjaan para karyawan. Penciptaan budaya jujur dan
etika yang tinggi meliputi enam unsur:
1. Menetapkan Tone at the Top
Manajemen dan dewan direksi bertanggung jawab untuk menetapkan “tone at the top”
terhadap perilaku etis dalam perusahaan. Kejujuran dan integritas manajemen akan
memperkuat kejujuran serta integritas karyawan di seluruh organisasi. “Tone at the Top”
yang dilandasi kejujuran dan integritas akan menjadi dasar bagi kode perilaku yang lebih
rinci, yang dapat dikembangkan untuk memberikan pedoman yang lebih khusus mengenai
perilaku yang diperbolehkan dan dilarang.
4. Pelatihan
Semua pegawai baru harus dilatih tentang ekspektasi perusahaan menyangkut perilaku etis
pegawai. Pegawai harus diberi tahu tentang tugasnya untuk menyampaikan kecurangan
aktual atau yang dicurigai serta cara yang tepat untuk menyampaikannya. Selain itu,
pelatihan kewaspadaan terhadap kecurangan juga harus disesuaikan dengan tanggung
jawab pekerjaan khusus pegawai itu.
5. Konfirmasi
Sebagian besar perusahaan mengharuskan pegawainya untuk secara periodik
mengonfirmasikan tanggung jawabnya mematuhi kode perilaku. Pegawai diminta untuk
6
menyatakan bahwa mereka memahami ekspektasi perusahaan serta sudah mematuhi kode
perilaku, dan mereka tidak mengetahui adanya pelanggaran. Konfirmasi tersebut akan
membantu mengokohkan kebijakan kode perilaku dan juga membantu menghalangi
pegawai melakukan kecurangan atau pelanggaran etika lainnya.
6. Disiplin
Pegawai harus mengetahui bahwa mereka akan dimintai pertanggungjawaban jika tidak
mengikuti kode perilaku perusahaan. Penyelidikan menyeluruh atas semua pelanggaran
dan respons yang tepat serta konsisten dapat secara efektif menghalangi kecurangan.
7
Pengawasan Oleh Komite Audit
Komite audit mengemban tanggung jawab utama mengawasi pelaporan keuangan serta proses
pengendalian internal organisasi. Dalam memenuhi tanggung jawab ini, komite audit
memperhitungkan potensi diabaikannya pengendalian internal oleh manajemen serta mengawasi
proses penilaian risiko kecurangan oleh manajemen, dan program serta pengendalian
antikecurangan. Komite audit juga membantu menciptakan “tone at the top” yang efektif tentang
pentingnya kejujuran dan perilaku etis dengan mendukung toleransi nol manajemen terhadap
kecurangan.
Pengawasan oleh komite audit juga berfungsi sebagai penghalang dilakukannya
kecurangan oleh manajemen senior. Sebagai contoh, untuk meningkatkan kemungkinan bahwa
setiap upaya oleh manajemen senior untuk melibatkan pegawai dalam melakukan atau menutupi
kecurangan dapat segera terungkap, pengawasan harus mencakup:
Pelaporan langsung temuan-temuan penting oleh audit internal kepada komite audit.
Laporan periodik oleh pejabat etika tentang whistleblowing.
Laporan lain tentang tidak adanya perilaku etis atau kecurangan yang dicurigai.
Karena komite audit memiliki peran penting dalam menetapkan “tone at the top” yang tepat
dan mengawasi tindakan manajemennya, PCAOB Standard 5 mengharuskan auditor perusahaan
publik mengevaluasi efektivitas komite audit sebagai bagian dari evaluasi auditor mengenai
keefektifan pelaksanaan pengendalian internal atas pelaporan keuangan. Sebagai bagian dari
evaluasi ini, auditor mungkin mempertimbangkan independensi komite audit dari manajemen.
Auditor eksternal dapat mengumpulkan informasi dengan mengamati interaksi antara tim audit,
komite audit, dan audit internal mengenai tingkat komitmen komite audit dalam mengawasi proses
pelaporan keuangan. PCAOB Standard 5 menyatakan bahwa pengawasan yang tidak efektif oleh
komite audit dapat menjadi indikator yang kuat bahwa ada kelemahan yang material dalam
pengendalian internal atas pelaporan keuangan.
8
Merancang dan Melaksanakan Prosedur Audit untuk Menangani Risiko Kecurangan
Prosedur audit yang tepat yang digunakan untuk menangani risiko kecurangan tertentu tergantung
pada akun yang diaudit dan jenis risiko kecurangan yang diidentifikasikan.
Selain itu, Auditor juga harus mempertimbangkan prinsip akuntansi yang dipilih
manajemen yang melibatkan pengukuran yang subjektif atau transaksi yang kompleks
9
Ada beberapa alasan yang membuat pendapatan rentan terhadap manipulasi. Alasan yang
terpenting adalah bahwa pendapatan hampir selalu merupakan akun terbesar dalam laporan
laba-rugi, sehingga satu salah saji yang hanya merupakan persentase yang kecil dari
pendapatan masih bisa berdampak besar terhadap laba.
Alasan lainnya mengapa pendapatan rentan terhadap manipulasi adalah sulitnya
menentukan wakut yang tepat untuk mengakui pendapatan dalam waktu yang tepat untuk
mengakui pendapatan dalam banyak situasi.
Dalam manipulasi pendapatan, ada tiga jenis utama manipulasi pendapatan yaitu :
1. Pendapatan fiktif
2. Pengakuan pendapatan prematur
3. Manipulasi atas penyesuaian pedapatan
1. Pendapatan Fiktif
Biasanya pelaku berusaha keras untuk menciptakan pendapatan fiktif, dengan cara
menciptakan kebijakan fiktif, serta melibatkan puluhan jumlah karyawan.
2. Pengakuan Pendapatan Prematur
Seringnya, sebuah perusahaan mempercepatwaktu untuk melakukan pengakuan
pendapatan untuk memperoleh target pandapatan serta penjualan. Misalnya saja
perusahaan mengakui pendapatan periode berikutnya pada periode ini
3. Manipulasi atas Penyesuaian Pendapatan
Penyesuaian yang umumnya digunakan untuk pendapatan adalah menyangkut retur
penjualan serta alokasi dari penjualan. Biasanya perusahaan menyembunyikan
retur dari auditor. Adapun maksud dari tindakan ini adalah agar penjualan dan
pendapatan menjadi lebih besar. Selain itu, perusahaan juga biasanya mengecilkan
beban tagihan macet, dengan cara mengecilkan alokasi dari piutang ragu-ragu. Hal
ini dilakukan sebab alokasi tersebut berkaitan dengan umurpiutang, perusahaan
mengubah umur piutang sehingga menjadi tampak lebih muda.
10
Meskipun penyalahgunaan penerimaan kas jarang sematerial pelapor pendapatan yang
curang. Kecurangan semacam ini dapat berdampak buruk terhadap organisasi karena
aktiva langsung hilang.
Penyalahgunaan kas yang tipikal menyangkut tidak dicatatnya penjualan yang kemudian
diikuti oleh penyesuaian terhadap piutang usaha pelanggan untuk menyembunyikan
pencurian itu
11
Dalam beberapa kasus yang melibatkan persediaan fiktif, auditor sudah lebih dulu
memberi tahu klien lokasi persediaan mana yang akan diuji. Akibatnya, relatif mudah bagi
klien untuk memindahkan persediaan ke lokasi-lokasi yang diuji.
1. Prosedur analitis
Prosedur analitis, terutama persentasi marjin kotor dan perputaran persediaan,
sering kali membantu membongkar kecurangan persediaan. Persediaan fiktif akan
mengurangsajikan harga pokok penjualan dan melebihsajikan marjin kotor.
Persediaan fiktif juga memperkecil perputaran persediaan.
12
Aset Tetap
Aset tetap, yang merupakan akun neraca yang besar bagi banyak perusahaan, seringkali
didasarkan pada penilaian yang ditetapkan secara subjektif. Akibatnya, aset dapat menjadi
sasaran manipulasi, terutama bagi perusahaan yang tidak memiliki piutang atau persediaan
yang material.
Beban Penggajian
Perusahaan mungkin saja melebihsajikan persediaan dan laba bersih dengan mencatat
biaya tenaga kerja berlebihan dalam persediaan. Namun demikian, sebenarnya kecurangan
dalam penggajian yang melibatkan penyalahgunaan aktiva itu cukup umum terjadi
walaupun nilai yang terlibat di dalamnya seringkali bersifat tidak material.
Ada dua kecurangan yang umumnya terjadi yaitu :
1. Penciptaan pegawai fiktif
Kecurangan ini bisa dicegah dengan melakukan pemisahan sumber daya manusia
dengan fungsi penggajian.
2. Lebih saji jumlah jam kerja karyawan
Kecurangan ini bisa dicegah dengan menggunakan mesin time lock yang
merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mencetak jam datang serta jam
pulang dari para pegawai atau dengan persetujuan jam kerja.
13
1. Pengajuan pertanyaan informasional (informational inquiry)
Auditor dapat menggunakan pengajuan pertanyaan informasional untuk memperoleh
informasi tentang fakta dan detail yang belum dimiliki auditor, biasanya mengenai
peristiwa atau proses di masa lalu atau yang sedang berjalan saat ini. Auditor sering kali
menggunakan pengajuan pertanyaan informasional ketika mengumpulkan bukti tindak
lanjut mengenai program dan pengendalian atau bukti lain menyangkut salah saji atau
kecurigaan kecurangan yang terungkap selama audit dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan terbuka yang memungkinkan responden memberikan detail peristiwa, proses,
atau situasi.
2. Pengajuan pertanyaan penilaian (assessment inquiry)
Auditor dapat menggunakan pengajuan pertanyaan penilaian untuk menguatkan atau
menyangkal informasi sebelumnya. Auditor sering kali memulai pengajuan pertanyaan
penilaian dengan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya umum dan terbuka yang
memungkinkan si terwawacara memberikan respons yang terinci, yang nantinya dapat
ditindaklanjuti dengan pertanyaan yangb lebih khusus. Salah satu kegunaan pengajuan
pertanyaan ini yang biasa dilakukan adalah untuk memperkuat jawaban manajemen atas
pengajuan pertanyaan sebelumnya dengan mengajukan pertanyaan kepada pegawai
lainnya.
3. Pengajuan pertanyaan interogatif (interrogative inquiry)
Pengajuan pertanyaan interrogative sering digunakan untuk memastikan apakah setiap
individu berbohong atau sengaja tidak mengungkapkan pengetahuan penting tentang fakta,
peristiwa, atau situasi penting. Sering kali, pengajuan pertanyaan interogatif bersifat
konfrontasional, karena orang-orang yang ditanya mungkin bersikap defensif ketika
menutup-nutupi bahwa mereka mengetahui fakta, peristiwa, atau situasi tertentu. Pada saat
menggunakan pengajuan pertanyaan interogatif, sering kali auditor mengajukan
pertanyaan khusus dan terarah dengan meminta jawaban “ya” atau “tidak”. Wawancara
interogatif harus dilakukan oleh anggota senior tim audit yang sudah berpengalaman dan
sangat mengenal urusan klien.
Teknik Menyimak
Sangat penting bagi auditor untuk memanfaatkan keterampilan menyimak yang efektif selama
proses pengajuan pertanyaan. Auditor harus terus memperhatikan dengan mempertahankan kontak
mata, mengangguk sebagai tanda setuju, atau memperlihatkan tanda-tanda pemahaman lain.
Auditor juga harus berusaha untuk tidak membentuk terlebih dahulu ide-ide tentang informasi
yang diberikan.
14
Mengamati Petunjuk Perilaku
Auditor yang mahir dalam menggunakan pengajuan pertanyaan akan mengevaluasi petunjuk lisan
dan nonlisan ketika mendengarkan pihak yang diwawancarai. Petunjuk-petunjuk lisan,, dapat
mengindikasikan kegugupan, ketidaktahuan, atau bahkan kebohongan responden. Penggunaan
pengajuan pertanyaan juga memungkinkan auditor mengamati perilaku nonlisan. Investigator
yang berpengalaman akan memperhatikan bahwa subjek yang tidak nyaman memberikan jawaban
atas pertanyaan yang sering kali mempertontonkan banyak perilaku nonlisan. Auditor yang belum
berpengalaman harus berhati-hati ketika mereka mulai melihat sikap yang tidak biasa, dan mereka
harus mendiskusikan kekhawatirannya dengan anggota senior tim audit sebelum melakukan apa
pun untuk merespons perilaku itu.
15
perlunya mengevaluasi kembali penilaian risiko kecurangan serta dampaknya terhadap sifat,
waktu, dan luas bukti audit.
Apabila auditor menetapkan bahwa kecurangan mungkin saja terjadi, standar auditing
mengharuskan auditor membahas masalah itu serta pendekatan audit untuk investigasi lebih lanjut
dengan tingkat manajemen yang tepat, sekalipun masalah itu mungkin dianggap tidak penting.
Tingkat manajemen yang tepat paling tidak harus satu tingkat di atas orang-orang yang terlibat,
serta manajemen senior dan komite audit. Jika auditor yakin bahwa manajemen senior mungkin
terlibat dalam kecurangan itu, auditor harus membahas masalahnya langsung dengan komite audit.
Penemuan bahwa ada kecurangan juga berimplikasi bagi laporan auditor perusahaan publik
mengenai pengendalian internal atas pelaporan keuangan. PCAOB Standard 5 menyataka bahwa
kecurangan sebesar berapa pun oleh setidaknya manajemen senior harus dianggap sebagai
defisiensi yang signifikan, dan mungkin merupakan kelemahan yang material dalam pengendalian
internal atas pelaporan keuangan. Hal ini mencakup kecurangan oleh manajemen senior yang
menimbulkan salah saji yang tidak material sekalipun. Jika auditor memutuskan bahwa
kecurangan oleh manajemen senior merupakan kelemahan yang material, laporan auditor
mengenai pengendalian internal atas pelaporan keuangan akan memuat pendapat tidak wajar.
16