Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

Gout Atritis

Oleh :

Guido Aristo Itang

112022099

Pembimbing :

dr. Suzanna Ndraha, Sp. PD, KGEH, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FKIK UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
PERIODE 26 DESEMBER 2022 – 4 MARET 2023
A. Definisi

Arthritis gout adalah penyakit yang sering ditemukan di seluruh dunia. Artritis gout
merupakan istilah yang dipakai untuk kelompok gangguan metabolik, yang ditandai oleh
meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). 1Artritis gout terjadi akibat peningkatan
kadar asam urat serum atau hiperurisemia yang berlangsung kronik sehingga terjadi deposisi
kristal MSU di persendian.2 Artritis gout merupakan salah satu penyakit metabolik yang
terkait dengan pola makan diet tinggi purin dan minuman beralkohol. Penimbunan kristal
monosodium urat (MSU) pada sendi dan jaringan lunak merupakan pemicu utama terjadinya
keradangan atau inflamasi pada gout artritis. Artritis gout adalah jenis artritis terbanyak
ketiga setelah osteoartritis dan kelompok rematik luar sendi (gangguan pada komponen
penunjang sendi, peradangan, penggunaan berlebihan). Penyakit ini mengganggu dan
seringkali menurunkan kualitas hidup penderitanya.3

Hiperurisemia didefinisikan sebagai peningkatan kadar asam urat dalam darah. Asam
urat merupakan hasil akhir katabolisme purin dalam tubuh. Kadarnya dalam darah bervariasi
menurut umur dan jenis kelamin. Pada masa kanak-kanak kadarnya lebih rendah dibanding
masa dewasa. Pada laki-laki masa pubertas, kadar asam urat meningkat mendekati nilai orang
dewasa dari 3,5 mg/dL ke 5,0 mg/dL. Pada perempuan kadar asam urat berkisar 4,0 + 2,0
mg/dL dan cenderung meningkat sesuai umur, mendekati kadar asam urat pada pria dewasa.
Seorang pria dewasa dikatakan menderita hiperurisemia bila kadar asam urat serumnya lebih
dari 7,0 mg/dl. Sedangkan hiperurisemia pada wanita dewasa terjadi bila kadar asam urat
serum di atas 6,0 mg/dl. Peningkatan ini terutama pada masa menopause dan cenderung
menetap. Kadar asam urat dalam darah ditentukan oleh keseimbangan antara produksi dan
ekskresi. Bila keseimbangan ini terganggu maka dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
kadar asam urat dalam darah yang disebut hiperurisemia. Batasan hiperurisemia untuk pria
dan wanita tidak sama tergantung dari golongan umur.4

B. Epidemiologi

Gout merupakan penyakit progresif akibat deposisi kristal monosodium urat di


persendian, ginjal, dan jaringan ikat lain sebagai akibat hiperurisemia yang telah berlangsung
kronik. Tanpa penanganan yang efektif kondisi ini dapat berkembang menjadi gout kronik,
terbentuknya tofus, dan bahkan dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal berat, serta
penurunan kualitas hidup. Gout dominan diderita oleh pria dewasa. Pada pria jarang terjadi
sebelum masa pubertas sedangkan wanita sebelum menopause. Gout mengenai 1−2%
populasi dewasa, dan merupakan kasus artritis inflamasi terbanyak pada pria. Pada tahun
1986 dilaporkan prevalensi di USA diperkirakan antara 13.6 per 1000 pria dan 6.4 per 1000
wanita. Prevalensi gout meningkat sesuai umur dengan rerata 7% pada pria umur >75 tahun
dan 3% pada wanita umur >85 tahun.1 Prevalensi asam urat di Indonesia terjadi pada usia di
bawah 34 tahun sebesar 32% dan kejadian tertinggi pada penduduk Minahasa sebesar 29,2%.
2 Pada tahun 2009, Denpasar, Bali, mendapatkan prevalensi hiperurisemia sebesar 18,2%.3,5

C. Etiologi
1. Gout primer

Penyebab kebanyakan belum diketahui (idiopatik). Hal ini diduga berkaitan dengan
kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang menyebabkan gangguan metabolisme
yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat. Hiperurisemia atau
berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh dikatakan dapat menyebabkan terjadinya
gout primer. Hiperurisemia primer adalah kelainan molekular yang masih belum jelas
diketahui. Berdasarkan data ditemukan bahwa 99% kasus adalah gout dan hiperurisemia
primer. Gout primer yang merupakan akibat dari hiperurisemia primer, terdiri dari
hiperurisemia karena penurunan ekskresi (80-90%) dan karena produksi yang berlebih (10-
20%). Hiperurisemia karena kelainan enzim spesifik diperkirakan hanya 1% yaitu karena
peningkatan aktivitas varian dari enzim phosporibosylpyrophosphatase (PRPP) synthetase,
dan kekurangan sebagian dari enzim hypoxantine phosporibosyltransferase (HPRT).
Hiperurisemia primer karena penurunan ekskresi kemungkinan disebabkan oleh faktor
genetik dan menyebabkan gangguan pengeluaran asam urat yang menyebabkan
hiperurisemia. Hiperurisemia akibat produksi asam urat yang berlebihan diperkirakan
terdapat 3 mekanisme. • Pertama, kekurangan enzim menyebabkan kekurangan inosine
monopospate (IMP) atau purine nucleotide yang mempunyai efek feedback inhibition proses
biosintesis de novo. • Kedua, penurunan pemakaian ulang menyebabkan peningkatan jumlah
PRPP yang tidak dipergunakan. Peningkatan jumlah PRPP menyebabkan biosintesis de novo
meningkat. • Ketiga, kekurangan enzim HPRT menyebabkan hipoxantine tidak bisa diubah
kembali menjadi IMP, sehingga terjadi peningkatan oksidasi hipoxantine menjadi asam urat. 6

2. Gout sekunder

Gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu kelainan yang menyebabkan
peningkatan biosintesis de novo, kelainan yang menyebabkan peningkatan degradasi ATP
atau pemecahan asam nukleat dan kelainan yang menyebabkan sekresi menurun.
Hiperurisemia sekunder karena peningkatan biosintesis de novo terdiri dari kelainan karena
kekurangan menyeluruh enzim HPRT pada syndome Lesh-Nyhan, kekurangan enzim
glukosa-6 phosphate pada glycogen storage disease dan kelainan karena kekurangan enzim
fructose-1 phosphate aldolase melalui glikolisis anaerob. Hiperurisemia sekunder karena
produksi berlebih dapat disebabkan karena keadaan yang menyebabkan peningkatan
pemecahan ATP atau pemecahan asam nukleat dari dari intisel. Peningkatan pemecahan ATP
akan membentuk AMP dan berlanjut membentuk IMP atau purine nucleotide dalam
metabolisme purin, sedangkan hiperurisemia akibat penurunan ekskresi dikelompokkan
dalam beberapa kelompok yaitu karena penurunan masa ginjal, penurunan filtrasi glomerulus,
penurunan fractional uric acid clearence dan pemakaian obat-obatan.4

D. Patofisiologi

Monosodium urat akan membentuk kristal ketika konsentrasinya dalam plasma


berlebih, sekitar 7,0 mg/dl. Kadar monosodium urat pada plasma bukanlah satu-satunya
faktor yang mendorong terjadinya pembentukan kristal. Hal ini terbukti pada beberapa
penderita hiperurisemia tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang lama sebelum serangan
artritis gout yang pertama kali. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya serangan artritis
gout pada penderita hiperurisemia belum diketahui pasti. Diduga kelarutan asam urat
dipengaruhi pH, suhu, dan ikatan antara asam urat dan protein plasma. 7 Kristal monosodium
urat yang menumpuk akan berinteraksi dengan fagosit melalui dua mekanisme. Mekanisme
pertama adalah dengan cara mengaktifkan sel-sel melalui rute konvensional yakni opsonisasi
dan fagositosis serta mengeluarkan mediator inflamasi. Mekanisme kedua adalah kristal
monosodium urat berinteraksi langsung dengan membran lipid dan protein melalui membran
sel dan glikoprotein pada fagosit. Interaksi ini mengaktivasi beberapa jalur transduksi seperti
protein G, fosfolipase C dan D, Srctyrosine-kinase, ERK1/ERK2, c-Jun N-terminal kinase,
dan p38 mitogen-activated protein kinase. Proses diatas akan menginduksi pengeluaran
interleukin (IL) pada sel monosit yang merupakan faktor penentu terjadinya akumulasi
neutrofil.8

Pengenalan kristal monosodium urat diperantarai oleh Toll-like receptor (TLR) 2 dan
TLR 4, kedua reseptor tersebut beserta TLR protein penyadur MyD88 mendorong terjadinya
fagositosis. Selanjutnya proses pengenalan TLR 2 dan 4 akan mengaktifkan faktor transkripsi
nuclear factor-kB dan menghasilkan berbagai macam faktor inflamasi. Proses fagositosis
kristal monosodium urat menghasilkan reactive oxygen species (ROS) melalui NADPH
oksidase. Keadaan ini mengaktifkan NLRP3, kristal monosodium urat juga menginduksi
pelepasan ATP yang nantinya akan mengaktifkan P2X7R. Ketika P2X7R diaktifkan akan
terjadi proses pengeluaran cepat kalium dari dalam sel yang merangsang NLRP3. Kompleks
makro melekular yang disebut dengan inflamasom terdiri dari NLRP3, ASC dan pro-caspase-
1 dan CARDINAL. Semua proses diatas nantinya akan menghasilkan IL-1α. Sel-sel yang
sering diteliti pada artritis gout adalah lekosit, neutrofil, dan makrofag.6,8

Salah satu komponen utama pada inflamasi akut adalah pengaktifan vascular endhotelial
yang menyebabkan vasodilatasi dengan peningkatan aliran darah, peningkatan permeabilitas
terhadap protein plasma dan pengumpulan lekosit ke dalam jaringan. Aktivasi endotel akan
menghasilkan molekul adhesi seperti E-selectin, intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1)
dan vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) yang kemungkinan disebabkan karena
adanya faktor TNF-α yang dikeluarkan oleh sel mast. Neutrofil berkontribusi pada proses
inflamasi melalui faktor kemotaktik yakni sitokin dan kemokin yang berperan pada adhesi
endotel dan proses transmigrasi. Sejumlah faktor yang diketahui berperan dalam proses
artritis gout adalah IL-1α, IL-8, CXCL1, dan granulocyte stimulating-colony factor.8

Penurunan konsentrasi asam urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal


monosodium urat dari depositnya dalam tofus (crystals shedding). Pada beberapa pasien gout
atau yang dengan hiperurisemia asimptomatik kristal urat ditemukan pada sendi
metatarsofalangeal dan lutut yang sebelumnya tidak pernah mendapat serangan akut. Dengan
demikian gout dapat timbul pada keadaan asimptomatik. Peradangan atau inflamasi
merupakan reaksi penting pada artritis gout. Reaksi ini merupakan reaksi pertahanan tubuh
non spesifik untuk menghindari kerusakan jaringan akibat agen penyebab. Tujuan dari proses
inflamasi itu adalah untuk menetralisir dan menghancurkan agen penyebab serta mencegah
perluasan agen penyebab ke jaringan yang lebih luas.Reaksi inflamasi yang berperan dalam
proses melibatkan makrofag, neutrofil, yang nantinya menghasilkan berbagai mediator
kimiawi antara lain, TNFα, interleukin-1, interleukin-6, interleukin-8, alarmin, dan
leukotrien.5
Gambar 1. Mediator Kimiawi Pada Peradangan Akut.9

E. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik gout terdiri dari artritis gout akut, interkritikal gout dan gout
menahun dengan tofi. Ketiga stadium ini merupakan stadium yang klasik dan didapat
deposisi yang progresif kristal urat. Tidak semua kasus berkembang menjadi tahap akhir.

1. Hiperurisemia Asimptomatik

Hiperurisemia asimptomatik adalah keadaan hiperurisemia (kadar asam urat serum


tinggi) tanpa adanya manifestasi klinik gout dengan kadar asam urat serum > 6.8 mg/dl, yang
berarti telah melewati batas solubilitasnya di serum. Periode ini dapat berlangsung cukup
lama dan sebagian dapat berubah menjadi artritis gout.2 Fase ini akan berakhir ketika muncul
serangan akut arthritis gout.

2. Gout Artritis Stadium Akut


Radang sendi pada stadium ini sangat akut dan yang timbul sangat cepat dalam waktu
singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apapun. Pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat
dan tidak dapat berjalan.Biasanya bersifat monoartikuler dengan keluhan utama berupa nyeri,
bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa demam menggigil dan merasa
lelah disertai lekositosis dan peningkatan laju endap darah. Lokasi yang paling sering pada
MTP-1 yang biasanya disebut podagra. Apabila proses penyakit berlanjut, dapat terkena
sendi lain yaitu pergelangan tangan/kaki, lutut, dan siku Sedangkan gambaran radiologis
hanya didapatkan pembengkakan pada jaringan lunak periartikuler. Keluhan cepat membaik
setelah beberapa jam bahkan tanpa terapi sekalipun. Pada perjalanan penyakit selanjutnya,
terutama jika tanpa terapi yang adekuat, serangan dapat mengenai sendi-sendi yang lain
seperti pergelangan tangan/kaki, jari tangan/kaki, lutut dan siku, atau bahkan beberapa sendi
sekaligus. Serangan akut ini dilukiskan oleh Sydenham sebagai: sembuh beberapa hari
sampai beberapa minggu, bila tidak diobati, dapat mengenai beberapa sendir. Pada serangan
akut yang tidak berat, keluhan-keluhan dapat hilang dalam beberapa jam atau hari. Pada
serangan akut berat dapat sembuh dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Faktor
pencetus serangan akut antara lain berupa trauma local, diet tinggi purin, kelelahan fisik,
stress, dan peningkatan asam urat. Penurunan asam urat darah secara mendadak dengan
allopurinol atau obat urikosurik dapat menimbulkan kekambuhan. 9

3. Gout Artritis Stadium Interkritikal

Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode interkristik
asimptomatik. Walaupun secara klinik tidak didapatkan tanda-tanda radang akut, namun pasa
aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa prose peradangan tetap
berlanjut, walaupun tanpa keluhan. Keadaan ini dapat terjadi satu atau beberapa kali
pertahun, atau dapat sampai 10 tahun tanpa serangan akut. Namun rata-rata rentang waktunya
antara 1-2 tahun. Panjangnya rentang waktu pada tahap ini menyebabkan seseorang lupa
bahwa dirinya pernah menderita serangan gout Artritis akut. Apabila tanpa penanganan yang
baik dan pengaturan asam urat yang tidak benar, maka dapat timbul serangan akut lebih
sering yang dapat mengenai beberapa sendi dan biasanya lebih berat. Manajemen yang tidak
baik, maka keadaan interkristik akan berlanjut menjadi stadium menahun dengan
pembentukan Tofus.8,9

4. Gout Artritis stadium Akut Intermitten


Setelah melewati masa Gout Interkritikal selama bertahun-tahun tanpa gejala, maka
penderita akan memasuki tahap ini yang ditandai dengan serangan artritis yang khas seperti
diatas. Selanjutnya penderita akan sering mendapat serangan (kambuh) yang jarak antara
serangan yang satu dengan serangan berikutnya makin lama makin rapat dan lama serangan
makin lama makin panjang, dan jumlah sendi yang terserang makin banyak. Misalnya
seseorang yang semula hanya kambuh setiap setahun sekali, namun bila tidak berobat dengan
benar dan teratur, maka serangan akan makin sering terjadi biasanya tiap 6 bulan, tiap 3 bulan
dan seterusnya, hingga pada suatu saat penderita akan mendapat serangan setiap hari dan
semakin banyak sendi yang terserang.10

5. Gout Artritis Stadium Menahun

Tahap ini terjadi bila penderita telah menderita sakit selama 10 tahun atau lebih. Pada
tahap ini akan terbentuk benjolan-benjolan disekitar sendi yang sering meradang yang disebut
sebagai Tofus. Tofus ini berupa benjolan keras yang berisi serbuk seperti kapur yang
merupakan deposit dari kristal monosodium urat yang terus bertambah dalam beberapa tahun
jika pengobatan tidak dimulai. Tofus ini akan mengakibatkan kerusakan pada sendi dan
tulang disekitarnya. Stadium ini umumnya pada pasien yang mengobati sendiri (self
medication) sehingga dalam waktu lama tidak berobat secara teratur pada dokter. Artritis
gout menahun biasanya disertai Tofus yang banyak dan terdapat poliartikular dan terjadi
Peradangan kronik akibat kristal-kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku, juga
pembesaran dan penonjolan sendi yang bengkak. Serangan akut artritis gout dapat terjadi
dalam tahap ini. Tofus ini sering pecah dan sulit sembih dengan obat, kadang-kadang dapat
timbul infeksi sekunder. Pada tofus yang besar dapat dilakukan ekstirpasi, namun hasilnya
kurang memuaskan. Lokasi Tofus yang paling sering pada telinga, MTP-1, olecranon, tendon
Achilles dan jari tangan. Pada stadium ini kadang-kadang disertai batu saluran kemih sampai
penyakit ginjal menahun. Gambaran radiologis didapatkan erosi pada tulang dan sendi dengan
batas sklerotik dan overhanging edge. 9

F. Diagnosis

Dengan menemukan Kristal MSU dalam tofus merupakan diagnosis spesifik untuk
gout. Akan tetapi tidak semua pasien mempunyai tofus, sehingga tes diagnostic menjadi
kurang spesifik. Oleh karena itu kombinasi dari penemuan - penemuan dibawah ini dapat
dipakai untuk menegakkan diagnosis: (i) riwayat inflamasi klasik arthritis monoartikular
khusus pada sendi MTP-1;(ii) diikuti stadium klasik dimana bebas symptom;(iii)resolusi
sinovtis yang cepat dengan pengobatan kolkisin; (iv) hiperurisemia. Kadar asam urat normal
tidak dapat menjadi diagnosis gout. 9

Adapun American College of Rheumatology (ACR)/European League against


Rheumatism (EULAR) telah membuat Kriteria diagnosis artritis gout akut yang dapat
digunakan. Berikut 4 Langkah–langkah dalam menggunakan kriteria ACR/EULAR Tahun
2015 pada gambar 2 dan gambar 3, sebagai berikut:4

Gambar 2. Kriteria Gout dari ACR/EULAR 2015.4


Gambar 3. Kriteria Gout dari ACR/EULAR 2015.4
Penerapan praktek klinis dalam mendiagnosis gout dapat dibantu oleh rekomendasi dibawah
ini:4

 Hiperurisemia tanpa gejala klinis ditandai dengan kadar asam urat serum > 6.8 mg/ dl.
 Serangan artritis gout akut ditandai dengan nyeri hebat, nyeri sentuh/tekan, onset
tiba-tiba, disertai bengkak dengan atau tanpa eritema yang mencapai puncak dalam
6−12 jam pada satu sendi (monoartritis akut). Manifestasi klinis gout yang tipikal,
yaitu podagra berulang disertai hiperurisemia.
 Diagnosis deϐinitif gout ditegakkan apabila ditemukan kristal MSU pada cairan sendi
atau aspirasi toϐi.
 Penemuan kristal MSU dari sendi yang tidak mengalami radang dapat menjadi
diagnosis definitif gout pada fase interkritikal.
 Direkomendasikan pemeriksaan rutin kristal MSU terhadap semua sampel cairan
sendi bersumber dari sendi dengan inϐlamasi terutama pada kasus yang belum
terdiagnosis.
 Diagnosis gout akut, gout fase interkritikal, gout kronis dapat ditegakkan dengan
kriteria ACR/EULAR 2015.
 dilakukan evaluasi terhadap faktor risiko gout, penyakit komorbiditas termasuk
gambaran sindrom metabolik (obesitas, hiperglikemia, hiperlipidemia, hipertensi).
 Gout dan artritis septik bisa merupakan kejadian koinsiden, sehingga pada saat
dicurigai terjadi artritis septik harus dilakukan pemeriksaan pengecatan Gram dan
kultur cairan sendi, walaupun telah didapatkan kristal MSU.
 Kadar asam urat serum merupakan faktor risiko penting gout, namun nilai kadarnya
dalam serum tidak dapat memastikan maupun mengeksklusi adanya gout oleh karena
banyak orang mengalami hiperurisemia namun tidak menderita gout, disamping itu
pada serangan gout akut sangat mungkin terjadi saat kadar serum akan normal.
 Ekskresi asam urat dari ginjal sebaiknya diukur kadarnya pada pasien gout dengan
kondisi khusus, terutama pada mereka yang memiliki riwayat keluarga, gout onset
muda yaitu usia <25 tahun atau yang memiliki riwayat batu ginjal.
 Pemeriksaan radiograϐi dapat memberikan gambaran tipikal pada gout kronis dan
sangat berguna untuk melakukan diagnosis banding. Namun, tidak banyak manfaat
untuk mengkonϐirmasi diagnosis pada fase dini atau gout akut.
G. Tatalaksana

Prinsip umum pengelolaan hiperurisemia dan gout; (i). Setiap pasien hiperurisemia dan
gout harus mendapat informasi yang memadai tentang penyakit gout dan tatalaksana yang
efektif termasuk tatalaksana terhadap penyakit komorbid. (ii) Setiap pasien hiperurisemia dan
gout harus diberi nasehat mengenai modiϐikasi gaya hidup seperti menurunkan berat badan
hingga ideal, menghindari alkohol, minuman yang mengandung gula pemanis buatan,
makanan berkalori tinggi serta daging merah dan seafood berlebihan, serta dianjurkan untuk
mengonsumsi makanan rendah lemak, dan latihan fisik teratur. (iii). Setiap pasien dengan
gout secara sistematis harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan penapisan untuk penyakit
komorbid terutama yang berpengaruh terhadap terapi penyakit gout dan faktor risiko
kardiovaskular, termasuk gangguan fungsi ginjal, penyakit jantung koroner, gagal jantung,
stroke, penyakit arteri perifer, obesitas, hipertensi, diabetes, dan merokok. 4

Pengobatan dilakukan secara dini untuk mencegah kerusakan sendi dan komplikasi
lain, misalnya pada ginjal. Pengobatan bertujuan untuk menghilangkan keluhan sendi dan
inflamasi dengan OAINS, kortikosteroid, atau hormone ACTH. Obat penurun asam urat
seperti allopurinol atau urikosurik tidak diberikan dalam fase akut. Namun, pada pasien yang
rutin minum obat penurun asam urat, sebaiknya tetap diberikan.

1. Hiperurisemia tanpa gejala klinis

Tatalaksana hiperurisemia tanpa gejala klinis dapat dilakukan dengan modifikasi gaya
hidup, termasuk pola diet seperti pada prinsip umum pengelolaan hiperurisemia dan gout.
Penggunaan terapi penurun asam urat pada hiperurisemia tanpa gejala klinis masih
kontroversial. The European League Against Rheumatism (EULAR), American Colleague of
Rheumatology (ACR) dan National Kidney Foundation (NKF) tidak merekomendasikan
penggunaan terapi penurun asam urat dengan pertimbangan keamanan dan efektititas terapi
tersebut. Sedangkan rekomendasi dari Japan Society for Nucleic Acid Metabolism (JSNM),
menganjurkan pemberian obat penurun asam urat pada pasien hiperurisemia asimptomatik
dengan kadar urat serum >9 mg/dLatau kadar asam urat serum >8mg/dL dengan faktor risiko
kardiovaskular (gangguan ginjal, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit jantung iskemik).4

2. Fase Akut Artritis Gout


Serangan gout akut harus mendapat penanganan secepat mungkin. Pasien harus
diedukasi dengan baik untuk dapat mengenali gejala dini dan penanganan awal serangan gout
akut. Pilihan obat untuk penanganan awal harus mempertimbangkan ada tidaknya
kontraindikasi obat, serta pengalaman pasien dengan obat-obat sebelumnya. Rekomendasi
obat untuk serangan gout akut yang onsetnya. Serangan gout akut dapat dipicu oleh; (i)
Perubahan kadar asam urat mendadak. Peningkatan mendadak maupun penurunan mendadak
kadar asam urat serum dapat memicu serangan artritis gout akut. Peningkatan mendadak
kadar asam urat ini dipicu oleh konsumsi makanan atau minuman tinggi purin. Sementara
penurunan mendadak kadar asam urat serum dapat terjadi pada awal terapi obat penurun
asam urat. (ii). Obat-obat yang meningkatkan kadar asam urat serum, seperti: antihipertensi
golongan thiazide dan loop diuretic, heparin intravena, siklosporin. (iii). Kondisi lain seperti
trauma, operasi dan perdarahan (penurunan volume intravaskular), dehidrasi, infeksi, dan
pajanan kontras radiografi. 4

Pemberian kolkisin dosis standar oral 1,5-0,6mg 3-4 kali/ hari, dosis maksimal 6mg /
hari. OAINS dapat diberikan pula apabila ada Kontrtaindikasi kolkisin dan dimulai dari dosis
rendah. OAINS memiliki efek antinflamasi dan analgetik. Jenis yang sering digunakan ialah
indometasin 150-200mg/hari selama 2-3 hari dan diturunkan menjadi 75-100mg/hari sampai
hari berikutnya hingga nyeri dan peradangan berkurang. ACTH dan kortikosteroid diberikan
apabila kolkisin dan OAINS tidak efektif dan kontraindikasi.9

Obat penurun asam urat seperti alopurinol tidak disarankan memulai terapinya pada
saat serangan gout akut namun, pada pasien yang sudah dalam terapi rutin obat penurun asam
urat, terapi tetap dilanjutkan. Obat penurun asam urat dianjurkan dimulai 2 minggu setelah
serangan akut reda. Terdapat studi yang menunjukkan tidak adanya peningkatan kekambuhan
pada pemberian alopurinol saat serangan akut, tetapi hasil penelitian tersebut belum dapat
digeneralisasi mengingat besar sampelnya yang kecil dan hanya menggunakan alopurinol.
Indikasi memulai terapi penurun asam urat pada pasien gout adalah pasien dengan serangan
gout ≥2 kali serangan, pasien serangan gout pertama kali dengan kadar asam urat serum ≥ 8
atau usia <40tahun.4

3. Fase Interkritikal dan Gout Kronis

Fase interkritikal merupakan periode bebas gejala diantara dua serangan gout akut.
Pasien yang pernah mengalami serangan akut serta memiliki faktor risiko perlu mendapatkan
penanganan sebagai bentuk upaya pencegahan terhadap kekambuhan gout dan terjadinya
gout kronis. Pasien gout fase interkritikal dan gout kronis memerlukan terapi penurun kadar
asam urat dan terapi profilaksis untuk mencegah serangan akut. Terapi penurun kadar asam
urat dibagi dua kelompok, yaitu: kelompok inhibitor xantin oksidase (alopurinol dan
febuxostat) dan kelompok urikosurik (probenecid). Alopurinol adalah obat pilihan pertama
untuk menurunkan kadar asam urat, diberikan mulai dosis 100 mg/hari dan dapat dinaikan
secara bertahap sampai dosis maksimal 900 mg/hari (jika fungsi ginjal baik). Apabila dosis
yang diberikan melebihi 300 mg/hari, maka pemberian obat harus terbagi. Jika terjadi
toksisitas akibat alopurinol, salah satu pilihan adalah terapi urikosurik dengan probenecid 1−2
gr/hari. Probenecid dapat diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal normal, namun
dikontraindikasikan pada pasien 10 dengan urolitiasis atau ekskresi asam urat urin ≥800
mg/24jam. Pilihan lain adalah febuxostat, yang merupakan inhibitor xantin oksidase non
purin dengan dosis 80−120 mg/hari. Kombinasi inhibitor xantin oksidase dengan obat
urikosurik atau peglotikase dapat diberikan pada pasien gout kronis dengan tofus yang
banyak dan/atau kualitas hidup buruk yang tidak dapat mencapai target kadar asam urat
serum dengan pemberian dosis maksimal obat penurun asam urat tunggal.4

Target terapi penurun asam urat adalah kadar asam urat serum <6 mg/dL, dengan
pemantauan kadar asam urat dilakukan secara berkala. Pada pasien dengan gout berat
(terdapat tofus, artropati kronis, sering terjadi serangan artritis gout) target kadar asam urat
serum menjadi lebih rendah sampai <5 mg/dL. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk
membantu larutnya kristal monosodium urat (MSU) sampai terjadi total disolusi kristal dan
resolusi gout. Kadar asam urat serum <3 mg/dL tidak direkomendasikan untuk jangka
panjang. Semua pilihan obat untuk menurunkan kadar asam urat serum dimulai dengan dosis
rendah. Dosis obat dititrasi meningkat sampai tercapai target terapi dan dipertahankan
sepanjang hidup.

4. Rekomendasi Pengelolaan Gout Pada Pasien Gangguan Fungsi Ginjal

Pasien gout dengan gangguan fungsi ginjal dosis obat penurun kadar asam urat serum
(misalnya: probenecid dan alopurinol) harus memperhatikan bersihan kreatinin. Pasien
dengan gangguan fungsi ginjal berat dan mengalami serangan gout akut dapat diberikan
kortikosteroid oral dan injeksi intraartikuler.Bila nyeri masih belum teratasi dapat
ditambahkan analgesia golongan opioid.Alopurinol dan metabolitnya mempunyai waktu
paruh yang panjang. Pada gangguan fungsi ginjal dosis alopurinol disesuaikan dengan
bersihan kreatinin.4
Febuxostat dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, dan tidak
membutuhkan penyesuaian dosis apabila bersihan kreatinin >30 ml/ menit. Pemberian
kolkisin tidak memerlukan penyesuain dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang
memiliki bersihan kreatinin >60 ml/min/1.73 m2 . Sedangkan pada pasien yang memiliki
bersihan kreatinin 30─60 ml/ min/1.73m2 dosis yang diberikan dibatasi 0.5 mg, pasien
dengan bersihan kreatinin 10─30 ml/min/1.73m2 dosis dibatasi 0.5 mg setiap 2─3 hari, dan
12 pemberian kolkisin perlu dihindari pada pasien dengan bersihan kreatinin <10
ml/min/1.73m2. 4

H. Komplikasi

Komplikasi dari artritis gout meliputi severe degenerative arthritis, infeksi sekunder, batu
ginjal dan fraktur pada sendi. Sitokin, kemokin, protease, dan oksidan yang berperan dalam
proses inflamasi akut juga berperan pada proses inflamasi kronis sehingga menyebabkan
sinovitis kronis, dekstruksi kartilago, dan erosi tulang. Kristal monosodium urat dapat
mengaktifkan kondrosit untuk mengeluarkan IL-1, merangsang sintesis nitric oxide dan
matriks metaloproteinase yang nantinya menyebabkan dekstruksi kartilago. Kristal
monosodium urat mengaktivasi osteoblas sehingga mengeluarkan sitokin dan menurunkan
fungsi anabolik yang nantinya berkontribusi terhadap kerusakan juxta artikular tulang .
Artritis gout telah lama diasosiasikan dengan peningkatan resiko terjadinya batu ginjal.
Penderita dengan artritis gout membentuk batu ginjal karena urin memilki pH rendah yang
mendukung terjadinya asam urat yang tidak terlarut. Terdapat tiga hal yang signifikan
kelainan pada urin yang digambarkan pada penderita dengan uric acid nephrolithiasis yaitu
hiperurikosuria (disebabkan karena peningkatan kandungan asam urat dalam urin), rendahnya
pH (yang mana menurunkan kelarutan asam urat), dan rendahnya volume urin (menyebabkan
peningkatan konsentrasi asam urat pada urin).3,11

I. Edukasi

Pencegahan terutama yang secara gampang dilakukan adalah dengan pengaturan-


pengaturan menu diet rendah purin. Selain yang telah dijelaskan di awal, makanan kaya
protein dan lemak merupakan sumber purin. Padahal walau tinggi kolesterol dan purin,
makanan tersebut sangat berguna bagi tubuh, terutama bagi anak-anak pada usia
pertumbuhan.Orang yang kesehatannya baik hendaknya tidak makan berlebihan. Sedangkan
bagi yang telah menderita gangguan asam urat, sebaiknya membatasi diri terhadap hal-hal
yang bisa memperburuk keadaan. Misalnya, membatasi makanan tinggi purin dan memilih
yang rendah purin.

Makanan yang sebaiknya dihindari adalah makanan yang banyak mengandung purin
tinggi. Penggolongan makanan berdasarkan kandungan purin.6,11,12

 Golongan A: Makanan yang mengandung purin tinggi (150-800 mg/100 gram


makanan) adalah hati, ginjal, otak, jantung, paru, lain-lain jeroan, udang, remis,
kerang, sardin, herring, ekstrak daging (abon dan dendeng), ragi (tape), alkohol serta
makanan dalam kaleng.
 Golongan B: Makanan yang mengandung purin sedang (20-150 mg/100 gram
makanan) adalah ikan yang tidak termasuk golongan A, daging sapi, kerang-
kerangan, kacang-kacangan kering, kembang kol, bayam, asparagus, buncis, jamur,
daun singkong, daun pepaya, kangkung.
 Golongan C: Makanan yang mengandung purin lebih ringan (0-50 mg/100 gram
makanan) adalah keju, susu, telur, sayuran lain, dan buah-buahan.

Pengaturan diet sebaiknya segera dilakukan bila kadar asam urat melebihi 7 mg/dl
dengan tidak mengonsumsi bahan makanan golongan A dan membatasi diri untuk
mengonsmsi bahan makanan golongan B.13 Juga membatasi diri mengonsumsi lemak serta
disarankan untuk banyak minum air putih.Hal yang juga perlu diperhatikan, jangan bekerja
terlalu berat, cepat tanggap dan rutin memeriksakan diri ke dokter, serta membiasakan diri
untuk bergaya hidup sehat. Karena sekali menderita, biasanya gangguan asam urat akan terus
berlanjut.

J. Prognosis

Prognosis artritis gout dapat dianggap sebuah sistem bukan penyakit sendiri. Dengan
kata lain prognosis penyakit artritis gout merupakan prognosis penyakit yang menyertainya.
Artritis gout sering dikaitkan dengan morbiditas yang cukup besar, dengan episode serangan
akut yang sering menyebabkan penderita cacat. Namun, artritis gout yang diterapi lebih dini
dan benar akan membawa prognosis yang baik jika kepatuhan penderita terhadap pengobatan
juga baik.13Jarang artritis gout sendiri yang menyebabkan kematian atau fatalitas pada
penderitanya. Sebaliknya, artritis gout sering terkait dengan beberapa penyakit yang
berbahaya dengan angka mortalitas yang cukup tinggi seperti hipertensi, dislipidemia,
penyakit ginjal, dan obesitas. Penyakit-penyakit ini bisa muncul sebagai komplikasi maupun
komorbid dengan kejadian artritis gout. Dengan terapi yang dini, artritis gout dapat dikontrol
dengan baik. Jika serangan artritis gout kembali, pengaturan kembali kadar asam urat
(membutuhkan urate lowering therapy dalam jangka panjang) dapat mempengaruhi aktivitas
kehidupan penderita. Selama 6 sampai 24 bulan pertama terapit artritis gout, serangan akut
akan sering terjadi. Luka kronis pada kartilago intraartikular dapat mengakibatkan sendi lebih
mudah terserang infeksi. Tofus yang mengering dapat menjadi infeksi karena penumpukan
bakteri. Tofus artritis gout kronis yang tidak diobati dapat mengakibatkan kerusakan pada
sendi. Deposit dari kristal monosodium urat di ginjal dapat mengakibatkan inflamasi dan
fibrosis, dan menurunkan fungsi ginjal. 13 Pada tahun 2010, artritis gout diasosiasikan sebagai
penyebab utama kematian akibat penyakit kardiovaskuler. Analisis 1383 kematian dari 61527
penduduk Taiwan menunjukkan bahwa individu dengan artritis gout dibandingkan dengan
individu yang memiliki kadar asam urat normal, hazard ratio (HR) dari semua penyebab
kematian adalah 1,46 dan HR dari kematian karena penyakit kardiovaskuler adalah 1,97.
Sedangkan individu dengan artritis gout, HR dari semua penyebab kematian adalah 1,07, dan
HR dari kematian karena penyakit kardiovaskuler adalah 1,08.14

Daftar Pustaka

1. Fauci AS, Langford CA. Harrison’s Rheumatology. United States: McGraw-Hill


Education;2017. p.89-108
2. Suarjana IN. Artritis Reumatoid dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et al. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi VI. Jakarta: interna publishing;2014.h.3132-
3146.
3. Widyanto FW. Gout arthritis and its development. Scientific Medika: Journal of
Health Sciences and Family Medicine. 2017 Mar 21;10(2):145-52. Available at
23.JURNAL GOUT 433..p65 (umm.ac.id) 11
4. Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan Gout. Perhimpunan Reumatologi Indonesia.
Jakarta:2018. 12
5. Busso N, So A. Mechanisms of inflammation in gout. Arthritis Res Ther.
2010;12(2):206. doi: 10.1186/ar2952. Epub 2010 Apr 26. PMID: 20441605; PMCID:
PMC2888190. 15
6. Manampiring AE. Hiperurisemia dan respons imun. JURNAL BIOMEDIK: JBM.
2011;3(2). Available at HIPERURISEMIA DAN RESPONS IMUN | Manampiring |
JURNAL BIOMEDIK : JBM (unsrat.ac.id) 13
7. Chauhan K, Jandu JS, Goyal A, et al. Rheumatoid Arthritis. [Updated 2020 Nov 5].
In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441999/ 6
8. Wiraputra IB, TR Putra. Gout Arthritis [internet]. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana .2017. available at
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/9c3328ce6af0718eaed776e31
6fa075a.pdf 14
9. Tehupeiory ES. Arthritis Pirai. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi VI. Interna
Publishing;2014: h.3187-3198 17
10. Artritis [internet]. Jakarta. 2015. Available from http://arthritissupport.net/know-
septic-arthritis.html 18
11. Faridin HP. Kristal Artropati Non Gout. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi
VI. Interna Publishing;2014: h.3192-3198
12. Najirman. Arthritis Septik. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi VI. Interna
Publishing;2014: h.3235-3244
13. Rotschild BM. Gout and Pseudogout: Practice Essentials, Background,
Pathophysiology [Internet]. Emedicine.medscape.com. 2013 [cited 15 october 2022].
Available from: Gout and Pseudogout: Practice Essentials, Background,
Pathophysiology (medscape.com)
14. Kuo CF, See LC, Luo SF, et all. Gout: an independent risk factor for all-cause and
cardiovascular mortality. Rheumatology (Oxford). 2010 Jan;49(1):141-6. doi:
10.1093/rheumatology/kep364. Epub 2009 Nov 20. PMID: 19933595.

Anda mungkin juga menyukai