Anda di halaman 1dari 13

REVIEW BAHAN MATERIAL UNTUK MODIFIED ATMOSPHERE

PACKAGING (MAP)

Kebutuhan konsumen akan kemasan bahan pangan saat ini semakin


berkembang. Konsumen cenderung memilih pengemasan yang ramah lingkungan,
produk yang lebih alami dan tanpa menggunakan bahan tambahan makanan. Hal
ini telah mendorong pertumbuhan teknologi alternatif untuk pengemasan bahan
pangan, distribusi dan penyimpanan, yaitu modified atmosphere packaging
(MAP), yang menghasilkan produk yang mempunyai umur simpan yang lebih
panjang dan kualitas yang lebih baik (Irawan et al. 2016).
Modified Atmosphere Packaging (MAP) adalah suatu teknologi
memperpanjang umur simpan produk dengan menggantikan udara yang ada di
dalam kemasan dengan campuran gas yang relatif lebih murni atau steril dan
terhitung rasio kandungannya (Fante et al. 2014). Pengemasan atmosfer
termodifikasi dengan kandungan gas karbondioksida dalam kemasannya dapat
memperpanjang umur simpan dari produk dengan memperpanjang lag phase dari
bakteri aerobik pembusuk. Bila dibandingkan dengan pendinginan, pengemasan
atmosfer termodifikasi telah memperpanjang umur simpan sampai dua kali lipat
terhadap produk perikanan segar dan produk olah serta mempunyai potensi untuk
digunakan pada level eceran atau retail (Gornik et al. 2013). Penggunaan jenis
kemasan untuk MAP tentunya disesuaikan dengan sifat-sifat alami dari bahan
yang dikemas. Setiap jenis bahan pengemas akan memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap produk yang dikemas.

1. Modified Atmosphere Packaging (MAP)


Modified Atmosphere Packaging dapat didefenisikan sebagai proses
dimana produk yang mudah rusak (perishable food) ditempatkan pada suatu
kemasan/film dengan barrier, udaranya dikeluarkan dengan vakum atau
semburan, dan kemasan diisi dengan gas yang ditentukan atau komposisi gas yang
berbeda dengan udara biasa, diikuti dengan menutup kemasan (Soltani et al.
2015). Ada dua metode pengemasan dengan mengubah komposisi atmosfer, yaitu
pengemasan atmosfer termodifikasi (modified atmosphere packaging) dan
pengemasan dengan kontrol atmosfer terkendali (controlled atmosphere storage).
Baik sistem MAP ataupun CAS, komposisi udara sekeliling produk diatur sesuai
yang diinginkan. Dalam CAS, komposisi udara dikontrol atau dikendalikan setiap
saat dalam penyimpanan, pengontrolan demikian hanya mungkin dilakukan pada
unit penyimpanan yang besar (bulk) dan tidak bisa pada kemasan kemasan yang
kecil. Sedangkan pada MAP, komposisi udara tidak dikendalikan selama
penyimpanan, tetapi berubah melalui permeabilitas kemasan (Gornik et al. 2013).

Gambar 1. Contoh Aplikasi MAP pada berbagai produk pangan

Kelebihan dari MAP adalah (1) mengurangi respirasi dari produk;


memperlambat pematangan; (2) menurunkan produksi etilen; (3) memperlambat
penurunan kualitas produk (degradasi klorofil, browning); (4) tanpa penggunaan
bahan kimia; (5) kandungan vitamin tetap; (6) memperpanjang shelf life; (7) tidak
berbau; (8) mencegah gangguan fisiologis dan (9) mempertahankan warna.
Sedangkan kelemahannya adalah (1) kondisi MAP dan material pengemas
bervariasi untuk masing-masing produk; (2) memperbesar volume kemasan
mempengaruhi biaya transport dan memperbesar tempat untuk display; (3)
kerugian apabila kemasan telah terbuka atau rusak; (4) penyerapan CO2 ke dalam
makanan dapat menyebabkan kemasan pecah. Efektivitas MAP dalam
memperpanjang umur simpan tergantung pada beberapa faktor, yaitu jenis
makanan, kualitas dari bahan makanan (raw material), komposisi gas, suhu
penyimpanan, higiene selama penanganan dan pengemasan, rasio antara volume
gas dan produk, permeabilitas dari kemasan.
2. Gas dalam Modified Atmosphere Packaging (MAP)
Ada tiga gas utama yang yang digunakan pada MAP (modified atmosphere
packaging) yaitu oksigen (O2), nitrogen (N2) dan karbondioksida (CO2). Untuk
hampir semua jenis produk, kombinasi dari dua atau tiga jenis gas ini digunakan,
dipilih berdasarkan kebutuhan dari spesifik produk (Irawan et al. 2016). Selain itu
juga terdapat gas lain seperti helium, argon, dan nitro oksida.

3. Prinsip MAP
Konsep utama cara kerja MAP adalah mengatur komposisi udara di sekitar
bahan yang berbeda dengan komposisi udara atmosfir. Modifikasi tersebut dapat
berupa penurunan persentase oksigen dari 21% menjadi 0%, penurunan persentase
oksigen ini bertujuan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme aerob dan
juga untuk memperlambat proses oksidasi. Modifikasi ini dilakukan dengan cara
menggantikan gas di udara dengan nitrogen sebagai gas inert (tidak bereaksi)
sehingga memperlambat proses oksidasi (Murmu & Mishra 2017).
Kondisi lingkungan pada MAP didesain dengan campuran gas atmosfer
normal yang dapat memperlambat proses “product aging” yaitu mengurangi
kerusakan warna (color loss), bau (odour) dan rasa (off-taste) serta menghambat
kerusakan pangan akibat mikroba (food spoilage) dan ketengikan akibat kapang
ataupun mikroba anaerobik lainnya (Ornelas-Paz et al. 2013). Atmosfer dalam
kemasan dibuat secara aktif atau pasif. Pada MAP pasif, lapisan film bersifat
selektif permeabel yang memungkinkan beberapa gas keluar daan memperangkap
gas lainnya ke dalam. Metode aktif dan pasif dapat dikombinasikan (Irawan et al.
2016).

Gambar 2. Proses Heat Transfer dalam MAP


MAP mampu memperoleh dan mempertahankan laju respirasi optimal
untuk mempertahankan kesegaran warna, rasa, dan kandungan nutrisi pada
daging, seafood, buah dan sayur yang diproses secara minimal, pasta, keju,
produk bakeri, daging kuring, makanan kering melalui peningkatan daya simpan.
Efektivitas dan efisiensi bergantung pada sistem MAP yang dipilih sehingga
sangat penting untuk memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam aplikasi MAP adalah (a) keawetan
produk, (b) aspek distribusi, (c) dimensi produk dan (d) tujuan pemasaran
(Ornelas-Paz et al. 2013).

4. Material Kemasan untuk MAP


Bahan kemasan terdiri atas empat jenis yaitu: plastik, kertas (kayu dan
turunannya), gelas dan logam. Penggunaan jenis kemasan tentunya disesuaikan
dengan sifat-sifat alami dari bahan yang dikemas. Setiap jenis bahan pengemas
akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap produk yang dikemas. Secara
umum kemasan yang digunakan dalam pengemasan atmosfir termodifikasi adalah
plastik (Soltani et al. 2015). Plastik yang digunakan memiliki enam karakteristik
yang dapat dipertimbangkan untuk penyimpanan dengan atmosfir termodifikasi,
yaitu:
a. Tahan terhadap kebocoran
b. Kemampuan untuk dilakukan penyegelan
c. Memiliki sifat tidak berkabut (antifogging)
d. Permeabilitas terhadap CO2
e. Permeabilitas terhadap O2
f. Dapat mentransmisikan uap air

Umumnya kemasan plastik terbuat dari empat polimer dasar yaitu polyvinyl
chloride (PVC), polyethylene terepthalate (PET), polypropylene (PP), dan
polyethylene (PE). Penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi digunakan plastik
flim dengan nilai permeabilitas yang berbeda-beda terhadap laju perembesan gas
dan uap air (Tabel 1).
Tabel 1. Permeabilitas plastik film kemasan.
Jenis plastik Permeabilitas plastik terhadap gasa
film CO2 H2 N2 O2
LDPE 2700 1950 180 500
MDPE 1000-2500 1950 85-315 250-535
HDPE 580 - 42 185
PP 500-800 1700 40-48 150-240
Sumber: Smoluk dan Sneiler (1985) dalam (Gornik et al. 2013)
a.Hasil tes berdasarkan ASTM D-1434: cc-mil/100 sq.in-24hr-1tm.at 250C

Nilai permeabiltas menunjukkan daya tembus suatu gas pada plastik.


Semakin besar nilainya berarti semakin besar pula daya tembus gas tersebut
terhadap plastik. Daya tembus gas yang besar pada suatu plastik menunjukkan
bahwa plastik tersebut bukanlah barrier yang baik terhadap gas yang dimaksud.
Daya tembus gas dan uap air berbanding terbalik dengan densitas plastik (Gornik
et al. 2013). Semakin besar densitas plastik, maka daya tembus gas dan uap air
terhadap plastik tersebut semakin kecil.

5. Aplikasi Material Kemasan MAP dalam Berbagai Produk Pangan


 LDPE (Low Density Polyethylene)
LDPE dihasilkan dengan cara polimerisasi pada tekanan tinggi, mudah
dikelim dan harganya murah. Kekakuan dan kuat tarik dari LDPE lebih rendah
daripada HDPE tapi karena LDPE memiliki derajat elongasi yang tinggi (400-
800%) maka plasik ini mempunyai kekuatan terhadap kerusakan dan ketahanan
untuk putus yang tinggi (Soltani et al. 2015). Pada suhu di bawah 600C sangat
resisten terhadap senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik,
akan tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen.
Aplikasi LDPE sebagai bahan MAP banyak digunakan untuk pengemasan
buah dan sayuran. Pengemasan dalam sistim atmosfir termodifikasi pada suhu
10°C menggunakan bahan pengemasan LDPE mampu mempertahankan
kesegaran buah rambutan varietas Binjai sampai hari ke-21. Teknik pengemasan
dengan sistim atmosfir termodifikasi (MAP) pada buah rambutan Binjai terbaik
diperoleh pada perlakuan: precooling dua tahap dengan bahan pengemasan LDPE
antifog 10 perforasi dan suhu penyimpanan 10°C. Kesetimbangan gas untuk
kemasan LDPE tercapai pada hari ke-21 dengan konsentrasi gas 0,001 % (O2) dan
0,000798 % (CO2) (Shao et al. 2013).

Gambar 3. Faktor-faktor dalam sistem MAP buah rambutan

Material LDPE untuk MAP juga dimanfaatkan pada buah pisang yang
mempunyai sifat mudah rusak, meruah (bulky), dan tidak tahan disimpan lama
(kurang dari satu minggu). Pengemasan MAP dengan bahan LDPE pada buah
pisang mampu memperlambat laju respirasi sehingga dapat memperpanjang shelf
life. Berdasarkan hasil penelitian metode pengemasan aktif yang paling baik yaitu
kemasan aktif dengan penjerap oksigen (serbuk besi 5g), karbondioksida (MgO
5g), etilen (KMnO4 5 g) dan uap air (CaO 5g), dimana paling baik menghambat
proses pematangan buah selama penyimpanan 21 hari (Irawan et al. 2016).
Selain itu, LDPE film untuk MAP juga dimanfaatkan dalam cabai Jallapeno.
Ketebalan film LDPE divariasi dari 35,2-80 µm dan penyimpanan dilakukan pada
suhu 70C dan 230C. Ketebalan film berpengaruh terhadap tingkat CO2 dalam
kemasan, namun tingkat O2 cenderung sama pada setiap variasi ketebalan film.
Metode ini mampu memperpanjang shelf life cabai Jallapeno selama 4 minggu
pada suhu penyimpanan 70C (Ornelas-Paz et al. 2013).
(a) (b)
Gambar 4. (a) cabai Jallapeno (b) MAP cabai Jallapeno dengan LDPE

 HDPE (High Density Polyethylene)


HDPE dihasilkan dengan cara polimerisasi pada tekanan dan suhu yang
rendah (10 atm, 50-700C). High density mempunyai jumlah rantai cabang yang
lebih sedikit dibanding jenis low density sehingga HDPE memiliki sifat bahan
yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. HDPE untuk
MAP dapat diaplikasikan untuk kemasan buah dan sayur. Hasil penelitian Fante et
al. (2014) menunjukkan bahwa penggunaan atmosfer yang dimodifikasi selama
penyimpanan pascapanen dari buah apel yang disimpan pada suhu 0,5 ° C
kualitasnya terjaga hingga tujuh bulan. HDPE dengan ketebalan 70 µM memiliki
hasil terbaik. Plastik film ini memiliki kemampuan untuk memperlambat respirasi
klimakterik dan mengurangi kemungkinan mass loss.

Gambar 5. Aplikasi MAP untuk buah apel

 Polipropilen
Kemasan Polypropilene (PP) mempunyai permeabilitas yang rendah
terhadap CO2. PP dapat dipakai pada pengemasan atmosfer termodifikasi karena
dapat menjadi barrier yang baik terhadap perembesan CO2 keluar dari kemasan.
Polipropilen adalah polimer dari propilen dan termasuk jenis plastik olefin dengan
rumus: (CH2-CH(CH3))n. Sifat-sifat dan penggunaannya sangat mirip dengan
polietilen (Soltani et al. 2015), yaitu:
a. Ringan (densitas 0.9 g/cm3), mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih
dalam bentuk film, tapi tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku.
b. Lebih kuat dari PE. Pada suhu rendah akan rapuh, dalam bentuk murninya
mudah pecah pada suhu -300C sehingga perlu ditambahkan PE atau bahan
lain untuk memperbaiki ketahanan terhadap benturan. Tidak dapat digunakan
untuk kemasan beku.
c. Lebih kaku dari PE dan tidak mudah sobek sehingga mudah dalam
penanganan dan distribusi.
d. Daya tembus (permeabilitasnya) terhadap uap air rendah, permeabilitas
terhadap gas sedang, dan tidak baik untuk bahan pangan yang mudah rusak
oleh oksigen.
e. Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150 0C, sehingga dapat dipakai
untuk mensterilkan bahan pangan.
Aplikasi polipropilen untuk MAP digunakan dalam pengemasan buah,
misalnya buah naga. Buah naga diletakkan di atas styrofoam dan dikemas
menggunakan plastik polipropilen. untuk menghindari kebocoran udara antara
styrofoam dan plastik pp maka diguanakan isolasi sebagai perekat. Pengemasan
yang kurang rapat dapat menyebabkan gas CO2 dan O2 dalam kemasan
terpengaruh oleh komposisi gas ruangan. Dari penelitian tersebut didapatkan
bahwa komposisi atmosfer yang disarankan untuk penyimpanan buah naga adalah
2-4% O2 dan 6-8% CO2 pada suhu penyimpanan 100C. Buah naga dengan berat
0.65 kg yang dikemas menggunakan polipropilen pada wadah styrofoam
berukuran 12 cm x 18 cm masih dapat diterima konsumen hingga hari ke-25 pada
suhu penyimpanan 100C (Sutrisno & Purwanto 2011).
Selain itu, penggunaan polimer biaxially oriented film polypropylene
(BOPP) juga sedang digemari dalam penggunaan MAP untuk produk pangan.
Film BOPP biasanya digunakan untuk buah, sayuran, ikan, daging dan snack.
Permeabilitas gas dalam polimer sangat bergantung pada struktur polimer, jenis
gas, serta kondisi suhu dan ketebalan film. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Siracusa & Ingrao (2017) digunakan parameter transmisi gas dari film BOPP
sebagai fungsi temperatur, jenis gas dan ketebalan. Jenis gas yang digunakan
adalah O2, CO2, N2, dan N2O. Kondisi atmosfer yang digunakan 79% N2 / 21%
O2. Hasil penelitian didapatkan bahwa shelf life dari produk yang menggunakan
kemasan MAP lebih lama dibandingkan dengan perlakuan tanpa MAP.

Gambar 6. Aplikasi material PP untuk MAP pada produk pangan

 Polivinil Klorida (PVC)


PVC memiliki karakter fisik yang stabil dan tahan terhadap bahan kimia,
pengaruh cuaca, aliran, dan sifat elektrik. Bahan ini paling sulit untuk didaur
ulang dan biasa digunakan untuk pipa dan kontruksi bangunan. Kandungan dari
PVC pada plastik pembungkus dapat melumer ke makanan bila dipanaskan dan
berbahaya bagi tubuh. PVC memiliki densitas 1.35-1.4 g/cm3. Permeabilitas dari
PVC relative tinggi. Aplikasi PVC sebagai bahan MAP digunakan untuk kemasan
buah, misalnya buah jambu. Kualitas sampel jambu biji yang disimpan dalam film
PVC 40 memiliki shelf life yang lebih lama yaitu 25 dan 20 hari pada
penyimpanan 5 dan 100 C (Murmu & Mishra 2017).
 Ethylene-Vinyl Alcohol (EVOH)
Ethylene-vinyl alkohol adalah kopolimer dari etilena dan vinil alkohol.
Kehadiran kelompok -OH dalam struktur EVOH menghasilkan ikatan hydrogen
antar molekul yang kuat. EVOH merupakan penghalang yang sangat baik untuk
gas (terutama O2) dan bau. Namun, ikatan hidrogen juga membuatnya menjadi
material yang sensitif terhadap kelembaban, dan kelembaban yang tinggi akan
menurunkan kemampuan penghalangnya (Soltani et al. 2015). Salah satu aplikasi
penggunaan EVOH untuk MAP digunakan pada pengemasan ikan salmon segar.
Penelitian yang dilakukan oleh Cerisuelo et al. (2013) menunjukan bahwa
penggunaan PP/EVOH sebagai material kemasan pada ikan salmon dengan
kondisi atmosfer yang kaya karbondoksida dan miskin oksigen (80% CO2, 5% O2,
15% N2) efektif untuk memperpanjang shelf life dan memperlambat penurunan
kualitas produk ikan salmon.

Gambar 7. Aplikasi material EVOH untuk MAP pada produk pangan

 Poliamida (PA) atau Nilon


Poliamida diperoleh dengan cara kondensasi polimer dari asam amino atau
diamina dengan asam dua karboksilat. Nilon dilapiskan secara kombinasi dengan
bahan lain sehingga diperoleh sifat kemasan yan inert dan permeabilitasnya
rendah. Sifat-sifat poliamida adalah bersifat inert, tahan panas, tidak berasa, tidak
berbau, tidak beracun dan dapat mengkerut karena perubahan kelembaban.
Salah satu aplikasi nilon untuk MAP digunakan dalam kemasan kelapa
kopyor. Jenis kemasan plastik nilon merupakan yang terbaik untuk
mempertahankan mutu organoleptik dan menekan pertumbuhan mikroba. Suhu
penyimpanan berpengaruh terhadap mutu kelapa kopyor, dimana suhu 5±2 0C
lebih dapat mempertahankan mutu dibandingkan 10±2 0C. pendugaan umur
simpan kelapa kopyor pada suhu penyimpanan 5±20C adalah 27 hari (Antu et al.
2014).

 Poliester atau Polietilen Treptalat (PET)


PET memiliki sifat transparan, jernih, kuat, dan memiliki sistem
perlindungan yang baik terhadap air, udara dan kelembaban. Selain itu, PET tahan
terhadap pelarut organik seperti asam-asam organik dari buah-buahan, sehingga
dapat digunakan untuk mengemas minuman sari buah. Selain itu, PET merupakan
penghalang yang baik untuk gas (O2 dan CO2) serta kelembaban dan bau
(Ornelas-Paz et al. 2013). PET biasanya dipergunakan sebagai botol minuman dan
kemasan plastik, misalnya botol salad, snack, selai kacang, kotak daging dan jeli.

Gambar 8. Aplikasi material PET untuk MAP pada produk pangan


DAFTAR PUSTAKA
Antu, M.Y., Hasbullah, R. & Ahmad, U., 2014. Pengemasan dan Penyimpanan Dingin
Kelapa Kopyor untuk Mempertahankan Mutu. Jurnal Keteknikan Pertanian,
28(2), pp.97–103.
Cerisuelo, J.P. et al., 2013. Describing and modeling the release of an antimicrobial
agent from an active PP/EVOH/PP package for salmon. Journal of Food
Engineering, 116(2), pp.352–361. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jfoodeng.2012.12.028.
Fante, C.A.. et al., 2014. Modified atmosphere efficiency in the quality maintenance of
Eva apples. Food Science and Technology, 34(2), pp.309–314. Available at:
http://www.scopus.com/inward/record.url?eid=2-s2.0-
84905996994&partnerID=40&md5=0de1098746f19f686577aeca98b01634.
Gornik, S.G. et al., 2013. Shelf life extension of whole Norway lobster Nephrops
norvegicus using modified atmosphere packaging. International Journal of Food
Microbiology, 167(3), pp.369–377. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijfoodmicro.2013.10.002.
Irawan, H., Suhaidi, I. & Karo-Karo, T., 2016. Pengaruh Pengemasan Atmosfir
Termodifikasi Aktif dengan Penyerap Oksigen, Karbondioksida, uap air dan etilen
terhadap Mutu Buah Pisang Barangan (Musa paradisiaca, L) Selama Penyimpanan
pada Suhu Kamar. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian, 4(1), pp.15–25.
Murmu, S.B. & Mishra, H.N., 2017. Engineering evaluation of thickness and type of
packaging materials based on the modified atmosphere packaging requirements of
guava (Cv. Baruipur). LWT - Food Science and Technology, 78, pp.273–280.
Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.lwt.2016.12.043.
Ornelas-Paz, J.D.J. et al., 2013. The barrier properties and potential use of recycled-
LDPE films as a packaging material to preserve the quality of Jalapeño peppers by
modified atmospheres. Scientia Horticulturae, 135, pp.210–218. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.scienta.2011.11.033.
Shao, Y. et al., 2013. Changes in some chemical components and in the physiology of
rambutan fruit ( Nephelium lappaceum L.) as affected by storage temperature and
packing material. Fruits, 68(1), pp.15–24. Available at: http://www.fruits-
journal.org/10.1051/fruits/2012045.
Siracusa, V. & Ingrao, C., 2017. Correlation amongst gas barrier behaviour,
temperature and thickness in BOPP films for food packaging usage: A lab-scale
testing experience. Polymer Testing, 59, pp.277–289. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.polymertesting.2017.02.011.
Soltani, M. et al., 2015. Modified Atmosphere Packaging : A Progressive Technology
for Shelf-Life Extension of Fruits and Vegetables. Journal of Applied Packaging
Research, 7(3), pp.33–59.
Sutrisno & Purwanto, E.G.M., 2011. Kajian Penyimpanan Buah Naga (Hylocereus
costaricensis) dalam Kemasan Atmosfer Termodifikasi. Jurnal Keteknikan
Pertanian, 25(2), pp.127–132.

Anda mungkin juga menyukai