PACKAGING (MAP)
3. Prinsip MAP
Konsep utama cara kerja MAP adalah mengatur komposisi udara di sekitar
bahan yang berbeda dengan komposisi udara atmosfir. Modifikasi tersebut dapat
berupa penurunan persentase oksigen dari 21% menjadi 0%, penurunan persentase
oksigen ini bertujuan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme aerob dan
juga untuk memperlambat proses oksidasi. Modifikasi ini dilakukan dengan cara
menggantikan gas di udara dengan nitrogen sebagai gas inert (tidak bereaksi)
sehingga memperlambat proses oksidasi (Murmu & Mishra 2017).
Kondisi lingkungan pada MAP didesain dengan campuran gas atmosfer
normal yang dapat memperlambat proses “product aging” yaitu mengurangi
kerusakan warna (color loss), bau (odour) dan rasa (off-taste) serta menghambat
kerusakan pangan akibat mikroba (food spoilage) dan ketengikan akibat kapang
ataupun mikroba anaerobik lainnya (Ornelas-Paz et al. 2013). Atmosfer dalam
kemasan dibuat secara aktif atau pasif. Pada MAP pasif, lapisan film bersifat
selektif permeabel yang memungkinkan beberapa gas keluar daan memperangkap
gas lainnya ke dalam. Metode aktif dan pasif dapat dikombinasikan (Irawan et al.
2016).
Umumnya kemasan plastik terbuat dari empat polimer dasar yaitu polyvinyl
chloride (PVC), polyethylene terepthalate (PET), polypropylene (PP), dan
polyethylene (PE). Penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi digunakan plastik
flim dengan nilai permeabilitas yang berbeda-beda terhadap laju perembesan gas
dan uap air (Tabel 1).
Tabel 1. Permeabilitas plastik film kemasan.
Jenis plastik Permeabilitas plastik terhadap gasa
film CO2 H2 N2 O2
LDPE 2700 1950 180 500
MDPE 1000-2500 1950 85-315 250-535
HDPE 580 - 42 185
PP 500-800 1700 40-48 150-240
Sumber: Smoluk dan Sneiler (1985) dalam (Gornik et al. 2013)
a.Hasil tes berdasarkan ASTM D-1434: cc-mil/100 sq.in-24hr-1tm.at 250C
Material LDPE untuk MAP juga dimanfaatkan pada buah pisang yang
mempunyai sifat mudah rusak, meruah (bulky), dan tidak tahan disimpan lama
(kurang dari satu minggu). Pengemasan MAP dengan bahan LDPE pada buah
pisang mampu memperlambat laju respirasi sehingga dapat memperpanjang shelf
life. Berdasarkan hasil penelitian metode pengemasan aktif yang paling baik yaitu
kemasan aktif dengan penjerap oksigen (serbuk besi 5g), karbondioksida (MgO
5g), etilen (KMnO4 5 g) dan uap air (CaO 5g), dimana paling baik menghambat
proses pematangan buah selama penyimpanan 21 hari (Irawan et al. 2016).
Selain itu, LDPE film untuk MAP juga dimanfaatkan dalam cabai Jallapeno.
Ketebalan film LDPE divariasi dari 35,2-80 µm dan penyimpanan dilakukan pada
suhu 70C dan 230C. Ketebalan film berpengaruh terhadap tingkat CO2 dalam
kemasan, namun tingkat O2 cenderung sama pada setiap variasi ketebalan film.
Metode ini mampu memperpanjang shelf life cabai Jallapeno selama 4 minggu
pada suhu penyimpanan 70C (Ornelas-Paz et al. 2013).
(a) (b)
Gambar 4. (a) cabai Jallapeno (b) MAP cabai Jallapeno dengan LDPE
Polipropilen
Kemasan Polypropilene (PP) mempunyai permeabilitas yang rendah
terhadap CO2. PP dapat dipakai pada pengemasan atmosfer termodifikasi karena
dapat menjadi barrier yang baik terhadap perembesan CO2 keluar dari kemasan.
Polipropilen adalah polimer dari propilen dan termasuk jenis plastik olefin dengan
rumus: (CH2-CH(CH3))n. Sifat-sifat dan penggunaannya sangat mirip dengan
polietilen (Soltani et al. 2015), yaitu:
a. Ringan (densitas 0.9 g/cm3), mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih
dalam bentuk film, tapi tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku.
b. Lebih kuat dari PE. Pada suhu rendah akan rapuh, dalam bentuk murninya
mudah pecah pada suhu -300C sehingga perlu ditambahkan PE atau bahan
lain untuk memperbaiki ketahanan terhadap benturan. Tidak dapat digunakan
untuk kemasan beku.
c. Lebih kaku dari PE dan tidak mudah sobek sehingga mudah dalam
penanganan dan distribusi.
d. Daya tembus (permeabilitasnya) terhadap uap air rendah, permeabilitas
terhadap gas sedang, dan tidak baik untuk bahan pangan yang mudah rusak
oleh oksigen.
e. Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150 0C, sehingga dapat dipakai
untuk mensterilkan bahan pangan.
Aplikasi polipropilen untuk MAP digunakan dalam pengemasan buah,
misalnya buah naga. Buah naga diletakkan di atas styrofoam dan dikemas
menggunakan plastik polipropilen. untuk menghindari kebocoran udara antara
styrofoam dan plastik pp maka diguanakan isolasi sebagai perekat. Pengemasan
yang kurang rapat dapat menyebabkan gas CO2 dan O2 dalam kemasan
terpengaruh oleh komposisi gas ruangan. Dari penelitian tersebut didapatkan
bahwa komposisi atmosfer yang disarankan untuk penyimpanan buah naga adalah
2-4% O2 dan 6-8% CO2 pada suhu penyimpanan 100C. Buah naga dengan berat
0.65 kg yang dikemas menggunakan polipropilen pada wadah styrofoam
berukuran 12 cm x 18 cm masih dapat diterima konsumen hingga hari ke-25 pada
suhu penyimpanan 100C (Sutrisno & Purwanto 2011).
Selain itu, penggunaan polimer biaxially oriented film polypropylene
(BOPP) juga sedang digemari dalam penggunaan MAP untuk produk pangan.
Film BOPP biasanya digunakan untuk buah, sayuran, ikan, daging dan snack.
Permeabilitas gas dalam polimer sangat bergantung pada struktur polimer, jenis
gas, serta kondisi suhu dan ketebalan film. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Siracusa & Ingrao (2017) digunakan parameter transmisi gas dari film BOPP
sebagai fungsi temperatur, jenis gas dan ketebalan. Jenis gas yang digunakan
adalah O2, CO2, N2, dan N2O. Kondisi atmosfer yang digunakan 79% N2 / 21%
O2. Hasil penelitian didapatkan bahwa shelf life dari produk yang menggunakan
kemasan MAP lebih lama dibandingkan dengan perlakuan tanpa MAP.