Anda di halaman 1dari 153

ENGINE MANAGEMENT SYSTEM (EMS)

1. KOMPUTER PADA KENDARAN BERMOTOR


Berbicara tentang komputer mungkin akan terbayang hal yang susah atau
rumit bagi seseorang yang terbiasa dengan pekerjaan mekanis. Sebelum kita
mengetahui bagian dalam dari komputer atau bagaimana sistem kontrol kerjanya,
mungkin kita akan kesulitan memahami dibandingkan kita memahami dan
mempelajari kerja komponen mekanis seperti mesin, transmisi ataupun komponen
mekanis yang lain.
Yang perlu kita tanamkan pada benak kita sekarang adalah Komputer tidaklah
sesulit ataupun serumit yang dibayangkan semula. Komputer yang digunakan pada
kendaraan tidaklah terlalu berbeda dengan komputer yang kita jumpai pada
umumnya, seperti personal komputer (PC), Laptop, Note Book, dan lain-lain.
Komputer pada kendaraan yang umum disebut dengan Electronik Control Unit
(ECU) mengandalkan data dari berbagai macam perangkat inputan (input device)
dan selanjutnya mengikuti petunjuk program yang telah dimasukkan (programed)
untuk menentukan outputan yang dikehendaki. Sebagai contohnya, sebuah ECU
menerima data dari inputan yang berupa sensor-sensor, lalu mengolah data tersebut
berdasarkan program untuk menghitung besarnya bahan bakar yang harus diberikan
dengan menentukan berapa lama waktu injektor bekerja (ON), lalu berdasarkan
perhitungan tersebut ECU memerintahkan injektor bekerja.
Dalam perkembangannya, ECU tidak hanya digunakan untuk mengontrol
penginjeksian pada saja. Namun sekarang hampir semua kerja sistem-sistem pada
mesin, bahkan seluruh sistem pada kendaraan telah dikontrol oleh ECU. Mungkin
kita telah mengenal Engine Management System (EMS), Anti-lock Braking (ABS)
System, Automatic Transmission (A/T) System, Eletrical Power Steering (EPS)
System, Supplementary Restrain System (SRS) Air Bag, Immobilizer Control
System, Electronic Body Electrical Control System, Electronic Wheel Drive Control
System, Electronic Stability Programe (ESP) System, Traction Control System, dan
masih banyak lagi lainnya; yang mana kerja dari sistem-sistem tersebut telah
dikontrol oleh ECU.
Salah satu kelebihan dari ECU adalah dapat menerima dan mengolah data
yang sedemikian banyak secara cepat dan akurat sehingga membuat ECU dapat
mengontrol banyak fungsi dan kerja, termasuk mengontrol banyak sistem yang
terdapat pada kendaraan.
Seperti disebutkan diatas bahwa setiap ECU mempunyai tugas dan fungsi
yang berbeda tergantung pada sistem apa yang dikontrol, namun secara umum
pada setiap ECU memiliki kesamaan; seperti setiap ECU membutuhkan perangkat
input yang umumnya berupa sensor untuk memberikan data, membutuhkan
perangkat output yang umumnya disebut dengan actuator, membutuhkan power
supply untuk dapat bekerja, dan kesamaan dalam bahasa komunikasinya.
A. INPUT ECU
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, ECU dan sama halnya juga dengan
komputer pada kendaraan yang lain tergantung pada sensor-sensor (maupun bentuk
inputan lain selain sensor) untuk memonitor fungsi dari berbagai macam system dan
melaporkannya kembali ke komputer. Suatu saat ECU menerima data dari sensor-
sensor, data itu di analisa apakah menyimpang dari nilai data standar yang diminta
sesuai program. Jika menyimpang atau tidak sesuai, ECU akan mengubah kerja
sistem melalui output agar nilai data tersebut selalu sesuai dengan data standar
yang ditetapkan pada program.
Cuma permasalahan dengan banyaknya inputan di sini adalah masing-masing
inputan mungkin memiliki bahasa yang berbeda dengan yang diinginkan ECU. ECU
hanya mengenali sinyal digital atau ON/OFF sinyal. Sementara misalkan sensor tipe
resistif menghasilkan sebuah variasi tegangan ke komputer yang disebut dengan
sinyal analog. Karena input ECU harus dalam bentuk sinyal digital, maka semua
sinyal analog harus diubah menjadi sinyal digital. Untuk itu di dalam ECU dilengkapi
dengan anolog to digital converter (A/D Converter).
B. OUTPUT ECU
Kebanyakan output ECU yang menuju ke aktuator-aktuator adalah digital.
Sinyal ini memberitahukan ke aktuator untuk menyala (ON) dalam waktu tertentu
atau mati (OFF). Sebagai contohnya stepper motor, relay atau selenoid hanya
bekerja pada 2 kondisi; yaitu: ON atau OFF.
Jika kerja aktuator yang diperlukan dalam bentuk variasi tegangan, seperti
contohnya kontrol kecepatan motor blower untuk sistem A/C, ECU memerlukan
penerjemah yang lain. Dalam hal ini, penerjemah yang dimaksud adalah digital to
analog (D/A) converter.
C. KOMUNIKASI ECU
Komputer menggunakan tegangan untuk berhubungan dan berkomunikasi
dengan perangkat input, output ataupun dengan komputer lainnya. Bahasa
komunikasinya dapat kita sebut dengan sinyal tegangan. ECU seperti halnya
komputer yang lain terhubung dan berkomunikasi dengan komponen di luarnya;
misalkan untuk mendapatkan informasi dari sensor-sensor tentang kondisi kerja
mesin, mengontrol komponen-komponen untuk memperbaiki kerja dan memberikan
data diagnosis perbaikan untuk teknisi.
Dua tipe dasar sinyal tegangan yang digunakan, yaitu: tegangan analog dan
digital. Tengangan dari sinyal ini bisa berubah lambat atau cepat tergantung dari
sensornya dan apa yang dimonitor. Jika sinyal tersebut dilihat dengan menggunakan
oscilosope, bentuk sinyal analog berupa garis kurva naik/turun dengan puncak dan
lembah yang menunjukkan tegangan meningkat atau turun. Sinyal digital memiliki
peningkatan dan penurunan secara vertikal dan garis lurus dengan sudut yang
tajam. Garis horisontal bagian atas menunjukkan tegangan tinggi atau ON,
sementara garis horisontal bagian bawah menunjukkan tegangan rendah atau OFF.
Ketika mengukur sinyal analog ataupun digital yang berubah sangat cepat
menggunakan voltmeter, contohnya seperti sensor kecepatan (speed sensor)
ataupun sinyal putaran mesin (RPM sinyal), sangat penting bagi kita untuk
mengetahui bahwa pembacaan tegangan yang ditunjukkan oleh meter tidaklah
menunjukkan nilai yang sebenarnya. Voltmeter disini hanya menunjukkan
pembacaan nilai rata-rata tegangan dari sinyal.
Sinyal Analog Sinyal Digital

Contoh lainnya misalnya kita mengukur sinyal digital, meter display akan
menunjukkan rata-rata tegangan sinyal antara 0 volt (saat sirkuitnya OFF) dan
tegangan optimum sinyal (saat sirkuitnya ON). Bagaimanapun juga volt meter hanya
mengukur dan mencari tegangan, bukan menunjukkan bentuk sinyal yang
sebenarnya. Justru voltmeter akan menunjukkan tegangan tertentu jika sinyalnya
hilang atau tidak terdapat sinyal. Sinyal yang hilang ini bisa menunjukkan penyebab
masalah pada mesin. Tapi mungkin kita tidak akan bisa mengetahuinya dengan
menggunakan volt meter yang juga bisa menyebabkan kesalahan memperkirakan
letak masalah dan membuang banyak waktu.
Jika kita memperkirakan atau mencurigai letak sirkuit yang bermasalah secara
pasti, yang mana tidak bisa dilakukan dengan menggunakan voltmeter, kita harus
menggunakan osciloscope untuk pembacaan yang lebih akurat.
Sinyal analog juga memiliki keterbatasan pada inputan ECU yang tidak akan
dapat digunakan oleh ECU sampai sinyal analog ini diterjemahkan ke dalam sinyal
digital.

D. MIKROPROSESSOR
Mikroprosessor dapat dikatakan sebagai jantungnya ECU. Mikroprosessor
juga disebut dengan Central Processing Unit (CPU). Dan CPU tidaklah bekerja
dalam operasi yang rumit. ECU malahan bekerja dengan ratusan operasi sederhana
dengan kecepatan luar biasa. Untuk menjaga supaya semua operasi kerja CPU tidak
kacau, CPU menjalankan kerja operasi sesuai perintah.
CPU dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: control section, arithmetic and logic
section, dan register section.

Control section bertugas mengontrol dasar operasi kerja dari komputer. Dasar
operasi kerja komputer diprogram dengan perintah dari memori untuk menangani
operasi:
1. Pengiriman data dari part komputer ke part yang lain.
2. Data input dan output ke dan dari arithmatic calculation komputer.
3. Penghentian operasi komputer.
4. Perpindahan ke perintah yang lain selama program berjalan.
Arithmetic and logic section mengeluarkan data aktual yang telah diproses
yang berisi operasi arimatika dan operasi logika. Sementara register section
menyimpan data sementara sampai data dikirimkan ke bagian aritmatika dan logika
ataupun ke bagian kontrol.
E. MEMORI KOMPUTER
Memori komputer adalah sebuah sirkuit internal dimana program-program dan
data disimpan. Komputer memiliki beberapa memori yang berbeda, yang
kesemuanya bekerja bersama-sama untuk memungkinkan komputer bekerja untuk
menghasilkan fungsi spesific, mulai dari memori yang diprogram secara permanen
dan memori yang dapat berubah tergantung dari berbagai kondisi yang berbeda.
Beberapa tipe memori yang umum dipakai adalah sebagai berikut.
1. Random Access Memory (RAM)
Adalah non permanen memori yang menyimpan data sementara. Dengan
RAM, ECU dapat bekerja “membaca dari (read from) dan menulis ke (write
to)”. Disini data dari input diterima dan disimpan. Data akan hilang jika power
supply diputus.
Pada kebanyakan kendaraan, RAM dibagi menjadi 2 bagian. Bagian yang
pertama menerima power supply dari kunci kontak. Disini data tentang kondisi
operasi disimpan; seperti putaran mesin, temperatur, dll. Bagian lainnya
disebut dengan “Keep Alive Memory”, yaitu memori yang harus selalu dialiri
power supply, yang mendapatkan power supply langsung dari baterai.
Informasi mengenai kode diagnosa (DTC) disimpan disini, sehingga data tidak
akan hilang meskipun kunci kontak di-off-kan. Inilah salah satu sebabnya kita
harus melepas sekering atau kabel baterai untuk menghapus DTC.
2. Read Only Memory (ROM)
ROM sebenarnya juga memiliki fitur seperti halnya RAM, kecuali hanya dua
hal: data hanya bisa di baca dan data yang telah di tuliskan dari pabrik tidak
dapat dirubah. Disinilah dasar operasi perintah komputer diletakkan. Perintah
“dituliskan” oleh pabrik didalam sebuah chip saat dibuat dan tidak dapat
dirubah. Komputer hanya bisa membaca informasi pada ROM dan tidak dapat
menulis (write to) atau menyimpan data. Informasi pada ROM yang telah
dimasukkan selama diproduksi tidak dapat hilang meskipun power supply
diputus.
3. Programable Read Only Memory (PROM)
PROM seperti ROM, kecuali PROM dapat memiliki kemampuan untuk dapat
diprogram atau memiliki informasi yang ditulis kedalamnya sewaktu-waktu.
Komputer hanya bisa membaca data pada PROM. PROM berisi program
perintah spesifik untuk komputer seperti basic injection timing data untuk
mesin injeksi, timing advance curve untuk mesin-mesin tertentu, atau titik
perpindahan gigi untuk transmisi otomatis, dll.
Tipe PROM lain yang digunakan yaitu:
a) Erasable Programable Read Only Memory (EPROM) yang bisa
diprogram ulang dan informasi/data bisa dihapus dengan sinar ultra
violet.
b) Electronically Erasable Programable Read Only Memory (EEPROM)
yang juga bisa diprogram ulang dan informasi/data bisa dihapus secara
elektronik.
4. Non-Volatile memori
Beberapa komputer menggunakan RAM tipe non-volatile, yang berarti data
yang tersimpan di dalam memori tidak akan hilang saat power supply diputus.
Memori tipe ini hanya akan bisa dihapus dengan menggunakan prosedur
khusus.
F. BUSSED ELECTRICAL CENTRE (BEC) /JUNCTION BOX (J/B)
Kebanyakan kendaraan sekarang ini dilengkapi dengan BEC atau J/B untuk
distribusi power dan grounding.

Bussed Electrical Centre

BEC atau J/B ini terdiri dari rumah sekering, circuit breaker dan relay. BEC atau J/B
juga terdiri atas terminal dan rangkaian kelistrikan dalam lapisan yang diinsulasi, dan
lapisan ini direkatkan secara permanen antara rumah bagian atas dan bawah.
Dengan demikian kerumitan dan banyaknya wire harness bisa dikurangi.
G. PARACITIC LOAD
Paracitic load adalah besarnya
arus yang mengalir ke komponen
kelistrikan saat kunci kontak dalam
posisi OFF. Salah satu contoh
misalakan dibutuhkan sedikit arus
untuk menjaga agar memori komputer
tetap “hidup” untuk tetap bekerja. Hal
ini mengakibatkan berkurangnya arus
pada baterai. Umumnya spesifikasi
arus yang diperbolehkan mengalir
adalah kurang dari 300 mA.
Semakin banyak kebutuhan
arus listrik saat kunci kontak OFF,
berarti paracitic load semakin besar
dan dapat menyebabkan berkurangnya arus baterai atau mungkin akan habis sama
sekali. Dan ingat, jika tegangan baterai berkurang maka data pada memori komputer
akan dapat terhapus dan akan menyebabkan kerja mesin akan tidak baik/jelek atau
bahkan mesin tidak akan dapat dihidupkan.
H. DATA LINK CONNECTOR (DLC)
Data link connector disediakan pada
kendaraan untuk memungkinkan ECU
berhubungan dengan scan tool. Hal ini
untuk memudahkan teknisi untuk
melihat Diagnostic Throuble Code
(DTC) dan mengecek status sistem
berbagai komponen yang digunakan
pada sistem kontrol elektronik.
I. ECU POWER DISTRIBUTION
ECU bekerja untuk mengontrol kerja sistem pada kendaraan. ECU
membutuhkan power suplly untuk memproses dan mengontrol kerja sistem. Saat
kunci kontak pada posisi ON, listrik akan disuplai ke ECU. Tegangan regulasi yang
umumnya digunakan adalah 5 atau 12 volt untuk berbagai macam fungsi di dalam
dan di luar ECU. Jika tegangan dari kunci kontak jatuh sampai di bawah 6 volt, ECU
tidak akan bekerja.
ECU juga membutuhkan tegangan meskipun kunci kontak dalam posisi OFF,
untuk menahan memori tentang parameter kendaraan yang tepat dan kode
diagnostik. Dengan demikian tegangan baterai terus menerus akan dialirkan.
Memutus aliran ini akan menyebabkan terhapusnya memori pada ECU tentang
pembacaan idle kontrol parameter, koreksi bahan bakar, dan DTC.
Sirkuit ground ECU juga bagian yang sangat penting supaya sistem bisa
bekerja dengan semestinya. Untuk itu biasanya terminal ground ECU dibuat lebih
dari satu terminal. Dengan banyaknya terminal ground ini membantu untuk
memastikan agar ECU memberikan ground ke setiap bagian dengan baik.

ECU Power Distribution

Karena power supply ke ECU sangat penting, maka sebaiknya chek dulu kondisi
power supply ECU selama pemeriksaan. Selain itu juga periksalah besarnya
hambatan pada sisi ground untuk mengetahui “tegangan jatuh” titik ground ECU saat
ECU bekerja. Normalnya tegangan jatuh sirkuit ground ECU tidak lebih dari 500 mV.
ECM tidak akan bisa bekerja dengan baik tanpa suplai tegangan dan grounding.
Distribusi tegangan ini meliputi beberapa sirkuit kelistrikan, perangkat pengaman,
relay dan ground.
ECM menerima tegangan dari main relay saat kunci kontak di-ON-kan melalui
terminal +B dan +B1. Lalu selain mendapatkan tegangan yang dikontrol oleh kunci
kontak melalui relay ke terminal +B dan +B1, ECM juga mendapatkan tegangan
langsung dari baterai melalui terminal BATT. Output main relay EFI ke terminal +B
adalah suplai tegangan ECM dan juga berhubungan dengan pengontrolan sirkuit
mesin. Sementara suplai tegangan baterai langsung ke ECM melalui terminal BATT
digunakan untuk melayani kebutuhan tegangan untuk keep alive memory ECM saat
kunci kotak OFF.
Kesimpulannya dari penjelasan di
atas adalah bahwa suplai tegangan
mengalir ke sirkuit dibawah ini:
 Terminal +B dan +B1
 Injektor
 MAF sensor (jika dilengkapi)
 Vacuum Switching Valve (VSV):
EGR, throttle opener, dan lain-lain
 Idle Speed Control motor/selenoid
 Terminal B+ check konektor
Sementara sirkuit main relay terdapat beberapa macam, tergantung mana yang
diaplikasikan pada kendaraan. Sirkuit ini dapat dikategorikan dalam 4 tipe, yaitu:
1. Dual kontak EFI Main Relay, yang dikontrol oleh kunci kontak.
2. Single kontak EFI Main Relay, yang dikontrol oleh kunci kontak.
3. Dual EFI Main Relay yang dikontrol oleh kunci kotak atau dikontrol oleh ECM
4. Single kontak Main Relay, yang dikontrol oleh ECM.
Dual Contact EFI Main Relay yang Dikontrol Kunci Kontak
Pada model ini pada Main Relay terdapat kontak ganda. Saat kunci kontak pada
posisi ON, main relay aktif dan tegangan dari baterai akan disuplai ke terminal +B
ECM, B+ service conector dan ke circuit opening relay melalui salah satu kontak
main relay. Sementara kontak yang lain mensuplai tegangan dari baterai ke injektor,
oil pengapian, ISC selenoid, dan lain-lain.
Dual Contact EFI Main Relay yang Dikontrol Kunci Kontak

Single Contact Main Relay yang Dikontrol Kunci Kontak


Pada tipe ini seluruh kebutuhan tegangan listrik displai melewati kontak tunggal pada
main relay. Saat kunci kontak ON, main relay aktif dan tegangan mengalir ke
terminal +B dan +B1 ECM serta beberapa komponen sensor maupun aktuator dari
ECM seperti pada gambar di atas.

Single Contact Main Relay yang Dikontrol Kunci Kontak


Single Contact Main Relay yang Dikontrol ECM

Single Contact Main Relay yang Dikontrol ECM


Pada tipe ini, kerja main relay dikontrol oleh ECM itu sendiri. Saat kunci kontak ON,
tegangan disuplai ke terminal IG SW ECM. Lalu ECM mengaktifkan main relay
dengan memberikan tegangan ke selenoid main relay melalui termnal MREL. Lalu
tegangan baterai akan disuplai melalui kontak tunggal main relay ke terminal +B dan
+B1 serta ke komponen kelistrikan mesin yang lain seperti pada gambar di atas.
Dual Main Relay yang Dikontrol Kunci Kontak/ECM
Pada model ini terdapat dua buah main relay. Kerja kedua main relay ada yang
dikontrol langsung oleh kunci kontak dan ada yang dikontrol oleh ECM. Pada model
yang dikontrol oleh kunci kontak, saat kunci kontak ON, tegangan akan mengalir dari
kunci kontak ke kedua kumparan relay untuk mengaktifkan relay. Saat kedua relay
aktif, tegangan akan mengalir dari baterai ke salah satu relay dan mengalir ke
terminal +B dan +B1 ECM, ISC, VSV, +B check konektor dan ke circuit opening relay
melalui kontak relay. Sementara tegangan yang mengalir ke injektor disuplai oleh
main relay yang lainnya.
Dual Main Relay yang Dikontrol Kunci Kontak/ECM
Pada model yang dikontrol oleh ECM, saat kunci kontak ON, tegangan dari baterai
mengalir menuju ke terminal IG SW ECM melalui kunci kontak. Lalu ECM mensuplai
tegangan ke kedua kumparan relay melalui terminal MREL ECM untuk mengaktifkan
kedua relay. Saat kedua relay aktif, tegangan akan mengalir dari baterai melewati
sekering EFI (BATT) menuju ke kontak main relai no.1 dan selanjutnya disuplai ke
terminal +B dan +B1 ECM, ISC, VSV, +B check konektor dan ke circuit opening
relay. Sementara tegangn suplai ke injektor disuplai oleh main relay no.2.
J. SIRKUIT GROUND DAN PENGECEKANNYA
Tidak akan ada sirkuit kelistrikan yang akan berfungsi dengan baik jika groundnya
kurang baik atau malah terputus sama sekali. ECM memiliki beberapa terminal
ground untuk memperkecil kemungkinan permasalahan yang disebabkan oleh
ground. Meskipun begitu, ground ECM tetap perlu diperhatikan saat melakukan
throbleshooting pada ECM.
Terminal E2 menyediakan ground ke beberapa sensor. TP sensor, MAP
sensor, IAT sensor dan ECT sensor adalah beberapa sensor yang ground-nya
dihubungkan ke terminal E2 ECM. Terminal E1 menyediakan ground ke komponen
elektronik ECM, terutama ke CPU. Terminal E1 ini biasanya dihubungkan pada
tempat tertentu pada blok mesin. Terminal E01 dan E02 menyediakan ground untuk
komponen driver pada
ECM seperti driver
injektor, driver pengapian
(DIS/DLI sistem), dan lain-
lain.
Antara ground E1
dan lainnya dihubungkan
dengan sebuah diode
yang berfungsi untuk
menjaga komponen ECU
agar tidak ter-interferensi (gangguan sinyal) akibat tegangan induksi dari injektor dan
menyediakan ground komponen elektronik ECM saat terjadi permasalahan dengan
sirkuit E1.
Untuk memastikan sirkuit ground dalam kondisi baik hanya membutuhkan langkah
yang sederhana. Ada dua metode yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi dan
mencari letak permasalahan pada sirkuit ground, yaitu dengan memeriksa hubungan
sirkuitnya dan dengan mengukur tegangan jatuh pada terminalnya. Pengecekan bisa
kita lakukan bersamaan dengan pengecekan suplai tegangan ke ECM.
2. PRINSIP DASAR INPUT DAN OUTPUT ECM
Komputer mengontrol kerja sistem-sistem pada bagian-bagian kendaraan
dengan memonitor kondisi kerja secara terus menerus. Melalui sensor-sensor,
komputer menerima informasi vital mengenai nilai-nilai dari kondisi kerja yang
dimonitor, sehingga memungkinkan sekecil-kecilnya perubahan pada tempat yang
jauh dapat dikirim dengan cepat dan akurat dibandingkan dengan sistem mekanis.
Sensor-sensor mengkonversikan temperatur, tekanan, kecepatan, posisi ataupun
data lainnya ke dalam sinyal analog maupun digital.

Diagram Input/output ECU


Jadi input ECU yang berupa switch ataupun sensor-sensor yang bertugas
memonitor kerja sistem dan mengirimkan informasi ke kontrol unit berupa sinyal
tegangan. Sensor memberikan suatu nilai input yang berupa phisik/bahan kimia,
electrik maupun non electrik kedalam suatu nilai output berupa sinyal tegangan
(analog ataupun digital).
Dari diagram input/output ECU di atas, dapat kita lihat bahwa terdapat 4
bagian utama dari sistem kontrol elektronik pada mesin, yaitu:
1. Power supply; yang berfungsi untuk memberikan sumber tegangan bagi
sistem. Hal ini telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.
2. Input; berupa sensor-sensor yang berfungsi untuk memonitor kerja sistem
pada mesin dan mengirimkannya ke ECM.
3. Processor; berupa ECM yang berfungsi untuk mengontrol kerja sistem
berdasarkan informasi inputan dan program bekerja menghasilkan perintah
kerja khusus yang dikirmkan ke aktuator-aktuator.
4. Output; berupa aktuator-aktuator yang bekerja dibawah kontrol dan perintah
ECM untuk menentukan kerja sistem agar bekerja sesuai ketentuan.

A. DIAGRAM INPUT/OUTPUT ENGINE MANAGEMENT SYSTEM (EMS)


Pada gambar di atas menunjukkan diagram input/output pada EMS terdiri dari
berbagai inputan yang berfungsi untuk mendeteksi berbagai kondisi kerja mesin dan
melaporkannya kepada sebuah ECU. Seluruh inputan tersebut umumnya terdiri atas
sensor-sensor dan inputan lain yang memberikan informasi yang dibutuhkan oleh
ECU untuk mengontrol kerja mesin melalui output yang terdiri dari berbagai aktuator-
aktuator dan lain-lain.
Dengan demikian, berdasarkan sinyal dari berbagai inputan tersebut, ECU
mengontrol kerja mesin dengan membandingkan data tersebut dengan data standar
(target data) yang sudah dipogram di dalam ECU dan terus menerus mempertahan
kan agar data input selalu sama/mendekati data target dengan mengontrol kerja
aktuator-aktuator.
B. ECM INPUT (SENSOR-SENSOR)
Ada banyak jenis sensor yang digunakan pada mesin. Dari sedemikian banyaknya
jenis sensor yang digunakan, jika dilihat dari bahan dan karakteristik kerjanya,
kesemuanya sensor itu dapat dibagi menjadi 3 kelompok , yaitu:
1. Resistive sensor
Sensor jenis ini mengubah kondisi-kondisi mekanis menjadi nilai hambatan
pada sensor tersebut. ECM mensuplai tegangan yang telah diregulasi yang disebut
dengan tegangan referensi menuju ke sensor. ECM kemudian mengukur tegangan
jatuh yang melewati sensor akibat dari adanya nilai hambatan untuk menunjukkan
data dari part yang di monitor. Kelompok sensor ini dibagi lagi menjadi sensor tipe
potensiometer, thermistor dan piezo-resistive.
Sensor tipe potensiometer diantaranya: measuring plat air flow meter (MAF
sensor tipe plat ukur), measuring core air flow meter (MAF sensor tipe inti ukur),
Throttle Position (TP) sensor, dan fuel level sensor. Sensor tipe thermistor
diantaranya: Engine Coolant Temperature (ECT) sensor dan Intake Air Temperature
(IAT) sensor. Sensor tipe piezo-resistive diantaranya: Manifold Absolute Pressure
(MAP) sensor. Hot wire tipe sensor digunakan pada MAF Sensor.
2. Voltage generating sensor
Sensor jenis ini menghasilkan sinyal tegangan yang berhubungan dengan
komponen mekanis yang dimonitor. Sinyal tegangan ini dikirimkan ke ECM sebagai
data tentang kondisi kerja part mekanis yang dimonitor. Kelompok sensor ini dibagi
lagi menjadi sensor tipe piezo-electric, zirconia dioxide dan magnetic inductance.
Sensor tipe piezo-electric diantaranya: Knock sensor
Sensor tipe zirconium dioxide / titania dioxide dintaranya: Oksigen sensor (O 2S) dan
air-fuel ratio (A/F) sensor.
Sensor tipe magnetic inductance: Ne dan G1 sinyal (Toyota), Crankshaft Position
(CKP) sensor, Camshaft Position (CMP) sensor, Vehicle Speed Sensor (VSS).
3. Switch sensor
Sensor tipe ini bekerja memutus atau menghubungkan tegangan dari atau ke ECM
sehingga didapatkan sinyal tegangan ON atau OFF. Sinyal tegangan ON atau OFF
ini dikirimkan ke ECM sebagai data tentang kondisi part yang dimonitor. Kelompok
sensor ini dibagi menjadi pull-up switch sensor dan pull-down switch sensor.
Pull-up switch sensor diantaranya: kunci kontak, switch lampu rem, switch lampu
kepala dan defogger, switch A/C dan lain-lain.
Pull-down switch sensor diantaranya: switch power steering, netral start switch, over
drive (O/D) switch, TP idle switch, dan lain-lain.
4. Digital output sensor
Sensor ini mengubah kondisi-kondisi mekanis menjadi sinyal digital yang dikirimkan
ke ECM sebagai data tentang kondisi part yang dimonitor. Umumnya sensor model
ini membutuhkan sumber tegangan listrik yang di suplai dari baterai melalui kunci
kontak atau disuplai oleh ECM. Kelompok sensor ini dibagi menjadi reed switch
sensor, Hall IC sensor dan Optic sensor.
Reed switch sensor diantaranya: Vehicle Speed Sensor (VSS).
Hall IC sensor diantaranya: Crankshaft Position (CKP) sensor, Camshaft Position
(CMP) sensor, Vehicle Speed Sensor (VSS).
Optic sensor kebanyakan digunakan pada: Camshaft Position (CMP) sensor dan
Manifold Absolute Pressure (MAP) sensor tipe Karman Vortex.
Jika dilihat dari penggunaanya pada mesin, sensor-sensor tersebut diatas dapat kita
kelompokkan lagi menjadi:
1. Sensor temperatur : IAT sensor dan ECT sensor
2. Sensor udara masuk: MAF sensor dan MAP sensor
3. Sensor posisi throttle: TP sensor
4. Sensor putaran: Ne dan G1 sinyal, CKP sensor, CMP sensor dan VSS
5. Sensor knoking: Knock sensor
6. Sensor gas buang: O2 sensor dan A/F sensor
C. METODE OPERASI DAN KARAKTERISTIK KERJA SENSOR
1. SWITCH SENSOR
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sensor tipe ini bekerja memutus atau
menghubungkan tegangan dari atau ke ECM sehingga didapatka sinyal tegangan
ON atau OFF. Sinyal tegangan ON atau OFF ini dikirimkan ke ECM sebagai data
tentang kondisi part yang dimonitor. Kelompok sensor ini dibagi menjadi pull-up
switch sensor dan pull-down switch sensor.

2. Pull-Up Switch Sensor


Pull-Up switch sensor ini berupa switch yang memutus dan menghubungkan sumber
tegangan ke ECM sebagai sinyal ke ECM.

Saat switch terbuka atau OFF, maka tegangan dari sumber tegangan ke terminal
ECM akan terputus. Hal ini akan dibaca oleh ECM sebagai tegangan rendah pada
terminal ECM.

Sementara saat switch tertutup, tegangan dari sumber tegangan akan terhubung ke
terminal ECM. Hal ini akan dibaca oleh ECM sebagai tegangan tinggi pada terminal
ECM. Tegangan rendah atau tegangan tinggi pada terminal akan diterjemahkan
sebagai bekerja atau tidaknya komponen yang dimonitor.
Untuk meriksa sirkuit ini dapat menggunakan digital AVO meter seperti pada gambar
di bawah. Dalam kondisi normal, tegangan akan rendah (0 volt) saat switch OFF dan
tegangan akan terbaca tinggi sama dengan besar tegangan supply (umumnya 12
volt) saat switch ON.

3. SENSOR-SENSOR TIPE PULL-UP SWITCH


 Kunci Kontak
Sinyal dari kunci kontak ke ECM berupa sinyal start dan sinyal IG. Selama starting,
tegangan akan mengalir ke terminal STA ECM untuk memberikan sinyal starter.
Sementara itu, selama kunci kontak dalam posisi ON, arus tegangan dari IG juga
akan mengalir menuju ke ECM untuk mengaktifkan ECM.

Sinyal Start dari Kunci Kontak


 Switch Rem
Tegangan akan mengalir ke terminal STP atau BRK pada ECM untuk memberikan
sinyal rem selama pengereman berlangsung.

Sinyal Rem dari Switch Rem

 Switch Beban Kelistrikan


Saat beban listrik (electrical load) seperti defooger dan lampu kota/kepala diaktifkan,
maka tegangan akan mengalir ke terminal ELS ECM untuk memberikan sinyal
bahwa beban listrik sedang bekerja.

Sinyal Beban Listrik dari Switch Lampu dan Defogger


 Switch A/C
Saat A/C dinyalakan, tegangan dari sistem A/C akan mengalir ke terminal A/C ECM
untuk memberikan sinyal ke ECM bahwa sistem A/C sedang aktif. Sinyal ini biasanya
digunakan untuk mengaktifkan idle-up dan pada kendaraan terbaru juga digunakan
untuk mengaktifkan kompresor.

Sinyal Beban A/C

Pull-Down Switch Sensor


Pull-down switch sensor ini berupa switch yang kerjanya memutus atau
menghubungkan terminal ECM ke ground sebagai sinyal ke ECM.

Saat swicth terputus atau saat OFF, maka tegangan dari terminal ECU tidak
dihubungkan dengan ground. Hal ini akan menyebabkan tegangan pada terminal
akan terbaca tinggi. Besar tegangan yang terbca akan sama dengan tegangan
suplainya.
Saat switch terhubung, tegangan suplai pada terminal ECM akan terhubung dengan
ground. Hal ini menyebabkan tegangan pada terminal ECM menjadi rendah
mendekati dengan 0 volt.
Tegangan rendah atau tegangan tinggi pada terminal yang dibaca oleh ECM akan
diterjemahkan sebagai bekerja atau tidaknya komponen yang dimonitor.
Untuk meriksa sirkuit dapat menggunakan digital AVO meter. Dalam kondisi normal,
tegangan akan rendah (0 volt) saat switch ON dan tegangan akan terbaca tinggi
sama dengan besar tegangan supply (umumnya 12 volt) saat switch OFF.

Memeriksa Sirkuit Pull-down Switch Sensor


4. SENSOR-SENSOR TIPE PULL-DOWN SWITCH
 Power Steering Switch
Saat tekanan minyak power steering tinggi, maka switch akan terhubung.
Sedangkan saat tekanan minyak power steeering normal atau tinggi, maka
switch akan akan terbuka. Oleh ECU sinyal ini digunakan untuk mengaktifkan
idle-up untuk menaikkan putaran mesin saat terjadi pembebanan mesin akibat
kerja pompa power steering.
 Neutral dan Park Start Switch
Switch ini biasanya dilengkapi pada kendaraan yang menggunakan transmisi
otomatis. Saat tuas transmisi pada posisi P/N, maka tegangan pada ECM akan
rendah, sementara selain pada posisi P/N tegangan pada ECM akan tinggi.
Dengan sinyal ini memungkinkan ECM untuk tidak menyalakan mesin saat
distart kecuali jika tuas transmisi pada posisi P atau N.

 Switch O/D
Switch ini dilengkapi pada tranmisi otomatis yang berfungsi untuk memberikan
sinyal ke ECM apakah pengemudi bermaksud untuk mengaktifkan posisi over
drive atau tidak. Selain digunakan untuk mengontrol posisi O/D, sinyal ini juga
digunakan oleh ECM untuk menyalakan lampu indikator O/D pada combination
meter.
 Idle Switch pada TP Sensor
Switch ini berfungsi untuk memberikan sinyal ke ECM apakah pengemudi
bermaksud mengaktifkan putaran idle atau tidak. Saat pedal gas tidak diinjak, maka
katup gas akan menutup yang artinya pengemudi mengaktifkan putaran idle.

Idle switch pada TP sensor akan menutup sehingga tegangan pada terminal IDL
ECM akan rendah. Akan tetapi jika pedal gas diinjak maka katup gas akan mulai
membuka yang artinya pengemudi bermaksud untuk tidak mengaktifkan putaran idle.
Switch pada TP sensor akan terbuka sehingga tegangan pada terminal IDL akan
tinggi.
A. RESISTIVE SENSOR
Sensor jenis ini mengubah kondisi-kondisi mekanis menjadi nilai hambatan pada
sensor tersebut, lalu ECM mensuplai tegangan yang telah diregulasi yang disebut
dengan tegangan referensi menuju ke sensor. ECM kemudian mengukur tegangan
jatuh yang melewati sensor akibat dari adanya nilai hambatan untuk menunjukkan
data dari part yang di monitor. Kelompok sensor ini dibagi lagi menjadi sensor tipe
potensiometer, thermistor dan piezo-resistive.
Potensiometer Type Sensor
Pada banyak aplikasi, ECM membutuhkan informasi mengenai posisi komponen
mekanis. TP sensor mendeteksi posisi
throttle valve dan Fuel Level sensor
mendeteksi ketinggian bahan bakar
didalam tangki. Selain itu MAF sensor tipe
plat ukur dan inti ukur juga menggunakan
prinsip serupa untuk mendeteksi jumlah
udara yang masuk.
Secara elektrik, sensor-sensor ini memiliki kesamaan dalam kerjanya. Lengan pada
kontak bebas pada sensor dihubungkan dengan bagian mekanis yang bergerak
misalnya katup, pelampung atau plat ukur.
Saat part bergerak, lengan ini juga bergerak. Lalu kontak bebas pada
potensiometer yang dihubungkan pada lengan ini juga akan bergerak menyebabkan
nilai resistansi pada resistor potensiometer juga akan berubah. ECM akan
memberikan tegangan refensi. Lalu akibat dari berubah-ubahnya nilai resistansi
akibat dari perubahan posisi part akan menyebabkan naik turunnya tegangan yang
dihasilkan oleh potensiometer yang disebut dengan sinyal tegangan. Sinyal
tegangan ini kemudian dikirim ke ECM.
5. SENSOR-SENSOR TIPE POTENSIOMETER
 TP sensor
Berfungsi untuk mendeteksi sudut pembukaan throttle valve. TPS dihubungkan
langsung dengan sumbu throttle valve, sehingga jika throttle valve bergerak, maka
TPS akan mendeteksi perubahan pembukaan throttle valve, selanjutnya dengan
menggunakan tahanan geser perubahan tahanan ini dikirim ke ECM sebagai input
ECM.
ECM menggunakan informasi dari TP sensor untuk mengontrol:
 Mode mesin saat idle, pembukaan throttle kecil atau pebukaan throttle besar.
 Pemutusan sistem A/C dan kontrol emisi saat akselerasi
 Koreksi campuran udara dan bahan bakar
 Koreksi penambahan power saat akselerasi
 Fuel cut control

Sebenarnya ada beberapa tipe TP sensor


yang digunakan pada kendaraan. Namun
sementara ini yang paling umum
digunakan adalah tipe variable resistor 3
terminal, tipe variable resistor 4 terminal
dengan switch idle dan tipe dual variable
resistor.
 TPS tipe variable resistor 3 terminal.
Tegangan referensi 5 volt disuplai oleh
ECM dari terminal VC sebagi input
sensor. Ground sensor disediakan oleh
ECM pada terminal E2 ECM. Tegangan
ini akan berubah dan bervariasi antara
0 – 5 volt sesuai dengan perubahan
pembukaan katup throttle dan perubahan
nilai hambatan variable resistor. Variasi
tegangan inilah yang dikirim ke ECM sebagai sinyal besar pembukaan katup throttle
melalui terminal VTA1 .
 TPS tipe variable resistor dengan switch idle 4 terminal.
Prinsipnya kerjanya sama dengan TPS 3
terminal. Tegangan referensi 5 volt disuplai oleh
ECM dari terminal VC sebagi input sensor.
Ground sensor disediakan oleh ECM pada
terminal E2 ECM. Tegangan ini akan berubah
dan bervariasi antara 0 – 5 volt sesuai dengan
perubahan pembukaan katup throttle dan
perubahan nilai hambatan variable resistor.
Variasi tegangan inilah yang dikirim ke ECM sebagai sinyal besar pembukaan katup
throttle melalui terminal VTA1 .
Akan tetapi selain variasi tegangan yang dikirimkan ke ECM, pada waktu
katup trhottle tertutup penuh (posisi idle) ground akan dihubungkan dan dikirim ke
ECM dan pada terminal IDL1 tegangan akan terbaca 0V sebagai informasi bahwa
katup throttle dalam kondisi tertutup penuh/idle dan tegangan akan sama dengan
tegangan suplai (di dalam ECM) saat katup throttle terbuka.
 TPS tipe dual variable resistor dengan 4 terminal.
Pada TPS ini terdapat 2 variable resistor. Prinsip kerjanya sama dengan TPS 3
terminal. Perbedaannya hanya pada jumlah terminal output ke ECM. Pada TPS ini
ada dua terminal output yang masuk ke ECM.
Tegangan referensi 5 volt disuplai oleh ECM melalui terminal VC ke sensor.
Tegangan ini disalurkan ke kedua potensiometer. Ground sensor disediakan oleh
ECM melalui teerminal E2. Dari perubahan posisi throttle akan dihasilkan dua sinyal
output sensor yang dikirim ke ECM seperti ditunjukkan pada grafik di bawah.

 MAF Sensor Tipe Measuring Plate (Vane Air Flow Meter)


MAF sensor ini berfungsi untuk mengukur jumlah udara yang masuk ke dalam mesin
yang akan digunakan oleh ECM untuk menghitung Basic Injection Volume dan Basic
Ignition Advance. Udara yang masuk ke intake air chamber akan dideteksi dengan
gerakan membuka dan menutupnya plat pengukur. Bagian-bagian dari MAF sensor
ini ditunjukkan pada gambar berikut.
Saat bekerja, udara yang mengalir masuk ke dalam mesin akan mendorong plat ukur
yang ditahan oleh sebuah pegas pengembali. Besar gerakan pembukaan plat ukur
sebanding dengan jumlah udara yang masuk. Plat pengukur dan potensiometer
bergerak pada poros yang sama, sehingga sudut membukanya plat pengukur ini
akan merubah nilai tahanan potensiometer. Variasi nilai tahanan ini akan dirubah
menjadi output voltage sensor ke ECM sebagai dasar untuk menentukan banyaknya
jumlah udara yang masuk ke intake air chamber.
ECM memberikan tegangan referensi sebesar 5 volt melalui terminal VC ECM
ke sensor. Ground disediakan oleh terminal E2. Berdasarkan banyak atau sedikitnya
udara yang masuk, akan menyebabkan perubahan hambatan pada potensiometer
yang selanjutnya juga akan menyebabkan perubahan tegangan output sensor.
Sinyal tegangan ini akan bervariasi antara 0 – 5 volt yang selanjutnya dikirimkan ke
ECM melalui terminal Vs. Karakteristik tegangan dapat dilihat pada grafik dibawah
ini.
 MAF Sensor Tipe Inti Ukur (Measuring Core Tipe Air Flow Meter)
Sama halnya dengan MAF sensor tipe plat ukur, MAF sensor ini juga berfungsi untuk
mengukur jumlah udara yang masuk ke dalam mesin yang akan digunakan oleh
ECM untuk menghitung Basic Injection Volume dan Basic Ignition Advance. Udara
yang masuk ke intake air chamber akan dideteksi dengan gerakan maju dan
mundurnya inti ukur.
MAF sensor ini terdiri dari inti pengukur, pegas pengembali, potensiometer,
sebagai salah satu input ke ECM untuk mengontrol besaran penginjeksian.

Saat udara mengalir masuk kedalam mesin, udara akan mendorong measuring core
ke arah kanan (sesuai gambar) melawan pegas pengembali. Gerakan measuring
core ke arah samping ini sebanding dengan jumlah udara yang masuk. Jika udara
yang masuk sedikit, maka aliran udara yang mendorong measuring core juga lemah
sehingga gerakan measuring core
akan sedikit. Sementara jika aliran
udara yang masuk semakin tinggi,
maka measuring core akan
bergerak jauh ke arah kanan.
Pada setiap posisi tersebut,
jumlah udara yang masuk
dideteksi oleh potensiometer yang
dipasang pada measuring core.
Pada type ini sensor jumlah
udara masuk, menjadi satu unit
dengan sensor temperatur udara
masuk (IATS). Tegagan referensi
5 volt dari ECM diberikan melalui terminal VC ECM ke sensor. Tegangn ini disuplai
ke potensiometer sebagai sensor jumlah udara masuk dan ke sensor temperatur
udara masuk. Sementara ground disediakan oleh ECM melalui terminal E2.
Ketika slider potensiometer yang dipasang pada measuring core bergerak
maju atau mundur, nilai resistansi resistor akan berubah-ubah sesuai dengan besar
gerakan slider yang dipengaruhi oleh jumlah udara masuk (besarnya aliran udara
masuk). Potensiometer akan menghasilkan sinyal voltase yang berubah ubah antara
0 – 5 volt sebagai output sensor lalu dikirim ke ECM melalui terminal Vs ECM.
Karakteristik tegangan yang dihasilkan dapat dilihat pada grafik.
Pemeriksaan Sensor
Untuk memeriksa sirkuit dapat menggunakan
digital AVO meter. Terlebih dahulu periksa
tegangan referensi yang disuplai oleh ECM
pada terminal VC dan grounding pada terminal
E2 connector sensor. Dalam kondisi normal
(kunci kontak ON), tegangan dari terminal VC
ECM harus terbaca 5 volt. Sementara
tegangan pada terminal E2 tidak boleh lebih
dari 300 mV.
Jika terjadi penyimpangan pembacaan
tegangan pada terminal connector sensor,
ukurlah tegangan pada terminal VC dan E2
ECM.
Jika tegangan terbaca normal, maka
problem terletak pada wire harness. Namun
apabila pembacaan tetap tidak normal,
maka problem terletak pada ECM itu sendiri.
Lalu untuk memastikan apakah sensor
dalam keadaan baik atau tidak, periksalah
nilai resistansi pada masing-masing terminal
sensor. Dan bandingkan nilai resistansinya
dengan nilai standar yang dijelaskan pada
masing-masing buku manual perbaikan
kendaraan tersebut. Jika terjadi penyimpangan terhadap nilai resistansinya, gantilah
sensor.
Selain itu periksa sinyal
tegangan dari sensor pada terminal
ECM dan bandingkan dengan nilai
tegangan yang dijelaskan pada
service manual book. Jika
pembacaan sinyal tegangan tidak
sesuai dengan satandar, periksa
kemungkinan kabel terputus,
hubungan connector kurang baik
atau sensornya bermasalah.

6. Thermistor Type Sensor


Sensor ini berupa thermistor dengan bahan semikonduktor yang mempunyai sifat
semakin panas temperatur maka nilai tahanannya semakin kecil (NTC). Sensor
dengan bahan thermistor ini digunakan untuk sensor temperatur, seperti sensor
temperatur udara masuk (IAT sensor), sensor temperatur air pendingin mesin (ECT
sensor), sensor temperatur gas buang yang disirkulasi kembali (EGR Temperatur
sensor), dan lain-lain. Kesemua sensor temperatur ini memiliki karakteristik yang
sama persis, hanya berbeda fungsinya saja.

 Intake Air Temperatur (IAT) Sensor


IAT sensor ini berfungsi untuk mendeteksi temperatur udara yang masuk ke dalam
mesin untuk menentukan koreksi jumlah bahan bakar dan yang akan semprotkan
oleh injekor. Biasa terpasang pada air cleaner, hose antara air cleaner dengan
throttle body, menjadi satu dengan MAF sensor atau pada tempat lainnya pada
sistem udara masuk mesin.

IAT memiliki dua terminal. ECM akan menyuplai tegangan sebesar 5 volt pada
terminal THA dan menyediakan ground melalui terminal E2 untuk sensor. Karena
nilai tahanan pada sensor bervariasi akibat perubahan temperatur maka tegangan
pada terminal THA ECM juga akan bervariasi. Variasi tegangan inilah yang dijadikan
dasar bagi ECM untuk menentukan temperatur udara masuk yang tepat sebagai
input bagi ECM.
 Engine Coolant Temperatur (ECT) Sensor
ECT sensor ini berfungsi untuk mendeteksi temperatur air pendingin mesin. ECT
sensor biasanya terletak pada saluran air pendingin dekat sebelum thermostat.
Sinyal dari ECT ini oleh ECM digunakan untuk mengontrol penginjeksian, saat
pengapian, variable valve timing/VVT (jika dilengkapi), perpindahan gigi pada
transmisi otomatis dan lain-lain.
ECT sensor juga memiliki dua terminal. ECM akan menyuplai tegangan sebesar 5
volt pada terminal THW dan menyediakan ground melalui terminal E2 untuk sensor.
Karena nilai tahanan pada sensor bervariasi akibat perubahan temperatur dari air
pendingin, maka tegangan pada terminal THW ECM juga akan bervariasi. Variasi
tegangan inilah yang dijadikan dasar bagi ECM untuk menentukan temperatur udara
masuk yang tepat sebagai input bagi ECM.
 EGR Temperatur Sensor
Sensor ini terletak didalam saluran EGR dan berfungsi untuk mengukur temperatur
gas buang. Saat EGR valve membuka, temperatur meningkat. Dari kenaikan
temperatur gas buang yang dibaca oleh EGR temperatur sensor ini, ECM
mengetahui bahwa EGR valve telah membuka dan gas buang telah mengalir.

EGR Temperatur sensor terhubung dengan terminal THG dan E2 ECM. EGR
Temperatur sensor juga memiliki dua terminal. ECM akan menyuplai tegangan
sebesar 5 volt pada terminal THG dan menyediakan ground melalui terminal E2
untuk sensor. Karena nilai tahanan pada sensor bervariasi akibat temperatur aliran
gas buang, maka tegangan pada terminal THG ECM juga akan bervariasi. Variasi
tegangan inilah yang dijadikan dasar bagi ECM mengetahui bahwa EGR valve telah
membuka dan gas buang telah mengalir.
Hubungan perubahan
temperatur dan nilai resistasi terhadap
nilai sinyal tegangan yang dihasilkan
oleh semua sensor temperatur dapat
dilihat pada grafik berikut ini.

Pemeriksaan Sirkuit Sensor Temperatur


Untuk memeriksa sirkuit sensor
temperatur, pertama periksalah
suplai tegangan sensor dengan
terlebih dahulu melepas konektor
sensor.
Pada saat kunci kontak ON,
tegangan yang terbaca kurang
lebih sekitar 5 volt. Jika
pembacaan menyimpang dari nilai
standar, periksa juga tegangan
pada sisi terminal ECM. Jika nilai pembacaannya sesuai standar, berarti kabel
harnes putus atau sambungan kurang baik. Namun jika pembacaan nilai tegangan
tetap menyimpang, berarti ada permasalahan di internal ECM.
Jika pembacaan supali tegangan ECM normal, pasang kembali konektor dan ukur
kembali tegangan. Pembacaan nilai tegangan harus menunjukkan nilai tertentu
tergantung dari temperatur yang dimonitor. Lihat pada buku manual service untuk
mengetahui nilai standarnya.

Untuk memastikan sensor temperatur dalam kondisi baik atau tidak, kita juga bisa
menggunakan metode berikut. Yaitu dengan cara membandingkan nilai hambatan
dengan temperatur aktualnya. Lihat pada buku manual service untuk melihat nilai
hambatan standarnya. Jika nilai hambatannya tidak sesuai standar pada temperatur
aktual, gantilah sensor temperatur.
7. Piezo-Resistive Type Sensor
Sensor tipe pizo-resistive ini adalah sebuah sirkuit resistor yang dikonstruksi pada
lapisan silikon tipis. Melengkungnya atau berubah bentuknya lapisan silicon ini akan
menyebabkan perubahan nilai resistansi. Sensor tipe ini biasanya digunakan untuk
mendeteksi tekanan (Sensor Tekanan) seperti manifold pressure sensor, meskipun
juga bisa digunakan untuk mengukur gaya atau defleksi sebuah obyek seperti sensor
deselerasi pada bagian tengah sensor SRS airbag.
Salah satu sensor yang paling penting dari jenisnya piezo-resistive adalah Manifold
Absolute Pressure (MAP) sensor.
 Manifold Absolute Pressure (MAP) sensor
MAP sensor (disebut juga dengan vacuum sensor) digunakan pada kendaraan yang
mengunakan sistem D-EFI. Sensor ini terletak dimana saja yang mana terhubung
langsung dengan intake manifold. MAP sensor berfungsi untuk mendeteksi tekanan-
tekanan pada intake manifold untuk menghitungan jumlah udara yang masuk.
MAP sensor terdiri dari piezo resistive silicon chip tipe pressure converting
element yang berfungsi merubah fluktuasi tekanan manifold menjadi perubahan
tegangan dan IC (integrated circuit) yang memperkuat perubahan tegangan. MAP
sensor menghasilkan sinyal tegangan yang segera di kirim ke ECM. Oleh ECM sinyal
tegangan ini digunakan untuk menentukan basic injection time.
Pada MAP sensor memiliki dari 3
terminal, yaitu: power source sensor
(reverence voltage) sebesar 5 volt dari
terminal Vcc ECM; ground dari terminal E2
ECM dan terminal sinyal output dari sensor
ke terminal PIM ECM yang akan
menghasilkan tegangan yang bervariasi
antara 0 ~ 5 volt tergantung besar kecilnya
kevakuman di intake manifold.
Jika kevakuman di intake semakin
tinggi, maka tegangan output akan semakin
rendah. Sebaliknya jika kevakuman semakin
rendah maka tegangan output semakin
tinggi (lihat grafik). Nilai sinyal tegangan
spesifik ini mungkin berbeda antara kendaraan yang satu dengan yang lain. Untuk
lebih pastinya, lihat pada service manual book pada masing-masing kendaraan.
8. Hot Wire (kawat pemanas) Type Sensor
Sensor tipe ini sementara ini hanya dipakai pada MAF sensor. Bagian utama dari hot
wire MAF sensor ini terdiri dari sebuah thermistor, kawat pemanas (hot wire), dan
kontrol unit elektronik.

Saat bekerja, thermistor mengukur temperatur udara yang masuk ke dalam mesin.
Sementara unit kontrol elektronik mempertahankan temperatur yang dihasilkan oleh
kawat pemanas agar selalu konstan berdasarkan informasi termistor. Peningkatan
udara yang masuk menyebabkan temperatur kawat pemanas berkurang dengan
cepat, lalu unit kontrol elektronik akan mengkompensasi dengan mengalirkan arus
yang lebih besar ke kawat pemanas. Sebaliknya jika udara yang masuk sedikit,
berkurangnya temperatur kawat pemanas akan kecil, sehingga kontrol unit hanya
akan mengkompensasi dengan sedikit arus.

Lalu unit control elektronik akan mengukur arus yang mengalir ke kawat pemanas
secara terus menerus dan merubahnya menjadi sinyal tegangan (VG) yang
sebanding dengan besar arus yang mengalir.

MAF sensor tipe hot wire ini memiliki 3 terminal. Satu terminal terhubung dengan
sumber arus listrik. Umumnya sumber arus ini terlebih dahulu melewati relai.
Terminal yang kedua menyediakan ground yang terhubung dengan terminal E2
ECM. Dan terminal yang terakhir adalah sinyal output dari sensor ke ECU yang
berupa variasi tegangan atara 0-5 volt (lihat grafik pada gambar diatas). Dan bisa
jadi IAT sensor juga ditempatkan menjadi satu unit dengan MAF sensor.
Sirkuit MAF Sensor Tipe Hot Wire

Pemeriksaan Sensor Tipe Hot Wire


Pemeriksaan MAF sensor tipe ini dapat dilakukan secara visual, pemeriksaan sirkuit
dan pengecekan komponen. Aliran MAF sensor harus bersih dari debu ataupun
kotoran. Jika dalam sensor kondisi normal, saat soket dilepas mesin biasanya masih
bisa hidup, tapi kerja mesin menjadi jelek dan DTC akan muncul.
Untuk pemeriksaan rangkaian, pastikan suplai tegangan telah terhubung. Gunakan
DVOM untuk mengukur tegnagn terminal B+ dengan massa. Jika IAT sensor menjadi
satu dengan MAF sensor, ukurlah juga tegangan antara teminal THA dan E2 untuk
memastikan tegangan IAT sensor dalam kondisi baik.
Periksa juga ground sensor dengan mengukur tegangan jatuh pada terminal E2
sensor atau terminal E2 ECM.

Untuk memeriksa kerja MAF sensor ini bisa dilakukan dengan memberikan tegangan
suplai pada terminal E2 dan B+ ke baterai dan mengukur tegangan antara terminal
E2 dan VG dengan DVOM saat udara ditiupkan ke MAF sensor.

9. VOLTAGE GENERATING SENSOR


Prinsip kerja dari sensor jenis ini mengubah kondisi-kondisi mekanis yang dimonitor
langsung menjadi nilai tegangan tanpa membutuhkan tegangan suplai dari luar
sensor.Sinyal tegangan yang dihasilkan oleh sensor ini kemudian dikirimkan ke ECM
untuk menunjukkan data dari part yang di monitor. Kelompok sensor ini dibagi lagi
menjadi sensor tipe piezo-electric, Zirconia dioxide, dan magnetic inductance.
Piezo-electric Type Sensor
Pada sensor ini, piezo electric menghasilkan beda potensial (tegangan) pada
permukaan kristal akibat adanya tekanan-tekanan pada kristal. Saat kristal bergetar
atau berubah bentuk, tegangan AC akan dihasilkan. Salah satu sensor pada mesin
yang terbuat dari piezo-electric adalah Knock Sensor.
 Knock Sensor
Knock sensor ditempatkan di block silinder, yang berfungsi untuk mendeteksi
kemungkinan terjadinya knocking. ECM menggunakan sinyal dari knock sensor
untuk menghindari atau mengurangi terjadinya knocking (detonasi).

Knock sensor terdiri dari piezo electric, reed plate dan weight yang dapat mendeteksi
vibrasi knocking engine dan mengubah getaran ke dalam bentuk signal tegangan
kemudian dikirimkan ke ECM untuk mengontrol ignition system.
Cirinya, getaran akibat dari knocking terukur pada rata-rata 7KHz. Knock sensor
terhubung dengan dengan terminal KNK pada ECM. Umumnya kabel yang
digunakan menggunakan tipe coaxial cable untuk mencegah gangguan sinyal
(stooring) seperti yang diperlihatkan pada gambar sirkuit knock sensor di bawah.

 Oksigen Sensor
Oksigen sensor dipasang di exhaust manifold yang berfungsi untuk mendeteksi
konsentrasi oksigen pada gas buang kendaraan untuk menghitung perbandingan
udara dan bensin dan menginformasikan hasilnya pada ECM. Berdasarkan sinyal
dari oksigen sensor ini ECM akan menyetel air fuel ratio agar selalu sesuai dengan
ideal atau stoichiometric.
Oksigen terbuat dari zirconia (zirconium dioxide), elektroda platina dan pemanas.
Oksigen sensor menghasilkan tegangan berdasarkan pada komparasi jumlah
oksigen didalam gas buang dengan oksigen di atmosfer.

Zirconia elemen punya satu sisi yang menghadap gas buang dan sisi yang lain
menghadap ke udara bebas (atmosfer). Setiap sisi memiliki lapisan elektroda platina
yang ditambahkan ke zirconium dioxide element yang berfungsi untuk meneruskan
tegangan yang dihasilkan. Kotoran atau korosi pada elektroda platina akan
mengurangi sinyal tegangan yang dikeluarkan.
Saat oksigen di dalam ga buang sedikit, akan terdapat perbedaan yang besar antara
kadar oksigen pada gas buang dan atmosfer. Ini akan menghasilkan sinyal tegangan
yang lebih tinggi. Saat kadar oksigen di dalam gas buang meningkat, perbedaanya
dengan oksigen di atmosfer akan kecil dan sinyal tegangan yang dihasilkan akan
kecil.
Dengan kata lain, apabila kadar oksigen pada gas buang tinggi maka ECM akan
menyimpulkan bahwa campuran terlalu kurus (lebih banyak udaranya) dan sinyal
tegangan yang dihasilkan oksigen sensor akan rendah. Sedangkan apabila kadar
oksigen pada gas buang rendah maka ECM akan menyimpulkan bahwa campuran
terlalu gemuk (lebih banyak bensinnya) dan sinyal tegangan yang dihasilkan sensor
akan tinggi.

Dari kadar oksigen pada gas buang, ECM dapat menentukan apakah air/fuel ratio
kurus atau kaya dan berdasarkan ini air/fuel ratio akan disetel. Campuran yang
gemuk akan menggunakan hampir semua oksigen sehingga sinyal tegangan akan
tinggi dan berkisar antara 0,6 – 1,0 volt. Sementara campuran yang kurus akan
menyisakan banyak oksigen pada gas buang dari
pada campuran yang gemuk, sehingga sinyal
tegangan yang dihasilkan akan rendah dan berkisar
antara 0,4 – 0,1 volt. Pada stoichiometric air/fuel ratio
(14,7 : 1), oksigen sensor akan menghasilkan sinyal
tegangan kira-kira 0,45 volt.
Saat dingin, oksigen sensor bekerja seperti
resistor sampai temperatur kerjanya tercapai yaitu
minimal 4000 C. Pada temperatur kerja, oksigen
sensor bekerja seperti baterai. Untuk bisa menghasilkan sinyal yang akurat, penting
sekali untuk menjaga oksigen sensor temperatur tinggi. Untuk itu pada model
terbaru, oksigen sensor dilengkapi dengan heater yang berfungsi untuk
mempercepat dan menjaga temperatur kerja oksigen sensor yang disebut dengan
Heated Oksigen Sensor (HO2S) yang membutuhkan arus kira-kira 2 Amper.

 Air/Fuel Ratio (A/F) Sensor


A/F sensor hampir serupa dengan kerja oksigen sensor. Meskipun bentuknya hampir
sama dengan oksigen sensor, konstruksi dan karakter kerja dari A/F sensor sangat
berbeda dengan oksigen sensor.
A/F sensor juga bekerja sebagai wide range atau wide ratio sensor karena
kemampuannya untuk mendeteksi air/fuel ratio pada jangkauan yang lebih luas.
Keuntungan dari A/F sensor diantaranya ECM akan dapat mengukur bahan bakar
secara lebih akurat untuk menurunkan emisi. Untuk bisa bekerja dengan baik, A/F
sensor bekerja pada temperatur kira-kira 6500 C dan mengubah arus output
tergantung pada kadar oksigen pada gas buang.
Sirkuit pada ECM mendeteksi perubahan dan kekuatan arus yang mengalir dan
mengeluarkan sinyal tegangan yang sebanding kadar oksigen pada gasbuang.

Sirkuit A/F Sensor


A/F sensor didesain berdasar pada stoichiomeric (14,7 : 1) dimana arus tidak akan
mengalir dan tegangan output oleh sirkuit akan terdeteksi sebesar 3,3 volt.
Campuran gemuk yang mana hanya akan menyisakan sedikit sekali oksigen pada
gas buang akan menghasilkan arus negatif mengalir dan sirkuit deteksi ECM akan
membaca tegangan dibawah 3,3 volt. Sementara campuran yang kurus yang
menyisakan lebih banyak oksigen pada gas buang akan menghasilkan aliran arus
positif. Sirkuit deteksi ECM saat ini akan menghasilkan sinyak tegangan di atas 3,3
volt.

Diagnosis Service Pada Oksigen Sensor dan A/F Sensor


Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan fungsi oksigen sensor menjadi tidak
normal. Ini penting diperhatikan untuk memtikan apakah problem disebabkan oleh
sensor itu sendiri atau faktor lainnya yang menyebabkan oksigen sensor bekerja
tidak normal.
Kontaminasi pada oksigen sensor menyebabkan tegangan yang dihasilkan tidak
akan sesuai. Oksigen sensor dapat terkominasi dari air pendingin, oli yang terbakar,
additive pada perekat dan additive yang tidak benar pada bensin. Jika
kontaminasinya ringan, maka biasanya
hanya menyebabkan kerja oksigen
sensor lambat dan menyebabkan
problem pada emisi dan kerja mesin.
Banyak faktor dari luar yang
menyebabkan problem pada kerja
oksigen sensor; diantaranya vakum
mesin rendah, EGR rusak, tekanan
bahan bakar terlalu tinggi dan lain
sebagainya. Sangat penting untuk memastikan bahwa sirkuit oksigen sensor dan
heater dalam kondisi sempurna. Resistansi yang terlalu berlebihan, terputus dan
konsleting ke ground akan menghasilkan sinyal yang salah.
Untuk pemeriksaan sirkuit A/F sensor heater juga hampir sama dengan heater
oksigen sensor. Cuma bedanya sumber arus untuk A/F sensor heater dilengkapi
dengan relay karena arus yang menalir cukup besar, yaitu sekitar 8 Amper.

Magnetic Inductance Type Sensor

Magnetic inductance sensor terdiri dari kumparan yang dililitkan disekeliling inti besi
yang dilengkapi dengan magnet permanen. Jika sebuah rotor digerakan dekat
sensor, maka medan magnet akan terpotong dan tegangan akan dihasilkan pada
kumparan. Jika kutub-kutub magnetnya berubah, maka polaritas tegangan juga akan
berubah dan tegangan AC akan dihasilkan. Semakin cepat gerakan rotor, maka
frekuensi tegangan yang dihasilkan juga akan semakin tinggi.
Sensor tipe ini umumnya digunakan pada sensor putaran dan posisi seperti
camshaft position (CMP) sensor, crankshaft position (CKP) sensor, vehicle speed
sensor (VSS), wheel speed sensor pada ABS, dan lain-lain.
Tegangan yang dihasilkan oleh sensor akan berubah secara kontinyu meskipun
tegangannya rendah pada kecepatan rendah dan ECM harus tetap bisa mendeteksi
tegangan yang kecil ini. Jika tegangan ini terinterferensi maka akan menyebabkan
ECM tidak mampu membaca sinyal tegangan dengan baik. Untuk itu kabel yang
digunakan untuk menghubungkan sensor dan ECM menggunakan kabel coaxial
seperti yang digunakan pada knock sensor.

Position/speed sensor memberikan informasi ke ECM mengenai posisi komponen,


kecepatan/putaran komponen, dan perubahan kecepatan komponen. Sensor
diletakkan dengan rotor memiliki gigi. Saat berputar, setiap gigi akan menghasilkan
sinyal pada sensor. ECM akan menentukan kecepatan komponen yeng berputar
berdasarkan jumlah pulsa. Jumlah pulsa dalam satu detik adalah sinyal frekuensi.
Jarak antara rotor dengan pick-up coil sangat penting. Jika jaraknya terlalu jauh,
maka sinyal yang dihasilkan akan lemah. Sensor ini menghasilkan tegangan
sehingga tidak membutuhkan tegangan dari luar. Kabel sensor akan dililit dan
diisilosi untuk mencegah sinyal terinterferensi.
 Camshaft Position (CMP) Sensor
CMP sensor disebut juga dengan G sensor berfungsi untuk mendeteksi posisi
camshaft. Dengan memantau posisi camchaft, ECM dapat menentukan posisi kerja
mesin pada setiap silinder. Dengan begitu
ECM akan dapat menentukan kapan waktu
pengapian dan kapan penginjeksian akan
diberikan.
 Crankshaft Position (CKP) Sensor
CKP sensor disebut juga dengan Ne sensor
yang berfungsi untuk mendeteksi putaran
mesin melalui crankshaft. ECM
menggunakan sinyal CKP untuk menentukan putaran mesin, posisi crankshaft dan
mendeteksi terjadinya misfiring. Sinyal yang dihasilkan oleh CKP sensor juga disebut
dengan sinyal NE (Number of Engine Rotation).
Sinyal NE dikombinasikan dengan G sinyal untuk
mendeteksi silinder mana yang sdang langkah
kompresi, dan lain-lain; dan ECM dapat
menentukan langkah kerja mesin dan firing order
mesin berdasarkan program. Selain itu juga ECM
menghitung basic injection volume berdasarkan
sinyal dari CKP sensor ini.

Posisi CKP (atas) dan Sinyal NE dan G (bawah)


Pada beberapa tipe kendaraan, anatara CMP sensor dan CKP sensor ada yang
diletakkan menjadi satu di dalam distributor. Model ini biasanya digunakan pada
mesin yang mengaplikasikan sistem pengapian ESA (electronic sparak advance)
atau VAST (variable adjusting spark and timing).

Karena CKP sensor dan CMP sensor


diletakkan menjadi satu, maka sinyal NE dan
G juga dihasilkan.
 Vehicle Speed Sensor (VSS)
VSS berfungsi untuk mendeteksi kecepatan kendaraan. Sinyal VSS dihasilkan dari
pengukuran putaran poros output transmisi, transaxle atau putaran roda.
Setiap tipe mungkin menggunakan sensor yang berbeda tergantung dari model dan
aplikasinya. Pada beberapa model kendaraan, sinyal VSS ada yang diproses di
combaination meter lalu dikirimkan ke ECM. Pada kendaraan dengan anti-lock brake
system (ABS), sinyal WSS diolah oleh computer ABS lalu kemudian dikirmkan ke
combination meter lalu ke ECM.

B. DIGITAL OUTPUT SENSOR


Sensor ini mengubah kondisi-kondisi mekanis menjadi sinyal digital yang dikirimkan
ke ECM sebagai data tentang kondisi part yang dimonitor. Dengan demikian, ECM
tidak memerlukan A/D converter. Umumnya sensor model ini membutuhkan sumber
tegangan listrik yang di suplai dari baterai melalui kunci kontak atau disuplai oleh
ECM.
Kelompok sensor ini dibagi menjadi reed switch sensor, Hall IC sensor dan Optic
sensor.
Reed Switch Sensor
Reed switch umumnya digunakan pada speed/position sensor seperti halnya tipe
magnetic inductace. Cuma reed switch pada kendaraan umumnya hanya digunakan
untuk Vehicle Speed Sensor saja. Dengan kata lain sampai saat ini, satu-satunya
sensor yang menggunaka reed swich ini adalah VSS.
Reed switch sensor terdiri satu set kontak yang akan terhubung jika didekatkan
dengan magnet. Aplikasinya pada VSS, magnet diletakkan pada kabel speedometer
dan ikut berputar saat kabel berputar. Saat kutub magnet mendekat, switch akan
terhubung dan bila kutub magnet menjauhi maka switch akan terputus. Tegangan
disuplai pada salah satu kontak pada switch dan kontak yang lain dihubungkan
dengan ground. Saat kontak poin menutup, tegangan pada kontak akan mendekati 0
volt. Dan bila kontak point membuka maka tegangan akan mendekati 5 volt. Dengan
membuka dan menutupnya kontak poin secar terus menerus, maka akan dihasilkan
sinyal digital yang akan dibaca oleh ECM sebagai sinyal kecepatan kendaraan.

Hall IC Type Sensor


Sensor ini terdiri dari magnetic resistace element yang menghasilkan sinyal
tegangan AC, Hall IC yang bekerja seperti halnya komparator untuk menghasilkan
sinyal digital dan rotor sebagai obyek yang dideteksi. Saat rotor berputar, maka pada
setiap gigi rotor akan menghasilkan sinyal dan dikirimkan ke ECM. Sensor ini
umumnya digunakan untuk position/speed sensor seperti Crankshaft Position (CKP)
sensor, Camshaft Position (CMP) sensor, Vehicle Speed Sensor (VSS).

Sensor ini mempunyai tiga terminal, yaitu satu terminal yang terhubung dengan
sumber arus 12 volt, satu terminal ground yang biasanya langsung terhubung
dengan masa body, dan terminal output sinyal sensor yang terhubung dengan ECM.
Sensor tipe ini secara fungsi sama dengan speed sensor ttipe lainnya. Hanya secara
kerja, bahan, sirkuit dan sinyal yang dihasilkan mungkin bisa berbeda.

Optic Type Sensor


Sensor ini umumnya terdiri dari 3 bagian utama, yaitu led sebagai penghasil cahaya,
photo transistor atau photo diode sebagai penangkap sinarnya dan IC untuk
menghasilkan sinyal digital.
Optic sensor kebanyakan digunakan pada: Camshaft Position (CMP) sensor dan
Manifold Absolute Pressure (MAP) sensor tipe Karman Vortex.

 CMP Sensor
Secara fungsi, CMP sensor tipe optic ini sama dengan CMP sensor tipe lainnya.
Cuma yang membedakan hanyalah kontruksi dan karakteristik kerjanya. Prinsip
kerjanya adalah dengan mengubah sinyal cahaya menjadi sinyal digital.
Pada saat bekerja, photo transistor menerima cahaya dari bagian bawah transistor
dan mengubahnya menjadi sinyal-sinyal listrik digital sesuai dengan banyaknya
cahaya yang diterima. Cahaya dihasilkan pleh Light Emiting Dioda (LED) dan
diputus oleh perputaran slit plate yang diputar oleh camshaft yang berada diantara
transistor dan LED saat mesin hidup. Photo transistor menjadi ON saat menerima
cahaya dan menjadi OFF saat tidak menerima cahaya (cahaya terputus oleh slit
plate). Dengan demikian voltage pulse dihasilkan oleh output terminal dan jumlah
pulse tergantung dari banyaknya putaran.

Sirkuit sensor ini memiliki 3 terminal. Satu terminal terhubung dengan sumber arus
12 volt dari baterai, satu terminal terhubung dengan ground E2 ECM dan yang ketiga
terminal output sinyal dari sensor yang dikirimkan ke ECM berupa sinyal digital.

 Mass Air Flow (MAF) Sensor Tipe Karman Vortex


Fungsi MAF sensor tipe karman vortex ini sama dengan sensor udara yang lain,
yaitu untuk mendeteksi jumlah udara yang masuk ke dalam mesin. Hanya kontruksi
dan karakter kerjanya yang berbeda.
Sensor ini terdiri dari tiga bagian utama, yaitu vortex generator, mirro (metal foil), dan
photo coupler (LED dan photo transistor).
Saat bekerja, aliran udara yang masuk akan dibuat berpusar oleh vortex generator.
Besar kecilnya pusaran ini tergantung kecepatan aliran udara yang masuk sesuai
beban mesin. Jika beban mesin tinggi maka semakin cepat pula aliran udara dan
pusaran yang terbentuk akan semakin besar.

Pusaran ini lalu diukur oleh photo coupler melewati mirror dari metal foil saat pusaran
terbentuk. Udara yang mengalir melawan mirror akan menyebabkan getaran yang
proporsional terhadap frekuensi pusaran. Lalu hal itu akan menyebabkan cahaya led
secara periodik dibelokkan dari photo transistor. Hasilnya photo transistor secara
periodik juga mengroundkan dan membuka tegangan 5 volt dari terminal Ks ECM
menjadi sinyal digital.
Sirkuit sensor ini seperti yag ditunjukkan gambar diatas memiliki tiga terminal. Satu
terminal terhubung dengan terminal VC ECM untuk suplai tegangan referensi sensor,
satu terminal terhubung dengan ground pada terminal E2 ECM dan terminal Ks
sebagai output sinyal dari sensor ke ECM.
OUTPUT ECM
Dengan menggunakan informasi dari berbagai macam sensor-sensor dan
switch pada kendaraan, ECM membuat perhitungan yang sesuai dan kemudian
mengeluarkan operasi perintah ke berbagai sistem dan komponen-komponen.
Perintah ini disebut dengan output ECM.
Kebanyakan perangkat operasi listrik (aktuator) dikontrol secara sederhana oleh
ECM dengan memerintahkan mereka ON dan OFF, dengan menghubungkan dan
memutus ground. Sebagai contoh saat pengontrolan kipas pendingin oleh ECM.
Saat ECM mendapatkan sinyal bahwa temperatur air pendingin telah tinggi, ECM
memberikan ground pada relay sehingga kipas pendingin akan menyala. Sementara
jika ECM mendapatkan sinyal bahwa temperatur air pendingin telah turun, ECM akan
mematikan relay dengan memutus ground relai sehingga kipas pendingin akan mati.
Dengan jalan menghubungkan (ON) dan memutuskan (OFF) sirkuit secara cepat
atau disebut juga dengan memberikan pulsa pada sirkuit, jangkauan variasi kerja
komponen electrical dapat dicapai. Pengontrolan tegangan output seperti ini disebut
dengan pulse width modulation (PWM). Pulsa di sini diartikan ON dan OFF sirkuit,
width diartikan sebagai jumlah waktu dari
tegangan saat ON dibandingkan dengan
jumlah waktu tegangan saat OFF.
Modulation menunjuk pada kondisi faktual
dari sirkuit saat dikontrol atau dimodulasi
selama jangkauan operasi.
Untuk mengontrol aktuator-aktuator yang bekerja ON dan OFF ini, ECM
memerlukan driver khusus (output interface). Jadi ECM memberikan sinyal perintah
ke output driver sementara output driver membuat aktuator bekerja ON dan OFF.
3. PENGONTROLAN INJEKSI BAHAN BAKAR
(ELECTRONIC FUEL INJECTION SYSTEM)
DEFINISI
Electronic Fuel Injection (EFI) System adalah sebuah sistem penyaluran bahan
bakar ke dalam ruang bakar sebuah mesin dengan cara diinjeksikan melalui sebuah
injektor dengan menggunakan kontrol mekanis ataupun kontrol elektronik.
A. DASAR PENCAMPURAN BAHAN BAKAR
Bensin yang masuk ke dalam ruang bakar mesin harus dalam kondisi mudah
terbakar, agar dapat menghasilkan efisiensi tenaga yang maksimal. Campuran yang
belum sempurna akan sulit terbakar, bila tidak dalam bentuk gas yang homogen.
Bensin tidak dapat terbakar dengan sendirinya, harus dicampur dengan udara dalam
takaran yang tepat. Perbandingan campuran udara dan bensin ini sangat
mempengaruhi pemakaian bahan bakar.
Perbandingan udara dan bahan bakar dinyatakan dalam bentuk volume atau berat
dari bagian udara dan bahan bakar. Bensin harus terbakar keseluruhannya untuk
dapat menghasilkan tenaga yang besar pada mesin dan meminimalkan tingkat emisi
gas buang dari mesin. Secara teori perbandingan udara dan bahan bakar adalah
14,7 : 1 yaitu 14,7 untuk udara berbanding 1 untuk bensin.
Pada kondisi sebenarnya, mesin membutuhkan campuran udara dan bensin dalam
perbandingan yang berbeda – beda, tergantung pada temperatur, kecepatan
putaran mesin, beban dan kondisi lainya.
B. AIR FUEL RATIO TEORITIS
Pada table di bawah ini diperlihatkan perbandingan campuran udara dan bensin
secara teoritis yang dibutuhkan mesin sesuai kondisi kerjanya.

Simbol perbandingan campuran udara dan bensin yang masuk ke dalam


silinder mesin dinyatakan dengan = 𝝀 ( lambda )
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒖𝒅𝒂𝒓𝒂 𝒎𝒂𝒔𝒖𝒌
 𝝀= 𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒚𝒂𝒓𝒂𝒕 𝒖𝒅𝒂𝒓𝒂 𝒎𝒂𝒔𝒖𝒌 𝒎𝒆𝒏𝒖𝒓𝒖𝒕 𝒕𝒆𝒐𝒓𝒊

 𝝀 = 𝟏 Jumlah udara masuk ke dalam silinder mesin sama dengan jumlah syarat
udara dalam teori
 𝝀 < 1 Jumlah udara yang masuk lebih kecil dari jumlah syarat udara dalam teori,
pada situasi ini mesin kekurangan udara, campuran gemuk, dalam batas
tertentu dapat meningkatkan daya mesin
 𝝀 > 1 Jumlah udara yang masuk lebih banyak dari syarat udara secara teoritis,
saat ini mesin kelebihan udara, campuran kurus dan daya kurang.
 𝝀 > 1,2 Dalam situasi seperti ini campuran bensin dan udara sangat kurus
sehingga pembakaran berkemungkinan tidak dapat terjadi pada tempat yang
lebih luas.
C. PRINSIP PENCAMPURAN BENSIN DAN UDARA PADA KARBURATOR
Prinsip kerja karburator sama dengan prinsip kerja semprotan obat serangga
atau spray cat. Ketika udara di tekan, maka cairan yang berada dalam tabung akan
terisap dan bersama-sama dengan udara terkarburasi keluar berupa gas.
Mengapa hal ini dapat terjadi ?
 Hal ini disebabkan karena pada bagian yang di persempit (Venturi) mempunyai
kecepatan aliran udara yang tinggi.
 Pada gambar terlihat adanya 3 alat vacuum gauge A, B dan C. Jika pada daerah
(2) diadakan pengisapan atau di daerah (1) dilakukan penekanan maka vacuum
tertinggi terjadi pada daerah yang dipersempit ( venturi ) atau alat vacuum gauge
B menunjukkan kevacuuman yang tinggi.

 Selanjutnya jika pada daerah venturi tersebut dihubungkan dengan saluran


bahan bakar, maka bahan bakar tersebut akan terhisap keluar bersama dengan
udara menjadi gas.
 Demikianlah prinsip percampuran udara dan bahan bakar yang dilakukan oleh
karburator.
 Adapun jumlah gas yang dihisap oleh mesin tergantung dari besar kecilnya
kevacuuman pada venturi yang diatur oleh besar kecilnya pembukaan throttle
valve, juga ditentukan oleh besar kecilnya diameter saluran dari ruang bahan
bakar sampai dengan venturi.
D. PERBANDINGAN KARBURATOR DAN SISTEM EFI
Antara Karburator dengan EFI system sebenarnya mempunyai tujuan yang
sama, yaitu memberikan campuran udara dan bensin dalam jumlah yang tepat
sesuai dengan tuntutan kondisi kerja mesin. Hanya metode pencampurannya saja
yang berbeda
Perbandingan Metode Pencampuran Udara dan Bensin
a. Karburator
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pada karburator campuran udara
dan bensin masuk ke dalam ruang bakar karena adanya hisapan (vacuum) yang
dihasilkan oleh piston pada waktu langkah hisap.
b. Injeksi
Sedangkan pada sistem injeksi secara elektronik, bensin disemprotkan bukan
berdasarkan kevacuuman pada intake manifold melainkan karena adanya respon
terhadap suatu sinyal listrik dari komputer ke injector.

Saat Starting
a. Karburator
Prosedur menghidupkan mesin saat kondisi dingin adalah dengan
mengaktifkan choke valve (manual choke) untuk menghambat masuknya udara
sehingga akan memperkaya campuran. Setelah mesin hidup maka choke opener
akan membuka choke valve untuk mencegah campuran terlalu kaya. Saat mesin
sudah pada temperatur kerja maka knob choke harus dikembalikan lagi ke posisi
semula supaya choke valve terbuka penuh.

b. Injeksi
Putaran mesin, jumlah udara yang masuk dan temperatur mesin yang masih
dingin akan dideteksi oleh sensor yang akan memberikan input kepada komputer
(ECU/ECM) untuk mengaktifkan cold start injector (untuk tipe selain Suzuki) atau
mengaktifkan semua injector selama mesin starting (untuk Suzuki) untuk
memperkaya campuran.

Saat Akselerasi
a. Karburator
Pada karburator dilengkapi dengan sebuah pompa percepatan yang akan
memberikan tambahan suplai bensin melalui pump nozzle saat pedal gas diinjak
secara tiba-tiba.

b. Injeksi
Saat throttle valve terbuka semakin besar maka ECM / ECU akan
mengkombinasikannya dengan aliran udara masuk atau tingkat kevacuuman di
intake manifold untuk menghitung besarnya beban. Komputer akan mengirim sinyal
ke injektor untuk merubah lamanya waktu injektor terbuka (injection pulse width),
untuk memperkaya campuran.
Saat Beban Penuh
a. Karburator
Untuk memperkaya campuran saat mesin membutuhkan tambahan tenaga
maka pada karburator dilengkapi dengan enrichment system atau power system. Bila
kevacuman turun maka enrichment valve/power valve akan terbuka untuk
memberikan tambahan bensin ke tabung percampuran pada sistem utama (selain
dari main jet) dan bersama-sama dikeluarkan dari main nozzle.

b. Injeksi
Saat throttle valve terbuka semakin besar maka ECM / ECU akan
mengkombinasikannya dengan aliran udara masuk atau tingkat kevacuuman di
intake manifold untuk menghitung besarnya beban. Komputer akan mengirim sinyal
ke injektor untuk merubah lamanya waktu injektor terbuka (injection pulse width),
untuk memperkaya campuran.
KEUNTUNGAN SISTEM INJEKSI EFI
1. Menyempurnakan atomisasi; pencampuran bahan bakar dan udara lebih
homogen.
2. Distribusi bahan bakar yang lebih baik karena campuran udara bahan bakar
disuplai dalam jumlah yang sama ke masing-masing silinder.
3. Putaran stasioner lebih lembut. Campuran bahan bakar dan udara yang kurus
tidak menjadikan putaran mesin kasar karena distribusi bahan bakar lebih baik
dan kecepatan atomisasi yang rendah.
4. Irit. Efisiensi tinggi karena takaran campuran udara bahan bakar yang lebih tepat,
atomisasi dan distribusi bahan bakar lebih baik serta karena adanya system
pemutus bahan bakar.
5. Emisi gas buang rendah karena ketepatan takaran campuran udara dan bahan
bakar menjadikan sempurnanya pembakaran sehingga dapat mengurangi emisi
gas buang.
6. Lebih baik jika dibandingkan dengan karburator saat dioperasikan pada semua
kondisi temperature karena adanya sensor yang mendeteksi temperatur sehingga
menjadikan pengontrolan penginjeksian lebih baik.
7. Meningkatkan tenaga mesin. Ketepatan takaran campuran pada masing-masing
silinder dan aliran udara yang ditingkatkan dapat menghasilkan tenaga yang lebih
besar.
E. DASAR-DASAR SISTEM EFI
Electronic Fuel Injection (EFI) biasa disebut juga Electronic Petrol Injection (EPI).
Sistem pengontrolan penginjeksian bahan bakar dewasa ini berkembang dengan
pesat terutama pada mesin bensin, walaupun harus kita ingat bahwa tidak hanya
kendaraan dengan bahan bakar bensin yang menggunakan sistem control injeksi,
tapi sistem control injeksi sebenarnya sudah ada pada mesin diesel. Perbedaannya
hanya terletak pada sistem pengontrol penginjeksiannya; yaitu secara mekanik atau
secara electronik. Walaupun dewasa ini sistem injeksi pada diesel juga sudah
banyak yang menggunakan pengontrol elektronik.

JENIS – JENIS SISTEM EFI


Secara Umum Electronic Fuel Injection dibagi berdasarkan :
1. Jumlah injektornya
2. Penempatan injektornya
3. Deteksi udara masuk
Berdasarkan Jumlah Injektornya
a. Single Point Injection
Single Point Injection System biasa disebut juga Throttle Body Injection (TBI).
Sebuah injektor terletak di throttle body pada intake manifold, bensin disemprotkan
ditengah-tengah intake manifold untuk menyuplai kebutuhan semua silinder
b. Multi Point Injection
Multi Point Injection System mempunyai injektor pada setiap saluran masuk untuk
menyuplai bensin pada masing-masing silinder. Bensin disemprotkan ke masing-
masing injektor pada intake port sebelum intake valve. Oleh karena itulah digunakan
istilah Multi Point (lebih dari satu lokasi/titik) Fuel Injection.

Berdasarkan Penempatan Injectornya


a. Indirect Injection
Pada indirect injection system bahan bakar
disemprotkan pada saluran masuk (intake
manifold). Seperti yang digunakan pada system
penginjeksian mesin bensin, bensin
disemprotkan tidak langsung ke dalam ruang
bakar.
b. Direct Injection
Pada direct injection system bahan bakar disemprotkan langsung ke dalam ruang
bakar. Sistem penginjeksian langsung ini umumnya digunakan pada sistem
penginjeksian mesin diesel.

Berdasarkan Deteksi Udara Masuk


Berdasarkan metode pendeteksian udara masuk, Electronic Fuel Injection dapat
digolongkan menjadi 2 type, yaitu :
a. D-Jetronic.
“D” asal kata dari bahasa Jerman “DRUNK” yang berarti tekanan. Artinya
banyaknya udara masuk ke intake air chamber diukur berdasarkan besarnya
kevacuuman di intake manifold.

Pada sistem D-Jetronik, komputer mendapatkan input jumlah udara yang masuk
ke intake air chamber dari sebuah sensor yang dipasang di intake manifold atau
mendapatkan sumber identifikasi dari kevacuuman intake manifold. Input inilah
yang dijadikan dasar penginjeksian selain input dari putaran mesin
b. L-Jetronic.
“L” asal kata dari bahasa Jerman “LUFT” yang berarti udara. Artinya banyaknya
udara yang masuk ke intake air chamber diukur berdasarkan kecepatan aliran
udara yang masuk.

Pada tipe L-Jetronik ini komputer mendapat input jumlah udara masuk dari
sebuah sensor yang ditempatkan sebelum throttle body. Kecepatan aliran udara
yang masuk akan dideteksi oleh sebuah sensor yang akan memberikan informasi
kecepatan alir udara sehingga komputer akan mengetahui jumlah udara yang
masuk sebagai dasar lamanya penginjeksian bensin.
F. KONSTRUKSI DASAR EFI
Secara umum Electronic Fuel Injection di bagi dalam 3 system, yaitu :
1. Sistem kontrol udara masuk (Air Induction System).
2. Sistem distribusi bensin (Fuel Delivery System).
3. Sistem kontrol elektronik (Electronic Control System).
Air Induction System
Secara umum air induction system terdiri dari filter udara, air flow meter, throttle
body, air intake chamber dan intake manifold (intake runner). Pada beberapa tipe
tertentu juga dilengkapi dengan air valve yang mungkin letaknya menyatu dengan
throttle body.
Ketika throttle valve terbuka, udara akan terhisap masuk melewati saringan udara,
melewati air flow meter (untuk tipe L EFI), melewati throttle valve, kemudian mengalir
melewati air intake chamber menuju ke dalam silinder.
Udara disalurkan ke dalam silinder berdasarkan kondisi keinginan pengemudi. Ketika
throttle valve semakin terbuka lebar, maka udara yang menuju ke dalam silinderpun
juga akan semakin banyak.
Umumnya pada sistem EFI menggunakan dua metode pengukuran jumlah udara
masuk sebagaimana telah dijelaskan; yaitu dengan mengukur kecepatan aliran
udara (tipe L dengan menggunakan air flow meter) dan dengan mengukur tekanan
udara di dalam intake manifold (tipe D dengan menggunakan air pressure sensor).
Fuel Delivery System
Sistem aliran bahan bakar pada sistem EFI terdiri dari fuel tank, fuel pump, fuel filter,
fuel delivery pipe, injector, pulsation dumper, fuel pressure regulator dan fuel return
pipe.
Bensin dari tangki bensin ditekan oleh sebuah pompa bensin elektrik yang dikontrol
kerjanya oleh ECM dan mengalir melewati fuel filter, menuju ke fuel delivery pipe dan
dialirkan ke masing-masing injecktor. Sebuah injektor atau lebih bekerja
menyemprotkan bensin yang dikontrol oleh ECM.
Tekanan pada pipa pembagi akan dijaga supaya tetap oleh adanya fuel pressure
regulator. Oleh sebab itulah banyaknya bensin yang disemprotkan tergantung dari
lamanya injektor terbuka. Semakin banyak udara yang mengalir, semakin lama pula
injector terbuka. Sebaliknya jika semakin sedikit udara yang masuk, semakin sedikit
pula waktu injektor terbuka.
Getaran-getaran tekanan bahan bakar akibat bekerjanya injektor pada beberapa tipe
kendaraan tertentu juga akan diminimalkan oleh sebuah pulsation dumper.
Electronic Control System
Sistem kontrol elektronik pada sistem EFI terdiri atas sensor-sensor, sebuah Engine
Control Unit (ECU) atau Engine Control Modul (ECM), aktuator-aktuator, penyuplai
tegangan (baterai), wire harness dan konektor-konektor untuk menghubungkan wire
harness dengan semua komponen kontrol elektronik.
ECU/ECM akan menghitung secara akurat berapa banyak bahan bakar yang
dibutuhkan mesin yang akan diberikan oleh injektor dengan memonitor sensor-
sensor yang terdapat pada mesin.
ECU/ECM akan mengontrol kerja injektor berdasarkan lebar/lama pulsa
penginjeksian atau durasi penginjeksian untuk memberikan campuran yang sesuai
dengan kondisi kerja mesin.
Pada sistem kontrol elektronik ini, sebuah ECU/ECM yang berfungsi sebagai pusat
pengontrolan system, mendapat input dari 2 sensor utama yaitu, sensor jumlah
udara masuk dan sensor putaran mesin yang akan digunakan untuk menentukan
basic injection volume. Selain 2 sensor tersebut ada sensor – sensor lain yang
berfungsi sebagai input ECM untuk mengoreksi jumlah bensin yang disemprotkan
injector. Pada beberapa kendaraan yang mutakhir, selain berfungsi untuk mengontrol
penginjeksian bahan bakar, ECU/ECM juga berfungsi untuk mengontrol sistem
pengapian, emisi bahan bakar dan sistem keamanan kendaraan.
Konstruksi Dasar EPI SUZUKI

Konstruksi Dasar EFI TOYOTA


DASAR KERJA SISTEM
 Udara mengalir ke dalam air induction system diukur oleh air flow meter.
 Injektor terpasang pada bagian belakang dan dekat dengan katub masuk. Injektor
merupakan sebuah selenoid yang dioperasikan oleh ECU/ECM.
 ECU/ECM memberikan pulsa ke injektor dengan menghubungkan atau
memutuskan ground injektor.
 Jika injektor menyala, injektor akan terbuka dan bahan bakar akan disemprotkan
pada saluran di bagian belakang katub masuk.
 Ketika bahan bakar disemprotkan ke dalam intake port, bahan bakar akan
bercampur dengan udara dari air intake chamber dan membentuk uap pada
tekanan rendah di dalam intake port.
 ECU/ECM memberikan sinyal ke injektor dan mempertahankan campuran ideal
berkisar antara 14,7:1 dan selalu berpatokan pada kondisi kerja mesin.
 Salah satu fungsi dari ECU/ECM adalah memberikan bahan bakar ke dalam
mesin secara akurat.
 ECU/ECM menghitung Basic Injection Volume berdasarkan volume udara masuk
dan putaran mesin.
 Volume penginjeksian akan berubah-ubah tergantung kondisi mesin. ECU/ECM
akan memantau beberapa variable seperti:
 temperatur air pendingin, kecepatan mesin, sudut pembukaan throttle dan
kandungan oksigen pada gas buang untuk mengoreksi jumlah bahan bakar yang
akan disemprotkan.
AIR INDUCTION SYSTEM
Tujuan utama dari sistem ini adalah untuk menyaring dan mengukur udara
yang mengalir masuk kedalam mesin. Udara disaring oleh filter dan masuk kedalam
mesin dengan jumlah yang bervariasi berdasarkan sudut pembukaan throttle valve
dan putaran mesin. Umumnya pada sistem EFI menggunakan dua metode
pengukuran jumlah udara masuk sebagaimana telah dijelaskan; yaitu dengan
mengukur kecepatan aliran udara (tipe L dengan menggunakan air flow meter) dan
dengan mengukur tekanan udara di dalam intake manifold (tipe D dengan
menggunakan air pressure sensor).
Throttle valve mengontrol volume udara yang masuk secara langsung
berdasarkan perintah dari pengemudi melalui pedal gas. Dalam kondisi pedal gas
dilepas, throttle valve harus dalam kondisi menutup rapat. Sedangkan untuk
mempertahankan putaran idle, pada sistem udara masuk umumnya dilengkapi
dengan idle speed control valve (ISCV) yang dikontrol oleh ECU/ECM dan fast idle
air control valve (FIACV) tipe bimetal atau wax untuk mempercepat tercapainya
temperatur kerja mesin ketika temperatur mesin masih dingin.
Pada beberapa tipe kendaraan, ISCV maupun FIACV dikontrol oleh ECU/ECM.
Komponen Utama Air InductionSystem
Komponen utama dari Air Intake System secara umum adalah :
1. Intake Air Temperatur Sensor
2. Throttle Body:
a. Throttle Valve
b. Fast Idle Air Control Valve (FIAC)
c. Idle Speed Air Control Valve (ISCV)
d. Throttle Position Sensor
e. ISAS (Idle Speed Adjusting Screw)
3. Mass Air Flow Sensor
4. Manifold Absolute Pressure Sensor

1. Intake Air Temperature Sensor


Sensor temperatur udara masuk (IATS) ini biasa terpasang pada air cleaner atau
hose antara air cleaner dengan throttle body. Sensor temperatur udara masuk ini
berupa thermistor dengan bahan semikonduktor yang mempunyai sifat semakin
panas temperatur maka nilai tahanannya semakin kecil.
Karena nilai tahanan pada sensor bervariasi akibat perubahan temperatur maka
tegangan yang mengalir dari ECM juga akan bervariasi. Variasi tegangan inilah yang
dijadikan dasar bagi ECM untuk menentukan temperatur udara masuk yang tepat
sebagai input bagi ECM untuk menentukan koreksi jumlah bensin yang nantinya
disemprotkan oleh injektor.
2. Throttle Body
Merupakan saluran utama yang dilalui oleh udara sebelum masuk ke intake
manifold, di dalam throttle body terdapat :
a) Throttle valve
b) TPS (Throttle Position Sensor)
c) ISC(Idle Speed Control) Valve
d) FIAC (Fast Idle Air Control) Valve
e) ISAS (Idle Speed Adjusting Screw)

2.a Throttle Valve


1. Untuk membuka dan menutupnya throttle valve digerakkan langsung oleh
acceleration pedal (pedal gas).
2. Besar kecilnya sudut buka katup berpengaruh pada banyak/sediktnya volume
udara yang masuk ke mesin.
3. Pada beberapa type mobil, gerakan throttle valve ini sudah digerakkan oleh motor
yang dikontrol oleh ECU/ECM. Teknologi ini dikenal dengan istilah Drive By Wire.
2.b Throttle Position Sensor
Berfungsi mendeteksi sudut pembukaan throttle valve, TPS dihubungkan langsung
dengan sumbu throttle valve, sehingga jika throttle valve bergerak, maka TPS akan
mendeteksi perubahan pembukaan throttle valve, selanjutnya dengan menggunakan
tahanan geser perubahan tahanan ini dikirim ke ECM sebagai input untuk koreksi
rasio udara dan bensin.
2.c Idle Speed Control Valve
ISCV atau Idle Air Control Valve (IAC: Suzuki) berfungsi untuk menambah atau
mengurangi jumlah udara yang masuk ke intake air chamber saat throttle valve
tertutup pada kondisi temperature mesin sudah mencapai temperatur kerja atau
menambah udara yang masuk saat beban elektrik difungsikan (idle up).
Apabila beban listrik difungsikan misalnya: lampu, A/C, P/S dan defogger; maka
katup IAC akan membuka untuk menambah udara yang masuk ke intake air
chamber (idle up). Dengan bertambahnya udara yang mengalir, maka ECM akan
mendeteksi dan menambah jumlah penginjeksian pada injector sehingga putaran
mesin akan naik (± 900-1000 Rpm).
Demikian juga sebaliknya apabila beban listrik kendaraan tidak difungsikan maka
katup IAC akan menutup sehingga putaran mesin kembali ke idle (± 700-800 Rpm).

2.d Fast Idle Air Control Valve


Fast idle Air Control berfungsi untuk menambah jumlah udara yang masuk ke intake
air chamber saat throttle valve tertutup dan temperatur masih dingin. Dengan
bertambahnya jumlah udara yang masuk maka ECM akan mendeteksi dan akan
menambah bensin yang disemprotkan ke injector sehingga putaran mesin menjadi
lebih tinggi dari putaran idle (fast idle).
Fast idle air control terbuat dari thermo wax yang bekerjanya sesuai dengan
temperatur mesin. Apabila temperatur masih dingin maka thermo wax belum
mengembang sehingga jumlah udara yang masuk melalui saluran bypass menjadi
lebih banyak. Saat temperatur mesin panas maka thermo wax akan mengembang
sehingga saluran bypass akan menyempit, jumlah udara yang masuk menjadi
berkurang, putaran mesin ke putaran idle.
Pada beberapa type kendaraan, FIAC diletakkan terpisah dengan ISC. Di beberapa
type lainnya FIAC dipasangkan menyatu dengan ISC.

-
-
2.e Idle Speed Adjusting Screw (ISAS)
Walaupun secara umum besar kecilnya putaran idle sudah ditentukan oleh ECM,
akan tetapi pada beberapa type kendaraan masih dilengkapi dengan ISAS untuk
mengatur besar kecilnya putaran idle secara manual.
Apabila pada karburator, ISAS distel untuk mempengaruhi besar kecilnya
pembukaan throttle valve, maka pada mesin dengan EFI system, ISAS distel untuk
mempengaruhi besar kecilnya udara yang masuk ke intake air chamber saat idle.
Sesuai dengan prinsip dasar injeksi bahwa semakin besar udara yang masuk maka
semakin besar pula bensin yang disemprotkan, demikian juga sebaliknya semakin
sedikit udara yang masuk maka semakin sedikit bensin yang disemprotkan.
3. Mass Air Flow Sensor (MAFS)
MAF sensor berfungsi untuk mendeteksi aliran udara yang masuk ke dalam mesin
sebagai dasar penghitungan jumlah udara yang masuk pada sistem EFI tipe L
Jetronik.
4. Manifold Absolute Pressure Sensor (MAPS)
MAP sensor berfungsi untuk mendeteksi tekanan-tekanan intake manifold sebagai
dasar penghitungan jumlah udara yang masuk, melalui IC (integrated circuit) yang
terdapat di dalam sensor ini. Sensor ini digunakan pada sistem EFI tipe D Jetronik.
FUEL DELIVERY SYSTEM
Perbedaan paling mendasar antara system carburator dengan system injeksi pada
suplai system bahan bakar adalah bahwa pada system injeksi suplai bahan bakar
dari tangki bensin ke ruang bakar dikontrol secara elektronik oleh ECM, sedangkan
pada system carburator suplai bensin dari tangki ke ruang bakar masih dikontrol oleh
kunci kontak.

KOMPONEN UTAMA
Komponen utama dari fuel delivery system adalah :
1. Fuel tank
2. Fuel pump
3. Fuel filter
4. Fuel Delivery Pipe
5. Fuel pressure regulator
6. Pulsation dumper
7. Injektor

1 Fuel Pump

Pada semua type mesin dengan injeksi, penempatan pompa bensin selalu ada di
dalam tangki bensin. Type yang digunakan adalah elektrik dengan motor listrik.
Pompa terdiri dari motor, pump impeler, check valve, relief valve dan filter yang
diletakkan di saluran masuk pompa.
Impeler Pump
Terdiri dari satu atau dua impeller yang diputar oleh motor, casing dan pump
cover tersusun menjadi satu unit. Bila motor berputar maka impeller akan ikut
berputar. Bilah pada bagian luar impeller menghisap bensin dari saluran masuk
dan didorong keluar melalui saluran keluar. Bensin yang dikeluarkan dari saluran
keluar akan melalui sekitar motor (motor terendam bensin) dan dialirkan keluar
dari pompa melalui chek valve.
Check Valve
Check valve akan tertutup bila pompa bensin berhenti bekerja. Check valve dan
fuel pressure regulator mempertahankan sisa tekanan di dalam system saluran
bensin bila mesin berhenti agar mudah dihidupkan pada saat mesin distarting.
Tekanan bensin yang rendah pada saluran akan memudahkan penguapan pada
temperatur tinggi dan mesin akan sulit saat dihidupkan kembali.

Relief Valve
Relief valve menjaga tekanan bensin supaya tidak melebihi tekanan yang
diperbolehkan untuk menghindari kerusakan pada pompa, pipa dan slang bensin.
Relief valve akan terbuka bila tekanan bensin yang dikeluarkan pompa lebih dari
6,0 kg/cm2 (85,3 psi/588,4 kpa). Bensin yang dikeluarkan melalui relief valve
akan langsung dikembalikan lagi ke tangki bensin.

Kondisi Kerja Fuel Pump


Bekerjanya fuel pump dikontrol oleh ECU/ECM. Ada 3 kondisi kerja fuel pump,
yaitu : fuel pump menyala selama 3 (tiga) detik setelah kunci kontak ON (mesin
tidak distarting), fuel pump menyala saat mesin di starter dan fuel pump terus
menyala selama mesin berputar (hidup).
Wiring Diagram Fuel Pump

2. Fuel Filter
Berfungsi menyaring kotoran – kotoran dan partikel asing lainnya pada bensin
supaya tidak masuk ke injector. Fuel filter dipasangkan pada saluran tekanan tinggi
dari fuel pump. Fuel filter ada yang diletakkan diluar tangki bensin, ada juga yang
terpasang menjadi satu dengan fuel pump di dalam tangki bensin.

3. Fuel Pressure Regulator


Berfungsi menjaga tekanan tinggi bensin di dalam sistem. Jumlah injeksi bensin
dikontrol sesuai lamanya signal yang diberikan ECM ke injector, oleh karena itu
tekanan bahan bakar ke injector harus dipertahankan tetap.
Karena adanya perubahan tekanan pada bensin (dikarenakan injeksi bensin
oleh injector) dan variasi perubahan vacuum intake manifold, jumlah bensin yang
diinjeksikan sedikit berubah sekalipun signal injeksi dan tekanan bensin tetap. Oleh
karena itu agar jumlah/volume injeksinya tepat, tekanan bensin harus dipertahankan
pada kisaran 2,1 ~ 2,6 kg/cm2
Tekanan bensin dari fuel delivery pipe menekan diaphragma, melawan pegas
dan membuka valve sehingga sebagian bensin kembali ke tangki melalui pipa
pengembali. Jumlah bensin yang kembali ditentukan oleh tingkat ketegangan pegas
diaphragma. Variasi tekanan bensin sesuai dengan jumlah bensin yang kembali.
Kevakuman intake manifold dihubungkan dengan bagian sisi diaphragm spring,
melemahkan tegangan pegas sehingga menambah jumlah kembalinya bensin dan
menurunkan tekanan bensin. Dengan demikian bila vakum intake manifold besar
maka tekanan bensin akan menurun, demikian juga sebaliknya.
Bila fuel pump berhenti bekerja maka spring akan menutup katup. Akibatnya
check valve pada pompa dan katup di dalam fuel pressure regulator
mempertahankan sisa tekanan di dalam saluran bensin. Kerusakan pada pressure
regulator akan menyebabkan mesin sulit hidup, idling kasar dan tenaga mesin
berkurang.
4. Pulsation Dumper
 Pulsation dumper terpasang pada Fuel Delivery Pipe yang berfungsi menyerap
variasi tekanan bensin yang diakibatkan perubahan kevacuuman intake manifold
dan penginjeksian bensin oleh injektor, untuk membantu mempertahankan
tekanan bensin pada 2,1 – 2,6 kg/cm2 di dalam pipa pembagi (fuel delivery pipe).
 Tidak semua sistem injeksi dilengkapi dengan komponen ini.

5. Injector
Injector adalah nosel electromagnet yang bekerjanya dikontrol oleh ECU/ECM untuk
menginjeksikan bensin ke intake manifold. Injector dipasangkan di ujung intake
manifold dekat intake port (lubang pemasukan) dan ditahan oleh delivery pipe.

Cara kerja injector adalah sebagai berikut. Bila signal dari ECM diterima oleh coil
solenoid, maka plunger akan tertarik melawan kekuatan pegas. Karena needle valve
dan plunger merupakan satu unit, valve juga akan tertarik dari dudukann dan bensin
akan disemprotkan selama katup terbuka. Pengaturan banyak sedikitnya bensin
yang disemprotkan sesuai dengan lamanya signal dari ECM (lamanya katup
terbuka), karena langkah needle valve tetap.
Type Injector
Secara umum berdasarkan konstruksi dasarnya, tipe-tipe injector adalah sebagai
berikut.
 Bentuk lubang injeksi
- Tipe pintle (penyemprotannya baik)
- Tipe hole (sulit untuk tersumbat)
 Nilai resistance
- Resistance rendah (2 ~ 3 ohm)
- Resistance tinggi (11 ~14 ohm)
 Warna konektor
Ada empat bentuk konektor, yang disesuaikan dengan lubang injeksi dan nilai
resistance. Warna konektor juga berbeda sesuai dengan volume injeksi.
 Bentuk Connector Injector

Contoh Beberapa Produk Injektor


ELECTRONIC CONTROL SYSTEM
Dari sedemikian banyaknya ECU yang digunakan pada kendaraan, kita akan
membahas ECU yang digunakan untuk mengontrol kerja mesin yang disebut juga
dengan Engine Control Module (ECM).
Pada awalnya, ECU hanya digunakan untuk mengontrol penginjeksian bahan
bakar saja. Namun pada perkembangannya ECU sekarang ini digunakan tidak
hanya untuk mengontrol penginjeksian bahan bakar, bahkan hampir semua kerja
sistem-sistem pada mesin telah dikontrol oleh ECM seperti: sistem pengapian,
sistem kontrol emisi, sistem kontrol udara masuk, sistem kontrol beban mesin, kerja
kipas pendingin bahkan sampai dengan sistem keamanan kendaraan. Sistem ini
disebut juga dengan Engine Management System (EMS), yang mana sebuah ECM
berfungsi untuk mengontrol keseluruhan kerja sistem pada mesin.
Untuk lebih memahami cara kerja sistem ini, akan dijelaskan tentang mode-
mode kerja ECM, berbagai macam input ECM beserta karakteristiknya, berbagai
macam output ECM beserta karakteristiknya, sistem kontrol injeksi bahan bakar,
sistem kontrol emisi, sistem kontrol pengapian, fungsi On Board Diagnosis (OBD),
serta perawatan dan pemeriksaan komponen elektronik.
Dengan memahami setiap bagian di atas akan memudahkan kita dalam melakukan
pemeriksaan, perawatan dan perbaikan kendaraan yang menggunakan kontrol
elektronik. Terutama saat terjadi gejala kerusakan ataupun adanya keluhan-keluhan
khusus yang dirasakan.
KELEBIHAN KONTROL ELEKTRONIK DIBANDINGKAN KONTROL MEKANIS
PADA MESIN
Dengan menggunakan kontrol elektronik ini maka banyak kelebihan yang diperoleh,
diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Menyempurnakan atomisasi; pencampuran bahan bakar dan udara lebih
homogen.
2. Distribusi bahan bakar yang lebih baik karena campuran udara bahan bakar
disuplai dalam jumlah yang sama ke masing-masing silinder.
3. Putaran stasioner lebih lembut. Campuran bahan bakar dan udara yang kurus
tidak menjadikan putaran mesin kasar karena distribusi bahan bakar lebih baik
dan kecepatan atomisasi yang rendah.
4. Irit. Efisiensi tinggi karena takaran campuran udara bahan bakar yang lebih
tepat, atomisasi dan distribusi bahan bakar lebih baik serta karena adanya
system pemutus bahan bakar.
5. Emisi gas buang rendah karena ketepatan takaran campuran udara dan
bahan bakar menjadikan sempurnanya pembakaran sehingga dapat
mengurangi emisi gas buang.
6. Lebih baik jika dibandingkan dengan karburator saat dioperasikan pada
semua kondisi temperature karena adanya sensor yang mendeteksi
temperatur sehingga menjadikan pengontrolan penginjeksian lebih baik.
7. Meningkatkan tenaga mesin. Ketepatan takaran campuran pada masing-
masing silinder dan aliran udara yang ditingkatkan dapat menghasilkan
tenaga yang lebih besar.
8. Jangka waktu perawatan lebih panjang. Kemungkinan terjadinya perubahan
setelan pada mesin sangat kecil sekali, atau mungkin akan terjadi dalam
waktu relatif lama. Dengan demikian jangka waktu perawatan akan lebih
panjang.
9. Dilengkapi dengan fungsi fail safe memungkinkan ECM tetap bekerja meski
terjadi malfungsi pada sirkuit sensor. Dengan demikian jika terjadi malfungsi
pada sirkuit sensor, mesin akan tetap bisa menyala meskipun dalam kondisi
tidak normal. Bagian ini akan dijelaskan lebih lanjut.
10. Dilengkapi dengan fungsi self diagnosis (On Board Diagnosis/OBD)
memungkinkan ECM dapat mendiagnosa kerusakan sirkuit elektronik pada
sistem. Dengan demikian akan mempermudah teknisi untuk menentukan letak
kerusakan dengan melihat DTC yang tersimpan pada ECM. Bagian ini akan
dijelaskan lebih lanjut.
11. Dan lain-lain.
G. MODE OPERASI MESIN
Mode operasi mesin yang dikontrol ECM adalah sebagai berikut.
- Mode Start
- Mode pembersih saat banjir bensin
- Mode jalan
- Mode akselerasi
- Mode deselerasi
- Mode pemutus bensin
- Mode pemutus bensin selektif
- Mode backup/fail safe
- Mode koreksi tegangan baterai
1. Mode Start
Ketika kunci kontak pertama kali di ”ON” kan, ECM akan mengaktifkan relay pompa
bensin dengan cara memberi massa arus pengendali relay selama 2-3 detik,
akibatnya pompa bensin dapat menaikkan tekanan dalam sistem bahan bakar.
Apabila selama 2-3 detik ECM tidak menerima sinyal start maka ECM akan
memutuskan massa relay, sehingga relay pompa bensin akan ”OFF”.
Sebelum mesin berputar saat kunci kontak ”ON”, ECM menerima sinyal untuk
pembacaan-pembacaan data sensor seperti: ECT, IAT, MAP dan TPS untuk
menentukan perbandingan campuran udara bensin yang pertama.

Selama mesin berputar saat start, ECM mengirim pulsa ke injektor berdasarkan
pulsa referensi rpm. Bila temperatur air pendingin yang lebih rendah, lebar pulsa
lebih panjang dan terjadilah pengayaan perbandingan campuran udara dan bensin.
Jika temperatur air pendingin naik, lebar pulsa menjadi lebih pendek dan
perbandingan campuran udara dan bensin menjadi lebih kurus.
Pada kendaraan Suzuki, saat mesin di start ECM memungkinkan untuk
mengaktifkan semua injektor untuk memperkaya campuran, agar mesin mudah
untuk dihidupkan. Sehingga tidak lagi diperlukan cold start injection.
Pada waktu start perbandingan udara dan bensin ditentukan oleh ECM berkisar dari
1,5 : 1 pada 36o C sampai 14,7 : 1 pada 94o C.
Mode start normal, injektor menyemprotkan bensin mengikuti prosedur di atas
selama throttle valve tertutup penuh. Jika throttle valve dibuka, walaupun kecil,
perbandingan campuran udara dan bensin akan berubah.
Pada saat ECM menerima signal start dan signal putaran mesin kurang dari 500
rpm, maka ECM akan mengaktifkan semua injektor supaya mesin mudah
dihidupkan.
2. Mode Pembersih Saat Banjir Bensin
Jika pada mesin terjadi banjir bensin, pengemudi dapat menekan pedal gas sebesar
80% atau lebih besar untuk mengaktifkan Mode Pembersih Saat Banjir. Agar lebih
yakin untuk mengaktifkan mode ini maka kita dapat menekan penuh pedal gas ke
lantai (throttle valve akan terbuka penuh ).

Pada saat throttle valve terbuka penuh dan putaran mesin kurang dari 600 rpm (ECM
menerima sinyal start) maka ECM akan memberikan pulsa injektor dengan
perbandingan 20:1 atau bahkan memungkinkan pula beberapa saat ECM akan
menghentikan penyemprotan secara total dengan jalan ECM akan memutus sinyal
ke semua injektor.
3. Mode Jalan
Mode Jalan mempunyai 3 kondisi, yaitu :
- Loop Terbuka (open loop)
- Loop Tertutup (close loop)
- Semi Closed Loop
 Open Loop
Ketika mesin pertama kali dihidupkan (saat temperatur mesin masih dingin), sistem
yang bekerja adalah Loop Terbuka.

Pada kondisi Loop Terbuka, ECM tidak menggunakan sinyal oksigen sensor (O2S).
Sebagai pengganti, ECM menghitung rasio campuran udara dan bensin dari sensor-
sensor : TPS, ECTS, MAPS/MAFS, IATS dan CKPS/CMPS.
Sistem akan berjalan dalam Loop Terbuka sampai kondisi-kondisi berikut ditemui:
 tegangan keluar (output voltage) oksigen sensor bervariasi, suhu mesin sudah
mencapai temperatur kerja dan oksigen sensor telah mengirimkan sinyal
secara akurat ke ECM
 sensor air pendingin mesin telah mengirimkan sinyalnya ke ECM dan suhu
kerja mesin telah tercapai
 lamanya waktu setelah start sudah tercapai, besaran waktu ini telah disimpan
dalam memori ECM sedemikian rupa dan disesuaikan dengan keadaan
operasional mesin saat itu.

 Closed Loop
Ketika sinyal O2S telah memberikan sinyal dengan akurat, sensor temperatur air
pendingin menunjukkan temperatur kerja atau waktu tertentu telah ditemui, maka
sistem berubah ke Loop Tertutup. Loop Tertutup berarti ECM memperbaiki rasio
campuran udara dan bensin berdasarkan perubahan sinyal tegangan dari O2S. Bila
sinyal O2S di bawah 450 mV, ECM akan menaikkan lebar pulsa injektor untuk
memperkaya campuran. Ketika sinyal O2S naik di atas 450 mV ECM akan
mengurangi lebar pulsa injektor membuat perbandingan campuran lebih kurus.

Pada Loop Tertutup sensor yang lain tetap bekerja sebagaimana mestinya untuk
memberikan input ke ECM. Dengan kekonstanan penginderaan oksigen yang
terkandung dalam gas buang, ECM dapat mempertahankan perbandingan campuran
udara dan bensin untuk mendekati rasio ideal 14,7:1, agar katalitik konverter dapat
bekerja secara effisien.

 Semi Loop Tertutup


Untuk meningkatkan penghematan bensin dalam beberapa model, sub-mode loop
tertutup digunakan. Sub-mode yang disebut juga dengan semi loop tertutup, terjadi
selama pengendaraan kecepatan tinggi dan beban ringan. ECM akan mengatur rasio
udara dan bensin lebih kurus dari 14,7:1 agar konsumsi bahan bakar lebih ekonomis.
4. Mode Akselerasi/Percepatan (Acceleration Enrichment Mode)
Ketika throttle valve dibuka secara tiba-tiba, maka akan terjadi perubahan yang cepat
pada sudut throttle valve, dan menyebabkan penambahan secara simultan tekanan
dalam Manifold Absolute Pressure (MAP).
Penyemprotan bensin harus ditingkatkan untuk mengimbangi udara yang berlebih
juga untuk merespon perubahan tiba-tiba sinyal TPS dan MAPS/MAFS. ECM
mengatur pulsa injektor yang lebih panjang atau mungkin mengaktifkan semua
injektor agar campuran tidak menjadi kurus.
5. Mode Deselerasi (Decceleration Enleanment Mode)
Ketika mesin diperlukan untuk menurunkan kecepatan, campuran udara dan bensin
diperlukan untuk mengurangi emisi hidrokarbon (HC) dan karbon monoksida (CO)
dan mencegah detonasi saat pengurangan kecepatan.
ECM menggunakan pengurangan tekanan udara pada MAP sensor atau
pengurangan kecepatan aliran pada MAF sensor dan pengurangan posisi sudut
throttle valve untuk menghitung pengurangan dalam lebar pulsa penginjeksian.
Pengurangan kecepatan mungkin sebagian atau penuh atau mungkin pengemudi
mungkin tiba-tiba mengembalikan throttle valve pada posisi akselerasi atau posisi
idle, ECM akan dapat menyesuaikan dengan tepat waktu dan durasi penginjeksian
bahan bakar dari segala operasional tersebut.
Apabila pengurangan kecepatan sampai throttle valve pada posisi tertutup, ECM
mendeteksi bahwa pengemudi bermaksud ke putaran idle, penyemprotan bensin
mungkin diputus sama sekali. Dan jika putaran mesin mendekati putaran idle,
kembali penyemprotan bensin dilakukan lagi untuk mempertahankan putaran idle.
6. Mode Pemutus Bensin (Fuel Cut-off Mode)
Salah satu tujuan pemutusan bensin adalah untuk menghentikan penyemprotan
bensin dari mesin selama kondisi-kondisi pengurangan kecepatan secara
ekstrem/khusus.
ECM memungkinkan untuk dapat memutuskan aliran bensin dengan alasan
keamanan ketika putaran mesin mencapai batas yang sudah ditentukan. (berkisar
6800 rpm. Nilai putaran maksimum ini berbeda pada setiap kendaraan).
Pemutusan bensin juga terjadi ketika pengapian dimatikan. Tanpa pulsa-pulsa
referensi pengapian, ECM tidak mengaktifkan injektor sehingga tidak ada bensin
yang disemprotkan untuk mencegah dieseling atau running-on.
7. Mode Pemutusan Bensin Selektif (Selective Fuel Cut-off)
Pemutusan bensin selektif digunakan dalam beberapa penerapan untuk pengaturan
torsi mesin dan perlindungan mesin. Dalam penerapan ini ECM dapat mematikan
injektor apabila terjadi kondisi-kondisi di bawah ini :
 Torque management enable (pengaturan torsi), digunakan untuk mengurangi
torsi selama transmisi berganti kecepatan.
 Traction Control Enable (kontrol traksi), terjadi untuk mengurangi torsi saat
pengereman.
 Low Coolant Condition (kondisi sistem pendinginan kurang sempurna),
apabila ECM mendeteksi temperatur mesin di atas temperatur kerja maka
untuk melindungi mesin dari over heating ECM akan mengurangi atau
memutus penginjeksian ke silinder-silinder tertentu, sedikit panas yang
dibangkitkan akan mengurangi temperatur mesin.

8. Converter Protection Mode (Mode Perlindungan Converter)


ECM memonitor secara konstan kerja mesin melalui input-input sensor seperti
oksigen sensor dan kondisi-kondisi perkiraan lain yang dapat menyebabkan katalitik
konverter mencapai temperatur yang berlebihan. Jika ECM mendeteksi kondisi
temperatur konverter terus naik, maka ECM akan mengurangi campuran udara dan
bensin untuk menurunkan temperatur.
9. Mode Backup / Fail Safe Mode
Dalam mode ini, ECM bekerja
melalui kalibrasi internal yang
mengijinkannya menjalankan mesin
dengan hanya melalui input-input rpm,
posisi throttle valve dan temperatur air
pendingin untuk merubah
penghitungan penyemprotan bensin. Peristiwa ini hanya terjadi saat ECM tidak dapat
beroperasi secara normal melalui masukan sensor yang lain.
ECM bekerja melalui mode ini jika ada beberapa, atau kombinasi kondisi-kondisi
seperti berikut di bawah ini :
 Tegangan sumber daya ECM di bawah 9 volt
 Tegangan saat start di bawah 9 volt
 PROM hilang atau tidak berfungsi
 Rangkaian sinyal lain gagal untuk memberikan input.
10. Mode Koreksi Tegangan Baterai
Mode ini akan mengimbangi variasi-variasi tegangan baterai ke pompa bensin dan
injektor. ECM mengubah lebar pulsa guna mengoreksi tegangan yang bervariasi
pada baterai.
Misalnya ketika tegangan baterai turun (saat start), pompa bensin melambat dan
volume bensin turun. Untuk mengimbangi, ECM menambah lebar pulsa injektor.
Mode koreksi tegangan baterai ini selalu bekerja dengan akurat pada setiap kondisi
operasional mesin. ECM juga melakukan mode ini saat tegangan baterai rendah
pada waktu putaran idle.
Pada sistem pengapian elektronik, ECM mengatur arus primer dengan penambahan
waktu dwell, agar kemampuan percikan bunga api pada busi tetap stabil.
SIRKUIT INJECTOR DRIVER
Tegangan dari baterai disuplai ke salah satu terminal injektor melalui kunci kontak
atau sebuah relay, sementara terminal yang lain dari injektor dihubungkan dengan
ECM. Saat injektor dibutuhkan untuk bekerja, ECM tinggal menghubungkan ground
injektor melaui driver injektor di dalam ECM.
Terdapat berbagai macam sirkuit injektor yang diaplikasikan pada sistem EFI. Hal itu
tergantung dari teknologi yang diaplikasikan. Namun secara umum sirkuit injektor
dibedakan atas dua hal, yaitu besar resistansi injektor model penyemprotan injektor.
Jika dilihat dari nilai resistansinya, injector dibedakan menjadi dua tipe; yaitu: injektor
dengan resistansi rendah dan injektor dengan resistansi tinggi. Sirkuitnya bisa dilihat
pada gambar di bawah.
Pada injektor dengan resistansi rendah, resistor dihubungkan secara seri dengan
injektor. Hal ini untuk menjaga agar injektor tidak sampai mengalami overheating
yang mungkin bisa mengakibatkan kesalahan kerja injektor. Sementara pada injektor
dengan resistansi tinggi tidak dilengkapi dengan resistor. Bebrapa model rangkaian
tahanan yang dihubungkan ke masin-masing injektor juga diperlihatkan pada gambar
di bawah ini.

Sementara itu, jika dilihat dari model penyemprotan injektornya, sirkuit injektor dibagi
menjadi 3 tipe; yaitu tipe simultan, group dan independent (sequential). Model
penyemprotan tersebut dapat dilihat pada gambar tabel berikut.
H. Sistem Throttle Elektronik

Ikhtisar
ECM mendeteksi besarnya injakan pedal gas dari sensor APP. ECM menentukan
besarnya bukaan katup throttle optimum dari besarnya bukaan pedal dan kondisi
kerja yang terdeteksi. ECM mengaktifkan motor yang terdapat dalam bodi throttle
untuk membuka dan menutup throttle valve. Catatan bahwa informasi banyaknya
bukaan throttle valve terdeteksi melalui 2 sistem sensor TP, sistem utama dan sub
sistem. Umpan balik ke ECM kemudian dilakukan berdasarkan informasi ini.

Structure

(1) Bodi Throttle

1) Sensor TP
Sensor TP terdapat dalam bodi throttle. Merupakan sensor non kontak yang
menggunakan IC hall (element) untuk mendeteksi secara akurat besarnya bukaan
throttle valve melalui 2 sistem, sistem utama dan sub sistem. Sensor TP terdiri dari
magnet permanen dan yoke yang dipasang pada gear throttle valve, dan sebuah
stator dan IC hall yang terpasang pada cover. Magnet permanen dan yoke berputar
pada sudut yang sama dengan throttle valve. IC hall menghasilkan tegangan output
sesuai dengan densitas fluks magnetik. Stator secara efisien menyalurkan fluks
magnetik dari magnet permanen ke IC hall.

Ketika throttle valve tertutup penuh Ketika throttle valve terbuka penuh
Karena kepadatan fluks magnetik yang Karena kepadatan fluks magnetik yang
melalui IC hall berada pada tingkat melalui IC hall berada pada tingkat
terendah, sehingga tegangan output tertinggi, maka tegangan output tinggi.
rendah

2) Motor throttle

Motor throttle dipasang dalam bodi throttle. Merupakan motor DC yang


membuka dan menutup throttle valve melalui middle gear sesuai dengan perintah
ECM, untuk mencapai jumlah bukaan throttle valve yang optimum.

3) Sensor APP (Accelerator Pedal Position)

Sensor APP menjadi satu dalam rakitan pedal accelerator. Sensor APP
merupakan sensor non kontak yang menggunakan IC hall (elemen) untuk
mendeteksi secara akurat jumlah injakan pedal gas melalui 2 sistem, sistem utama
dan sub sistem. ECM menggunakan informasi dari sensor APP ketika menentukan
bagaimana menjalankan motor throttle dan mengontrol jumlah bukaan throttle valve.

Sensor APP terdiri dari magnet permanen dan armature yang dipasang pada
pedal accelerator, dan sebuah stator dan IC hall yang dipasang pada cover. Magnet
permanen dan armature berputar dengan sudut yang sama dengan pedal
accelerator. IC hall menghasilkan tegangan output sesuai dengan densitas fluks
magnetik dan stator secara efisien menyalurkan fluks magnetik dari magnet
permanen ke IC hall.
Ketika pedal akselerator tertutup penuh Ketika pedal akselerator terbuka
Karena kepadatan fluks magnetik yang penuh
melalui IC hall berada pada tingkat paling Karena kepadatan fluks magnetik
rendah, maka tegangan output rendah. yang melalui IC hall berada pada
tingkat paling tinggi, maka tegangan
output tinggi

Point Penting
Sensor APP (Grand Vitara)
Sensor APP merupakan sensor non kontak yang menggunakan induksi arus.
Terdiri dari kursor yang terpasang pada pedal accelerator dan sebuah CPU, koil
transmiter, dan koil
receiver U1, U2 dan U3
yang ditempatkan pada
PCB sensor yang
terpasang pada housing
sensor. Kursor bergerak
sesuai dengan jumlah
bukaan pedal gas. Ketika
posisi cursor berubah,
medan magnet berubah,
dan sebagai hasilnya
arus dari koil receiver
(U1, U2 dan U3) juga berubah. CPU menghitung nilai arus dari coil receiver (U1,
U2 dan U3) dan mengirim mereka ke ECM sebagai sinyal (utama dan sub)
dengan karakter output yang berbeda. Ini memungkinkan deteksi yang akurat
dan terpercaya terhadap besarnya bukaan pedal gas.
Throttle Elektronik Tertutup Penuh

(1) Sekilas

Posisi throttle valve tertutup penuh pada sistem throttle elektronik disimpan
pada backup memori RAM di dalam ECM. Memori ini dihapus jika satu diantara item
a sampai c dilakukan “Perawatan dimana throttle elektronik tertutup penuh
diperlukan”. Dalam kasus d, perbaikan posisi tertutup penuh tidak dapat ditentukan
kecuali menghapus terlebih dahulu memori ECM.

Jika menghapus memori ECM, pelajari metode throttle elektronik tertutup


penuh. Ketika memori sudah dihapus, untuk pertama kali setelah kunci kontak ON,
ECM melakukan fully closed learning dengan membuka dan menutup throttle valve
selama sekitar 5 detik. Jika mesin distarter selama fully closed learning, dapat
menghasilkan gejala seperti starter menjadi lama atau kecepatan rotasi mesin
lambat naik sesaat setelah distarter.

(2) Perawatan dimana diperlukan electronic throttle fully closed learning

Ketika perawatan berikut dilakukan, diperlukan electronic throttle fully closed


learning.

a. Ketika power supply backup ECM diputus, seperti ketika battery diganti atau
sekring radio dilepas.
b. Ketika DTC yang terkait dengan throttle elektronik dihapus
c. Ketika ECM diganti
d. Ketika bodi throttle atau pedal accelerator assy di ganti
(3) Metode electronic throttle fully closed learning
1. Lepaskan kabel negatif battery selama setidaknya 20 detik.
2. Pasang terminal negatif battery.
3. Putar kunci kontak ON dan tunggu 5 detik. Jangan start mesin selama waktu itu.
Pemeriksaan Dan Perawatan

(1) Memeriksa bodi throttle

1) Sensor TP

Menggunakan SDT, tampilkan


parameter “main TP sensor” dan “sub
TP sensor” dalam bentuk grafik.
Pastikan tegangan sensor TP berubah
sesuai dengan jumlah bukaan throttle
seperti pada grafik berikut.

2) Motor throttle

- Ketika kunci kontak ON dan pedal accelerator berada


pada kondisi antara tertutup atau terbuka penuh,
pastikan throttle valve beroperasi lancar.
- Pastikan nilai tahanan antara terminal “1” dan “2” dari
konektor bodi throttle berada dalam standar.
(2) Memeriksa pedal accelerator assy (sensor APP)

1) Memeriksa sirkuit

2) Memeriksa tegangan sinyal


sensor

Menggunakan SDT, tampilkan


parameter “main APP sensor” dan
“sub APP sensor” dalam bentuk
grafik. Pastikan tegangan sensor
APP sesuai dengan jumlah bukaan
accelerator seperti pada grafik
berikut.

I. Sistem VVT (Variable Valve Timing)

Ikhtisar

Dalam sebuah mesin, sulit untuk selalu mendapatkan efisiensi volumetrik


optimum pada semua range, dari kecepatan putaran rendah sampai kecepatan
putaran tinggi. Jika waktu bukaan katup tetap, ketika efisiensi volumetrik pada
kecepatan putaran rendah meningkat, efisiensi rotasi pada kecepatan putaran tinggi
akan turun.
Efisiensi volumetrik sangat dipengaruhi oleh waktu bukaan katup dan
besarnya bukaan katup pada sisi intake, dan oleh panjang, diameter dalam dan
bentuk intake manifold. Waktu yang tepat diperlukan untuk menutup katup pada sisi
isap.
Sistem VVT (Variable Katup Timing) meningkatkan efisiensi volumetrik.
Sistem VVT secara terus menerus merubah waktu bukaan katup isap untuk
memperoleh waktu yang optimum untuk kondisi operasi mesin. Perubahan waktu
bukaan katup isap dilakukan melalui intake cam timing sprocket assy (aktuator VVT)
yang terpasang pada ujung depan intake camshaft. Rotor di dalam assy digerakkan
oleh tekanan oli mesin, yang merubah tahapan camshaft isap.
Oil Control Valve (OCV) dikontrol dengan kontrol duty oleh ECM. Katup
merubah tekanan oli mesin yang dikirim ke ruang untuk gerak maju atau ruang untuk
gerak mundur dalam intake cam timing sprocket assy. ECM menentukan waktu buka
katup optimum (besarnya pemajuan) untuk beberapa kondisi seperti kecepatan
putaran mesin, jumlah bukaan throttle, tekanan intake manifold dan temperatur
coolant. Kemudian ECM mengontrol katup OCV uang sesuai. ECM dalam
mendeteksi waktu pembukaan katup juga dari sensor CMP dan melakukan kontrol
umpan balik untuk memperoleh nilai yang sesuai target.
Sistem VVT memiliki efek berikut

- Peningkatan torsi pada


kecepatan rendah ke menengah

Pada beban tinggi, kecepatan


mesin dari rendah ke menengah,
torsi dari kecepatan rendah ke
menengah ditingkatkan dengan
menutup katup isap lebih awal
(maju) untuk meningkatkan efisiensi
volumetrik.

- Peningkatan keekonomisan bensin

Pada beban menengah, overlap


katup ditingkatkan (maju) sehingga
memberi efek pada internal EGR (ketika
beberapa gas buang di akhir langkah
buang diresirkulasikan ke intake manifold)
mengurangi tekanan negatif intake
manifold. Ini akan mengurangi kerugian
pemompaan (gesekan mesin ketika piston
bergerak turun) dan meningkatkan nilai keekonomisan bensin.
Sebagai tambahan, katup overlap dikurangi (perlambatan maksimum) selama
idling untuk menghilangkan blowback ke sisi intake dan menstabilkan pembakaran.
Ini mengurangi jumlah udara intake dan meningkatkan keekonomisan bensin.

- Perbaikan kontrol emisi

Pada beban medium, katup overlap meningkat (advance) dan memberi efek internal
EGR digunakan untuk mengurangi temperatur pembakaran dan mengurangi
pembangkitan Nox. HC juga dikurangi lagi dengan membakar ulang gas yang tidak
terbakar.

Struktur

(1) OCV (Oil Control Valve)

OCV dipasang
pada case oil pump
(cover timing chain).
OCV mengontrol
tekanan oli yang
diberikan pada aktuator
hidrolik yang diletakkan
pada intake cam timing
sprocket assy, untuk
merubah secara terus menerus watu pembukaan katup isap. ECM menggunakan
sinyal duty untuk mengoperasikan spool valve yang memindah arah saluran tekanan
oli.

(2) Intake cam timing sprocket

Aktuator hidrolik yang mengontrol


sudut kerja rotor terpasang pada intake cam
timing sprocket. Rotor dan camshaft isap
terhubung. Perubahan dalam sudut operasi
rotor merubah waktu bukaan katup isap. Lock
pin diposisikan pada rotor. Ketika tekanan oli
mesin rendah saat start mesin, lock pin terpasang pada housing pada posisi
perlambatan maksimal. Ini
meminimalkan perubahan tahapan
intake camshaft dan intake cam timing
sprocket. Ketika tekanan oli mesin
diberikan pada sisi ruang maju
(advance) setelah start mesin, ia akan
melepas lock pin. Catatan bahwa
sudut operasi maksimum untuk rotor
sekitar 30º

Prinsip Kerja
(1) Perlambatan (Retardation)
Ketika sinyal perlambatan (low duty) dari ECM masuk, spool valve OCV
bergerak ke kanan. tekanan oli diberikan pada ruang perlambatan dan pengeluaran
oli pada sisi ruang advance. Ini membuat rotor berputar ke sisi perlambatan
(2) Menahan (Holding)

Ketika sinyal tahan (duty


50%) dari ECM masuk, spool valve
OCV berhenti pada posisi tengah
dan tidak ada perubahan pada
tekanan oli yang diberikan ke
ruang perlambatan atau ruang
pemajuan. Ini berarti posisi rotor
tetap.

(3) Pemajuan (Advance)


Ketika sinyal advance (high
duty) dari ECM masuk, spool valve
OCV bergerak ke kiri. Tekanan oli
diberikan pada ruang advance dan
pengeluaran pada sisi
perlambatan. Ini membuat rotor
berputar ke sisi maju (advance).
Perawatan dan pemeriksaan

(1) Intake cam timing sprocket assy

Periksa cam timing sprocket


terhadap keausan atau kerusakan
dan ganti jika ditemukan masalah.
Pasang cam timing sprocket ke
camshaft. Pastikan aktuator hidrolik
tidak bergerak ketika diputar dengan
tangan. Jika bergerak berarti lock pin
dalam aktuator hidrolik tidak berfungsi. Ini berarti waktu bukaan katup isap akan
tetap pada posisi perlambatan maksimum, yang menghasilkan masalah idling atau
kemampuan start mesin kurang baik.
(2) Baut intake cam timing sprocket assy.

Periksa masalah seperti saluran tersumbat. Jika


ada masalah, bersihkan atau ganti.

(3) Pipa oli silinder head

- Periksa pipa oli silinder head terhadap


retak, deformasi dan mampet, dan ganti jika
ada masalah

OCV (Oil Control Valve)


- Lepaskan oil control valve dari case
pompa oli (timing chain cover) dan
periksa apakah ada masalah seperti
saluran tersumbat. Ganti jika ada
masalah.
- Switch tegangan battery pada terminal
konektor antara ON dan OFF. Pastikan
terdengar suara operasi (tapping) dan
spool valve beroperasi.

- Ukur tahanan antara terminal konektor. Jika


menyimpang dari standar, ganti OCV.

Pipe gallery Oli

Periksa oil gallery pipe terhadap kerusakan,


deformasi dan tersumbat, dan ganti jika ada masalah.

(4) Saluran oli dalam case pompa oli

Periksa masalah seperti tersumbat pada saluran oli


yang digunakan untuk mengaktifkan intake cam
timing sprocket assy (aktuator VVT). Bersihkan jika
terdapat masalah.
4. PENGONTROLAN SISTEM PENGAPIAN

A. MENGONTROL IGNITION TIMING


Tujuan dari sistem pengapian adalah untuk membakar campuran bahan bakar dan
udara didalam ruang bakar pada waktu yang tepat. Supaya mesin dapat
menghasilkan efisiensi tenaga mesin yang optimum, maka campuran bahan bakar
dan udara harus di bakar agar tekanan maksimal pembakaran berada pada sekitar
100 setelah TMA.
Waktu pembakaran capuran bahan bakar untuk menghasilkan tekanan maksimum
pembakaran bervariasi, tergantung putaran mein dan tekanan intake maniflod.
Intinya pengapian harus dibuat lebih awal saat putaran mesin lebih tinggi dan dibuat
lebih lambat saat putaran mesin lambat.
Pada sistem pengapian konvensional, pemajuan pengapian dilakukan oleh
advance sentrifugal dan vacuum. Namun sebenarnya, untuk mendapatkan saat
pengapian yang optimal tidak hanya dipengaruhi oleh putaran mesin dan udara yang
masuk kedalam mesin, namun juga oleh faktor-faktor yang lain seperti bentuk ruang
bakar, temperatur mesin, temperatur ruang bakar, dan lain-lain. Karena inilah kontrol
elektronik untuk sistem pengapian digunakan supaya didapatkan waktu pengapian
yang ideal pada mesin yang tidak dapat dilakukan oleh sistem pengapian
konvensional.
Ignition control system mengontrol waktu pengapian secara elektronik, kapan
arus listrik harus dialirkan ke primary koil untuk ignition timing. ECM menentukan
kondisi mesin dengan menggunakan signal dari sensor dan kapan mengirimkannya
ke igniter.
Sistem ini mengontrol ke 3 kondisi yang berbeda, antara lain :
-Mengontrol ignition timing saat menstarter mesin.
-Mengontrol ignition timing saat setelah menstarter mesin.
-Mengontrol waktu kapan arus listrik harus dialirkan ke ignition coil
 Mengontrol Ignition Timing Saat Menstater Mesin.
Pada saat menstater mesin, yang kita harapkan adalah mesin agar mudah hidup.
Supaya mesin mudah hidup, maka saat pengapian harus lebih lambat karena
putaran mesin yang rendah. Untuk itu ECM memperhitungkan ignition timing
menggunakan Initial Ignition Timing. Contohnya, pada beberapa model mesin IC
system menentukan posisi igition timing pada posisi 5o BTDC agar mesin mudah
hidup.
 Mengontrol Ignition Timing Setelah Mesin Distater (Saat Mesin Telah Hidup)
Setelah mesin hidup (sesudah distarter) ignition timing akan menyesuaikan dengan
kondisi mesin. Pada kondisi ini ECM memperhitungkan ignition timing berdasarkan
initial ignition timing, basic ignition advance dan compensation advance dari kondisi-
kondisi mesin lainnya.
Initial ignition timing dapat dikatakan sebagai basic ignition timing dari sebuah mesin.
Initial timing mungkin akan berbeda satu dengan yang lain tergantung dari konstruksi
mesin tersebut.
Basic ignition advance adalah besar penambahan pemajuan pengapian dari
kondisi initial ignition timing yang didasarkan pada besar perubahan putaran mesin
dan besarnya tekanan pada intake manifold. Pada tipe pengapian konvensional,
basic ignition advance dilakukan oleh advance sentrifugal dan vacuum, sedangkan
pada sistem pengapian elektronik dilakukan oleh ECM.
Various compensating advance adalah besar penambahan/pemunduran
pengapian akibat kondisi lain-lain seperti temperatur mesin, adanya knocking, dll.
Compensating advance ini terutama berfungsi untuk menstabilkan putaran mesin.
Contoh saat idle switch ON compensation ini berfungsi untuk mempertahankan
putaran idle seperti yang diprogram oleh ECM dengan terus menerus mengoreksi
waktu pengapian. Sementara ketika idle switch off, compensating ignition timing
dipegaruhi oleh temperatur mesin. Sehingga akan terjadi penambahan signal
berdasarkan kondisi temperatur mesin dimana kompensasi akan bertambah besar
jika temperatur mesin masih dingin.

Contoh lainnya misalkan ECM


mendeteksi terjadinya knocking dari
knock sensor. ECM akan berusaha
menghilangkan atau mengurangi
terjadinya knocking dengan cara
memundurkan ignition timing. Jika
knocking hilang, maka ECM akan
mengembalikan lagi ignition timing berdasrkan basic advance.
 Mengontrol Waktu Aliran Listrik (Current Flow)
Sistem ini berfungsi untuk menstabilkan voltage secondary yang dibangkitkan oleh
ignition coil. Sebagai contoh misalkan saat stater mesin. Selain memundurkan
pengapian, ECM juga mengoreksi arus listrik yang mengalir ke ignition coil untuk
mengkompensasi turunnya tegangan akibat bekerjanya motor stater. Dengan
demikian, tegangan induksi yang dihasilkan oleh koil pengapian tetap besar dan saat
pengapian tepat sehingga mesin mudah hidup saat stater.
Pengapian elektronik ini dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:
1. Pengapian Distributor (Distributor Ignition)
2. Pengapian tanpa distributor (Distributorless Ignition/DLI)
B. PENGAPIAN DISTRIBUTOR
Terdapat dua versi dari pengapian distibutor, yaitu Elektronik Spark Ignition (ESA)
dan Variable Advance Spark Timing (VAST). Pada dua tipe pengapian ini, sentrifugal
dan vacuum advance sudah tidak digunakan, dan digan tikan oleh sensor udara
untuk memonitor beban mesin (Vs atau PIM) dan sensor putaran mesin (Ne).
Sebagai tambahannya, temperatur air pendingin, detonasi dan posisi throttle
dimonitor untuk mengoreksi pengapian agar didapatkan ketepatan ignition timing
saat kondisi-kondisi ini berubah.
 ESA Ignition System

Untuk memonitor RPM, sistem menggunakan sinyal dari Ne sensor. Selain itu sensor
kedua didalam distributor disebut dengan G sensor menyuplai posisi camshaft yang
digunakan sebagai referensi untuk ignition timing dan fuel injector timing. Beberapa
model menggunkana dua G sensor yang disimbolkan G1 dan G2.
Mikroprosesor menghasilkan kerja pada trigger circuit yang dinamakan IGt. Sinyal Igt
dikirim ke igniter untuk memutus dan menghubungkan power transistor pada sirkuit
primer. Igt sinyal akan maju atau mundur tergantung waktu perhitungan akhir yang
diolah oleh ECM. ESA menghitung waktu dengan mempertimbangkan waktu
pengapian yang ideal yang diberikan sesuai dengan kondisi mesin.
Jika ECM gagal dalam pembacaan sinyal Ne maupun G, maka ECM tidak akan
menghasilkan sinyal Igt saat distater sehingga mesin tidak akan bisa hidup.
 VAST Ignition System
Kerja sistem pengapian tipe VAST ini dapat dijabarkan sebagai berikut. Saat mesin
distart, sinyal AC akan dihasilkan oleh keempat gigi pickup magnetic di dalam
distributor. Sinyal AC ini dikirim langsung ke igniter yang dikondisikan dalam sinyal
digital oleh converter dan dikirim sekaligus ke ECM melalui terminal Ne dan ke power
transistor pada igniter. Akibatnya pada kondisi ini sistem pengapian menghasilkan
bunga api pada initial timing.

Saat mesin telah hidup dan menghasilkan putaran, ECM mulai mengirimkan sinyal
Igt ke igniter. Selanjutnya sinyal Igt-lah yang bekerja untuk mengontrol power
transistor.
Karena sistem pengapian VAST ini langsung men-trigger igniter secara
langsung dari pickup magnetik saat stater, mesin akan tetap bisa hidup meskipun
IGT sirkuit ke igniter terputus. Jika sinyal Igt tidak diterima oleh igniter selama mesin
distater, sistem pengapian akan tetap bekerja pada initial timing menggunakan sinyal
dari pickup magnetik.

C. PENGAPIAN TANPA DISTRIBUTOR


Sistem DLI (Distributorless Ignition), sesuai namanya, adalah sebuah sistem
distribusi pengapian elektronik yang langsung mengalirkan tegangan sekunder koil
pengapian ke busi tanpa menggunakan distributor konvensional. Bagian yang paling
utama dari sistem pengapian DLI ini terdiri dari Camshaft Position (CMP) Sensor,
igniter dan koil pengapian.

CMP sensor menghasilkan sinyal G dan bersama-sama dengan sinyal Ne dari CKP
sensor untuk mengidentifikasi posisi sudut/posisi crankshaft dan posisi silinder.

Igniter untuk sistem DLI mirip igniter yang digunakan pada pengapian distributor, tapi
dibagi dalam beberapa bagian tergantung jumlah kelompok silinder, misalkan saja
mesin dengan 6 silinder dibagi menjadi 3 kelompok. Igniter mengontrol ignition timing
ketiga kelompok dengan mengkombinasikan sinyal input IgdA dab IgdB dari ECM.
IGt sinyalkemudian di kirim oleh igniter ke sirkuit power transistor untuk men-trigger
pengapian pada koil yang sesuai. Igniter juga mengirim sinyal konfirmasi IGf standar
ke ECM untuk setiap pengapian yang bekerja.
Setiap koil dihubungkan dengan busi secara seri pada silinder yang sekawan
Misalnya mesin 4 silinder dengan FO 1-3-4-2, silinder 1 sekawan dengan silinder 4
dan silinder 2 sekawan dengan silinder 3. Dengan demikian setiap busi akan
memercikkan buka api sekali setiap satu putaran poros engkol atau dua kali dalam
siklus kerja mesin pada dua silinder yang sekawan secara bersamaan. Satu busi
memberikan bunga api sebelum TMA saat akhir langkah kompresi, sementara yang
lainnya memberikan percikan api saat akhir langkah buang. Model ini disebut dengan
waste spark.

Waste Spark

Sirkuit DLI
Saat mesin dihidupkan, G dan Ne sensor menghasilkan sinyal dan dikirimkan
ke ECM. ECM kemudian mengidentifikasi putaran dan posisi kerja setiap silinder,
mana silinder yang mendekati TMA. Mikroprosesor bekerja untuk dua fungsi, yaitu
menghasilkan IGt sinyal dan sinyal identifikasi posisi silinder (IgdA dan IgdB) yang
dikirim ke DLI igniter untuk men-trigger koil yang tepat selama mesin hidup.
Pada model DLI terbaru, konstruksi sistem ini lebih disederhanakan. Untuk
menentukan dan menghitung silinder mana yang membutuhkan pengapian da
berapa lama arus primer mengalir (dweel) telah diintegrasikan di dalam fungsi ECM.
Dengan demikian igniter dapat dikonstruksi menjadi satu dengan koil.

Sementara pada model yang lain, setiap satu koil pengapian hanya
dikontruksi untuk menyuplai tegangan sekunder hanya ke satu busi. Dengan
demikian, bunga api yang dihasilkan akan lebih besar.
D. PERAWATAN DAN PEMERIKSAAN SISTEM PENGAPIAN
 Tidak ada bunga api
Sebelum memeriksa bagian-bagian sistem pengapian, lakukan langkah pendahuluan
berikut ini:
- Pastikan baterai dan kabel baterai dalam kondisi baik.
- Pastikan kondisi sambungan dan konektor distributor, igniter dan koil.
- Pastikan kabel busi dalam kondisi baik dan terhubung dengan baik.
Lakukan pemeriksaan sirkuit primer.
- Cek tegangan suplai ke terminal + koil dan hubungan kabel terminal – koil dalam
kondisi baik.
- Gunakan test lamp untuk melihat kerja dari trigrering pada terminal – koil. Jika
lampu on dan off saat mesin distater menandakan trigrering dalam kondisi baik.
Gantilah koil pengapian.
- Cek grounding dan tegangan suplai ke igniter dalam kondisi baik.
- Cek resistansi kumparan primer dan sekunder koil masih dalam kondisi standar.
- Cek sinyal Ne dan G dalam kondisi normal menggunakan osciloscope. Jika tidak
ada sinyal, periksa nilai hambaan sensor dan celah sensor dengan rotor. Jika
tidak sesuai standar, ganti sensor.
- Cek sinyal IGt dari ECM menggunakan osciloscope. Pastikan sinyal sesuai.
 Pemajuan Pengapian Tidak Bekerja Dengan Baik (VAST System)
Desain dari sistem VAST memungkinkan sistem pengapian berkerja pada initial
timing meskipun sinyal IGt tidak didapatkan oleh igniter. Jika kondisi ini terjadi, maka
sistem pengapian akan mengunci pada initial timing yang menyebabkan putaran dan
beban mesin jelek.
Jika kondisi terjadi, lakukan pemeriksaan berikut.
- Lihat sinyal IGt menggunakan osciloscope.
- Jika sinyal IGt yang dikirim ECM dalam kondisi bagus, periksalah hubungan
antara ECM dengan igniter.
- Jika terjadi kondisi kadang terhubung dan kadang terputus pada sinyal IGt, hal
ini akan menyebabkan masalah tersebut.

 Ignition Timing Tidak Sesuai Dengan Kondisi Standar (VAST dan ESA
System)
Pada beberqpa kasus, menggunakan tabel symptom atau memeriksa waktu
pengapian perlu dilakukan untuk memeriksa pemajuan pengapian yang keluar dari
standar. Kondisi ini bisa disebabkan oleh informasi yang salah dari sensor yang
diterima oleh ECM.
Sebagai contoh masalah ini bisa disebabkan oleh MAP sensor yang nilainya diluar
standar terendahnya. Jika tegangan yang dihasilkan lebih rendah dari normalnya itu
berarti ECM akan mengindikasikan bahwa beban mesin rendah. ECM akan
merespon kondisi ini dengan menambah waktu pengapian. Jika mesin bekerja pada
beban berat dengan waktu pengapian yang terlalu maju, hal ini akan menyebabkan
detonasi.
Saat kondisi seperti ini terjadi, lebih baik lakukan pemeriksaan kerja tegangan
standar pada keseluruhan sensor input ECM. Jika ada sensor ditemukan memiliki
nilai yang keluar dari standar, kelihatannya sensor itulah yang menyebabkan
masalah.
Prosedur Penyetelan Sistem Pengapian
Sistem pengapian memerlukan initial ignition untuk bekerja. Initial ignition ini mungkin
berbeda antara kendaraan yang satu dengan yang lain. Saat memeriksa ignition
timing, sebenarnya yang kita lihat adalah initial ignition timing. Untuk memeriksa
sistem pengapian elektronik memerlukan prosedur khusus karena saat mesin
bekerja, meskipun pada putaran rendah, sistem pemajuan pengapian telah bekerja.
Maka untuk memeriksa initial ignition timing diperlukan prosedur khusus.
Pada beberapa kendaraan disediakan diagnosis service connector atau check
connector. Pada kendaraan toyota misalnya, sebelum kita memeriksa saat
pengapian dengan menggunakan timin light terlebih dahulu kita harus
menghubungkan (menjemper) terminal T atau TE1 dengan terminal E1. Lalu kita
bisa memeriksa ignition timingnya.

Apabila kita mendapati kondisi ignition timing tidak sesuai dengan spesifikasi,
maka ada beberapa cara untuk mengembalikan kondisi sesuai dengan
spesifikasinya.
Pertama, pada beberapa kendaraan tidak dapat dilakukan penyetelan. Untuk
model ini saat kita mendapati kondisi tersebut maka kita harus mengecek semua
sensor-sensor yang berhubungan dengan ignition timing (CKP, CMP, Rotor signal,
Knock sensor) dan wiring harnessnya.
Kedua, Untuk kendaraan yang menggunakan model distributor atau non fixed
CMP sensor, apabila kita mendapati kondisi tersebut, maka kita dapat merubah
ignition timing dengan cara memutar distributor atau CMP sensor sampai didapati
ignition timing yang sesuai spesifikasi.
Ketiga, untuk kendaraan dengan ignition timing adjusting resistor, penyetelan
ignition timing dengan cara mengganti ignition timing adjusting resistor dengan
nomor yang sesui hingga kita dapati ignition timing sesuai spesifikasi. Periksa
spesifikasi periksa tahanan ignition timing adjusting resistor,lalu ganti dengan nomor
yang sesuai.

– No. 1 : -5o
– No. 2 : -4o
– No. 3 : -3o
– No. 4 : -2o
– No. 5 : -1o
– No. N : 0o
– No. 6 : 1o
– No. 7 : 2o
– No. 8 : 3o
– No. 9 : 4o
– No. 10 : 5o
– No. 11 : 6o

Keempat, untuk kendaraan yang tidak dilengkapi dengan ketiga hal di atas, biasanya
kita harus menggunakan scan tool untuk menyetel ignition timing dengan memilih
menu pada scan tool.
E. KONEKTOR ECU
Setelah kita mempelajari hal-hal yang telah dijelaskan diatas, kita akan mudah untuk
memahami, terlebih lagi yang terpenting adalah membaca wiring diagram input dan
output ECM berikut ini (Suzuki APV).
Posisi Terminal ECU
Berikut ini adalah letak atau posisi terminal ECU pada sebuah mesin (ECM) yang
sesungguhnya pada konektor ECM jika dilihat dari sisi harness.

Berdasarkan pembahasan-pembahasan sebelumnya, maka akan didapatkan


standar tegangan kerja pada setiap terminal seperti yang ditunjukkan pada tabel
dibawah ini. Besar tegangan disetiap terminal mungkin akan berbeda tergantung
jenis dan tipe kendaraan. Data tersebut dapat digunakan untuk melakukan
diagnosa atau pemeriksaan pada sistem dengan membandingkan data riil hasil
pengukuran pada terminal ECM di kendaraan dengan data standar tersebut.
Tambahan Informasi Data
F. ON-BOARD DIAGNOSTIC
ON-BOARD DIAGNOSTIC GENERATION 1 (OBD-1)
Pada April 1985, California Air Resources Board (CARB) memperkenalkan sistem
regulasi On-Board Diagnostic atau OBD. Regulasi ini akhirnya diterapkan semua
pada tahun 1988 dan mobil dan truk ringan yang baru dan dipasarkan di negara
bagian California, USA. OBD mensyaratkan ECM memonitor ambang batas emisi
yang berhubungan dengan komponen yang bekerja dengan tepat dan menyalakan
malfunction indicator lamp (MIL) atau yang lebih dikenal dengan lampu check engine
pada instrument panel saat malfunction terdeteksi. OBD sistem juga menyediakan
sistem Diganostic Trouble Code (DTC) dan tabel logika untuk mengisolasi kesalahan
dan malafungsi sistem emisi. Alasan dikembangkan OBD ini antara lain:
 Untuk mengembangkan pemenuhan in-use emisi dengan memberikan tanda
peringatan saat malafungsi muncul.
 Untuk memberi bantuan kepada teknisi untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki sirkuit yang malafungsi pada sistem kontrol emisi.
OBD memungkinkan ECM mendiagnosa masalah-masalah yang mungkin terjadi
pada sistem yang mengkin menyebabkan emisi gas buang meningkat secara
signifikan jika malafungsi terdeteksi. Umumnya OBD akan mendeteksi malafungsi
diantaranya pada:
 Hampir semua sensor mesin
 Sistem deteksi udara masuk
 Fungsi EGR
Malfunction Indicator Lamp (MIL-Check Engine)
Saat ECM mendeteksi malafungsi, MIL akan dinyalakan selama kerusakan
terdeteksi dan akan mati saat kembali ke kondisi normal, meninggalkan DTC yang
tersimpan di dalam memori ECM. Sirkuit dimonitor atas kondisi kontinuity, hubungan
pendek, dan jangkauan paramater dalam kondisi normal.
MIL juga dapat menunjukkan item kebanyakan pemeriksaan sistem emisi dan
program perawatan, dan memungkinkan bagian inspeksi emisi melihat secara cepat
apakah sistem kontrol emisi dan mesin pada kendaraan berfungsi dengan baik atau
tidak. Selama dalam kondisi normal, lampu akan menyala saat kunci kontak di-ON-
kan, dan akan mati saat mesin hidup. Jika lampu tetap menyala saat mesin hidup,
berarti ECM mendeteksi adanya malafungsi.
Lampu MIL juga dapat menunjukkan letak malafungsi dengan memberikan pola
kedipan lampu sesuai DTC yang dideteksi. Prosedurnya dapat dilakukan sebagai
berikut.
1. Hubungkan terminal TE1 dengan E1 menggunakan service wire.
2. Posisikan kunci kontak pada posisi ON.
3. Lihat dan baca pola kedipan lampu dan bandingkan dengan tabel DTC di buku
service manual.

Selain cara tersebut, DTC juga bisa dilihat dengan menggunakan scantool.
Hubungkan scantool ke DLC, kunci kontak ON-kan, hidupkan scantool dan pilih
menu hingga ditampilkan DTC pada layar scantool. Umumnya DTC yang ditampilkan
sudah dalam bentuk penjelasan secara lebih detail tantang sirkuit apa yang
malafungsi.
Setelah melakukan perbaikan pada sirkuit, pastikan kita menghapus DTC pada
memori ECM dengan cara melepas sekering EFI atau melepas negatif baterai lebih
dari 30 detik.

Diagnostic Troble Code (DTC) OBD-1


DTC dihasilkan oleh sistem OBD dan disimpan di dalam memori ECM. DTC
mengindikasikan sirkuit yang bermasalah telah terdeteksi. Informasi DTC kembali
disimpan di dalam long term memory ECM selama kerusakan berlangsung. DTC
tetap akan disimpan sampai code tersebut dihapus.
DTC antara kendaraan yang satu dengan yang lain mungkin bisa berbeda. Untuk
memastikan DTC yang sebenarnya, lihat pada service manual book masing-masing
tipe kendaraan.
ON-BOARD DIAGNOSTIC, Generasi 2 (OBD II)
OBD-II merupakan pengembangan dari generasi sebelumnya (OBD-1) untuk lebih
baik dalam menjaga kerja sistem kontrol emisi. OBD-II diimplementasikan pada
kendaraan keluaran mulai tahun 1994, yang ditambahkan dengan monitor efisiensi
kerja katalitic konverter, deteksi misfiring, monitor sistem canister purge, monitor
secondary air injection system dan monitor aliran sistem EGR. Regulasi OBD-II
ditetapkan oleh Society of Automotive Engineers (SAE).
Selain itu, yang membedakan antara OBD-I dengan OBD-II diantaranya adalah
adanya standarisasi bentuk DLC dan DTC.
Data Link Connector (DLC) OBD-II
DLC ditempatkan pada kendaraan untuk menyediakan fungsi pengecekan dan
diagnosa ECM. Pada OBD-II menggunakan standar konektor 16 pin meskipun tidak
semua terminal digunakan.

Diagnostic Troble Code (DTC) OBD-II


Untuk DTC pada OBD-II juga telah dibuat generic 4 digit angka. Artinya, meskipun
tipe ataupun merek kendaraannya berbeda, DTC akan sama. Standar DTC dibuat
seperti berikut. Kebanyakan kendaraan yang diproduksi dan dipasarkan mulai tahun
2007 sudah tidak disediakn diagnosis switch terminal (chekc conector), sehingga
untuk melihat DTC umumnya harus menggunakan bantuan scan tool.

NOTE:
 Adakalanya meskipun terdapat masalah di dalam sensor putaran mesin atau
idle switch circuit (open circuit), ECM tidak dapat menunjukkan masalahnya
dan lampu indikator (CHECK ENGINE) juga tidak menyala selama mesin
hidup.
Tabel DTC OBD-1 (Toyota Corona, Mesin 3S-FE, Tipe L-EFI)
Tabel DTC OBD-II (Suzuki APV)
FUNGSI FAIL SAFE
Jika terjadi trouble pada sistem electronic pada EMS, sinyal kerusakannya dideteksi
oleh ECM (fungsi self diagnosis/OBD). Agar kendaraan masih bisa bekerja, maka
sinyal kerusakan tersebut akan diatasi oleh ECM dengan ”fail safe function” sesuai
basic program di dalam ECM agar terjadinya trouble tidak mempengaruhi kerja
mesin meskipun kerja mesin dan emisi menjadi tidak baik. Trouble tersebut mungkin
terjadi diantaranya dari ECT sensor, TP sensor, VSS, IATsensor, MAF sensor dan
MAP sensor.
Berikut ini adalah contoh tabel fail safe.
5. EMISSION CONTROL SYSTEM

A. GAS BUANG
Atmosfir bumi atau udara terdiri dari dua gas utama yaitu oksigen (O2) sekitar
21 % dan nitrogen (N2) sekitar 78% serta sisanya 1% terdiri dari bermacam-macam
gas diantaranya adalah carbon dioksida dan argon.
Disamping argon dan carbon dioksida, masih banyak gas/zat yang dihasilkan
manusia seperti carbon monoksida (CO), hidro carbon (HC), nitrogen oksid (NOx)
dan sulfur dioksida (Sox).
Sedangkan zat yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor (mobil) dapat dibagi
menjadi 3 macam yaitu : CO,HC dan NOx. Gas ini sangat mengganggu pernapasan,
dan berbahaya terhadap manusia, binatang dan tanaman.
Ada 3 sumber CO, HC dan NOx , yaitu : gas buang, blow-by gas dan uap bahan
bakar.
a. Gas Carbon Monoksida

Gas CO dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna akibat dari


kekurangan oksigen pada pembakaran (campuran gemuk). Walaupun secara teori
tidak terdapat CO pada campuran yang kurus akan tetapi pada kenyataannya CO
juga dapat dihasilkan pada campuran yang kurus karena pembakaran tidak merata
karena distribusi bensin yang tidak merata di dalam ruang bakar, juga karena
temperature di sekeliling silinder rendah sehingga api tidak dapat mencapai daerah
ini pada ruang bakar.
Konsentrasi (perbandingan volumetric) dari CO dalam gas buang pada
umumnya ditentukan oleh perbandingan udara dan bensin. Di bawah ini ditunjukkan
perubahan konsentrasi terhadap perubahan perbandingan udara dan bensin.
Campuran yang semakin kurus akan menghasilkan CO yang semakin rendah.
b. Gas Hydrocarbon

Bila uap bensin dipanaskan pada temperature tinggi, akan terjadi oksidasi,
akibatnya adalah pembakaran tidak sempurna bahkan ada bagian yang tidak
terbakar. Bensin yang tidak terbakar ini keluar dari ruang bakar dalam bentuk HC.
HC bersumber dari:
1) Bensin yang tidak terbakar akibat overlap katup
2) Gas sisa di dinding silinder dan terbuang saat langkah buang
3) Gas yang tidak terbakar yang tertinggal di belakang ruang bakar setelah
misfiring ketika jalan menurun atau saat engine brake
4) Gas yang tidak terbakar akibat pembakaran terlalu singkat atau campuran
terlalu gemuk
c. Nitrogen Oxyde

Nitrogen oksid terjadi karena reaksi molekul nitrogen dengan oksigen pada
temperature yang tinggi (1800o C). dengan demikian NOx terbentuk selama
berlangsungnya pembakaran yang sempurna, karena pada pembakaran yang
sempurna akan menghasilkan panas yang maksimal.
Bila temperature tidak naik sampai diatas 1800 o C, kemudian nitrogen dan
oksigen dibuang ketika langkah buang tanpa bergabung membentuk NO.
Dengan demikian factor yang mempunyai efek terbesar terhadap timbulnya NOx
selama proses pembakaran adalah temperature maksimum di ruang bakar dan
perbandingan udara dan bensin.
Jalan terbaik untuk mengurangi NOx adalah dengan mencegah temperature
di ruang bakar mencapai 1800o C atau memperpendek waktu dalam mencapai
temperature tinggi, kemungkinannya adalah menurunkan konsentrasi oksigen.
Konsentrasi Nox paling besar dihasilkan pada perbandingan udara dan bensin 16:1,
perbandingan di atas atau di bawah nilai tersaebut akan menghasilkan Nox yang
lebih rendah. Konsentrasi Nox pada campuran kaya (< 16:1) akan rendah karena
konsentrasi oksigen rendah, sedangkan untuk campuran yang lebih kurus,
pembakarannya lebih lambat sehingga menghambat kenaikan temperature di ruang
bakar sampai tingkat maksimumnya.
Pemanasan
Waktu pemanasan adalah dari mesin dihidupkan dalam kondisi dingin sampai mesin
mencapai temperature kerja. Dalam kondisi dingin bensin tidak dapat menyerap
dengan sempurna sehingga campuran menjadi gemuk dan pembakaran
menghasilkan CO dan HC yang banyak. Air fuel ratio berkisar 5~14:1

Idling
Selama idling, temperature di ruang bakar rendah sehingga bensin belum sempurna
menguap. Untuk menjaga agar putaran idling stabil maka diperlukan suplai bensin
tambahan (memperkaya campuran). Produksi CO dan HC akan meningkat
disebabkan pembakaran yang tidak sempurna, sedangkan produksi NOx akan
berkurang sampai nol karena temperature pembakaran yang masih rendah.

Saat Kecepatan Rendah


Pada kecepatan rendah dan sedang, perbandingan udara dan bensin lebih kurus
dari perbandingan teoritis. Mesin sudah memproduksi CO, HC dan NOx.

Saat Kecepatan Tinggi


Apabila kecepatan mobil lebih dari 100 km/jam, mesin menghasilkan output yang
tinggi dan air fuel ratio menjadi lebih gemuk dari nilai teoritis untuk mencapai tenaga
yang diinginkan. Produksi CO dan HC akan naik, tetapi NOx tidak berkurang karena
bertambahnya temperature sekalipun pada campuran gemuk.

Akselerasi/Percepatan
Apabila throttle valve dibuka mendadak maka akan ada suplai bensin murni ke ruang
baker yang akan memperkaya campuran. Pada kondisi ini produksi CO dan HC akan
meningkat. Selanjutnya karena kecepatan mesin bertambah maka kecwepatan
pembakaran juga meningkat, menyebabkan temperature akan naik dan
meningkatkan produksi NOx.

Deselerasi/Perlambatan
Saat engine brake, throttle valve akan menutup rapat sehingga meningkatkan
kevacuuman di ruang bakar dan intake manifold. Kevacuuman ini akan menurunkan
kecepatan rambat api, dan menyebabkan api padam sebelum merambat ke seluruh
ruang bakar. Kondisi ini akan meningkatkan produksi HC di gas buang. Selain itu
dengan berkurangnya oksigen yang masuk maka campuran akan menjadi gemuk
yang dapat meningkatkan kadar CO pada gas buang. Dengan tidak adanya
(berkurangnya) pembakaran, maka temperature ruang bakar akan turun sehingga
produksi NOx juga akan rendah.
Beban Berat
Bila kendaraan mendapat beban berat (mendaki) maka system pengaya akan
bekerja, sehingga campuran udara dan bensin menjadi gemuk sekali. Pada kondisi
ini produksi CO dan HC akan naik sedangkan produksi NOx akan turun.

B. BLOW-BY GAS
70% sampai 80% blow-by gas yang terdapat di dalam crankcase adalah gas yang
tidak terbakar (HC), sedangkan sisanya 20% sampai 30% terdiri atas hasil tambahan
adri pembakaran (uap air dan berbagai jenis asam). Semuanya dapat merusak oli
mesin, menghasilkan Lumpur atau menyebabkab karat di dalam crankcase. Untuk
mencegahnya maka blow-by gas dikeluarkan ke intake manifold untuk kemudian
disalurkan kembali ke ruang baker untuk dibakar kembali.
Banyaknya blow-by gas lebih tergantung dari vacuum intake manifold dan
atau beban mesin daripada kecepatan mesin. Oleh karena itu apabila dari cylinder
head cover ke intake manifold hanya dihubungkan dengan pipa, hasilnya tidak
efektif. Karena beban ringan kevacuuman pada intake manifold kuat sedangkan
produksi blow-by gas sedikit, sedangkan pada beban berat kevacuuman di intake
manifold rendah sedangkan blow-by gas yang dihasilkan banyak.
Oleh karena itu katup PCV dipasangkan diantara cylinder head cover dengan
intae manifold, untuk mengatur jumlah blow-by gas yang masuk ke intake manifold
untuk dibakar kembali sesuai dengan vacuum intake manifold.
Mesin Berhenti atau Back Firing (Pembakaran Balik)
Katup menutup karena beratnya sendiri dan berat
pegas.
Idling atau Perlambatan
Pada saat idling kevacuuman di intake manifold besar sehingga katup PCV terangkat
(terbuka). Blow-by gas yang mengalir ke intake sedikit Karena saluran di katup PCV
sempit

Normal
Kevacuuman di intake manifold normal, katup sedikit turun dari posisi idling, saluran
terbuka semakin lebar.

Percepatan atau Beban Berat


Kevacuuman di intake manifold kecil, katup PCV semakin turun, saluran terbuka
penuh, semakin banyak blow-by gas yang mengalir ke intake manifold.
Grafik PCV

Pada grafik di atas terlihat bahwa jumlah blow-by gas yang dialirkan oleh katup PCV
pada beban berat sangat kecil, walaupun jumlah gas yang dihasilkan cukup besar.
Oleh karena itu apabila jumlah blow-by gas diluar kemampuan katup PCV untuk
mengalirkan ke intake manifold, maka blow-by gas juga disalurkan dari saringan
udara melalui pipa penyambung saringan udara ke cylinder head cover.

C. EVAPORATIVE CONTROL SYSTEM


EVAP control system berfungsi mencegah pengeluaran uap bensin yang berlebihan
dan semaksimal mungkin dapat dimanfaatkan untuk pembakaran kembali. Pada saat
kendaraan berjalan atau temperature udara tinggi, maka bensin di dalam tanki akan
menguap. Uap bensin tersebut dapat menekan pressure control valve, sehingga uap
terhisap oleh canister.
D. EXHAUST GAS RECIRCULATING (EGR)
EGR system berfungsi untuk mengontrol pembentukan gas NOx pada gas buang.
NOx terbentuk karena meningkatnya temperature pada ruang bakar. EGR system
bekerja untuk mengalirkan kembali gas buang ke ruang bakar melalui intake
manifold, untuk memperkurus campuran udara bensin sehingga temperature ruang
bakar akan turun dan pembentukan gas NOx dapat dicegah.

E. CATALYTIC CONVERTER

Catalist adalah suatu zat yang menimbulkan reaksi kimia yang zat itu sendiri
tidak berubah bentuk maupun beratnya. Sebagai contoh apabila HC,CO dan NOx
dipanaskan dengan oksigen sampai 500o C, tidak terjadi reaksi kimia. Akan tetapi
apabila pemanasan tersebut berlangsung di catalyst maka akan terjadi reaksi kimia
dan gas ini berubah menjadi CO2,H2O dan N2 yang tidak berbahaya.
Pada umumnya catalyst terbuat dari platinum, palladium, iridium, rhodium dan
lain-lain. Catalyst ditempelkan pada permukaan carrier agar permukaan yang
terkena gas buang bertambah.
Apabila kendaraan sudah menggunakan catalyst, maka harus selalu
menggunakan bensin yang tidak mengandung timah karena apabila menggunakan
bensin yang mengandung timah, permukaan catalyst akan terlapisi timah dan
menjadi tidak efektif lagi.
Seperti terlihat pada grafik bahwa ternyata catalyst akan bekerja maksimal
apabila temperature catalyst di atas 400o C. Artinya catalyst tidak bekerja dengan
maksimal pada temperature di bawah 400o C.
Purification rate digunakan sebagai ukuran bila perbandingan gas polusi di dalam
gas buang yang dapat dirubah menjadi gas non pulosi.
Ada 3 system catalytic converter, yaitu :
1. System Oxidation Catalyst (OC)
2. System Three-Way Catalyst (TWC)
3. System Three-Way Catalyst dan Oxidation Catalyst (TWC-OC)

Oxidation Catalyst (OC)


Di dalam CCO (Catalytic Converter for Oxidation), CO dan HC direaksikan
dengan oksigen untuk membentuk CO2 dan H2O yang tidak berpolusi.

2CO + O2 2CO2
4HC + 5O2 4CO2 + 2H2O

Agar oksidasi bekerja dengan efisien, maka harus ada kelebihan oksigen
pada exhaust manifold. Oleh karena itu harus ada udara murni yang di masukkan ke
converter. Akan tetapi karena hanya mengurangi sedikit NOx, gas buang harus
diresirkulasikan melalui system EGR.
Three-Way Catalyst (TWC)
Type ini merupakan yang paling ideal dari semua type catalytic converter.
Karena tidak hanya CO dan HC saja yang dirubah menjadi zat non polusi tetapi juga
NOx. NO dan O2 sebagai komponen oksidasi (yang menyebabkan terbakar), dan CO
dan HC sebagai komponen yang berkurang (terbakar) bereaksi sesuai dengan
persamaan umum seperti di bawah ini dan membentuk komponen netral (inactive)
N2, H2O dan CO2.
NOx + CO N2 + CO2
NOx + HC N2 + CO2 + H2O
O2 + CO CO2
O2 + HC H2O + CO2
Agar type converter ini bekerja dengan baik maka syarat mutlak yang harus
dipenuhi adalah perbandingan udara dan bensin harus sedekat mungkin dengan nilai
teoritis (14,7:1). Bila ini tercapai maka akan didapat purification rate yang tinggi
sekali untuk ketiga pollutant, seperti pada grafik di bawah ini.
Untuk mendapatkan nilai perbandingan udara dan bensin seakurat mungkin
untuk mendekati nilai teoritis, maka pada type converter ini selalu dilengkapi dengan
oksigen sensor. Oksigen sensor akan menghitung nilai perbandingan udara dan
bensin dari kandungan oksigen pada gas buang, untuk memberi input ke ECM yang
akan mengoreksi secara terus menerus air-fuel ratio.

Three-Way Catalyst & Oxidation Catalyst (TWC-OC)


System ini digunakan pada system emission control dengan system oxidation
catalyst dan three way catalyst untuk lebih banyak mengurangi polusi udara. System
ini merupakan kombinasi dari 2 sistem yang sudah dibahas sebelumnya.

Air suc tion


valve

TWC-OC

Catalytic c onverter

Anda mungkin juga menyukai