Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS

Pre-Eklamsi Dan Eklamsi

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas

Dosen Pembimbing:

Ariani Fatmawati, S.Kep., Ners., M.Kep., S.Kep. Mat.

Disusun oleh:

Alya Nurhaliza (032016059)

Cut Afnon Zulfa R (032016061)

Winda Sri Nurany (032016063)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKes ‘Aisyiyah Bandung

Jl KH Ahmad Dahlan (Jl Banteng) No. 6 Bandung

Telp. (022) 7312423 - Fax (022) 7305269

2017/2018
LITERATUR REVIEW

Penulis Buku : F. Gary Cunningham, MD


Kenneth J. Leveno, MD
Steven L. Bloom, MD
John C. Hauth, MD
Dwight J. Rouse, MD
Catherine Y. Spong, MD
Judul Buku : Obstertri Williams Edisi XXIII
Judul Materi : Gangguan Hipertensi pada Kehamilan
Teori :
A. Preeklamsia
Preeklamsia digambarkan sebagai sindrom khusus-kehamilan yang dapat
mengenai setiap sistem organ, timbulnya proteinuria tetap merupakan kriteria
diagnostik objektif yang penting. Proteinuria didefinisikan sebagai eksresi protein
dalam urin yang melebihi 300 mg dalam 24 jam, rasio protein : kreatinin urin
≥0,3, atau terdapatnya protein sebanyak 30 mg/dL dalam sampel acak urin secara
menetap (Lindheimer, dkk,. 2008a : Obstetri Williams). Preeklamsia
dikategorikan menjadi dikotom:
1. Preeklamsia Ringan
dengan tekanan darah <110/160 mmHg; Proteinuria ≤ 2+ ; tidak ada nyeri
kepala; tidak ada gangguan pengelihatan; tidak ada nyeri abdomen atas; tidak
ada oliguria; tidak ada kejang (eklamsia); kretainin serum normal; tidak ada
trombositopenia; tidak ada peningkatan tarnsminase serum; tidak ada restriksi
pertumbuhan janin; tidak ada edema paru
2. Preeklamsia Berat
dengan tekanan darah <110/160 mmHg; Proteinuria ≥ 3+ ; ada nyeri kepala;
ada gangguan pengelihatan; ada nyeri abdomen atas; ada oliguria; ada kejang
(eklamsia); kretainin serum meningkat; ada trombositopenia; ada peningkatan
tarnsminase serum; nyata restriksi pertumbuhan janin; ada edema paru
Penanda Keparahan Preeklamsi
Nyeri kepala atau gangguan pengelihatan,seperti skotomata,dapat merupakan
gejala pendahuluan eklamsia. Nyeri epigastrik atau nyeri kuadrant kanan atas
sering timbul pada nekrosis hepatoseluler, iskemia hepar dan edema hepar yang
meregangkan kapsula glisemi nyeri khas ini,sering disertai peningkatan
transminase hepar dalam serum. Trombositopenia juga mungkin disebabkan oleh
pengaktifan dan agregasi trombosit, serta hemolisis mikro angiopatik yang
dicetuskan vasospasma yang hebat.

Etiologi Preeklamsi
Menurut Zuspan (1991) dalam Buku ajar keperawatan maternitas Bobak, Tanda
dan gejala timbul hanya selama masa hamil dan menghilang dengan cepat setelah
janin dan plasenta lahir. Faktor resiko tertentu primigavida, grenmultigravida,
janin besar, kehamilan dengan janin lebih dari satu, ibu yang mengalami anomali
lahir. Pada ibu yang mengalami hipertensi kronis pemyakit ginjal, insiden
mencapai 25 %

Diagnosis Dini Preeklamsia


Pemantauan pasien secara rawat jalan diteruskan kecuali timbul hipertensi nyata,
proteinuria, nyeri kepala, gangguan pengelihatan, atau rasa tidak nyaman di
epigastrum, perempuan yang mengalami hipertensi nyata dengan tekanan darah
≥140/90 mmHg, perempuan dengan penyakit berat yang peresisten dpantau lebih
ketat dan banyak yang di determinasi kehamilannya.

B. Eklamsia
Menurut Chames dkk (dalam Obstetri Williams, 2011) Timbulnya kejang pada
perempuan dengan pra eklamsia yang tidak disebabkan oleh penyebab lain
dinamakan eklamsia. Kejang yang timbul merupakan kejang umum yang dapat
terjadi sebelum, saat, atau setelah persalinan. Kasus kejang eklamtik timbul
setelah 48 jam pasca partum.
TELAAH REVIEW

A. Insiden
Penyebab langsung kematian maternal di indonesia terkait
kehamilan dan persalinan salah satu penyebabnya yaitu Preeklamsi dan
Eklamsi (24%). Diagnosa dini preeklamsi dan eklamsi sangat penting
yaitu mampu mengenali dan mengobati preeklamsi ringan agar tidak
berlanjut menjadi eklamsi, dan tidak menyebabkan kematian maternal dan
perinatal (L. Dewi , Anita dan Gias Murti , 2016)
Pada Buku Ajar Keperawatan Maternitas Bobak Edisi 4, penyakit
hipertensi pada kehamilan berperan besar pada morbiditas dan mortalitas
pada meternal dan perinatal. Dari seluruh ibu yang mengalami hipertensi
dalam hamil, setengah sampai dua pertiganya di diagnosis mengalami
preeklamsia atau eklamsia (Brown,1991).
Jadi dapat disimpulkan penyebab kematian maternal hampir
setengahnya disebabkan karena adanya preeklampisa, eklampsia dan
hipertensi pada kehamilan.
B. Definisi
1. Preeklampsi/Eklampsia
Menurut Wiknjosastri (2006), Preeklampsia adalah penyakit dengan
tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena
kehamilan. Penyakit ini umum terjadi dalam triwulan ketiga kehamilan,
tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada molahidatisoda. (as cited in
Indriani, 2012)
Dalam jurnal penelitian “Analisis faktor-faktor yang berhubungan
dengan perreklampsi/eklampsi pada ibu bersalin di RSUD Kabupaten
Tegal” oleh Indriani (2012), Jerarven, dkk (2002) mendefinisikan
preeklampsia adalah peningkatan darah 140/90 mm Hg pada kehamilan di
atas 20 minggu, peningkatan tekanan darah diastoliknya minimal 15 mm
Hg dari tekanan sebelum kehamilan 20 minggu atau peningkatan tekanan
darah pada minimal 30 mm Hg dari tekanan darah sebelum kehamilan 20
minggu yang dikombinasikan dengan protein uria (pengeluaran protein
minimal 0,3 gram/24 jam).
Berdasarkan jurnal serupa, Cunningham (2006) mengatakan bahwa
preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasopasme dan aktivasi endotel yang ditandai dengan
peningktana tekanan darah dan proteinuria Sedangkan menurut Warden
(2005) , preeklampsia terjadi pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi
dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia
dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia
yang berat. (George, 2007).
Dalam buku keperawatan maternitas Bobak (Bab 21 Hipertensi,
Perdarahan, dan Infeksi Maternal:629) Preeklampsia merupakan suatu
kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20
pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah yang normal.
Preeklampsia merupakan suatu penyakit vasospatik, yang melibatkan
banyak sistem yang ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi, dan
proteinuria.
Jadi preeklampsi merupakan sindrom yang terjadi pada masa
kehamilan yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu yang ditandai
dengan peningkatan tekanan darah diatas 140/90 mm Hg dan beberapa
faktor lain.
Pengertian eklampsi sendiri dalam buku ajar Keperawatan Maternitas
Bobak, ialah terjadinya konvulsi atau koma pada pasien disertai tanda dan
gejala preeklampsia. Konvulsi atau koma dapat muncul tanpa didahului
gangguan neuorologis.

Menurut Prawiroharjo (2002) dalam jurnal penelitian “Analisis


faktor-faktor yang berhubungan dengan preeklampsi/eklampsi pada ibu
bersalin di RSUD Kabupaten Tegal” oleh Indriani (2012) Eklampsia
berasal dari bahasa yunani dan berarti “halilintar”. Kata tersebut dipakai
karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia muncul secara tiba-tiba tanpa
di dahului tanda-tanda lain. Sekarang kita ketahui bahwa eklampsia pada
umunya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda-tanda
preeklampsia disertai kejang dan diikuti koma.
Menurut Atin Karjatin (2016) dalam Modul Bahan Ajar Keperawatan
Maternitas, Eklampsi adalah terjadinya aktivitas kejang ketika preeklampsia
(Gilbert, 2007 dalam Chapman & Durham,2010). Tanda-tanda peringatan
terjadinya kejang eklampsia meliputi:

a. Sakit kepala persisten parah


b. Nyeri epigastrum
c. Mual dan Muntah
d. Hyperreflexia dengan cionus
e. Gelisah

Jadi eklampsia terjadi pada ibu hamil dengan tanda tanda preeklampsia yang
disertai dengan adanya kejang diikuti koma hal ini diakibatkan tadi karena adanya
hipertensi pada masa kehamilan.

C. Faktor Resiko Preeklampsia-Eklampsia


Dalam jurnal penelitian “Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan
perreklampsi/eklampsi pada ibu bersalin di RSUD Kabupaten Tegal” oleh Nanien
Indriani (2012), Preeklampsia merupakan salah satu penyulit kehamilan yang
belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Tetapi beberapa penelitian
menyimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia,
antara lain:
1. Faktor genetik
Bila ada riwayat preeklampsia pada ibu, anak perempuan, saudara perempuan,
cucu perempuan, dari seorang ibu hamil, maka ia akan beresiko 2-5 kali lebih
tinggi mengalami preeklampsi sibandingkan bila riwayat tersebut terdapat pada
ibu mertua atau saudara ipar perempuanya (Zhang,1997)
2. Faktor immunologis
Janin mengandung antigen dari ayahnya yang asing bagi ibu yang sedang
hamil tersebut. Dukungan terhadap teori ini datang dari studi, epidemiologi
yang memperlihatkan dampak dan berganti pasangan dan inseminasi dari
donasi. (Zhang,1997).
3. Faktor graviditas
Menurut hasil uji statistik untuk penelitian dalam jurnal penelitian “Analisis
faktor-faktor yang berhubungan dengan preeklampsi/eklampsi pada ibu
bersalin di RSUD Kabupaten Tegal” oleh Indriani (2012) tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara graviditas dengan kejadian preeklampsia yang
ditunjukkan dengan nilai P>0,05 yaitu 0,247. Hasil ini sama dengan penelitian
Roberts & Catov (2008) yang menyatakan bahwa perfusi penurunan plasenta
baru cukup untuk dapat menyebabkan preekalmsia adalah kehamilan kedua.
Dan penelitian Helda (2000) juga mendapatkan hasil bahwa primigravida tidak
berhubungan dengan preeklampsia.
4. Faktor umur
Umur merupakan status reproduksi yang penting. Umur berkaitan dengan
peningkatan atau penurunan fungsi tubuh sehingga mempengaruhi status
kesehatan seseorang. Umur yang baik untuk hamil adalah 20-35 tahun (Depkes
RI,2000). Terdapat peningkatan resiko terjadinya preeklampsia pada ibu yang
berusia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun (Agudelo,2000).
Dari hasil uji statistik yang ada dalam jurnal penilitian penelitian “Analisis
faktor-faktor yang berhubungan dengan preeklampsi/eklampsi pada ibu
bersalin di RSUD Kabupaten Tegal” oleh Indriani (2012) menunjukan terdapat
hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian preeklampsia di RSUD
Kardinah kota Tegal 2011 yaitu resiko ibu hamil yang berumur > 35 tahun
meningkat 3,4 kali lebih besar untuk mengalami preeklampsia dibandingkan
yang umurnya 20-35 tahun.
5. Faktor usia gestasi
Menurut Dekker (1999), preeklampsia paling seringditemukan padausia
kehamilan di trimester kedua. Sedangkan Taber (1994) menyatakan bahwa
keadaan ini ( Preeklampsia) timbul setelah umur kehamilan 20 minggu tetapi
setelah umur kehamila 20 minggu tetapi dapat pula berkembang sebelum saat
tersebut pada penyakit trofoblastik.
Pada penelitian ini didapatkan hasil tentang hubungan yang signifikan
bahwa ibu hamil dengan usia gestasi >37 minggu mempunyai resiko >untuk
mengalami preeklampsia daripada pada saat usia gestasi 20-37 minggu.
6. Faktor indeks
Menurut Zhang (1997), sudah diketahui secara umum bahwa wanita
obesitas mempunyai resiko mengalami preeklampsia/eklampsia 3 ½ kali lebih
tinggi dibandingkan dengan wanita yang berat badannya ideal dan kurus.
Menurut Fortner dkk (2009), wanita obesitas (BMI >29 kg/m2 memiliki
resiko 2,5 kali lebih besar mengalami preeklampsia, dibandingkan dengan
wanita BMI 19,8 sampai 26,0 kg/ m2
7. Faktor bayi
Insiden preeklampsia tiga kali lebih tinggi pada klehamilan kembar
dibandingkan dengan kehamilan tunggal (Zhang 1997).
8. Faktor riwayat penyakit
Peningkatan resiko preeklampsia/eklampsia dapat terjadi pada ibu yang
memiliki riwayat hipertensi kronis,diabetes, dan adanya riwayat
preeklampsia/eklampsia sebelumnya (Robert & Redman, 1993)
9. Faktor lingkungan
Menurut Agudelo (2000) menemukan bahwa preeklampsia/eklampsia terjadi
lebih sering pada wanita yang berpendidikan lebih rendah dibandingkan
dengan wanita pendidikan tinggi.

Dalam buku keperawatan maternitas edisi 8 buku 2 (Lowdermilk, dkk (2013)


: 279), faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya preeklampsia:
1) Nuliparitas
2) Riwayat keluarga pre-eklampsia
3) Obesitas
4) Kehamilan multipel
5) Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
6) Hasil yang buruk pada kehamilan sebelumnya : PJT, pertumbuhan janin
terhambat, Abrupsio plasenta, Kematian janin
7) Kondisi medis-genetik, Hipertensi kronis, Penyakit ginjal, Diabetes melitus
tipe 1 ( tergantung insulin), Trombofilitas : Sindrom antibodi antifosfolipid ,
Protein C, Protein S, Defisiensi antitrombin.
Dalam buku keperawatan maternitas edisi 4 bab 21 (Bobak, dkk : 634),
faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya preeklampsia-eklampsia yaitu;
Primi\gravida atau multipara dengan usia lebih tua; usia <18 atau >35 tahun;
berat: <50 kg atau gemuk; adanya proses penyakit kronis: DM, Hipertensi,
penyakit ginjal, penyakit pembuluh darah, penyakit pembuluh darah kolagen
(lupus eritematosus sistemik); Kehamilan mola; Komplikasi kehamilan:
kehamilan multiple, janin besar, hidrop janin, polihidrannion, preeklampsia pada
kehamilan sebelumnya dan materi genetik baru.

Jadi faktor risiko preeklampsi-eklampsia pada ibu hamil adalah adanya


faktor usia, faktor riwayat kesehatan, adanya komlikasi kehamilan, kondisi
genetik, faktor IBM, faktor usia gestasi dan faktor graviditas.

D. Etiologi Preeklampsia/Eklampsia
Dalam buku keperawatan maternitas Lowdermillk (2013):277, preeklampsia
adalah kondisi yang terjadi hanya pada kehamilan manusia: tanda dan gejala akan
terjadi hanya selama kehamilan dan akan menghilang dengan cepat setelah
melahirkan plasenta dan janin. Penyebabnya tidak diketahui, meskipun
preeklampsia secara umum adalah penyakit primigravida, penyebab mungkin
tidak sama pada semua wanita.
Menurut Indriani (2012) dalam jurnal penelitian “Analisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan perreklampsi/eklampsi pada ibu bersalin di RSUD
Kabupaten Tegal”,etiologi preeklampsia sendiri belum ada yang menjelaskan
penyebab pastinya, beberapa teori mencoba menjelaskan:
1. Disfungsi sel endotel
2. Reaksi antigen-antibodi
3. Perfusi plasenta yang tidak adekuat
4. Perubahan reaktivitas vaskuler
5. Ketidakseimbangan antara protasiklin dan tromboksan
6. Penurunan GFR dengan retensi air dan garam
7. Penurunan volume intravaskuler
8. Peningkatan sensitivitas sistem saraf pusat
9. Disseminated Intravascular Coagulation
10. Iskemia Uterus
11. Faktor diet
12. Faktor genetik

Jadi etiologi dari preeklampsia/eklampsia berdasarkan dari beberapa sumber


meyatakan bahwa tiap wanita beda penyebabnya, akan tetapi
preeklampsia/eklampsia sendiri merupakan penyakit primigravida yang biasanya
seperti adanya perfusi yang tidak adekuat, disfungsi sel endotel, reaksi antigen-
antibodi, penurunan GFR dengan retensi air dan garam, dan penurunan volume
intravaskuler.

E. Rencana Asuhan Keperawatan


1. Diagnosis Perawatan
Risiko terjadinya cedera pada ibu dan bayi berhubungan dengan iritabilitas SSP
(Kejang)
Hasil yang diharapkan
Pasien akan menunjukakan penurunan tanda iritabilitas SSP (contoh refleks
tendon dalam < 2, tidak adanya klonusi dan tidak mengalami kejang
Intervensi Keperawatan Rasional
1) Menetapkan data dasar (contoh : refleks tendon dalam,klonus) untuk
digunakan sebagai dasar mengevaluasi efektivitas terapi.
2) Berikan magnesium sulfat intravena sesuai instruksi dokter untuk
menurunkan hiperrefkesia dan meminimalisasi risiko kejang.
3) Memantau tanda vital ibu,tingkat kesadaran . DJJ kecepatan cairan IV , dan
kadar magnesium sulfat di darah untuk mengkaji dan mencegah keracunan
magnesium sulfat (contoh : mengantuk,letargi,bicara kacau,depresi napas,
oligouria,penurunan TD mendadak , hiporefleksia distras janin )
4) Menyediakan kalsium glukonas di unit sebagai antidot keracunan
magnesium sulfat
5) Menjaga lingkungan yang tenang dan tidak terlalu terang untuk
menghindar rangsang yang dapat menimbulkan kejang
2. Diagnosis Perawatan
Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan preeklampsia akibat
vasospasme arteriolar
Hasil yang diharapkan
Pasien akan menunjukan tanda perfusi adekuat (contoh: Urine cukup. DJJ
normal)
Intervensi Keperawatan
1) Memberikan magnesium sulfat via IV sesuai instruksi dokter untuk
merileksasi vasospasme dan meningkatkan perfusi ginjal
2) Mengintruksikan pasien untuk tirah baring dalam posisi miring untuk
memaksimalkan aliran darah uteroplasenta mengurangi tekanan darah
dan meningkatkan diuresis
3) Memantau DJJ untuk frekuensi, variabilitas dasar, dan tidak adanya
deselarasi lambat untuk mengkaji bukti oksigenasi uteroplasenta yang
adekuat
3. Diagnosis perawatan lainnya yang mungkin
1) Risiko kelebihan cairan berhubungan dengan meningkatnya retensi
netrium kerena pemberian netrium sulfat
2) Risiko gangguan pada pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
yang disebebkan oleh peningkatan resistensi vaskular
3) Risiko menurunnya curah jantung berhubungan dengan penggunaan
obat anti hipertensi
4) Risiko cedera pada janin berhubungan dengan insufisiensi uteroplasenta
yang diakibatkan penggunaan obat anti bipertensi

Berdasarkan kasus pada jurnal dengan judul asuhan keperawatan pada Ny.P
kehamilan dengan PEB (preeklamsia berat) di ruang mawar I RS Dr.Moewardi
oleh Ratih Saralangi (2014). Dari hasil pengkajian Ny.P mengatakan bengkak
pada kaki dan mata saat bangun tidur, riwayat penyakit sekarang didapatkan
bahwa TD 180/100 mmHg oedem pada kaki, sesak napas dan pusing.

Intervensi pada pasien Ny P diberikan untuk oedemanya dengan


mengobservasi keadaan oedema yaitu memonitor intek dan output cairan ;
intervensi sesak napas pasien dengan mengauskultasi suara nafas tambahan,
memonitor pola napas, dan menganjurkan pasien posisi semi fowler ; intervensi
untuk pusing yang diderita pasien dengan memberikan injeksi magnesium sulfat 4
gr/Im.

F. Pemberian terapi farmakologis


Terapi utama preeklamsia berat selalu di berikan salah satunya L Magnesium
Sulfat. Penggunaan Magnesium sulfat dapat menyebabkan efek samping pada ibu
yaitu terjadinya hipotensi blokade neuromuscular yang di tandai selut menelan
dan pada janin adalah depresi pernapasan (Rindha dwi, 2016 dalam studi
penggunaan Magnesium sulfat pada pasien PEB di RSUD Soetomo Surabaya).
Dalam Jurnal penelitian “Evaluasi Penggunaan Obat Anti Hipertensi Pada
Pasien Pre eklampsia dan Eklampsia di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan
Senopati Bantul Yogyakarta” oleh Nur Syamsyiatul Aliyah, dkk (2015)
penggunaan obat nifedipin 37,31%, metildopa sebanyak 19,40%, furosemid
sebanyak 2,98%, diazepam sebanyak 2,98% tidak direkomendasikan pada usia
kehamilan trimester 3, dan bisoprolol sebanyak 1,49% termasuk obat beresiko
tinggi terhadap janin (Depkes RI,2006).

G. Kesimpulan
Penyebab kematian maternal hampir setengahnya disebabkan karena adanya
preeklampisa, eklampsia dan hipertensi pada kehamilan. Preeklampsi merupakan
sindrom yang terjadi pada masa kehamilan yang terjadi setelah usia kehamilan 20
minggu yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah diatas 140/90 mm Hg
dan beberapa faktor lain. Eklampsia terjadi pada ibu hamil dengan tanda tanda
preeklampsia yang disertai dengan adanya kejang diikuti koma hal ini diakibatkan
tadi karena adanya hipertensi pada masa kehamilan.

Faktor risiko preeklampsi-eklampsia pada ibu hamil adalah adanya faktor


usia, faktor riwayat kesehatan, adanya komlikasi kehamilan, kondisi genetik,
faktor IBM, faktor usia gestasi dan faktor graviditas.

Etiologi dari preeklampsia/eklampsia berdasarkan dari beberapa sumber


meyatakan bahwa tiap wanita beda penyebabnya, akan tetapi
preeklampsia/eklampsia sendiri merupakan penyakit primigravida yang biasanya
seperti adanya perfusi yang tidak adekuat, disfungsi sel endotel, reaksi antigen-
antibodi, penurunan GFR dengan retensi air dan garam, dan penurunan volume
intravaskuler.
DAFTAR PUSTAKA

Lowdermilk, et al. 2013. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 8 Buku II.
Jakarta: EGC

Bobak, et. al.2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta:EGC

Anita dan Gias. 2016. Gambaran Karakteristik Ibu Bersalin dengan Preeklampsi
di RSU ASSALAM Gemolong Sragen. Vol 3, No. 1 (April 2016)

Nanien Indriani. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang berhubungan dengan


Preeklampsi/Eklampsia pada Ibu Bersalin (Juni 2012)

Cunningham, F. G.et al. 2006. Obstetri William. Jakarta:EGC

Nur Syamsyiatul Aliyah, dkk. 2015. Evaluasi Penggunaan Obat Anti Hipertensi
Pada Pasien Pre eklampsia dan Eklampsia di Instalasi Rawat Inap RSUD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

Kartajin, atin. 2016. Modul Bahan Ajar Keperawatan Maternitas.


Jakarta:Kemenkes Rebuplik Indonesia

Retno Wulandari dan Artika F Firnawati. 2012. Faktor risiko kejadian


preeklampsia berat pada ibu hamil di RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Vol 5,
No.1. (Juni 2012)

Anda mungkin juga menyukai