S1 2014 298164 Chapter1 PDF
S1 2014 298164 Chapter1 PDF
BAB I
PENDAHULUAN
I.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat akurasi DEM yang
dihasilkan dari proses stereoplotting foto udara format medium melalui tahapan
Relative Orientation.
I.4. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah pembuatan DEM dengan cara
stereoplotting dan nilai EOP yang diperoleh dari tahapan Relative Orientation cocok
digunakan pada daerah sempit dan memanjang dengn titik kontrol minimum.
Sudiyatmoko (1999) membuat DEM dari sepasang foto udara format kecil
yang bertampalan di daerah Madiun dengan skala 1:15000. Pengolahannya
menggunakan software NOOBEED untuk menghasilkan DEM dan titik kontrol tanah
diperoleh dari peta garis skala 1:1000 dari BPN yang dibuat pada tahun 1989. DEM
yang terbentuk dibandingkan dengan peta skala 1:1000, terdapat selisih rata-rata arah
x sebesar 5.96 meter, selisih rata-rata arah y sebesar 8.02 meter dan selisih rata-rata
arah z sebesar 2.21 meter. DEM yang dihasilkan dapat dipergunakan untuk
pembuatan peta skala 1:50.000 atau lebih kecil.
satelit Quickbird disimpulkan bahwa foto udara format kecil memiliki ketelitian yang
lebih tinggi dibandingkan dengan citra Quickbird.
Dengan mengacu pada penelitian yang telah dilakukan diatas maka perlu
dilakukan penelitian mengenai kajian akurasi posisi Digital Elevation Model (DEM)
untuk kawasan yang memiliki bentuk topografi yang bervariasi. Dalam penelitian ini,
dibuat DEM kawasan Lembah kampus Universitas Gadjah Mada dari 4 buah foto
udara format medium. Software yang digunakan adalah DAT/EM Summit Evolutions
untuk menghasilkan nilai EOP dan melakukan stereoplotting interaktif. Analisis
ketelitian DEM dilakukan dengan membandingkan data DEM hasil stereoplotting
interaktif dengan data DEM LiDAR sehingga diperoleh selisih beda tinggi
maksimum, selisih beda tinggi minimum, selisih beda tinggi rata-rata dan standar
deviasi. Kemudian menghitung nilai ketelitian maksimum dari DEM hasil
stereoplotting interaktif dengan ketelitian pengali 1 piksel atau 6.8 mikron.
a. Kamera atau sering disebut dengan sensor terbagi menjadi 2 macam yaitu
sensor analog dan sensor digital. Sensor analog menggunakan detector film
untuk merekam data, sedangkan sendor digital merekam data menggunakan
5
d c
a b
f
B A
C D
Gambar I.1. Geometri foto udara tegak (Ferdian,2011)
Keterangan gambar:
a, b, c, d = Ukuran CCD
Untuk membuat model dari data foto udara dalam satu strip penerbangan harus
memenuhi syarat threelap yaitu terdapat minimal tiga buah foto dalam satu strip
yang saling bertampalan pada area yang akan dimodelkan dengan pertampalan
sebesar 60% baik pertampalan ke depan ataupun pertampalan kebelakang. Tujuan
dari overlap 60% adalah agar objek yang terdapat pada wilayah penelitian dapat
dimodelkan atau tidak terdapat gap pada saat pembuatan model.
7
Gambar I.2. Pertampalan trilap pada satu strip (a) dan terdapat gap akibat
syarat tidak terpenuhi (b)(Pranadita, 2013)
Pertampalan antar foto A, B dan C dapat dilihat pada gambar I.2. Gambar I.2.a
merupakan ilustrasi pertampalan foto udara yang memenuhi syarat threelap dengan
pertampalan sekitar 60% yang dapat menghasilkan model pada bagian overlap
(bagian diarsir pada gambar I.2.a).Sedangkan gambar I.2.b merupakan ilustrasi
pertampalan foto udara yang tidak memenuhi syarat threelap atau pertampalan antar
foto kurang dari 60% sehingga terjadi gap atau dapat disebut dengan adanya wilayah
yang tidak termodelkan seperti wilayah x pada gambar I.2.b. (Pranadita, 2013).
Gambar. I.3. Hubungan sistem koordinat piksel dan sistem koordinat foto
i (xi, yi)
Keterangan gambar:
Xa , Ya , Za = koordinat titik dalam sistem koordinat model
Xi , Yi = koordinat titik i dalam sistem koordinat foto
9
Zo
Yt
Zt At
Xo
Yo
Xt
Gambar I.5. Geometri hubungan sistem koordinat model dan S.K. tanah
(Slama,1980)
Keterangan gambar:
Pusat lensa
fokus
y
p
x
c
a
Dari bentuk geometri penyimpangan titik utama pada gambar I.6 diperoleh
persamaan I.3 dan I.4.
xa’ = xa - xp (I.3)
ya’ = ya - yp (I.4)
r2 = xa’2 + ya’2 (I.5)
3 5 7
dr = k1.r + k2.r + k3.r (I.6)
xa” = x + x.dr/r + p1(r2 + 2x2) + 2p2 xy (I.7)
ya” = y + y.dr/r + p2(r2 + 2x2) + 2p1 xy (I.8)
Keterangan rumus :
xa , ya = koordinat titik a dalam sistem koordinat foto
xp , yp = offset titik utama
r = jarak dari titik a ke titik p
dr = distorsi
xa” , ya” = koordinat titik a terkoreksi kalibrasi kamera
12
(0,0) Y
X
(0,0)
Keterangan rumus:
Xp , Yp = koordinat titik dalam sistem koordinat piksel
Xf , Yf = koordinat titik dalam sistem koordinat foto
a, b, c, d, Cx , Cy = parameter transformasi
13
Persamaan diatas dapat diselesaikan dengan metode kuadrat terkecil dengan syarat
koordinat kedua sistem telah diketahui.
Tujuan utama dari proses Relative Orientation ini adalah membuat model
dari sepasang foto stereo dengan menentukan Tie Point pada masing masing foto.
Pada proses ini dilakukan juga transformasi sistem koordinat dari sistem koordinat
foto ke sistem koordinat model. Pada gambar I.8. terdapat tiga vektor yaitu Ai, Aj dan
B.
(xj’, yj’,zj’)
(xi’, yi’,zi’) B Oj
oi
P (xp, yp)
j (xj, yj)
i (xi,
yi)
Aj
Ai
Dari gambar (1.2) vektor ̅ , ̅ dan ̅ dapat ditulis persamaan (1.11), (1.12) dan
(1.13).
̅̅̅ ( )̅ ( ) ̅ ( )̅ (1.11)
̅̅̅ ( )̅ ( ) ̅ ( )̅ (1.12)
̅ ( )̅ ( ) ̅ ( )̅ (1.13)
( ( ) ( ) ( )) (1.6)
( ( ) ( ) ( )) (1.6)
( ( ) ( ) ( )) (1.6)
( ( ) ( ) ( )) (1.14)
( ( ) ( ) ( )) (1.6)
( ( ) ( ) ( )) (1.6)
,....., merupakan fungsi dari sudut rotasi ω , ϕ dan κ pada foto i dan foto j.
adalah principal point dalam sistem koordinat foto, adalah koordinat
image point dalam sistem koordinat foto i , adalah koordinat image point
dalam sistem koordinat foto j, adalah faktor skala pada foto i dan adalah faktor
skala pada foto j. Misalkan:
( ) ( ) ( ) (1.15)
( ) ( ) ( ) (1.15)
( ) ( ) ( ) (1.9)
15
( ) ( ) ( ) (1.9)
( ) ( ) ( ) (1.15)
( ) ( ) ( ) (1.7)
(1.10)
(1.10)
(1.16)
(1.10)
(1.10)
(1.10)
̅̅̅ ̅ ̅ ̅ (1.17)
̅̅̅ ̅ ̅ ̅ (1.18)
Apabila persamaan (1.13), (1.17) dan (1.18) dibentuk matriks sesuai dengan
persamaan koplanar (1.10) akan menjadi bentuk matriks (1.19)
| |=0 (1.19)
16
Xj – X0 = λ [ ] (1.14)
Yj – Y0 = λ [ ] (1.20)
Zj – Z0 = λ [ ] (1.14)
( ) ( ) ( ) (1.21)
Matriks rotasi (R) berisi tiga elemen rotasi omega (ω), phi (φ), kappa (κ).
R=[ ] (1.22)
Keterangan rumus :
λ : faktor skala
I.7.7. Paralaks
Paralaks stereoskopis merupakan perbedaan posisi bayangan sebuah titik
pada dua foto yang bertampalan karena perubahan posisi kamera (Zorn, 1984 dalam
Pranadita, 2013). Besarnya nilai paralaks akan berpengaruh pada proses penentuan
ketinggian suatu objek diatas permukaan bumi. Untuk memperoleh nilai ketinggian
objek yang baik diusahakan besarnya nilai paralaks-X dan paralaks-Y sama dengan
nol atau mendekati nol.
Foto 2 Foto 1
Ground
Pada gambar I.9. dapat dilihat perpotongan sinar yang jatuh tepat pada permukaan
objek A menunjukan sebuah kondisi ideal dimana objek A tidak mengalami
pergeseran topografi.
18
Foto 2 Foto 1
X-paralaks
Ground
Y-paralaks
h =H–( ) (I.24)
Keterangan rumus:
p = besarnya nilai paralaks suatu titik
X, X’ = koordinat suatu titik pada foto kiri dan foto kanan
h = tinggi suatu titik
H = tinggi terbang pesawat diatas permukaan laut rata-rata
B = basis foto
f = fokus kamera
19
O2 B O1
Foto 2 f
Foto 1
A2 B2 A1 B1
HB
A
ΔhA B
Ground
Persamaan I.25 dibuat berdasarkan geometri beda tinggi dan beda paralaks pada
gambar I.11.
ΔhA = (I.25)
= PXA – PXB
PXA = XA1 – XA2
PXB = XB1 – XB2
Keterangan rumus :
HB = tinggi terbang pesawat diatas permukaan tanah
B = basis foto
ΔhA = beda tinggi 2 titik
ΔPXA = beda paralaks 2 titik
PXA = paralaks titik A
PXB = paralaks titik B
20
I.7.8. Stereoplotting
Stereoplotting merupakan metode pengumpulan data untuk mempereroleh data
vektor yang memiliki nilai ketinggian dengan cara digitasi titik pada foto stereo.
Pembentukkan model dengan menggunakan dua buah foto stereo dapat digambarkan
seperti pada gambar I.12. Secara umum plotting dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu, plotting interaktif dan plotting otomatis. Plotting interaktif merupakan proses
plotting yang dilakukan dengan cara menentukan sendiri titik-titik obyek yang akan
dilakukan digitasi pada ruang tiga dimensi. Posisi titik dapat ditentukan dengan
mengatur posisi x,y kursor plotter serta ketinggian dari kursor plotter.
Ground
Gambar I.12. Hubungan antara foto stereo dengan posisi obyek di lapangan
∑
̅ = (1.26)
∑(̅ )
(1.27)
∑(̅ )
√ (1.28)
Keterangan rumus :
= varian
22
= standar deviasi
Nilai ketelitian tinggi maksimal DEM hasil stereoplotting foto udara dapat
dihitung dengan rumus (1.29). Rumus (I.30) dan (I.31) digunakan untuk menghitung
ketelitian maksimal koordinat x dan y pada DEM.
Sx = ( ) Sp (I.30)
Sy = ( ) Sp (I.31)
Keterangan rumus :
Sp = ketelitian pengali
b = basis foto
Rata-rata beda tinggi (̅) adalah hasil bagi jumlah selisih tinggi titik cek
(∑ )dengan jumlah titik sampel (n). Nilai varian ( )merupakan jumlah dari
kuadrat nilai rata-rata dikurangi besarnya nilai data ke-i (∑(̅ ) ) kemudian
dibagi dengan jumlah data dikurangi satu ( ). Sedangkan standar deviasi
( )merupakan akar dari varian. Sz merupakan nilai ketelitian tinggi maksimal DEM
23
dengan ketelitian pengali (Sp) sebesar 1 piksel. Basis foto adalah jarak titik pusat
foto kiri dan foto kanan.
I.8. Hipotesis
Data DEM yang dihasilkan dari teknik stereplotting interaktif yang melalui
tahapan Relative Orientation akan memiliki nilai standar deviasi ( ) pada titik
sampel lebih kecil dari nilai ketelitian maksimal rata-rata (Sz) yaitu 0,456m.