TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher
yang terbanyak ditemukan di Indonesia.Hampir 60 % tumor ganas daerah
kepala dan leher merupakan kanker nasofaring, kemudian diikuti tumor ganas
hidung dan paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut,
tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah (Huda Nurarif & Kusuma, 2013).
Karsinoma Nasofaring sebagian besar adalah tipe epidermoid dengan potensi
invasi ke dasar tulang tengkorang yang menyebabkan neuropati
kranial (Lucente, 2011).
Pada banyak klien, karsinoma nasofaring banyak terdapat pada ras
monggoloid yaitu penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Thailand,
Malaysia, dan Indonesia juga di daerah India. Ras kulit putih jarang ditemui
terkena kanker jenis ini.Selain itu kanker nasofaring juga merupakan jenis
kanker yang ditemukan secara genetik (Mangan, 2009).
B. Etiologi
Kanker ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita dengan
rasio 2-3-1 dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti,
mungkin ada hubugannya dengan faktor genetic, kebebasan hidup, pekerjaan
dan lain-lain. Distribusi umur pasien dengan KNF berbeda-beda pada daerah
dengan insiden yang bervariasi.Pada daerah dengan insiden tinggi KNF
meningkat setelah umur 30 tahun, puncaknya pada umur 40-59 tahun dan
menurun setelahnya (Ernawati, Kadrianti, & Basri, 2004).
Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya kanker nasofaring
adalah (Mangan, 2009):
1. Kerentanan Genetik
Walaupun Ca Nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi
kerentanan terhadap Ca Nasofaring pada kelompok masyarakattertentu
relatif menonjol dan memiliki fenomena agregasi familial. Analisis
korelasi menunjukkan gen HLA ( Human luekocyte antigen ) dan gen
pengode enzim sitokrom p4502E ( CYP2E1) kemungkinan adalah gen
kerentanan terhadap Ca Nasofaring, mereka berkaitan dengan
timbulnya sebagian besar Ca Nasofaring . Penelitian
menunjukkan bahwa kromosom pasien Ca Nasofaring menunjukkan
ketidakstabilan, sehingga lebih rentan terhadap serangan berbagai
faktor berbahaya dari lingkungan dan timbul penyakit.
E. Patofisiologi
Sel-sel epitel ganas nasofaring adalah sel poligonal besar dengan
komposisi syncytial.Sel-sel tidak menunjukkan parakeratosis atau
kornifikasi dan sering bercampur dengan sel-sel limfoid di nasofaring,
sehingga dikenal sebagai lymphoepithelioma.Sudah hampir dipastikan ca
nasofaring disebabkan oleh virus eipstein barr. Hal ini dapat dibuktikan
dengan dijumpai adanya protein-protein laten pada penderita ca.
nasofaring. Sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protin
tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan
kelangsungan virus di dalam sel host. Protein tersebut dapat digunakan
sebagai tanda adanya EBV, seperti EBNA-1 dan LMP-1, LMP-2A dan
LMP-2B.EBNA-1 adalah protein nuclear yang berperan dalam
mempertahankan genom virus. EBV tersebut mampu aktif dikarenakan
konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen
yang menyebabkan stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak
terkontrol, sehingga terjadi differensiasi dan proliferasi protein
laten(EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel kanker pada
nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller (Wei & Sham,
2005).
Penggolongan Ca Nasofaring (Huda Nurarif & Kusuma, 2013) :
TUMOR SIZE (T)
T Tumor primer
T0 Tidak tampak tumor
T1 Tumor terbatas pada satu lokasi saja
T2 Tumor dterdapat pada dua lokalisasi atau lebih
tetapi masih terbatas pada rongga nasofaring
T3 Tumor telah keluar dari rongga nasofaring
T4 Tumor teah keluar dari nasofaring dan telah
kmerusak tulang tengkorak atau saraf-saraf otak
Tx Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan
tidak lengkap
REGIONAL LIMFE NODES (N)
N0 Tidak ada pembesaran
N1 Terdapat pembesarantetapi homolateral dan masih
bisa digerakkan
N2 Terdapat pembesaran kontralateral/ bilateral dan
masih dapat digerakkan
N3 Terdapat pembesaran, baik homolateral,
kontralateral maupun bilateral yang sudah melekat
pada jaringan sekitar
METASTASE JAUH (M)
M0 Tidak ada metastase jauh
M1 Metastase jauh
G. Penatalaksaan
1. Radioterapi
Radioterapi adalah pengobatan standar untuk karsinoma
nasofaring.Tetapi hal ini dapat menghasilkan komplikasi yang tidak
diinginkan karena lokasi tumor di dasar tengkorak dan organ yang
rentan terhadap radiasi termasuk batang otak, sumsum tulang belakang,
hipofisis hipotalamus axis, temporal lobus, mata, telinga tengah dan
dalam, dan kelenjar parotis (Wei & Sham, 2005).
Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik, hygiene
mulut, bila ada infeksi mulut diperbaiki dulu.Pengobatan tambahan
yang diberikan dapat berupa diseksi leher (benjolan di leher yang tidak
menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran
dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan
radiologik dan serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer,
interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus (Pratiwi, 2012).
2. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher (
benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul
kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang
terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik) , pemberian
tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan
antivirus.
3. Kemoterapi
Sebagai terapi tambahan dan diberikan pada stadium lanjut.Biasanya
dapat digabungkan dengan radiasi dengan urutan kemoterapi-radiasi-
kemoterapi. Kemoterapi yang dipakai yaitu Methotrexate (50 mg IV
hari 1 dan 8); Vincristin (2 mg IV hari1); Platamin (100 mg IV hari 1);
Cyclophosphamide (2 x 50 mg oral, hari 1 s/d 10); Bleomycin (15 mg
IV hari 8). Pada kemoterapi harus dilakukan kontrol terhadap efek
samping fingsi hemopoitik, fungsi ginjal dan lain-lain.
4. Operasi
Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih
ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar,
dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama (keluahan yang pertama kali dirasakan dan
diucapkan klien) Leher terasa nyeri, semakin lama semakin
membesar, susah menelan, hidung terasa tersumbat, telinga
seperti tidak bisa mendengar, penglihatan berkunang-kunang,
badan merasa lemas, serta BB turun drastis dalam waktu
singkat.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang (Tanyakan keluhan yang
dirasakan sekarang)
P : Nyeri karena gangguan pada nasofaring
Q : Nyeri tak terbayangkan dan tak dapat diungkapkan, terlihat
membesar pada bagian leher dan terasa banyak gangguan pada
hidung, telinga, dan mata, nyeri dirasakan setiap waktu
R : Keluhan dirasakan pada bagian dalam hidung, telinga,
mulut dan menyebar
S : Keluhan yang dirasa mengganggu aktivitas, skala nyeri
10
T : Nyeri hilang timbul dan lebih sering saat bernafas dan
menelan, keluhan muncul secara bertahap
3) Riwayat Kesehatan Masa Lalu (Tanyakan apakah klien pernah
menderita penyakit yang mempermudah terjadinya ca
nasofaring). Mempunyai profil HLA, pernah menderita radang
kronis nasofaring
4) Riwayat Kesehatan Keluarga (Tanyakan apakah ada keluarga
yang menderita penyakit yang menyebabkan ca nasofaring)
5) Riwayat Kesehatan Lingkungan (Tanyakan tentang lingkungan
klien). Terbiasa terhadap lingkungan karsinogen
2. Diagnosa Keperawtan
1. Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas b.d adanya bendaa asing
(tumor ganas)
2. Nyeri akut b.d metastase sel kanker
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
makanan yang kurang
4. Hambatan komunikasi verbal b.d gangguan status organ sekunder
metastase tumor
5. Resiko infeksi b.d ketidakkuatan pertahanan sekunder
imunosupresi
6. Harga diri Rendah b.d perubahan perkembangan penyakit
3. Intervensi