Renstra Ditjen EBTKE 2015-2019 PDF
Renstra Ditjen EBTKE 2015-2019 PDF
PENDAHULUAN
1 RENSTRA
I. PENDAHULUAN
Sesuai dengan Undang – Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, bahwa Perencanaan Pembangunan Nasional
menghasilkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan Tahunan.
RPJP yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasonal Tahun 2005 – 2025 terdiri dari 4 tahap pelaksanaan RPJMN.
Melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015, telah ditetapkan RPJMN Tahun 2015
– 2019 dengan tema “Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan
menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis
Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia, Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas,
serta kemampuan Iptek”.
Tabel 1.1
Target Pengembangan Panas Bumi RPJMN 2010 - 2014
Grafik 1.1
Target dan Capaian Kapasitas Terpasang PLTP Tahun 2010 – 2014 (MW)
5.795
Kapasitas Terpasang
Target
3.000
2.260
1.261
1.189 1.419
1.226 1.341
1.346
1.403,5
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
2010
2011
2012
2013
2014
Capaian penting lainnya selama kurun waktu 5 tahun di bidang Panas Bumi
adalah sebagai berikut:
1. Penetapan 65 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang terdiri dari 19 WKP
Eksisting dan 46 WKP setelah UU No. 27 Tahun 2003 dan 2 WKP setelah
UU No. 21 Tahun 2014.
3 RENSTRA
NAD 2 WKP
Jaboi: 70 MW
Seulawah Agam: 130 MW
Gn.Geureudong: 160 MW
JATIM 7 WKP
Blawan – Ijen: 270 MW
SUMUT 5 WKP
Gn. Iyang Argopuro: 295 MW
Sibayak – Sinabung: 130 MW
Telaga Ngebel: 120 MW
Sibual – Buali: 750 MW
Arjuno Welirang: 185 MW
Sipaholon Ria-ria: 75 MW SULUT 2 WKP
Gunung Pandan: 60 MW
Sorik Marapi: 200 MW Kotamobagu: 410 MW
Gunung Wilis: 50 MW
Simbolon Samosir: 155 MW Lahendong-Tompaso: 358 MW
Songgoriti: 35 MW
JAMBI 2 WKP MALUT 4 WKP
GORONTALO 1 WKP Jailolo: 75 MW
Sungai Penuh: 70 MW
Suwawa: 110 MW Songa Wayaua: 140 MW
Graho Nyabu: 200 MW
Gn.Hamiding: 265 MW
SUMSEL 3 WKP Telaga Ranu: 85 MW
Lumut Balai: 250 MW
Rantau Dedap: 106 MW
Danau Ranau: 210 MW
SUMBAR 3 WKP
Gn Talang-Bukit Kili: 65 MW
Liki Pinangawan: 400 MW
Bonjol: 200 MW BANTEN 2 WKP
Kaldera Danau Banten: 115 MW
G. Endut: 80 MW SULTENG 2 WKP
BENGKULU 2 WKP BALI 1 WKP Marana: 35 MW
Tmbg Sawah-Hululais: 873 MW Tabanan: 276 MW Bora Pulu: 123 MW
Kepahiang: 180 MW
LAMPUNG 5 WKP
Gn.Rajabasa: 91 MW
JABAR 11 WKP MALUKU 1 WKP
Suoh Sekincau: 230 MW
Ciater - Tgkban Perahu: 60 MW Tulehu: 100 MW
Waypanas – Ulubelu: 556 MW JATENG 6 WKP
Danau Ranau: 210 MW Cibeureum–Parabakti: 485 MW Baturaden: 175 MW
Way Ratai: 105 MW Cibuni: 140 MW Dataran Tinggi Dieng: 780 MW
Cisolok Cisukarame: 45 MW NTB 2 WKP
Guci: 79 MW NTT 5 WKP
Gn. Tampomas: 50 MW Hu'u Daha: 65 MW
Gn. Ungaran: 100 MW Atadei: 40 MW
Gn. Tgkuban Perahu: 100 MW Sembalun: 100 MW
Kamojang-Darajat: 1465 MW Candi Umbul Telomoyo: 72 MW Sokoria: 30 MW
Karaha Cakrabuana: 725 MW Gunung Lawu : 195 MW Ulumbu: 199 MW
Pangalengan: 1106 MW Mataloko: 63 MW
G. Ciremai: 150 MW Oka Ile Ange: 40 MW
Gn. Gede Pangrango: 85 MW
Gn. Galunggung : 130 MW
Gambar 1.1
Peta Wilayah Kerja Panas Bumi
Telah Beroperasi:
9 WKP (1.403,5 MW)
1. Sibayak (12 MW )
2. Ulubelu (110 MW)
3. Cibeureum-Parabakti (Gn Salak)(377 MW)
EKSPLOITASI: 4. Pangalengan (Patuha+WW) (282 MW)
9 WKP (1.403,5 MW) 5. Kamojang-Darajat (470 MW)
6. Dieng (60 MW)
7. Lahendong-Tompaso (80 MW)
LANCAR: 8. Ulumbu (10 MW)
17 WKP (1.930 MW) 9. Mataloko (2,5 MW)
PERSIAPAN LELANG
WKP: IPB yang telah dikembalikan:
26 WKP (1.425 MW) 4 WKP (375 MW)
1. Suoh Sekincau (220 MW)
2. Hu’u Daha (20 MW)
3. Iyang Argopuro (55 MW)
4. Kotamobagu (80 MW)
Gambar 1.2
Status Wilayah Kerja Panas Bumi
RENSTRA 4
Tabel 1.3
Harga Patokan Tertinggi Jual Beli Tenaga Listrik dari PLTP
HARGA PATOKAN TERTINGGI (SEN USD/KWH)
TAHUN COD
WILAYAH I WILAYAH II WILAYAH III
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Pembagian Wilayah:
Wilayah I: Wilayah Sumatera, Jawa dan Bali
Wilayah II: Wilayah Sulawesi, NTB, NTT, Halmahera, Maluku, Papua dan Kalimantan
Wilayah III: Wilayah yang berada pada Wilayah I atau Wilayah II tetapi sistem transmisinya
terisolasi, pemenuhan kebutuhan listriknya sebagian besar diperoleh dari pembangkit listrik
dengan bahan bakar minyak
Tabel 1.4
Capaian Sub Sektor Panas Bumi Tahun 2010 – 2014
TAHUN
NO INDIKATOR KINERJA SATUAN
2010 2011 2012 2013 2014 2015 **)
1. Penetapan WKP Panas Bumi Jumlah WKP 3 5 8 - 10 -
3. Produksi Uap Ribu Ton 69.391,2 68.723,4 68.769,7 69.295,6 73.598 71.581,2
5. Realisasi Investasi Miliar Rupiah 1.789,04 2.217,8 2.096,74 4.514 7.330,55 6.530,6 *)
Penerimaan Setoran Bagian
6. Miliar Rupiah 803,36 898,46 1.140,00 1.071,79 993,77 1.145,99
Pemerintah
BIODIESEL (Minimum)
Juli Januari Januari Januari Januari
Sektor
2014 2015 2016 2020 2025
Usaha Mikro, Usaha Perikanan,
Usaha Pertanian, Transportasi, 10% 10% 20% 30% 30%
dan Pelayanan Umum (PSO)
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
BIOETANOL (Minimum)
Juli Januari Januari Januari Januari
Sektor
2014 2015 2016 2020 2025
Usaha Mikro, Usaha Perikanan, 0,5% 1% 2% 5% 20%
Usaha Pertanian, Transportasi,
dan Pelayanan Umum (PSO)
Transportasi Non PSO 1% 2% 5% 10% 20%
Industri dan Komersial 1% 2% 5% 10% 20%
Pembangkit Listrik - - - - -
7 RENSTRA
Grafik 1.2
Volume Produksi Bahan Bakar Nabati (Ribu KL)
3.961
2.805
2.221
1.812 1.845
1.757
1.552 1.629
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
1.453
1.048
669
243 359
190
223
70 119 20
B. KAJIAN TEKNIS DAN UJI PEMANFAATAN BBN B 20% (B-20) - UJI JALAN
(ROAD TEST) B-20
Kajian Teknis dan Uji Pemanfaatan BBN (B20)-Uji jalan (road test) B-20
dilakukan dalam rangka mendukung Mandatori BBN yaitu implementasi B20
pada tahun 2016 seperti yang tertuang dalam Permen ESDM No. 32 Tahun
2008 sebagaimana telah diubah dengan Permen ESDM No. 20 Tahun 2014.
Kegiatan ini merupakan kerja sama antara Kementerian ESDM (Ditjen EBTKE
dan Balitbang ESDM), BPPT, PT. Pertamina, Aprobi, Gaikindo, Hino, Aspindo,
dan Hinabi.
Output dari kegiatan ini adalah tersedianya dokumen teknis penggunaan
BBN (B20) pada mesin kendaraan bermotor dan alat besar, serta tersedianya
rekomendasi teknis yang diperlukan sehingga pemanfaatan B20 pada tahun
2016 tidak berdampak negatif pada mesin.
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Hasil yang diperoleh dari uji B20 ini adalah sebagai berikut:
• Terjadi peningkatan konsumsi bahan bakar sekitar 3% dan penurunan
daya sekitar 2% pada kendaraan berbahan bakar B20 dibandingkan B0
• Pada kendaraan yang menggunakan B20, terjadi peningkatan daya
pada setiap kenaikan 10.000 km
• Hasil uji pada kendaraan lama sempat terjadi clogging/penyumbatan
-
pada filter bahan bakar, satu pada km 5000 dan satunya pada 7500,
sehingga untuk antisipasi implementasi B20 khususnya untuk
kendaraan lama yang jumlahnya lebih dari 4 juta unit perlu dilakukan
secara bertahap
9 RENSTRA
Gambar 1.3
Uji Jalan B-20
kelapa sawit baik cair maupun padat dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS).
RENSTRA 10
Tabel 1.5
Capaian Pengembangan PLT Bioenergi dan Sumber Biomassa
Tabel 1.6
Feed in Tariff dari PLT Bioenergi
Sebagai tahap awal, PT Charta Putra Indonesia bersama dengan PT General Electris
membangun proyek percontohan (pilot project) pembangkit listrik tenaga Biomassa
dengan kapasitas terpasang sebesar 400 kW, dengan limbah bambu sebagai bahan
baku. Nilai investasi proyek ini sebesar Rp 10 Milyar dan dibangun berdekatan dengan
Pembangkit Listrik Tenaga Surya 1 MW yang telah dibangun dengan menggunakan
dana Direktorat Jenderal EBTKE Tahun Anggaran 2012. Listrik yang dihasilkan akan
dijual kepada PT PLN menggunakan skema Feed in Tariff sebagaimana diatur dengan
Permen ESDM No. 27 Tahun 2014.
Penggunaan bambu sebagai bahan baku PLT Biomassa – Bangli ini, karena di Bangli
bambu dapat tumbuh dan berkembang secara cepat di seluruh desa dengan luas pada
areal sekitar 6.034,80 Ha. sehingga diharapkan dengan pemanfaatan bambu secara
optimal dapat lebih mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, menambah lapangan
kerja dan penggunaan sumber energi yang ramah lingkungan. Untuk itu, semakin
didorong pembangunan ekonomi masyarakat melalui. Mulai dari bagian produktif
sampai limbah yang selama ini dipandang sebagai sampah yang mengotori
lingkungan.
D. PENGEMBANGAN BIOGAS
Pengembangan biogas dilakukan melalui tiga mekanisme yaitu:
1. Program Biogas Non Komersial (Investasi Pemerintah) dilakukan melalui
pendanaan APBN. Sampai tahun 2013 telah dibangun sebanyak 3.205 unit
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Grafik 1.3
Volume Produksi Biogas (ribu m3/hari)
70,0
62,7
60,0
50,0
44,8
40,0
30,0
20,0 20,1
13,8
10,0
0,0
2011 2012 2013 2014
1.1.3. Kondisi Umum dan Capaian Bidang Aneka Energi Baru dan Energi
Terbarukan
Sesuai dengan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, yang
dikategorikan sebagai sumber energi baru adalah sumber energi yang dapat
dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dari sumber energi terbarukan
maupun sumber energi tak terbarukan, antara lain nuklir, hidrogen, gas
metana batu bara (coal bed methane), batu bara tercairkan (liquified coal), dan
batu bara tergaskan (gasified coal). Sedangkan sumber energi terbarukan
adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang
berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin,
bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan
suhu lapisan laut.
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Sehingga yang menjadi pengelolaan bidang aneka energi baru dan energi
terbarukan adalah sebagai berikut:
Grafik 1.4
Energi Aliran dan Terjunan Air
62, 1%
587, 7% 24,03 %
439, 6% PLN - PLTA
PLN - PLTM
IPP - PLTA
IPP - PLTM
Pemerintah - PLTMH
pendanaan
• secara spesifik memposisikan peran Pemerintah dalam meregulasi
pemanfaatan energi air, serta
• mampu menyaring badan usaha yang mempunyai kemampuan cukup
untuk mengembangkan PLTMH
Kebijakan tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PT. PLN(Persero) dari
Pembangkit Listrik Tenaga Air diatur dengan Peraturan Menteri ESDM No. 12
Tahun 2014 serta Peraturan Menteri ESDM No. 22 Tahun 2014 dengan ketetapan
harga sebagai berikut:
RENSTRA 14
Gambar 1.4
pembangunan 33 unit PLTMH di beberapa propinsi
B. Energi Surya
Pengembangan Pemanfaatan Energi Surya s.d tahun 2013 berkapasitas
sebesar 67 MW, yang meliputi :
• Pembangkit milik PLN berupa 129 unit Pembangkit Listrik Tenaga
Surya (PLTS) berkapasitas 25 MW, serta
• Pembangkit yang dibangun oleh Pemerintah sebanyak 787 unit yang
terdiri dari 5 unit PLTS Interkoneksi, PLTS Terpusat serta SHS dengan
total kapasitas 42 MW untuk memenuhi listrik masyarakat di
perdesaan, pulau terluar dan kawasan perbatasan.
15 RENSTRA
PELAKU
No. Kegiatan Badan Panitia
Usaha PLN DJEBTKE Pelelangan MESDM
Usulan
Mulai Rincian
Kuota
Penetapan Rincian tidak setuju
1. Kuoto dan Lokasi
ya
Penetapan
Perdirjen EBTKE
Pembukaan
Penyampaian Proses
Rekening Bersama Setor Dana ke
3. Rekening Bersama Penetapan Penugasan
dan Penugasan Pengembang kepada PLN
kepada PLN
Penyelesaian Penggunaan
Pendanaan dana Rekening
5. Pembangunan PLTS Bersama
Pembangunan Selesai
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Gambar 1.5
Mekanisme Investasi PLTS Fotovoltaik Sesuai Permen ESDM No. 17/2013
Gambar 1.6
Peta Lelang Kuota Kapasitas PLTS IPP
Gambar 1.7
PLTS Interkoneksi Kapasitas 1 MW di Kabupaten Karangasem, Bali
RENSTRA 18
C. Energi Angin
Pengembangan Tenaga Angin sampai dengan tahun 2013 berkapasitas sebesar 1,3
MW, yang meliputi :
• 1,2 MW terinterkoneksi dengan jaringan PLN (on-grid) dan
• 0,1 MW off-grid.
Pemanfaatan energi air skala kecil, energi surya dan energi angin umumnya
diprioritaskan untuk percepatan elektrifikasi daerah perdesaan, daerah tertinggal dan
daerah perbatasan/pulau terluar.
Dalam rangka pelaksanaan Direktif Presiden yang dituangkan dalam Perpres No.
65/2011 tentang Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat, Propinsi Papua
dan Papua Barat menjadi prioritas sasaran dalam kegiatan pembangunan
infrastruktur energi oleh Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi
Energi sebagai berikut :
• Tahun 2012 sebesar 225 kW di 8 kabupaten dengan dana sebesar Rp
37.268.051.453,-
• Tahun 2013 sebesar 1.711 kW di 10 kabupaten dengan dana sebesar Rp
177.079.233.117,-
• Tahun 2014 sebesar 352 kW di 11 kabupaten dengan dana sebesar Rp
52.240.378.976,- serta pengalokasian dana DAK Bidang Energi Perdesaan yang
tersebar di beberapa kabupaten untuk wilayah Papua dan Papua Barat adalah :
• Tahun 2012 tersebar di 25 kabupaten menerima Rp 158.648.670.000,- atau 83%
dari total anggaran sebesar Rp. 190.640.000.000,-
• Tahun 2013 tersebar di 18 kabupaten menerima Rp 191.886.010.000,- atau 44%
dari total anggaran sebesar Rp. 432.886.010.000,-
• Tahun 2014 tersebar di 22 kabupaten menerima Rp 238.622.160,- atau 51% dari
total anggaran sebesar Rp. 467.940.000,-
Untuk program tahun 2015 Direktorat Jenderal Energi baru Terbarukan dan Konservasi
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Terkait peningkatan pemanfaatan produk dalam negeri (TKDN) pada PLTS, TKDN
antara 40% – 43%, dimana kapasitas produksi lokal dapat mencapai 110MW per tahun.
Sedangkan untuk peralatan PLTMH, TKDN pada pekerjaan sipil sudah mencapai 100%,
namun untuk peralatan elektrik-mekanikal mencapai 80% - 90%.
19 RENSTRA
Grafik dibawah ini menunjukkan indikator efisiensi energi nasional yang diukur
berdasarkan intensitas energi primer dan energi final sejak tahun 2000 sampai
tahun 2012 yang mengalami fluktuasi sesuai dengan kondisi perekonomian,
kebijakan, harga, perilaku masyarakat dan situasi internasional. Grafik tersebut
juga menggambarkan bahwa rasio efisiensi keseluruhan energi primer menjadi
energi final mencapai rata - rata 63% per tahun. Pada periode tersebut,
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Grafik 1.5
Intensitas Energi Primer (EP) dan Energi Final (EF)
Intensitas EP
Intensitas EF
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Keterangan:
- Berdasarkan Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2014
- Tidak termasuk biomass
Penurunan intensitas ini didukung oleh berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat
Konservasi Energi secara berkelanjutan melalui program-program yang setiap tahun secara
terus menerus dikembangkan dalam mendorong implementasi efisiensi energi, antara lain:
1. Program Kemitraan Konservasi Energi dan Manajemen Energi
a. Memberikan audit energi gratis bagi bangunan gedung dan industri.
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
b. Selama tahun 2003 - 2013, telah dilaksanakan audit energi bagi 974 industri dan
bangunan yan terdiri dari 568 industri dan 398 bangunan.
c. Pada tahun 2013, 60 bangunan gedung dan 108 industri telah diaudit.
d. Menyusun Revisi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Manajer
Energi.
e. Menyediakan Sistem Pelaporan Manajemen Energi Melalui Pelaporan Berbasis
Web-system.
f. Implementasi SNI: ISO 50001 tentang Sistem Manajemen Energi pada industri
tekstil, garmen, makanan & minuman, kertas dan indutri kimia dengan melakukan
kegiatan:
21 RENSTRA
Tabel 1.7
Hasil Program Kemitraan Audit Energi 2003-2009
- -
− − − − −
− − − − −
Tabel 1.8
Hasil Program Kemitraan Audit Energi 2010-2013
− − − −
− − − −
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Gambar 1.8
Pemberian Penghargaan Lomba Home and School Energy Champion
23 RENSTRA
Gambar 1.9
Pemberian Penghargaan Efisiensi Energi Nasional
kebijakan untuk mendorong efisiensi energi peralatan pemanfaat energi. Kebijakan ini
umum diterapkan untuk peralatan yang banyak digunakan masyarakat dan secara
kumulatif signifikan mengkonsumsi energi. Untuk Indonesia, peralatan rumah tangga
seperti lampu, lemari pendingin, pengkondisi udara, kipas angin, penanak nasi, balas
elektronik, serta komponen utama mesin industri seperti motor listrik merupakan obyek
kebijakan standar dan label yang sudah dan sedang disusun oleh Kementerian ESDM.
60 lumen/watt
8W20SP
0123456789
Gambar 1.10
Label Hemat Energi Berdasarkan Permen ESDM No. 06/2011
Indonesia mengadopsi label komparatif dengan 4 (empat) tingkat hemat energi dan
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
ditandai dengan jumlah bintang sesuai tingkatan levelnya untuk memberikan informasi
kepada konsumen. Semakin banyak bintang suatu produk CFL, semakin tinggi tingkat
hemat energinya. “Makin banyak bintang, makin hemat” (maksimum 4 bintang). Label
hemat energi untuk CFL ini dikombinasikan dengan kebijakan standar tingkat efisiensi
energi minimum (Minimum Energy Performance Standard/MEPS) produk CFL pada
batas bawah bintang 1 (satu). Dengan demikian, semua produk CFL yang beredar di
Indonesia wajib memiliki batas minimal performance efisiensi tersebut. Label energi
efisiensi energi yang sudah dilakukan yaitu untuk Lampu CFL adalah sebagai pioneer
labelisasi peralatan listrik rumah tangga (2011). Sampai saat ini sebanyak 7 manufaktur
telah mencantumkan label pada produk lampu CFL.
25 RENSTRA
Kebijakan standar dan label tersebut dapat dikombinasikan ataupun diterapkan secara
terpisah untuk tiap jenis peralatan, tergantung dari karakter/jenis peralatan dengan
mempertimbangkan efektifitas penerapan kebijakannya. Dalam mewujudkan
keberhasilan penerapan kebijakan standar dan label hemat energi pada peralatan
pemanfaat energi di rumah tangga, Kementerian ESDM bekerjasama dengan
Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan untuk pelaksanaan
produksinya dan pengawasannya.
Pada tanggal 29 Mei 2012, Presiden Republik Indonesia telah menyampaikan pidato
bertema “Gerakan Penghematan Energi Nasional Tahun 2012”. Dalam pidatonya,
Presiden RI menyampaikan 5 (lima) kebijakan, yaitu pengendalian sistem distribusi BBM
di setiap SPBU, pelarangan kendaraan pemerintah menggunakan BBM subsidi, baik
pusat maupun daerah serta BUMN maupun BUMD, pelarangan BBM bersubsidi untuk
kendaraan perkebunan dan pertambangan, konversi BBM ke bahan bakar gas untuk
transportasi, penghematan penggunaan listrik dan air di kantor-kantor pemerintah
pusat dan daerah, BUMN, BUMD serta penghematan penerangan jalan. Upaya dan
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
tindakan nyata pengurangan pemakaian energi dan air dilakukan melalui gerakan
penghematan energi dan air yang dipelopori oleh instansi pemerintah sebagai contoh
bagi masyarakat.
bengkel untuk pemasangan dan pemeliharaan kendaraan berbahan bakar gas, dan
pelaksanaan uji coba pemasangan Sistem Teknologi Informasi bengkel dan SPBG.
Gambar 1.11
Energy Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia (EECCHI)
27 RENSTRA
Pusat fasilitas pelayanan informasi EECCHI telah diresmikan pada tanggal 24 Maret
2011 di Jakarta. Peranan penting EECCHI adalah meningkatkan kepedulian masyarakat
untuk melaksanakan kegiatan konservasi energi melalui beberapa kegiatan yang
diadakan antara lain pelatihan (training), workshop, konferensi, dan seminar.
Tugas dan fungsi Energy Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia
(EECCHI):
1. Memberikan Pelayanan Informasi Konservasi & Efisiensi Energi
a. Website, portal informasi, dan kalkulator energi
b. Best practices konservasi dan efisiensi energi
c. Database konservasi dan efisiensi energi
d. Studi kebijakan pemerintah
e. Perpustakaan & publikasi
2. Memfasilitasi hubungan antar pihak
a. Instansi pemerintah pusat dan daerah
b. Industri
c. Transportasi
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
d. Rumah tangga
e. Komersial
f. Lainnya
g. Penyedia jasa dan peralatan energi
h. Lembaga keuangan
i. Lembaga donor
j. Akademisi
k. Masyarakat
3. Mengangkat isu konservasi & efisiensi energi di Indonesia
a. Sosialisasi konservasi dan efisiensi energi
b. Kegiatan pelatihan, konferensi, lokakarya
RENSTRA 28
Namun, pemanfaatan panas bumi untuk pembangkitan tenaga listrik, saat ini
masih rendah jika dibandingkan dengan potensi sumber daya dan cadangan
yang ada, dimana pengembangan energi panas bumi baru mencapai
1.403,5 MW atau sebesar 4,8% dari potensi yang ada.
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Gambar 1.12
Peta Persebaran Potensi Panas Bumi
29 RENSTRA
Jumlah
No Pulau Total Terpasang
Lokasi
1 Sumatera
2 Jawa
3 Bali-Nusa Tenggara
4 Kalimantan
5 Sulawesi
6 Maluku
7 Papua
TOTAL
Grafik 1.6
Perbandingan Potensi dan Kapasitas Terpasang Panas Bumi
12.760
3.044
1.805
1.134 1.071
122 7,5 145 0 80 0 75 0
BALI-NUSA TENGGARA
JAWA
MALUKU
PAPUA
SUMATERA
KALIMANTAN
SULAWESI
Sampai tahun 2015 terdapat 67 WKP Panas Bumi yang telah ditetapkan oleh
pemerintah, yang terdiri 19 WKP Eksisting (WKP yang ditetapkan sebelum
berlakunya UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi), 46 WKP yang telah
ditetapkan setelah terbit UU No. 27 Tahun 2003, serta 2 WKP Panas Bumi setelah
terbitnya UU No. 21 Tahun 2014.
RENSTRA 30
Tabel 1.9
WKP Panas Bumi Sebelum UU No. 27 Tahun 2003
KAP.
No. PROVINSI KABUPATEN PLTP OPERATOR
(MW)
I. SUMATERA UTARA
1 Sibayak (Lau Debuk-Debuk) Karo 12 PT Pertamina Geothermal Energy
2 Sibual-Buali Tapanuli Selatan - Konsorsium Medco
II. BENGKULU
3 Hululais - Tambang Sawah Rejang Lebong - PT Pertamina Geothermal Energy
III. SUMATERA SELATAN
4 Lumut Balai Muara Enim - PT Pertamina Geothermal Energy
IV. JAMBI
4 Sungaipenuh Kerinci - PT Pertamina Geothermal Energy
V. LAMPUNG
6 Ulubelu Tanggamus 110 PT Pertamina Geothermal Energy
VI. JAWA BARAT
7 Cibeureum - Parabakti Bogor – Sukabumi 377 Chevron Geothermal Salak - KOB PT PGE
8 Pengalengan Bandung 227 PT Star Energy - KOB PT PGE
Gunung Patuha Bandung 55 PT Geo Dipa Energi - Ap PT PGE & PT PLN
9 Kamojang Garut 200 PT Pertamina Geothermal Energy
Chevron Geothermal Indonesia - KOB PT
Darajat Garut 270
PGE
10 Karaha-Cakrabuana Tasikmalaya - PT Pertamina Geothermal Energy
VII. JAWA TENGAH
Wonosobo –
11 Dieng 60 PT Geo Dipa Energi - AP PT PGE & PT PLN
Banjarnegara
VIII. JAWA TIMUR
12 Iyang-Argopuro Probolinggo - PT Pertamina Geothermal Energy
IX. BALI
13 Buyan Bratan (Bedugul) Buleleng - PT Bali Enrgy Limited - KOB PT PGE
X. SULAWESI UTARA
14 Lahendong-Tompaso Minahasa 80 PT Pertamina Geothermal Energy
Bolaang Mongondow
15 Kotamobagu PT Pertamina Geothermal Energy
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Timur -
XI. PENGUSAHAAN DALAM SKALA KECIL
16 Cibuni Bandung (Jabar) - PT Yala Tekno Geothermal
17 Ciater Tangkuban Perahu Bandung (Jabar) - PT Wahana Sambadha Sakti
18 Tulehu Maluku (Ambon) - PT PLN (Persero)
19 Ulumbu Manggarai (NTT) 10 PT PLN (Persero)
TOTAL 1.401
31 RENSTRA
Tabel 1.10
WKP Panas Bumi Setelah Undang-Undang No. 27 tahun 2003
NO WKP Nomor POTENSI LOKASI
KEPMEN ESDM (MW)
1 WKP GUNUNG UNGARAN 1789.K/33/MEM/2007 100 Kab. Semarang dan Kab. Kendal, Jabar
2 WKP CISOLOK SUKARAME 1937.K/30/MEM/2007 30 Kab. Sukabumi, Jabar
3 WKP JAILOLO 1787.K/33/MEM/2007 160 Kab. Halmahera Barat, Maluku Utara
4 WKP SEULAWAH AGAM 1786.K/33/MEM/2007 180 Kab. Aceh Besar, Aceh
5 WKP GUNUNG TAMPOMAS 1790.K/33/MEM/2007 20 Kab. Sumedang dan Kab. Subang, Jabar
6 WKP TELAGA NGEBEL 1788.K/33/MEM/2007 120 Kab. Ponorogo dan Madiun, Jatim
7 WKP G TANGKUBAN PERAHU 2995.K/30/MEM/2007 100 Kab. Subang, Kab. Bandung dan Kab. Purwakarta, Jabar
8 WKP SOKORIA 1534.K/30/MEM/2008 30 Kab. Ende, NTT
9 WKP JABOI 1514.K/30/MEM/2008 50 Kota Sabang, Aceh
10 WKP SIPOHOLON RIA RIA 2961 K/30/MEM/2008 75 Tapanuli Utara, Sumut
11 WKP GUNUNG TALANG – BUKIT KILI 2777 K/30/MEM/2014 65 Solok
12 WKP SORIK MARAPI SAMPURAGA 2963 K/30/MEM/2008 200 Kab. Mandailing Natal, Sumut
13 WKP KALDERA DANAU BANTEN 0026 K/30/MEM/2009 115 Kab. Serang & Kab. Pandeglang, Banten
14 WKP BLAWAN IJEN 2472 K/30/MEM/2008 270 Kab. Bondowoso, Kab. Banyuwangi & Situbondo, Jatim
15 WKP HU'U DAHA 2473 K/30/MEM/2008 65 Kab. Dompu, NTT
16 WKP ATADEI 2966 K/30/MEM/2008 40 Kab. Lembata, NTT
17 WKP MARANA 2964 K/30/MEM/2008 36 Kab. Donggala, Sulteng
18 WKP SUWAWA 0025 K/30/MEM/2009 110 Kab. Bone Bolango dan Kota Gorontalo, Gorontalo
19 WKP SONGA WAYAUA 2965 K/30/MEM/2008 140 Kab. Halmahera Selatan, Maluku Utara
20 WKP G. RAJABASA 0211 K/30/MEM/2009 91 Lampung Selatan, Lampung
21 WKP SUOH SEKINCAU 2478 K/30/MEM/2009 230 Lampung Barat, Lampung
22 WKP LIKI PINANGAWAN 1086 K/30/MEM/2009 400 Solok, Sumbar
23 WKP GUCI 1556 K/30/MEM/2010 79 Tegal,Brebes,Pemalang, Jateng
24 WKP BATURADEN 1557 K/30/MEM/2010 175 Banyumas,Tegal,Brebes,Purbalingga,Pemalang, Jateng
25 WKP. RANTAU DEDAP 0155 K/30/MEM/2010 106 Muara Enim, Lahat, Kota Paga Alam, Sumsel
26 WKP. BONJOL 1150 K/30/MEM/2011 200 Pasaman, Sumatera Barat
Ogan Komering Ulu Selatan dan Lampung Barat,
27 WKP. DANAU RANAU 1151 K/30/MEM/2011 210
Sumatera Selatan dan Lampung
28 WKP. MATALOKO 1152 K/30/MEM/2011 106 Ngada, NTT
29 WKP. CIREMAI 1153 K/30/MEM/2011 150 Kuningan dan Majalengka, Jawa Barat
30 WKP. GUNUNG ENDUT 1154 K/30/MEM/2011 80 Lebak, Banten
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
31 WKP SIMBOLON SAMOSIR 1827 K/30/MEM/2012 225 Samosir, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Humbang
Hasundutan dan Dairi, Sumatera Utara
32 WKP WAY RATAI 1825 K/30/MEM/2012 105 Pesawaran, Tanggamus & Kota Bandar Lampung, Lampung
Semarang, Magelang, Boyolali, Temanggung, Kota
33 WKP CANDI UMBUL TELOMOYO 1826 K/30/MEM/2012 120
Salatiga, Jawa Tengah
34 WKP BORA PULU 1828 K/30/MEM/2012 123 Sigi dan Kota Palu, Sulawesi Tengah
35 WKP GUNUNG LAWU 2518 K/30/MEM/2012 195 Karanganyar, Sragen, Wonogiri, ngawi, Magetan,
Jawa Timur dan Jawa Tengah
36 WKP SEMBALUN 2848 K/30/MEM/2012 100 Lombok Timur, NTB
37 WKP OKA ILE ANGE 2849 K/30/MEM/2012 40 Flores Timur, NTT
38 WKP KEPAHIANG 2847 K/30/MEM/2012 180 Kepahiang dan Rejang Lebong, Bengkulu
39 WKP GRAHO NYABU 2781 K/30/MEM/2014 200 Merangin dan Kerinci
40 WKP GUNUNG ARJUNO WELIRANG 2773 K/30/MEM/2014 185 Mojokerto, Pasuruan, Malang dan Kota Batu
41 WKP GUNUNG PANDAN 2774 K/30/MEM/2014 60 Bojonegoro, Nganjuk dan Madiun
42 WKP GUNUNG WILIS 2775 K/30/MEM/2014 50 Nganjuk, Kediri, Tulungagung, Ponorogo dan Madiun
RENSTRA 32
Tabel 1.11
WKP Panas Bumi Setelah Undang-Undang No. 21 Tahun 2014
Nomor POTENSI
NO WKP KEPMEN ESDM (MW) LOKASI
1 WKP GUNUNG GEUREUDONG 4283 K/30/MEM/2014 160 Kab. Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Aceh Utara
2 WKP GUNUNG GALUNGGUNG 4284 K/30/MEM/2014 130 Kab. Tasikmalaya, Garut, dan Kota Tasikmalaya
Dalam rangka mempercepat pengembangan panas bumi pada wilayah terbuka yang
belum dapat ditetapkan menjadi WKP, Pemerintah memberikan Penugasan Survei
Pendahuluan Panas Bumi kepada Badan Usaha. Wilayah terbuka yang ditetapkan
menjadi Wilayah Penugasan Survei Pendahuluan harus memiliki kriteria :
1. Wilayah tersebut mempunyai potensi panas bumi yang besar dan/atau
kebutuhan listrik di daerah tersebut tinggi
2. Wilayah tersebut mempunyai infrastruktur serta jaringan transmisi nasional yang
memadai
3. Wilayah tertingal (frontier/remote area) yang secara potensi dan teknis apabila
dikembangkan potensi panas bumi di daerah tersebut akan membawa
multiplier effect yang signifikan.
Diharapkan dari hasil Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi, wilayah terbuka
yang memiliki potensi panas bumi yang dapat dikembangkan dapat ditetapkan
menjadi WKP.
Salah satu bentuk Penyediaan energi bersih kepada masyarakat dunia tersebut
antara lain melalui penyediaan biodiesel. Sebagai penghasil kelapa sawit terbesar di
dunia, Indonesia seharusnya mempunyai potensi untuk menjadi salah satu
penghasil biodiesel terbesar. Saat ini, kapasitas terpasang biodiesel yang berasal dari
kelapa sawit telah mencapai 6,3 juta kL/tahun. Selain minyak kelapa sawit, limbah
dari industri kelapa sawit juga memiliki potensi yang besar untuk diolah menjadi
sumber energi. Industri lain yang mempunyai potensi dalam pengembangan
bioenergi adalah industri gula untuk pengolahan bioetanol dan penyediaan tenaga
listrik nasional. Oleh karena itu, sejak akhir 2008, Pemerintah melalui Kementerian
ESDM telah memberlakukan kewajiban pemanfaatan biodiesel dan bioethanol
secara bertahap terutama pada sektor transportasi darat
33 RENSTRA
Gambar 1.13
Peta Persebaran Produksi Biodiesel
Tabel 1.12
Potensi Limbah Biomassa Menjadi Listrik
Potensi Jawa- Nusa
Kalimantan
No Umum Unit Sumatera Bali- Tenggara Sulawesi Maluku Papua Total
(MWe) Madura
1 Kelapa Sawit MWe 8.812 3.384 60 - 323 - 75 12.654
2 Tebu MWe 399 - 854 - 42 - - 1.295
3 Karet MWe 1.918 862 - - - - - 2.781
4 Kelapa MWe 53 10 37 7 38 19 14 177
5 Padi MWe 2.255 642 5.353 405 1.111 22 20 9.808
6 Jagung MWe 408 30 954 85 251 4 1 1.733
7 Ubi Kayu MWe 110 7 120 18 12 2 1 271
8 Kayu MWe 1.212 44 14 19 21 4 21 1.335
9 Sapi MWe 96 16 296 53 65 5 4 535
10 Sampah Kota MWe 326 66 1.527 48 74 11 14 2.066
Total Potensi MWe 15.588 5.062 9.215 636 1.937 67 151 32.654
Tabel 1.13
Kapasitas Terpasang On Grid PLT Biomassa, Biogas dan Sampah Kota s.d Mei 2015
NAMA JENIS KONTRAK
NO COD LOKASI PLN WILAYAH JENIS BIOMASA
PERUSAHAAN KONTRAK (MW)
1 PT Riau Prima Excess PLN Wilayah
2001 Riau Palm Waste 5
Energy power Riau
PT Growth Excess Sumatera PLN Wilayah
2 2006 Palm Waste 9
Sumatra 1 power Utara Sumut
PT Listrindo IPP PLN Wilayah
3 2006 Bangka Palm Waste 5
Kencana Bangka
PT Indah Kiat Excess PLN Wilayah
4 2006 Riau Palm Waste 2
Pulp & Paper power Riau
PT Belitung IPP PLN Wilayah
5 2010 Belitung Palm Waste 7
Energy Babel
Permata Hijau Excess PLN Wilayah
6 2010 Riau Palm Waste 2
Sawit power Riau
Excess PLN Wilayah
7 PT Pelita Agung 2010 Riau Palm Waste 5
power Riau
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Tabel 1.14
Kapasitas Terpasang On Grid PLT Biomassa, Biogas dan Sampah Kota s.d Mei 2015
Adapun lokasi potensi tersebut dapat dilihat pada peta sebaran potensi untuk
energi air, energi surya, energi angin dan energi laut berikut ini serta rencana
pengembangan pemanfaatan setiap jenis energi sebagai berikut :
RENSTRA 36
Gambar 1.14
Peta Potensi Energi Air per Propinsi
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Gambar 1.15
Peta Potensi Energi Mini/Mikrohidro
37 RENSTRA
KAPASITAS ESTIMASI
NO NAMA PROYEK PEMILIK LOKASI
(MW) COD
1 PLTA Upper Cisokan (4 x 260 PLN Jawa Barat 1.040 2018
MW)
2 PLTA Jatigede (2 x 55 MW) PLN Jawa Barat 110 2017
3 PLTA Asahan 3 (2 x 87 MW) PLN Sumatera Utara 174 2018
4 PLTA Masang 2 (55 MW) PLN Sumatera Barat 55 2020
5 PLTA Hasang (40 MW PT Binsar Natorang Energi Sumatera Utara 40 2018
6 PLTA Peusangan (83 MW) Kons. PT Ingako Kospo Nangroe Aceh 83 2020
Posco Dongbu Eng Darussalam
7 PLTA Semangka (2 x 28 MW) PT Tanggamus Electric Lampung 56 2017
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Power
8 PLTA Wampu (3 x 15 MW) PT Wampu Electric Power Sumatera Utara 45 2016
9 PLTA Bonto Batu (110 MW) PT Enrekang Hydro Power Sulawesi Selatan 110 2019
10 PLTA Malea (2 x 45 MW) PT Malea Energy Sulawesi Selatan 90 2020
Gambar 1.16
Peta Potensi Energi Surya
daya terbangkitkan relatif masih mahal, tetapi biaya pokok produksi listrik relatif
bersaing dengan sistem pembangkit listrik energi terbarukan lainnya.
RENSTRA 40
Gambar 1.17
Peta Potensi Energi Angin Indonesia
Tabel 1.15
Potensi Energi Angin Indonesia
Tabel 1.16
Potensi Energi Angin Indonesia (Ketinggian 50 meter)
Gambar 1.18
Peta Potensi Arus Pasang Surut Laut
RENSTRA 42
Energi pasang surut di wilayah Indonesia terdapat pada banyak pulau. Cukup banyak
selat sempit yang membatasinya maupun teluk yang dimiliki masing-masing pulau.
Hal ini memungkinkan untuk memanfaatkan energi pasang surut. Saat laut pasang
dan saat laut surut aliran airnya dapat menggerakkan turbin untuk membangkitkan
listrik. Sampai saat ini belum ada penelitian untuk pemanfaatan energi pasang surut
yang memberikan hasil yang cukup signifikan di Indonesia.
Di Indonesia beberapa daerah yang mempunyai potensi energi pasang surut adalah
Bagan Siapi-api yang pasang surutnya mencapai 7 meter, Teluk Palu yang struktur
geologinya merupakan patahan (Palu Graben) sehingga memungkinkan gejala
pasang surut, Teluk Bima di Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), Kalimantan Barat,
Papua, dan pantai selatan Pulau Jawa yang pasang surutnya bisa mencapai lebih dari
5 meter.
Berdasarkan pola arus di perairan Indonesia pada kondisi pasang purnama, saat
pasang tertinggi (kecepatan arus laut maksimum) dan pada kondisi pasang perbani,
saat surut terendah (kecepatan arus laut minimum), diketahui bahwa secara umum
kecepatan arus yang ada tidak terlalu besar, kecuali pada daerah Selat Bali, Selat
Lombok dan Selat Makassar. Saat ini pemanfaatan arus laut untuk pembangkitan
tenaga listrik sudah sampai pada tahap implementasi (pilot project) dalam skala kecil
oleh beberapa institusi dan perguruan tinggi.
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Gambar 1.19
Peta Potensi Panas Laut
43 RENSTRA
Untuk lautan di wilayah Indonesia, dengan potensi termal 2,5 x 1.023 Joule dan
efisiensi konversi energi panas laut sebesar tiga persen dapat dihasilkan daya sekitar
240.000 MW. Potensi energi panas laut yang baik terletak pada daerah antara 6-9°
Lintang Selatan dan 104-109° Bujur Timur. Di daerah tersebut pada jarak kurang dari
20 km dari pantai didapatkan suhu rata-rata permukaan laut di atas 28°C dan
didapatkan perbedaan suhu permukaan dan kedalaman laut (1.000 m) sebesar
22,8°C. Sedangkan perbedaan suhu rata-rata tahunan permukaan dan kedalaman
lautan (650 m) lebih tinggi dari 20°C. Dengan potensi tersebut, konversi energi panas
laut dapat dijadikan alternatif pemenuhan kebutuhan energi listrik di Indonesia.
Tidak jauh berbeda dengan energi pasang surut, energi panas laut di Indonesia juga
baru mencapai tahap penelitian.
Gambar 1.20
Peta Potensi Gelombang Laut
ada perbedaan suhu udara di suatu daerah dengan daerah lainnya akan
menimbulkan angin yang membentuk gelombang jika melewati laut. Kekuatan
gelombang bervariasi di setiap lokasi. Daerah samudera Indonesia sepanjang
pantai selatan Jawa sampai Nusa Tenggara adalah lokasi yang memiliki potensi
energi gelombang cukup besar berkisar antara 10 - 20 kW per meter gelombang.
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa energi gelombang di beberapa titik di
Indonesia bisa mencapai 70 kW/m di beberapa lokasi. Pantai barat Pulau Sumatera
bagian selatan dan pantai selatan Pulau Jawa bagian barat juga berpotensi
memiliki energi gelombang laut sekitar 40 kW/m.
LKj | 2014
RENSTRA 44
Tabel 1.17
Potensi Penghematan Energi
27/2003. Oleh karena itu, perlu dilakukan revisi terhadap PMK 70/2013 agar
EBTKE 2015-2019
1.3.3. Tantangan dan Permasalahan Bidang Aneka Energi Baru dan Energi
Terbarukan
Kendala Investasi
- Kendala utama yang sering dialami adalah masalah lahan, karena
sebagian besar potensi energi air berada di kawasan hutan konservasi.
Sehingga dalam perencanaannya perlu koordinasi dengan pihak
kehutanan,padahal dalam pengelolaan pembangkit listrik ada upaya
menjaga catchment area dengan pelestarian hutan agar sumber air
yang tersedia tidak mengalami penurunan debit yang mengakibatkan
kurang optimalnya pengoperasian PLTMH/PLTM tersebut. Hal ini
dialami juga pada program pembangunan 10 unit PLTA program FTP
II. Sehingga estimasi COD akan dicapai antara tahun 2018 sampai
dengan 2020.
- Investasi pemanfaatan energi surya di Indonesia masih sangat mahal
yang diakibatkan industri dalam negeri belum mampu memproduksi
sell surya seperti negara maju lainnya. Sehingga sel surya yang saat ini
masih impor. Sementara bahan baku pasir kwarsa tersedia di
beberapa lokasi..
- saat ini swasta kurang berminat untuk melakukan usaha penyediaan
energi karena harga jual energi belum sesuai dengan
keekonomiannya, disamping daya beli masyarakat perdesaan yang
rendah.
- Keberadaan potensi energi seperti aliran dan terjunan air, rata-rata
terdapat di lokasi pedalaman yang cukup jauh dari industri atau
pemukiman.
dan
k. Sistem monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan Konservasi Energi
lintas sektor belum tersedia.
BAB II
VISI, MISI, TUJUAN DAN
SASARAN STRATEGIS
49 RENSTRA
Produksi Biodiesel
4,3-10 juta KL
Konservasi Energi:
Tambahan Kapasitas Audit Energi, SKEM,
Terpasang Label HE, ISO 50001,
Pembangkit EBT Sosialisasi, ESCO,
7,5 GW Pilot Projet PJU HE
Gambar 2.1
Arah Kebijakan dan Strategi bidang EBTKE (Buku I RPJMN 2015 – 2019)
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
1.2. TUJUAN
Tujuan merupakan intisari dari visi, yaitu kondisi yang ingin dicapai pada tahun 2019.
Tujuan tersebut merupakan suatu kondisi yang ingin diwujudkan dalam kurun waktu
5 tahun kedepan sesuai dengan tugas dan fungsi KESDM. Masing-masing tujuan
memiliki sasaran dan indikator kinerja yang harus dicapai melalui strategi yang tepat,
serta juga harus dapat menjawab tantangan yang ada.
INDIKATOR
NO TUJUAN SASARAN STRATEGIS
KINERJA
1. Meningkatkan kapasitas penyediaan
energi fosil 3
2. Meningkatkan alokasi energi domestik 2
3. Meningkatkan akses dan infrastruktur
energi 3
1 Terjaminnya penyediaan energi dan
4. Meningkatkan diversifikasi energi 2
bahan baku domestik
5. Meningkatkan efisiensi energi dan
pengurangan emisi 2
tujuan sesuai tugas dan fungsi Direktorat Jenderal EBTKE adalah sebagai berikut:
TUJUAN 1: Terjaminnya penyediaan energi dan bahan baku domestik
RENSTRA 52
Kapasitas terpasang pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) tahun 2015
ditargetkan sebesar 11.755 MW dan direncanakan meningkat menjadi 16.996 MW
pada tahun 2019. Kapasitas pembangkit EBT tercatat cukup besar, namun
sesungguhnya belum sepenuhnya memiliki tingkat produksi listrik yang paling
maksimal.
Grafik 2.1
Kapasitas Terpasang PLTP
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
1403,5
1336 1343,5
1226
1189 1189
1052
982
852 852
807
MW
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
53 RENSTRA
MW.
Produksi biofuel atau bioenergi dalam bentuk cair yang sering disebut dengan
Bahan Bakar Nabati (BBN) terdiri dari biodiesel, bioetanol, dan minyak nabati
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
a. Produksi Biodiesel
Pada tahun 2014 total kapasitas terpasang biodiesel berdasarkan Izin Usaha
Niaga BBN adalah 5,6 juta KL sedangkan biodiesel yang diproduksi adalah
sebesar 3,9 juta KL. Minat investasi di industri biodiesel terus mengalami
peningkatan sejak diberlakukannya program mandatori biodiesel pada
tahun 2008. Total pemanfaatan biodiesel untuk kebutuhan domestik pada
2014 sebesar 1,8 juta KL atau meningkat 76% dibandingkan tahun
sebelumnya.
55 RENSTRA
b. Produksi Bioethanol
Sedangkan untuk industri bioetanol total kapasitas terpasang sampai dengan
tahun 2014 adalah sebesar 0,4 juta KL, namun masih belum berjalan sesuai
mandatori dikarenakan masih minimnya kesiapan infrastruktur penyaluran.
Grafik 2.2
Kapasitas Terpasang Biofuel
5.646 5.658
5.095 5.143 5.143
Kapasitas Terpasang (Ribu KL)
4.220
disebuah negara. Pada tahun 2015 intensitas sebesar 482,2 setara barel minyak
(SBM) per miliar rupiah dan diproyeksikan menurun menjadi 463,2 SBM/miliar
rupiah pada tahun 2019.
Emisi CO2 atau Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) secara alamiah meningkat seiring
dengan peningkatan penyediaan dan pemanfaatan energi. Upaya yang dilakukan
adalah diversifikasi energi dari fosil fuel ke energi terbarukan, dan melakukan
konvervasi energi. Dalam rangka mengendalikan emisi tersebut ditargetkan
penurunan emisi pada tahun 2015 sebesar 14,71 juta ton dan pada tahun 2019
penurunan mencapai 28,48 juta ton.
TUJUAN 2: Terwujudnya optimalisasi penerimaan negara dari sektor ESDM
RENSTRA 56
Grafik 2.3
Penerimaan Negara Sektor ESDM
1.600
PNBP
1.400
Komponen Pajak
1.200
1.000 705,14
800
343,79 967,83
600 400,39 568,08 955,10
661,04
400 - 171,70 108,64
676,44
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Sub Sektor Panas Bumi dari Tahun
2005 hingga Tahun 2015 (realisasi sampai Bulan September) mencapai Rp. 5.451,23
Miliar. Nilai tersebut merupakan bagian dari Setoran Bagian Pemerintah yang
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
bersumber dari pengelolaan Panas Bumi yang sebesar Rp 9.445,15 Miliar (2005 – 2015
realisasi sampai Bulan September), sedangkan yang menjadi komponen pajak adalah
sebesar Rp 4.012,09 Miliar. Nilai PNBP yang diperoleh selain dipengaruhi oleh kondisi
lapangan atau teknis, juga dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar.
Untuk mengoptimalkan penerimaan negara bukan pajak panas bumi tahun 2015 –
2019 diperlukan penyempurnaan terhadap kebijakan penerimaan negara yang telah
ada, diantaranya:
1) Pemberlakuan Pajak penghasilan Ditanggung Pemerintah (PPh DTP) bagi
pengusaha panas bumi yang ijin atau kontraknya ditandatangani sebelum
ditetapkannya UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, sehingga dapat
dihitung PNBP yang akan disetorkan ke rekening KUN.
57 RENSTRA
Investasi dari Sub Sektor EBTKE pada tahun 2019 direncanakan dapat mencapai US$ 3,707
Miliar. Melalui Kebijakan Energi Nasional yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 79 Tahun 2014, ditargetkan bauran energi dari Energi Baru Terbarukan pada tahun
2025 adalah sebesar 23% dari bauran energi nasional, dan untuk mencapai target tersebut
diperlukan investasi yang besar. Instrumen – instrumen yang diperlukan untuk mendorong
investasi juga telah dan akan dikeluarkan oleh Pemerintah.
a. Panas Bumi
UU Nomor 30 Tahun 2003 Tentang Energi dan UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas
Bumi, mengamanatkan untuk memprioritaskan kepentingan bangsa untuk
mendukung pembangunan nasional melalui pengembangan sumber energi baru
terbarukan, dengan mendorong partisipasi pemerintah dan swasta untuk tercapainya
peningkatan investasi.
Beberapa peluang investasi dalam UU Panas Bumi diantaranya:
1) Peningkatan investasi melalui pelelangan WKP, Penugasan Survei Pendahuluan
2) Peningkatan investasi terhadap berkembangnya usaha penunjang panas bumi
baik usaha jasa penunjang panas bumi maupun usaha industri penunjang panas
bumi
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
b. Bioenergi
Tantangan-tantangan yang mempengaruhi pengembangan bioenergi khususnya
terkait dengan investasi di bidang bioenergi, dapat dikelompokkan dalam empat
kelompok utama yaitu:
1) Ketersediaan bahan baku menjadi syarat utama dalam melakukan investasi di
bidang bioenergi, namun terkadang sumber bahan baku berbasis bioenergi yang
berasal dari sumber daya hayati tidak dikhususkan untuk menjadi bioenergi atau
merupakan hasil sampingan dari suatu unit usaha (byproduct). Oleh krena itu,
sumber bahan baku menentukan keberlanjutan proyek pengembangan di bidang
bioenergi.
RENSTRA 58
dan telah ditetapkan sebagai Pengelola Tenaga Air, baik PLTA yang memanfaatkan
tenaga dari aliran/terjunan air di sungai atau PLTA yang memanfaatkan tenaga air dari
waduk/bendungan maupun saluran irigasi yang pembangunannya bersifat multiguna.
Badan usaha yang dimaksud dapat berupa BUMN, BUMD, badan usaha swasta yang
berbadan hukum Indonesia, koperasi, atau swadaya masyarakat yang didirikan untuk
berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik.
Hingga Desember 2015, terdapat 109 badan usaha yang telah ditetapkan sebagai
Pengelola Tenaga Air oleh Direktorat Jenderal EBTKE, terdiri dari 27 badan usaha
kategori Baru (setelah terbitnya Permen ESDM 19/2015) dan 82 badan usaha kategori
Peralihan (sebelum terbitnya Permen ESDM 19/2015), dengan jumlah kapasitas total
sebesar 496,677 MW dan total nilai investasi sebesar Rp 10,22 Triliun.
59 RENSTRA
Tabel 2.1
Rekapitulasi Pelelangan Kuota Kapasitas PLTS Fotovoltaik
d. Konservasi Energi
Sejalan dengan UU No. 30 Tahun 2007 dang PP No. 70 Tahun 2009 tentang
Konservasi Energi, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyiapkan
kerangka regulasi untuk mendorong penerapan konservasi energi, termasuk
menyiapkan regulasi terkait insentif dan disinsentif. Beberapa kebijakan dan
program yang mendorong investasi yang mendukung konservasi energi antara
lain:
RENSTRA 60
Gambar 3.1
Konsep Ketahanan Energi
Sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015 tentang Kementerian Energi
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Gambar 3.2
Kondisi Keenergian Saat Ini
65 RENSTRA
Akses masyarakat terhadap energi (modern) masih terbatas, hal ini dapat terlihat dari
rasio elektrifikasi yang sampai dengan tahun 2014 adalah sebesar 84,35%. Ini
menunjukkan bahwa 15,65% penduduk Indonesia masih belum mendapatkan listrik.
Wilayah yang memiliki rasio elektrifikasi rendah umumnya berada di wilayah timur
Indonesia dan yang berada di daerah perbatasan dan pulau – pulau terluar.
Pengembangan infrastruktur energi di daerah perdesaan/terpencil dan pulau-pulau
terluar dapat memanfaatkan potensi – potensi yang terdapat di daerah tersebut,
salah satunya adalah melalui pengembangan infrastruktur energi baru terbarukan.
Pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi
Nasional telah mengamanatkan bahwa pada tahun 2025 peran Energi Baru dan
Energi Terbarukan paling sedikit 23% (dua puluh tiga persen) dan pada tahun 2050
paling sedikit 31% (tiga puluh satu persen) sepanjang keekonomiannya terpenuhi.
Grafik 3.1
Kebijakan Energi Nasional
Bussiness
As Usual
450
Juta TOE TARGET 2025
KONSERVASI ENERGI
SAAT INI 400 PRIMER 11%
Juta TOE
290 EBT
Juta TOE
23%
EBT
215
17%
Juta TOE
EBT Batubara
6%
Batubara 30%
TOTAL ENERGI PRIMER 29%
NASIONAL 215 MTOE
Batubara
29%
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
2014 2020
2025
RENSTRA 66
KAPASITAS (MW)
No. KETERANGAN
2014 2015
1. PLTD 6.206,99 6.274,99
2. PLTU-B 22.639,00 23.702,50
3. PLTU-Bi 50,23 50,23
4. PLTU-M/G 1.815,00 1.815,00
5. PLTG 4.310,50 4.310,50
6. PLTGU 10.146,11 10.146,11
7. PLTGB 6,00 6,00
8. PLTMG 1.210,74 1.418,74
9. PLTA 5.059,06 5.059,06
10. PLTB 1.12 1,12
11. PLTM 139,87 157,67
12. PLTMH 30,46 30,46
13. PLTP 1.405,40 1.438,50
14. PLTS 9,02 9,02
15. PLTSa 36,00 36,00
TOTAL 53.064,38 54.455,90
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
Dalam rangka pencapaian visi dan misi, pengembangan panas bumi di Indonesia
memiliki arah kebijakan antara lain sebagai berikut:
1) Percepatan pengembangan panas bumi untuk mendukung road map
pengembangan panas bumi sebagaimana tertuang pada Perpres No. 5/2006.
2) Meningkatkan kemampuan pasokan energi untuk domestik melalui peningkatan
jumlah produksi uap panas bumi.
3) Meningkatkan pemanfaatan listrik yang berasal dari energi panas bumi. RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Strategi dan rencana aksi dalam pengembangan sektor panas bumi untuk beberapa
tahun ke depan adalah sebagai berikut:
1) Melakukan pengawasan dan monitoring terhadap kesiapan steam field facilities
dan pembangkit untuk memastikan tercapainya target produksi uap panas bumi.
2) Koordinasi dan fasilitasi dengan Pemda serta instansi terkait yang menangani
infrastruktur pendukung untuk pembangunan infrastruktur bidang panas bumi.
3) Meningkatkan pengembangan energi panas bumi melalui penambahan
kapasitas terpasang.
4) Meningkatkan investasi sub sektor energi panas bumi dengan :
RENSTRA 68
Strategi dan Rencana Aksi tahun 2015 – 2019 dalam rangka mendukung kebijakan untuk
menambah kapasitas pembangkit dari PLTP, sebagai berikut:
a. Penyelesaian Proyek PLTP Strategis
Target
No Rencana Aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
1 Kapasitas Terpasang PLTP MW 1.438,5 1.712,5 1.976,0 2.609,5 3.194,5
2 Penyelesaian Proyek Strategis MW 35,0 274,0 263,5 633,5 585,0
Patuha - Pangalengan MW 110,0
Kamojang Unit 5 MW 35,0
Ulubelu Unit 3 MW 55,0
Lahendong Unit 5 dan 6 MW 20,0 20,0
Sarulla MW 114,0 118,5 118,5
Lumut Balai MW 55,0 55,0 55,0
Karaha MW 30,0 60,0
Ulubelu Unit 4 MW 55,0
Cisolok-Cisukarame MW 45,0
Muaralaboh MW 70,0
Hululais MW 55,0 55,0
Rajabasa MW 110,0 110,0
Dieng Unit 2 dan 3 MW 55,0 55,0
Tulehu MW 20,0
Rantau Dedap MW 220,0
Sungai Penuh MW 50,0
Kotamobagu MW 40,0
Target
No Rencana Aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
1 Lelang WKP WKP 5 5 5 5 5
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Mekanisme lelang Wilayah Kerja Panas Bumi diatur dengan PP No. 59 Tahun 2007
tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi yang tercantum pada Pasal 20 – Pasal 27. Pada
pasal tersebut dijelaskan kewenangan untuk melelangkan WKP masih berada pada
Pemerintah Daerah, namun untuk saat ini kewenangan untuk melakukan
pelelangan WKP berada pada Pemerintah Pusat sebagaimana tercantum dalam
Undang-Undang No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi. Sedangkan PP turunan
dari UU No. 21 Tahun 2014 mengenai Pemanfaatan Tidak Langsung (termasuk di
dalamnya membahas mengenai mekanisme lelang) sedang dalam proses
penyusunan. Badan Usaha yang dapat mengikuti Pelelangan Wilayah Kerja harus
memenuhi persyaratan administratif, teknis dan keuangan.
69 RENSTRA
Gambar 3.3
Bagan Alir Penetapan Wilayah Kerja Panas Bumi
dan Lelang Wilayah Kerja Panas Bumi
Tabel 3.1
Harga Patokan Tertinggi Jual Beli Listrik dari PLTP kepada PT PLN
Target
No Rencana Aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
1 Penyelesaian Proyek Strategis MW
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Wampu MW 45,0
Meureubo -2 MW 59,0
Oksibil MW 1,0
Supiori MW 3,0
Ilaga MW 0,7
Rajamandala MW 47,0
Jatigede MW 110,0
Asahan -3 MW 174,0
71 RENSTRA
Target
No Rencana Aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Target
No Rencana Aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
1 Pembangunan PLTS (APBN) MW 9,7 10,2 11,5 11,4 10,3
PLTS APBN KESDM MW 2,8 3,0 4,0 3,5 2,0
PLTS APBN DAK MW 7,0 7,2 7,5 7,9 8,3
Target
No Rencana Aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
1 Pembangunan PLTS (IPP) MW 0,0 5,0 15,0 50,0 70,0
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Target
No Rencana Aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
1 Pembangunan PLTB (APBN) MW 0,7 0,7 1,3 2,0 3,2
PLTB APBN KESDM MW 0,5 0,2 0,5 1,0 2,0
PLTB APBN DAK MW 0,2 0,5 0,8 1,0 1,2
b. Penyiapan regulasi pendukung terkait kegiatan usaha dan harga jual beli listrik dari
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu.
Target
No Rencana Aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
1 Pembangunan PLT Bioenergi MW 2,6 4,0 4,0 4,0 4,0
(APBN)
Biogas MW 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
Biomassa MW 1,1 2,0 2,0 2,0 2,0
Sampah Kota MW 0,5 1,0 1,0 1,0 1,0
RENSTRA 74
b. Penerapan Feed in Tariff untuk Listrik berbasis Biogas, Biomassa dan Sampah Kota
Untuk mendorong investasi pengembangan pembangkit listrik berbasis biogas,
biomassa dan sampah kota, Kementerian ESDM telah menerbitkan Permen ESDM No.
27 Tahun 2014 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga
Biomassa dan Biogas oleh PT PLN (Persero), serta Permen ESDM No. 19 Tahun 2013
tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik
Berbasis Sampah Kota.
Target
No Rencana Aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
1 Pembangunan PLT Bioenergi MW 149,0 173,4 218,5 263,4 308,5
(Swasta)
Biogas MW 45,0 41,9 75,0 100,0 125,0
Biomassa MW 76,0 75,0 85,0 95,0 105,0
Sampah Kota MW 28,0 56,5 58,5 68,4 78,5
Target
No Rencana Aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Target
No Rencana Aksi Satuan
2015 2016 2017 2018 2019
1 Transportasi dan Industri % 10 20 20 20 20
2 Pembangkit Listrik % 25 30 30 30 30
dan elastisitas energi kurang dari 1 (satu) pada tahun 2025, telah disusun strategi
pelaksanaan kegiatan konservasi energi antara lain:
a. Penyiapan Regulasi Pelaksanaan Konservasi Energi diantaranya adalah penyelesaian
draft Rencana Induk Konservasi Energi Nasional; penyiapan peraturan terkait
insentif/disinsentif; penyiapan peraturan tentang penerapan standard dan label untuk
teknologi yang efisien energi, khususnya pada peralatan pemanfaat energi,dan
penyiapan insentif – insentif pendukung penerapan konservasi energi
b. Meningkatkan kesadaran pengguna energi melalui penyebaran informasi di media
RENSTRA 76
cetak dan elektronik dan juga sosialisasi secara langsung kepada sektor – sektor pengguna
energi (industri, transportasi, komersial dan rumah tangga)
c. Meningkatkan kapasitas SDM dan penguasaan teknologi dengan pelatihan – pelatihan
dan sertifikasi manajer dan auditor energi, peningkatan kapasitas terkait pembiayaan
efisiensi energi, khususnya kepada lembag perbankan dan swasta
d. Mendorong investasi swasta di bidang konservasi energi pada perusahaan –
perusahaan pengguna energi, khususnya pengguna energi besar melalui informasi
atau rekomendasi yang diperoleh dari hasil pelaksanaan audit energi, penyusunan
profil investasi konservasi energy, dan capacity building bagi perbankan/lembaga jasa
keuangan
e. Menerapkan sistem monitoring, evaluasi, dan pengawasan diantaranya yang telah
dilakukan adalah. pelaksanaan monitoring dan pengawasan terhadap industri dan
bangunan yang mengkonsumsi energi sama atau lebih besar dari 6000 TOE,
pelaksanaan monitoring pelaksanaan Inpres NO. 13 Tahun 2011 tentang Penghematan
Energi dan Air di instansi pemerintah, serta pengawasan terhadap pelaksanaan
Permen No. 6 tahun 2014 tentang Pencantuman Label Hemat Energi pada Lampu
Swaballast,
f. Penerapan Teknologi Efisiensi Energi, antara lain pembatasan terhadap peralatan
pemanfaat energi dengan penerapan standard dan label, pengenalan teknologi efisien
energi di Penerangan Jalan Umum (PJU), dan penerapan sistem monitoring
penggunaan energi listrik di bangunan gedung pemerintah (Kementerian ESDM)
2. RPP tentang Pengusahaan Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 • Survei Pendahuluan atau
Panas Bumi untuk ayat (5), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19 ayat (2), Eksplorasi dan tata cara
Pemanfaatan Tidak Pasal 22 ayat (2), Pasal 39, Pasal 40 ayat (3), penugasan;
Langsung Pasal 52 ayat (2), Pasal 56 ayat (3), Pasal 58, • Tata cara, syarat penawaran,
dan Pasal 64 UU Nomor 21 Tahun 2014 prosedur, penyiapan dokumen,
tentang Panas Bumi dan pelaksanaan lelang;
• Luas Wilayah Kerja;
• Tata cara penetapan harga panas
bumi untuk pemanfaatan tidak
langsung;
• Izin Panas Bumi;
• Kewajiban pemegang Izin Panas
Bumi
• Tata cara pengenaan sanksi
administratif;
• Penyerahan, pengelolaan, dan
pemanfaatan data dan informasi;
• Pembinaan dan pengawasan
3. RPP tentang Pengusahaan • Melaksanakan ketentuan Pasal 15 dan • Penyelenggaraan panas bumi
Panas Bumi Untuk Pasal 50 ayat (3) UU Nomor 21 Tahun untuk pemanfaatan langsung
Pemanfaatan Langsung 2014 tentang Panas Bumi • Izin pemanfaatan langsung
• Perlunya disusun regulasi yang dapat • Harga energi panas bumi untuk
memberikan kepastian hukum terkait pemanfaatan langsung
dengan pemanfaatan langsung panas • Kewajiban pemegang izin
bumi menjadi jenis energi lain untuk pemanfaaan langsung
keperluan nonlistrik • Tata cara pengenaan sanksi
administratif
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
4. RPP tentang Energi Baru Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 • Penguasaan sumber daya;
dan Energi Terbarukan dan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 30 • Penyediaan dan pemanfaatan;
Tahun 2007 tentang Energi • Pengusahaan;
• Hak dan kewajiban;
• Kemudahan dan insentif;
• Harga energi;
• Pendidikan dan pelatihan;
• Keteknikan;
• Penelitian dan pengembangan
• Pembinaan dan pengawasan
RENSTRA 78
9. RPermen ESDM tentang Perlunya regulasi yang mengatur tentang • Tata cara pengelolaan,
Pengelolaan Lumpur Bor, pengelolaan lumpur bor, limbah lumpur pengujian, pemanfaatan dan
Limbah Bor, dan Serbuk dan serbuk bor pada kegiatan pemboran pembuangan lumpur bor, limbah
Bor Pada Pemboran Panas agar tidak menimbulkan dampak negatif lumpur dan serbuk bor
Bumi terhadap lingkungan • Pembinaan dan Pengawasan
atas kegiatan pengelolaan
lumpur bor, limbah lumpur dan
serbuk bor
10. RPermen tentang Tata Perlunya regulasi yang mengatur • Pengajuan Daftar Impor Barang
cara Pengajuan Rencana mengenai Tata cara Pengajuan Rencana (DIB) yang bersifat tahunan dan
Impor yang dipergunakan Impor yang dipergunakan untuk disampaikan pada saat RKAB
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
15. Rpermen tentang Jenis- • Kegiatan usaha Panas Bumi wajib Pembatasan terhadap biaya dan
Jenis Biaya Kegiatan Usaha dilaksanakan dengan prinsip efektif dan resiko yang ditanggung oleh
Panas Bumi Yang Tidak efisien dalam rangka mengamankan kontraktor sebagai pengurangan Net
Operating Income dalamkegiatan
Dapat Dikembalikan dan meningkatkan penerimaan Negara
yang berkaitan langsung dengan
Kepada Kontrak • Kontraktor Panas Bumi menanggung operasi kegiatan pengusahaan
Operasi Bersama Panas biaya dan risiko sebagai pengurangan panas bumi
Bumi Net Operating Income (NOI) perlu
dibatasi untuk kegiatan yang berkaitan
16. Rancangan Permen ESDM • Mempercepat pengembangan PLTB di Harga listrik
tentang Harga Listrik dari Indonesia
PLT Bayu • Memberi insentif kepada pengembang
PLTB
RENSTRA 80
27. RPermen tentang Mengatur dan memberikan standar Pengaturan terhadap modul
Pemberlakuan SNI Wajib terhadap modul fotovoltaik yang beredar di fotovoltaik yang beredar di pasar
IEC 612115:2013 (Modul pasar
Fotovoltaik Silikon Kristal -
Kualifikasi Disain dan
Pengesahan Jenis)
28. RPermen tentang Mengatur dan memberikan standar Pengaturan terhadap tenaga kerja
Pemberlakuan SKKNI terhadap tenaga kerja bidang energi baru bidang energi baru dan energi
Bidang Energi Baru dan dan energi terbarukan sub bidang terbarukan sub bidang perencanaan
Energi Terbarukan perencanaan
Subbidang Perencanaan
29. RPermen tentang
Perubahan Atas Permen
ESDM Nomor 19 Tahun
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015 tentang Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi
Energi mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan
di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan panas bumi, bio
energi, aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi. Dalam
menyelenggarakan tugasnya, Direktorat Jenderal EBTKE menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan
kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta
pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang panas bumi, bio energi,
aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan
kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta
pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang panas bumi, bio energi,
aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan,
pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan,
keselamatan kerja, lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana
tertentu di bidang panas bumi, bio energi, aneka energi baru dan terbarukan,
dan konservasi energi
d. pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pembinaan,
pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan,
keselamatan kerja, lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana
tertentu di bidang panas bumi, bio energi, aneka energi baru dan terbarukan,
dan konservasi energi
e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pembinaan, pengendalian, dan
pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan,
serta pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang panas bumi, bio
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
DIREKTUR
JENDERAL
SEKRETARIS
DIREKTORAT
JENDERAL
Gambar 3.4
Struktur Organisasi Direktorat Jenderal EBTKE
1. Direktur Jenderal 1 1
2. Direktorat Panas Bumi 1 5 10 16
3. Direktorat Bioenergi 1 4 8 13
4. Direktorat Aneka EBT 1 4 8 13
5. Direktorat Konservasi Energi 1 5 10 16
6. Sekretariat Direktorat Jenderal 1 4 12 17
7. Unit Layanan Pengadaan 1 1
JUMLAH 1 5 23 48 77
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
RENSTRA
84
BAB IV
TARGET KINERJA DAN
KERANGKA PENDANAAN
85 RENSTRA
Indikator Kinerja Utama (Permen ESDM No. 22 Tahun 2015) merupakan acuan ukuran
kinerja yang digunakan oleh masing – masing unit utama di lingkungan Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral dalam:
1. Menetapkan rencana kinerja tahunan;
2. Menyampaikan rencana kerja dan anggaran;
3. Menyusun dokumen penetapan kinerja;
4. Menyusun laporan akuntabilitas kinerja; dan
5. Melakukan evaluasi pencapaian kinerja sesuai dengan organisasi dan dokumen
Rencana Strategis Kementerian ESDM
Pada dokumen Renstra ini, target kinerja telah ditetapkan berdasarkan perencanaan dan
perkiraan yang dibuat pada tahun 2014/2015, sehingga tidak menutup kemungkinan pada
tahun berjalan perencanaannya dapat berubah seiring dengan penetapan APBN, APBN-P,
Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), dan dokumen perencanaan lainnya.
TARGET
NO INDIKATOR KINERJA SATUAN
2015 2016 2017 2018 2019
Sasaran strategis: Terwujudnya peran penting sub sektor Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi
dalam penerimaan negara
Sasaran strategis: Meningkatnya investasi sub sektor Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi
2. Jumlah Wilayah Kerja Panas Bumi
WKP 5,00 8,00 8,00 8,00 8,00
yang dilelangkan
3. Investasi di bidang EBTKE Miliar US$ 4,480 3,342 21,153 5,795 3,707
- Uap panas bumi Juta Ton 71,46 83,05 114,76 169,94 199,42
TARGET
NO INDIKATOR KINERJA SATUAN
2015 2016 2017 2018 2019
5. Jumlah Kepala Keluarga
(KK)/Rumah Tangga di wilayah
terpencil (remote) dan atau daerah Kepala
83.350 114.483 115.650 114.300 109.350
perbatasan yang dilistriki dengan Keluarga
pembangkit berbasis Energi Baru
dan Terbarukan
b. Bioenergi
- untuk bahan bakar minyak juta KL 4,7 8,9 9,6 10,3 10,9
d. Laut MW 0 0 0 0 1
g. Nuklir MW 0 0 0 0 0
8. Penurunan emisi CO2 juta ton 14,71 16,79 20,6 23,57 28,48
Sasaran strategis: Meningkatnya pengembangan berbagai sumber energi dalam rangka diversifikasi energi
10. Persentase Pemanfaatan BBN pada
BBM PSO (usaha mikro, usaha
% 10,00 20,00 20,00 20,00 20,00
perikanan, usaha pertanian,
transportasi dan pelayanan umum)
Ketergantungan terhadap Energi Fosil khususnya minyak bumi masih tinggi sedangkan
cadangannya semakin terbatas dan harganya sangat berfluktuasi. Di sisi lain pemanfaatan
energi baru terbarukan belum optimal sedangkan potensinya sangat besar. Selain
memaksimalkan potensi energi baru terbarukan, Pemerintah juga berupaya untuk
meningkatkan pengembangan konservasi & efisiensi energi. Selain meningkatkan ketahanan
energi, upaya konservasi energi juga akan mengurangi emisi gas rumah kaca dan
meningkatkan daya saing. Pemerintah telah menetapkan sejumlah target dan strategi serta
program untuk mendorong sektor industri, bangunan gedung, dan rumah tangga untuk
melakukan konservasi energi.
Untuk mencapai target – target yang telah ditetapkan di dalam Rencana Strategis ini,
diperlukan pendanaan baik melalui investasi swasta maupun melalui APBN. Pengembangan
infrastruktur energi ke daerah perdesaan/terpencil dan pulau-pulau terluar saat ini masih
mengandalkan pendanaan melalui APBN, sedangkan untuk pembangunan infrastruktur
energi dalam skala besar, Pemerintah mendorong pendanaanya melalui investasi swasta
dengan menciptakan iklim investasi yang menarik.
Direktorat Jenderal EBTKE memiliki 1 program pada tingkat eselon 1, yaitu Program
Pengelolaan Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi. Sedangkan pada tingkat
eselon 2, Direktorat Jenderal EBTKE memiliki 5 kegiatan yaitu:
- Pembinaan, Pengawasan dan Pengusahaan Bioenergi (Direktorat Bioenergi)
- Pembinaan, Pengawasan dan Pengusahaan Aneka Energi Baru Terbarukan
(Direktorat Aneka EBT)
- Perencanaan Energi, Penerapan Konservasi Energi dan Teknologi Energi Bersih
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
Porsi belanja APBN Direktorat Jenderal EBTKE sebagian besar diperuntukkan untuk belanja
prioritas berupa pembangunan infrastruktur EBTKE, seperti PLTMH, PLTS,PLT Bayu, PLT
Biomassa, Digester Biogas dan Penerapan Konservasi Energi (Penerangan Jalan Umum).
Pengadaan Infrastruktur EBTKE tersebut dilakukan oleh Ditjen EBTKE yang nantinya akan
diserahterimakan kepada Pemda untuk dilakukan pemeliharaan.
89 RENSTRA
Grafik 4.1
Postur Belanja APBN Ditjen EBTKE Tahun 2015 – 2019 (dalam juta rp)
55.754 ( 3,2%)
2019
1.710.329 ( 96,8 %)
53.099 ( 3,5%)
2018
1.444.294 ( 96,5 %)
50.533 ( 4,0%)
2017
1.198.768 ( 96,0 %)
64.239 ( 3,0%)
2016
2.086.138 ( 97,0 %)
99.209 (4,8%)
2015
1.960.736 (95,2%)
Total indikasi APBN Ditjen EBTKE untuk 5 tahun direncanakan sebesar Rp 8,72 Triliun,
yang terdiri dari belanja prioritas sebesar Rp 8,4 Triliun dan belanja aparatur sebesar Rp
322 Juta. Pembangunan infrastruktur EBTKE selain dilakukan melalui APBN Ditjen
EBTKE, juga dilakukan melalui belanja transfer ke daerah berupa kegiatan Dana Alokasi
Khusus Energi Perdesaan yang telah dilaksanakan dari tahun 2011.
RENSTRA DITJEN EBTKE 2015-2019
RENSTRA 90
Tabel 4.1
Indikasi Kebutuhan APBN Ditjen EBTKE Tahun 2015 – 2019
3 Pembinaan Pelayanan dan Bimbingan Usaha Panas Bumi 3.076 4.557 6.400 6.900 7.300 28.233
4 Pembinaan Keteknikan dan Lindungan Lingkungan 3.712 4.700 5.000 5.500 6.000 24.912
5 Pembinaan Pengawasan Eksplorasi dan Eksploitasi Panas Bumi 4.059 1.083 10.200 11.000 11.800 38.141
6 Pembinaan Penyiapan Program Panas Bumi 4.181 3.915 6.500 6.900 7.400 28.896
Kegiatan: Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis
152.063 113.988 106.131 111.778 117.052 601.012
Lainnya Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi
1 Pengelolaan Informasi Bidang EBTKE 9.564 9.857 8.330 9.047 9.184 45.981
2 Pembinaan dan Pengelolaan Administrasi Kepegawaian 13.668 11.688 14.786 15.525 16.301 71.968
3 Dokumen Peraturan Bidang EBTKE 1.858 1.790 2.252 2.365 2.483 10.747
4 Pembinaan dan Pengelolaan Administrasi Keuangan 15.860 15.945 13.684 14.369 15.087 74.945
5 Penyiapan Bahan Koordinasi, Perencanaan Program dan Anggaran 4.447 3.519 3.430 3.602 3.782 18.780
6 Pertimbangan Hukum 634 1.343 1.410 1.481 4.868
7 Informasi Hukum 1.265 2.048 6.022 6.323 6.640 22.298
8 Penyiapan Bahan Evaluasi dan LAKIP 1.759 1.838 1.977 2.076 2.180 9.829
9 Pengelolaan Pengadaan Barang dan Jasa Satker Ditjen EBTKE 3.800 3.064 3774,1 3962,8 4161,0 18.761
10 Layanan Perkantoran 73.281 59.606 44251,0 46463,5 48786,7 272.389
11 Kendaraan Bermotor 5.351 2117,3 2223,1 2334,3 12.026
12 Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi 3.561 780 449,5 471,9 495,5 5.758
13 Peralatan dan Fasilitas Perkantoran 8.519 1.528 515,0 540,8 567,8 11.671
14 Gedung/Bangunan 8.497 2.325 3200,0 3400,0 3570,0 20.992