Anda di halaman 1dari 34

BAB II DASAR TEORI

2.1 Struktur Tetap


Struktur tetap atau fixed platform merupakan struktur yang terpancang pada dasar laut.
Terdapat berbagai desain dari struktur jenis ini. Namun struktur tetap dapat diklasifikasikan
menjadi 5 tipe, yakni tipe jaket (jacket platform), tipe sederhana (minimal platform), struktur
berbasis gravitasi (gravity based structure), tipe jack-up, dan tipe compliant tower. Berikut
merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai tipe-tipe struktur tetap tersebut.

2.1.1 Minimal Platform


Pada lokasi dengan kedalaman yang rendah, struktur tetap yang efisien utuk
digunakan adalah tipe struktur sederhana atau minimal platform. Tipe minimal platform
ini selain mudah untuk dibangun, harga pembuatannya pun cenderung lebih murah
dibandingkan dengan struktur tipe lain. Biasanya struktur seperti ini menyokong untuk
sumur minyak yang berukuran kecil, memiliki anjungan yang kecil namun cukup untuk
menopang seluruh peralatan yang dibutuhkan, sebuah crane yang kecil, sebuah boat
landing, dan sebuah heli deck berukuran minim.

Pada studi yang dilakukan oleh Chevron (Chakrabarti, et al ()), tipe minimal platform ini
biasanya dipilih untuk lokasi dengan kedalaman 150 ft (46 m), 200 ft (61 m). Berikut
merupakan tipe struktur sederhana pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Minimal Platform

2.1.2 Gravity Based Structure


Struktur lepas pantai yang diletakkan di atas dasar laut dengan memanfaatkan
bebannya sendiri disebut struktur berbasis gravitasi atau gravity based structure.
Struktur ini tidak perlu menggunakan jangkar untuk menahan strukturnya. Biasanya
struktur berbasis gravitasi dibangun di lokasi yang dekat dengan daerah pesisir dan
memiliki kedalaman yang dangkal. Struktur tipe ini biasanya dibangun dengan
menggunakan material baja atau beton dimana karena beratnya struktur ini secara
alamiah akan stabil. Gravity based structure ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Gravity Based Structure

Sebuah gravity based structure dari baja yang sangat besar dibangun di Maureen
Field, Inggris pada tahun 1984 untuk keperluan operasi Phillips Petroleum. Semenjak
gravity based structure mulai dibutuhkan dengan volume dan ketinggian yang lebih
besar, beton menjadi pilihan untuk menjadi material dari struktur tipe ini. Struktur tipe
ini dengan beton sebagai materialnya yang pertama adalah Condeep B yang dibangun
di Beryl Field, Stavanger, Norway.

2.1.3 Jack-Up Structure


Tipe struktur jack-up ini merupakan struktur yang dapat berpindah dari satu tempat ke
tepat lain karena kaki dari pondasi ini merupakan struktur yang tidak permanen.
Kelebihan lain yang dimiliki struktur jack-up ini selain kehandalannya dalam
bermobilisasi adalah dapat ber-elevasi sesuai dengan kedalaman laut di lokasi
pengemboran. Jack-up structure ditunjukkan seperti pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Jack Up Structure

Tipe jack up ini biasanya berupa struktur dengan tiga kaki yang menopang sebuah
deck di atasnya. Kaki-kaki tersebut terbuat dari batang tubular. Struktur ini biasanya
digunakan untuk operasi eksplorasi pengeboran karena itu dirancang untuk dapat
berpindah-pindah. Struktur tipe ini biasanya untuk lokasi dengan kedalaman 305-361 ft
(93-110 m).

2.1.4 Compliant Tower


Struktur compliant tower ini mirip dengan strukur jaket. Namun struktur ini memiliki
kelebihan yang mampu menahan beban gaya lateral dengan tiangnya yang fleksibel.
Tiang fleksibel tersebut masih dapat menahan deck konvensional. Contoh dari
compliant tower ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Compliant Tower

2.1.5 Jacket Platform


Tipe struktur jaket ini merupakan tipe struktur yang paling lazim digunakan dalam
operasi pengeboran dan produksi lepas pantai. Desain untuk tipe struktur ini pun
bervariasi. Struktur jaket ini terdiri dari batang-batang tubular yang terinterkoneksi
menjadi bentuk three-dimensional space frame. Struktur ini biasanya memiliki empat
sampai delapan kaki untuk mencapai kestabilan terhadap beban-beban gelombang.
Tiang utama tubular biasanya dipancangkan melalui jaket sampai ke dasar laut. Untuk
lebih jelasnya struktur jaket dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Jacket Platform

Struktur jaket terdiri dari beberapa bagian, yaitu jaketnya sendiri, kemudian deck, dan
pondasi atau tiang. Jaket merupakan bagian bawah pada struktur yang berfungsi
menopang struktur bagian atas. Pada jaket biasanya terdapat struktur-struktur
tambahan seperti, boatlanding, konduktor dan penahannya, riser, walkways, dll. Jaket
ini sendiri nantinya berfungsi melindungi tiang baja yang ada di dalamnya. Maka dari
itu biasanya jaket berupa pipa baja tubular dengan ukuran tertentu sesuai dengan
tiang baja yang akan dilindungi didalamanya.

Pada jaket terdapat beberapa komponen struktur. Komponen-komponen struktur jaket


tersebut adalah sebagai berikut:

1. Jacket Leg
Jacket leg merupakan kaki-kaki jaket. Kaki-kaki inilah yang berupa pipa baja
tubular.
2. Braces
Braces ini merupakan pengaku kaki jacket. Biasanya braces ini terdapat di
elevasi-elevasi tertentu dengan terdapat komponen tambahan yang akan
dijelaskan pada poin berikutnya. Braces dan jacket leg dihubungkan oleh joint leg.
3. Komponen Tambahan
Komponen tambahan yang lazim terdapat pada jacket platform adalah conductor
guide, riser, riser guard, boatlanding, padeye, dan mudmat.

Struktur bagian jaket berikutnya adalah deck yang merupakan bagian atasnya struktur
jaket. Struktur deck menjadi bagian yang dijadikan sebagai tempat peralatan
operasional seperti peralatan drilling, produksi, storage room, dan fasilitas operasional
lain yang diperlukan untuk kebutuhan operasional. Deck biasanya terderi dari deck

Struktur bagian berikutnya adalah pondasi. Pondasi ini biasanya berupa tiang ( pile).
Tiang ini dipancangkan ke dasar laut dengan diselubungi oleh jaket. Sebagai pondasi,
tiang ini mampu untuk meneruskan seluruh gaya luar yang terjadi pada anjungan ke
dalam tanah.

Struktur jaket biasanya mampu menopang 2-3 dek dengan berbagai macam peralatan
operasi di atasnya. Struktur ini awalnya diletakkan di lokasi dengan kedalaman 500-
600 ft (150-180 m). Namun terdapat sebuah jaket tiga bagian yang besar dengan berat
sebesar 34.300 ton yang diinstal pada tahun 1979 di Cognac Field, Gulf of Mexico
dengan kedalaman 1000 ft (300 m). Semenjak itu struktur jaket berukuran besar mulai
bermunculan seperti Cerzeva Liguera (935 ft/ 285 m), Pompano (1290 ft/ 393 m), dan
Bullwinkle (1350 ft/ 412 m).

2.2 Pembangunan Anjungan Lepas Pantai Tipe Jaket (Jacket Platform)

2.2.1 Desain
Dalam pembangunan anjungan lepas pantai, khususnya tipe jaket, tahap pertama yang
dilakukan adalah tahap desain struktur. Dalam tahap desain sendiri ada tiga tahapan, yang
pertama adalah desain konseptual, kedua adalah dasar desain, dan yang terakhir adalah
detail desain. Desain konseptual merupakan tahapan menentukan definisi umum dari
setiap komponen sistem seperti fungsi anjungan, sistem sumur, fasilitas, transportasi,
living quarter, tempat penyimpanan, dan pengolahan, Tujuan dari pembuatan desain
konseptual ini adalah untuk dapat memperkirakan jadwal dan harga pembangunan.

Tahapan dasar desain meliputi daftar leralatan, spesifikasi, gambar struktur secara umum,
material struktur, kemudian pembuatan dokumen engineering-procurement-construction
(EPC) dan penjadwalan proyek pembangunan. Selanjutnya tahapan detail desain meliputi
analisis detail, gambar akhir, gambar fabrikasi, rancangan transportasi, dan rancangan
instalasi.

Menurut Yong Bai dalam buku Marine Structural Design, tahap desain secara umum
meliputi kegiatan:

1. Mengidentifikasi kebutuhan proyek.


2. Mengevaluasi kondisi lingkungan dan kondisi tanah.
3. Mengembangkan proposal desain awal yang memfokuskan pada metode instalasi.
4. Mengevaluasi metode instalasi mempertimbangkan feasibilitas teknis dan
ekonomi.
5. Menentukan dimensi struktur yang dapat menahan beban-beban in-place selama
kondisi operasi.
6. Mengevaluasi desain untuk memastikan bahwa struktur yang didesain mampu
menahan beban selama kegiatan transportasi dari lokasi fabrikasi sampai pada
lokasi instalasi.
7. Memperhitungkan aktivitas penanggungjawaban terhadap struktur setelah
ditinggal pasca masa operasi.
8. Memenuhi kualitas dan kebutuhan HSE (Health, Safety, and Environment).

2.2.2 Fabrikasi
Fabrikasi merupakan proses perakitan material struktur jaket yang dilakuan di fabrication
yard. Fabrication yard merupakan lapangan fabrikasi yang dapat dilihat contohnya pada
Gambar 2.6. Pada proses fabrikasi, struktur jaket ini dibagi menjadi beberapa bagian.
Pertama adalah merakit bagian jaket terlebih dahulu. Dua sisi yang lebih sempit biasanya
dibuat terlebih dahulu. Cara pembuatannya adalah dengan menyusun jaket dengan posisi
horizontal dan dapat diputar untuk menyelesaikan setiap sisinya. Proses pemutaran untuk
penyelesaian tiap sisinya (roll up) dibantu dengan beberapa crane berukuran besar seperti
yang tampak pada Gambar 2.7. Proses selanjutnya adalah memasang, mencocokkan,
dan mengelas bracing yang menghubungkan kaki bagian yang bawah ke bagian atasnya.

Bagian struktur yang kedua dibangun adalah deck. Proses fabrikasi deck dilakukan
dengan merakit secara bertahap pada setiap levelnya. Main beam, main truss, dan deck
plate akan dilas satu sama lain untuk membentuk lantai deck. Bagian lain adalah tiang
atau pile yang sebenarnya dapat difabrikasi sebelum atau bersamaan dengan proses
fabrikasi jaket dan deck. Tiang yang dirancang menggunakan baja berkualitas tinggi
sehingga tiang ini biasanya sangat berat. Tiang yang dipesan biasanya berupa potongan-
potongan tiang pada panjang tertentu. Saat tiang berada di fabrication yard, tiang-tiang ini
akan dilas satu sama lain sesuai dengan panjang yang akan diletakkan pada setiap kaki
jaket.
Gambar 2.6 Fabrication Yard

Gambar 2.7 Roll Up Saat Fabrikasi Jaket

2.2.3 Transportasi
Struktur jaket yang telah difabrikasi di darat perlu untuk ditransportasikan di lokasi pada
lepas pantai. Proses transportasi terdiri dari tiga tahap, yaitu load out, seafastening, dan
towing.

2.2.3.1 Load Out


Pada proses load out ini biasanya struktur jaket diluncurkan ke atas launch barge. Launch
barge ditambatkan pada ujung daratan dengan dilengkapi oleh water ballast agar barge
dan permukaan daratan sejajar. Proses penyejajaran antara barge dan daratan
(khususnya skid way) ini harus dilakukan dengan tepat. Pada zaman modern seperti
sekarang ini proses ini dapat dibantu oleh computer-controlled ballasting. Proses load out
dengan menggunakan skid way ini dapat dilihat pada Gambar 2.8. Kemudian winch pada
barge akan menarik struktur jaket ke atas barge. Cara lain untuk meletakkan struktur jaket
ke atas barge adalah dengan mengangkat struktur jaket dengan crane.

Gambar 2.8 Proses Loud Out

2.2.3.2 Seafastening
Saat struktur sudah berada di atas barge perlu dilakukan usaha untuk mempertahankan
posisi struktur di atas barge agar tidak bergeser, jatuh, ataupun rusak pada kondisi badai.
Biasanya menggunakan perhitungan kondisi badai dengan periode ulang 10 tahun. Proses
ini perlu mempertimbangkan aspek berat dan pusat massa dari struktur anjungan. Pada
seafastening beban-beban yang diperhitungkan untuk menjaga kekakuan dan stabilitas
struktur di atas barge adalah beban statis dan beban dinamis. Apabila proses seafastening
ini dengan tepat dan sesuai dengan prosedur maka dapat dijamin proses pengangkutan
atau towing nantinya dapat dilakukan dengan aman. Proses seafastening dapat dilihat
pada Gambar 2.9 berikut.
Gambar 2.9 Seafastening

2.2.3.3 Towing
Proses towing atau penarikan adalah proses pengangkutan struktur jaket di atas barge
yang ditarik oleh tug boat menuju site atau lokasi struktur yang akan diinstal. Proses ini
memerlukan perencanaan yang tepat dan cermat untuk menghindari kerusakan pada
struktur akibat dari kondisi angin dan laut. Pemilihan rute towing ini perlu dilakukan dengan
beberapa strategi untuk menghidnari kondisi udara dan badai yang buruk, menghindari
lokasi yang berbahaya, dan mencari rute yang menguntungkan dari sisi arus yang searah
dengan tujuan lokasi. Proses towing dapat dilihat pada Gambar 2.10 berikut.
Gambar 2.10 Towing

2.2.4 Instalasi
Proses instalasi struktur jaket, khususnya bagian jaket, biasanya dilakukan dalam tiga
tahap, yaitu Launching, Lifting, Floating, dan Upending. Penjelasan lebih lanjutnya adalah
sebagai berikut:

2.2.4.1 Launching
Proses launching merupakan proses untuk memindahkan struktur jaket dari atas barge
untuk di pasang di atas dasar laut. Biasanya proses ini ditujukan untuk jaket yang
berukuran besar. Proses ini dilakukan dengan cara meluncurkan jaket dengan ditarik ke
salah satu ujung barge agar jaket tercebur ke dalam laut. Untuk menyeimbangkan posisi
barge, perlu digunakan juga pelampung atau buoyancy tank supaya baik barge ataupun
jaket tetap stabil saat proses ini berlangsung. Proses launching ini dapat dilihat pada
Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Launching

2.2.4.2 Lifting
Pada jaket yang berukuran kecil, umumnya dapat langsung diangkat dari barge dengan
menggunakan satu atau dua buah crane barge untuk di pasang di atas dasar laut. Tali
sling pada crane harus dipasang di bawah center of gravity (pusat gravitasi) untuk
mendapatkan penyebaran sudut yang wajar. Proses lifiting ini dapat dilihat pada Gambar
2.12.

Gambar 2.12 Lifting


2.2.4.3 Floating
Proses ini biasanya dilakukan pada saat jaket sudah berada di laut dan dibiarkan
mengapung sesuai gaya apung yang dimilikinya. Jaket ini dibiarkan mengapung agar
proses upending dapat dilakukan pada permukaan laut. Terkadang proses floating ini
memerlukan tambahan gaya angkat yang dapat disediakan oleh buoyancy tank yang
dipasangkan pada struktur.

2.2.4.4 Upending
Proses upending merupakan proses pemberdirian struktur jaket yang awalnya terapung
posisi horizontal. Upending biasanya dilakukan dengan bantuan crane barge. Namun ada
pula upending yang tidak perlu menggunakan crane barge apabila benda tersebut dapat
direkayasa mampu tegak dengan prinsip kestabilan.

Proses upending ini dapat direncanakan untuk mengurangi resiko akibat aspek-aspek
dinamik yang berbahaya. Salah satunya akibat jaket memiliki massa sendiri dan memiliki
tambahan massa (massa hidrodinamik) dari semua besaran yang setara. Dengan
demikian proses upending ini perlu dilakukjan pada kondisi air laut yang sangat tenang.
Sling sebelumnya harus sudah dipasang terlebih dahulu agar dapat langsung siap diakses
di atas air untuk proses penarikannya.

Menurut API RP2A, secara umum proses upending tersebut dilengkapi dengan kombinasi
dari sebuah derrick barge (barge pengerek) dan sistem pembenaman (flooding) yang
terkontrol. Pada proses upending ini membutuhkan perencanaan yang tepat untuk
menentukan terlebih dahulu proses lifting yang simultan dan langkah-langkah
pembenaman yang terkontrol. Sistem pembenaman perlu didesain untuk mempertahankan
tekanan air yang mungkin dapat mengganggu selama proses lifting. Contoh proses
upending dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 2.13
Gambar 2.13 Upending

2.3 Material Baja


Pada pendesainan struktur anjungan harus dilakukan sedemikan rupa sehingga seluruh
elemen struktur dapat memenuhi tegangan izin yang telah ditentukan oleh AISC
Specification for the Design, Fabrication, and Erection of Structural Steel for Buildings,
edisi terbaru. Seluruh persyaratan tegangan ijin pada baja tubular ini dibuat berdasarkan
API RP2A-WSD Recommended Practice for Planning, Designing, and Construction Fixed
Offshore Platform.
Tegangan izin yangdibahas meliputi tegangan izin pada kondisi aksial tekan, aksial tarik,
lentur, geser, kombinasi aksial tekan dengan lentur, dankombinasi aksial tarik dengan
lentur. Tegangan izin AISC dapt diperbesar menjadi sepertiganya ketika teganganyang
diakibatkan oleh gaya lateral dan vertikal kondisi beban lingkungan yang diakibatkan oleh
kondisi lingkungan. Penampang yang didesain dengan cara ini tidak boleh kurang dari
penampang yang diperlukan untuk desain akibat beban hidup dan beban mati tanpa
peningkatan sepertiga tengangani izin.

Struktur anjungan lepas pantai pada umumnya menggunakan baja biasa. Material baja
akan bersifat elastic selama tegangan yang terjadi tidakmelalui tegangan lelehnya. Pada
pendesaianan, tujuan utamanya adalah menentukan dimensi komponen yang sesuai
sehingga kondisi elastic tetap dipenuhi selama dibebani beban rencana. Faktor keamanan
safety factor biasanaya diterapkan untuk mendapatkan tegangan izin (allowable stress =
yield stress/ safety factor) yang kemudian menjadi kriteria tegangan yang tidak boleh
dilewati selama struktur dibebani gaya rencana. Metode yang umum digunakan adalah
Working Stress Design (WSD) dalam API RP2A dan sesuai dengan spesifikasi AISC yang
disebut Allowable Stress Design atau desain tegangan yang diizinkan,

Terdapat berbagai tegangan yang diperhitungkan dalam desain, yaitu tegangan tarik
aksial, tegangan tekan aksial, tegangan lentur, kombinasi tekan aksial dengan lentur,
kombinasi aksial dengan lentur, tarik aksial dan tekanan hidrostatis, dll. Semua tegangan
itu dapat mudah diketahui dalam desain dengan bantuan software elemen hingga yang
digunakan dalam pemodelan struktur nantinya.

2.4 Perencanaan Beban Pada Struktur


Setiap anjungan lepas pantai yang didesain, harus mampu menopang beban yang
mengenai struktur anjungan tersebut. Beban-beban yang mengenai struktur dan kemudian
diperhitungkan disesuaikan dengan jenis analisis yang akan dilakukan. Secara umum
analisis anjungan lepas pantai secara lengkap memperhitungkan semua beban mulai dari
fabrikasi, instalasi, sampai masa layan.
2.4.1 Defenisi Pembebanan
Beban-beban yang mengenai struktur lepas pantai secara umum menurut Ir. Ricky
Lukman Tawekal, MSE, Ph.D dalam catatan kuliah KL 4121 Bangunan Lepas Pantai 1
adalah sebagai berikut:

1. Beban Mati
Beban mati merupakan beban dari struktur itu sendiri berikut semua peralatan
permanen dan struktur tambahan yang tidak berubah dalam modus operasi.
Beban mati meliputi beban-beban berikut:
a. Berat dari struktur anjungan di udara, termasuk tiang pancang, semen pengisi,
dan ballas apabila ada.
b. Berat dari peralatan dan struktur tambahan yang dipasang permanan pada
anjungan.
c. Gaya hidrostatik yang bekerjBerata pada struktur di bawah permukaan laut.
Gaya hidrostatis meliputi teknaan dan gaya apung.
2. Beban Hidup
Beban merupakan beban yang bekerja pada struktur pada modus operasi atau
pada perpindahan dari satu modus operasi ke modus operasi lainnya. Beban
hidup antara lain:
a. Berat dari peralatan kegiatan produksi, misalnya pengeboran, yang dapat
ditambahkan atau dipindahkan dari struktur.
b. Berat dari ruang tempat tinggal, helideck, penyokong hidp, perlengkapan
penyelamat, peralatan menyelam, dan perlengkapan lain yang dapat
ditambahkan atau dipindahkan dari struktur anjungan.
c. Berat dari persediaan dan cairan dalam tangki penyimpanan.
d. Gaya yang dikenakan pada struktur akibat operasi, misalnya kegaitan
pengeboran, penambatan kapal pada boat landing, dan beban dari helicopter
pada helideck.
e. Gaya yang dikenakan pada struktur akibat deck crane. Gaya ini didapatkan
dari gaya pada saat diam maupun bergerak serta beban matinya.
3. Beban Lingkungan
Beban lingkungan merupakan beban yang bekerja pada struktur akibat fenomena
alam yang terjadi seperti angin, arus, gelombang, gempa bumi, pergerakan kerak
bumi, dll. Beban lingkungan juga turut memasukkan perubahan tekanan
hidrostatik dan gaya apung pada elemen yang diakibatkan oleh adanya perubahan
permukaan laut karena gelombang dan pasang surut.
4. Beban Konstruksi
Beban konstruksi merupakan beban yang timbul pada proses konstruksi dari
struktur, mulai dari proses fabrikasi, load out, transportasi, instalasi, dsb.
5. Beban Pemindahan dan Pemasangan
Beban ini merupakan beban yang terjadi pada struktur yang akan dipindahkan ke
lokasi baru, mulai dari beban yang timbul akibat pemindahan, penaikan ke
tongkang, transportasi, perbaikan, dan pemasangan ulang.
6. Beban Dinamik
Beban dinamik adalah beban yang bekerja pada anjungan yang merupakan
respon dari adanya beban berulang atau benturan. Respon dapat diakibatkan oleh
gelombang, angin, gempa bumi, ataupun mesin yang bekerja pada struktur.
Benturan dapat diakibatkan oleh adanya kapal yang merapat ke anjungan atau
pada saat proses pengeboran.

2.4.2 Kondisi Pembebanan


Dalam menentukan desain beban lingkungan, perlu diketahui kondisi pembebanan, yaitu
gaya yang bekerja pada struktur untuk kejadian desian tertentu. Misalnya saja pada
kondisi operasional, beban lingkungan adalah gaya yang bekerja pada strktur akibat
keadaan yang tidak terlalu berbahaya pada kegiatan operasional sehari-hari.

Struktur anjungan biasanya harus didesain untuk kondisi pembebanan yang sesuai yang
menghasilkan efek paling berbahaya bagi struktur. Kondisi pembebanan tersebut harus
mengikutsertakan kondisi lingkungan yang dikombinasikan dengan beban hidup dan
beban mati. Kemudian pada lama kondisi pembebanan yang dipertimbangkan, beban
lingkungan harus dikombinasikan dengan cara yang sesuai dengan kemungkinan kejadian
tersebut. Tiap elemen pada struktur harus didesian untuk kondisi pembebanan yang
mengakibatkan tegangan terbesar pada elemen. Tentu dengan turut mempertimbangkan
tegangan ijin untuk kondisi pembebanan yang mengakibatkan tegangan tersebut.

2.4.3 Gelombang

2.4.3.1 Gaya Hidrodinamik


Gaya hidrodinamik yang mengenai objek silinder dapat dihitung dengan terlebih dahulu
menghitung perbandingan dari panjang gelombang terhadap diameter elemen. Jika nilai
perbandingan lebih besar dari 5 (> 5), maka elemen tidak secara signifikan merubah
gelombagn yang terjadi. Dengan demikian dapat dipilih persamaan Morison yang
digunakan untuk menghitung gaya gelombang. Persamaan Morison melakukan penjumlah
dari gaya seret dan gaya inersia seperti dalam persamaan berikut:

W W U
F=F D + F I =C D AU |U|+C M V
2g g t (2.1)

Dimana:

F adalah gaya hidrodinamik per satuan panjang yang bekerja perpendicular terhadap

sumbu elemen, lb/ft (N/m)

F D adalah gaya seret per satuan panjang yang bekerja tegak lurus terhadap sumbu

elemen dan U, lb/ft (N/m)

FI adalah gaya inersia per satuan panjang yang bekerja tegak lurus terhadap sumbu

elemen dan aU/at, lb/ft (N/m)

C D adalah koefisien seret

W adalah berat jenis air, lb/ft3 (N/m3)

g adalah percepatan gravitasi, ft/sec2 (m/sec2)

A adalah area proyeksi tegak lurus terhadap sumbu silinder per satuan panjang ( D

untuk silinder), ft (m)

V adalah volume terpindahkan dari silinder per satuan panjang, ft2(m 2)

D adalah diameter efektif dari elemen silinder termasuk marine growth, ft (m)

U adalah koponen kecepatan karena gelombang dan/atau arus dari air yang tegak

lurus sumbu elemen, ft/sec (m/sec)


|U| adalah nilai mutlak dari U, ft/sec (m/sec)

CM adalah koefisien inersia

Adalah komponen percepatan lokal dari air yang tegak lurus sumbu elemen, ft/sec 2
(m/sec2)

Selain menggunakan persamaan Morison, ada pula yang disebut dengan teori difraksi
dimana akan digunakan apabila ukuran dari struktur mencakup sebagian besar dari
panjang gelombang. Daerah difraksi ini biasanya dianggap terjadi pada saat lebar dari
elemen melebihi 1/5 dari panjang gelombang. Teori difraksi digunakan karena perlu
dihitung tekanan yang terjadi pada struktur akibat gelombang dan gelombang yang
tersebar.

2.4.3.2 Pemilihan Teori Gelombang


Dalam perencanaan desain gelombang pada suatu struktur anjungan lepas pantai perlu
ditentukan teori gelombang yang sesuai. Baltrop (1990) memberikan suatu diagram yang
diperoleh dari hasil membadningkan kecepatan partikel air, percepatan, tinggi gelombang,
dan panjang gelombang yang dihitung dari teori gelombang yang sering digunakan.
Terdapat diagram daerah aplikasi dari stream function, Stokes 5 th, dan teori gelombang
linier yang dimodifikasi API RP 2A-WSD untuk keperluan desain, seperti yang terlihat pada
Gambar

Tahapan pemilihan teori gelombang:

Input data yang diperlukan:

Tabel 2.1

Lambang Arti Satuan


d Kedalaman air ft
g Gaya gravitasi ft/sec2
T Periode maksimum gelombang S
V Kecepatan arus pada permukaan laut ft/sec
H Tinggi gelombang maksimum ft
Gelombang dan arus akan dihitung dengan arah sejajar untuk menghasilkan kombinasi
beban yang maksimal. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka terdapat syarat yang
harus dipenuhi agar grafik penentuan apparent wave period bisa digunakan. Syaratnya
adalah besarnya kedalaman relatif (d/gt 2) harus lebih besar dari 0.01.

Selanjutnya hitung V/Gt lalu plot grafik apparent wave period, sehingga didapat nilai
Tapp/T sehingga besar Tapp dapat dihiutung. Apparent wave periode atau Tapp adalah
periode gelombang relative terhadap arus sejajar efektif.

Untuk menggunakan grafik validasi teori gelombang, sehingga akan diketahui teori
gelombang yang akan dipakai, plot nilai d/g Tapp 2 dan H/g Tapp2. Untuk suatu nilai Tapp,
ketinggian gelombang tertentu dan kedalaman laut apda saat badai, kinematika
gelombang dua dimensi dapat dihitung dengan menggunakan teori gelombang Stream
Function yang sesuai. Dalam banyak kasus, teori gelombang stokes 5 akan menghasilkan
keakuratan hasil yang dapt diterima. Daerah aplikasi pada stokes 5 dan berbagai derajat
dari penyelesaian stream function pada bidang H/g Tapp 2, d/g Tapp, dapat dilihat pada
Gambar 2.14.
Gambar 2.14 Daerah Aplikasi Teori Gelombang

2.4.3.3 Koefisien Hidrodinamika


Seperti yang dibahas pada gaya hidrodinamika, terdapat koefisien-koefisien hidrodinamika

CD CM CD
yang menjadi variabel perhitungan, yaitu dan . Koefisien

merupakan komponen gaya seret yang bersesuaian dengan daerah terpaan dari badan
struktur dan kuadrat dari kecepatan arus. Hal ini muncul dari gangguan arus akibat badan
struktur. Gaya inersia terdiri dari dua komponen: gaya yang bekerja pada massa air yang
telahdigantikan oleh badan struktur, atau gaya Froud-Krylof, dan gaya yang bekerja pada
massa air yang ditahan oleh badan struktur atau disebut gaya massa tambahan.
CM
Sedangkan koefisien mempengaruhi besar gaya inersia selain volume yang

dipindahkan, V juga mempengaruhi besar gaya inersia.

Dalam analisis pada situasi beban biasa, gaya gelombang global dapat diperhitungkan
dengan menggunakan nilai-nilai berikut untuk kasus silinder yang tidak tertutup.

CD CM
Halus = 0.65 = 1.6

CD CM
Kasar = 1.05 = 1.2

CD
Terdapat Tabel 2.2 menunjukkan nilai dan CM untuk berbgai diameter akrena

banyak bukti eksperimen menunjukkan bahwa nilai dari koefisien hidrodinamika


bergantung pada diameter elemen dan bilangan Reynolds.

Tabel 2.2

CD CM
Coefficient of Drag ( ) Coefficient of Inertia ( )
Diameter (in)
Normal Tangential Normal Tangential
12 0.610 0.0 1.39 0.0
24 0.665 0.0 1.40 0.0
48 0.720 0.0 1.45 0.0
72 0.756 0.0 1.67 0.0
96 0.781 0.0 1.67 0.0
120 0.799 0.0 1.71 0.0

2.4.4 Arus
Yong Bai pada buku Marine Structural Design mengatakan bahwa terdapat kategori-
kategori arus yang paling umum, yaitu:

1. Arus pasang surut


2. Arus sirkulasi
3. Arus akibat Badai
4. Arus Eddy dan Loop
Total arus merupakan penjumlahan vector dari arus-arus tersebut. Variasi dari kecepatan
dan arah arus dengan elevasi direpresentasikan oleh sebuah profil arus. Profil total arus
yang diasosiasikan dengan kondisi badai ekstrim perlu dispesifikasikan untuk desain. Pada
area geografis tertentu, gaya arus dapat menjadi salah satu beban desain yang
berpengaruh. Dengan demikian perlu ada pemilihan profil arus yang sesuai dengan
kebutuhan pembebanan pada desain.

Sama dengan penjelasan pembebanan beban arus menurut API RP2A-WSD, gaya akibat
arus dan gelombang yang bekerja pada struktur merupakan penjumlahan dari keceptan
arus dan keceptan partikel arah x horizontal.

2.4.5 Angin
Angin merupakan salah satu faktor desain yang signifikan. Kondisi angin yang digunakan
dalam desain sebaiknya ditentukan secara tepat dari data koleksi angin dan secara
konsisten terasosiasi dengan parameter lingkungan. Dua metode yang biasanya
digunakan untuk menghitung efek angin dalam desain adalah:

1. Gaya angin dianggap konstan dan dihitung berdasarkan kecepatan rata-rata satu
menit.
2. Gaya angin yang berfluktuasi dihitung berdasarkan komponen yang tetap,
kecepatan rata-rata satu jam ditambah komponen variasi waktu dihitung dari
spektrum hembusan angin empiris.

Pemilihan metode diatas ditentukan dari parameter sistem dan tujuan dari analisis.
Kecepatan angin pada desain biasanya merujuk pada elevasi 10 meter di atas muka air
tenang (still water level).

Pada pembebanan gaya angin pada desain struktur menurut API RP2A-WSD dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

1
F= C S A V 2
2 (2.2)

Keterangan:
F adalah gaya yang diterima struktur akibat angin (N)

adalah massa jenis udara (kg/m3)

C S adalah koefisien bentuk

A adalah luas proyeksi area yang tertumbuk oleh angin (m2)

2
V adalah Kecepatan angin pada elevasi yang ditinjau (m/s)

CS
Nilai menurut API RP2A-WSD dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 2.3

No Bentuk CS

1 Sisi Bangunan 1.5


2 Balok 1.5
3 Area Proyeksi Keseluruhan 1
4 Bagian Silinder 0.5

2.4.6 Dinamik
Beban dinamik merupakan beban yang dikenai pada platform sebagai respon yang
mengeksitasi siklus alami atau merupakan reaksi akibat tumbukan. Beban-beban dinamik
ini biasanya berupa beban operasional mesin, gempa bumi, tumbukan barge atau kapal,
dll.

2.5 Analisis In-Place


Dalam mengecek kestabilan dari struktur jaket perlu dilakukan analisis in-place yang
merupakan analisis statik terhadap struktur jaket. Analisis perlu dilakukan dengan asumsi
bahwa struktur dan tiang memiliki kekakuan liner sedangkan tanah memiliki kekakuan non-
liier.

Biasanya dalam melakukan analisis in-place, terdapat dua kondisi perhitungan. Kondisi
pertama adalah kondisi operating yaitu kondisi dengan menggunakan beban lingkungan
dengan periode ulang 1 tahunan. Pada kondisi ini load factor untuk beban hidup adalah
sebesar 1.00 dan nilai faktor untuk tegangan izin adalah sebesar 1.00

Kondisi yang kedua adalah kondisi badai atau storm menggunakan beban lingkungan
denganp periode ulang 100 tahunan. Pada kondisi ini faktor pengali untuk beban hidup
adalah sebesar 0.75 sedangkan untuk faktor pengali tegangan izin yang berlaku adalah
sebesar 1.333.

Pada zaman modern sekarang ini analisis in-place dapat dilkuakn dengan menggunakan
bantuan computer, yaitu dengan menggunakan perangkat lunak SACS. Pada analisis ini
nantinya akan didapatkan output berupa:

1. Pile Safety Factor (SF) untuk kondisi analisis operating dan storm
2. Unity Check (UC) pada member dan pile below mudline check pada kondisi
analisis operating dan storm. Nilai UC adalah hasil bagi dari tegangan aktual
dengan teganan izin.
Teganganaktual
UC=
Tegangan izin

(2.3)
3. Joint punching shear check pada member tubular dalam kondisi analisis operating
dan storm.

2.6 Analisis Seismik


Dalam analisis seismik biasanya terdapat dua bagian analisis. Analisis yang pertama
adalah analisis strength dan yang keua adalah analisis ductility. Analisis strength dilakukan
untuk memastikan struktur memiliki kekuatan dan kekakuan untuk menghindari terjadinya
kerusakan struktur. Sedangkan analisis ductility dilakukan untuk memastikan struktur
masih memiliki kapasitas kekuatan yang cukup besar supaya tidak terjadi failure ketika
gempa dengan frekuensi yang besar yang jarang terjadi mengenai struktur, walaupun
akibat gempa tersebut struktur jmengalami kerusakan.

Pada analisis yang dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SACS akan didapatkan
parameter output berupa:

1. Pile Safety Factor


2. Unity Check
3. Joint Punching Shear Check

Dalam analisis seismik diperlukan adanya input data gempa. Data gempa dapat berupa
nilai PGA atau Peak Ground Acceleraton yang merupakan percepatan batuan dasar yang
timbul akibat gempa. Nilai PGA dapat dihitung dengan periode ulang 500 tahun dengan
perhitungan berdasarkan SNI Gempa 03-1726-2010 seperti pada gambar berikut:

Gambar tersebut digunakan untuk menentukan zona gempa yang digunakan untuk
mencari nilai koefisien PGA melalui grafik nilai koefisien PGA seperti pada gambar berikut:

Nilai PGA dapat ditentukan dengan melakukan pendekatan logaritmik pada periode ulang
100 tahun untuk analisis strength dan 800 untuk analisis ductility. Persamaan yang
digunakan adalah sebagai berikut:

log ( T SLE )
PGA SLE ( 100 tahun )=C (2.4)
log(500)

log (T DLE )
PGA DLE ( 800 tahun )=C
log (500)

(2.5)

Dimana:

C adalah koefisien PGA (dilihat dari grafik)

PGA SLE adalah nilai PGA untuk strength level


T SLE adalah periode ulang (tahun) untuk strength level (100 tahun)

PGA DLE adalah nilai PGA untuk ductility level

T DLE adalah periode ulang (tahun) untuk ductility level (800 tahun)

Input data gempa lain yang dimasukkan ke dalam perhitungan analisis seismik adalah
spektrum kecepatan. Data spektrum ini terdiri dari spektrum percepatan, spektrum
percepatan, dan spektrum perpindahan (berurutan S A, SV, SD).

2.7 Analisis Fatigue


Analisis Fatigue dapat dilakukan dengan berbagai metode, yaitu metode
deterministik dan spektral. Analisis fatigue deterministik dilakukan untuk struktur yang tidak
peka terhadap gaya dinamik dan untuk kondisi dimana semua gelombang yang
menyebabkan fatigue memiliki periode gelombang yang panjang.

Metode analisis fatigue yang yang akan digunakan pada pemodelan dalam tugas
akhir ini adalah menggunakan analisis fatigue spektral. Analisis fatigue spektral melakukan
pendkatan secara statistik untuk menghitung kerusakan fatigue untuk struktur yang
mengalami pembebanan dinamik yang memiliki sifat tetap secara statistic untuk jumlah
siklus tegangan yang banyak, misalnya gaya angin dan gelombang. Metode ini
memanfaatkan spektrum gelombang dan transfer function. Dengan begitu menunjukkan
hubungan antara rasio respon struktur terhadap ketinggian gelombang sebagai fungsi dari
frekuensi gelombang untuk suatu kisaran frekuensi gelombang. Dengan demikian analisis
fatigue spektral ini memperhitungkan distribusi nyata dari energi untuk seluruh kisaran
frekuensi gelombang.

Dalam melakukan analisis fatigue, diperlukan adanya parameter-parameter yang


digunakan. Parameter-parameter tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kurva S-N
Kurva S-N merupakan karakteristik fatigue yang digunakan dari suatu bahan
yang mengalami tegangan berulang dengan besar yang sama. Kurva ini
didapatkan dari tes spesimen baja yang diberi beban berulang dengan jumlah
N siklus hingga terjadi failure. Besarnya jumlah N berbanding terbalik dengan
rentang tegangan S (selisih dari tegangan maksimum dikurangi tegangan
minimum). Kurva S-B tersebut merepresentasikan informasi karakteristik
fatigue dengan amplitudo pembebanan konstan. Berikut merupakan gambar
kurva S-N menurut API-RP2A untuk tubular joint:

Gambar 2.15 Kurva S-N


Kurva S-N dapat dinyatakan dalam persamaan matematis sebagai berikut:

N=2 x 106 ( )
ref (2.6)

Dimana:
N adalah jumlah banyaknya siklus beban sampai member mengalami

failure.
adalah rentang tegangan (teganan maksimum tegangan minimum).
ref adalah rentang pada siklus sebanyak 2 x 10 6 kali
M adalah kemiringan (gradient) pada kurva S-N
2. Aturan Miner-Palmgren
Untuk menentukan seberapa dekat nilai siklus dari rentang tegangan yang
menyebabkan failure yang kemudian disebut dengan kerusakan fatigue dapat
menggunakan aturan Miner-Palmgren sebagai berikut:
N
Napplied i
D= (2.7)
i=1 Nresisted i

Dimana:
D adalah besar kerusakan dalam 1 tahun.
Nappliedi adalah jumlah siklus pada rentang tegangan yang bekerja

pada grup ke-i.


Nresistedi adalah jumlah siklus pada rentang tegangan yang diijinkan

pada grup ke-i.


N adalah jumlah pembagian grup rentang tegangan .

3. Stress Concentration Factor


Untuk memeriksa kerusakan fatigue dari suatu batang seragam terhadap
suatu tegangan aksial adalah sangat mudah. Namun ketika bentuk struktur
kompleks akan sulit untuk menentukan variasi tegangan karena terdapat
konsentrasi-konsentrasi tegangan, khususnya ketika aliran tegangan berubah
arah secara tiba-tiba.
Terdapat tiga cara umum untuk menuntaskan permasalahan tersebut, yakni:
1. Memodelkan dengan elemen hingga.
2. S-N Curves dengan Built-in SCFs.
3. Menggunakan faktor konsentrasi tegangan atau stress concentration
factor.
Pendekatan dengan cara ini umum digunakan pada tubular joints, dimana
persamaan parametrik telah dikembangkan oleh beberapa insinyur
berdasarkan analisis elemen hingga. Persamaan-persamaan tersebut
tidak hanya dengan geometri join tetapi juga bergantung pada bagaimana
beban diaplikasikan. Itu artinya tipe join hanya dapat ditentukan setelah
distribusi beban pada struktur ditentukan. Pada kasus ini rentang
tegangan dapat didefinisikan sebagai rentang tegangan nominal dikalikan
stress concentration factor, seperti pada persamaan di bawah ini.
S=S nominal x SCF
(2.8)
Dimana:
S adalah rentang tegangan.
S nominal adalah rentang tegangan nominal.

SCF adalah stress concentration factor.

2.8 Analisis Upending


Analisis upending disini termasuk analisis lifting dan floating. Acuan gerakan floating
adalah sumbu z dimana floating bergerak vertikal ke atas dan ke bawah. Proses lifting
yang dianalisis menggunakan bantuan crane barge. Pada analisis ini kondisi
kesetimbangan yang terjadi pada struktur hanya melibatkan dua gaya yang saling
berkaitan, yakni gaya apung dan gaya berat benda itu sendiri dan satu gaya tambahan
yakni gaya angkat dari tali sling.

Kondisi kesetimbangan pada analisis ini akan berlaku apabila memenuhi persamaan
berikut:

F Z F buoyancy + F sling=W (2.9)

M X Fbuoyancy x buoyancy+ F sling x sling W x G =0 (2.10)

M Z F buoyancy z buoyancy + F sling z slingW z G =0 (2.11)

Pada analisis upending, struktur memiliki enam derajat kebebasan sebagai respon gerak.
Enam gerakan respon tersebut terdiri dari gerak translasi dan rotasi. Gerakan tersebut
adalah gerak angkat (heave), gerak angguk (pitch), gerak oleng (roll), gerak geser (sway),
gerak luncur (surge), dan gerak geleng (yaw). Namun karena proses upending biasanya
dilakukan pada kondisi laut tenang, maka seringnya tiga gerak akibat arus seperti sway,
surge, dan yaw diabaikan.
2.9 Kriteria Pemodelan Untuk Analisis Upending
Berdarkan Nobel Denton: Guidelines For The Transportation & Installation of Steel Jackets,
terdapat beberapa kriteria pemodelan seperti reserve buoyancy, seabed clearance, dan
minimum stability.

2.9.1 Reserve Buoyancy


Reserve Buoyancy yang digunakan pada analisis upending tidak kurang dari nilai yang
ditunjukkan pada Tabel 2.4 berikut:

Tabel 2.4 Reserve Buoyancy

Case Intact Damaged


Launched jacket after launch 15% 5%
During upend by ballasting,
Sufficient to maintain required seabed clearance
without crane assistance
Lifted jacket, if required to be
10% 5%
re-rigged prior to upend

2.9.2 Seabed Clearence


Clearance selama proses launching dan upending, antara member jaket yang paling
bawah dan seabed ditunjukkan dengan perhitungan dan/ atau tes model tidak kurang dari
yang ditunjukkan pada table berikut. Pasang surut terendah yang diperkirakan selama
instalasi dipertimbangkan. Kombinasi dari berat jaket, kontingensi berat, posisi pusat
gravitasi, buoyancy, dan scenario kerusakan juga dipergunakan pada analisis.

Tabel 2.5 Seabed Clearence

Clearance after allowing for all tolerances (including weight,


Case tide, CoG & site survey)
Intact Damaged
During launch Greater of 10% of water
> 0m
depth or 5m
During upend by controlled
ballasting, with or without 5m > 0m
crane assist
Self-upending jacket during Greater of 10% of water
> 0m
upend depth or 5m

2.9.3 Minimum Stability


Kestabilan benda terapung dapat diketahui dengan melihat letak titik metasentrik dan
hubungannya dengan titik lain. Kondisi kestabilan dapat dipenuhi apabila titik metasentrik
(M) berada di atas titik berat benda (G). Dengan demikian jarak garis GM bernilai prositif
dan benda akan mendapatkan efek dari righting moment yang cenderung membalikkan
benda ke posisi semula.

Tinggi metasentis minimum setelah launching dan selama upending sebaiknya tidak
kurang dari nilai yang ditunjukkan pada tabel .. berikut.

Tabel 2.6 Minimum GM

Case Intact GM Damaged GM


After launch, transerve, and 0.5 m 0.2 m
longitudinal
During upend, transverse 0.5 m 0.2 m
During upend, longitudinal > 0.0 m* > 0.0 m*
After upending, before final 0.5 m 0.2 m
positioning, both direction

Anda mungkin juga menyukai