Anda di halaman 1dari 24

UNIVERSITAS INDONESIA

WAKTU TEMPUH PERJALANAN PENDUDUK KOTA DEPOK MENUJU PUSAT


PERBELANJAAN

PROPOSAL SKRIPSI

ANASTASIA LIVIA SEREVINA


1506740194

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


DEPARTEMEN GEOGRAFI
DEPOK
DESEMBER 2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pusat perbelanjaan terdapat potensi tinggi berada di lokasi sektor wilayah regional atau kota
(Gundogdu, 2013). Pembangunan di Ibu Kota DKI Jakarta sudah mendekati titik jenuh,
sehingga pembanguna pada kota-kota penyangga dimaksimalkan untuk menyangga Jakarta
(Emahlia dan Baiquni, 2017). Jarak jangkauan pelayanan mall di pusat kota lebih besar
dibandingkan dengan di pinggiran kota. Hal ini mempengaruhi tingginya frekuensi
kunjungan konsumen. Kemudahan jalan lalu lintas yang tidak macet merupakan salah satu
cara pengelola shopping mall dalam menarik konsumen, masyarakat enggan menjangkau
sebuah shopping mall dengan aksesibilitas yang sulit (Mustika dan Buchori, 2014).
Kemacetan menjadi beban bagi beberapa orang yang menganggap waktu sangat berharga,
waktu adalah uang, kesempatan, karier, dan prestasi (Setijadji, 2006).

Shopping mall secara umum merupakan bangunan tertutup, di mana suhu dan udara dalam
ruangan diatur dengan baik demi kenyamanan pengunjung. Di dalam shopping mall
terdapat berbagai jenis retail atau toko yang letaknya tersusun rapi, sehingga mempermudah
pengunjung untuk mengunjungi setiap took. Esensi sebuah shopping mall tidak lagi hanya
untuk berbelanja, namun juga untuk rekreasi. Terdapat perkembangan fasilitas hiburan
pada shopping mall seperti bioskop, tempat bermain anak, karaoke, pameran, dan bahkan
food court terkadang menjadi tujuan pengunjung mall untuk sekedar duduk bersantai.
Selain itu melihat-lihat barang atau window shopping juga merupakan hiburan bagi
pengunjung shopping mall. (Putra, Salain dan Bupala, 2017; Sriti Mayang Sari, 2010).
Sementara itu, pusat perbelanjaan di perkotaan dapat disebut sebagai lokasi di mana
kapasitas pasokan dan permintaan terhadap konsumsi objek dan jasa dalam skala besar dan
masif, itu berkontribusi pada pembangunan masyarakat pada umumnya dalam membentuk
dan membangun identitas dan kepribadian masyarakat perkotaan (Saat, Shaari dan Fauzi,
2017). Shopping mall merupakan tempat di mana setiap orang mencari identitasnya dan
membentuk gaya hidupnya(lifestyle) (Nurhadi, 2006).
Akademisi pemasaran telah memperhatikan bahwa kunjungan yang bersifat konsumtif ke
pusat perbelanjaan sering dimotivasi oleh antisipasi pengalaman sosial yang positif
(Michon et al., 2007). Kegiatan konsumsi adalah kegiatan yang melibatkan kunjungan ke
tempat makan, memperoleh pengetahuan baru mengenai produk dan tren baru, dan window
shopping (Gilboa, 2009). Pengunjung shopping mall berbeda-beda, ada yang memang
memiliki tujuan spesifik untuk membeli sesuatu dan ada yang bertujuan untuk melihat-lihat
atau window shopping tanpa tujuan membeli (Kuruvilla and Joshi, 2010). Pengunjung
Shopping Mall tidak hanya untuk mencari produk tertentu, tetapi mereka juga melihat
kunjungan ini sebagai aktivitas hiburan dan kesenangan dari pengalaman berbelanja. Pusat
perbelanjaan dicirikan sebagai tempat yang menyediakan pengalaman belanja yang nyaman
dan telah berubah menjadi pusat sosial dan fasilitas rekreasi dan hiburan untuk berbagai
kegiatan.

Seseorang yang berada dalam tingkat rendah status sosial ekonomi (pendapatan per kapita
rendah) memuaskan dirinya dengan berbelanja secara impulsif dan kecendrungan sifat
impulsif dari seseorang berada pada umur 18-39 tahun (Bhakat dan Muruganantham,
2013). Terdapat 85% dari seluruh 1125 sampel generasi milenials mengindikasikan dirinya
“love to shop” atau “enjoy shopping” di Kolumbia (Lachman dan Brett, 2013). Saat ini
setidaknya ada 1.100 shopping mall di Amerika (Sanburn, 2018). Mewakili 94% dari
populasi orang dewasa di Amerika Serikat, 197 juta orang mengunjungi pusat perbelanjaan
setiap bulan, paling banyak berusia 14-17 tahun dan berdasarkan ras, orang Asia
menghabiskan 61.1 dollar US per visit (“The Mall Phenomenon” dalam
www.jcdeauxna.com, 2012). Terdapat 264 responden berusia 18-25 tahun dan 132
responden berusia 26-33 tahun dari 435 sampel responden, generasi Y atau milenial
mendominasi sebagai pengunjung shopping mall di Indonesia (Putra, Said dan Hasan,
2017).

Wilayah administrasi Kota Depok memiliki luas sebesar 200,3 km2 terdiri dari 11
kecamatan. Jumlah seluruh penduduk Kota Depok pada tahun 2014 sebanyak 1,87 juta
jiwa, berdasarkan usianya pada tahun 2012 rentang usia 15-44 tahun sekitar 1 juta
jiwa(BPS, 2012). Ghaisani (2016) mengatakan bahwa dari 100 responden pengunjung
shopping mall di Kota Depok, 69% diantaranya berusia 16-35 tahun. Sampai saat ini
terdapat 11 shopping mall di Kota Depok: 3 di Kecamatan Beji, jalan Margonda Raya; 2 di
Kecamatan Pancoran Mas, salah satu di Jalan Margonda Raya; 2 di Kecamatan Cinere; 2 di
Kecamatan Sukmajaya; 2 di Kecamatan Cimanggis. Margonda City dan Depok Town
Square merupakan dua tujuan mayoritas masyarakat Kota Depok untuk berbelanja,
banyaknya pengunjung kedua shopping mall tersebut menjadi penyebab macet jalan
Margonda Raya dikarenakan transportasi umum yang menunggu penumpang serta mobil
pribadi yang mengantre masuk. Terutama saat akhir pekan dan hari libur di mana warga
berbondong-bondong mengunjungi mall, kemacetan pada Jalan raya Margonda dapat
memakan waktu hingga 2 jam(http://www.pikiran-rakyat.com, 2018).

SIG(Sistem Informasi Geografi) memungkinkan kita menganalisis, mengintepretasi, dan


mengerti data tabular lebih mudah dengan peta (GIS for retail, 2014). Perubahan teknologi
dan kelengkapan data spasial memudahkan representasi dari aksesibilitas pada SIG semakin
menyerupai fenomena asli dari suatu perjalanan(travel). Ketersediaan data jaringan jalan
sebagai aksesibilitas yang menghubungkan pengunjung millenials dengan shopping mall,
pengunjung millennial, dan sebaran shopping mall di Kota Depok sangat penting dalam
pembuatan model untuk analisis. Waktu tempuh(travel time) merupakan ukuran dalam
analisis jangkauan shopping mall yang bersangkutan. Waktu tempuh(travel time) dianggap
travel cost yang paling baik untuk mewakili faktor jarak antara titik awal pengunjung serta
moda transportasi yang digunakan. Berdasarkan penjelasan di atas maka penelitian
mengenai jangkauan pelayanan shopping mall di Kota Depok dianggap penting untuk
diteliti.

1.2 Masalah Penelitian

1. Bagaimana jangkauan pelayanan shopping mall berdasarkan travel time di kota depok?

2. Bagaimana karakteristik shopping mall yang membentuk jangkauan pelayanan shopping


mall di Kota Depok?
1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis jangkauan pelayanan berdasarkan travel time dan karakteristik shopping mall
di Kota Depok.

1.4 Batasan Penelitian

Shopping mall pada penelitian ini adalah setiap gedung atau bangunan tertutup pusat
perbelanjaan(shopping center) yang di dalamnya terdapat berbagai jenis toko atau retail
yang berada pada wilayah administrasi Kota Depok.

Pengunjung millenials pada penelitian ini adalah pengunjung shopping mall Kota
Depok yang lahir pada tahun 1981-2000. Usia kelompok millennials ini berdasarkan
Alvara Research Center tahun 2016.

Lokasi asal atau origin pengunjung pada penelitian ini adalah semua lokasi yang berada
pada wilayah administrasi Kota Depok

Waktu tempuh pada penelitian ini adalah lama waktu yang dihabiskan untuk mencapai
tujuan. Waktu tempuh pada penelitian ini menggunakan satuan kilometer per
jam(km/jam)

Jangkauan pelayanan pada penelitian ini adalah area yang dapat dilayanani shopping
mall dalam menjangkau pengunjung yang diukur dari titik lokasi shopping mall.

Karakteristik shopping mall pada penelitian ini ciri-ciri setiap shopping mall yang
terdiri atas luas bangunan, jumlah dan jenis retail/toko, fasilitas shopping mall.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Shopping Mall

2.1.1 Definisi

Shopping mall adalah bangunan tertutup terdiri dari banyak lantai di mana di dalamnya terdapat
etalase-etalase berbagai jenis retail atau toko. Shopping mall merupakan pusat perbelanjaan atau
shopping center indoor walaupun beberapa shopping mall juga memiliki area outdoor. Konsep mall
berangkat dari pasar di mana semua komunitas masyarakat dapat berkumpul dan melakukan
aktivitas jual beli. Fungsi utama shopping mall tidak lagi hanya sebagai tempat berbelanja
melainkan juga sebagai tempat hiburan. Shopping mall dengan fasilitas hiburan semakin banyak
antara antara lain bioskop, ruang pameran, tempat bermain anak-anak, fitness, foodcourt, hingga
sarana beribadah seperti gereja dan musholla pun sekarang tersedia di dalam mall. Shopping mall
dengan suhu udara dalam ruangan yang diatur dengan nyaman, fasilitas internet nirkabel (Wi-Fi),
ketersediaan lahan parker yang memadai, menjadi factor pemikat masyarakat untuk mengunjungi
mall, tidak hanya untuk berbelanja tetapi juga untuk tujuan hiburan dengan melihat-lihat (window
shopping) atau nongkrong (Sari, 2010; Fahmy, Alablani dan Abdelmaguid, 2015).

2.1.2 Klasifikasi Shopping mall

Berdasarkan ICSC(International Council of Shopping Centers) Asia Pasific 2009, kata Shopping
Mall dan Shopping Centre dianggap sama sehingga dapat digunakan secara bergantian. Berdasarkan
ICSC(International Council of Shopping Centers) Asia Pasific 2009 maka klasifikasi Shopping
Mall di Indonesia sebagai berikut:
Shopping Centre Deskripsi Proposisi Ritel

One anchor
200.000 hingga 300.000 ft²
(supermarket)
Terletak di pinggiran pemukiman
Conveniences retail,
Neighborhood Centre misalnya. Puri Indah Mall,
services,
Cibubur Junction, Summarecon
Food&Baverage,
Mall Serpong, Pejaten Village.²
basic / casual fashion

Anchors:Supermarket
– 25,000ft²
600,000ft² hingga 800,000ft²
Department store –
Berlokasi di daerah pemukiman
120,000ft²
pemukiman misalnya. Supermall
Regional Centre Entertainment anchor
Karawaci, Mall Metropolitan,
(bioskop, tempat
Mal Emporium Pluit, Mall of
bermain, etc)
Indonesia, Pondok Indah Mall
Fashion, Homes,
Books
Anchors:
Supermarket –
30,000ft² or
> 1mil ft² Terletak di area
Hypermarket - 60,000
komersial utama, di pusat kota
– 80,000ft²
atau dekat ke kota Aksesibilitas
yang sangat baik Department store –
150,000ft² (can house
Super-regional centre/ Megamall
up to 2 dept stores)

Entertainment
Bagian dari pengembangan
(cinema) Fashion
mixed-use Misalnya. Plaza
mini anchors (young,
Indonesia, Grand Indonesia,
sports, value)
Tunjungan Plaza Surabaya, Mall
Homes (electrical,
Kelapa Gading.
furniture,
DIY/hardware)

Children’s (books,
drop-off, enrichment)
Food&Baverage
200,000 hingga 300,000 ft²
adalah fitur utama
Dipandu oleh desain -
Didukung oleh
penggunaan konsep terbuka,
Fashion, fashion
lansekap, ritel luar ruang,
aksesoris.
terutama Food&Baverage
Lifestyle Centre
Terletak di pinggiran perumahan
berpenghasilan atas
Misalnya Cilandak Town Square
(Citos - 270.000 ft²), FX Lifestyle
Centre, Pluit Junction, Surabaya
Town Square
Ritel format besar, tetapi format
Retail offer is
berdiri sendiri, dengan fasilitas
category specific.
parkir
Big Box
Misalnya Makro Grocery Center Eg homes. Fully
(diambil alih oleh Lotte), Ace owned and operated
Hardware by retailer

Tidak lebih dari 300.000 ft


Retail offer is usually

Bagian dari bangunan komersial, limited to


Retail Podium/ Plaza biasanya kantor atau menara Food&Baverage,
perumahan, atau hotel services, office

Misalnya, Oakwood, Skyline supplies


Building, Formule 1 Hotel
Anchored by
Hypermarket 150.000 - 300,000ft²
hypermarket
Berdiri sendiri - dengan parkir
Number and range of
mobil. Biasanya 1 hingga 2 lantai
specialty shops vary.
Berlokasi di daerah pemukiman
Specialty retail –
Misalnya. Carrefour Lebak
Food&Baverage,
Bulus, Giant di Central City
conveniences, value /
Semarang, Hypermart di Puri
local fashion, local
Indah
merchandise
Sekitar 300,000ft² No anchor
• Retail ditargetkan
pada segment tertentu
Niche/ destination retail Eg. ITC Roxy Mas, Sports Mall
atau beberapa produk;
Kelapa Gading, Mangga Dua
• Wholesale / retail;
• Sports

2.1.3 Lokasi Shopping Mall

Lokasi shopping mall menunjukkan kemudahan akses dan kedekatan jarak. Lokasi shopping mall
yang strategis yaitu yang ramai penduduk dan mudah untuk dicapai baik dengan kendaraan pribadi
maupun kendaraan umum. Penentuan lokasi shopping mall atau pusat perbelanjaan merupakan
faktor penting keberhasilan berlangsungnya shopping mall yaitu dalam hal jumlah pengunjung yang
mengunjungi shopping mall (Waskita, 2009). Salah satu teori penentuan lokasi shopping mall yaitu
Hukum Daya Tarik Huff :

Huff’s Gravity Model

Model ini merupakan interaksi spasial yang menghitung probabilitas konsumen dengan basis
gravitasi dari masing-masing lokasi asal atau originnya menjadi pelanggan masing-masing toko
pada dataset yang tersedia. Probabilitas tersebut dapat menghasilkan potensi penjualan dan
probabilitas lokasi pasar. Model Huff menekankan pada perhitungan jarak, yaitu jarak Euclidean
tradisional (garis lurus) dan waktu tempuh di sepanjang jaringan jalan. Perbedaan daya tarik atau
attractiveness toko terhadap toko terdekatnya dapat dihitung dengan memasukkan volume
penjualan, jumlah produk dalam inventaris, ukuran luas lantai penjualan, ukuran parcel toko, atau
area yang leasable (dapat disewakan) bersamaan dengan ukuran jarak ((ArcGIS), 2013).

Formula:
Keterangan:

Pij: Probabilitas seorang konsumen di


titik i melakukan perjalanan ke lokasi retail j
Sj: Ukuran lokasi retail
Tij: Travel time (atau jarak) dari konsumer di titik
i melakukn perjalanan ke lokasi j

Asumsi (Rodrigue, Comtois dan Slack, 2009):

1. Proporsi konsumen yang mengunjungi shopping mall tertentu bervariasi dengan jarak dari
area perbelanjaan
2. Proporsi konsumen mengunjungi berbagai shopping mall bervariasi dengan kuantitas dan
kualitas barang dagangan yang ditawarkan oleh setiap area perbelanjaan
3. Jarak yang ditempuh konsumen ke berbagai shopping mall bervariasi berdasarkan berbagai
jenis produk yang dibeli
4. Daya tarik atau “pull” dari setiap shopping mall tertentu dipengaruhi oleh kedekatan area
perbelanjaan yang bersaing

2.1.4 Segmentasi pasar

Segmentasi pasar adalah strategi perusahaan yaitu membagi-bagi kelompok konsumen pasar yang
heterogen menjadi kelompok konsumen yang homogen. Pasar yang bersifat heterogen membuat
pemasaran produk suatu perusahaan menjadi lebih sulit. Tujuan utama segmentasi pasar yaitu agar
pemasaran produk perusahaan lebih terarah dengan pengetahuan akan minat dan selera konsumen
yang lebih homogen. Perusahaan dengan target segmen yang sama nantinya dapat berkompetisi,
mempelajari, dan meniru strategi perusahaan lain yang dianggap sebagai kompetitor. Selain itu
mengetahui segmen pasar juga merupakan strategi suatu perusahaan untuk evaluasi dn acuan
sebuah perusahaan dalam mengambil langkah selanjutnya (Munandar, 2002).
Dasar segmentasi pasar:

1. Geografis: Membagi kelompok pasar berdasarkan aspek geografi yang meliputi lokasi atau
daerah, wilayah, iklim, dan kepadatan penduduk.
2. Demografis: Membagi kelompok pasar berdasarkan aspek demografi yang meliputi usia,
gender, ukuran keluarga, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras dan kebangsaan.
3. Psikografis: Membagi kelompok pasar berdasarkan aspek karakteristik kepribadiannya
yang meliputi gaya hidup, kelas sosial, dan gaya hidup.
4. Perilaku: Membagi kelompok pasar berdasarkan pengetahuan produk, tingkat dan
kesempatan penggunaan produk, kesiapan dan sikap terhadap produk.

2.2 Pengunjung Shopping Mall

2.2.1 Definisi pengunjung Shopping Mall

Pengunjung dalam bahasa Inggris adalah “Visitor” berdasarkan Oxford Dictionary memiliki arti
yaitu “A person visiting someone or somewhere, especially socially or as a tourist” jika
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka pengunjung adalah orang yang mengunjungi
seseorang atau sebuah tempat, khususnya secara sosial atau sebagai turis. Berdasarkan Kamus Besar
Bahasa Indonesia, pengunjung memiliki arti orang yang mendatangi untuk menjumpai atau
menengok dan sebagainya. Pengunjung shopping mall memiliki arti orang yang mengunjungi atau
mendatangi shopping mall dengan dasar tujuan sosial atau sebagai turis.

2.2.2 Demografis Usia Pengunjung Shopping Mall

Sebuah penelitian tentang pengunjung shopping mall di Jakarta pada tahun 2014 menyimpulkan
bahwa pengunjung mall paling banyak berusia 12-18 tahun. Penelitian pengunjung shopping mall di
Jeddah, Arab Saudi pada tahun 2012 menyimpulkan dari 550 responden yang merupakan
pengunjung shopping mall, 56, 5 % di antaranya berusia kurang dari 26 tahun hingga 30 tahun.
Penelitian pada pusat perbelanjaan modern di Kota Bogor pada tahun 2016 menunjukkan 47 dari
100 responden berusia 16-25 tahun. Berdasarkan penelitian tentang pengunjung shopping mall di
kota Depok pada tahun 2013, 47% pengunjung Margo City berusia 20-24 tahun; 53% pengunjung
Depok Town Square berusia 15-19 tahun; 53% pengunjung D’mall berusia 15-19 tahun; 40%
pengunjung ITC Depok berusia 20-24 tahun; 33% pengunjung Plasa berusia 15-19 tahun dan 20-24
tahun; 40% pengunjung DTC berusia 15-19 tahun. Berdasarkan penelitian tentang mall di Indonesia
pengunjung atau consumer sebanyak 264 dari 435 responden berusia 18-25 tahun.

2.3 Perilaku Konsumer

2.3.1 Definisi Perilaku Konsumer

Konsumer adalah seorang individu yang melakukan pembelian, memiliki kapasitas untuk membeli
berbagai barang dan jasa yang ditawarkan dan dijual oleh institusi-institusi pemasaran dengan
tujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan baik personal atau rumah tangga (Walters,
1974). Beberapa definisi perilaku consumer antara lain:

Perilaku konsumer mengacu pada tindakan-tindakan dan proses-proses pengambilan keputusan


seseorang dalam membeli barang dan jasa untuk dikonsumsi(James F Engle, Roger D Blackwell
and Paul W Miniard, 1990)

Perilaku konsumer adalah segala proses baik secara mental maupun emosi serta segala aktivitas
fisik seseorang dalam membeli dan menggunakan barang dan jasa untuk memuaskan keinginan dan
kebutuhan tertentu(Bearden et al, 1982)

Perilaku konsumer adalah studi tentang proses-proses yang terlibat ketika seseorang atau kelompok
memilih, membeli, menggunakan atau membuang segala produk, jasa, ide atau pengalaman untuk
memuaskan segala kebutuhan dan keinginan(Solomon, Bamossy et al. 2006)

Perilaku konsumer adalah perilaku yang konsumer perlihatkan dalam pencarian, membeli,
menggunakan, mengevaluasi, dan membuang segala produk dan jasa yang dianggap akan
memuaskan kebutuhan-kebutuhan mereka (Schiffman & Kanuk, 2007).

Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumer

Philip Kotler Mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi Consumer Behaviour ke dalam 3


kelompok besar yaitu Lifestyle(gaya hidup), Experience(pengalaman), dan Consumer(konsumer).
Masing-masing kelompok terdiri atas beberapa factor sebagai berikut(Philip Kotler,2003) :
Lifestyle

1. Environment(Lingkungan)
Contohnya: teknologi, perekonomian, inflasi, politik
2. Marketing(Pemasaran)
Contohnya: Strategi, promosi, periklanan, komunikasi

Experience

1. Culture(Budaya)
Contohnya: Status sosial, kelas sosial, subkultur
2. Social(Sosial)
Contohnya: Kelompok referensi, peran-peran sosial, status, tipe rumah tangga
3. Social Media(Media Sosial)
Contohnya: Youtube, Twitter, Facebook
4. Customers’ Response(Respon Konsumer)
Contohnya: Memilih merk, waktu belanja, pembelian ulang, interval belanja
5. Psychological(Psikologis)
Contohnya: Motivasi, presepsi, kepercayaan dan tingkah laku
6. Personal(Pribadi)
Contohnya: Usia, pekerjaan, pendidikan

2.4 Aksesibilitas

Aksesibilitas merupakan suatu tingkat kemudahan bagi seseorang untuk mencapai suatu lokasi
tertentu, Aksesibilitas sangat berhubungan dengan jarak lokasi suatu daerah terhadap daerah lainnya
khususnya jarak lokasi ke pusat-pusat pelayanan public yang secara spasial identik dengan ibukota
propinsi dan ibukota kabupaten/kota. Selain berhubungan dengan jarak lokasi, aksesibilitas juga
terkait dengan waktu dan biaya. Tingkat aksesibilitas wilayah juga bisa diukur berdasarkan pada
beberapa variabel yaitu ketersediaan jaringan jalan, jumlah moda transportasi, panjang dan lebar
jalan, serta kualitas jalan. Selain jarak dan waktu, biaya juga merupakan beberapa indikator
aksesibilitas. Apabila antar kedua tempat memiliki waktu tempuh yang pendek makadapat
dikatakan kedua tempat itu memiliki aksesibilitas yang tinggi. Biaya juga dapatmenunjukkan
tingkat aksesibilitas. Biaya disini dapat merupakan biaya gabungan yang menggabungkan waktu
dan biaya sebagai ukuran untuk hubungan transportasi (Tamin, 2003; Farida, 2013).

2.5 Jarak

Jarak mempunyai arti penting dalam kehidupan sosial, ekonomi dan juga kepentingan pertahanan.
Jarak merupakan faktor pembatas yang bersifat alami maupun relatif sejalan dengan kehidupan dan
kemajuan teknologi. Jarak dapat pula dinyatakan pada jarak tempuh, baik yang berkaitan dengan
waktu tempuh yang diperlukan maupun satuan biaya angkutan (Cahyo, 2013). Jarak merupakan salah
satu komponen lokasi yang memiliki arti yaitu ukuran jauh atau dekatnya dua gejala (Maryani, 2006 dalam Ali,
2006). Jarak dibagi menjadi jarak absolut dan jarak relatif. Jarak absolut merupakan jarak yang
ditarik garis lurus antara dua titik dengan kata lain jarak absolut adalah jarak yang sesungguhnya.
Jarak relatif adalah jarak atas pertimbangan tertentu misalnya rute, waktu, biaya, kenyamanan, dsb
(Hermawan, 2009). Asep, Hermawan. 2009. Penelitian Bisnis. Jakarta: PT Grasindo.

2.6 Jalan

2.6.1 Definisi Jalan

Berdasarkan UU RI No 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan merupakan bagian prasarana


transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup,
politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan semaksimal mungkin untuk kemakmuran
rakyat. Jalan merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan yang menghubungkan serta mengikat
seluruh wilayah Republik Indonesia. Menurut statusnya, jalan kota adalah jalan umum dalam sistem
jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan
pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat
permukiman yang berada di dalam kota. Sedangkan jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan
bagi lalu lintas umum.

2.6.2 Klasifikasi Jalan

Berdasarkan UU RI No 38 Tahun 2004 Tentang Jalan Pasal 8, jalan berdasarkan fungsinya


dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Secara rinci
sebagai berikut:
1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
berdaya guna.
2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau
pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan
masuk dibatasi.
3. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan
dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

2.7 Travel Time

Travel time atau waktu tempuh perjalanan adalah waktu total perjalanan yang dibutuhkan termasuk
berhenti dan tundaan dari suatu tempat yang lain melalui rute tertentu (Sukoco, 2010). Waktu
tempuh berkaitan dengan kedekatan jarak, semakin dekat jarak maka semakin cepat waktu
perjalanan yang ditempuh atau dilakukan (Yulianidar, 2012). Travel time juga merupakan daya
tarik utama dalam pemilihan moda yang akan digunakan oleh suatu perjalanan (manusia ataupun
barang). Meningkatnya waktu tempuh perjalanan pada suatu moda akan menurunkan jumlah
penggunaan moda tersebut (Tamin, 2003).

2.8 Jangkauan Pelayanan

2.8.1 Konsep Jangkauan Pelayanan

Terdapat hubungan yang signifikan antara luas jangkauan pelayanan dengan jumlah pengunjung
pelayanan. Semakin luas jangkauan terhadap lokasi tempat tinggal pengunjung maka semakin
banyak pengunjung fasilitas pelayanan (Budiman dan Cahyono, 2017). Jangkauan (range)
digambarkan sebagai wilayah pasar dari suatu barang yang diukur dari jarak tempuh konsumen
dalam melakukan perjalanan untuk membeli suatu barang. Selain jarak, jangakauan pelayanan juga
dipengaruhi oleh faktor waktu yang terbuang dan biaya yang dikeluarkan untuk mencapai pasar
tertentu. Jangkauan pelayanan juga tidak merupakan suesuatu yang konstan untuk aktivitas jasa
tertentu, melainkan dipengaruhi oleh arti atau pentingnya suatu kota pusat dan tingkat pendapatan
daerah pemukiman yang menggunakan jasa tersebut. Jangkauan pelayanan dipengaruhi oleh harga
suatu barang, biaya transportasi, kebutuhan akan suatu barang dan selera serta pilihan konsumen.
Jangkauan pelayanan bagian dalam (inner range of the good) adalah perwujudan spasial dari konsep
ambang batas yang bukan merupakan konsep spasial (Renita Nurliyana, 2016).

2.8.2 Jangkauan Pelayanan dan SIG(Sistem Informasi Geografis)

Sistem Informasi Geografis adalah sistem yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi
informasi-informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis
objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis
untuk dianalisis. Demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki 4 kemampuan dalam
menangani data yang bereferensi geografis, antara lain: (1) masukan, (2) manajemen data
(penyimpanan dan pemanggilan data), (3) analisis dan manipulasi data dan (4) keluaran (Renita
Nurliyana, 2016).

Sistem informasi geografis mampu menghasilkan informasi mengenai lokasi atau area pelayanan
pasar, toko, atau bisnis lainnya. Dengan aplikasi berbasis SIG, analisis untuk kepentingan pelayanan
suatu bisnis dengan ketersediaan data yang memadai adalah sangat mungkin dilakukan (ESRI,
2004). Penelitian berbasis sistem informasi geografi paling dasar menggunakan analisis spasial.
Distance toolset pada ArcMap memberikan dua pilihan spatial analysis untuk mengukur jarak yaitu
Euclidean Distance dan Cost Weighted Distance Tools. Penelitian jangkauan pelayanan ini akan
diukur dengan variabel travel time menggunakan salah satu spatial analyst tools yaitu distance
toolset pada ArcMap 10.5.

Kedua toolset berbasis raster, secara singkat Euclidean Distance Tools mengukur jarak garis lurus
dari setiap sel ke sumber terdekat; sumber mengidentifikasi object of interests, seperti sumur, jalan,
dan shopping mall. Jarak euclidean diukur dari pusat sel ke pusat sel. Sedangkan Cost Weighted
Distance Tools memodifikasi jarak Euclidean dengan mengartikan jarak sebagai faktor biaya, yang
merupakan biaya untuk melakukan perjalanan melalui sel yang diberikan. Misalnya, mungkin lebih
pendek jarak untuk mendaki gunung ke tujuan, tetapi lebih cepat jika berjalan di menuju tujuan
tersebut.
BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Penelitian

Shopping mall di Kota Depok diteliti berdasarkan aksesibilitas, pengunjung millenials, dan
karakteristik shopping mall. Aksesibilitas diukur dari jarak shopping mall terhadap pengunjung
millenials, lokasi shopping mall, dan jaringan jalan. Setiap pengunjung millenials memiliki perilaku
konsumer yang dipengaruhi beberapa faktor. Travel time atau waktu perjalanan dihasilkan dari
perilaku konsumer pengunjung millenials dengan jaringan jalan. Jarak dan lokasi shopping mall
kemudian dikaitkan dengan travel time sehingga menghasilkan jangkauan pelayanan shopping mall.
Keunikan shopping mall didapatkan dari karakteristik shopping mall di Kota Depok yang dinilai
berdasarkan luas bangunan, jenis dan jumlah retail, dan fasilitas shopping mall. Keunikan shopping
mall menjelaskan apa yang menyebabkan adanya perbedaan jangkauan shopping mall. Berdasarkan
kerangka pikir tersebut maka judul penelitian adalah jangkauan pelayanan shopping mall di Kota
Depok.

Shopping Mall di Kota Depok

Aksesibilitas Pengunjung Millenials Karakteristik Shopping Mall


Luas Bangunan
Perilaku Konsumer Jenis dan Jumlah Retail
Jarak Lokasi Jalan Jenis Kelamin Motivasi Pendapatan Fasilitas
Usia Frekuensi Alasan pemilihan lokasi
Moda Pekerjaan Lokasi Asal

Travel Time
Keunikan Shopping Mall
Jangkauan
Pelayanan
Shopping Mall Jangkauan Pelayanan Shopping Mall di Kota Depok

3.2. Daerah Penelitian

Penilitian ini dilakukan di Kota Depok pada tahun 2018. Unit analisis yang digunakan adalah titik
shopping mall pada Kota Depok dan administrasi kecamatan di Kota Depok yang terdapat lokasi
asal pengunjung shopping mall di Kota Depok.
3.3. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Jangkauan pelayanan shopping mall yang memiliki jenis data jarak, lokasi, dan travel time
yang di mana travel time meliputi jalan dan perilaku konsumer pengunjung millenials
2. -Keunikan shopping mall memiliki jenis data karakteristik shopping mall yang terdiri atas
luas bangunan, jenis dan jumlah retail, dan fasilitas shopping mall.

3.4. Pengumpulan Data

a. Data Primer

Pada penelitian ini data primer yang digunakan antara lain yaitu pertama, lokasi shopping mall di
Kota Depok yang didapatkan dari plotting 10 shopping mall yang ada di Kota Depok. Kedua, data
perilaku konsumer menggunakan instrumen kuesioner. Target responden pada penelitian ini adalah
pengunjung millenials shopping mall di Kota Depok yang merupakan penduduk Kota Depok.
Responden merupakan sampel dari populasi yang berupa jumlah penduduk Kota Depok tahun 2017
yang diperoleh dari BPS(Badan Pusat Statistik) Kota Depok. Teknik penentuan sampel yang
digunakan adalah Non Probability Purposive Sampling. Teknik penentuan sampel Non Probability
dikenal juga sebagai Non Random Sampling. Teknik sampling ini menganggap bahwa tidak semua
anggota populasi memiliki kesempatan yang sama. Purposive atau sering dikenal sebagai Judgment
merupakan salah satu teknik sampel Non Probability di mana kriteria sampel sudah ditentukan dari
awal oleh peneliti. Secara rinci jumlah penduduk Kota Depok per kecamatan dapat dilihat pada
Tabel .

Kecamatan Jumlah (Jiwa)

Sawangan 159.613

Bojongsari 128.894

Pancoran Mas 273.447

Cipayung 165.361

Sukmajaya 302.719

Cilodong 161.866

Cimanggis 313.987

Tapos 280.121

Beji 215.215

Limo 113.684

Cinere 139.606

Jumlah 2.254.513

Untuk menghitung ukuran sampel dari populasi maka penelitian ini menggunakan rumus Slovin,
kemudian ukuran sampel yang telah didapatkan dijadikan responden. Rumus Slovin yang
digunakan sebagai berikut (Ghaisani, 2016):
N
n= 1+Ne²

Keterangan:

n = Ukuran sampel

N = Ukuran populasi

e = Kesalahan yang dapat di tolerir (5%)

Ukuran sampel yang didapatkan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:


2.254.513
n= = 399,9290438≈ 400
1+2.254.513(0,05)²
Maka jumlah responden pada penelitian ini adalah 400 responden dengan syarat responden
merupakan pengunjung shopping mall di Kota Depok. Responden akan dibagi sama rata setiap 10
shopping mall, sehingga masing-masing shopping mall dibutuhkan 40 responden .

Ketiga, data karakteristik shopping mall di Kota Depok didapatkan dari observasi dan wawancara
terhadap pengelola setiap shopping mall.

b. Data Sekunder

1. Adapun data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:


2. Peta Administrasi Kota Depok Tahun didapatkan dari Badan Informasi Geospasial
3. Peta Penggunaan Tanah Kota Depok didapatkan dari Badan Informasi Geospasial
4. Data jaringan jalan Kota Depok yang terbaru diperoleh melalui Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Depok
5. Data travel time dan jarak antar lokasi pengunjung dengan shopping malls di Kota Depok
didapatkan dari Google Maps API

3.5. Pengolahan Data

Pengolahan data pembuatan peta menggunakan software ArcMap 10.5 dan pembuatan tabel
menggunakan software Microsoft Excel 2010.

1. Membuat peta sebaran lokasi shopping mall di Kota Depok . Dilakukan plotting lokasi
shopping mall di Kota depok kemudian dioverlay dengan administrasi Kota Depok.

2. Membuat peta daerah asal responden pengunjung shopping mall Kota Depok. Dilakukan
plotting hasil pengisian kuesioner yaitu data lokasi asal oleh responden. Kemudian data
lokasi asal yang telah dilakukan plotting dioverlay dengan administrasi Kota Depok.

3. Membuat klasifikasi shopping mall berdasarkan karakteristik shopping mall berdasarkan


luas bangunan, jumlah dan jenis retail, dan fasilitas shopping mall dalam bentuk tabel

4. Membuat klasifikasi pengunjung shopping mall berdasarkan faktor jenis kelamin, usia,
moda transportasi, motivasi, frekuensi, pekerjaan, pendapatan, alas an pemilihan mall, dan
lokasi asal pengunjung ke dalam format tabel.

5. Membuat peta hasil jangkauan pelayanan shopping mall berdasarkan travel time. Setiap
shopping mall di Kota Depok dilakukan perhitungan luas jangkauan pelayanannya dengan
variabel travel time.
3.6. Analisis Data

Peneilitian ini menggunakan analisis komparatif dan deskriptif secara spasial. Analisis deskriptif
secara spasial pada penelitian ini akan menjelaskan berdasarkan fakta hasil pengolahan data wilayah
jangkauan pelayanan shopping mall di Kota Depok berdasarkan travel time. Analisis komparatif
pada penelitian ini akan menjelaskan perbedaan jangkauan pelayanan shopping mall pada shopping
mall melalui perbedaan karakteristik shopping mall yang dimiliki.

Penelitian ini menggunakan analisis spasial dan komparatif. Analisis spasial yang digunakan secara
urut 1.) distance toolset 2.) overlay pada spatial analyst tools dalam ArcMap 10.5. Teknik overlay
merupakan teknik tumpang tindih dua atau lebih layer data atau informasi spasial, sehingga
pengeluaran yang didapatkan adalah informasi gabungan layer-layer yang bersangkutan. Hasil
analisis distance jangkauan pelayanan akan di overlay dengan variabel penelitian lainnya.
Sedangkan tahapan kerja distance spatial analysis tools secara singkat sebagai berikut:

1. Konversi points shopping mall menjadi raster

Setiap point of interest shopping mall di Kota Depok yang telah dikumpulkan dan diplotting pada
wilayah administrasi Kota Depok, maka selanjutnya dilakukan konversi. Titik shopping mall
direpresentasikan oleh sebuah pixel atau cell pada raster. Raster ini selanjutnya menjadi source_ras
pada analisis cost distance.

2. Konversi vektor jaringan jalan

Pembuatan model berbasis raster untuk perhitungan jangkauan shopping mall berdasarkan travel
time. Model raster merupakan hasil konversi jaringan jalan berbasis vektor. Atribut kecepatan pada
jaringan jalan vektor tidak disediakan dalam tampilan sama pada model raster. Kecepatan rata-rata
tergeneralisasi sehingga setiap pixel mengandung kecepatannya masing-masing, maka dari itu besar
skala pixel sangat berpengaruh. Model raster ini nantinya digunakan sebagai cost surface.

Sumber: Delamater et al. International Journal of Health Geographics 2012, 11:15

Gambar 1. Konversi Data Jaringan Jalan Menjadi Raster Model


Cost distance merupakan salah satu spatial analysis tools pada ArcGIS 10. Cost distance
menghitung jarak dengan biaya akumulatif terkecil untuk setiap sel dari atau ke sumber biaya
terendah(least cost) pada cost surface(pro.arcgis.com).

Sumber: pro.arcgis.com, 2018

Gambar 2. ArcGIS Cost Distance Analysis

Pada ilustrasi di atas, Source_Ras pada penelitian ini merupakan shopping mall dan Cost_Ras
merupakan cost surface dari model raster yang telah di buat. Cost_Dist menampilkan angka-angka
yang pada penelitian ini merupakan travel time, semakin kecil berarti semakin sedikit travel time
jangkauan pelayanan shopping mall.

3. Data lokasi asal pengunjung millenials

Setelah data lokasi asal pengunjung millenials pada setiap shopping mall di Kota Depok
dikumpulkan, dilakukan plotting pada wilayah Kota Depok. Setiap titik yang diplotkan selanjutnya
dilakukan Point density spatial analysis (ArcGIS 10). Output dari analisis Point Density lokasi asal
pengunjung adalah layer hasil interpolasi data point menjadi raster yang sifatnya discrete.

Sumber: pro.arcgis.com, 2018

Gambar 6. ArcGIS Point Density Spatial Analysis


REFERENSI

(ArcGIS), H. M. (2013) Huff Model. Available at:


http://www.arcgis.com/home/item.html?id=f4769668fc3f486a992955ce55caca18 (Accessed: 9
December 2018).

Bhakat, R. S. and Muruganantham, G. (2013) ‘A Review of Impulse Buying Behavior’,


International Journal of Marketing Studies, 5(3). doi: 10.5539/ijms.v5n3p149.

Budiman, R. and Cahyono, A. B. (2017) ‘Analisis Spasial Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Masyarakat Terhadap Jumlah Pengunjung di Kota Blitar’, Teknik ITS, 6(2).

Emahlia and Baiquni, M. (2017) ‘Distribusi dan pola pusat perbelanjaan skala besar secara spasial
di kota bekasi’, Geografi UGM, 6(3), pp. 1–15.

ESRI (2004) ‘GIS Solutions for Retail Understand Your Business From a New Perspective’.

Fahmy, S. A., Alablani, B. A. and Abdelmaguid, T. F. (2015) ‘Shopping center design using a
facility layout assignment approach’, 2014 9th International Conference on Informatics and
Systems, INFOS 2014, (April 2015), pp. ORDS1-ORDS7. doi: 10.1109/INFOS.2014.7036689.

Farida, U. (2013) ‘Pengaruh Aksesibilitas Terhadap Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat


Pedesaan Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal’, Jurnal Wilayah dan Lingkungan, 1(1), pp. 49–
66. doi: https://doi.org/10.14710/jwl.1.1.49-66.

Ghaisani, S. (2016) Analisis Preferensi Pengunjung dan Positioning Pusat Perbelanjaan Modern di
Kota Depok. Institut Pertanian Bogor.

Gilboa, S. (2009) ‘A segmentation study of Israeli mall customers’, Journal of Retailing and
Consumer Services, 16(2), pp. 135–144. doi: 10.1016/j.jretconser.2008.11.001.

Gundogdu, C. E. (2013) ‘Determination of the Most Suitable Sites for Shopping Centers in
Geographical Regions With Gis’, Bussiness Administration, 3(2), pp. 109–122.

Kuruvilla, S. J. and Joshi, N. (2010) ‘Influence of demographics, psychographics, shopping


orientation, mall shopping attitude and purchase patterns on mall patronage in India’, Journal of
Retailing and Consumer Services. Elsevier, 17, pp. 259–269. doi: 10.1016/j.jretconser.2010.02.003.

Lachman, M. L. and Brett, D. L. (2013) Generation Y: Shopping and entertaiment in the digital
age. Washington, DC: Urban Land Institute. Available at:
http://scholar.google.com/scholar?hl=en&btnG=Search&q=intitle:Generation+Y+:#2.

Michon, R. et al. (2007) ‘The shopping experience of female fashion leaders’, International Journal
of Retail & Distribution Management, 35(6), pp. 488–501. doi: 10.1108/09590550710750359.

Munandar, D. (2002) ‘Analisis Penentuan Segmen, Target, dan Posisi Pasar Home Care di Rumah
Sakit Al-Islam Bandung’, Majalah Ilmiah UNIKOM, 6(2), pp. 233–244. Available at:
http://jurnal.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/v06-n02/vol-6-artikel-12.pdf/pdf/vol-6-artikel-12.pdf.

Mustika, R. and Buchori, I. (2014) ‘PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PENGUNJUNG


RITEL MODERN SKALA BESAR PENDAHULUAN Pertumbuhan pusat kota di Indonesia
menunjukkan perkembangan pesat disetiap tahunnya . Pertumbuhan ini terjadi diberbagai sektor ,
termasuk juga sektor perdagangan . Indonesia seba’, Teknik PWK, 3(4), pp. 649–662.

Nurhadi (2006) ‘Realitas Dalam Dunia Virtual’, Jurnal Atma Nan Jaya Universitas Katolik Atma
Jaya Jakarta, (40), pp. 1–6.

Putra, A. H. P. K., Said, S. and Hasan, S. (2017) ‘Implication of External and Internal Factors of
Mall Consumers in Indonesia To Impulsive Buying Behavior’, International Journal of Business
Accounting and Management, 2(4), p. 10.

Putra, P. A. D., Salain, P. R. and Bupala, I. B. N. (2017) ‘Arsitektur dan Desain Riset Studi
Perkotaan dan Lingkungan Binaan Kritik Perencanaan dan Arsitektur Binaan’, Arsitektur, 5(2), pp.
163–168.

Renita Nurliyana (2016) Pengaruh Keberadaan Ritel Modern Terhadap Jangkauan Wilayah
Pelayanan Pasar Jatingaleh Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Universitas Negeri
Semarang.

Rodrigue, J.-P., Comtois, C. and Slack, B. (2009) The Geography of Transport Systems, Routledge.
doi: 10.1080/10630732.2011.603579.

Saat, M. K., Shaari, S. A. and Fauzi, T. A. (2017) ‘Materialism and Consumerism Through Urban
Social Lifestyle In The Context of Shopping Malls: Malaysian Perspective’, Bandung Creative
Movement (BCM) Journal, 41, pp. 303–307. Available at:
http://libraryeproceeding.telkomuniversity.ac.id/index.php/bcm/article/view/5918/5900.

Sanburn, J. (2018) America’s Malls and Department Stores Are Dying Off | Time, 2017. Available
at: http://time.com/4865957/death-and-life-shopping-mall/ (Accessed: 9 December 2018).

Sari, S. M. (2010) ‘Sejarah Evolusi Shopping Mall’, Dimensi Interior, 8(1), pp. 52–62. Available at:
http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/int/article/view/18286.

Setijadji, A. (2006) Studi Kemacetan Lalu Lintas Jalan Kaligawe Kota Semarang. Universitas
Diponegoro.

Sukoco, B. (2010) Penentuan Rute Optimal Menuju Lokasi Pelayanan Gawat Darurat Berdasarkan
Waktu Tempuh Tercepat. Universitas Sebelas Maret.

Tamin, O. Z. (2003) Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Edisi Kedua. Institut Teknologi
Bandung.

Waskita, S. F. (2009) Shooping Center di Yogyakarta, e-journal Universitas Atma Jaya Yogyakarta
(UAJY). Available at: http://e-journal.uajy.ac.id/9075/3/2TA13109.pdf.

Yulianidar, T. (2012) Jangkauan Pelayanan 7-Eleven Jakarta Selatan. Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai