Anda di halaman 1dari 15

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH MALANG

RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA

PANDUAN PELAYANAN PROVIDER INITIATIVE TESTING & CONSELING (PITC)

RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA


JL. PB. SUDIRMAN No. 45 JEMBER
TELP/FAX/EMAIL (0331) 484674, 489207/ (0331) 425673/
Email : rsadbaladhikahusada@yahoo.com
LEMBAR PENGESAHAN

PENGESAHAN DOKUMEN RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA


Panduan Pelayanan PITC

TANDA
KETERANGAN TANGGAL
TANGAN

dr. Trihedi Prana, M. Mkes


Pembuat Dokumen
III/d NIP.19790314200712001

Mochamad Bisri, S.K.M.


Authorized Person
Kapten Ckm NRP 21980081340177

dr. Maksum Pandelima, Sp.OT. Karumkit


Letnan Kolonel Ckm NRP 11950008540771

i
DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH MALANG
RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA

SURAT KETETAPAN KEPALA RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA


NOMORSK/ / /2018
TENTANG

PANDUAN PELAYANAN PITC

KEPALA RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA,

Menimbang : a. Bahwa dalam pelayanan pasien dengan penyakit HIV/AIDS di


Rumah Sakit Tingkat III Baladhika Husada perlu disusun suatu
panduan pelayanan PITC;
b. Bahwa Panduan Pelayanan PITC sebagaimana dimaksud dalam
butir a, perlu ditetapkan dengan Ketetapan Kepala Rumah Sakit
Tingkat III Baladhika Husada.
Mengingat : 1. Undang–Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3495 );
2. Undang–Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3886);
3. Undang-undang Nomor Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437)
4. Peraturan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Nomor
9/KEP/1994 tentang Strategi Nasional Penanggulangan AIDS di
Indonesia;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1277/Menkes/SK/XI/ 2001
tentang Susunan Organisasi dan Tatakerja Depkes RI
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1285/Menkes/SK/X/ 2002
tentang Pedoman Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyakit
Menular Seksual;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1507/Menkes/SK/X/ 2005
tentang Pedoman Konseling Dan Testing HIV/AIDS Secara
Sukarela (Voluntary Counselling And Testing).

MEMUTUSKAN
Menetapkan : KETETAPAN KEPALA RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA
TENTANG PANDUAN PELAYANAN PITC
Pertama : Panduan Pelayanan PITC di lingkungan Rumah Sakit Tingkat III
Baladhika Husada sebagaimana terlampir dalam Ketetapan ini.
Kedua : Panduan Pelayanan PITC wajib digunakan dalam penanganan dan
pelayanan pasien HIV/AIDS.
Ketiga : Ketetapan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam ketetapan ini
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

ii
Ditetapkan di Jember
pada tanggal Oktober 2018

KarumkitTk. III Baladhika Husada,

dr. Maksum Pandelima, Sp.OT.


Letnan Kolonel Ckm NRP 11950008540771

iii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.....................................................................................................................iv
KATA PENGANTAR..........................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG......................................................................................................1
B. TUJUAN....................................................................................................................... 1
C. BATASAN OPERASIONAL..........................................................................................1
D. LANDASAN HUKUM....................................................................................................3
BAB II RUANG LINGKUP................................................................................................4
BAB III TATA LAKSANA...................................................................................................5
A. TATA LAKSANA PELAYANAN PITC (PROVIDER INITIATIVE TESTING AND
COUNSELLING).......................................................................................................................... 5
B. TATA LAKSANA INFORMED CONSENT.....................................................................5
C. TATA LAKSANA TESTING HIV.....................................................................................6
BAB IV DOKUMENTASI..................................................................................................7
A. PETUGAS PENANGGUNG JAWAB............................................................................7
B. PERANGKAT KERJA...................................................................................................7
C. TATA LAKSANA SISTIM PENCATATAN DAN PELAPORAN........................................7

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya Panduan ini
dapat tersusun. Di Indonesia, sejak tahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah ODHA
pada kelompok orang berperilaku risiko tinggi tertular HIV yaitu para Pekerja Seks (PS)
dan pengguna NAPZA suntikan (penasun), kemudian diikuti dengan peningkatan pada
kelompok lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL) dan perempuan berisiko
rendah. Saat ini dengan prevalensi rerata sebesar 0,4% sebagian besar wilayah di
Indonesia termasuk dalam kategori daerah dengan tingkat epidemi HIV terkonsentrasi.
Sementara itu, Tanah Papua sudah memasuki tingkat epidemi meluas, dengan prevalensi
HIV sebesar 2,3%.
Mengingat keluhan dan gejala klinis individu dengan HIV positif dan pasien AIDS
seringkali tidak tampak, maka diperlukan peran serta DPJP dalam melakukan skrining
pasien yang dirawat dan menunjukkan gejala klinis yang mengarah ke HIV/AIDS.
Panduan ini merupakan acuan bagi Tim HIV/AIDS dalam kegiatan pemeriksaan tes
HIV/AIDS di rumah sakit.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan Pedoman ini. Semoga Tim HIV/AIDS dapat mewujudkan penurunan angka
morbiditas HIV/AIDS.

Jember, Oktober 2018

v
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penularan HIV di Indonesia meningkat tajam. Estimasi kasus HIV / AIDS pada
tahun 2002 di Indonesia sekitar 90.000 sampai130.000,sedangkan estimasi ulang
pada tahun 2006 ternyata meningkat hampir dua kalilipat, yaitu dengan
diperkirakan193.000 sekitar (antara160.000 sampai 210.000).
Dengan meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV khususnya pada kelompok
pengguna napza suntik (penasun/IDU = Injecting Drug User), penjaja seks
(SexWorker) dan pasangan, serta waria di beberapa propinsi di Indonesia pada saat
ini, maka kemungkinan terjadinya risiko penyebaran infeksi HIV ke masyarakat umum
tidak dapat diabaikan. Kebanyakan dari mereka yang berisiko tertular HIV tidak
mengetahui akan status HIV mereka, apakah sudah terinfeksi atau belum.
Melihat tingginya prevalensi di atas maka masalah HIV/AIDS saat ini bukan hanya
masalah kesehatan dari penyakit menular semata, tetapi sudah menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang sangat luas. Oleh karena itu penanganan tidak hanya
dari segi medis tetapi juga dari psikososial dengan berdasarkan pendekatan
kesehatan masyarakat melalui upaya pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
Salah satu upaya tersebut adalah deteksi dini untuk mengetahui status seseorang
sudah terinfeksi HIV atau belum melalui konseling dan testing HIV/AIDS sukarela,
bukan dipaksa atau diwajibkan. Mengetahui status HIV lebih dini memungkinkan
pemanfaatan layanan-layanan terkait dengan pencegahan, perawatan, dukungan, dan
pengobatan sehingga konseling dan testing HIV/AIDS secara sukarela merupakan
pintu masuk semua layanan tersebut di atas.
Perubahan perilaku seseorang dari berisiko menjadi kurang berisiko terhadap
kemungkinan tertular HIV memerlukan bantuan perubahan emosional dan
pengetahuan dalam suatu proses yang mendorong nurani dan logika. Proses
mendorong ini sangat unik dan membutuhkan pendekatan individual. Konseling
merupakan salah satu pendekatan yang perlu dikembangkan untuk mengelola
kejiwaan dan proses menggunakan pikiran secara mandiri.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum adalah menurunkan angka kesakitan HIV/AIDS melalui
peningkatkan mutu pelayanan HIV/AIDS dan perlindungan bagi petugas layanan
dan pasien.
2. Tujuan Khusus:
a. Sebagai pedoman penatalaksanaan pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS
serta dukungan, perawatan dan pengobatan bagi orang dengan HIV/AIDS.
b. Menjaga mutu layanan melalui penyediaan sumber daya dan manajemen yang
sesuai.
c. Memberi perlindungan dan konfidensialitas bagi pasien dalam pelayanan
konseling HIV/AIDS secara sukarela

C. BATASAN OPERASIONAL
1. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu gejala berkurangnya
kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV ke dalam
tubuh seseorang.
2. Ante Natal Care (ANC) adalah suatu perawatan perempuan selama kehamilannya.
Biasanya dilakukan di KIA (Klinik Ibu dan Anak) , dokter kebidanan atau bidan.
3. Anti Retroviral Therapy (ART) adalah sejenis obat untuk menghambat kecepatan
replikasi virus dalam tubuh orang yang terinfeksi HIV/AIDS. Obat diberikan kepada
ODHA yang memerlukan berdasarkan beberapa kriteria klinis, juga dalam rangka
Prevention of Mother To Child Transmission (PMTCT).
1
4. CD4 adalah limfosit-TCD4+
5. DOTS : directly observedtherapy shortcourse(terapiyang diawasi langsung)
6. PITC : Provider initiated testing &counseling
7. IDU: Injectingdrug user(pengguna NAPZAsuntik)
8. Kepatuhan merupakan terjemahan dari adherence, yaitu kepatuhan dan
kesinambunganberobatyangmelibatkanperanpasien,dokter atau
petugaskesehatan,pendampingdan ketersediaan obat.
9. VCT: (voluntary counseling and testing)tes HIV secara sukarela disertai dengan
konseling.
10. Human Immuno-deficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan AIDS.
11. Integrasi adalah pendekatan pelayanan yang membuat petugas kesehatan
menangani klien secara utuh, menilai kedatangan klien berkunjung ke fasilitas
kesehatan atas dasar kebutuhan klien, dan disalurkan kepada layanan yang
dibutuhkannya ke fasilitas rujukan jika diperlukan.
12. Klien adalah seseorang yang mencari atau mendapatkan pelayanan konseling dan
atau tesing HIV/AIDS.
13. Konselor adalah pemberi pelayanan konseling yang telah dilatih keterampilan
konseling HIV dan dinyatakan mampu.
14. Konseling pasangan adalah konseling yang dilakukan terhadap pasangan seksual
atau calon pasangan seksual dari klien.
15. Konseling pasca tes adalah diskusi antara konselor dengan klien, bertujuan
menyampaikan hasil tes HIV klien, membantu klien beradaptasi dengan hasil tes.
Materi diskusi adalah menyampaikan hasil secara jelas, menilai pemahaman
mental emosional klien, membuat rencana menyertakan orang lain yang bermakna
dalam kehidupan klien, menjawab respon emosional yang tiba-tiba mencuat,
menyusun rencana tentang kehidupan yang mesti dijalani dengan menurunkan
perilaku berisiko dan perawatan, membuat perencanaan dukungan.
16. Konseling pra tes
adalah diskusi antara klien dan konselor, bertujuan menyiapkan klien untuk tesing
HIV/AIDS. Isi diskusi adalah klarifikasi pengetahuan klien tentang HIV/AIDS,
menyampaikan prosedur tes dan pengelolaan diri setelah menerima hasil tes,
menyiapkan klien menghadapi hari depan, membantu klien memutuskan akan tes
atau tidak, mempersiapkan informedconsent, dan konseling seks yang aman.
17. Konseling pra tes kelompok
adalah diskusi antara konselor dengan beberapa klien, biasanya tak lebih dari lima
orang, bertujuan untuk menyiapkan mereka untuk testing HIV/AIDS. Sebelum
melakukannya, ditanyakan kepada para klien tersebut apakah mereka setuju untuk
berproses bersama.
18. Orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA)
adalah orang yang tubuhnya telah terinfeksi virus HIV/AIDS.
19. Perawatan dan dukungan
adalah layanan komprehensif yang disediakan untuk ODHA dan keluarganya.
Termasuk di dalamnya konseling lanjutan, perawatan, diagnosis, terapi, dan
pencegahan infeksi oportunistik, dukungan sosioekonomi dan perawatan di rumah.
20. Periode Jendela
adalah suatu periode atau masa sejak orang terinfeksi HIV sampai badan orang
tersebut membentuk antibody melawan HIV yang cukup untuk dapat dideteksi
dengan pemeriksaan rutin tes HIV.
21. Persetujuan layanan
adalah persetujuan yang dibuat secara sukarela oleh seseorang untuk
mendapatkan layanan.
22. Informed Consent (Persetujuan Tindakan Medis)

2
adalah persetujuan yang diberikan oleh orang dewasa yang secara kognisi dapat
mengambil keputusan dengan sadar untuk melaksanakan prosedur (tes HIV,
operasi, tindakan medik lainnya) bagi dirinya atau atas spesimen yang berasal dari
dirinya. Jugatermasuk persetujuan memberikan informasi tentang dirinya untuk
suatu keperluan penelitian.
23. Prevention of Mother-To-Child Transmission (PMTCT)
adalah pencegahan penularan HIV dari ibu kepada anak yang akan atau sedang
atau sudah dilahirkannya. Layanan PMTCT bertujuan mencegah penularan HIV
dari ibu kepada anak.
24. Sistem Rujukan
adalah pengaturan dari institusi pemberi layanan yang memungkinkan petugasnya
mengirimkan klien, sampel darah atau informasi, memberi petunjuk kepada institusi
lain atas dasar kebutuhan klien untuk mendapatkan layanan yang lebih memadai.
Pengiriman ini senantiasa dilakukan dengan surat pengantar, bergantung pada
jenis layanan yang dibutuhkan. Pengaturannya didasarkan atas peraturan yang
berlaku, atau persetujuan para pemberi layanan, dan disertai umpan balik dari
proses atau hasil layanan.
25. Tuberkulosa (TB)
adalah penyakit infeksi oleh bakteri tuberkulosa. TB seringkali merupakan infeksi
yang menumpang pada mereka yang telah terinfeksi virus HIV.
26. Konseling dan Testing(Counselling and Testing )
adalah konseling dan testing HIV/AIDS sukarela, suatu prosedur diskusi
pembelajaran antara konselor dan klien untuk memahami HIV/AIDS beserta risiko
dan konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga serta orang disekitarnya.
Tujuan utamanya adalah perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat dan lebih
aman.

D. LANDASAN HUKUM
1. Undang–Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495 );
2. Undang–Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
3. Undang-undang Nomor Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4437)
4. Keputusan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Nomor 9/KEP/1994 tentang
Strategi Nasional Penanggulangan AIDS di Indonesia;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1277/Menkes/SK/XI/ 2001 tentang Susunan
Organisasi dan Tatakerja Depkes RI
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1285/Menkes/SK/X/ 2002 tentang Pedoman
Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1507/Menkes/SK/X/ 2005 tentang Pedoman
Konseling Dan Testing HIV/AIDS Secara Sukarela (Voluntary Counselling And
Testing).

3
BAB II RUANG LINGKUP

Tim HIV/AIDS RS bertempat diruang Poli Spesialis menjadi satu dengan ruang Poli
VCT (Edelweis).
1. Sarana
a. Papan nama / petunjuk
Papan petunjuk lokasi dipasang secara jelas sehingga memudahkan akses
klien ke Poli VCT (Edelweis)., demikian juga di depan ruang Poli VCT (Edelweis).
dipasang papan bertuliskan pelayanan Poli VCT (Edelweis)..
b. Ruang tunggu
1) Poli VCT (Edelweis). memiliki ruang tunggu yang nyaman didalam ataupun luar
ruang Poli VCT (Edelweis)..
2) Di dalam ruang tunggu didalam Poli VCT (Edelweis). tersedia perpustakaan :
a) Materi KIE : Poster, leaflet, brosur yang berisi bahan pengetahuan tentang
HIV/AIDS, IMS, TB, hepatitis, penyalahgunaan Napza, perilaku sehat,
nutrisi, pencegahan penularan, dan seks yang aman.
b) Informasi prosedur konseling dan testing.
c) Kotak saran
d) Tempat sampah, tissu,dan persediaan air minum.
e) Komputer untuk mencatat data.
f) Meja dan kursi.
g) Kalendar.
h) Tempat Sampah non medis
c. Ruang konseling
Ruang konseling Poli VCT (Edelweis). memiliki suasana yang nyaman, terjaga
kerahasiaannya. Dengan maksud untuk menghindari klien keluar dari ruang
konseling bertemu dengan klien / pengunjung yang lain.
Ruang konseling di Poli VCT (Edelweis). dilengkapi dengan:
1) Tempat duduk bagi klien maupun konselor
2) Buku catatan perjanjian klien dan catatan harian, formulir informed consent,
catatan medis klien, formulir pra dan pasca testing, buku rujukan, formulir
rujukan,kalender, dan alat tulis.
3) Kondom dan alat peraga penis (dildo).
4) Alat peragaan lainnya misalnya gambar berbagai penyakit oportunistik, dan alat
peraga menyuntik yang aman.
5) Tisu
6) Air minum
7) Kartu rujukan
8) Lemari arsip atau lemari dokumen.

4
BAB III TATA LAKSANA

A. TATA LAKSANA PELAYANAN PITC (PROVIDER INITIATIVE TESTING AND


COUNSELLING)
1. Petugas Penanggung Jawab
a. Koordinator Poli VCT
b. Petugas Konselor
c. Petugas Kesehatan Ruangan
d. Petugas Administrasi Poli VCT
2. Perangkat Kerja
a. Form PITC
b. Form Informed Consent
c. Form Skrining TB
3. Tata Laksana Pelayanan PITC
a. Dokter atau Perawat yang memberi informasi kepada pasien mengenai
pentingnya dilakukan pemeriksaan tes darah HIV/AIDS segera sehubungan
dengan keadaan klinisnya
b. Memberi formulir informed concent kepada pasien untuk ditandatangani secara
sukarela oleh pasien sendiri
c. Bila masih berusia dibawah 18 tahun diwakili oleh orang tuanya
d. Bila karena sesuatu dan lain hal pasien tidak mampu dengan secara sadar
menandatangani informed concent, diwakili oleh keluarga terdekat yang berhak
mewakili secara hukum.
e. Dokter yang merawat wajib mengkonselingkan kepada pelayanan VCT bila ada
hasil dan pasien sudah memungkinkan untuk dilakukan konseling, sehubungan
dengan tujuan VCT untuk memberi pengertian tentang penyakit HIV/AIDS,
perubahan emosionalnya, perawatan yang panjang dan berkesinambungan,
perilaku yang beresiko dan dukungan psikososial. (Lihat SPO–PITC).

B. TATA LAKSANA INFORMED CONSENT


1. Petugas Penangung Jawab
a. DPJP
b. Petugas Konselor
c. Petugas Administrasi
2. Perangkat Kerja
Form Informed Consent
3. Tata Laksana Informed Consent
a. Semua klien sebelum menjalani testing HIV harus memberikan persetujuan
tertulisnya. (Lihat SPO–Informed Consent).

Aspek penting didalam persetujuan tertulis itu adalah sebagai berikut:


1) Klien telah diberi penjelasan cukup tentang risiko dan dampak sebagai
akibat dari tindakannya dan klien menyetujuinya.
2) Klien mempunyai kemampuan menangkap pengertian dan mampu
menyatakan persetujuannya (secara intelektual dan psikiatris).
3) Klien tidak dalam paksaan untuk memberikan persetujuan meski
konselor memahami bahwa mereka memang sangat memerlukan
pemeriksaan HIV.
4) Untuk klien yang tidak mampu mengambil keputusan bagi dirinya
karena keterbatasan dalam memahami informasi maka tugas konselor
untuk berlaku jujur dan obyektif dalam menyampaikan informasi
sehingga klien memahami dengan benar dan dapat menyatakan
persetujuannya.
5
C. TATA LAKSANA TESTING HIV
1. Petugas Penanggung Jawab
a. DPJP
b. Petugas Administrasi
c. Petugas Analis Medis
2. Perangkat Kerja
a. Reagen untuk testing dan peralatannya
b. Sarung tangan karet
c. Jas laboratorium
d. Lemari pendingin
e. Alat sentrifusi
f. Ruang penyimpanan testing-kit , barang habis pakai
g. Buku-buku register (stok barang habis pakai, penerimaan sampel, hasil testing,
penyimpanan sampel, kecelakaan okupasional) atau komputer pencatat.
h. Cap tanda Positif atau Negatif.
i. Cairan desinfektan.
j. Pedoman testing HIV
k. Pedoman pajanan okupasional
l. Lemari untuk menyimpan arsip yang dapat dikunci.
3. Tata Laksana Testing HIV

Kombinasi 6 SD HIV VIKIA RIGHTSIGN


Pemeriksaan darah dengan tujuan untuk diagnosis HIV harus memperhatikan
gejala atau tanda klinis dan menggunakan strategi III, menggunakan tiga jenis
reagen yang berbeda sensitivity dan specificity.

6
Merk Jenis Reagen Sensifitas % Spesifisitas %
Fokus Rapid 99,32 98,86
SD HIV Rapid 100,00 98,86
INTEC Rapid 100,00 99,43
VIKIA Rapid 99,33 100,00
RIGHTSIGN Rapid 100,00 100,00

Macam R1 > 99% R2 ≥ 98 % R3 ≥ 99 %


Kombinasi
Kombinasi 1 Fokus INTEC VIKIA
Kombinasi 2 Fokus INTEC RIGHTSIGN
Kombinasi 3 Fokus VIKIA RIGHTSIGN
Kombinasi 4 SD HIV INTEC VIKIA
Kombinasi 5 SD HIV INTEC RIGHTSIGN

7
BAB IV DOKUMENTASI

A. PETUGAS PENANGGUNG JAWAB


1. Tim Medik
2. Koordinator VCT
3. Apoteker
4. Petugas Analis Medis
5. Petugas Administrasi
6. Petugas RR

B. PERANGKAT KERJA
1. Buku Kunjungan VCT
2. Buku Bantu TB-HIV
3. Buku Bantu PMTCT
4. Buku Bantu Penggunaan Reagen

C. TATA LAKSANA SISTIM PENCATATAN DAN PELAPORAN


1. Laporan diisi sesuai dengan format layanan yang telah disediakan, disesuaikan
dengan jenis layanan yang dilakukan dimasing-masing UPK. Setiap UPK dapat
melaksanakan lebih dari satu jenis pelayanan, misalnya layanan KTS/VCT,
layanan PMTCT, dukungan dan sebagainya, sehingga setiap layanan dapat
mengisi dan melaporkan secara rutin dengan menggunakan format yang telah
disediakan.
2. Format pelaporan diisi dan dilaporkan secara rutin bulanan / triwulanan / tahunan
keinstitusi vertical setelah dilakukan validasi sebelumnya kemudian direkap dan
dianalisis secara periodik pula.
3. Laporan yang dicatat secara individual direkap setiap bulan, dihitung dan diisi
pada setiap sel-sel dalam format yang telah dipersiapkan, sesuai dengan variable
(kolom ke 2) dan kelompok umur, sesuai dengan jenis kelamin (laki-laki atau
perempuan) pada kolom selanjutnya.
4. Variabel layanan UPK yang dilaporkan dalam bulan pelaporan; adalah variable
yang perlu dilaporkan dalam layanan UPK selama bulan berjalan (kotak kiri),
sedangkan kotak sebelahnya diisi dengan angka absolut sesuai pengelompokan
jenis kelamin dan kelompok umur yang diperlukan sesuai dengan jenis kelamin
data.
5. Laporan diisi dengan seluruh jumlah layanan, misalnya untuk KTS/VCT yang
dilayani dalam periode satu bulan oleh UPK pelapor. Demikian juga untuk layanan
lainnya (PMTCT, IMS, layanan dukungan dan lain lain).
6. Sebelum laporan dikirim, lakukan validasi data kembali dan cocokan jumlah /
angka yang telah diisi pada masing-masing laporan bulanan dari masing-masing
data vertikal (kolom) dan horisontal (baris) sudah sesuai dan tidak terdapat
kesalahan.
7. Catat nama pelaksana pelaporan dan sebagai keabsahan laporan, juga laporan
bulanan/ triwulan / tahunan lainnya dan ditandatangani atasan yang berwenang,
serta dicap instansi pelapor.
8. Propinsi menJelaskan secara singkat masalah, capaian dan hasil layanan pada
bulan laporan yang sedang berjalan dan bandingkan dengan target atau sasaran
yang seharusnya dicapai pada bulan itu kepada penanggung jawab UPK untuk
tindak lanjut dan perbaikan.
9. Batas penyerahan laporan:
a. Dalam pelaporan bulanan ketepatan waktu dan kelengkapan laporan
merupakan tolok ukur dari pelaporan itu sendiri.
8
b. Periode pelaporan bulanan diatur sesuai dengan yang telah disepakati setiap
bulannya
c. Batas waktu pelaporan rutin bulanan untuk UPK ke Dinas Kesehatan
Kabupaten adalah paling lama diterima tanggal 30 bulan pelaporan, untuk
pelaporan Kabupaten ke Propinsi adalah paling lama diterima tanggal 5 bulan
berikutnya dan dari Propinsi ke Pusat adalah paling lama diterima tanggal 10
pada bulan pelaporan berikutnya telah diterima di unit yang menerima laporan.
d. Tanggal pelaporan dicatat sesuai dengan tanggal penyerahan laporan dan
dicatat dan ditanda tangani disetiap tingkat penerima laporan.

No Daftar Laporan Waktu


1.
Buku kunjungan VCT Harian
2.
Buku PMTCT Harian
3.
Buku PITC Harian
4.
Buku pasien HIV Harian
5. Buku Surat Masuk / Surat Keluar Harian
6. Buku Rujukan Pasien Harian
7. Laporan Reagen Bulanan
8. Laporan SIHA Bulanan

Karumkit Tk. III Baladhika Husada,

dr. Maksum Pandelima, Sp.OT.


Letnan Kolonel Ckm NRP 11950008540771

Anda mungkin juga menyukai