Anda di halaman 1dari 97

Nizam

 Bangunan lepas pantai adalah bangunan yang


tidak terhubung dan tidak memiliki akses
langsung ke darat
 Bangunan tsb bisa berupa bangunan yang
berdiri tetap di atas dasar laut atau mengapung
 Bangunan apung bisa ditambat ke dasar laut,
atau mengapung bebas
 (bahasan tidak termasuk kapal dan bangunan
yang digunakan untuk transportasi)
1st concrete platform – French-Canada, 1973
Based on gravity concept
• Cellular base +
hollow collumns
• Beryl Alpha, first
placed in UK
continental shelf
1975;
• Up to 1995: 14
CONDEEP
• Similar concepts
with rectangular
raft (North Sea, BP
Harding, South
Arne)
• Heidrum platform,
constructed in 1995 at
345 m water depth
• Hull made of high
performance
lightweight agregate
concrete supporting
steel deck
 Saat ini lebih dari 10,000 anjungan lepas pantai
telah dibangun
 Pada 1995, 30% produksi minyak dan gas
dunia dari lepas pantai
 2003: 3% berada di laut dalam (> 1000 ft, 305m)
60

50

40
No of wells
30

20

10

0
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
 Fungsi:
 Struktur untuk eksplorasi
 Struktur untuk produksi
 Struktur untuk penampungan (storage)
 Struktur untuk pemuatan (loading)
 Bahan:
 Rangka baja
 Beton
 Campuran/hibrid
 Struktur:
 Jacket type – fixed steel platform
 Concrete gravity platform
 Articulated tower
 Compliant tower
 Tension-leged platform
 Buoy-type platform
 Fixed jacket platform
 Jenis ini merupakan anjungan
lepas pantai yang paling populer
karena perancangan dan
pelaksanaannya relatif mudah.
Bangunan jenis ini dapat dipakai
untuk perairan dangkal hingga
sedang. Di Indonesia seluruh
anjungan lepas pantai yang
sudah dibuat adalah dari jenis
ini.
 Anjungan jenis ini umumnya
digunakan hingga kedalaman air
185 m, meski rancangan untuk
kedalaman hingga 488 m sudah
dibuat.
 Concrete gravity platform
 Anjungan dari struktur
beton mulai banyak
dikembangkan dalam
eksplorasi minyak Laut
Utara. Anjungan ini
sekaligus dapat digunakan
sebagai tempat
penyimpanan minyak. Pada
Gambar 1-2 ditunjukkan
contoh anjungan jenis
concrete gravity platform ini.
 Articulated tower
 Struktur ini pertama kali diperkenalkan untuk pemuatan
minyak (offloading) di Laut Utara. Articulated tower
terdiri dari platform yang disangga oleh satu kolom utama
dari tabung-tabung baja yang mantap di posisinya karena
berat sendiri serta tetap tegak karena pengapungan
bagian atas. Dengan sistem ini tidak akan terjadi puntiran
serta tidak terjadi beban momen pada fondasi.
 Guyed tower
 Struktur ini serupa dengan articulated tower, hanya saja
gaya gelombang ditahan oleh tali-tali baja ke dasar laut
 Tension leged platform
 Dengan semakin dalamnya
ladang minyak lepas pantai,
maka dikembangkanlah
struktur anjungan jenis
tension leged platform yang
cocok untuk perairan dalam.
Anjungan ini ditahan oleh
kaki yang berupa batang
tarik yang terbuat dari kabel
baja prategang
 Buoy typed platform (SPM)
 Anjungan apung terutama digunakan pada
eksploitasi awal atau untuk anjungan tambat kapal
tanker. Struktur ini bersifat fleksibel.

Prinsip kerja SPM


dengan sistem catenary
anchor legged mooring
(CALM) seperti yang
digunakan di SPM
Tangerang
Concrete gravity platform
Self floating steel jacket platform
SPM yang dioperasikan Pertamina-Santa Fe Tuban,
dengan FSO 90.000 ton (kedalaman perairan 25 m)
 Pada tahun 1985 jumlah FPSO yang beroperasi
sekitar 12 buah. Pertumbuhan FPSO yang
cukup tajam terjadi antara tahun 1996 – 1998,
selama dua tahun tersebut tak kurang dari 30
FPSO dibangun. Pada tahun 2001 di seluruh
perairan dunia terdapat tak kurang dari 72
FPSO yang beroperasi baik untuk produksi
maupun untuk penampungan minyak.
Cara offloading pada SPM tipe FSO dan FPSO.
Terminal SPM terbesar di dunia di lepas pantai
Australia, dengan sistem SALRAM (single anchor leg
rigid arm mooring)
Challis Venture
Terminal SPM Challis Venture ini menggunakan sistem SALRAM (single anchor leg rigid arm
mooring). Dibangun pada kedalaman air 348 kaki di lepas pantai Australia. Tinggi gelombang
rancangan 8,63 m, kecepatan angin 47,2 m/detik dan arus 2,0 m/detik. SPM ini melayani kapal
produksi (FPV, floating production vessel) berukuran 115.000 DWT. Anjungan produksi tersebut
melayani 10 sumur bawah laut. Kapal shuttle yang mengangkut minyak dari FPV tersebut ke
darat berbobot antara 25.000 hingga 120.000 DWT. Operasi bongkar-muat dapat dilakukan
hingga gelombang mencapai 2,8 m dan kecepatan angin 14,5 m/detik, serta arus 0,95 m/detik.
FPSO Abkatum
FPSO Abkatum menggunakan
sistem tambat CALM dengan
kapasitas tambat 150.000 DWT
produksi apung. Sistem ini
dipasang di Teluk Campeche, di
ladang minyak Abkatum, Mexico
pada 1981 oleh IMODCO untuk
PEMEX. Kedalaman perairan 36
meter dengan gelombang
rancangan 13,4 meter. Tanker
produksi dirancang tetap terikat
hingga tinggi gelombang 4 meter.
Minyak mentah ditransfer pada
shuttle tanker di sebelah tanker
produksi.

CALM dengan FPSO 150.000 DWT (FPSO Abkatum,


Tl. Campeche, Meksiko)
FPSO Agip Firenze
SPM ini berbentuk single
point turret (SPT)
dengan sistem tambatan
luar untuk penambatan
permanen FPSO di
ladang minyak Nilde,
lepas pantai Italia. SPT
tersebut dirancang
untuk tambat kapal
tanker produksi Agip
Firenze yang berbobot
138.000 DWT.
Kedalaman perairan 100
m. Offloading dilakukan
dengan cara
berdampingan
menggunakan shuttle
FPSO dengan external fixed turret system (single tanker.
point turret, SPT) kap. 138.000 DWT, kedalaman
perairan 100 m
FSO Belida
Ladang minyak Belida
(Laut Natuna) mulai
dikembangkan tahun
1992 menggunakan
sebuah kapal Floating
Storage & Offloading
(FSO) dengan sistem
CALM. Karena
peningkatan produksi
yang di atas perkiraan
semula, maka diganti
dengan sistem tambat
yang lebih permanen
menggunakan sistem SPT
(Single Point Turret)
yang dirancang khusus
untuk kapal yang ada
dengan memanfaatkan
lengkung haluan kapal.
Pemasangan dilakukan di
FSO di ladang minyak Belida, Laut Natuna dengan galangan kering dan
kemudian ditarik untuk
sistim SPT dipasang kembali pada
September 1996.
FPSO Espardate
FPSO Espadarte di lepas pantai
Brazilia digunakan untuk ladang
minyak yang cukup kompleks
karena menggunakan sistem EOR.
Sistem pendukungnya berupa
sistem turret pada kedalaman air
3117 feet. Aliran minyak, gas, dan
sinyal listrik dilakukan melalui 47
riser dari dasar laut yang
berukuran antara 4 hingga 8 inci
dan bertekanan hingga 202 bar.
Duduka turret berukuran 25,6 kaki
(terbesar saat ini).

FPSO sistem turret (kedalaman 3117 feet)


FPSO Firenze
FPSO 'Firenze' dipasang di lepas pantai
Brindisi, tenggara Italia pada kedalaman air
875 meter. Sistem yang digunakan adalah
Single Point Turret (SPT). Mula-mula sistem ini
dipakai pada kedalaman perairan 100 m di
Nilde.

FPSO dengan sistem turret (SPT)


FPSO Kuito
Kuito FPSO Prior to the departure of the Kuito
FPSO to the site, SBM's DSV "Dynamic
Installer" was working off the coast of Angola
to install the FPSO anchor lines and the 380
ton export CALM buoy. The D.I. installed a
total of 18 mooring lines and anchor suction
piles in a water depth of 425 meters.
Offloading dari VLCC ke shuttle tanker
(FSO Nkossa, cap: 2 juta barrel minyak mentah)
FPSO dengan sistem single point turret (SPT)
dalam tahap konstruksi
FSO tipe SPT, 130 km
lepas pantai Malaysia
(cap. 125.000 DWT)
Offshore storage and treatment (OST) tipe SALM (single
anchor leg mooring), sistem multiple product distribution Unit
memungkinkan minyak mentah, gas, air, listrik dialirkan dari
darat
FPSO tipe SPT di lepas pantai Thailand, kapasitas produksi:
100 juta cuft gas dan 7000 barrel condensat per hari
SPT sedang dalam tahap konstruksi
 Dasarnya: umumnya kontrak kerja antara pemerintah dengan
perusahaan perminyakan (operator perminyakan)
 Bagi hasil, royalti, pajak-pajak, aturan operasi
 Pengaturan-pengaturan khusus: training, kerjasama dengan
kontraktor lokal, suplier, bahan-bahan lokal, riset dan pendidikan
yang harus dilakukan, dsb.
 Berdasar kesepakatan tsb. Perusahaan minyak melakukan kajian
geofisik mendalam, pemboran explorasi, delineation drilling, FS,
kajian geoteknik, dsb
 Pembentukan konsorsium (Persh minyak negara dan 1 – 20
kontraktor perminyakan)
 Operator membagi tahapan pekerjaan perencanaan dan
pembangunan anjungan yang t/d:
 Pekerjaan anjungan biasanya dibagi dalam:
 Design substruktur
 Design anjungan (deck)
 Fabrikasi substruktur
 Pembelian alat-alat pengolah
 Fabrikasi deck dan pemasangan peralatan
 Instalasi platform
 Offshore hookup
 Pemboran produksi
 Dilakukan oleh beberapa kontraktor
 Pekerjaan perpipaan
 Design perpipaan bawah laut
 Pembelian perpipaan
 Pelapisan (coating) pipa
 Instalasi dan penggalian (trenching) jalur pipa
 Pengelolaan lingkungan
 Perlindungan terhadap polusi
 Perlindungan thd kerusakan/pemborosan sumberdaya
 Perlindungan keselamatan kerja
 Pekerjaan operasi dan pemeliharaan
 Pekerjaan pembongkaran anjungan setelah selesai
 API-RP2A, Planning, Designing, and Constructing Fixed Offshore
Structures – American Petroleum Institute, Dallas
 DNV, Rules for the Design, Construction, and Inspection of
Offshore Structures, DNV, Oslo
 British Standard Institute, Code of Practice for Fixed Offshore
Structures, BS 6235
 ABS, Rules for Building and Classing Offshore Installations, Part
I, Structures, New York
 Bureau Veritas, Rules and Regulations for the Construction and
Classification of Offshore Platforms, Paris
 FIP, Recommendations for the Design and Construction of
Concrete Sea Structure, Telford, London
 API Bulletin
 DNV, Rules for Submarine Pipeline Systems, DNV, Oslo
 Terjamin keamanan dan kekuatan selama umur layanan, pemeliharaan
minimal
 Rancangan beban lingkungan minimal 100 tahun
 Pemeriksaan berkala
 PP No. 05/P/M/Pertamb/ 1977 tentang Kewajiban memiliki sertifikat
Kelayakan Konstruksi untuk Platform minyak dan gas bumi di daerah
lepas pantai  mewajibkan design appraisal
 a.   service life yang direncanakan,
 b. data lingkungan seperti keadaan dasar laut, tanah, gempa, ombak, angin, serta arus
laut,
 c.   gambar perencanaan,
 d.   spesifikasi teknis,
 e.   hitungan perencanaan,
 f.     data struktur termasuk tiang pancang,
 g.   toleransi pertumbuhan binatang dan tumbuhan laut,
 h.   pencegahan korosi dan umur perlindungan korosi,
 i.     material konstruksi,
 j.     spesifikasi pengelasan dan sambungan-sambungan las,
 k.   petunjuk operasi (SOP).
a. faktor keamanan struktur dan fondasi terhadap
keadaan laut yang terburuk yang mungkin
terjadi dalam 100 tahun.
b. daya tahan terhadan kelelahan bahan (fatigue)
c. daya tahan terhadap gempa dan pergeseran,
d. daya tahan terhadap getaran.
a. pemeriksaan kecil yang harus dilaksanakan satu tahun dan tiga tahun
setelah tanggal pemeriksaan permulaan atau tanggal pemeriksaan lengkap
terakhir, yang meliputi sekurang-kurangnya pemeriksaan atas bagian-
bagian platform di daerah sekitar permukaan air dan semua tiang
penyangga (riser).
b. pemeriksaan besar yang harus dilakukan selambat-lambatnya 2 tahun
setelah tanggal pemeriksaan permulaan atau tanggal pemeriksaan lengkap
terakhir, yang terdiri atas sekurang-kurangnya pemeriksaan kecil dan
bagian-bagian tertentu di bawah permukaan air untuk mengetahui
kerusakan, pertumbuhan binatang dan tumbuhan laut, korosi, pengausan,
dan debris lain yang melekat pada konstruksi serta pemeriksaan
kemampuan sistem pencegah korosi.
c. pemeriksaan lengkap yang dilaksanakan selambat-lambatnya 4 tahun
setelah tanggal pemeriksaan permulaan atau tanggal pemeriksaan lengkap
terakhir yang meliputi pemeriksaan fisik dalam lingkup yang lebih luas
dari lingkup a dan b.
 Bagian utama SBLP jenis
fixed jacket steel platform:
a. deck module yang
merupakan struktur-atas.
b. tubular jacket yang
merupakan struktur-bawah
(sub structure).
c. tubular bracing yang
menghubungkan semua
jacket sehingga merupakan
satu kesatuan yang
terintegrasi.
d. foundation piling yang
menopang deck module
yang dipasang secara insert
di dalam tubular legs dan
dipancangkan ke dasar laut.
 Tinjauan
 pembebanan statis,
 pembebanan dinamis, dan
 kelelahan (fatigue)
 Ketahanan terhadap beban statis harus ditinjau
keadaan berikut:
a. tegangan statis pada bagian struktur akibat gaya yang
bekerja pada bagian struktur tersebut termasuk gaya-
gaya reaksi fondasi,
b. tegangan statis yang bersifat lokal akibat beban lokal,
c. lenturan yang terjadi pada bagian struktur,
d. pemusatan tegangan pada bagian struktur,
e. pertimbangan keamanan keseluruhan struktur (integrasi
struktur),
f. variasi kondisi pembebanan yang mungkin terjadi dalam
masa operasi.
 Ketahanan terhadap beban dinamis harus
meninjau faktor-faktor berikut:
a. beban dinamis pada bagian-bagian struktur,
b. tegangan dan lenturan akibat beban dinamis,
c. peredaman struktur dan fondasi,
d. vibrasi.
 Ketahanan terhadap kelelahan struktur
(fatigue), harus memperhatikan:
a. kemungkinan perubahan sifat material selama
operasi serta perubahan sistem statis/dinamis
fondasi,
b. kemungkinan setlement fondasi,
c. kemungkinan kerusakan bagian-bagian kritis akibat
kelelahan,
d. kemungkinan retak akibat kelelahan (fatigue crack),
e. korosi,
f. scouring dasar laut.
a.   Functional load,
Terdiri dari beban hidup/bergerak (live load) dan beban mati/tetap (dead
load). Beban mati terdiri dari berat sendiri jacket dan deck, piling, super
structure, serta peralatan operasi yang tetap, sedangkan beban hidup
terdiri dari beban peralatan-peralatan dan mesin-mesin yang dapat
dipindah-pindahkan, beban dari pekerja, consumables, cairan, gerakan
peralatan selama operasi, take-off dan landing helicopter, serta kapal yang
merapat.
b.   Environmental load,
Terdiri dari beban dari lingkungan seperti ombak, angin, arus, serta
gempa. Di antara beban-beban lingkungan tersebut, beban ombak
merupakan beban lingkungan terpenting (90% dari seluruh beban
lingkungan).
c.   Deformation load
Merupakan beban yang terjadi akibat adanya perubahan/deformasi pada
satu bagian struktur.
d.   Accidental load
Beban tak terduga akibat kecelakaan, seperti tumbukan, benda-benda
jatuh, ledakan, serta kebakaran.
 Karena bangunan lepas pantai jarang dibuat
ditempat, maka struktur tersebut harus ditinjau
untuk berbagai faktor-faktor pembebanan yang
berubah-ubah. Minimal ada empat fase yang harus
diperhatikan:
a. Fase saat akan dipindahkan (load out), yaitu saat bagian-
bagian struktur dirangkai dan dimuat ke atas kapal untuk
dibawa ke posisinya.
b. Fase saat transportasi (dapat secara mengapung atau di
atas geladak).
c. Fase saat diluncurkan dan ditenggelamkan di lokasi
struktur.
d. Fase servis, setelah struktur dioperasikan.
 Fluida ideal: Bernoulli’s theorem
V02 V2
ρ + p0 = ρ + p
2 2
q 0 + p0 = q + p

dengan: ρ = rapat massa udara


p = tekanan statis
V0 = kecepatan bebas
p,V = tekanan dan kecepatan di dekat bangunan
q = tekanan dinamik.
 Komponen:
 FD = CD q A
 FL = CL q A
 API
 F = 0,00256 V2CsA (satuan Imperial)
 F = 0,0473 V2CsA (satuan metrik)
 dengan: F = gaya angin (lb atau N)
V = kecepatan angin pada ketinggian 10 m di atas muka air (dalam
mil/jam atau km/jam)
Cs = koefisien bentuk
A = luas proyeksi (dalam ft2 atau m2).
 Koefisien bentuk yang disarankan untuk dipakai adalah sebagai
berikut:
Balok 1,5
Sisi bangunan 1,5
Silinder 0,5
Seluruh proyeksi platform 1,0
 Faktor tinggi
 V = V10 (y/10)x (x = 1/10 hingga 1/7 )
 ABS
 F = 0,00338 V2ChCsA (satuan Imperial)
 F = 0,0623 V2ChCsA (satuan metrik)
 dengan: F = gaya angin (lb atau kg),
V = kecepatan angin (knot atau ms-1),
Ch = koefisien tinggi,
Cs = koefisien bentuk,
A = luas proyeksi (ft2 atau m2).
 Nilai koefisien tinggi yang disarankan oleh ABS adalah sebagai berikut
ini, dengan tinggi diukur dari muka air laut:
Tinggi Ch
 0 - 50 ft 1,00
 50 - 100 ft 1,10
 100 - 150 ft 1,20
 150 - 200 ft 1,30
 200 - 250 ft 1,37
 250 - 300 ft 1,43
 Koefisien bentuk
Bentuk Cs
 Silinder 0,5
 Lunas (hull, surface type) 1,0
 Deck house 1,0
 Isolated structural shapes 1,5
 Under-deck areas 1,0
 Rig derrick (each face) 1,25
 Det Norske Veritas (DNV) merekomendasikan rumus berikut
untuk menghitung gaya angin pada bagian-bagian struktur lepas
pantai:
β
ρ 2
F = V yt CA sin α V yt = α ʹ′V10 ( y / 10)
2
 dengan: ρ = rapat massa udara (1,225 kg m-3),
 Vyt = kecepatan angin rerata selama selang waktu t pada ketinggian y
dari MAR,
 C = koefisien bentuk,
 A = luasan proyeksi bagian struktur tegak-lurus arah angin,
 α = sudut antara arah angin dan sumbu bagian struktur.
 Nilai α dan β adalah sebagai berikut:
α' = 1,00 β = 1,50 untuk interval 1 jam
α' = 1,18 β = 0,113 untuk interval 1 menit
α' = 1,33 β = 0,100untuk hembusan 3 detik
 Bagian bangunan yang menjulang (flare, derrick) mengalami
osilasi oleh hembusan angin  bisa menimbulkan gaya yang
besar bila peredaman kecil
 Frekuensi getar  vortex shedding

S NV
f =
D
 dengan: V = kecepatan angin,
D = diameter,
SN = bilangan Strouhal .
 Untuk bangunan silindris pada bilangan Reynolds Rn< 6x105, nilai
rerata SN adalah 0,2. Sedangkan pada Rn>6 x 105, nilai SN sekitar 0,4.
Untuk bagian struktur yang bulat, pembentukan vortex sangat
bergantung pada bilangan Rn alirannya. Bila Rn < 6 x 105, pembentukan
vortex adalah acak.
 Flare suatu anjungan dibuat dari rangka baja
dengan ukuran tinggi 20 m di atas anjungan,
struktur rangka baja tersebut diasumsikan
setara dengan bangunan silinder masif dengan
diameter 2 m. Kecepatan angin rencana pada
ketinggian 5 feet adalah 100 knot. Hitung gaya
angin berdasar rumus API, ABS, dan DNV
 Hitung pula frekuensi getaran akibat vortex
shedding pada flare stack tersebut (asumsikan
Rn>6 x 105)
 Bentuk gaya
 Hydrostatic
 Hydrodynamic
 Impact loading
 Keadaan gelombang
 Non breaking wave
 Breaking wave
 Broken wave
∂ 2φ ∂ 2φ − H cosh k (d + z )
2+
+ 2
= 0 φ = C sin θ
∂x ∂z 2 sinh( kd )
2
∂φ
+ 1
⎡ ⎛ ∂ φ ⎞
2

⎟ +
2
⎛ ∂ φ ⎞ ⎤ p
⎟ ⎥ + + gz = 0
σ = gktanh kd
2 ⎢ ⎜ ⎜
∂t ⎢⎣ ⎝ ∂ x ⎠ ⎝ ∂ z ⎠ ⎥⎦ ρ

∂φ
w= = 0 (z = − d )
∂z
∂φ ⎡ ⎛ ∂ φ ⎞ 2 ⎛ ∂ φ ⎞ 2 ⎤
gη + + 1
2 ⎢ ⎜ ⎟ + ⎜ ⎟ ⎥ = 0 (z = η )
∂t ⎣⎢ ⎝ ∂ x ⎠ ⎝ ∂ z ⎠ ⎥⎦

∂p ∂φ ∂p ∂φ ∂p
+ + = 0 ( p = 0)
∂t ∂x ∂x ∂z ∂z
2 ∂ 2φ 1 ∂φ ∂ 2φ
∇ φ = + 2 + 2 2 = 0
Steady flow 2
 ∂r r ∂r r ∂θ
 Silinder pada aliran ∂φ 1 ∂φ
ur = − , uθ = −
(potensial) searah ∂r r ∂θ
⎛ a 2 ⎞
φ (r , θ ) = U (t )r ⎜⎜ 1 + 2 ⎟⎟ cos θ
⎝ r ⎠
∂φ
u r (a,0) = − = 0
∂r r= a

P sekitar silinder  Bernoulli


ρ U 2 (t )
p (a, θ ) − p (l ,0) = (1 − 4 sin 2 θ )
2
1 6

1 2 3 4 5 6 4

-1
2

-2

-3 -2 -1 1 2 3
-3

-2

dFD = ∫ p(a, θ )a cos θ dθ
0
-4
2π ⎡ ρ U 2 (t ) 2 ⎤
= ∫ ⎢ (1 − 4 sin θ ) + p (l , 0 ) ⎥ a cos θ dθ
0
⎣ 2 ⎦
= 0 -6
 Wake behind the cylinder
Potential flow 1

Re=6,7 x 105

1 2 3 4 5 6

-1 Re=1,9 x 105

Near const
-2
pressure f(Re)

-3

⎡ ρ U 2 (t )
θs ⎤ π
dFD = 2 ∫ ⎢ (1 − 4 sin 2 θ )⎥ a cos θ dθ + 2∫ pwake a cos θ dθ
0
⎣ 2 ⎦ θs

⎡ θ s π pwake ⎤
= ρ U 2 (t )a ⎢ ∫ (1 − 4 sin 2 θ )a cos θ dθ + ∫ cos θ d θ ⎥
θ s ρ U 2 (t ) / 2
⎣ 0 ⎦
U 2 (t ) AU 2 (t )
dFD = C D (Re) ρ D = CD ρ
2 2
CD
100

CD
10

0.1
1.E-01 1.E+00 1.E+01 1.E+02 1.E+03 1.E+04 1.E+05 1.E+06

U 2 (t ) AU 2 (t ) Re
dFD = C D (Re) ρ D = CD ρ
2 2
 Integrating remaining term of Bernoulli
2π dU (t ) 2 2π dU (t ) =0
dFI = ∫ ρ 2a cos 2 θ dθ − ∫ ρ la cos θ dθ
0 dt 0 dt
dU dU
dFI = ρ a 2 2 π = 2ρ π a 2
dt dt
dU
dFI = CM ρ V , CM = 1 + k m
dt

 Viewing inertial force through buoyancy analogy:


FB = γ V
∂p ∂p
γ = − → FB = − V
∂z ∂z

 For horizontal pressure gradient:


∂p ∂p du
FB = − V; Euler : − = ρ
∂x ∂x dt
du
FB = ρ V
dt
 Morison Equation dF = dFD + dFI
Du
[Morison et.al., 1950] = 1
2
C D ρ Au u + CM ρ V
Dt
 Total force calculation
η
F= ∫ dF
−h

η η π D 2 Du
= ∫ 1
C D ρ Du u dz + ∫ ρ CM dz
−h 2 −h 4 Dt
2
ρ C D D 0 ⎛ H ⎞ 2 cosh 2 k (h + z )
F= ⎜ ⎟ σ cos(kx1 − σ t ) cos(kx1 − σ t ) dz
2 ∫ − h ⎝ 2 ⎠ sinh 2 kh
ρ CM π D 2 0 H 2 cosh k (h + z )
+
4 ∫ − h 2 σ sinh kh sin(kx1 − σ t )dz
ρ C D DH 2 g ⎛ 2kh + sinh 2kh ⎞
F= ⎜ ⎟ cos(kx1 − σ t ) cos(kx1 − σ t )
4 sinh 2kh ⎝ 4 ⎠
ρ π D2H H 2
+ CM σ sin( kx1 − σ t )
4k 2
F = C D DnE cos(kx1 − σ t ) cos(kx1 − σ t )
D/H  indicates relative
D
+ CM π DE tanh kh sin( kx1 − σ t ) importance of inertial to
H
drag force components
1 ⎛ 2kh ⎞
x1 = lokasi tiang; E = ρ gH 2 ; n = Cg / C = 1
2 ⎜ 1 + ⎟
8 ⎝ sinh 2 kh ⎠
η η
M= ∫ dM = ∫ ( h + z )dF
−h −h

η η π D 2 Du
= ∫ (h + z ) C D ρ Du u dz + ∫ (h + z ) ρ CM
1
2
dz
−h −h 4 Dt
⎧⎪ ⎡ 1 ⎛ cosh 2kh − 1 + 2( kh) 2 ⎞ ⎤ ⎫⎪
M = C D DnE cos(kx1 − σ t ) cos(kx1 − σ t ) ⎨ h ⎢ 1 − ⎜⎜ ⎟⎟ ⎥ ⎬
⎪⎩ ⎣ 2n ⎝ 2kh sinh 2kh ⎠ ⎦ ⎪⎭
D ⎧ ⎡ cosh kh − 1⎤ ⎫
+ C M π DE tanh kh sin( kx1 − σ t )⎨ h ⎢ 1 − ⎥⎦ ⎬
H ⎩ ⎣ kh sinh kh ⎭
Terms in { . } indicates resp.
lever arm for moment
 Method-1: based on wave phase
 CD  in phase with wave crest CD =
Fm
2
2 ρ Au
1

 CM  in phase with MSL crossing


 Method-2: mean squared error ε2 between
measured and predicted force
1 l
ε2= ∑ ( Fmi − Fpi ) 2
l i= 1
A C D + BCM = D
∂ε 2 2 l ∂ Fpi
= ∑ ( Fmi − Fpi ) = 0 BCD + FCM = G
∂ CD l i= 1 ∂ CD
∂ Fpi
GB − DF
∂ε 2 2 l CD =
= ∑ ( Fmi − Fpi ) = 0 B 2 − AF
∂ CM l i = 1 ∂ CM
DB − GA
ρA l l
⎡ ⎛ Du ⎞ ⎤ l CM = 2
C D ∑ [u u ]i2 + C M ∑ ⎢ ρ V ⎜ ⎟ (u u ) i ⎥ = ∑ Fmi (u u )i B − AF
2 i= 1 i = 1 ⎣ ⎝ Dt ⎠ ⎦ i= 1

l l 2 l
⎡ ρ A ⎛ Du ⎞ ⎤ ⎛ Du ⎞ ⎛ Du ⎞
C D ∑ ⎢ ⎜ ⎟ (u u )i ⎥ + C M ∑ ρ V ⎜ ⎟ = ∑ Fmi ⎜ ⎟
i = 1 ⎣ 2 ⎝ Dt ⎠ i ⎦ i= 1 ⎝ Dt ⎠ i= 1 ⎝ Dt ⎠ i
 Error surface
CM
Isoline of ε2(CD, CM)
l
ε2= ∑ Fm2i − 2 DC D − 2GCM + AC D2 + 2 BCD CM + FCM2
i= 1
l
2
ε − ∑ Fm2i = AC D2 − 2 DC D + 2 BCD CM − 2GCM + FCM2
i= 1

⎡ 2 2C D D ⎛ D ⎞ 2 ⎤ ⎡ 2 2G 2
⎛ G ⎞ ⎤
A⎢ C D − + ⎜ ⎟ ⎥ + F ⎢ CM − CM + ⎜ ⎟ ⎥
⎢⎣ A ⎝ A ⎠ ⎥⎦ ⎢⎣ F ⎝ F ⎠ ⎥⎦
2
l
D2 G2
= ε − ∑ Fmi + + (= J )
i= 1 A F
(CD − D / A) 2 (C D − G / F ) 2
+ =1
J/A J/F

The eccentricity of the ellipse CD


indicates the conditioning of
the data
ρ C D DH 2 g ⎛ 2kh + sinh 2kh ⎞
F= ⎜ ⎟ cos(kx1 − σ t ) cos(kx1 − σ t )
4 sinh 2kh ⎝ 4 ⎠
ρ π D2H H 2
+ CM σ sin( kx1 − σ t )
4k 2

π DCm 2 sinh 2 kh
sin θ = ±
HC D 2kh + sinh 2kh
 Tinggi gelombang 5 m, kedalaman air 15 m,
periode gelombang 12 sekon
 Silinder diameter 1 m, CD = 1,2; CM = 2; posisi
c.p. batang 5 m di bawah air, panjang batang 5
m.
 Batang membentuk sudut 15o terhadap bidang
horizontal dan 200 terhadap arah rambat
gelombang
 Hitunglah dan gambar gaya gelombang
(fungsi waktu)
 Hitung fase beban max, dan hitung gaya max
dF = 1
2 C D AD w w + CM AI w
dFx = 1
2 C D ρ AVnu n + CM ρ Vanx
dFy = 1
C D ρ AVn vn + CM ρ Vany
φ
2

dFz = 1
2 C D ρ AVn wn + CM ρ Vanz
Vn = (U 2 + W 2 − (C xU 2 + C zW 2 ))1/ 2
u n = U − C x (C xU + C zW )
vn = C y (C xU + C zW )
wn = W − C z (C xU + C zW ) φ
C x = sin φ cos θ
C y = sin φ sin θ
θ
C z = cos φ
anx = a x − C x (C x a x + C z a z )
any = C y (C x a x + C z a z )
anz = a z − C z (C x a x + C z a z )
 Bagian-bagian struktur di daerah cipratan air (splash zone) dapat
mengalami pukulan gelombang.
 Besarnya gaya akibat beban kejut semacam ini sulit dipastikan,
DNV menyarankan penggunaan rumus berikut untuk
memperkirakan besarnya gaya pukulasn gelombang

 Fs = 0,5 ρCsDu2

 dengan:
 Fs = gaya akibat pukulan gelombang per satuan panjang,
 Cs = coefisien pukulan (Cs > 3,0 untuk batang silindris),
 u = kecepatan partikel air tegak lurus batang,
 D = diameter.
 Vortex shedding dapat terjadi saat gelombang
melintasi struktur.
 DNV: vortex shedding harus ditinjau bila
Vr>1,0 dan Kc > 3,0.
 Vr adalah faktor pengurangan kecepatan dan
 Kc adalah bilangan Keulegan-Carpenter yang dinyatakan
dalam persamaan berikut
Kc = VbT/D
 dengan: Vb = kecepatan orbital maksimum,
 T = periode gelombang,
 D = diameter batang.
 Gaya per satuan panjang akibat vortex-shedding dapat dihitung dengan rumus
berikut
Fv = 0,5 ρCfAu2
dengan: u = kecepatan aliran tegak-lurus batang,
 ρ = rapat massa air,
 Cf = koefisien fluktuasi.
 Koefisien fluktuasi Cf dapat dilihat dalam peraturan DNV. Bila terjadi
resonansi oleh vortex shedding, amplifikasi dinamik harus diperhitungkan.
DNV menyarankan faktor beban dinamik sebagai berikut:
1
DLF = (1 − e − 2π nξ )

 dengan: ξ = rasio peredaman (untuk struktur lepas pantai =
0,02)
 n = jumlah siklus beban selama separo periode gelombang.
 Histogram gelombang
 Spektrum gelombang
 Distribusi probabilitas gelombang
η (t ) = ∑ ( a cos nω t + b n n sin nω t )
2 Ts
an = ∫ η (t ) cos nω tdt
 Dasar: deret Fourier T 0
2 Ts
bn = ∫ η (t ) sin nω tdt
T 0
∞ 2
E= 1
2 ρ g∫
−∞
[η (t )] dt
 Distribusi Rayleigh 2H i − Hi2 H rms 2
p( H i ) = 2
e
H rms
 p(Hi) adalah persentase kejadian gelombang dengan tinggi Hi yang akan
terjadi dari seluruh gelombang dalam suatu rangkaian kejadian. H2
adalah rerata kuadrat tinggi gelombang
2
1 N H rms
2
H rms = ∑ Hi
2
E = ρg
N i= 1 8
Hi − H i 2 H rms 2 n
P( H i ) = 1 − ∫ p ( H i )dH = e =
0 N
 Persamaan tersebut berarti bahwa dari sejumlah N gelombang, akan
terjadi sejumlah n gelombang yang lebih tinggi dari Hi. Dengan distribusi
tersebut, tinggi gelombang rerata, tinggi gelombang signifikan, dan tinggi
gelombang lainnya dapat ditentukan.
 Dari distribusi Rayleigh:
 Tinggi gel rerata: H 0 = 0,89 H rms

 Tinggi gel signifikans: H 1/ 3 = 1,41H rms

H 1/10 = 1,80 H rms


 Tinggi gel 1/10 :
 Spektrum Neumann (fully developed sea)
1/ 2
2 × 10 − 5 g 2 ⎛ B ⎞ g2 ⎛ B ⎞
S( f ) = exp⎜ − 2 ⎟ B= f p = ⎜ ⎟
f 6
⎝ f ⎠ 19,74V 2 ⎝ 3 ⎠
 Spektrum Bretschneider (dua parameter)
5H s 2 1 ⎛ 5 − 4 ⎞
S( f ) = exp⎜ − A ⎟
16 f p A 2 ⎝ 4 ⎠
f
A=
fp

Luasan di bawah spektrum ini = Hs/16 (sesuai Rayleigh).


Untuk fully developed sea:
 gHs/V2 = 0,283
 gTs/(2πV) = 1,2
 Ts = 0,946/fp
 Spektrum JONSWAP
−4
α g2 ⎡ ⎛ f ⎞ ⎤
a
S( f ) = 4 5 exp − 1,25⎜
⎢ ⎜ ⎟⎟ ⎥ γ
16π f ⎢
⎣ ⎝ f p ⎠ ⎥
⎦

dengan
⎡ ( f − f p ) 2 ⎤
a = exp ⎢ − 2 2 ⎥
⎢⎣ 2σ f p ⎥⎦

σ = 0,07 untuk f < fp


σ = 0,09 untuk f > fp
F = panjang fetch − 0 , 33 − 0 , 22
⎛ gF ⎞ ⎛ gF ⎞
f p = 2,84⎜ 2 ⎟ α = 0,066⎜ 2 ⎟
⎝ V ⎠ ⎝ V ⎠

γ = 3,3
1 Pengukuran gelombang di laut selatan selama 4
jam pada keadaan fully developed sea
menghasilkan spektrum yang mendekati spektrum
Bretschneider. Kecepatan angin pada saat itu 25 m/
sekon. Pada perairan tersebut akan dibuat OTEC
pada kedalaman air 2000 m dengan struktur utama
berupa pipa berdiameter 5 m. Hitunglah:
a. tinggi gelombang signifikan
b. berapakah tinggi gelombang yang dilampaui oleh
10% gelombang tertinggi
c hitung dan gambarlah spektrum gelombang
tersebut
 D/L > 0,2  refleksi dari struktur kecil,
“wake” tak nyata
F = C ∫ ∫ p n dS
 Teori Froude-Krylov x H
S
x

F = C ∫ ∫ p n dS
z v z
S

H cosh kz
p= ρg cos(kx − σ t )
 Teori gel linier: 2 cosh kh

dS

 Untuk bentuk sederhana dapat dicari solusi


analitisnya
A. Silinder horizontal
x = a cos θ
z = z0 + a sin θ
dS = a l dθ

ρ gHal
Fx = C H ∫ cosh k (a sin θ + z0 ) cos(ka cos θ + σ t ) cos θ dθ
2 cosh kh 0

= CH
π ρ gHka 2l
cosh kz0 sin σ t Fx = C H ρ Vu0
2 cosh kh

ρ gHal
Fz = CV ∫ cosh k (a sin θ + z0 ) cos(ka cos θ + σ t ) sin θ dθ
2 cosh kh 0
π ρ gHka 2l
l
= CV sinh kz0 cos σ t Fz = CV ρ Vw 0
2 cosh kh
a θ
V
B. Separo silinder horizontal
π ρ gHka 2l
Fx = C H [ cosh kz0 + C1 sinh kz0 ] sin σ t
4 cosh kh
2 ⎡ cos(ka) sin(ka) ⎤
C1 = ⎢ − + Si (ka)⎥
π ⎣ ka ka 2
⎦ F = C
x ρ V [ u0 + C1 (ka)σ w0 ]
H
ka ⎛ sin α ⎞
Si (ka) = ∫ 0
⎜
⎝ α
⎟ dα
⎠
utk z0 = 0 ⇒ Fx = C H ρ Vu0

π ρ gHka 2l
Fz = CV [ sinh kz0 + C2 cosh kz0 ] cos σ t
4 cosh kh
2 ⎡ cos(ka) sin( ka) ⎤ l
C2 = ⎢ + + Si ( ka ) ⎥
π ⎣ ka (ka) 2 ⎦

Fz = CV ρ V [ w 0 + C2 (ka)σ u0 ] a θ
V
C. Bola
x = a sin θ cosψ
z = a cos θ + z0
2π ρ gHka 3
Fx = C H cosh kz0 sin σ t
3 cosh kh a
θ
Fx = C H ρ Vu0 ψ

2π ρ gHka 3
Fz = CV sinh kz0 cos σ t
3 cosh kh

Fz = CV ρ Vw 0
D. Setengah Bola
π ρ gHka 3
Fx = C H [cosh kz0 + C3 sinh kz0 ] sin σ t
3 cosh kh

2 n n!
C3 = 3∑ (ka) n − 1 J n + 2 (ka)
n = 0 ( 2n + 1)!
θ a
Fx = C H ρ V [u0 + C3 (ka)σ w0 ] ψ

π ρ gHka 3
Fz = CV [sinh kz0 + C4 cosh kz0 ] cos σ t
3 cosh kh

2 n n!
C4 = 3∑ (ka) n − 2 J n − 1 (ka)
n = 0 ( 2n)!

Fz = CV ρ V [ w 0 + C4 (ka)σ u0 ]
E. Balok
ρ gHl2 z0 + l / 2
Fx = C H cosh kzdz[cos(kl1 / 2 − σ t ) − cos(kl1 / 2 + σ t )]
2 cosh kh ∫ z0 − l / 2
sinh(kl3 / 2) sin(kl1 / 2)
Fx = C H ρ V u0
(kl3 / 2) (kl1 / 2)

l3

ρ gHl2 sinh(kl3 / 2) sin( kl1 / 2) l2


Fz = CV . w 0
2 cosh kh (kl3 / 2) (kl1 / 2)

l1
 Beberapa nilai Ch dan Cv (pendekatan)
Bentuk CH CV Ka
Bola 1,5 1,1 0 – 1.75
½ bola 1,5 1,1 0,8
Silinder 2,0 2,0 0 – 1,0
½ silinder 2,0 1,1 0 – 1,0
Balok 1,5 6,0 0-5
 Response(t)=(RAO) η(t)
 Linear response
 SR (σ) = [RAO(σ)]2 S(σ)
H cosh ks
p(t ) = ρ g cos(kx − ω t )
 Dynamic-Pressure RAO 2 cosh kh
cosh ks
Wave energy spectrum p(t ) = ρ g η (t )
cosh kh
2
⎡ cosh ks ⎤
p(t ) p(t + τ ) = ⎢ ρ g ⎥ η (t )η (t + τ )
⎣ cosh kh ⎦
2
⎡ cosh ks ⎤
R p (t ) = ⎢ ρ g ⎥ R(τ )
⎣ cosh kh ⎦
[RAO] 2
⎡ cosh ks ⎤
S p (ω ) = ⎢ ρ g ⎥ S (ω )
⎣ cosh kh ⎦
cosh ks
Dynamic pressure spectrum ⇒ RAO p = ρ g
cosh kh
S (ω ) = [ RAO]2 S (ω )
 Inertial-Force RAO

f I (t ) = CM AI u (t )
cosh ks
u (t ) = gk η (t + T / 4)
cosh kh
cosh ks
f I (t ) = CM AI gk η (t + T / 4)
cosh kh
cosh ks
f I (t ) = CM AI gk η o (t )
cosh kh 90
2
S p (ω ) = [ RAO ] f I S (ω )
cosh ks
⇒ RAO p = CM AI gk
cosh kh
2
S f I (ω ) = [ RAO] f I S (ω )
 Bahan: teori dan perhitungan
 Sifat: buat 1 lembar ringkasan di A4 bolak-
balik (dikumpul bersama pekerjaan ujian)

Anda mungkin juga menyukai