Berbicara tentang “komputer” mungkin akan terbayang “hal yang susah,rumit” bagi
seseorang yang terbiasa dengan pekerjaan mekanis.
Sebelum kita mengetahui bagian dalam dari komputer atau bagaimana sistem
kontrol kerjanya, mungkin kita akan kesulitan memahami dibandingkan kita
memahami dan mempelajari kerja komponen mekanis seperti mesin, transmisi
ataupun komponen mekanis yang lain.
Yang perlu kita tanamkan pada benak kita sekarang adalah Komputer tidaklah
sesulit ataupun serumit yang dibayangkan semula.
Komputer yang digunakan pada kendaraan tidaklah terlalu berbeda dengan
komputer yang kita jumpai pada umumnya, seperti personal komputer (PC), Laptop,
Note Book, dan lain-lain.
Komputer pada kendaraan yang umum disebut dengan Electronik Control Unit
(ECU) mengandalkan data dari berbagai macam perangkat inputan (input device)
dan selanjutnya mengikuti petunjuk program yang telah dimasukkan (programed)
untuk menentukan outputan yang dikehendaki. Sebagai contohnya, sebuah ECU
menerima data dari inputan yang berupa sensor-sensor, lalu mengolah data tersebut
berdasarkan program untuk menghitung besarnya bahan bakar yang harus diberikan
dengan menentukan berapa lama waktu injektor bekerja (ON), lalu berdasarkan
perhitungan tersebut ECU memerintahkan injektor bekerja.
INPUT ECU
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, ECU dan sama halnya juga dengan komputer
pada kendaraan yang lain tergantung pada sensor-sensor (maupun bentuk inputan
lain selain sensor) untuk memonitor fungsi dari berbagai macam system dan
melaporkannya kembali ke komputer. Suatu saat ECU menerima data dari sensor-
sensor, data itu di analisa apakah menyimpang dari nilai data standar yang diminta
sesuai program. Jika menyimpang atau tidak sesuai, ECU akan mengubah kerja
sistem melalui output agar nilai data tersebut selalu sesuai dengan data standar
yang ditetapkan pada program.
Cuma permasalahan dengan banyaknya inputan di sini adalah masing-masing
inputan mungkin memiliki bahasa yang berbeda dengan yang diinginkan ECU. ECU
hanya mengenali sinyal digital atau ON/OFF sinyal. Sementara misalkan sensor tipe
resistif menghasilkan sebuah variasi tegangan ke komputer yang disebut dengan
sinyal analog. Meskipun beberapa sensor yang lain, seperti sensor tipe switch
(kontak) bekerja menghasilkan sinyal digital. Dalam hal ini komputer dapat
menginterpretasikan sinyal karena sebenarnya tidak ada perbedaan diantaranya.
Karena input ECU harus dalam bentuk sinyal digital, semua sinyal analog harus
diubah menjadi sinyal digital. Untuk itu di dalam ECU dilengkapi dengan anolog to
digitl converter (A/D Converter).
Kebanyakan output ECU yang menuju ke aktuator-aktuator adalah digital. Sinyal ini
memberitahukan ke aktuator untuk menyala (ON) dalam waktu tertentu atau mati
(OFF). Sebagai contohnya stepper motor, relay atau selenoid hanya bekerja pada 2
kondisi; yaitu: ON atau OFF.
Jika kerja aktuator yang diperlukan dalam bentuk variasi tegangan, seperti
contohnya kontrol kecepatan putan motor blower untuk sistem A/C, ECU
memerlukan penerjemah yang lain. Dalam hal ini, penerjemah yang dimaksud
adalah digital to analog (D/A) converter.
KOMUNIKASI ECU
Ketika mengukur sinyal analog ataupun digital yang berubah sangat cepat
menggunakan voltmeter, contohnya seperti sensor kecepatan (speed sensor)
ataupun sinyal putaran mesin (RPM sinyal), sangat penting bagi kita untuk
MIKROPROSESSOR
CPU dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: control section, arithmetic and logic
section, dan register section.
Control section bertugas mengontrol dasar operasi kerja dari komputer. Dasar
operasi kerja komputer diprogram dengan perintah dari memori untuk menangani
operasi:
1. Pengiriman data dari part komputer ke part yang lain.
2. Data input dan output ke dan dari arithmatic calculation komputer.
3. Penghentian operasi komputer.
4. Perpindahan ke perintah yang lain selama program berjalan.
Arithmetic and logic section mengeluarkan data aktual yang telah diproses yang
berisi operasi arimatika dan operasi logika.
Sementara register section menyimpan data sementara sampai data dikirimkan ke
bagian aritmatika dan logika ataupun ke bagian kontrol.
Memori komputer adalah sebuah sirkuit internal dimana program-program dan data
disimpan. Komputer memiliki beberapa memori yang berbeda, yang kesemuanya
bekerja bersama-sama untuk memungkinkan komputer bekerja untuk menghasilkan
fungsi spesific, mulai dari memori yang diprogram secara permanen dan memori
yang dapat berubah tergantung dari berbagai kondisi yang berbeda.
Beberapa tipe memori yang umum dipakai adalah sebagai berikut.
1. Random Access Memory (RAM) adalah non permanen memori yang
menyimpan data sementara. Dengan RAM, ECU dapat bekerja “membaca
dari (read from) dan menulis ke (write to)”. Disini data dari input diterima dan
disimpan. Data akan hilang jika power supply diputus.
Pada kebanyakan kendaraan, RAM dibagi menjadi 2 bagian. Bagian yang
pertama menerima power supply dari kunci kontak. Disini data tentang kondisi
operasi disimpan; seperti putaran mesin, temperatur, dll. Bagian lainnya
disebut dengan “Keep Alive Memory”, yaitu memori yang harus selalu dialiri
power supply, yang mendapatkan power supply langsung dari baterai.
Informasi mengenai kode diagnosa (DTC) disimpan disini, sehingga data
tidak akan hilang meskipun kunci kontak di-off-kan. Inilah salah satu
sebabnya kita harus melepas sekering atau kabel baterai untuk menghapus
DTC.
2. Read Only Memory (ROM) sebenarnya juga memiliki fitur seperti halnya
RAM, kecuali hanya dua hal: data hanya bisa di baca dan data yang telah di
tuliskan dari pabrik tidak dapat dirubah. Disinilah dasar operasi perintah
komputer diletakkan. Perintah “dituliskan” oleh pabrik didalam sebuah chip
saat dibuat dan tidak dapat dirubah. Komputer hanya bisa membaca
informasi pada ROM dan tidak dapat menulis (write to) atau menyimpan data.
Informasi pada ROM yang telah dimasukkan selama diproduksi tidak dapat
hilang meskipun power supply diputus.
3. Programable Read Only Memory (PROM) seperti ROM. Kecuali PROM dapat
memiliki kemampuan untuk dapat diprogram atau memiliki informasi yang
ditulis kedalamnya sewaktu-waktu. Komputer hanya bisa membaca data pada
PROM. PROM berisi program perintah spesifik untuk komputer seperti basic
injection timing data untuk mesin injeksi, timing advance curve untuk mesin-
mesin tertentu, atau titik perpindahan gigi untuk transmisi otomatis, dll.
Tipe PROM lain yang digunakan yaitu:
a) Erasable Programable Read Only Memory (EPROM) yang bisa
diprogram ulang dan informasi/data bisa dihapus dengan sinar ultra
violet.
b) Electronically Erasable Programable Read Only Memory (EEPROM)
yang juga bisa diprogram ulang dan informasi/data bisa dihapus secara
elektronik.
Kebanyakan kendaraan sekarang ini dilengkapi dengan BEC atau J/B untuk
distribusi power dan grounding. BEC atau J/B ini terdiri dari rumah sekering, circuit
breaker dan relay. BEC atau J/B juga terdiri atas terminal dan rangkaian kelistrikan
dalam lapisan yang diinsulasi, dan lapisan ini direkatkan secara permanen antara
rumah bagian atas dan bawah. Dengan demikian kerumitan dan banyaknya wire
harness bisa dikurangi.
PARACITIC LOAD
Paracitic load adalah besarnya arus yang mengalir ke komponen kelistrikan saat
kunci kontak dalam posisi OFF. Salah satu contoh misalakan dibutuhkan sedikit arus
untuk menjaga agar memori komputer tetap “hidup” untuk tetap bekerja. Hal ini
mengakibatkan berkurangnya arus pada baterai. Umumnya spesifikasi arus yang
diperbolehkan mengalir adalah kurang dari 300 mA.
Semakin banyak kebutuhan arus listrik saat kunci kontak OFF, berarti paracitic load
semakin besar dan dapat menyebabkan berkurangnya arus baterai atau mungkin
akan habis sama sekali. Dan ingat, jika tegangan baterai berkurang maka data pada
memori komputer akan dapat terhapus dan akan menyebabkan kerja mesin akan
tidak baik/jelek atau bahkan mesin tidak akan dapat dihidupkan.
Paracitic Load
ECU bekerja untuk mengontrol kerja sistem pada kendaraan. ECU membutuhkan
power suplly untuk memproses dan mengontrol kerja sistem. Saat kunci kontak pada
posisi ON, listrik akan disuplai ke ECU. Tegangan regulasi yang umumnya
Dari sedemikian banyaknya ECU yang digunakan pada kendaraan, kita akan
membahas ECU yang digunakan untuk mengontrol kerja mesin yang disebut juga
dengan Engine Control Module (ECM).
Pada awalnya, ECU hanya digunakan untuk mengontrol penginjeksian bahan bakar
saja. Namun pada perkembangannya ECU sekarang ini digunakan tidak hanya
untuk mengontrol penginjeksian bahan bakar, bahkan hampir semua kerja sistem-
sistem pada mesin telah dikontrol oleh ECM seperti: sistem pengapian, sistem
kontrol emisi, sistem kontrol udara masuk, sistem kontrol beban mesin, kerja kipas
pendingin bahkan sampai dengan sistem keamanan kendaraan. Sistem ini disebut
Dengan menggunakan kontrol elektronik ini maka banyak kelebihan yang diperoleh,
diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Menyempurnakan atomisasi; pencampuran bahan bakar dan udara lebih
homogen.
2. Distribusi bahan bakar yang lebih baik karena campuran udara bahan bakar
disuplai dalam jumlah yang sama ke masing-masing silinder.
3. Putaran stasioner lebih lembut. Campuran bahan bakar dan udara yang kurus
tidak menjadikan putaran mesin kasar karena distribusi bahan bakar lebih baik
dan kecepatan atomisasi yang rendah.
4. Irit. Efisiensi tinggi karena takaran campuran udara bahan bakar yang lebih tepat,
atomisasi dan distribusi bahan bakar lebih baik serta karena adanya system
pemutus bahan bakar.
5. Emisi gas buang rendah karena ketepatan takaran campuran udara dan bahan
bakar menjadikan sempurnanya pembakaran sehingga dapat mengurangi emisi
gas buang.
6. Lebih baik jika dibandingkan dengan karburator saat dioperasikan pada semua
kondisi temperature karena adanya sensor yang mendeteksi temperatur
sehingga menjadikan pengontrolan penginjeksian lebih baik.
7. Meningkatkan tenaga mesin. Ketepatan takaran campuran pada masing-masing
silinder dan aliran udara yang ditingkatkan dapat menghasilkan tenaga yang
lebih besar.
8. Jangka waktu perawatan lebih panjang. Kemungkinan terjadinya perubahan
setelan pada mesin sangat kecil sekali, atau mungkin akan terjadi dalam waktu
relatif lama. Dengan demikian jangka waktu perawatan akan lebih panjang.
9. Dilengkapi dengan fungsi fail safe memungkinkan ECM tetap bekerja meski
terjadi malfungsi pada sirkuit sensor. Dengan demikian jika terjadi malfungsi
pada sirkuit sensor, mesin akan tetap bisa menyala meskipun dalam kondisi tidak
normal. Bagian ini akan dijelaskan lebih lanjut.
1. Mode Start
Ketika kunci kontak pertama kali di ”ON” kan, ECM akan mengaktifkan relay
pompa bensin dengan cara memberi massa arus pengendali relay selama 2-3
detik, akibatnya pompa bensin dapat menaikkan tekanan dalam sistem bahan
bakar. Apabila selama 2-3 detik ECM tidak menerima sinyal start maka ECM
akan memutuskan massa relay, sehingga relay pompa bensin akan ”OFF”
Sebelum mesin berputar saat kunci kontak ”ON”, ECM menerima sinyal untuk
pembacaan-pembacaan data sensor seperti: ECT, IAT, MAP dan TPS untuk
menentukan perbandingan campuran udara bensin yang pertama.
Jika pada mesin terjadi banjir bensin, pengemudi dapat menekan pedal gas
sebesar 80% atau lebih besar untuk mengaktifkan Mode Pembersih Saat Banjir.
Agar lebih yakin untuk mengaktifkan mode ini maka kita dapat menekan penuh
pedal gas ke lantai (throttle valve akan terbuka penuh ).
Pada saat throttle valve terbuka penuh dan putaran mesin kurang dari 600 rpm
(ECM menerima sinyal start) maka ECM akan memberikan pulsa injektor dengan
perbandingan 20:1 atau bahkan memungkinkan pula beberapa saat ECM akan
menghentikan penyemprotan secara total dengan jalan ECM akan memutus
sinyal ke semua injektor.
Open Loop
- Ketika mesin pertama kali dihidupkan (saat temperatur mesin masih dingin),
sistem yang bekerja adalah Loop Terbuka. Pada kondisi Loop Terbuka, ECM
tidak menggunakan sinyal oksigen sensor (O2S). Sebagai pengganti, ECM
menghitung rasio campuran udara dan bensin dari sensor-sensor : TPS,
ECTS, MAPS/MAFS, IATS dan CKPS/CMPS.
- Sistem akan berjalan dalam Loop Terbuka sampai kondisi-kondisi berikut
ditemui:
tegangan keluar (output voltage) oksigen sensor bervariasi, suhu
mesin sudah mencapai temperatur kerja dan oksigen sensor telah
mengirimkan sinyal secara akurat ke ECM
sensor air pendingin mesin telah mengirimkan sinyalnya ke ECM dan
suhu kerja mesin telah tercapai
lamanya waktu setelah start sudah tercapai, besaran waktu ini telah
disimpan dalam memori ECM sedemikian rupa dan disesuaikan
dengan keadaan operasional mesin saat itu.
Ketika sinyal O2S telah memberikan sinyal dengan akurat, sensor temperatur air
pendingin menunjukkan temperatur kerja atau waktu tertentu telah ditemui, maka
sistem berubah ke Loop Tertutup.
Loop Tertutup berarti ECM memperbaiki rasio campuran udara dan bensin
berdasarkan perubahan sinyal tegangan dari O2S.
Bila sinyal O2S di bawah 450 mV, ECM akan menaikkan lebar pulsa injektor
untuk memperkaya campuran. Ketika sinyal O2S naik di atas 450 mV ECM akan
mengurangi lebar pulsa injektor membuat perbandingan campuran lebih kurus.
Pada Loop Tertutup sensor yang lain tetap bekerja sebagaimana mestinya untuk
memberikan input ke ECM.
Dengan kekonstanan penginderaan oksigen yang terkandung dalam gas buang,
ECM dapat mempertahankan perbandingan campuran udara dan bensin untuk
mendekati rasio ideal 14,7:1, agar katalitik konverter dapat bekerja secara
effisien.
Ketika throttle valve dibuka secara tiba-tiba, maka akan terjadi perubahan yang
cepat pada sudut throttle valve, dan menyebabkan penambahan secara simultan
tekanan dalam Manifold Absolute Pressure (MAP).
Penyemprotan bensin harus ditingkatkan untuk mengimbangi udara yang
berlebih juga untuk merespon perubahan tiba-tiba sinyal TPS dan MAPS/MAFS.
ECM mengatur pulsa injektor yang lebih panjang atau mungkin mengaktifkan
semua injektor agar campuran tidak menjadi kurus.
ECM memonitor secara konstan kerja mesin melalui input-input sensor seperti
oksigen sensor dan kondisi-kondisi perkiraan lain yang dapat menyebabkan
katalitik konverter mencapai temperatur yang berlebihan. Jika ECM mendeteksi
kondisi temperatur konverter terus naik, maka ECM akan mengurangi campuran
udara dan bensin untuk menurunkan temperatur.
Dalam mode ini, ECM bekerja melalui kalibrasi internal yang mengijinkannya
menjalankan mesin dengan hanya melalui input-input rpm, posisi throttle valve
dan temperatur air pendingin untuk merubah penghitungan penyemprotan
bensin. Peristiwa ini hanya terjadi saat ECM tidak dapat beroperasi secara
normal melalui masukan sensor yang lain.
ECM bekerja melalui mode ini jika ada beberapa, atau kombinasi kondisi-kondisi
seperti berikut di bawah ini :
Tegangan sumber daya ECM di bawah 9 volt
Tegangan saat start di bawah 9 volt
PROM hilang atau tidak berfungsi
Rangkaian sinyal lain gagal untuk memberikan input.
Dari bagan diagram di atas, dapat kita lihat bahwa terdapat 4 bagian utama dari
sistem kontrol elektronik pada mesin, yaitu:
1. Power supply; yang berfungsi untuk memberikan sumber tegangan bagi
sistem. Hal ini telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.
2. Input; berupa sensor-sensor yang berfungsi untuk memonitor kerja sistem
pada mesin dan mengirimkannya ke ECM.
3. Processor; berupa ECM yang berfungsi untuk mengontrol kerja sistem
berdasarkan informasi inputan dan program bekerja menghasilkan perintah
kerja khusus yang dikirmkan ke aktuator-aktuator.
4. Output; berupa aktuator-aktuator yang bekerja dibawah kontrol dan perintah
ECM untuk menentukan kerja sistem agar bekerja sesuai ketentuan.
POWER DISTRIBUTION
ECM tidak akan bisa bekerja dengan baik jika tanpa ketergantungan pada suplai
tegangan dan grounding. Distribusi tegangan ini meliputi beberapa sirkuit kelistrikan,
perangkat pengaman, relay dan ground.
Pada tipe ini seluruh kebutuhan tegangan listrik displai melewati kontak tunggal
pada main relay. Saat kunci kontak ON, main relay aktif dan tegangan mengalir ke
terminal +B dan +B1 ECM serta beberapa komponen sensor maupun aktuator dari
ECM seperti pada gambar di atas.
Pada tipe ini, kerja main relay dikontrol oleh ECM itu sendiri. Saat kunci kontak ON,
tegangan disuplai ke terminal IG SW ECM. Lalu ECM mengaktifkan main relay
dengan memberikan tegangan ke selenoid main relay melalui termnal MREL. Lalu
tegangan baterai akan disuplai melalui kontak tunggal main relay ke terminal +B dan
+B1 serta ke komponen kelistrikan mesin yang lain seperti pada gambar di atas.
Pada model ini terdapat dua buah main relay. Kerja kedua main relay ada yang
dikontrol langsung oleh kunci kontak dan ada yang dikontrol oleh ECM. Pada model
yang dikontrol oleh kunci kontak, saat kunci kontak ON, tegangan akan mengalir dari
kunci kontak ke kedua kumparan relay untuk mengaktifkan relay. Saat kedua relay
aktif, tegangan akan mengalir dari baterai ke salah satu relay dan mengalir ke
terminal +B dan +B1 ECM, ISC, VSV, +B check konektor dan ke circuit opening
relay melalui kontak relay. Sementara tegangan yang mengalir ke injektor disuplai
oleh main relay yang lainnya.
Pada model yang dikontrol oleh ECM, saat kunci kontak ON, tegangan dari baterai
mengalir menuju ke terminal IG SW ECM melalui kunci kontak. Lalu ECM mensuplai
tegangan ke kedua kumparan relay melalui terminal MREL ECM untuk mengaktifkan
kedua relay. Saat kedua relay aktif, tegangan akan mengalir dari baterai melewati
sekering EFI (BATT) menuju ke kontak main relai no.1 dan selanjutnya disuplai ke
terminal +B dan +B1 ECM, ISC, VSV, +B check konektor dan ke circuit opening
relay. Sementara tegangn suplai ke injektor disuplai oleh main relay no.2.
Saat switch terbuka atau OFF, maka tegangan dari sumber tegangan ke terminal
ECM akan terputus. Hal ini akan dibaca oleh ECM sebagai tegangan rendah pada
terminal ECM.
Untuk meriksa sirkuit dapat menggunakan digital AVO meter. Dalam kondisi
normal, tegangan akan rendah (0 volt) saat switch OFF dan tegangan akan terbaca
tinggi sama dengan besar tegangan supply (umumnya 12 volt) saat switch ON.
• Kunci Kontak
Selama starting, tegangan akan mengalir ke terminal STA ECM untuk memberikan
sinyal stater.
Tegangan akan mengalir ke terminal STP atau BRK pada ECM untuk memberikan
sinyal rem selama pengereman berlangsung.
Saat beban listrik (electrical load) seperti defooger dan lampu kota/kepala
diaktifkan, maka tegangan akan mengalir ke terminal ELS ECM untuk memberikan
sinyal bahwa beban listrik sedang bekerja.
Saat A/C dinyalakan, tegangan dari sistem A/C akan mengalir ke terminal A/C
ECM untuk memberikan sinyal ke ECM bahwa sistem A/C sedang aktif. Sinyal ini
biasanya digunakan untuk mengaktifkan idle-up dan pada kendaraan terbaru juga
digunakan untuk mengaktifkan kompresor.
Pull-down switch sensor ini berupa switch yang kerjanya memutus atau
menghubungkan terminal ECM ke ground sebagai sinyal ke ECM.
Saat swicth terputus atau saat OFF, maka tegangan dari terminal ECU tidak
dihubungkan dengan ground. Hal ini akan menyebabkan tegangan pada terminal
akan terbaca tinggi. Besar tegangan yang terbca akan sama dengan tegangan
suplainya.
Saat switch terhubung, tegangan suplai pada terminal ECM akan terhubung dengan
ground. Hal ini menyebabkan tegangan pada terminal ECM menjadi rendah
mendekati dengan 0 volt.
Tegangan rendah atau tegangan tinggi pada terminal yang dibaca oleh ECM akan
diterjemahkan sebagai bekerja atau tidaknya komponen yang dimonitor.
Untuk meriksa sirkuit dapat menggunakan digital AVO meter. Dalam kondisi normal,
tegangan akan rendah (0 volt) saat switch ON dan tegangan akan terbaca tinggi
sama dengan besar tegangan supply (umumnya 12 volt) saat switch OFF.
Saat tekanan minyak power steering tinggi, maka switch akan terhubung.
Sedangkan saat tekanan minyak power steeering normal atau tinggi, maka switch
akan akan terbuka. Oleh ECU sinyal ini digunakan untuk mengaktifkan idle-up untuk
menaikkan putaran mesin saat terjadi pembebanan mesin akibat kerja pompa power
steering.
Switch ini dilengkapi pada tranmisi otomatis yang berfungsi untuk memberikan sinyal
ke ECM apakah pengemudi bermaksud untuk mengaktifkan posisi over drive atau
tidak. Selain digunakan untuk mengontrol posisi O/D, sinyal ini juga digunakan oleh
ECM untuk menyalakan lampu indikator O/D pada combination meter.
Switc ini berfungsi untuk memberikan sinyal ke ECM apakah pengemudi bermaksud
mengaktifkan putaran idle atau tidak. Saat pedal gas tidak diinjak, maka katup gas
akan menutup yang artinya pengemudi mengaktifkan putaran idle. Idle switch pada
TP sensor akan menutup sehingga tegangan pada terminal IDL ECM akan rendah.
Akan tetapi jika pedal gas diinjak maka katup gas akan mulai membuka yang artinya
pengemudi bermaksud untuk tidak mengaktifkan putaran idle. Switch pada TP
sensor akan terbuka sehingga tegangan pada terminal IDL akan tinggi.
Sensor jenis ini mengubah kondisi-kondisi mekanis menjadi nilai hambatan pada
sensor tersebut, lalu ECM mensuplai tegangan yang telah diregulasi yang disebut
dengan tegangan referensi menuju ke sensor. ECM kemudian mengukur tegangan
jatuh yang melewati sensor akibat dari adanya nilai hambatan untuk menunjukkan
data dari part yang di monitor. Kelompok sensor ini dibagi lagi menjadi sensor tipe
potensiometer, thermistor dan piezo-resistive.
Secara elektrik, sensor-sensor ini memiliki kesamaan dalam kerjanya. Lengan pada
kontak bebas pada sensor dihubungkan dengan bagian mekanis yang bergerak
misalnya katup, pelampung atau plat ukur. Saat part brgerak, lengan ini juga
bergerak. Lalu kontak bebas pada potensiometer yang dihubungkan pada lengan ini
juga akan bergerak menyebabkan nilai resistansi pada resistor potensiometer juga
akan berubah. ECM akan memberikan tegangan refensi. Lalu akibat dari berubah-
ubahnya nilai resistansi akibat dari perubahan posisi part akan menyebabkan naik
turunnya tegangan yang dihasilkan oleh potensiometer yang disebut dengan sinyal
tegangan. Sinyal tegangan ini kemudian dikirim ke ECM.
Sebenarnya ada beberapa tipe TP sensor yang digunakan pada kendaraan. Namun
sementara ini yang paling umum digunakan adalah tipe variable resistor 3 terminal,
tipe variable resistor 4 terminal dengan switch idle dan tipe dual variable resistor.
Akan tetapi selain variasi tegangan yang dikirimkan ke ECM, pada waktu katup
trhottle tertutup penuh (posisi idle) ground akan dihubungkan dan dikirim ke ECM
dan pada terminal IDL1 tegangan akan terbaca 0V sebagai informasi bahwa katup
throttle dalam kondisi tertutup penuh/idle dan tegangan akan sama dengan
tegangan suplai (di dalam ECM) saat katup throttle terbuka.
Saat bekerja, udara yang mengalir masuk ke dalam mesin akan mendorong plat
ukur yang ditahan oleh sebuah pegas pengembali. Besar gerakan pembukaan plat
ukur sebanding dengan jumlah udara yang masuk. Plat pengukur dan potensiometer
bergerak pada poros yang sama, sehingga sudut membukanya plat pengukur ini
akan merubah nilai tahanan potensiometer. Variasi nilai tahanan ini akan dirubah
menjadi output voltage sensor ke ECM sebagai dasar untuk menentukan banyaknya
jumlah udara yang masuk ke intake air chamber.
ECM memberikan tegangan referensi sebesar 5 volt melalui terminal VC ECM ke
sensor. Ground disediakan oleh terminal E2. Berdasarkan banyak atau sedikitnya
udara yang masuk, akan menyebabkan perubahan hambatan pada potensiometer
yang selanjutnya juga akan menyebabkan perubahan tegangan output sensor.
Sinyal tegangan ini akan bervariasi antara 0 – 5 volt yang selanjutnya dikirimkan ke
ECM melalui terminal Vs. Karakteristik tegangan dapat dilihat pada grafik dibawah
ini.
• MAF Sensor Tipe Inti Ukur (Measuring Core Tipe Air Flow Meter)
Sama halnya dengan MAF sensor tipe plat ukur, MAF sensor ini juga berfungsi
untuk mengukur jumlah udara yang masuk ke dalam mesin yang akan digunakan
oleh ECM untuk menghitung Basic Injection Volume dan Basic Ignition Advance.
Udara yang masuk ke intake air chamber akan dideteksi dengan gerakan maju
dan mundurnya inti ukur.
MAF sensor ini terdiri dari inti pengukur, pegas pengembali, potensiometer,
sebagai salah satu input ke ECM untuk mengontrol besaran penginjeksian.
Saat udara mengalir masuk kedalam mesin, udara akan mendorong measuring
core ke arah kanan (sesuai gambar) melawan pegas pengembali. Gerakan
measuring core ke arah samping ini sebanding dengan jumlah udara yang
masuk. Jika udara yang masuk sedikit, maka aliran udara yang mendorong
measuring core juga lemah sehingga gerakan measuring core akan sedikit.
Sementara jika aliran udara yang masuk semakin tinggi, maka measuring core
akan bergerak jauh ke arah kanan. Pada setiap posisi tersebut, jumlah udara
yang masuk dideteksi oleh potensiometer yang dipasang pada measuring core.
Pada type ini sensor jumlah udara masuk, menjadi satu unit dengan sensor
temperatur udara masuk (IATS). Tegagan referensi 5 volt dari ECM diberikan
melalui terminal VC ECM ke sensor. Tegangn ini disuplai ke potensiometer
sebagai sensor jumlah udara masuk dan ke sensor temperatur udara masuk.
Sementara ground disediakan oleh ECM melalui terminal E2.
Ketika slider potensiometer yang dipasang pada measuring core bergerak maju
atau mundur, nilai resistansi resistor akan berubah-ubah sesuai dengan besar
gerakan slider yang dipengaruhi oleh jumlah udara masuk (besarnya aliran udara
masuk). Potensiometer akan menghasilkan sinyal voltase yang berubah ubah
antara 0 – 5 volt sebagai output sensor lalu dikirim ke ECM melalui terminal Vs
ECM. Karakteristik tegangan yang dihasilkan dapat dilihat pada grafik diatas.
Pemeriksaan Sensor
Untuk memeriksa sirkuit dapat menggunakan digital AVO meter. Terlebih dahulu
periksa tegangan referensi yang disuplai oleh ECM pada terminal VC dan
grounding pada terminal E2 connector sensor. Dalam kondisi normal (kunci
kontak ON), tegangan dari terminal VC ECM harus terbaca 5 volt. Sementara
tegangan pada terminal E2 tidak boleh lebih dari 300 mV.
Jika tegangan terbaca normal, maka problem terletak pada wire harness. Namun
apabila pembacaan tetap tidak normal, maka problem terletak pada ECM itu
sendiri.
Lalu untuk memastikan apakah sensor dalam keadaan baik atau tidak, periksalah
nilai resistansi pada masing-masing terminal sensor. Dan bandingkan nilai
resistansinya dengan nilai standar yang dijelaskan pada masing-masing buku
Selain itu periksa sinyal tegangan dari sensor pada terminal ECM dan
bandingkan dengan nilai tegangan yang dijelaskan pada service manual book.
Jika pembacaan sinyal tegangan tidak sesuai dengan satandar, periksa
kemungkinan kabel terputus, hubungan connector kurang baik atau sensornya
bermasalah.
Sensor ini berupa thermistor dengan bahan semikonduktor yang mempunyai sifat
semakin panas temperatur maka nilai tahanannya semakin kecil (NTC). Sensor
dengan bahan thermistor ini digunakan untuk sensor temperatur, seperti sensor
temperatur udara masuk (IAT sensor), sensor temperatur air pendingin mesin
(ECT sensor), sensor temperatur gas buang yang disirkulasi kembali (EGR
Temperatur sensor), dan lain-lain. Kesemua sensor temperatur ini memiliki
karakteristik yang sama persis, hanya berbeda fungsinya saja.
IAT sensor ini berfungsi untuk mendeteksi temperatur udara yang masuk ke
dalam mesin untuk menentukan koreksi jumlah bahan bakar dan yang akan
semprotkan oleh injekor. Biasa terpasang pada air cleaner, hose antara air
cleaner dengan throttle body, menjadi satu dengan MAF sensor atau pada
tempat lainnya pada sistem udara masuk mesin.
IAT memiliki dua terminal. ECM akan menyuplai tegangan sebesar 5 volt pada
terminal THA dan menyediakan ground melalui terminal E2 untuk sensor. Karena
nilai tahanan pada sensor bervariasi akibat perubahan temperatur maka
tegangan pada terminal THA ECM juga akan bervariasi. Variasi tegangan inilah
yang dijadikan dasar bagi ECM untuk menentukan temperatur udara masuk yang
tepat sebagai input bagi ECM.
ECT sensor ini berfungsi untuk mendeteksi temperatur air pendingin mesin. ECT
sensor biasanya terletak pada saluran air pendingin dekat sebelum thermostat.
Sinyal dari ECT ini oleh ECM digunakan untuk mengontrol penginjeksian, saat
pengapian, variable valve timing/VVT (jika dilengkapi), perpindahan gigi pada
transmisi otomatis dan lain-lain.
ECT sensor juga memiliki dua terminal. ECM akan menyuplai tegangan sebesar
5 volt pada terminal THW dan menyediakan ground melalui terminal E2 untuk
sensor. Karena nilai tahanan pada sensor bervariasi akibat perubahan
temperatur dari air pendingin, maka tegangan pada terminal THW ECM juga
akan bervariasi. Variasi tegangan inilah yang dijadikan dasar bagi ECM untuk
menentukan temperatur udara masuk yang tepat sebagai input bagi ECM.
EGR Temperatur sensor terhubung dengan terminal THG dan E2 ECM. EGR
Temperatur sensor juga memiliki dua terminal. ECM akan menyuplai tegangan
sebesar 5 volt pada terminal THG dan menyediakan ground melalui terminal E2
untuk sensor. Karena nilai tahanan pada sensor bervariasi akibat temperatur
aliran gas buang, maka tegangan pada terminal THG ECM juga akan bervariasi.
Variasi tegangan inilah yang dijadikan dasar bagi ECM mengetahui bahwa EGR
valve telah membuka dan gas buang telah mengalir.
Hubungan perubahan temperatur dan nilai resistasi terhadap nilai sinyal
tegangan yang dihasilkan oleh semua sensor temperatur dapat dilihat pada grafik
berikut ini.
Untuk memastikan sensor temperatur dalam kondisi baik atau tidak, kita juga
bisa menggunakan metode berikut. Yaitu dengan cara membandingkan nilai
hambatan dengan temperatur aktualnya. Lihat pada buku manual service untuk
melihat nilai hambatan standarnya. Jika nilai hambatannya tidak sesuai standar
pada temperatur aktual, gantilah sensor temperatur.
Sensor tipe pizo-resistive ini adalah sebuah sirkuit resistor yang dikonstruksi
pada lapisan silikon tipis. Melengkungnya atau berubah bentuknya lapisan silicon
ini akan menyebabkan perubahan nilai resistansi.
Sensor tipe ini biasanya digunakan untuk mendeteksi tekanan (Sensor Tekanan)
seperti manifold pressure sensor, meskipun juga bisa digunakan untuk mengukur
gaya atau defleksi sebuah obyek seperti sensor deselerasi pada bagian tengah
sensor SRS airbag.
Salah satu sensor yang paling penting dari jenisnya piezo-resistive adalah
Manifold Absolute Pressure (MAP) sensor.
MAP sensor (disebut juga dengan vacuum sensor) digunakan pada kendaraan
yang mengunakan sistem D-EFI. Sensor ini terletak dimana saja yang mana
terhubung langsung dengan intake manifold. MAP sensor berfungsi untuk
mendeteksi tekanan-tekanan pada intake manifold untuk menghitungan jumlah
udara yang masuk.
Sensor tipe ini sementara ini hanya dipakai pada MAF sensor. Bagian utama dari
hot wire MAF sensor ini terdiri dari sebuah thermistor, kawat pemanas (hot wire),
dan kontrol unit elektronik.
Lalu unit control elektronik akan mengukur arus yang mengalir ke kawat
pemanas secara terus menerus dan merubahnya menjadi sinyal tegangan (VG)
yang sebanding dengan besar arus yang mengalir.
MAF sensor tipe hot wire ini memiliki 3 terminal. Satu terminal terhubung dengan
sumber arus listrik. Umumnya sumber arus ini terlebih dahulu melewati relai.
Terminal yang kedua menyediakan ground yang terhubung dengan terminal E2
ECM. Dan terminal yang terakhir adalah sinyal output dari sensor ke ECU yang
berupa variasi tegangan atara 0-5 volt (lihat grafik pada gambar diatas). Dan bisa
jadi IAT sensor juga ditempatkan menjadi satu unit dengan MAF sensor.
Pemeriksaan MAF sensor tipe ini dapat dilakukan secara visual, pemeriksaan
sirkuit dan pengecekan komponen. Aliran MAF sensor harus bersih dari debu
ataupun kotoran. Jika dalam sensor kondisi normal, saat soket dilepas mesin
biasanya masih bisa hidup, tapi kerja mesin menjadi jelek dan DTC akan muncul.
Untuk pemeriksaan rangkaian, pastikan suplai tegangan telah terhubung.
Gunakan DVOM untuk mengukur tegnagn terminal B+ dengan massa. Jika IAT
sensor menjadi satu dengan MAF sensor, ukurlah juga tegangan antara teminal
THA dan E2 untuk memastikan tegangan IAT sensor dalam kondisi baik.
Untuk memeriksa kerja MAF sensor ini bisa dilakukan dengan memberikan
tegangan suplai pada terminal E2 dan B+ ke baterai dan mengukur tegangan
antara terminal E2 dan VG dengan DVOM saat udara ditiupkan ke MAF sensor.
Prinsip kerja dari sensor jenis ini mengubah kondisi-kondisi mekanis yang
dimonitor langsung menjadi nilai tegangan tanpa membutuhkan tegangan suplai
dari luar sensor.Sinyal tegangan yang dihasilkan oleh sensor ini kemudian
dikirimkan ke ECM untuk menunjukkan data dari part yang di monitor. Kelompok
sensor ini dibagi lagi menjadi sensor tipe piezo-electric, Zirconia dioxide, dan
magnetic inductance.
Pada sensor ini, piezo electric menghasilkan beda potensial (tegangan) pada
permukaan kristal akibat adanya tekanan-tekanan pada kristal. Saat kristal
bergetar atau berubah bentuk, tegangan AC akan dihasilkan. Salah satu sensor
pada mesin yang terbuat dari piezo-electric adalah Knock Sensor.
• Knock Sensor
Knock sensor terdiri dari piezo electric, reed plate dan weight yang dapat
mendeteksi vibrasi knocking engine dan mengubah getaran ke dalam bentuk
signal tegangan kemudian dikirimkan ke ECM untuk mengontrol ignition system.
Cirinya, getaran akibat dari knocking terukur pada rata-rata 7KHz. Knock sensor
terhubung dengan dengan terminal KNK pada ECM. Umumnya kabel yang
digunakan menggunakan tipe coaxial cable untuk mencegah gangguan sinyal
(stooring).
Oksigen Sensor
Saat oksigen di dalam ga buang sedikit, akan terdapat perbedaan yang besar
antara kadar oksigen pada gas buang dan atmosfer. Ini akan menghasilkan
sinyal tegangan yang lebih tinggi. Saat kadar oksigen di dalam gas buang
meningkat, perbedaanya dengan oksigen di atmosfer akan kecil dan sinyal
tegangan yang dihasilkan akan kecil.
Dengan kata lain, apabila kadar oksigen pada gas buang tinggi maka ECM akan
menyimpulkan bahwa campuran terlalu kurus (lebih banyak udaranya) dan sinyal
tegangan yang dihasilkan oksigen sensor akan rendah. Sedangkan apabila kadar
oksigen pada gas buang rendah maka ECM akan menyimpulkan bahwa
campuran terlalu gemuk (lebih banyak bensinnya) dan sinyal tegangan yang
dihasilkan sensor akan tinggi.
Dari kadar oksigen pada gas buang, ECM dapat menentukan apakah air/fuel
ratio kurus atau kaya dan berdasarkan ini air/fuel ratio akan disetel. Campuran
yang gemuk akan menggunakan hampir semua oksigen sehingga sinyal
tegangan akan tinggi dan berkisar antara 0,6 – 1,0 volt. Sementara campuran
yang kurus akan menyisakan banyak oksigen pada gas buang dari pada
campuran yang gemuk, sehingga sinyal tegangan yang dihasilkan akan rendah
Saat dingin, oksigen sensor bekerja seperti resistor sampai temperatur kerjanya
tercapai yaitu minimal 4000 C. Pada temperatur kerja, oksigen sensor bekerja
seperti baterai. Untuk bisa menghasilkan sinyal yang akurat, penting sekali untuk
menjaga oksigen sensor temperatur tinggi. Untuk itu pada model terbaru, oksigen
sensor dilengkapi dengan heater yang berfungsi untuk mempercepat dan
menjaga temperatur kerja oksigen sensor yang disebut dengan Heated Oksigen
Sensor (HO 2 S) yang membutuhkan arus kira-kira 2 Amper.
A/F sensor hampir serupa dengan kerja oksigen sensor. Meskipun bentuknya
hampir sama dengan oksigen sensor, konstruksi dan karakter kerja dari A/F
sensor sangat berbeda dengan oksigen sensor.
A/F sensor juga bekerja sebagai wide range atau wide ratio sensor karena
kemampuannya untuk mendeteksi air/fuel ratio pada jangkauan yang lebih luas.
Keuntungan dari A/F sensor diantaranya ECM akan dapat mengukur bahan
bakar secara lebih akurat untuk menurunkan emisi. Untuk bisa bekerja dengan
baik, A/F sensor bekerja pada temperatur kira-kira 6500 C dan mengubah arus
output tergantung pada kadar oksigen pada gas buang.
Sirkuit pada ECM mendeteksi perubahan dan kekuatan arus yang mengalir dan
mengeluarkan sinyal tegangan yang sebanding kadar oksigen pada gasbuang.
A/F sensor didesain berdasar pada stoichiomeric (14,7 : 1) dimana arus tidak
akan mengalir dan tegangan output oleh sirkuit akan terdeteksi sebesar 3,3 volt.
Campuran gemuk yang mana hanya akan menyisakan sedikit sekali oksigen
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan fungsi oksigen sensor menjadi
tidak normal. Ini penting diperhatikan untuk memtikan apakah problem
disebabkan oleh sensor itu sendiri atau faktor lainnya yang menyebabkan
oksigen sensor bekerja tidak normal.
Kontaminasi pada oksigen sensor menyebabkan tegangan yang dihasilkan tidak
akan sesuai. Oksigen sensor dapat terkominasi dari air pendingin, oli yang
terbakar, additive pada perekat dan additive yang tidak benar pada bensin. Jika
kontaminasinya ringan, maka biasanya hanya menyebabkan kerja oksigen
sensor lambat dan menyebabkan problem pada emisi dan kerja mesin.
Banyak faktor dari luar yang menyebabkan problem pada kerja oksigen sensor;
diantaranya vakum mesin rendah, EGR rusak, tekanan bahan bakar terlalu tinggi
dan lain sebagainya.
Sangat penting untuk memastikan bahwa sirkuit oksigen sensor dan heater
dalam kondisi sempurna. Resistansi yang terlalu berlebihan, terputus dan
konsleting ke ground akan menghasilkan sinyal yang salah.
Magnetic inductance sensor terdiri dari kumparan yang dililitkan disekeliling inti
besi yang dilengkapi dengan magnet permanen. Jika sebuah rotor digerakan
dekat sensor, maka medan magnet akan terpotong dan tegangan akan
dihasilkan pada kumparan. Jika kutub-kutub magnetnya berubah, maka polaritas
tegangan juga akan berubah dan tegangan AC akan dihasilkan. Semakin cepat
gerakan rotor, maka frekuensi tegangan yang dihasilkan juga akan semakin
tinggi.
Jarak antara rotor dengan pick-up coil sangat penting. Jika jaraknya terlalu jauh,
maka sinyal yang dihasilkan akan lemah.
Sensor ini menghasilkan tegangan sehingga tidak membutuhkan tegangan dari
luar. Kabel sensor akan dililit dan diisilosi untuk mencegah sinyal terinterferensi.
CMP sensor disebut juga dengan G sensor berfungsi untuk mendeteksi posisi
camshaft. Dengan memantau posisi camchaft, ECM dapat menentukan posisi
kerja mesin pada setiap silinder. Dengan begitu ECM akan dapat menentukan
kapan waktu pengapian dan kapan penginjeksian akan diberikan.
CKP sensor disebut juga dengan Ne sensor yang berfungsi untuk mendeteksi
putaran mesin melalui crankshaft. ECM menggunakan sinyal CKP untuk
menentukan putaran mesin, posisi crankshaft dan mendeteksi terjadinya
misfiring.
Pada beberapa tipe kendaraan, anatara CMP sensor dan CKP sensor ada yang
diletakkan menjadi satu di dalam distributor. Model ini biasanya digunakan pada
mesin yang mengaplikasikan sistem pengapian ESA (electronic sparak advance)
atau VAST (variable adjusting spark and timing).
Karena CKP sensor dan CMP sensor diletakkan menjadi satu, maka sinyal NE
dan G juga dihasilkan.
Setiap tipe mungkin menggunakan sensor yang berbeda tergantung dari model
dan aplikasinya. Pada beberapa model kendaraan, sinyal VSS ada yang
diproses di combaination meter lalu dikirimkan ke ECM. Pada kendaraan dengan
anti-lock brake system (ABS), sinyal WSS diolah oleh computer ABS lalu
kemudian dikirmkan ke combination meter lalu ke ECM.
Sensor ini mempunyai tiga terminal, yaitu satu terminal yang terhubung dengan
sumber arus 12 volt, satu terminal ground yang biasanya langsung terhubung
dengan masa body, dan terminal output sinyal sensor yang terhubung dengan
ECM.
Sensor tipe ini secara fungsi sama dengan speed sensor ttipe lainnya. Hanya
secara kerja, bahan, sirkuit dan sinyal yang dihasilkan mungkin bisa berbeda.
Sensor ini umumnya terdiri dari 3 bagian utama, yaitu led sebagai penghasil
cahaya, photo transistor atau photo diode sebagai penangkap sinarnya dan IC
untuk menghasilkan sinyal digital.
Optic sensor kebanyakan digunakan pada: Camshaft Position (CMP) sensor dan
Manifold Absolute Pressure (MAP) sensor tipe Karman Vortex.
• CMP Sensor
Secara fungsi, CMP sensor tipe optic ini sama dengan CMP sensor tipe lainnya.
Cuma yang membedakan hanyalah kontruksi dan karakteristik kerjanya. Prinsip
kerjanya adalah dengan mengubah sinyal cahaya menjadi sinyal digital.
Pada saat bekerja, photo transistor menerima cahaya dari bagian bawah
transistor dan mengubahnya menjadi sinyal-sinyal listrik digital sesuai dengan
banyaknya cahaya yang diterima. Cahaya dihasilkan pleh Light Emiting Dioda
(LED) dan diputus oleh perputaran slit plate yang diputar oleh camshaft yang
berada diantara transistor dan LED saat mesin hidup. Photo transistor menjadi
ON saat menerima cahaya dan menjadi OFF saat tidak menerima cahaya
(cahaya terputus oleh slit plate). Dengan demikian voltage pulse dihasilkan oleh
output terminal dan jumlah pulse tergantung dari banyaknya putaran.
Sirkuit sensor ini memiliki 3 terminal. Satu terminal terhubung dengan sumber
arus 12 volt dari baterai, satu terminal terhubung dengan ground E2 ECM dan
yang ketiga terminal output sinyal dari sensor yang dikirimkan ke ECM berupa
sinyal digital.
Saat bekerja, aliran udara yang masuk akan dibuat berpusar oleh vortex
generator. Besar kecilnya pusaran ini tergantung kecepatan aliran udara yang
masuk sesuai beban mesin. Jika beban mesin tinggi maka semakin cepat pula
aliran udara dan pusaran yang terbentuk akan semakin besar.
Sirkuit sensor ini seperti yag ditunjukkan gambar diatas memiliki tiga terminal.
Satu terminal terhubung dengan terminal VC ECM untuk suplai tegangan
referensi sensor, satu terminal terhubung dengan ground pada terminal E2
ECM dan terminal Ks sebagai output sinyal dari sensor ke ECM.
Untuk mengontrol aktuator-aktuator yang bekerja ON dan OFF ini, ECM memerlukan
driver khusus (output interface). Jadi ECM memberikan sinyal perintah ke output
driver sementara output driver membuat aktuator bekerja ON dan OFF.
Pada Electronic Fuel Injection (EFI) System, sistem elektronik sistem EFI memiliki
berbagai macam sensor, sebuah ECM, aktuator berupa injektor-injektor dan kabel-
kabel yang menghubungkan semua komponen kelistrikan. ECM disini berfungsi
untuk menghitung banyaknya bensin yang dibutuhkan oleh mesin dengan
memonitor sensor-sensor untuk mengontrol besarnya penginjeksian bensin. ECM
meng-ON-kan injektor agar menyemprotkan sejumlah bahan bakar dalam waktu
tertentu yang disebut dengan injection duration atau injection pulse width agar
didapatkan air fuel ratio yang tepat untuk diberikan ke mesin.
Pada mesin terdapat berbagai macam sensor yang dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu sensor utama sistem injeksi bahan bakar yang terdiri dari sensor putaran mesin
dan sensor udara masuk; dan sensor koreksi yang berfungsi untuk mengoreksi air
fuel ratio agar perhitungan lebih akurat.
Dasar kerja sistem injeksi dapat digambarkan sebagai berikut.
Udara mengalir ke dalam air induction system diukur oleh air flow meter.
Injektor terpasang pada bagian belakang dan dekat dengan katub masuk.
Injektor merupakan sebuah selenoid yang dioperasikan oleh ECU/ECM.
ECU/ECM memberikan pulsa ke injektor dengan menghubungkan atau
memutuskan ground injektor.
Jika injektor menyala, injektor akan terbuka dan bahan bakar akan
disemprotkan pada saluran di bagian belakang katub masuk.
Ketika bahan bakar disemprotkan ke dalam intake port, bahan bakar akan
bercampur dengan udara dari air intake chamber dan membentuk uap pada
tekanan rendah di dalam intake port.
ECU/ECM memberikan sinyal ke injektor dan mempertahankan campuran
ideal berkisar antara 14,7:1 dan selalu berpatokan pada kondisi kerja mesin.
Salah satu fungsi dari ECU/ECM adalah memberikan bahan bakar ke dalam
mesin secara akurat.
Dari diagram diatas, kita ketahui bahwa untuk memenuhi kebutuhan campuran
udara dan bensin pada semua kondisi kerja mesin ternyata tidak cukup dengan
mengandalkan basic injection volume, yang bersumber dari 2 sensor utama; yaitu
sensor udara masuk dan sensor putaran mesin. Oleh karena itu untuk
menyempurnakan air fuel ratio sesuai dengan kondisi kerja mesin diperlukan sistem
koreksi yang berupa sensor-sensor pendukung untuk mengoreksi air fuel ratio.
Sebagai contoh saat mesin distart pada kondisi temperature masih dingin, ECM
membutuhkan input dari ECT (engine cooling temperature) sensor untuk
memperkaya campuran supaya mesin mudah dihidupkan.
Tujuan dari sistem pengapian adalah untuk membakar campuran bahan bakar dan
udara didalam ruang bakar pada waktu yang tepat. Supaya mesin dapat
menghasilkan efisiensi tenaga mesin yang optimum, maka campuran bahan bakar
dan udara harus di bakar agar tekanan maksimal pembakaran berada pada sekitar
100 setelah TMA.
Waktu pembakaran capuran bahan bakar untuk menghasilkan tekanan maksimum
pembakaran bervariasi, tergantung putaran mein dan tekanan intake maniflod.
Intinya pengapian harus dibuat lebih awal saat putaran mesin lebih tinggi dan dibuat
lebih lambat saat putaran mesin lambat.
Initial ignition timing dapat dikatakan sebagai basic ignition timing dari sebuah mesin.
Initial timing mungkin akan berbeda satu dengan yang lain tergantung dari konstruksi
mesin tersebut.
Basic ignition advance adalah besar penambahan pemajuan pengapian dari kondisi
initial ignition timing yang didasarkan pada besar perubahan putaran mesin dan
besarnya tekanan pada intake manifold. Pada tipe pengapian konvensional, basic
Untuk memonitor RPM, sistem menggunakan sinyal dari Ne sensor. Selain itu
sensor kedua didalam distributor disebut dengan G sensor menyuplai posisi
camshaft yang digunakan sebagai referensi untuk ignition timing dan fuel injector
timing. Beberapa model menggunkana dua G sensor yang disimbolkan G1 dan G2.
Mikroprosesor menghasilkan kerja pada trigger circuit yang dinamakan IGt. Sinyal
Igt dikirim ke igniter untuk memutus dan menghubungkan power transistor pada
sirkuit primer. Igt sinyal akan maju atau mundur tergantung waktu perhitungan akhir
yang diolah oleh ECM. ESA menghitung waktu dengan mempertimbangkan waktu
pengapian yang ideal yang diberikan sesuai dengan kondisi mesin.
Jika ECM gagal dalam pembacaan sinyal Ne maupun G, maka ECM tidak akan
menghasilkan sinyal Igt saat distater sehingga mesin tidak akan bisa hidup.
Kerja sistem pengapian tipe VAST ini dapat dijabarkan sebagai berikut.
Saat mesin distart, sinyal AC akan dihasilkan oleh keempat gigi pickup magnetic di
dalam distributor. Sinyal AC ini dikirim langsung ke igniter yang dikondisikan dalam
sinyal digital oleh converter dan dikirim sekaligus ke ECM melalui terminal Ne dan ke
power transistor pada igniter. Akibatnya pada kondisi ini sistem pengapian
menghasilkan bunga api pada initial timing.
Saat mesin telah hidup dan menghasilkan putaran, ECM mulai mengirimkan sinyal
Igt ke igniter. Selanjutnya sinyal Igt-lah yang bekerja untuk mengontrol power
transistor.
Karena sistem pengapian VAST ini langsung men-trigger igniter secara langsung
dari pickup magnetik saat stater, mesin akan tetap bisa hidup meskipun IGT sirkuit
ke igniter terputus. Jika sinyal Igt tidak diterima oleh igniter selama mesin distater,
sistem pengapian akan tetap bekerja pada initial timing menggunakan sinyal dari
pickup magnetik.
Sistem DLI, sesuai namanya, adalah sebuah sistem distribusi pengapian elektronik
yang langsung mengalirkan tegangan sekunder koil pengapian ke busi tanpa
menggunakan distributor konvensional. Bagian yang paling utama dari sistem
pengapian DLI ini terdiri dari Camshaft Position (CMP) Sensor, igniter dan koil
pengapian.
CMP sensor menghasilkan sinyal G dan bersama-sama dengan sinyal Ne dari CKP
sensor untuk mengidentifikasi posisi sudut/posisi crankshaft dan posisi silinder.
Igniter untuk sistem DLI mirip igniter yang digunakan pada pengapian distributor, tapi
dibagi dalam beberapa bagian tergantung jumlah kelompok silinder, misalkan saja
mesin dengan 6 silinder dibagi menjadi 3 kelompok. Igniter mengontrol ignition
timing ketiga kelompok dengan mengkombinasikan sinyal input IgdA dab IgdB dari
ECM. IGt sinyalkemudian di kirim oleh igniter ke sirkuit power transistor untuk men-
trigger pengapian pada koil yang sesuai. Igniter juga mengirim sinyal konfirmasi IGf
standar ke ECM untuk setiap pengapian yang bekerja.
Pada model DLI terbaru, konstruksi sistem ini lebih disederhanakan. Untuk
menentukan dan menghitung silinder mana yang membutuhkan pengapian da
berapa lama arus primer mengalir (dweel) telah diintegrasikan di dalam fungsi ECM.
Dengan demikian igniter dapat dikonstruksi menjadi satu dengan koil.
Sementara pada model yang lain, setiap satu koil pengapian hanya dikontruksi untuk
menyuplai tegangan sekunder hanya ke satu busi. Dengan demikian, bunga api
yang dihasilkan akan lebih besar.
• Ignition Timing Tidak Sesuai Dengan Kondisi Standar (VAST dan ESA
System)
Pada beberpa kasus, menggunakan tabel symptom atau memeriksa waktu
pengapian perlu dilakukan untuk memeriksa pemajuan pengapian yang keluar
dari standar. Kondisi ini bisa disebabkan oleh informasi yang salah dari sensor
yang diterima oleh ECM.
Sebagai contoh masalah ini bisa disebabkan oleh MAP sensor yang nilainya
diluar standar terendahnya. Jika tegangan yang dihasilkan lebih rendah dari
normalnya itu berarti ECM akan mengindikasikan bahwa beban mesin rendah.
ECM akan merespon kondisi ini dengan menambah waktu pengapian. Jika
mesin bekerja pada beban berat dengan waktu pengapian yang terlalu maju,
hal ini akan menyebabkan detonasi.
Saat kondisi seperti ini terjadi, lebih baik lakukan pemeriksaan kerja tegangan
standar pada keseluruhan sensor input ECM. Jika ada sensor ditemukan
Apabila kita mendapati kondisi ignition timing tidak sesuai dengan spesifikasi, maka
ada beberapa cara untuk mengembalikan kondisi sesuai dengan spesifikasinya.
Pertama, pada beberapa kendaraan tidak dapat dilakukan penyetelan. Untuk
model ini saat kita mendapati kondisi tersebut maka kita harus mengecek semua
sensor-sensor yang berhubungan dengan ignition timing (CKP, CMP, Rotor signal,
Knock sensor) dan wiring harnessnya.
Kedua, Untuk kendaraan yang menggunakan model distributor atau non fixed CMP
sensor, apabila kita mendapati kondisi tersebut, maka kita dapat merubah ignition
timing dengan cara memutar distributor atau CMP sensor sampai didapati ignition
timing yang sesuai spesifikasi.
– No. 1 : -5o
– No. 2 : -4o
– No. 3 : -3o
– No. 4 : -2o
– No. 5 : -1o
– No. N : 0o
– No. 6 : 1o
– No. 7 : 2o
– No. 8 : 3o
– No. 9 : 4o
– No. 10 : 5o
– No. 11 : 6o
Keempat, untuk kendaraan yang tidak dilengkapi dengan ketiga hal di atas,
biasanya kita harus menggunakan scan tool untuk menyetel ignition timing dengan
memilih menu pada scan tool.
Setelah kita mempelajari hal-hal yang telah dijelaskan diatas, kita akan mudah
untuk memahami, terlebih lagi yang terpenting adalah membaca wiring diagram
input dan output ECM berikut ini (Suzuki APV).
Pada April 1985, California Air Resources Board (CARB) memperkenalkan sistem
regulasi On-Board Diagnostic atau OBD. Regulasi ini akhirnya diterapkan semua
pada tahun 1988 dan mobil dan truk ringan yang baru dan dipasarkan di negara
bagian California, USA. OBD mensyaratkan ECM memonitor ambang batas emisi
yang berhubungan dengan komponen yang bekerja dengan tepat dan menyalakan
malfunction indicator lamp (MIL) atau yang lebih dikenal dengan lampu check engine
pada instrument panel saat malfunction terdeteksi. OBD sistem juga menyediakan
sistem Diganostic Trouble Code (DTC) dan tabel logika untuk mengisolasi kesalahan
dan malafungsi sistem emisi. Alasan dikembangkan OBD ini antara lain:
• Untuk mengembangkan pemenuhan in-use emisi dengan memberikan tanda
peringatan saat malafungsi muncul.
• Untuk memberi bantuan kepada teknisi untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki sirkuit yang malafungsi pada sistem kontrol emisi.
Selain cara tersebut, DTC juga bisa dilihat dengan menggunakan scantool.
Hubungkan scantool ke DLC, kunci kontak ON-kan, hidupkan scantool dan pilih
menu hingga ditampilkan DTC pada layar scantool. Umumnya DTC yang
ditampilkan sudah dalam bentuk penjelasan secara lebih detail tantang sirkuit apa
yang malafungsi.
Setelah melakukan perbaikan pada sirkuit, pastikan kita menghapus DTC pada
memori ECM dengan cara melepas sekering EFI atau melepas negatif baterai lebih
dari 30 detik.
NOTE:
Adakalanya meskipun terdapat masalah di dalam sensor putaran mesin atau
idle switch circuit (open circuit), ECM tidak dapat menunjukkan masalahnya
dan lampu indikator (CHECK ENGINE) juga tidak menyala selama mesin
hidup.
Catatan :
Sebelum menghidupkan mesin, tempatkan tuas transmisi pada posisi netral dan
tarik tuas rem tangan.
• lepaskan tutup tanki dan ON kan kunci kontak, maka akan terdengar suara
bekerjanya fuel pump selama 3 detik kemudian OFF.
• Tekanan bensin harus dapat dirasakan pada fuel return hose selama 3 detik
setelah kunci kontak ON.
Fuel Injector
• Gunakan sound scope untuk memeriksa kerjanya injector saat mesin hidup,
suara bekerjanya injector harus bervariasi tergantung dari naik turunnya putaran
mesin. Jika tidak ada suara atau terdengar adanya kelainan, periksa sirkuit
injector atau injector.
• Lepaskan connector kabel dari injector, pasang ohm meter antara terminal
injector dan periksa resistancenya.
IAT Sensor
• Masukkan IAT sensor ke dalam bejana berisi air yang dipanaskan dan ukur
resistance antara terminal sensor sambil memanaskan air secara perlahan.
• Jika hasil pengukuran tidak sesuai karakteristik seperti dalam gambar, ganti IAT
sensor.
• Hubungkan secara seri 3 battery 1,5 volt yang baru (total voltage adalah 4,5-5,0
volt)
• Hubungkan terminal positivenya ke “Vin” terminal sensor dan terminal negative
battery ke ground.
• Periksa voltage antara “Vout” dan “ground”.
• Periksa penurunan voltagenya jika diberikan kevacuuman (gunakan vacuum
pump) di atas 40 cmHg.
• Lepaskan kabel negative (-) dari battery dan connector dari TP sensor
• Gunakan ohm meter untuk mengukur resistance setiap terminal
ECT Sensor
• Rendam ujung ECT sensor dalam air dingin yang dipanaskan dan ukur
resistancenya, jika resistance tidak sesuai petunjuk pada gambar, ganti ECT
sensor.
CMP sensor
• Gunakan Ohm meter untuk mengukur resistance antara terminal “A” dan “B”
pada connector sensor
• Resistance Oksigen Sensor adalah : 11 – 15 Ώ pada 20o C (temperature sensor
akan mempengaruhi tahanan, ukur pada temperature yang tepat)