Puisi Kontemporer adalah puisi yang sudah tidak menggunakan kaidah penulisan puisi
pada umumnya, puisi kontemporer sudah jauh lebih bebas dari segala aturan seperti yang ada
pada puisi lama dan bahkan puisi baru. Puisi kontemporer biasanya mengutamakan isi daripada
bentuknya. Misalnya, rima, irama dan yang lainnya, tidak lagi terlalu diperhatikan dalam
penyusunan puisi kontemporer.
Puisi kontemporer adalah bentuk puisi kekinian. Puisi tidak lagi dipandang sebagai karya
sastra yang terikat oleh bentuk dan rima, tetapi sebuah puisi diciptakan untuk menyampaikan
gagasan. Chairil Anwar dipandang sebagai pelopor revolusi bentuk puisi. Baginya bentuk puisi
itu tidak penting. Yang penting adalah ujud pengucapan bantin.
Sebenarnya puisi-puisi Chairil Anwar pun sudah dapat dikatakan sebagai puisi
kontemporer karena bentuk fisik puisinya menjadi contoh penyair-penyair berikutnya, bahkan
sampai sekarang. Namun, istilah kontemporer sendiri mulai poluper pada era 70-an. Sutardji
Calzoum Bahcri sebagai pelopornya.
Sutarji Calzoum Bachri menulis puisi menempatkan bentuk fisik puisi dalam kedudukan
yang terpenting. Pengulangan kata dan bunyi adalah kekuatan puisinya. Sutardji ingin
mengembalikan puisi pada pada hakikatnya, yaitu sebagai doa. Bentuk doa selalu ada persamaan
ritma layaknya sebuah mantra.
Puisi Kontemporer lebih mengutamakan unsur fisiknya karena lebih mementingkan
tipografi dengan gambar atau bentuk grafisnya (Waluyo, 1995: 5-22). Sutardji Calzum Bachri
dianggap sebagai pembaharu dunia puisi Indonesia dan termasuk pelopor puisi Kontemporer.
Sutardji mementingkan bentuk fisik (bunyi). Ulangan kata, frasa,dan bunyi menjadi kekuatan
puisinya.
Meskipun puisi kontemporer telah bebas dari segala aturan seperti yang mengikat pada
puisi lama dan bahkan puisi baru, tetapi ia tetap berbentuk puisi yang memiliki perbedaan
dengan karya sastra yang lain. Karya sastra puisi tetap menggunakan bahasa yang singkat dan
padat. Pemilihan kata atau diksi dalam puisi juga harus sangat selektif dan ketat. Kehadiran kata-
kata dan ungkapan dalam puisi harus diperhitungkan dari berbagai segi, seperti makna, kekuatan
citraan, dan jangkauan simboliknya.