Anda di halaman 1dari 5

Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan

Vol. 6, No. 2, hal. 45-49, 2007


ISSN 1412-5064

Bio-Oil dari Limbah Padat Sawit


Edy Saputra, Syaiful Bahri, Edward Hs
Laboratorium Teknik Reaksi Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau
Kampus Bina Widya km 12,5 Pekanbaru, 28293
e-mail: edy@unri.ac.id

Abstrak

Bahan bakar minyak merupakan sumber energi terpenting untuk kehidupan manusia.
Produksi bahan bakar minyak yang berasal dari bahan bakar fosil semakin hari semakin
menurun. Untuk itu diperlukan suatu alternatif sumber energi yang dapat diperbaharui dalam
menggantikan bahan bakar fosil, salah satunya adalah mengkonversikan biomas menjadi bio-
oil. Dalam penelitian ini digunakan limbah padat sawit, yaitu batang dan tandan kosong sawit
dengan ukuran partikel 2-6 dan 6-10 mesh. Proses yang digunakan untuk mengkonversikan
limbah padat sawit pada penelitian ini yaitu slow pyrolysis. Proses ini dilakukan pada reaktor
pipa stainless steel dengan diameter 3,81 cm dan panjang 60 cm, pada kisaran temperatur
450-600oC yang dialiri gas nitrogen. Hasil yield tertinggi dicapai pada suhu 500oC dengan
diameter partikel 2-6 mesh. Produk bio-oil dilakukan analisa dengan menggunakan GC HP
5890 II. Pada produk bio-oil juga teridentifikasi adanya etanol, benzena, toluena dan xylen.

Kata kunci: bio-oil, limbah padat sawit, pyrolysis

1. Pendahuluan bahan kimia serta dapat dicampur dengan


minyak diesel sebagai bahan bakar mesin
Bahan bakar minyak merupakan kebutuhan diesel.
yang sangat penting dalam kehidupan. Bahan
bakar yang digunakan selama ini berasal dari Biomas yang digunakan untuk memproduksi
minyak mentah yang diambil dari perut bumi, bio-oil dapat diperoleh dari limbah pertanian,
sedangkan minyak bumi merupakan bahan hutan, perkebunan, industri dan rumah
bakar yang tidak dapat diperbaharui, tangga. Negara-negara tropis seperti
sehingga untuk beberapa tahun ke depan Indonesia umumnya memiliki biomas yang
diperkirakan masyarakat akan mengalami berlimpah. Sekitar 250 milyar ton per-tahun
kekurangan bahan bakar. Pada dasawarsa dihasilkan dari biomas hutan dan limbah
70-an dan sebelumnya, minyak dan gas bumi pertanian. Limbah pertanian secara umum
telah memainkan peranan penting dalam berasal dari perkebunan kelapa sawit, tebu,
menyumbang devisa bagi negara dan kelapa serta sisa panen dan lain-lainnya yang
menjadi andalan ekspor Indonesia. Keadaan mencapai kira–kira 40 milyar ton per-tahun
ini tidak dapat lagi dipertahankan pada (Suwono, 2003). Dari estimasi potensi limbah
dasawarsa 90-an. Bahkan pada abad 21 perkebunan dari tahun 2001–2003 dilaporkan
sekarang ini Indonesia diperkirakan akan bahwa di Indonesia limbah kelapa sawit
menjadi net importer bahan bakar fosil mempunyai potensi yang lebih besar
(Kartasamita, 1992). Melihat hal ini, sudah dibandingkan dengan batang karet, kelapa
saatnya untuk mengembangkan berbagai dan tebu. Potensi yang besar ini karena
energi alternatif yang dapat diperbaharui. Indonesia memiliki perkebunan kelapa sawit
sekitar 4 juta Ha dengan total produksi 8 juta
Pada saat sekarang telah banyak dilakukan ton CPO dan Kernel (Suwono, 2003).
penelitian yang berkaitan dengan bahan
bakar alternatif pengganti minyak bumi, Berdasarkan data BPS tahun 2004 dari 4 juta
seperti penelitian yang dilakukan oleh Beis Ha perkebunan tersebut, sekitar 1,23 juta Ha
dkk. (2002), Ozbay dkk. (2001) dan Onay berada di Propinsi Riau. Luasnya lahan kebun
dkk. (2004) yaitu mengkonversikan biomas kelapa sawit akan menghasilkan limbah
menjadi produk bio-oil. Goyal dkk. (2006) padat sawit yang sangat banyak. Limbah
melaporkan bahwa bio-oil merupakan salah padat sawit yang dihasilkan dapat berupa
satu sumber energi alternatif yang dapat cangkang, batang, tandan kosong, pelepah
diperbaharui. Bio-oil sangat menjanjikan dan dan lain-lain yang merupakan sisa dari
dapat digunakan untuk berbagai keperluan industri sawit yang belum dimanfaatkan
industri antara lain sebagai combustion fuel secara optimal (Padil, 2005). Selama ini,
dan power generation untuk memproduksi limbah padat sawit dibakar di lahan dan
46 Edy Saputra dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 6 No. 2

menghasilkan abu yang digunakan sebagai menghilangkan kadar air limbah padat sawit
pupuk tanaman (Suwono, 2003). Selain itu sampai kelembaban kurang dari 10 %-berat.
limbah padat seperti cangkang digunakan
sebagai bahan bakar boiler untuk pembangkit Selanjutnya partikel biomas diproses dengan
uap serta bahan baku karbon aktif. Namun proses pyrolisis. Dalam proses pyrolisis
pemanfaatan limbah dengan metode seperti digunakan reaktor yang terbuat dari pipa
ini hanya dapat menanggulangi limbah dalam stainless steel dengan diameter 3,81 cm dan
skala kecil sedangkan limbah padat panjang 60 cm. Reaktor dipanaskan
diproduksi dalam skala yang cukup besar menggunakan furnace turbular dengan cara
(Miura dkk., 2003). Untuk itu diperlukan mengatur temperatur furnace sehingga
suatu terobosan yang dapat mengolah limbah mencapai temperatur operasi sesuai variabel
padat sawit. Karena limbah padat sawit penelitian.
mempunyai potensi sebagai sumber energi,
maka pada penelitian ini menggunakan Limbah padat sawit yang telah dihaluskan
limbah padat sawit (batang kelapa sawit, sebanyak 45 gram dimasukkan ke dalam
tandan kosong dan pelepah) sebagai biomas reaktor. Selanjutnya gas nitrogen dialirkan ke
untuk memproduksi bio-oil. dalam reaktor dengan kecepatan 1 mL/detik.
Uap organik yang dihasilkan dikondensasi
Pemilihan limbah padat sawit pada penelitian menggunakan kondenser untuk mendapatkan
ini karena Riau merupakan salah satu cairan yang dinamakan bio-oil. Proses
propinsi yang memiliki perkebunan kelapa berlangsung sampai tidak terlihat lagi uap
sawit yang luas serta komponen kelapa organik atau cairan yang keluar dari hasil
sawit seperti batang, daun, tandan kosong kondensasi.
mengandung holoselulosa yang cukup tinggi
(batang 86,03%, daun 69,86 %, tandan Bio-oil yang dihasilkan kemudian ditentukan
kosong 73,85%, akar 67,89%) (Anderson pH dan densitasnya masing-masing dengan
dan Khalid, 2000). Kandungan holoselulosa menggunakan kertas indikator dan
ini akan berpengaruh pada kecepatan picnometer. Untuk menentukan komponen
pembentukan produk, semakin tinggi yang terkandung dalam bio-oil, dilakukan
kandungan selulosa maka pembentukan analisa menggunakan gas chromathograpy.
produk akan lebih tinggi (Song dkk., 2000).
Proses yang digunakan dalam memproduksi
bio-oil adalah slow pyrolysis. Slow pyrolysis 3. Hasil Dan Pembahasan
merupakan proses dimana partikel-partikel
bahan organik atau biomas diberikan 3.1 Pengaruh Temperatur terhadap
pemanasan secara cepat pada suhu antara Bio-oil yang Dihasilkan
450-600oC tanpa adanya kandungan oksigen
dalam proses. Dari proses tersebut diperoleh Gambar 1 memperlihatkan hubungan
uap organik, gas dan arang. Uap organik temperatur terhadap bio-oil yang dihasilkan.
dikondensasikan menjadi bio-oil dengan hasil Pengaruh temperatur dipelajari pada suhu
mencapai 38-60% berat dari umpan yang 450, 500, 550 dan 600oC. Sedangkan
dimasukkan (Goyal dkk., 2006). Gambar 2 memperlihatkan perbandingan
yield bio-oil dan char yang dihasilkan pada
suhu tertentu. Secara teoritis, yield bio-oil
2. Metodologi akan meningkat dengan meningkatnya suhu
dan char akan berkurang dengan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini menurunnya suhu. Yield maksimum yang
adalah limbah padat sawit yang terdiri dari diperoleh pada suhu 500oC.
batang, tandan kosong dan pelepah. Bahan
lain yang digunakan adalah gas nitrogen. Dari Gambar 1 terlihat bahwa dari hasil
Sedangkan alat yang digunakan adalah penelitian didapatkan bahwa yield bio-oil
furnace turbular, pipa stainless steel (sebagai maksimum diperoleh pada suhu 500oC,
reaktor), kondenser, oven, picnometer, kecuali untuk variabel batang 6-10 mesh dan
viskometer ostwald, statif, beaker glass, pelepah 6-10 mesh. Hal ini terjadi karena
kertas indikator universal, bubble flow meter. kandungan holoselulosa pada tandan kosong
Limbah padat sawit yang digunakan terlebih dan pelepah lebih kecil jika dibandingkan
dahulu dipotong kecil-kecil. Limbah padat dengan kandungan holoselulosa pada batang
sawit yang telah dihaluskan kemudian diayak kelapa sawit. Kandungan holoselulosa ini
menggunakan ayakan dengan ukuran 2, 6 berpengaruh pada jumlah pembentukan bio-
dan 10 mesh, sehingga diperoleh biomas oil karena semakin banyak kandungan
dengan ukuran 6-10 mesh dan 2-6 mesh. holoselulosa pada suatu bahan maka bio-oil
Selanjutnya limbah padat sawit yang telah yang terbentuk juga akan semakin banyak
dihaluskan dimasukkan ke dalam oven untuk (Song dkk., 2000).
Edy Saputra dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 6 No. 2 47

disajikan pada Gambar 1. Dari Gambar 1


40 terlihat bahwa bio-oil terbanyak diperoleh
Batang (2-6 mesh)
pada batang kelapa sawit pada suhu 600oC.
35 Batang (6-10 mesh) Sedangkan pada pelepah dan tandan kosong,
Tandan Kosong (2-6 mesh) bio-oil lebih banyak dihasilkan pada suhu
Tandan Kosong (6-10 mesh)
30 500oC. Namun, bio-oil lebih banyak
Massa bio-oil (gram)

Pelepah (2-6 mesh)


Pelepah (6-10 mesh) dihasilkan oleh tandan kosong pada suhu
25 600oC sedangkan untuk pelepah dan batang
kelapa sawit, bio-oil yang dihasilkan lebih
20
banyak pada suhu 500oC. Namun secara
15 keseluruhan bio-oil yang tertinggi diperoleh
dari batang kelapa sawit. Secara teoritis,
10 semakin besar kandunga holoselulosa maka
pembentukan produk (bio-oil) akan semakin
5 tinggi. Berdasarkan data, kandungan
holoselulosa batang kelapa sawit lebih besar
0
dari pada limbah padat sawit lainnya
450 500 550 600 (Anderson dan Khalid, 2000)
o
Temperatur ( C)
3.3 Pengaruh Ukuran Partikel terhadap
Gambar 1. Hubungan antara temperatur dengan Bio-oil
massa bio-oil yang dihasilkan
Pengaruh ukuran partikel padatan sawit
terhadap bio-oil yang dihasilkan juga dapat
40
dilihat pada Gambar 1. Dari Gambar 1
bio-oil(batang 2 -6 mes h) terlihat pengaruh ukuran partikel terhadap
35 c har (Batang 2 -6 mes h) bio-oil yang dihasilkan. Secara keseluruhan
bio-oil(tandan kos ong 2 - 6 mes h)
c har(tandan kos ong 2 -6 mes h) untuk beberapa percobaan biomas dengan
30 bio-oil(pelepah 2 -6 mes h) ukuran 2-6 mesh menghasilkan bio-oil yang
c har (pelepah 2 -6 mes h)
massa (gram)

lebih banyak daripada biomas dengan ukuran


25 6-10 mesh. Hal ini diduga karena pada
biomas dengan ukuran kecil maka gas
Nitrogen tidak dapat masuk secara merata
20
pada keseluruhan rongga. Sedangkan untuk
biomas dengan ukuran 2-6 mesh, bio-oil
15 akan lebih mudah terbentuk karena gas
Nitrogen dapat masuk secara merata pada
10 keseluruhan rongga antar biomas. Sehingga
akan mengurangi jumlah oksigen yang
5 terdapat dalam reaktor. Dengan adanya
450 500 550 600 oksigen dalam reaktor, maka akan terjadi
Temperatur (oC ) pembakaran yang akan menghasilkan arang
dan mengurangi jumlah bio-oil yang
Gambar 2. Perbandingan jumlah bio-oil dan char dihasilkan.
yang dihasilkan pada suhu tertentu
3.4 Analisis Kromatografi
Sedangkan dari Gambar 2 terlihat bahwa
semakin banyak yield bio-oil yang dihasilkan Analisis menggunakan gas chromatography
pada batang dan pelepah maka akan HP 5890 II. Untuk menentukan kandungan
menghasilkan jumlah char yang sedikit. Hal yang terdapat dalam bio-oil, analisa
ini terjadi karena char merupakan uap dilakukan dengan metoda standar adisi
organik yang tidak dapat terkondensasi (penambahan etanol dan BTX -benzena,
menjadi bio-oil. Oleh karena itu, semakin toluena dan xylen- pada sampel tandan
banyak uap organik yang terkondensasi kosong). Hasil analisis disajikan pada
maka char yang dihasilkan akan semakin Gambar 3 dan 4.
sedikit.
Gambar 3 memperlihatkan hasil analisa
3.2 Pengaruh Jenis Limbah Sawit sampel menggunakan gas choromatography
terhadap Massa Bio-oil sebelum dan sesudah penambahan standar
adisi. Dari Gambar 3 dapat diduga bahwa
Biomas yang digunakan pada penelitian ini produk bio-oil yang dihasilkan mengandung
adalah limbah padat sawit meliputi batang, benzene, toluene dan xylen (puncak yang
tandan kosong dan pelepah. Perbandingan standar adisi lebih tinggi dibandingkan
jumlah bio-oil yang dihasilkan sebagaimana dengan yang tanpa adisi). Sedangkan
48 Edy Saputra dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 6 No. 2

a b
Gambar 3. Waktu retensi sampel tandan kosong sebelum ditambah BTX (a) dan setelah ditambahkan
BTX (b)

a b

Gambar 4. Waktu retensi tandan kosong sebelum ditambah etanol (a) dan setelah ditambah etanol (b)

Gambar 4 memperlihatkan sampel sebelum bahan bakar. Bio-oil yang dihasilkan memiliki
dan sesudah ditambah etanol. Gambar 4 sifat-sifat sebagai berikut:
menunjukkan kecenderungan yang sama
dengan Gambar 3. Hal ini disebabkan setelah ρ : 0,99 – 1,1 gr/ml
penambahan standar adisi puncak dominan pH : 3, hal ini disebabkan oleh asam
naik seiring dengan penambahan standar asetat yang terdapat dalam bio-
dibanding tanpa penambahan standar. oil.
Warna : Coklat tua
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ini, Bau : Asap
dapat dilihat bahwa limbah padat sawit
merupakan biomas yang sangat berpotensi
menghasilkan liquid yang dapat didefenisikan 4. Kesimpulan
sebagai bio-oil yang dapat digunakan sebagai
bahan bakar. Secara teoritis, kandungan Bio-oil yang dihasilkan akan meningkat
etanol yang terdapat dalam bio-oil dengan meningkatnya suhu dan char yang
merupakan bahan dasar untuk dijadikan dihasilkan akan semakin menurun dengan
meningkatnya suhu. Bio-oil maksimum
Edy Saputra dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 6 No. 2 49

diperoleh pada suhu 5000C dan ukuran Miura, K., Masuda, T., Funazukuri, T.,
partikel biomas 2-6 mesh. Analisa bio-oil Suguwara, K., Shirai, Y., Hayashi, J.,
dengan gas chromatography dapat Karim, M. I. A. Ani, F. N., Susanto, H.
disimpulkan bahwa sampel yang dianalisa (2003) Efficient Use of Oil Palm as
mengandung etanol, benzene, toluene dan Renewable Resource for Energy & Chemi-
xylen. cal. Project Design Document
Kartasasmita, G. (1992) Sumber energi yang
tersedia cukup untuk ratusan tahun, Pusat
Ucapan Terima Kasih Pengembangan Tenaga Perminyakan Gas
Bumi, 8, 4-8.
Terima kasih kepada mahasiswa dan laboran Onay, O., Kokar, O. M. (2004) Fixed bed
yang telah membantu dalam menyelesaikan pyrolysis of rapeseed (Brassica Napus L),
penelitian ini. Journal Biomas Bioenergy, 26, 289-299.
Ozbay, N., Putun, A. E., Uzun, B. V., Putun, E.
(2001) Biocrude from biomas: pyrolysis of
Daftar Pustaka cotton seed cake, Jounal Renewable
Energy, 24, 615-625.
Anderson dan Khalid (2000) Decomposition Padil (2005) Rancangan proses pengolahan
processes and nutrient release patterns of limbah padat sawit menjadi asap cair
oil palm residu Journal of Oil Palm (Liquid Smoke). Prosiding Seminar Teknik
Research, 12, 46-63. Kimia – Teknologi Oleo dan Petrokimia
Bain dan Richard, L. (2004) An introduction Indonesia (STK-TOPI). Pekanbaru. 21
to biomas thermochemical conversion. Desember.
DEO/NASLUGC Biomas and Solar Energy Song, C., Hu, H., Wang, G., Chen, G. (2000)
Workshop. August 3-4. Liquefaction of biomas with water in sub –
Beis, S. H., Onay, O., Kockar, O. M. (2002) and supercritical states. Scientific
Fixed bed pyrolysis of safflower seed: Research Fund For Doctoral Award Unit,
influence of pyrolysis parameter on pro- Chinesse University.
duct yields and compositions, Journal Re- Suwono, A. (2003) Indonesia’s potential
newable Energy, 26, 21-32. contribution of biomas in sustainable
Goyal, H. B., Seal, D., Saxena, R. C. (2006) energy development. Thermodynamics
Bio-fuels from thermochemical conversion Laboratory. IURC for Engineering Science.
of renewable resources: A review, Bandung Institute of Technology. Ban-
Renewable and Sustainable Energy dung.
Reviews.

Anda mungkin juga menyukai