Anda di halaman 1dari 13

Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS)

Pendahuluan
Diabetes mellitus (DM) atau disebut diabetes saja merupakan penyakit
gangguan metabolic menahun akibat pancreas tidak memproduksi cukup insulin
atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Salah
satu komplikasi akut/emergency dari kondisi hiperglikemik pada penyakit DM
adalah Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS). 1

Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS) adalah sindrom yang ditandai


dengan hiperglikemia berat, hiperosmolar, dan dehidrasi tanpa adanya
ketoasidosis serta terjadinya penurunan kesadaran. Insiden HHS saat ini belum
diketahui pasti, namun diperkirakan kejadian HHS berkisar 1 % dari semua pasien
diabetes yang dirawat di rumah sakit. Sebagian besar kasus HHS terlihat pada
pasien usia lanjut dengan diabetes tipe 2 dan pernah dilaporkan kejadian pada
anak-anak dan dewasa muda. Angka kejadian mortalitas pada kondisi HHS cukup
tinggi sekitar 20% dimana sekitar 10 kali lipat lebih tinggi bila dibandingkan
dengan kejadian komplikasi akut/emergency lainnya yaitu ketoasidosis diabetik
(DKA). 2

Perjalanan klinis HHS biasanya berlangsung dalam jangka watu yang


tertentu (beberapa hari sampai beberapa minggu) dengan gejala khas
meningkatnya rasa haus disertai poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan.
Koma hanya ditemukan pada kurang dari 10% kasus.3

Epidemiologi4
1. Statistik Amerika Serikat

Tidak ada studi berbasis populasi dari HHS yang telah dilakukan. Menurut
National Hospital Discharge Survey AS ada sekitar 10.800 kejadian tahunan
untuk tahun 1989-1991. Inseiden keseluruhan HHS kurang dari 1 kasus per
1000 orang/tahun sehingga secara signifikan kurang umum daripada DKA.
Dengan meningkatnya kejadian DM tipe 2, maka kejadian HHS kemungkinan
akan meningkat juga.

2. Demografi sehubungan denga usia

HHS memiliki usia rata-rata onset awal decade ketujuh kehidupan. Rata-
rata usia pasien HHS adalah 60 tahun. Laporan kejadian kasus yang paling
sering dipublikasikan adalah usia 57-69 tahun. HHS juga dapat terjadi pada
orang yang lebih muda.
3. Demografi sehubungan dengan jenis kelamin

Tidak ada perbedaan jenis kelamin yang pernah tercatat pada penelitian
HHS. Namun beberapa data menunjukan bahwa prevalensi wanita lebih tinggi
sedikit dibandingkan pada laki-laki. Dalam Survey Discharge US National
Hospital dari 10.800 kejadian, 3700 orang adalah laki-laki dan 7.100 adalah
perempuan.

Faktor Pencetus
HHS biasanya terjadi pada orang tua dengan DM yang mempunyai
penyakit penyerta yang mengakibatkan menurunnya asupan makanan. Faktor
pencetus dapat terbagi menjadi enam kategori : infeksi, pengobatan, non-
compliance, DM yang tidak terdiagnosis, penyalahgunaan obat dan penyakit
penyerta. Infeksi adalah penyebab utama HHS (57,1%), penyebab umum
terbanyak penyakit infeksi adalah pneumonia dan jarang pada penyebab bakteri
gram negative pada penyakit infeksi saluran kemih dan sepsis. Kepatuhan yang
buruk dalam pengobatan DM juga menjadi kasus yang cukup sering (21%).
Diabetes yang tidak terdiagnosis sering dikaitkan dengan keadaan hyperglycemic
hyperosmolar karena kegagalan untuk mengenali secara dini penyakit. Miokard
infark, penyakit cerebrovaskuler, emboli paru dan thrombosis mesenterika telah
dilaporkan menjadi faktor pencetus HHS. 5

Pada pasien anak-anak penyebab kejadian hiperglikemia


hiperosmolar didugakarena penyakit pada sistem saraf, sirkulasi, dan
genitourinaria. Pasien diabetes mellitus tipe 1 dapat mengalami HHS apabila
diberikan minuman yang mengandung karbohidrat tinggi untuk mengatasi
dehidrasinya. 5,6
Patofisiologi
Faktor yang memulai timbulnya HHS adalah dieresis glukosuria.
Glukosuria mengakibatkan kegagalan pada kemampuan ginjal dalam
mengkonsentrasikan urin yang akan semakin memperberat derajat kehilangan air.
Pada keadaan normal, ginjal berfungsi mengeliminasi glukosa di atas ambang
batas tertentu. Namun demikian, penurunan volume intravaskular atau penyakit
ginjal yang telah ada sebelumnya menurunkan laju filtrasi gromerular,
menyebabkan konsentrasi glukosa meningkat. Hilangnya air yang lebih banyak
dibandingkan natrium menyebabkan keadaan hiperosmolar. Insulin yang ada tidak
cukup untuk menurunkan konsentrasi glukosa darah, terutama jika terjadi
resistensi insulin.3

Tidak seperti pasien DKA, pasien HHS tidak mengalami ketoasidosis


namun tidak diketahui jelas alasannya. Faktor yang diduga ikut berpengaruh
adalah keterbatasan ketogenesis karena keadaan hiperosmolar, konsentrasi asam
lemak bebas yang rendah untuk ketogenesis namun tidak cukup untuk mencegah
hiperglikemia dan resistensi hati terhadap glukagon.3

Tidak tercukupinya kebutuhan insulin menyebabkan timbulnya


hiperglikemia. Penurunan pemakaian glukosa oleh jaringan perifer termasuk oleh
sel-sel otot dan sel lemak, ketidakmampuan menyimpan glukosa sebagai glikogen
pada otot dan hati dan stimulasi glukagon pada sel hati untuk glukoneogenesis
mengakibatkan semakin naiknya konsentrasi glukosa darah juga tergantung dari
status hidrasi dan masukan karbohidrat oral.3

Hiperglikemia mengakibatkan timbulnya dieresis osmotik dan


mengakibatkan menurunnya cairan tubuh total. Dalam ruang vascular, dimana
glukoneogenesis dan masukan makanan terus menambah glukosa, kehilangan
cairan akan semakin mengakibatkan hiperglikemia dan hilangnya volume
sirkulasi. Hiperglikemia dan peningkatan konsentrasi protein plasma yang
mengikuti hilangnya cairan intravaskular menyebabkan keadaan hiperosmolar.
Keadaan hiperosmolar ini memicu sekresi hormone anti diuretic. Keadaan
hiperosmolar ini juga akan memicu timbulnya rasa haus.3

Adanya keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar ini jika kehilangan cairan


tidak dikompensasi dengan masukan cairan oral maka akan timbul dehindrasi dan
kemudian hipovolemia. Hipovolemia ini akan mengakibatkan hipotensi dan
nantinya akan menyebabkan gangguan pada perfusi jaringan. Keadaan koma
merupakan suatu stadium terakhir dari proses hiperglikemik ini, dimana telah
timbul gangguan elektrolit berat dalam kaitannya dengan hipotensi. 7

Hiperglikemia hiperosmolar dikarakteristikan dengan peningkatan yang


tinggi dari glukosa dan osmolaritas dalam darah. Hal ini bisa terjadi dikarenakan
defisiensi dari insulin dan peningkatan hormone-hormon seperti glukagon,
katekolamin dan kortisol. Hiperglikemia terjadi karena peningkatan proses
glukoneogenesis dan pemecahan glikogen menjadi glukosa yang terjadi di otot
dan hepar. Osmolaritas ekstraseluler meningkat sehingga air dan sel keluar
menuju ekstraseluler. Filtrasi glomerulus meningkat sehingga terjadi glukosuria
dan dieresis osmotic yang berujung hiperosmolar. 7
Manifestasi Klinik
Kebanyakan pasien dengan HHS telah berusia lanjut, belum diketahui
mempunyai DM dan pasien dengan diagnosis DM tipe 2 yang mendapat
pengaturan diet dan atau obat hipoglikemia oral. Seringkali dijumpai penggunaan
obat yang semakin memperberat masalah, misalnya obat-obat diuretik. Pasien
seringkali hidup sendiri atau dirawat dirumah dimana mereka tidak berkomunikasi
tentang kebutuhan sekunder mereka untuk pembatasan, sedasi dan koma,8

Pasien dengan HHS kebanyakan menunjukan gejala kelemahan, gangguan


penglihatan atau kaki kejang. Dapat pula ditemukan keluhan mual dan muntah
namun lebih jarang jika dibandingkan dengan pasien ketoasidosis diabetes
(DKA). Tak jarang juga dapat ditemukan adanya keluhan saraf seperti letargi,
disorientasi, hemiparesis, kejang atau koma.5

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat seperti


turgor yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata cekung, perabaan ekstremitas
yang dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah. Dapat pula ditemukan
peningkatan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi. Akibat gastroparesis dapat pula
dijumpai distensi abdomen, yang membaik setelah rehidrasi adekuat.5,8

Perubahan status mental dapat berkisar dari disorientasi sampai koma.


Derajat gangguan neurologis yang timbul berhubungan secara langsung dengan
osmolaritas serum mencapai lebih dari 350 mOsm per kg (350 mmol per kg).
Kejang ditemukan pada 25 % pasien dan dapat berupa kejang umum, local
maupun mioklonik. Dapat juga terjadi hemiparesis yang bersifat reversible
dengan koreksi deficit cairan.9

Secara klinis HHS akan sulit dibedakan dengan KAD terutama bila hasil
laboratorium seperti konsentrasi glukosa darah, keton dan analisis gas darah
belum ada hasilnya. Berikut pegangan beberapa gejala dan tandanya 5,9:

1. sering ditemukan pada usia lanjut yaitu usia lebih dari 60 tahun, semakin muda
semakin berkurang dan pada anak belum pernah ditemukan

2. hampir separuh pasien tidak mempunyai riwayat DM atau DM tanpa insulin

3. mempunyai penyakit dasar lainnya, ditemukan 85% pasien mengidap penyakit


ginjal atau kardiovaskular, pernah ditemukan penyakit akromegali,
tirotoksikasis, dan penyakit cushing.

4. sering disebabkan oleh obat-obatan, antara lain tiazid, furosemid, manitol,


digitalis, reserpin, steroid, klorpromazin, hidralazin, dilantin, simetidin dan
haloperidol ( neuroleptik)

5. mempunyai faktor pencetus misalnya infeksi, penyakit kardiovaskular, aritmia,


perdarahan, gangguan keseimbangan cairan, pancreatitis, koma hepatic dan
operasi.
Pemeriksaan Laboratorium5
Temuan laboratorium pada pasien dengan HHS adalah peningkatan
glukosa darah (>600mg/dl)/ (33,3 mmol/L) dan osmolaritas serum yang tinggi
(>320 mOsm per kg air) = normal 290±5 dengan pH lebih besar dari 7,30 dan
disertai ketonemia ringan atau tidak. Separuh pasien akan menunjukkan asidosis
metabolik dengan anion gap yang ringan (10-12). Jika anion gap nya berat (>12)
harus dipikirkan diagnosis banding asidosis laktat atau penyebab lainnya. Muntah
dan penggunaan diuretik tiazid dapat menyebabkan alkalosis metabolic yang
dapat menutupi tingkat keparahan asidosis. Konsentrasi kalium dapat meningkat
atau normal. Konsentrasi kreatinin, blood urea nitrogen (BUN) dan hematokrit
hampir selalu meningkat. HHS menyebabkan tubuh banyak kehilangan berbagai
macam elektrolit.

Konsentrasi natrium harus dikoreksi jika harus dikoreksi jika konsentrasi


glukosa darah pasien sangat meningkat. Jenis cairan yang diberikan tergantung
dari konsentrasi natrium yang sudah dikoreksi, yang dapat dihitung dengan rumus

Tatalaksana
Penatalaksanaan HHS memerlukan monitoring ketat terhadap kondisi
pasien dan responnya terhadap terapi yang diberikan. Pasien harus dirawat dan
sebagian besar dari pasien tersebut harus dirawat di ruang intensif atau
intermediate. Tujuan dari penatalaksaan ini adalah 10:

1. Menormalkan osmolaritas

2. Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang

3. Menormalkan glukosa darah

4. Tujuan lain termasuk pencegahan dari :

5. Arterial atau venosis thrombosis

6. Potensi komplikasi lainnya seperti udem serebral/ central pontine myelinolyisis

7. Ulserasi pada kaki

Penatalaksanaan HHS meliputi lima pendekatan :

1. rehidrasi intravena agresif

2. pengganti elektrolit

3. pemberian insulin intravena

4. diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta

5. pencegahan

1. Penatalaksanaan Medikamentosa

a. Terapi Cairan

Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksaan HHNK adalah


penggantian cairan yang agresif, dimana sebaiknya dimulai dengan
mempertimbangkan perkiraan defisit cairan (biasanya 100 sampai 200 mL
per kg, atau total rata-rata 9 L). Penggunaan larutan isotonik akan dapat
menyebabkan overload cairan dan cairan hipotonik mungkin dapat
mengkoreksi defisit cairan terlalu cepat dan potensial menyebabkan
kematian dan lisis mielin difus. Sehingga pada awalnya sebaiknya diberikan
1L normal saline per jam. Jika pasiennya mengalami syok hipovolemik,
mungkin dibutuhkan plasma expanders. Jika pasien dalam keadaan syok
kardiogenik, maka diperlukan monitor hemodinamik (Soewondo, 2009).
Pada awal terapi, konsentrasi glukosa darah akan menurun, bahkan
sebelum insulin diberikan, dan hal ini dapat menjadi indikator yang baik
akan cukupnya terapi cairan yang diberikan. Jika konsentrasi glukosa darah
tidak bisa diturunkan sebesar 75-100 mg per dL per jam, hal ini biasanya
menunjukkan penggantian cairan yang kurang atau gangguan ginjal 3,5.
b. Elektrolit
Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui pasti, karena
konsentrasi kalium dalam tubuh dapat normal atau tinggi. Konsentrasi
kalium yang sebenarnya akan terlihat ketika diberikan insulin, karena ini
akan mengakibatkan kalium serum masuk ke dalam sel. Konsentrasi
elektrolit harus dipantau terus-menerus dan irama jantung pasien juga harus
dimonitor 3,5.
Jika konsentrasi kalium awal <3,3 mEq per L (3,3 mmol per L),
pemberian insulin ditunda dan diberikan kalium (2/3 kalium klorida dan 1/3
kalium fosfat sampai tercapai konsentrasi kalium setidaknya 3,3 mEq per
L). Jika konsentrasi kalium lebih besar dari 5,0 mEq per L (5,0 mmol per
L), konsentrasi kalium harus diturunkan sampai dibawah 5,0 mEq per L,
namun sebaiknya konsentrasi kalium ini perlu dimonitor tiap dua jam. Jika
konsentrasi awal kalium antara 3,3-5,0 mEq per L , maka 20-30 mEq kalium
harus diberikan dalam tiap liter cairan intravena yang diberikan (2/3 kalium
klorida dan 1/3 kalium fosfat) untuk mempertahankan konsentrasi kalium
antara 4,0 mEq per L (4,0 mmol per L) dan 5,0 mEq per L 3.
c. Insulin
Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya pamberian
cairan yang adekuat terlebih dahulu. Jika insulin diberikan sebelum
pemberian cairan, maka cairan akan berpindah ke intrasel dan berpotensi
menyebabkan perburukan hipotensi, kolaps vaskular, atau kematian. Insulin
sebaiknya diberikan dengan bolus awal 0,15U/kgBB secara intravena, dan
diikuti dengan drip 0,1U/kgBB per jam sampai konsentrasi glukosa darah
turun antara 250 mg per dL (13,9 mmol per L) sampai 300 mg per Dl. Jika
konsentrasi glukosa dalam darah tidak turun 50-70 mg/dL per jam, dosis
yang diberikan dapat ditingkatkan. Ketika konsentrasi glukosa darah sudah
mencapai dibawah 300 mg/dL, sebaiknya diberikan dekstrosa secara
intravena dan dosis insulin dititrasi secara sliding scale sampai pulihnya
kesadaran dan keadaan hiperosmolar 3.

2. Penatalaksanaan Non Medikamentosa5


Pasien Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS) biasanya datang dengan
keadaan penurunan kesadaran dan dalam keadaan gawat darurat, oleh karena
itu pemberian obat secara non farmakologi akan kurang tepat karena
memberikan efek yang cukup lama. Penatalaksaan yang tepat bagi pasien HHS
yaitu secara medikamentosa. Selain itu dapat juga dengan dilakukan
pencegahan penyakit Diabetes Melitus yang biasanya merupakan penyebab
awal HHS, meliputi :
a. Terapi gizi
Prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan
pada status gizi diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan
kebutuhan individual.
b. Latihan jasmani
Latihan jasmani pada diabetesi akan menimbulkan perubahan
metabolik, yang dipengaruhi selain oleh lama, berat latihan, dan tingkat
kebugaran, juga oleh kada insulin plasma, kadar glukosa darah, kadar benda
keton dan imbangan cairan tubuh.
c. Identifikasi dan Mengatasi Faktor Penyebab
Walaupun tidak direkomendasikan untuk memberikan antibiotik kepada
semua pasien yang dicurigai mengalami infeksi, namun terapi antibiotik
dianjurkan sambil menunggu kultur pada pasien usia lanjut dan pada pasien
hipotensi. Berdasarkan penelitian terkini, peningkatan konsentrasi C-reactive
protein dan interleukin-6 merupakan indikator awal sepsis pada pasien
dengan HHS.

3. Pencegahan11
Hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan adalah perlunya
penyuluhan mengenai pentingnya pemantauan konsentrasi glukosa darah dan
compliance yang tinggi terhadap pengobatan yang diberikan. Hal lain yang
juga perlu diperhatikan adalah adanya akses terhadap persediaan air. Jika
pasien tinggal sendiri, teman atau anggota keluarga terdekat sebaiknya secara
rutin menengok pasien untuk memperhatikan adanya perubahan status mental
dan kemudian menghubungi dokter jika hal tersebut ditemui .
Pada tempat perawatan, petugas yang terlibat dalam perawatan harus
diberikan edukasi yang memadai mengenai tanda dan gejala HHS dan juga
edukasi mengenai pentingnya asupan cairan yang memadai dan pemantauan
yang ketat .
Prognosis

Keadaan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik (HHS) merupakan


salah satu komplikasi akut atau emergensi Diabetes Melitus (DM).
Kedaruratan ini pun masih merupakan penyebab tingginya morbiditas dan
mortalitas dari pasien penderita Diabetes Melitus (DM). Angka kejadian
Keadaan Hiperosmolar Hiperglikemik masih sulit diperkirakan karena
belum ada studi populasi tentang keadaan ini, namun diperkirakan kurang
dari 1% dari semua penderita diabetes yang dirawat di Rumah Sakit. Koma
hanya ditemukan kurang dari 10% kasus. Prognosis dari kasus ini biasanya
buruk, meskipun sebenarnya kematian dari pasien bukan disebabkan oleh
sindrom hiperosmolar itu sendiri melainkan oleh karena penyakit yang
mendasarinya atau menyertainya. Angka kematiannya berkisar antara 30
– 50 % yang merupakan angka kematian yang tinggi hal ini disebabkan
karena serinya terjadi kegawatan ini pada usia lanjut dan berhubungan
dengan penyakit penyakit kardiovaskular atau penyakit yang mendasari
lainnya, infeksi, dehidrasi, dan osmoralitas darah yang sangat tinggi.
Namun demikian angka kematian pada negara maju dapat ditekan menjadi
sekitar 12 % 3,5.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian kesehatan RI. INFODATIN Pusat Data dan Informasi Kemeterian


Kesehatan RI Situasi dan Analisis Diabetes. 2014

2. Pasquel F.J, Umpierrez G.E. 2014. Hyperosmolar Hyperglycemic State: A


Historic review of the clinical presentation, diagnosis and treatment. Diabetes
care. Vol 37 p: 3124-3131

3. Soewondo, Pradana. 2016. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik.


Dalam : Aru W. Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI.
Jakarta : Interna Publishing

4. Hemphill, Robert R. 2012. Hyperosmolar Hyperglicemic State. Available at :


http://emedicine.medscape.com/article/1914705-overview#a0156

5. Stoner.G. Hyperosmolar Hyperglycemic State. 2005. University of Illinois


College of Medicine. Peoria, Illinois. Volume 71 p: 1723-1735

6. Silva E.F et.al. 2017. Risk Factors and Complication in Type 2 Diabetes
Outpatients. Endocrinologist, Universidade Estadual de Montes Claros
(Unimontes), Montes Claros, MG, Brazil. Vol. 63 p : 621-627

7. Kitabichi A.E. 2009. Hyperglycemic Crises in Adult Patients with Diabetes.


Diabetes Care. Vol. 32. P : 1335-1344

8. Umpierrez G.E. 2002. Diabetic Ketoacidosis and Hyperglycemic Hyperosmolar


Syndrome. Diabetes Spectrum. Vol. 15 p :28-37

9. Scott A.R. 2015. The management of the hyperosmolar hyperglycaemic state in


adults with diabetes. Joint British Diabetes Societies for Inpatient Care. Vol.15
p : 89-94

10. Scott A.R.2012. The Management Of the Hyperosmolar Hyperglycemic State


(HHS) in Adults With Diabetes. Joint British Diabetes Societies for Inpatient
Care

11. Rewers A.B. 2008. Epidemiology of Acute Complications : Diabetic


Ketoacidosis, Hyperglycemic Hyperosmolar State and Hypoglycemia.
Department of Pediatrics, University of Colorado at Denver and Health
Sciences Center, Denver, CO, USA p: 5777-5891

Anda mungkin juga menyukai