1.1 Pendahuluan
Pada umumnya kontak pertama antara seorang bidan dan pasien dimulai
dari anamnesis. Dari sini hubungan terbangun sehingga akan memudahkan
kerjasama dalam memulai tahap-tahap pemeriksaan berikutnya. Dalam
menegakkan suatu diagnosis anamnesis mempunyai peranan yang sangat penting
bahkan terkadang merupakan satu-satunya petunjuk untuk menegakkan diagnosis.
Secara umum sekitar 60-70% kemungkinan diagnosis yang benar sudah dapat
ditegakkan hanya dengan anamnesis yang benar. Pemeriksaan anamnesis adalah
pintu pembuka atau jembatan untuk membangun hubungan bidan dan pasiennya
sehingga dapat mengembangkan keterbukaan dan kerjasama dari pasien untuk
tahap-tahap pemeriksaan selanjutnya.
Komplikasi pencabutan gigi banyak jumlahnya dan bervariasi, serta
beberapa di antaranya dapat terjadi meskipun sudah dilakukan tindakan sebaik
mungkin. Respon pasien tertentu dapat dianggap normal sebagai kelanjutan yang
normal dari suatu tindakan pembedahan, yaitui perdarahan, rasa sakit dan edema.
Tetapi apabila berlebihan, perlu dipikirkan lagi apakah termasuk morbiditas yang
biasa ataukah komplikasi. Komplikasi digolongkan menjadi intraoperatif, segera
setelah operasi, dan jauh sesudah operasi. Bukanlah hal yang tidak mungkin
terjadi kita dihadapkan dengan kelainan hemostasis ringan sehingga dalam
evaluasi pra bedah tidak terdeteksi secara klinis. Kesulitan kemudian timbul
setelah dilakukan pembedahan, terjadi perdarahan selama ataupun sesudah
pembedahan sehingga dapat mengancam jiwa pasien. Oleh karenanya kelainan
hemostasis sekecil apapun sebaiknya diketahui sebelum tindakan bedah
dikerjakan agar dapat dilakukan persiapan dan pencegahan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Jonathan, Gleadle, (2007), Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik, Jakarta : Erlangga.
Potter, Patricia A. dan Perry, Anne Griffin, (2005), Buku Ajar Fundamental
Keperawatan,Edisi 4, Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Lande R, Kepel B, Siagian K,. “GAMBARAN FAKTOR RISIKO DAN
KOMPLIKASI PENCABUTAN GIGI DI RSGM PSPDG-FK UNSRAT”.
Journal e-GiGi 3.2 (2015): 476-481. Web.