Anda di halaman 1dari 40

REFERAT November 2018

“GOUT ATHRITIS”

Oleh :
HERDYANSYAH USMAN
N 111 18 016

Pembimbing :
dr. WINARTI A, Sp. PD

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD UNDATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Artritis gout atau yang biasa dikenal dengan artritis pirai adalah suatu
penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan
atau akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan ekstraseluler. Artritis gout
merupakan suatu penyakit metabolik yang terkait dengan peradangan sendi akibat
peningkatan kadar asam urat dalam darah/hiperurisemia. Hiperurisemia adalah
suatu keadaan dimana kadar asam urat serum diatas normal yaitu lebih dari 7 mg/dL
pada laki-laki dan lebih dari 6 mg/dL pada wanita 1. Keadaan hiperurisemia terjadi
akibat ekskresi asam urat menurun atau sintesis asam urat meningkat. Keadaan
sintesis asam urat meningkat diakibatkan oleh pengaruh asupan makanan yang
tinggi akan purin, faktor genetik dan asupan alkohol. Peningkatan asam urat dalam
darah merupakan faktor utama terbentuknya kristal-kristal monosodium urat
(MSU) yang terdeposit dalam sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-kristal tersebut
berbentuk seperti jarum dan apabila menumpuk maka akan memicu reaksi
peradangan, bila berlanjut maka akan menimbulkan nyeri hebat di daerah terkait2.

Prevalensi hiperurisemia cenderung meningkat baik pada negara maju


maupun negara berkembang dalam beberapa dekade terakhir ini. Hal tersebut
dipengaruhi oleh kondisi geografis, etnis dan konstitusi faktor genetik. Prevalensi
penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan penderita perempuan dengan rasio 2-
7:1 yang proporsi puncaknya pada usia lima puluhan. Penelitian meta-analisis di
Cina pada tahun 2011 mendapatkan prevalensi hiperurisemia sebesar 21,6% pada
pria dan 8,6% pada wanita. Jumlah kejadian artritis gout di Indonesia masih belum
jelas karena data yang masih sedikit. Hal ini disebabkan negara Indonesia memiliki
berbagai macam jenis etnis dan kebudayaan sehingga kejadian artritis gout lebih
banyak variasi namun telah dilakukan penelitian untuk mencari prevalensi
hiperurisemia. Penderita artritis gout pada pria terjadi pada usia yang lebih muda
yaitu pada usia di bawah 34 tahun sebesar 32% 2. Pada wanita, kadar asam urat
umumnya rendah dan meningkat setelah usia menopause. Prevalensi di desa

1
Tenganan Pegrisingan Karangasem, Bali pada tahun 2011 didapatkan sebesar 28%.
Di daerah Minahasa pada tahun 2003, proporsi kejadian artritis gout sebesar 29,2%
dan pada etnik tertentu di Ujung Pandang sekitar 50% penderita rata-rata telah
menderita gout 6,5 tahun atau lebih setelah keadaan menjadi lebih parah3.

Oleh karena itu, semakin cepat dan tepat dalam mencegah dan mengobati
serangan gout akut maka dapat mengurangi insiden dan prevalensi artritis gout yang
terjadi khususnya di Indonesia, maka referat ini akan membahas kriteria diagnosis
dan penatalaksanaan dari artritis gout.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi

Prevalensi hiperurisemia cenderung meningkat baik pada negara maju


maupun negara berkembang dalam beberapa dekade terakhir ini. Hal tersebut
dipengaruhi oleh kondisi geografis, etnis dan konstitusi faktor genetik. Prevalensi
penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan penderita perempuan dengan rasio 2-
7:1 yang proporsi puncaknya pada usia lima puluhan. Penelitian meta-analisis di
Cina pada tahun 2011 mendapatkan prevalensi hiperurisemia sebesar 21,6% pada
pria dan 8,6% pada wanita2.

Jumlah kejadian artritis gout di Indonesia masih belum jelas karena data
yang masih sedikit. Hal ini disebabkan negara Indonesia memiliki berbagai macam
jenis etnis dan kebudayaan sehingga kejadian artritis gout lebih banyak variasi
namun telah dilakukan penelitian untuk mencari prevalensi hiperurisemia.
Penderita artritis gout pada pria terjadi pada usia yang lebih muda yaitu pada usia
di bawah 34 tahun sebesar 32% 2. Pada wanita, kadar asam urat umumnya rendah
dan meningkat setelah usia menopause. Prevalensi di desa Tenganan Pegrisingan
Karangasem, Bali pada tahun 2011 didapatkan sebesar 28%. Di daerah Minahasa
pada tahun 2003, proporsi kejadian artritis gout sebesar 29,2% dan pada etnik
tertentu di Ujung Pandang sekitar 50% penderita rata-rata telah menderita gout 6,5
tahun atau lebih setelah keadaan menjadi lebih parah3.

2.2 Etiologi

Seperti yang telah dijelaskan bahwa penyebab dari gout adalah


hiperurisemia. Penyebab hiperurisemia dan gout dapat dibedakan dengan
hiperurisemia primer, sekunder dan idiopatik. Hiperurisemia dan gout primer
adalah hiperurisemia dan gout tanpa disebabkan penyakit atau penyebab lain.

3
Hiperurisemia dan gout sekunder adalah hiperurisemia atau gout disebabkan karena
penyakit lain atau penyebab lain. Hiperurisemia dan gout idiopatik adalah
hiperurisemia yang tidak jelas penyebab primer, kelainan genetik, tidak ada
kelainan fisiologi atau anatomi yang jelas.

Hiperurisemia dan gout primer terbagi menjadi dua yaitu dengan kelainan
molekular yang masih belum jelas dan hiperurisemia primer karena adanya
kelainan enzim spesifik.

Hiperurisemia dengan kelainan molekular yang masih belum jelas dapat


disebabkan oleh dua faktor utama yaitu meningkatnya produksi asam urat dalam
tubuh dan pengeluaran asam urat melalui ginjal yang kurang adekuat namun dengan
etiologi yang tidak diketahui.

Hiperurisemia dengan kelainan enzim spesifik yaitu dengan meningkatknya


produksi asam urat dalam tubuh dapat disebabkan oleh sintesis atau pembentukan
asam urat yang berlebihan oleh karena defisiensi sebagian dari enzim hipoksantin
guanine fosforibosil-transferase (HGPRT) yang dapat ditemukan pada sindrom
Kelley-Seegmiller.5 Selain itu peningkatan aktivitas varian dari enzim
phoribosylpyrophosphatase (PRPP) sintetase sehingga menyebabkan overproduksi
asam urat.

Hiperurisemia primer karena ekskresi asam urat yang kurang adekuat


(underexcretion) kemungkinan disebabkan karena faktor genetik. Hal tersebut
ditandai dengan kadar fractional uric acid clearance pada hiperurisemia primer tipe
underexcretion didapatkan lebih rendah dari orang normal.5

Hiperurisemia dan gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu


kelainan yang menyebabkan peningkatan de novo biosynthesis, yaitu kelainan yang
menyebabkan peningkatan degradasi ATP atau pemecahan asam nukleat dan
kelainan yang menyebabkan underexcretion. Kelainan karena peningkatan de novo
biosynthesis terdiri dari kekurangan menyeluruh enzim HPRT pada sindrom Lesh-
Nyhan, kekurangan enzim glucose 6-phosphatase pada glycogen storage disease

4
(Von Gierkee) dan kelainan karena kekurangan enzim fructose-1-phosphate
aldolase.5

2.3 Patofisiologi

Metabolisme asam urat

Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme purin. Purin


merupakan hasil metabolisme asam nukleat yang secara langsung diubah dari
makanan. Pemecahan nukelotida purin terjadi di semual sel, tetapi asam urat hanya
dihasilkan oleh jaringan yang mengandung xanthine oxsidase (XO) terutama di
hepar dan usus kecil. Rerata sintesis asam urat endogen setiap harinya adalah 300-
600 mg per hari, dari diet 600 mg per hari lalu diekskresikan ke urin rerata 600 mg
per hari dan ke usus sekitar 200 mg per hari. Pada keadaan normal, 90% metabolit
nukleotid (adenine, guanine dan hipoxantin) dipakai kembali untuk membentuk
adenine monophosphat (AMP), inosinemonophosphat (IMP) dan guanine
monophosphate (GMP) oleh enzim adenine phosphoribosyltransferase (APRT)
dan hypoxantine guanine phosphoribosyltransferase (HGPRT).3 Dua pertiga total
urat tubuh berasal dari pemecahan purin endogen, hanya sepertiga yang berasal dari
diet yang mengandung purin. Pada pH netral, asam urat dalam bentuk ion asam urat
(monosodium urat) banyak terdapat dalam darah.

Sintesis asam urat dimulai dari terbentuknya basa purin dari gugus ribosa,
yaitu 5-phosporibosyl-1-porphosphat (PRPP) yang didapat dari ribose 5 fosfat
yang disintesis dengan ATP (adenosinetriphosphate) dan merupakan sumber gugus
ribosa.3 Reaksi pertama, PRPP bereaksi dengan glutamin membentuk
fosforibosilamin yang mempunyai sembilan cincin purin. Reaksi ini kemudian
dikatalisis oleh PRPP glutamil amidotransferase, suatu enzim yang dihambat oleh
produk nukleotida IMP, AMP dan GMP.3 Ketiga nukleotida ini juga menghambat
produksi nukelotida purin dengan menurunkan kadar substrat PRPP. IMP
merupakan nukleotida purin pertama yang dibentuk dari gugus glisin dan
mengandung basa hipoxanthine. IMP berfungsi sebagai titik cabang dari nukelotida

5
adenine dan guanine. AMP berasal dari IMP melalui penambahan sebuah gugus
amino aspartate ke karbon enam cincin purin dalam reaksi yang memerlukan
guanosine triphosphate (GTP).3 GMP berasal dari IMP melalui pemindahan satu
gugus amino dari amino glutamin ke karbon dua cincin purin, reaksi ini
membutuhkan ATP. Selanjutnya AMP mengalami deaminasi menjadi inosin,
kemudian IMP dan GMP mengalami defosforilasi menjadi inosin dan guanosin.3
Basa hypoxanthine terbentuk dari IMP yang mengalami defosforilasi dan diubah
oleh xanthine oxidase menjadi xhantine serta guanine akan mengalami deaminasi
untuk menghasilkan xanthine juga. Xhantine akan diubah oleh xhantine oxidase
menjadi asam urat.

Gambar 1. Metabolsime asam urat.1

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa asam urat dalam peredaran
darah dalam bentuk monosodium urat (MSU). Apabila konsentrasi MSU dalam
plasma berlebih atau dalam keadaan hiperurisemia yaitu lebih dari 7,0 mg/dL maka
akan membentuk kristal. Hal ini terjadi dikarenakan kristal MSU tersebut tingkat

6
kelarutan dalam plasma sangat rendah. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya
serangan artritis gout pada penderita hiperurisemia belum diketahui pasti. Diduga
kelarutan asam urat dipengaruhi oleh pH, suhu dan ikatan antara asam urat dan
protein plasma.

Kristal MSU yang menumpuk akan berinteraksi dengan fagosit melalui dua
mekanisme. Mekanisme pertama adalah dengan mengaktifkan sel-sel melalui rute
konvensional yaitu opsonisasi dan fagositosis serta mengeluarkan mediator
inflamasi.3 Mekanisme kedua adalah MSU berinteraksi langsung dengan membran
lipid dan protein melalui membran sel dan glikoprotein pada fagosit. Dari interaksi
tersebut mengaktivasi beberapa jalur transduksi seperti protein G, fosfolipase C dan
D, Srctyrosine-kinase, ERK1/ERK2, c-Jun N-terminal kinase, dan p38 mitogen-
activated protein kinase. Mediator-mediator tersebut akan menginduksi
pengeluaran interleukin (IL) pada sel monosit dan merupakan faktor penentu
terjadinya akumulasi neutrofil.3

Pengenalan kristal MSU atau desensitisasi diperantarai oleh Toll-like


receptor (TLR) 2 dan TLR 4 yang kemudian kedua reseptor tersebut beserta TLR
protein penyadur MyD88 mendorong terjadinya fagositosis. Proses pengenalan
oleh TLR 2 an 4 akan mengaktifkan faktor transkripsi nuclear factor-kB dan
menghasilkan berbagai macam faktor inflamasi. Proses fagositosis MSU
mengahasilkan reactive oxygen species melalui NADPH oksidase. Keadaan
tersebut mengakitfkan NLRP3, MSU juga menginduksi pelepasan ATP yang
nantinya akan mengaktifkan P2X7R. Ketika P2X7R diaktifkan akan terjadi proses
pengeluaran cepat kalium dari dalam sel yang merangsang NLRP3. Kompleks
makro molekular yang disebut dengan inflamasom terdiri dari NLRP3, ASC dan
pro-caspase-1 dan CARDINAL. Semua proses diatas nantinya akan menghasilkan
IL-1alfa.3

Salah satu komponen utama pada inflamasi akut adalah pengaktifan


vascular endothelial yang menyebabkan vasodilatasi dengan peningkatan aliran
darah, peningkatan permeabilitas terhadap protein plasma dan pengumpulan

7
leukosit ke dalam jaringan.3 Aktivasi endotel akan menghasilkan molekul adhesi
seperti E-selectin, intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan vascular cell
adhesion molecule-1 (VCAM-1) yang kemungkinan disebabkan karena adanya
faktor TNF-alfa yang dikeluarkan oleh sel mast.3

Neutrofil berkontribusi pada proses inflamasi melalui faktor kemotaktik


yaitu sitokin dan kemokin yang berperan pada adhesi endotel dan proses
transmigrasi. Sejumlah faktor yang diketahui berperan dalam proses artritis gout
adalah IL-1alfa, IL-8, CXCL1 dan granulocyte stimulating-colony factor.3

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kadar MSU dalam darah
dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu produksi dan ekskresi. Apabila kedua faktor tersebut
terganggu maka akan memengaruhi kadar MSU, bisa berlebih ataupun bisa
berkurang. Hiperurisemia adalah kadar MSU dalam darah yang berlebih yaitu lebih
dari 7 mg/dL. Ada beberapa faktor yang memengaruhi hiperurisemia antaralain:

 Nutrisi
MSU merupakan produk hasil metabolisme dari purin. Purin merupakan
suatu senyawa basa organic yang menyusun asam nukleat atau asam inti
dari sel dan termasuk dalam kelompok asam amino, unsur pembentuk
protein. Makan-makanan yang mengandung purin tinggi (150 – 180 mg/100
gram) misalnya jeroan baik dagin sapi, kambing maupun babi, makanan
hasil laut (seafood), kacang-kacangan, bayam, jamur, kembang kol, sarden,
kerang, minuman beralkohol.1 Gaya hidup seseorang yang senang dengan
makanan-makanan yang disebut diatas berisiko tinggi terjadinya
hiperurisemia asimptomatik maupun serangan gout akut. Namun terdapat
makanan yang tinggi purin yang tidak meningkatkan kadar MSU. Makanan
tersebut bersumber dari nabati seperti asparagus, polong-polongan,
kembang kol dan bayam.
 Obat-obatan
Seseorang yang mengonsumsi obat-obatan diuretika seperti furosemide dan
hidroklorotiazida, obat-obatan kanker, vitamin B12 dapat meningkatkan

8
kadar MSU dalam darah yaitu dengan meningkatkan absorbsi asam urat di
ginjal sehingga menurunkan ekskresi asam urat urin.3
 Obesitas
Kelebihan berat badan (IMT>25 kg/m2) dapat meningkatkan kadar asam
urat dan juga memberikan beban penopang sendi tubuh yang lebih berat.
Obesitas berkaitan dengan resistensi insulin. Insulin diduga meningkatkan
reabsorbsi asam urat pada ginjal melalui urate dependent anion transporter-
1 (URAT1) atau melalui sodium dependent anion cotransporter pada brush
border yang terletak pada membran ginjal bagian tubulus proksimal.3 Hal
ini mengakibatkan gangguan pada proses fosforilasi oksidatif sehingga
kadar adneosin dalam tubuh meningkat. Peningkatan adenosine dalam
tubuh menyebabkan retensi sodium, asma urat dan air oleh ginjal.3
 Usia
Hiperurisemia dapat terjadi pada semua tingkat usia namun kejadian ini
meningkat pada laki-laki dewasa berusia lebih dari 30 tahun dan wanita
setelah menopause atau berusia lebih dari 50 tahun. Hal ini disebabkan oleh
karena pada usia ini wanita mengalami gangguan produksi hormon
estrogen. Hormon tersebut berisfat urikosurik yaitu meningkatkan ekskresi
asam urat dalam urin.
 Genetik
Mutasi genetik dapat diasosiasikan dengan kelebih produksi asam urat atau
memengaruhi ekskresi asam urat oleh karena defek sistem transport asam
urat pada ginjal. Orang-orang berkulit hitam juga memiliki risiko tinggi
terjadinya hiperurisemia.

9
Gambar 2. Lokasi Serangan Gout pada umumnya10.

2.4 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis artritis gout terdapat beberapa tahapan yaitu terdiri dari
artritis gout asimptomatik, artritis gout akut, interkritikal gout dan gout menahun
dengan tofus.

1. Asimptomatik artritis gout


Merupakan tahap pertama hiperurisemia dan bersifat tanpa
gejala/asimptomatik. Kondisi ini dapat terjadi untuk beberapa jangka waktu
lama dan ditandai dengan penumpukan asam urat pada jaringan yang
bersifat silent.1,3 Pada tahap ini harus diupayakan untuk menurunkan kadar
asam urat dalam darah dengan mengubah pola makan atau gaya hidup.
2. Akut artritis gout
Tahap ini terjadi radang sendi yang timbul sangat cepat dan dalam waktu
yang singkat. Radang sendi muncul tiba-tiba ketika bangun pagi, pasien
akan merasakan sakit yang hebat sampai kesulitan dalam berjalan. Radang
sendi biasanya terjadi pada salah satu sendi pada ekstremitas atas atau
bawah (monoartikuler) dengan keluhan utama nyeri seperti tertusuk-tusuk,

10
bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa demam,
menggigil dan merasa lelah. Pada 50% kasus, serangan artritis gout akut
terjadi pada metatarsophalangeal-1 (MTP-1) yang biasa disebut dengan
podagra.3 Apabila berlanjut dan tidak terobati maka serangan dapat bersifat
poliartikular yaitu terjadi pada sendi-sendi lainnya misalnya sendi lutut,
pergelangan kaki, sendi-sendi pada jari tangan, dll, selain itu dapat timbul
rekurensi yang multipel, interval antara serangan singkat dan tidak menentu.

Gambar 1. Arthritis Gout Pada MTP 1.1

3. Interkritikal gout
Fase ini merupakan kelanjutan daripada serangan akut gout dan biasanya
dapat sembuh sendiri walaupun tidak diobati. Setelah serangan terdapat
interval waktu atau jeda waktu dimana pasien tidak timbul gejala dan
sifatnya asimptomatik. Fase ini merupakan interkritikal. Secara klinis tidak
menimbulkan gejala namun pada aspirasi sendi dapat ditemukan kristal urat
yang menunjukkan bahwa proses peradangan tetap berlanjut atau
kemungkinan deposit asam urat secara silent.1,3 Keadaan ini dapat terjadi
satu atau beberapa kali pertahun atau dapat sampai 10 tahun tanpa serangan
akut.
4. Gout menahun dengan tofus

11
Pada stadium ini umumnya disertai dengan tofus yang banyak dan bersifat
poliartikuler. Tofus terbentuk pada masa artritis gout kronis akibat
insolubilitas (kemampuan kelarutan relatif asam urat). Tempat-tempat yang
sering dihinggapi adalah bursa olecranon, tendon Achilles, permukaan
ekstensor lengan bawah, bursa infrapatelar dan heliks telinga. Tofus dapat
menghilang apabila diterapi dengan cepat. Tofus yang besar dapat
dilakukan ekspirasi namun hasilnya kurang memuaskan.3 Pada stadium ini
biasanya tofus disertai dengan penyakit ginjal menahun. Tofus biasanya
sangat sulit dibedakan dengan nodul pada artirits rheumatoid sehingga perlu
observasi yang lebih teliti untuk menegakkan diagnosis gout menahun.

2.5 Pemeriksaan klinis

Pada pemeriksaan klinis dapat ditentukan dengan anamnesa, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosa asam urat dilakukan dengan
pemeriksaan lewat laboratorium, pemeriksaan radiologis dan cairan sendi. Pada
anamnesa terutama ditujukan untuk mendapatkan faktor keturunan dan kelaianan
atau penyakit lain sebagai penyebab sekunder hiperurisemia. Pertanyaan yang dapat
menggali seperti adakah keluarga yang menderita hiperurisemia dan gout,
kebiasaan pasien meminum alkohol, memakan obat-obatan tertentu secara teratur,
adanya kelaianan darah, kelaianan ginjal atau penyakit lainnya.

Pemeriksaan fisik sama seperti anamnesa yaitu mencari kelaianan atau


penyakit sekunder hiperurisemia terutama tanda-tanda anemia atau phletora,
pembesaran organ limfoid, keadaan kardiovaskular dan tekanan darah, keadaan dan
tanda kelaianan ginjal serta kelaianan pada sendi.

Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk mengarahkan dan memastikan


penyebab hiperurisemia. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berdasarkan
perkiraan diagnosis setelah dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik lengkap.
Pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan adalah kadar asam urat dalam darah
dan urin 24 jam. Kadar asam urat dalam urin 24 jam penting dikerjakan untuk

12
mengetahui apakah penyebab hiperurisemia disebabkan oleh overproduction atau
underexcretion. Kadar asam urat dalam urin 24 jam pada orang normal adalah
dibawah 600 mg/hari.5 Pemeriksaan cairan sendi yang dilakukan dibawah
mikroskop untuk melihat Kristal urat atau monosodium urate (Kristal MSU) dalam
cairan sendi. Hal ini dilakukan dengan mengaspirasi cairan sendi dengan
menggunakan spuit. Selanjutnya adalah pemeriksaan dengan rontgen. Pemeriksaan
ini sebaiknya dilakukan diawal setiap pemeriksaan sendi. Pemeriksaan ini paling
efektif apabila penyakit sudah berlangsung kronis dan sering kumat, bahkan apabila
tidak membaik dianjurkan untuk dilakukan magnetic resonance imaging (MRI).5
Hal ini dilakukan untuk melihat kelaianan baik pada sendi maupun pada tulang dan
jaringan di sekitar sendi.

2.6 Kriteria Diagnostik

Kriteria diagnostik gout bertujuan untuk memudahkan dan membantu


klinisi dalam identifikasi akut artritis gout dengan gold standart yaitu tetap
berdasarkan dari pemeriksaan fisik. Kriteria diagnosis ini telah disepakati oleh
American College of Rheumatology (ACR) dan European League Against
Rheumatism (EULAR) pada tahun 2015.6 Menurut kriteria yang dibuat oleh kedua
badan internasional tersebut, ada beberapa langkah yang harus diidentifikasi untuk
memenuhi syarat kriterianya. Langkah pertama adalah entry criterion, yang
ditandai dengan pada pasien terdapat satu episode bengkak, nyeri atau sensitive
terhadap nyeri di daerah peripheral joint atau di bursa.6 Kemudian langkah kedua
adalah sufficient criterion yaitu adanya bukti jelas kristal MSU pada sendi atau
bursa yang mengalami keluhan tersebut atau adanya presentasi tofus.6 Apabila
pasien memenuhi kriteria pada langkah kedua maka pasien tidak perlu memenuhi
kriteria selanjutnya pada langkah ketiga, artinya diagnosis pasien sudah tegak
mengalami artritis gout. Langkah ketiga yaitu criteria, digunakan apabila pada
langkah kedua tidak terjadi pada pasien.6 Pada langkah ketiga terbagi menjadi dua
poin untuk menegakkan diagnosis yaitu:

13
 Secara klinis
o Pola lokasi nyeri yang bersangkutan saat episode
gejala/simptomatis. Hal tersebut dapat terjadi secara monoartikular
atau poliartikular, umumnya di ankle atau mid-foot dapat
disertai/tidak dengan keterlibatan sendi metatarsophalangeal.
o Karakteristik dari episode simptomatisnya. Terdapat tiga
karakteristik yaitu adakah eritema disekitar sendi-sendi yang
terserang (dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik oleh klinisi atau
keluhan utama pasien datang berobat), pasien tidak berani untuk
menyentuh bagian-bagian yang terserang dan keluhan tersebut dapat
disertai dengan kesulitan untuk berjalan atau ketidakmampuan
untuk menggunakan sendi-sendi yang terlibat.
o Lamanya serangan tanpa memperdulikan penggunaan anti-
inflamasi. Kriterianya yaitu lamanya nyeri maksimal kurang dari 24
jam, mengalami resolusi gejala dalam waktu kurang dari 14 hari dan
resolusi komplit yang terjadi diantara episode simptomatik.
o Bukti klinis dari tofus. Hal ini ditandai dengan adanya nodul
subkutaneus yang kering atau putih seperti kapur. Lokasi yang
sering terkena di sendi, daun telinga, bursa olecranon, pada jari dan
tendon (Achilles).
 Laboratorium
o Kadar serum urat. Idealnya pasien diperiksa kadar serum uratnya
saat tidak mengonsumsi ULT dan lebih dari 4 minggu setelah awal
episode serangan
o Analisis cairan sendi/synovial yang diaspirasi dari sendi atau bursa
yang bersangkutan
 Imaging
o Adanya bukti nyata deposit urat pada sendi atau bursa yang
mengalami gejala yang dideteksi menggunakan ultrasound evidence
of double contour sign atau dual-energy computed tomography.6

14
o Adanya bukti kerusakkan sendi yang diduga oleh karena gout
dengan radiografi konvensional pada tangan atau kaki serta
menunjukkan paling sedikit satu erosi.6

Table 2

The ACR/EULAR gout classification criteria*

Categories Score

At least 1 episode of swelling,


Step 1: Entry criterion (only apply criteria below
pain, or tenderness in a
to those meeting this entry criterion)
peripheral joint or bursa

Presence of MSU crystals in a


Step 2: Sufficient criterion (if met, can classify as
symptomatic joint or bursa
gout without applying criteria below)
(ie, in synovial fluid) or tophus

Step 3: Criteria (to be used if sufficient criterion


not met)

Clinical

Ankle or mid-foot (as part of


monoarticular or
Pattern of joint/bursa involvement during
oligoarticular episode without 1
symptomatic episode(s) ever
involvement of the first
metatarsophalangeal joint

Involvement of the first


metatarsophalangeal joint (as
2
part of monoarticular or
oligoarticular episode)

15
Categories Score

Characteristics of symptomatic episode(s) ever


▸ Erythema overlying affected joint (patient-
reported or physician-observed) One characteristic 1
▸ Can't bear touch or pressure to affected Two characteristics 2
joint Three characteristics 3
▸ Great difficulty with walking or inability to
use affected joint

Time course of episode(s) ever


Presence (ever) of ≥2, irrespective of anti-
inflammatory treatment: ▸ Time to
One typical episode 1
maximal pain <24 h ▸ Resolution of
Recurrent typical episodes 2
symptoms in ≤14 days ▸ Complete
resolution (to baseline level) between
symptomatic episodes

Clinical evidence of tophus


Draining or chalk-like subcutaneous nodule
under transparent skin, often with overlying
Present 4
vascularity, located in typical locations: joints,
ears, olecranon bursae, finger pads, tendons (eg,
Achilles)

Laboratory

Serum urate: Measured by the uricase method.


Ideally should be scored at a time when the <4 mg/dL (<0.24 mmol/L)†
patient was not receiving urate-lowering 6–<8 mg/dL (0.36–<0.48 −4
treatment and it was >4 weeks from the start of mmol/L) 2
an episode (ie, during the intercritical 8–<10 mg/dL (0.48–<0.60 3
period); if practicable, retest under those mmol/L) 4
conditions. The highest value irrespective of ≥10 mg/dL (≥0.60 mmol/L)
timing should be scored

16
Categories Score

Synovial fluid analysis of a symptomatic (ever)


joint or bursa (should be assessed by a trained MSU negative −2
observer)‡

Imaging§

Imaging evidence of urate deposition in


symptomatic (ever) joint or bursa: ultrasound
Present (either modality) 4
evidence of double-contour sign¶ or DECT
demonstrating urate deposition**

Imaging evidence of gout-related joint


damage: conventional radiography of the hands Present 4
and/or feet demonstrates at least 1 erosion††

Gambar 2. Diagnosis Kriteria Gout menurut ACR dan EULAR 2015. 6

Ket. : Max. Score Is 23. Treshold to classify as gout is 8.

2.7 Penatalaksanaan

Manejemen penatalaksanaan pada setiap penyakit dibagi menjadi 2 yaitu


secara farmakologis dan non-farmakologis. Secara farmakologis, tujuan
pengobatan pada penderita artritis gout adalah untuk mengurangi rasa nyeri,
mempertahankan fungsi sendi dan mencegah terjadinya kelumpuhan. Terapi yang
diberikan harus dipertimbangkan sesuai dengan berat ringannya artritis gout dan
berdasarkan kondisi objektif penderita dan perawatan komorbiditas.

 Tatalaksana farmakologis

17
EULAR tahun 2016 mengeluarkan beberapa butir rekomendasi dalam
penanganan pasien dengan serangan gout akut dan terapi selanjutnya yaitu:7

1. Terapi lini pertama  Kolkisin (serangan dalam Dosis:


serangan gout 12 jam pertama) pada hari Kolkisin: 1 mg/hari (dalam
pertama dan/atau jam pertama) kemudian
NSAID+PPI dan dilanjutkan 0,5 mg (1 jam
kortiksteroid oral setelahnya) pada hari pertama
 Rekomendasi: kombinasi serangan
kolkisin dan NSAID atau
kolkisin dan kortikosteroid Kortikosteroid oral:
oral prednisolon 30-35 mg/hari
 Kontraindikasi NSAID dengan pengobatan kurang
dan kortikosteroid oral: lebih 3-5 hari
pada pasien dengan
gangguan ginjal berat
 Kontraindikasi kolkisin:
pasien yang menjalani
terapi P-glycoprotein
dan/atau CYP3A4
inhibitor seperti
siklosporin atau
klaritromisin
2. Terapi serangan gout  Anti-IL beta Dosis
berulang dan kontraindikasi  Anti-IL 1 Canakinumab 150 mg iv
terhadap terapi lini pertama  Indikasi: pada pasien subkutan, pengobatan selama
yang kontraindikasi, 3 hari
intoleransi dan tidak
respon dengan terapi Anti-IL1 100 mg, pengobatan
NSAID dan/atau kolkisin selama 3 hari
 Kontraindikasi IL-1:
pasien dengan infeksi
berat atau sepsis
3. Terapi profilaksis dari  Kolkisin Dosis
serangan gout  NSAID Kolkisin 0,5-1 mg/hari
 Diberikan 6 bulan
setelah menjalani terapi NSAID:
obat penurun asam Naproxen 250 mg, 2x1 tablet
urat/uric lower therapy (dosis rendah)
(ULT)
 Kontraindikasi kolkisin:
pasien yang menjalani
terapi P-glycoprotein
dan/atau CYP3A4
inhibitor seperti

18
siklosporin atau
klaritromisin
 Kontraindikasi NSAID:
pada pasien dengan
gangguan ginjal berat
4. Terapi Uric Lower  Diberikan pada pasien Dosis
Therapy (ULT) yang mengalami serangan Allopurinol 200-300 mg/hari
gout akut lebih dari 2
kali/tahun, terdapat tophi,
artropati urat dan atau
batu ginjal.
5. Monitoring pada pasien  Serum asam urat harus
dengan terapi ULT dimonitor dan dijaga < 6
mg/dL
 Kadar serum urat < 5
mg/dL harus dicapai pada
pasien dengan gout berat
yang ditandai dengan
tophi, artropati kronik dan
serangan yang sering
 Kadar asam urat < 3
mg/dL tidak
direkomendasi dengan
terapi ULT jangka
panjang
6. Inisisasi terapi ULT  Pada saat awal terapi ULT Dosis
harus menggunakan dosis Allopurinol
rendah yang kemudian Dosis awal: 100 mg/hari,
dosis di tritasi sampai kemudian ditingkatkan
kadar serum asam urat menjadi 600-800 mg/hari
mencapai target yaitu < 6
mg/dL Febuxostat
 Kadar asam urat harus Dosis: 80-120 mg/hari
dijaga < 6 mg/dL seumur
hidup Urikosurik
 Obat yang digunakan Benzbromarone
adalah kombinasi Dosis: 50-200 mg/hari
allopurinol dengan
urikosurik, febuxostat Probenesid
(menjadi pilihan apabila Dosis: 1-2 g/hari
pasien tidak respon
dengan kadar asam urat
belum mencapai target)
7. Terapi ULT pada pasien  Pada pasien seperti ini,
dengan gangguan ginjal berat dosis alluporinol yang
dipakai maksimum harus
di setarakan dengan
klirens kreatinin. Apabila
target serum asam urat
tidak tercapai, maka

19
diganti dengan febuxostat
atau benzbromaron
dengan atau tanpa
allopurinol, termasuk pada
pasien dengan laju filtrasi
glomerulus < 30
mL/menit
8. Terapi ULT pada pasien  Pegloticase, ULT yang
dengan kronik gout tofus dan sangat kuat berasal dari
angka harapan hidup rendah strain yang dimodifikasi
secara genetik dari kuman
Escherichia coli yang
mengkatalisasi oksidasi
dari asam urat menjadi
bentuk yang mudah larut
yaitu allantoin

9. Terapi pada pasien yang  Segera mengganti obat


mendapatkan terapi diuretik anti-hipertensi ke
golongan seperti calcium
channel blocker (CCB)
atau apabila pasien juga
hyperlipidemia, maka
menggunakan obat
golongan statin atau
fenofibrat

20
Gambar
3.

Gambar3.Algoritma Manajemen Terapi pada Serangan Akut Gout.7

21
Gambar 4. Algoritme Manajemen Terapi Hiperurisemia. 7

 Tatalaksana non-farmakologi
Beberapa gaya hidup yang dianjurkan antara lain adalah dengan
menurunkan berat badan, mengonsumsi makanan sehat, olahraga,
menghindari rokok dan konsumsi air yang cukup. Modifikasi diet untuk
penderita obesitas adalah dengan target mencapai indeks masa tubuh yang
ideal. Diet yang terlalu ketat dan diet tinggi protein atau rendah karbohidrat
harus dihindari. Pada penderita gout dengan riwayat batu saluran kemih
disarankan untuk mengonsumsi 2 liter air tiap harinya.3

22
Gambar 5.Algoritma Manajemen Terapi pada Serangan Akut Gout.7

2.8 Komplikasi

Artritis gout dapat menyebabkan beberapa komplikasi meliputi severe


degenartive arthritis, infeksi sekunder, batu ginjal dan fraktur pada sendi. Sitokin,
kemokin, protease dan oksidan yang berperan dalam proses inflamasi akut juga
berperan pada proses inflamasi kronis sehingga menyebabkan sinovitis kronis,
destruksi kartilago dan erosi tulang.3 Kristal MSU urat mengaktivasi osteoblas
sehingga mengeluarkan sitokin dan menurunkan fungsi anabolik yang nantinya
berkontribusi terhadap kerusakan juxta artikular tulang.3

23
Selain itu nefropati gout kronik merupakan penyakit tersering yang
ditimbulkan karena hiperurisemia yang terjadi akibat dari pengendapan kristal
MSU dalam tubulus ginjal. Pada jaringan ginjal bisa terbentuk mikrotofi yang
menyumbat dan merusak glomerulus.

Artritis gout sering dikaitkan dengan peningkatan resiko terjadinya batu


ginjal. Hal tersebut dikarenakan pH urin rendah yang mendukung terjadinya asam
urat yang tidak larut. Batu ginjal atau nefrolitiasis asam urat merupakan
pembentukkan massa keras seperti batu di dalam ginjal yang dapat menyebabkan
nyeri, pendarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi.1,3 Terdapat tiga hal yang
signifikan kelainan pada urin yang digambarkan pada penderita batu ginjal yaitu
hiperurikosuria, rendahnya pH dan rendahnya volume urin.

2.9 Prognosis

Prognosis artritis gout merupakan penyakit yang tidak berdiri sendiri.


Prognosis penyakit artritis gout merupakan prognosis penyakit yang menyertainya.
Penyakit ini sering dikaitkan dengan morbiditas yang cukup besar dengan episode
serangan akut yang sering menyebabkan penderita cacat.1,3 Artritis gout yang
diterapi lebih dini dan benar akan membawa prognosis yang baik jika kepatuhan
penderita terhadap pengobatan juga baik. Jarang artritis gout sendiri yang
menyebabkan kematian atau fatalitas pada penderitanya.3 Penyakit ini biasanya
sering terkait dengan penyakit yang berbahaya lainnya dengan angka mortalitas
yang cukup tinggi seperti hipertensi, dyslipidemia, penyakit ginjal dan obesitas.

24
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Kasus
1. Identitas pasien
Nama : Tn. M
Tanggal Lahir : 10/06/1963
Alamat : Jl. Trans layana Blok E
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : 07-09-2018
Ruangan : Seroja

2. Anamnesis
a. Keluhan utama:
Nyeri pada panggul.

b. Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan utama nyeri pada panggul.
Nyeri dirasakan di daerah panggul dan menjalar hingga kaki, nyeri
terasa seperti ditekan dan dirasakan sejak 3 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri meningkat saat hendak tidur dan bangun, kemudian
sakit mereda (sakit hilang timbul). Pasien juga mengeluhkan nyeri
uluhati (+), mual (+), muntah (-) sejak masuk rumah sakit.
Sebelumnya pasien belum pernah mengalami hal serupa. Dalam hal ini
pasien tidak mengalami demam (-), Batuk (-), flu (-), pasien sering
merasa sesak napas pada saat mengalami nyeri. BAB dan BAK lancer
dengan konsistensi lunak. Pasien bukan perokok.

25
c. Riwayat Penyakit Terdahulu:
- Riwayat Gastritis disangkal

d. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga:


- Tidak ada keluarga yang menderita gejala yang sama dengan pasien
menurut keluarga.
- Tidak ada riwayat hipertensi ataupun diabetes mellitus dalam
keluarga.

e. Riwayat Sosial :
Pasien mengaku tidak mengkonsumsi obat-obatan dan dan tidak
merokok.

f. Riwayat Alergi:
Pasien menyangkal memiliki alergi terhadap makanan atau benda
tertentu.

3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum:
Kondisi : sakit sedang / compos mentis / gizi kurang
BB : 45 kg
TB : 157 cm
IMT : 18,25 kg/m2

b. Vital Sign:
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 104 kali/menit (reguler)
Pernapasan : 28 kali/menit
Suhu axilla : 36,2°C

c. Pemeriksaan Kepala

26
Kepala : normocephal, deformitas (-), jejas (-), benjolan (-)
Rambut : warna hitam, distribusi normal
Wajah : tampak lemas, warna normal, edema (-), ruam (-),
jejas (-)

Mata
– Palpebra : normal, edema (-), radang (-)
– Konjungtiva : anemis (-/-)
– Sklera : ikterik (-/-)
– Pupil : ukuran ± 2 mm, bulat, isokor, refleks pupil +/+
– Lensa : jernih, katarak (-)

Mulut
– Bibir : warna normal
– Gigi : susunan normal, karies (-), oklusi (-)
– Lidah : bentuk normal, warna merah muda, tremor (-)
– Mukosa mulut : kesan normal, lesi (-), stomatitis (-)
– Faring : warna merah muda, kesan normal
– Tonsil : ukuran T1/T1

Hidung
Bentuk simetris, deviasi (-),sekret (-), darah (-), benjolan (-).

Telinga : bentuk normal, warna normal, jejas (-)

d. Pemeriksaan leher
- Otot : eutrofi, tonus normal,
- Kelenjar getah bening : pembesaran (-), nyeri tekan (-)
- Kelenjar tiroid : pembesaran (-), nyeri tekan (-)
- JVP : R5 + 2 cm H20
- Arteri karotis : pulsasi teraba, frekuensi102 x/m, reguler
- Trakea : deviasi (-).

27
e. Pemeriksaan Paru-paru
- Inspeksi
Ekspansi dada simetris, retraksi otot interkosta (-), jejas (-), bentuk
dada normal, frekuensi napas 28x/m, pola pernapasan kesan
normal.
- Palpasi
ekspansi dada simetris, Vocal fremitus simetris kanan = kiri, nyeri
tekan (-).
- Perkusi
Bunyi sonor di semua lapang paru, batas paru-hati SIC VI linea
midclavicularis dextra.
- Auskultasi
Suara napas: Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

f. Pemeriksaan Jantung
- Inspeksi
Pulsasi di katup trikuspid, aorta, pulmonal dan ictus cordis tidak
terlihat.
- Palpasi
Pulsasi di trikuspid, aorta, pulmonal dan apeks tidak teraba.
- Perkusi
Batas atas jantung : SIC II linea parasternal sinistra
Batas kanan jantung : SIC IV linea parasternal dextra
Batas kiri jantung : SIC V linea midclavicularis sinistra
- Auskultasi
Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler, bunyi tambahan (-).

g. Pemeriksaan abdomen
- Inspeksi
Bentuk perut tidak simetris,warna kulit normal. Penonjolan(-),
Striae alba (-), Sikatriks (-).

28
- Auskultasi
Bunyi peristaltik usus terdengar, frekuensi kesan normal.
- Perkusi
Tympani (+) lapangan abdomen, nyeri ketuk (+) region epigastrium
dan region umbilicalis.
- Palpasi
o Nyeri tekan (+) pada regio epigastrium dan region umbilicalis.
o Palpasi ginjal tidak teraba, nyeri tekan (-). Nyeri ketok ginjal -
/-

h. Pemeriksaan anggota gerak


- Atas : bentuk otot eutrofi, kekuatan otot 5/5, edema -/-, dan ROM
normal
- Bawah : bentuk otot eutrofi, kekuatan otot 3/5, edema tungkai -/-,
edema MTP 1 (-/-) dan Keterbatasan gerak (-/+), Nyeri panggul (-
/+)

i. Pemeriksaan khusus
Tidak ada
4. Resume
Pasien laki-laki 55 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan utama
nyeri pada pelvis. Nyeri dirasakan di daerah pelvis dan menjalar hingga
kaki, nyeri terasa seperti ditekan dan dirasakan sejak 3 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri meningkat saat hendak tidur dan bangun,
kemudian sakit mereda (sakit hilang timbul). Pasien juga mengeluhkan
nyeri epigastium (+), nausea (+), namun vomitus (-) sejak masuk rumah
sakit. Sebelumnya pasien belum pernah mengalami hal serupa. Dalam hal
ini pasien tidak mengalami Febris (-), batuk (-), flu (-), pasien sering
merasa sesak napas pada saat mengalami nyeri . BAB dan BAK lancar
dengan konsistensi lunak. Pasien bukan perokok.. Serta pasien tidak
memiliki riwayat sebelumnya.

29
Dari pemeriksaan fisik, pada abdomen terlihat nyeri ketuk (+)
region epigastrium dan region umbilicalis. Nyeri tekan (+) pada
epigastrium dan region umbilicalis. Palpasi ginjal tidak teraba, nyeri tekan
(-). Nyeri ketok ginjal -/-. Pada ekstremitas bawah, bentuk otot eutrofi,
kekuatan otot 3/5, edema -/-, dan Keterbatasan gerak (-/+), Nyeri panggul
(-/+).

5. Diagnosis kerja
- Athralgia et causa Susp. Osteoarthritis
- Susp. Gastritis Akut

6. Diagnosis banding
- Athralgia Et Causa Gout Atrhritis
- Infeksi Saluran Kemih

7. Penatalaksanaan
a. Non medikamentosa
- Kurangi pergerakan sendi panggul.
- Jangan Sering menahan BAK.
- Menjaga pola makan.
- Perbanyak Konsumsi Air Putih
b. Medikamentosa
Berdasarkan Diagnosis Kerja
- IVFD Ringer Lactat 500 cc 20 tpm
- Ranitidine Hcl Inj. 50 mg/2 ml
- Ketorolac Inj. 30 mg/ml
- Vit. B Complex Tab. 2x1
- Meloxicam tab. 15 mg
- Sucralfat Syr 500 mg/5 ml 3 x II Cth

30
Terapi Diagnosis Akhir

- IVFD Ringer Lactat 500 cc 20 tpm


- Omeprazole Caps. 20 mg 3x1
- Methylprednisolon 4 mg 2x1
- Allopurinol tab. 100 mg 3x1
- Probenecid tab. 500 mg 2x1
- Transfusi PRC 2 Kolf

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Tanggal Jenis Hasil Nilai Interpretasi
Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan Rujukan
7-09-2018 WBC 10,3 x 103/uL 3,8 – 10,6 N
RBC 3,23 x 106/uL 4,4 – 5,9 ↓
Darah Lengkap

HGB 7,9 g/dl 13,2 – 17,3 ↓


HCT 26,9% 40 – 52 ↓
PLT 410 x 103/uL 150 – 440 N
NEUT 74,3% 0,0–99,9 % N
LYMPH 15,4% 0,0–99,9 % N
EOS 3,1 % 0,0-99,9 % N
10-09-2018 UA 8,0 3,0-7,2 ↑
GLUKOSA 74-100 mg/dl 150 ↑
Creatinine 0,7-1,3 mg/dl 1,77 ↑
Urea 18,0-55,0mg/dl 43,7 N

b. Diagnosis Akhir
- Athralgia Et Causa Gout arthritis
- Anemia

9. Prognosis
Ad Vitam : Dubia ed Bonam
Ad Functionam : Dubia ed Bonam
Ad Sanationam : Sanam

31
BAB IV
DISKUSI

Artritis gout merupakan suatu penyakit metabolik yang terkait dengan


peradangan sendi akibat peningkatan kadar asam urat dalam darah/hiperurisemia.
Hiperurisemia adalah suatu keadaan dimana kadar asam urat serum diatas normal
yaitu lebih dari 7 mg/dL pada laki-laki dan lebih dari 6 mg/dL pada wanita. Keadaan
hiperurisemia terjadi akibat ekskresi asam urat menurun atau sintesis asam urat
meningkat.
Pada pemeriksaan klinis dapat ditentukan dengan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosa asam urat dilakukan dengan
pemeriksaan lewat laboratorium, pemeriksaan radiologis dan cairan sendi. Pada
anamnesa terutama ditujukan untuk mendapatkan faktor keturunan dan kelaianan
atau penyakit lain sebagai penyebab sekunder hiperurisemia. Pertanyaan yang dapat
menggali seperti adakah keluarga yang menderita hiperurisemia dan gout,
kebiasaan pasien meminum alkohol, memakan obat-obatan tertentu secara teratur,
adanya kelaianan darah, kelaianan ginjal atau penyakit lainnya.

Pemeriksaan fisik sama seperti anamnesa yaitu mencari kelaianan atau


penyakit sekunder hiperurisemia terutama tanda-tanda anemia atau phletora,
pembesaran organ limfoid, keadaan kardiovaskular dan tekanan darah, keadaan dan
tanda kelaianan ginjal serta kelaianan pada sendi.
Dikaitkan dengan pasien laki-laki dengan usia 55 tahun dengan gejala klinis
pada pasien sebenarnya belum khas mengarah pada kondisi Gout Arthritis, dimana
terdapat keluhan nyeri unilateral (monoartikular) area panggul sebelah kiri terutama
pagi hari, nausea, dan sesak napas saat nyeri. Keluhan yang dirasakan antara
penyakit gout arthritis, Reumatoid arthritis dan Osteoarthritis arthritis hampir sama.
Hanya saja ada beberapa keluhan yang membedakan secara spesifik.
Pemeriksaan fisik pada pasien juga belum dapat mengarahkan secara
spesifik diagnosis penyakit karena hanya ditemukan keterbatasan gerak pada

32
articulatio pelvicofemoralis sinistra . Hal ini juga biasa ditemukan pada pasien
pasien Osteoarthritis.
Pada abdomen terdapat nyeri ketuk pada region epigastrium dan region
umbilicalis. Kemudain, ditemukan juga nyeri palpasi pada regio epigastrium dan
regio umbilicalis, Nyeri perkusi dan palpasi ini tidak ada kaitan detail dengan
penyakit gout pasien akan tetapi lebih mengarah ke penyakit yang berhubungan
dengan sindroma dyspepsia. Palpasi ginjal tidak teraba, nyeri perkusi costovertebral
angel tidak ditemukan. Pada ekstremitas bawah, bentuk otot eutrofi, kekuatan otot
3/5, edema tidak ditemukan, namun ditemukan adanya keterbatasan Range Of
Motion dari tungkai bawah sebelah kiri. Penurunan kekuatan otot , keterbatasan
gerak dan rasa nyeri disebabkan penumpukan Kristal asam urat pada articulation
pelvicofemoralis tepatnya diarea acetabulum ossa pelvis.
Menurut kriteria yang dibuat oleh American College of Rheumatology
(ACR) dan European League Against Rheumatism (EULAR), ada beberapa
langkah yang harus diidentifikasi untuk memenuhi syarat kriterianya. Langkah
pertama adalah entry criterion, yang ditandai dengan pada pasien terdapat satu
episode bengkak, nyeri atau sensitive terhadap nyeri di daerah peripheral joint atau
di bursa. Kemudian langkah kedua adalah sufficient criterion yaitu adanya bukti
jelas kristal MSU pada sendi atau bursa yang mengalami keluhan tersebut atau
adanya presentasi tofus. Apabila pasien memenuhi kriteria pada langkah kedua
maka pasien tidak perlu memenuhi kriteria selanjutnya pada langkah ketiga, artinya
diagnosis pasien sudah tegak mengalami artritis gout. Langkah ketiga yaitu criteria,
digunakan apabila pada langkah kedua tidak terjadi pada pasien. Dalam kasus ini,
pasien memenuhi kriteria 1 serta kriteria 3, yang mana ditemukan kriteri 3, yakni
secara klinis berupa nyeri monoartikular, ketidakmampuan menggunakan sendi
dalam bergerak, serta Lamanya serangan tanpa memperdulikan penggunaan anti-
inflamasi. Serta kriteria laboratorium berupa Kadar serum urat. Idealnya pasien
diperiksa kadar serum uratnya saat tidak mengonsumsi ULT dan lebih dari 4
minggu setelah awal episode serangan. Dari pasien, kriteria yang terpenuhi ialah
krtieria 1 dan 3, yakni adanya nyeri dan bengkak pada area sendi serta adanya
pemeriksaan laboratorium yang mendukun dengan nilai Asam urat 8 mg/dl.

33
Gambaran klinis artritis gout terdapat beberapa tahapan yaitu terdiri dari
artritis gout asimptomatik, artritis gout akut, interkritikal gout dan gout menahun
dengan tofus. Merupakan tahap pertama hiperurisemia dan bersifat tanpa
gejala/asimptomatik. Kondisi ini dapat terjadi untuk beberapa jangka waktu lama
dan ditandai dengan penumpukan asam urat pada jaringan yang bersifat silent. Pada
tahap ini harus diupayakan untuk menurunkan kadar asam urat dalam darah dengan
mengubah pola makan atau gaya hidup. Selanjutnya ialah Akut artritis gout . Tahap
ini terjadi radang sendi yang timbul sangat cepat dan dalam waktu yang singkat.
Radang sendi muncul tiba-tiba ketika bangun pagi, pasien akan merasakan sakit
yang hebat sampai kesulitan dalam berjalan. Radang sendi biasanya terjadi pada
salah satu sendi pada ekstremitas atas atau bawah (monoartikuler) dengan keluhan
utama nyeri seperti tertusuk-tusuk, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala
sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah. Pada 50% kasus, serangan
artritis gout akut terjadi pada metatarsophalangeal-1 (MTP-1) yang biasa disebut
dengan podagra. Untuk tahap berikut adalah interkritikal gout, pada Fase ini
merupakan kelanjutan daripada serangan akut gout dan biasanya dapat sembuh
sendiri walaupun tidak diobati. Setelah serangan terdapat interval waktu atau jeda
waktu dimana pasien tidak timbul gejala dan sifatnya asimptomatik. Fase ini
merupakan interkritikal. Secara klinis tidak menimbulkan gejala namun pada
aspirasi sendi dapat ditemukan kristal urat yang menunjukkan bahwa proses
peradangan tetap berlanjut atau kemungkinan deposit asam urat secara silent.
Selanjutnya gout menahun dengan tofus, pada stadium ini umumnya disertai
dengan tofus yang banyak dan bersifat poliartikuler. Tofus terbentuk pada masa
artritis gout kronis akibat insolubilitas (kemampuan kelarutan relatif asam urat).
Tempat-tempat yang sering dihinggapi adalah bursa olecranon, tendon Achilles,
permukaan ekstensor lengan bawah, bursa infrapatelar dan heliks telinga. Dari
landasan hal tersebut pasien tergolong akut gout arthritis sesuai dengan tanda dan
gejala , namun tidak ditemukannya podagra.
Pada pasien ini, terdapat pula kondisi anemia. Karena ditemukan pada hasil
laboratorium darah lengkap yang mendukung. Pada pemeriksaan , Hb pasien pada
angka 7,9. Sehingga, diberikan terapi berupa transfuse packed Red Cell (PRC)

34
sebanyak 2 kolf. Transfusi dilakukan dengan menggunakan rumus perhitungan
transfuse darah (PRC) dan temukan pasien membutuhkan kurang lebih 2 kolf PRC.
Manejemen penatalaksanaan pada setiap penyakit dibagi menjadi 2 yaitu
secara farmakologis dan non-farmakologis. Secara farmakologis, tujuan
pengobatan pada penderita artritis gout adalah untuk mengurangi rasa nyeri,
mempertahankan fungsi sendi dan mencegah terjadinya kelumpuhan. Untuk terapi
non-farmakologis, tujuan pengobatan ialah untuk mengontrol kadar asam urat
maupun mempertahankan kondisi organ tubuh lainnya agar tetap berfungsi dengan
baik. Pada pasien terapi yang diberika ialah terapi ULT , yakni untuk menurukan
kadar asam urat agar <6 mg/dl. Terapi tersebut berupa pemberian kombinasi 2
golongan obat, yakni Allopurinol dan probenecid (urikosurik). Golongan
allopurinol bekerja menghambat perubahan hypoxanthin menjadi xhantin sehingga
tidak terbentuknya asam urat pada darah. Golongan urikosurik bekerja dengan
meningkatkan eksresi asam urat pada urin.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Widyanto, FW. Artritis Gout dan Perkembangannya. Ejournal. Vol. 10. No. 2.
Diakses 12 September 2017. http :// ejournal . umm . ac . id/index . php /
sainmed/article/viewFile/4182/4546.
2. Dianati, NA. Gout dan Hiperurisemia. J MAJORITY. Vol. 4. No. 3. 2015.
3. Khanna, D et al. American College of Rheumatology Guidlelines for
Management of Gout, Part 1: Systematic Nonpharmacologic and
Pharmacologic Therapeutic Approaches to Hyperuricemia. American College
of Rheumatology. Vol. 64. No. 10, pp. 1431-1446. 2012.
4. Sholihah, FM. Diagnosis and Treatment Gout Arthritis. J MAJORITY. Vol. 3.
No. 7. 2014.
5. Putra, TJ. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III. PAPDI.pp. 1213-
1216.
6. Neogi T, Jansen TLTA, Dalbeth N, et al. Ann Rheum Dis 2015;74:1789-1798.
Accesed From <http://ard.bmj.com/>. 26 September 2017.
7. Richette, P et al. 2016 Updated EULAR Evidence-Based Recommendations for
the Management of Gout. Group.bmj.com. 76:29-42. 2017.
8. Dorland, W.A Newman. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 28. EGC :
Jakarta.2012.
9. Artikel Gout Australia. Arthritis Gout. Viewed at 23 September 2018 Accesed
From <Arthritis.org.au>.
10. Bone & Joint Institute of South Georgia. Anatomy of the hip.Viewed at 3
Desember 2018. Accesed From <http://bjisg.com/total-hip-replacement>

36
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Herdyansyah Usman


NIM : N 111 18 016
Judul referat : Gout Arthritis

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian


Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako.

Palu, November 2018


Pembimbing,

dr. Winarti A., Sp. PD

37
ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. ii

DAFTAR ISI ......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi ............................................................................... . 3

2.2 Etiologi ........................................................................................ 3

2.3 Patofisiologi .................................................................................. 4

2.4 Manifestasi Klinis ......................................................................... 10

2.5 Pemeriksaan Klinis ....................................................................... 11

2.6 Kriteria Diagnosis ......................................................................... 12

2.7 Penatalaksanaan Klinis ................................................................. 15

2.8 Komplikasi ................................................................................... 20

2.9 Prognosis ...................................................................................... 21

BAB III LAPORAN KASUS . .............................................................. 22

BAB IV DISKUSI.................................................................................. 29

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 33

iii

38
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Herdyansyah Usman


NIM : N 111 18 016
Judul referat : Gout Arthritis

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian


Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako.

Palu, November 2018


Penulis Pembimbing

Herdyansyah Usman dr. Winarti A., Sp. PD

ii
39

Anda mungkin juga menyukai