Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Metode pemisahan merupakan aspek penting dalam bidang kimia karena kebanyakan

materi yang terdapat di alam berupa campuran. Untuk memperoleh materi murni dari suatu

campuran, harus dilakukan pemisahan. Berbagai teknik pemisahan dapat diterapkan untuk

memisahkan campuran. Kromatografi kolom merupakan salah satu metode pemisahan

kromatografi konvensional yang bersejarah karena dari sinilah bermula metode

kromatografi.1[1]

Resin penukar ion adalah suatu senyawa polimer tinggi organik dimana terdapat gugusan

fungsional yang mengandung ion-ion yang dapat ditukar. Berdasarkan ion yang dapat ditukar

inilah maka resin dibagi menjadi dua, yaitu resin penukar kation dan resin penukar anion.2[2]

Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan endapan
atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat mencapai
kesetimbangan pada setiap penambahan titran; tidak ada pengotor yang mengganggu dan
diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi. Hanya reaksi pengendapan yang dapat
digunakan pada titrasi.3[3]
Berdasarkan latar belakang ini maka dilakukanlah percobaan kromatografi kolom dengan

menggunakan resin penukar anion dimana efluen yang dihasilkan dititrasi dengan metode titrasi
argentometri untuk mengetahui kapasitas resin yang digunakan dalam percobaan. Untuk

pembahasan lebih lanjut akan dibahas pada bab berikutnya

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kromatografi Kolom

Istilah kromatografi mula-mula ditemukan oleh Michael Tswett (1908), seorang ahli

botani Rusia. Nama kromatografi diambil dari bahasa Yunani (chromato = penulisan dan grafe =

warna). Kromatografi berarti penulisan dengan warna. Kromatografi adalah cara pemisahan

campuran yang didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen campuran tersebut diantara

dua fase, yaitu fase diam (stationary) dan fasa bergerak (mobile). Fasa diam dapat berupa zat

padat atau zat cair, sedangkan fasa bergerak dapat berupa zat cair atau gas.4[4]

Dalam teknik kromatografi, sampel yang merupakan campuran dari berbagai macam komponen
ditempatkan dalam situasi dinamis dalam sistem yang terdiri dari fase diam dan fase bergerak.
Semua pemisahan pada kromatografi tergantung pada gerakan relatif dari masing-masing
komponen diantara kedua fase tersebut. Senyawa atau komponen yang tertahan (terhambat) lebih
lemah oleh fase diam akan bergerak lebih cepat daripada komponen yang tertahan lebih kuat.
Perbedaan gerakan (mobilitas) antara komponen yang satu dengan lainnya disebabkan oleh
perbedaan dalam adsorbs, partisi, kelarutan atau penguapan diantara kedua fase. Jika perbedaan-
perbedaan ini cukup besar, maka akan terjadi pemisahan secara sempurna. Oleh karena itu dalam
kromatografi, pemilihan terhadap fase bergerak maupun fase diam perlu dilakukan sedemikian
rupa sehingga semua komponen bisa bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda agar dapat
terjadi proses pemisahan.5[5]
Kromatografi kolom adalah kromatografi yang menggunakan kolom sebagai alat untuk

memisahkan komponen-komponen dalam campuran. Alat tersebut dapat berupa pipa gelas yang

dilengkapi suatu kran dibagian bawah kolom untuk mengendalikan aliran zat cair. Ukuran kolom

tergantung dari banyaknya zat yang akan dipindahkan. Secara umum perbandingan panjang dan

diameter kolom sekitar 8:1, sedangkan jumlah penyerapnya adalah 25-30 kali berat bahan yang

akan dipisahkan. Meskipun tersedia berbagai macam kolom dari bahan gelas, namun kadang-

kadang buret juga dapat digunakan.6[6]

Metode pemisahan kromatografi kolom memerlukan bahan kimia yang cukup banyak

sebagai fasa diam dan fasa gerak, bergantung pada ukuran kolom gelas. Untuk melakukan

pemisahan campuran dengan metode kromatografi kolom diperlukan waktu yang relatif lama,

bisa berjam-jam hanya untuk memisahkan satu campuran. Selain itu, hasil pemisahan kurang

jelas artinya kadang-kadang sukar mendapatkan pemisahan secara sempurna karena pita

komponen yang satu bertumpang tindih dengan komponen lainnya. Masalah waktu yang lama

disebabkan laju alir fasa gerak hanya dipengaruhi oleh gravitasi bumi. Ukuran diameter partikel

yang cukup besar membuat luas permukaan fasa diam relatif kecil sehingga tempat untuk

berinteraksi antara komponen-komponen dengan fasa diam menjadi terbatas. Apabila ukuran

diameter partikel diperkecil supaya luas permukaan fasa diam bertambah maka menyebabkan

semakin lambatnya aliran fasa gerak atau fasa gerak tidak mengalir sama sekali. Selain itu fasa

diam yang sudah terpakai tidak dapat digunakan lagi untuk pemisahan campuran yang lain

karena sukar meregenerasi fasa diam.7[7]


B. Resin Penukar Ion

Resin adalah senyawa hidrokarbon terpolimerisasi sampai tingkat yang tinggi yang

mengandung ikatan-ikatan hubung silang (cross-linking) serta gugusan yang mengandung ion-

ion yang dapat dipertukarkan. Berdasarkan gugus fungsionalnya, resin penukar ion terbagi

menjadi dua yaitu resin penukar kation dan resin penukar anion. Resin penukar kation

mengandung kation yang dapat dipertukarkan. sedang resin penukar anion mengandung anion

yang dapat yang dapat dipertukarkan. Secara umum rumus struktur resin penukar ion yang dapat

merupakan resin penukar kation dapat dilihat pada gambar 1 dan resin penukar anion pada

gambar 2.8[8]
(Gambar 1. Resin Penukar Ion) (Gambar 2. Resin Penukar Anion)

Menurut Diyah Erlina Lestari dan Setyo Budi Utomo (2007), sifat-sifat penting resin

penukar ion adalah adalah sebagai berikut :

1. Kapasitas Penukaran ion

Sifat ini menggambarkan ukuran kuantitatif jumlah ion-ion yang dapat dipertukarkan dan

dinyatakan dalam mek (milliekivalen) per gram resin kering dalam bentuk hidrogen atau

kloridanya atau dinyatakan dalam milliekivalen tiap milliliter resin (meq/ml).

2. Selektivitas

Sifat ini merupakan suatu sifat resin penukar ion yang menunjukan aktifitas pilihan atas

ion tertentu .Hal ini disebabkan karena penukar ion merupakan suatu proses stoikiometrik yang

dapat balik (reversible) dan memenuhi hukum kerja massa. Faktor yang yang menentukan

selektivitas terutama adalah gugus ionogenik dan derajat ikat silang. Secara umum selektivitas

penukaran ion dipengaruhi oleh muatan ion dan jari-jari ion. Selektivitas resin penukar ion akan

menentukan dapat atau tidaknya suatu ion dipisahkan dalam suatu larutan apabila dalam larutan

tersebat terdapat ion-ion bertanda muatan sama, demikian juga dapat atau tidaknya ion yang

telah terikat tersebut dilepaskan.

3. Derajat ikat silang (crosslinking)


Sifat ini menunjukan konsentrasi jembatan yang ada di dalam polimer. Derajat ikat silang

tidak hanya mempengaruhi kelarutan tetapi juga kapasitas pertukaran, perilaku mekaran,

perubahan volume, seletivitas, ketahanan kimia dan oksidasi.

4. Porositas

Nilai porositas menunjukan ukuran pori-pori saluran-saluran kapiler. Ukuran saluran-

saluran ini biasanya tidak seragam. Porositas berbanding lansung derajat ikat silang, walaupunn

ukuran saluran-saluran kapilernya tidak seragam. Jalinan resin penukar mengandung rongga-

rongga, tempat air terserap masuk. Porositas mempengaruhi kapasitas dan keselektifan. Bila

tanpa pori, hanya gugus ionogenik di permukaan saja yang aktif.

5. Kestabilan resin

Kestabilan penukar ion ditentukan juga oleh mutu produk sejak dibuat. Kestabilan fisik

dan mekanik terutama menyangkut kekuatan dan ketahanan gesekan. Ketahanan terhadap

pengaruh osmotik, baik saat pembebanan maupun regenerasi, juga terkait jenis monomernya.

Kestabilan termal jenis makropori biasanya lebih baik daripada yang gel, walau derajat ikat

silang serupa. Akan tetapi lakuan panas penukar kation makropori agak mengubah struktur kisi

ruang dan porositasnya.

Berbagai teori telah dicoba dikemukakan dalam usaha untuk menjelaskan mekanisme

pertukaran yang dapat dikelompokkan dalam tiga bagian, yakni :

1. pertukaran kisi kristal

2. lapisan rangkap

3. membran Donnan.

Pada dasarnya, penukaran ion-ion harus terjadi sampai perbandingan aktivitas di kedua fase

menjadi sama. Sebagai kesimpulan, dapat dinyatakan bahwa semua teori pada dasarnya serupa,
bila ditinjau bahwa asas elektronegativitaslah yang menyebabkan pertukaran ion-ion.

Perbedaanya hanya pada posisi dan sumber pusat pertukaran. Jadi pusat pertukaran adalah suatu

gugusan ionik yang akan menghasilkan ikatan elektrostatik dengan ion yang bermuatan

berlawanan. Kekuatan ikatanlah yang menentukan kesediaan suatu pertukaran.9[9]

C. Titrasi Pengendapan (Argentometri)

Titrasi pengendapan merupakan cara titrasi yang didasarkan terjadinya endapan selama

proses titrasi. Berdasarkan reaksi pengendapannya titrasi pengendapan dibagi atas: (1)

argentometri yaitu titrasi yang melibatkan larutan baku perak nitrat (AgNO3) dan (2) titrasi sulfat

oleh larutan ion barium (Ba2+). Titrasi ini jarang dilakukan karena banyak kendala. Berdasarkan

cara penentuan titik akhir titrasi, argentometri dibagi dalam tiga golongan, yaitu : (1) cara Mohr

yaitu pembentukan endapan berwarna, (2) cara Volhard yaitu pembentukan zat warna yang

mudah larut dan (3) cara Fayans yaitu dengan indikator adsorbansi.10[10]

Pada titrasi argentometri dengan metode Mohr, titrasi halida dengan perak nitrat (AgNO3)

dilakukan dengan indikator natrium kromat (Na2CrO4). Pada titrasi ini akan terbentuk endapan

baru yang berwarna. Pada titik akhir titrasi, ion perak (Ag) yang berlebih diendapkan sebagai

perak kromat (Ag2CrO4) yang berwarna merah bata. Larutan harus bersifat netral atau sedikit

basa, tetapi tidak boleh terlalu basa sebab perak (Ag) akan diendapkan sebagai perak hidroksida

(Ag(OH)2). Jika larutan terlalu asam, maka titik akhir titrasi tidak terlihat sebab konsentrasi ion

kromat (CrO42-) berkurang, yaitu dengan terjadinya reaksi : H+ + CrO42-  HCrO42-. Pada
kondisi yang cocok, metode Mohr cukup akurat dan dapat digunakan pada konsentrasi klorida

yang rendah. Pada jenis titrasi ini, endapan indikator berwarna harus lebih larut dibandingk

endapan utama yang terbentuk selama titrasi. Akan tetapi tidak boleh terlalu banyak larut karena

akan diperlukan lebih banyak pereaksi dari yang seharusnya.11[11]

DAFTAR PUSTAKA

Chadijah, Sitti, Wa Ode Rustiah dan Anna Handayani. Penuntun Praktikum Kimia Analitik. Makassar:
UIN Alauddin Makassar, 2012
Hendayana, Sumar. Kimia Pemisahan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010
Ibnu, M. Sodiq Ibnu, et al.. Kimia Analitik I. Malang: Universitas Negeri Malang, 2005
Khopkar, S. M.. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia, 2010
Lestari, Diyah Erlina dan Setyo Budi Utomo. “Karakteristik Kinerja Resin Penukar Ion Pada Sistem Air
Bebas Mineral (GCA 01) RSG-Gas. Jurnal.sttn-batan. 8 Juni 2008. http://jurnal.sttn-
batan.ac.id/wp-content/uploads/2008/06/8-dyah-hal-95-104.pdf. Diakses pada tanggal 20 Mei
2012
“Resin Penukar Ion”. Laboratorium Kimia PT. PJB Muara Tawar. Desember 2011.
http://laboratorymtw.blogspot.com/2011/12/resin-penukar-ion.html. Diakses pada tanggal
20 Mei 2012
Resta, Ria, “25319386 Ion Exchange”. Scribd.com. 10 Januari 2012.
http://www.scribd.com/doc/76872755/25319386-Ion-Exchange. Diakses pada tanggal 21 Mei
2012
Yazid, Estien. Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta: ANDI, 2005

12[1]Sumar Hendayana, Kimia Pemisahan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h.


1-2
13[2]Sitti Chadijah, Wa Ode Rustiah dan Anna Handayani, Penuntun Praktikum Kimia
Analitik (Makassar: UIN Alauddin Makassar,2012), h. 34
14[3]S. M. Khopkar, Konsep Dasar Kimia Analitik (Jakarta: Universitas Indonesia, 2010),
h. 66
15[4]Estien Yazid, Kimia Fisika untuk Paramedis (Yogyakarta: ANDI, 2005), h : 193-194
16[5]Ibid
17[6]Ibid, h. 198
18[7]Sumar Hendayana, op. cit., h. 2-3
19[8]“Resin Penukar Ion”, Laboratorium Kimia PT. PJB Muara Tawar. Desember 2011.
http://laboratorymtw.blogspot.com/2011/12/resin-penukar-ion.html (20 Mei 2012)

20[9]S. M. Khopkar, loc. cit., h. 117 dan 119


[10]M. Sodiq Ibnu, et al., Kimia Analitik I (Malang: Universitas Negeri Malang, 2005), h.
121
[11]S. M. Khopkar, loc. cit., h :71
[12]Ria Resta, “25319386 Ion Exchange”, scribd.com. 10 Januari 2012.
http://www.scribd.com/doc/76872755/25319386-Ion-Exchange (21 Mei 2012)
[13]S. M. Khopkar, op. cit., h. 66

Anda mungkin juga menyukai