Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN LAPANGAN

2.1. Letak Geografis


Secara geografis daerah penelitian tugas akhir ini terletak di Kabupaten
Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan, tepatnya sekitar 230 km Timur Laut Kota
Banjarmasin atau berjarak kurang lebih 240 km dari Kota Balikpapan –
Kalimantan Timur, dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Peta Wilayah Kerja Lapangan Tanjung Raya (Pertamina EP,2010)

2.2. Sejarah Lapangan


Pertamina EP merupakan BUMN yang bergerak dibidang minyak dan gas
bumi. Pertamina EP memiliki 5 asset wilayah kerja.Lapangan Tanjung Raya
adalah salah satu lapangan di PT. Pertamina EP Asset 5 Tanjung Field. Lapangan
Tanjung terletak disebelah timur laut Banjarmasin dan sebelah barat daya
Balikpapan, dihubungkan dengan jalan darat berjarak masing-masing kurang lebih
240 km.

4
Sejarah penemuan lapangan ini diawali oleh penemuan minyak pada tahun
1898 oleh Mijn Bouw Maatschappij Martapoera dan dilakukan pemboran empat
sumur. Pada tahun 1912 lapangan ini diambil alih oleh perusahaan Belanda
lainnya Dotsche Petroleum Maatschappij (DPM). Pada tahun 1912 s/d tahun 1940
diambil alih lagi oleh “NV. Bataatsche Petroleum Maatschappij” atau lebih
dikenal dengan sebutan “BPM”. Tidak sempat eksploitasi akibat berkecamuknya
Perang Dunia II.
Sejalan dengan perkembangan teknologi serta usaha BPM yang lebih giat
melakukan eksplorasi maka pada akhirnya ditemukan berturut-turut struktur
Tanjung (1934), Warukin (1937), serta struktur Kambitin (1939). Pada pemboran
sumur Tanjung I tahun 1938 telah ditemukan minyak dengan kedalaman akhir
1920 meter. Sampai pada pertengahan tahun 1940 telah selesai dibor tujuh buah
sumur pada sruktur Tanjung tetapi tidak dieksploitasikan karena adanya Perang
Dunia II. Pengusahaan kegiatan pencarian dan eksploitasi minyak dikelola oleh
pihak Jepang sekitar tahun 1942 sampai tahun 1945 sumur minyak di lapangan
ini, setelah Jepang kalah perang maka Belanda melanjutkan kembali operasinya di
daerah Tanjung. Pada tahun 1957 BPM kembali memulai usaha perminyakan di
lapangan ini dan membangun pipa penyalur 20 inch sepanjang 246 km menuju
Balikpapan, selesai tahun 1961.
Kemudian pada tahun 1961 terjadi pengambil-alihan pengelolaan lapangan
dari perusahaan BPM kepada perusahaan PT. Shell Indonesia, sejak saat itu
kegiatan lebih digalakkan lagi karena kesulitan transportasi telah dapat teratasi
dengan selesainya pembanguan pipa penyalur 20 inch ke Balikpapan.
Lalu pada tahun 1965 lapangan tersebut diambil alih oleh Permina yang
kemudian berubah nama menjadi Pertamina. Selama dikelola oleh Pertamina
kembali dilakukan usaha-usaha pencarian lapangan minyak yang baru dan
berhasil menemukan struktur Tapian Timur pada tahun 1967 dan mulai
diproduksikan pada tahun 1977 setelah melakukan pemboran di lima buah sumur.
Lapangan Tanjung memiliki luas 9 x 3 km dan akumulasi utamanya adalah
minyak, jumlah gasnya sedikit, gas yang ditemukan hanya berupa asosiasi dan gas
bebas.

5
Kontrak Enhanced Oil Recovery (EOR) Tanjung Raya antara
PERTAMINA dan mitra : Southern Cross (Tanjung) Ltd dan Bonham (Tanjung)
Ltd ditanda-tangani tanggal 11 Nopember 1989. Masa kontrak selama 15 tahun
berakhir tahun 2004. Pada tahun 1992 terjadi pengalihan hak dan kewajiban mitra
kepada Bow Valley (Tanjung) Ltd dan selanjutnya sejak Agustus 1994 beralih
kepada Talisman (Tanjung) Ltd. Dimana participating interest masing-masing
pihak: PERTAMINA 50% dan Talisman Energy – Canada 50%.
Lapangan Tanjung disetujui untuk komersial dengan S.K. Dirut No.
0248/c0000/92-B1, tanggal 18 Februari 1992. LOU (Later Off Understanding)
tanggal 27 April 1993 pengoperasian 4 lapangan (Tapian Timur, Warukin Selatan,
Warukin Tengah dan Kambitin) diserahkan ke JOB dan biaya yang timbul menjadi
beban PERTAMINA sesuai actual cost of operation.
Persetujuan pengembangan Lapangan Tanjung proyek EOR mulai tanggal
20 Mei 1993 dengan SK Dir. EP No. 689/D0000/93-B1, tanggal 17 Mei 1993.
Pada 11 November 2004 berdasarkan SK Dirut No.Prin-848/C00000/2004–S1 tgl
3 November 2004 tentang pelaksanaan alih kelola Block Tanjung pasca kontrak
EOR dari JOB PERTAMINA - Talisman (Tanjung) Ltd ke PT. PERTAMINA Unit
Bisnis EP (Tanjung).
Lapangan Tanjung Raya hingga saat ini mempunyai 170 sumur
diantaranya yang berproduksi 80 sumur produksi, 40 sumur injeksi dan 50 sumur
tak berproduksi, berdasarkan perhitungan dari data geologi dan geofisika (metode
volumetrik) dengan luas area produktif sekitar 1203,43 Ha.

2.3. Geologi Lapangan


2.3.1. Struktur
Lapangan Tanjung Raya terletak pada cekungan Barito bagian Timur Laut,
serta dibatasi oleh Sunda Shelf, dibagian bawah Meratus High, dibagian Timur
dan Utara dibatasi oleh Kucing High. Struktur lapangan Tanjung Raya berbentuk
suatu asymmetric NE – SW oriented faulted anticline, yang dibatasi di barat dan
utara oleh patahan.

6
Struktur Lapangan Tanjung Raya berukuran luas ± 27 km 2 , dan
secara statigrafi terbagi menjadi beberapa zona produktif, yang dapat dilihat pada
tabel 2.1, dengan kedalaman variatif antara 645 sampai dengan 2161 meter.
Kecuali zona P yang vulkanik, kesemuanya merupakan batu pasir bertenaga
dorong kombinasi antara solution gas dan water drive yang diendapkan pada
lingkungan delta. Porositas Lapangan Tanjung Raya bervariasi antara 8 % sampai
27 %, permeabilitas 4 sampai 1649 mD, sementara kondisi saturasi air awal
berkisar antara 28 sampai 50 %. Minyak yang terkandung pada formasi Tanjung
termasuk ke dalam golongan paraffin dengan berat jenis 40,3 ° Api (titik tuang
98 ℉ ).
Lapangan Tanjung Raya juga mengandalkan system pengangkatan buatan
berupa Sucker Rod Pump dan Electric Submersible Pump pada semua sumur
produksinya. Dengan laju produksi minyak rata-rata sebesar 5200 bopd pada laju
injeksi sebesar 48500 bwpd, sementara total kumulatif produksi minyak adalah
127 MMBBL (April 2008). Di sisi lainnya, rekaman produksi gas pada periode
awal produksi, masih menjadi bahan pertanyaan, mengingat minimnya kuantitas
dan keberadaannya yang langsung dimanfaatkan sebagai bahan bakar mesin
pembangkit tenaga listrik untuk menunjang proses produksi. Walaupun demikian,
kumulatif produksi gas sampai dengan saat ini diyakini sebesar 140 MMSCF.
Aliran minyak pada Lapangan Tanjung Raya berasal dari struktur yang
merupakan bagian North East dari Barito Basin. Lapangan Tanjung Raya
merupakan lapangan terbesar dengan beberapa jebakan faulted anticlines, dengan
lapisan sedimen berupa pasir Eocene sebagai zona produksi utama yang
diproduksikan oleh Unit Bisnis Pertamina EP (Tanjung).
Periode utama aktivitas tektonik pada cekungan Barito adalah pergerakan
ekstensional awal pada masa antara Kretaseus akhir – Paleosen awal, yang
menimbulkan terjadinya perekahan pada dasar cekungan. Diikuti dengan aktivitas
terkompresi bidang utama pada masa Plio – Pleistosen, menjadikan struktur
Tanjung mematah dan melipat, untuk selanjutnya membentuk struktur-struktur
disekitarnya.

7
Gambar 2.2. Struktur Patahan pada Lapangan Tanjung Raya
Sumber : Pertamina EP Asset 5 Tanjung

2.3.2. Stratigrafi
Lapangan Tanjung Raya mempunyai 6 zona batupasir yang produktif
dengan ketebalan maksimum sekitar 59 meter dan satu formasi patahan vulkanik
dengan ketebalan lebih dari 100 meter, dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Urutan-urutan pengendapan batuan stratigrafi dari yang berumur tua
hingga yang berumur muda adalah sebagai berikut.

1. Formasi Tanjung
Diendapkan tidak selaras diatas komplek batuan beku dan batuan
metamorf (pra-tersier), yang dibagi menjadi dua anggota yaitu A-Bottom dan A-
Top yang berumur Eosin dengan batuan sedimen klastik kasar pada anggota A-
Bottom dan sedimen klastik lebih halus pada anggota A-Top, dan batuannya
terdiri dari reds beds, konglomerat, batu pasir, batu lempung, dan sisipan batubara.

2. Formasi Berai
Terletak diatas formasi Tanjung secara selaras dan dibagi menjadi tiga
anggota yaitu B-Bottom, B-Middle dan B-Top yang berumur Oligosen - Miosen
Bawah. Batuannya terdiri dari napal, lanau, batu lempung dan batu gamping.

8
3. Formasi Warukin
Diendapkan selaras diatas formasi Berai yang dibagi menjadi dua anggota
yaitu C-Bottom dan C-Top. Batuannya terdiri dari batu lempung, napal, batu pasir
dan batubara.

4. Formasi Dahor
Terletak tidak selaras diatas formasi Warukin yang berumur Miosen Atas –
Pliosen. Batuannya terdiri dari batu pasir, batu lempung, batubara dan
konglomerat dilihat pada Gambar 2.3.

2.3.3. Kondisi Reservoir


Karakteristik reservoir pada Lapangan Tanjung Raya terdiri dari
karakteristik batuan dan fluida berdasarkan hasil interpretasi log dan pengukuran-
pengukuran lainnya yang ada dengan rata-rata kedalaman produksi 1100 meter.
Pada dasarnya, Lapangan Tanjung Raya memproduksi hidrokarbon dari
enam unit reservoir terisolasi pada formasi Tanjung bagian bawah, ditambah
dengan reservoir vulkanik yang berada dibawahnya. Penjelasan singkat mengenai
deskripsi dan kualitas perlapisan adalah sebagai berikut.

1. Zona A
Zona A adalah zona produktif yang berkedudukan paling dasar pada
formasi Tanjung, dan merupakan batuan pasir konglomerat berkomposisi
vulkaniklastik yang terbentuk pada lingkungan pengendapan alluivial berenergi
tinggi yang lembab. Ketebalan maksimum batuan pasir A berada tepat di bagian
tengahnya, dengan nilai kurang lebih 60 meter dan di interpretasikan sebagai pasir
lakustrin dan channel yang terlihat cenderung menipis pada bagian utara
lapangan. Harga porositas bervariasi antara 13 sampai 20 %, sementara
permeabilitas berada pada kisaran 10 sampai 100 mD.
Zona A menunjukkan karakteristik batuan yang didominasi oleh pasir,
berwarna abu-abu kecoklatan, dengan kisaran harga porositas dari menengah
hingga baik. Ukuran butiran agak seragam, dengan bentuk kebundaran yang

9
sedikit bersudut, terpilah baik, dan sebagian besar tersemen baik oleh mineral
mika. Batuan pasir umumnya diselingi oleh pasir konglomerat dan konglomerat
serta mengandung clay hijau yang terpilah dengan buruk. Di bagian dasar zona A,
butiran mineral quartz outih dan fragmen andesit terlihat berkembang dengan
cukup baik.

2. Zona B
Sebagian besar sumur dilapangan Tanjung Raya, memproduksikan fluida
dari zona B secara kombinasi dengan zona A. Hal ini disebabkan karena
pertimbangan kondisi teknis kedua reservoir yang tidak jauh berbeda, karena
terpisah dari lapisan lempung sejauh 15 meter. Secara litologi, karakteristik zona
B hamper menyerupai zona A di bawahnya, hanya saja ketebalannya yang lebih
kecil, dan permeabilitas yang berada pada kisaran 1 sampai dengan 25 mD.
Zona B di dominasi oleh batuan pasir berwarna putih ke abu-abuan,
terpilah cukup baik, sedikit bundar dan bersudut, serta mengandung butiran
mineral quartz dengan porositas buruk hingga sedang. Secara umum, lapisan pasir
ini diselingi oleh batuan konglomerat berwarna hijau.

3. Zona C
Zona ini merupakan reservoir produktif utama di Lapangan Tanjung Raya,
dengan ketebalan maksimum sebesar 20 meter. Zona ini terdiri dari beberapa
distributor channel yang memiliki lingkungan pengendapan yang lebih baik dari
pada perlapisan di bawahnya. Beberapa channel bagian atas memiliki sifat yang
menginterupsi channel di bawahnya, sehingga membuat interpretasi log dalam
pemilahan perlapisan menjadi semakin sulit. Secara umur, zona pasir C tidak
terlalu dipengaruhi oleh impurities seperti shale dan mineral lainnya, reservoir C
menunjukkan bahwa zona ini didominasi oleh batuan pasir berwarna putih
kecoklatan, berukuran butir kecil hingga sedang, sedikit bundar dan bersudut,
serta terpilah dari buruk hingga cukup baik. Harga porositas berkisar antar 20
sampai dengan 25 %, sementara variasi permeabilitas sangat baik antara 200
hingga 1000 mD.

10
Seiring dengan menurunnya tekanan reservoir, maka semakin banyak pula
gas yang terbebas dari larutannya. Hal ini menyebabkan terbentuknya tudung gas
sekunder di puncak perlapisan. Diduga, pengaruh tenaga dorong air memiliki
fungsi yang lebih berarti jika dibandingkan dengan perlapisan lainnya, disebabkan
karena sifat batuan zona C yang bersih dan ketebalannya yang hamper merata di
seluruh bagian reservoir. Kompleksitas zona C tidak hanya terbatas pada siklus,
pengendapannya saja, tetapi juga oleh patahan-patahan yang mempengaruhi
keadaan di dalamnya.

4. Zona D
Keberadaan zona D pada Lapangan Tanjung Raya tidak menyebar secara
luas jika dibandingkan dengan zona A, B, C, dan secara litologi memiliki
karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan zona di bawahnya. Reservoir ini
memiliki hubungan antar butir yang ketat, terpilah cukup buruk, dan mengandung
lebih banyak mineral calcareous. Ketebalan rata-rata lapisan ini adalah 8,3 meter,
dengan porositas 19 %, serta permeabilitas yang bervariasi antara 29 sampai
dengan 397 mD.
Zona D memiliki sejarah pengendapan yang hamper sama dengan lapisan
dibawahnya, kecuali lapisan ini hanya memiliki empat buah distributor channel
terpisah yang tipis. Pada beberapa bagian reservoir, channel bagian atas juga
menginvasi channel dibawahnya. Sejarah produksi cukup baik di zona ini, dan
pada beberapa sumur, sistem penyelesaian yang digunakan digabungkan dengan
zona E di atasnya. Di antara zona D dan E, terdapat garis batas batubara yang
sangat jelas dan memiliki arti penting sebagai representasi kedalama ukur korelasi
log dan seismik.

5. Zona E
Zona E merepresentasikan proses pengendapan lingkungan laut secara
transgresif. Pada sebagian wilayah, interupsi mineral dolomite berkembang
sangat pesat dengan ketebalan lebih dari 30 meter. Ketebalan lapisan pasir
produktif rata-rata adalah 8,4 meter, dengan harga porositas rata-rata sebesar

11
19 %. Kondisi awal saturasi air rata-rata adalah 41 %, dengan variasi
permeabilitas antara 11 sampai dengan 12 mD.

6. Zona F
Zona F terdiri dari sebagian kecil batuan pasir yang terputus-putus, yang
diendapkan secara transgresif pada lingkungan laut. Ketebalan zona pasir
produktif F sangatlah bervariasi dari 1 meter, hingga ketebalan maksimum 8,5
meter. Bahkan, di sebagian kecil wilayah tengah hingga utara, zona pasir
produktif F tidak dapat ditemukan, walapun sedikit ke barat dari area ini
berkembang dengan cukup baik. Secara umum, zona F memiliki harga
porositas antara 15 sampai dengan 20 %, sementara harga permeabilitas rata-
rata adalah 200 mD.

7. Zona P
Zona P adalah zona reservoir yang paling dalam, dan merupakan reservoir
yang memiliki karakteristik yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan
zona penghasil hidrokarbon lainnya di Lapangan Tanjung Raya, disebabkan
karena komposisinya yang terdiri dari batuan vulkanik dan batuan dasar
metasedimen yang terbentuk pada masa Kretaseus akhir. Ketebalan rata-rata
reservoir ini adalah 28,7 meter, dengan harga porositas rata-rata sebesar 8 %.
Permeabilitas reservoir bervariasi antara 52 sampai dengan 1659 mD,
sementara harga saturasi air awal berada pada kisaran angka 41 %.
Lapisan P terdiri dari komposisi mineral andesit basalt, berwarna hijau
gelap, sangat keras, serta mengandung campuran kristal mineral pyrite dan
kalsit yang berwarna putih, yang diduga sebagai mineral ikutan rekahan.

Tabel 2.1. Karakteristik Reservoir Lapangan Tanjung Raya


(Pertamina EP, 2010)
Struktur Antiklin Asimetrik, 9 km x 3 km
Zona Produktif  Zona A,B,C Batu pasir dan
Konglomerat Fluvial-Alluvial

12
Fan
 Zona D,E,F Batu pasir
Lacustrine Delta
 Zona P Batu Vulkanik, Natural
Fracture
Daya Dorong Kombinasi Solution Gas dan Water
Drive
Tekanan Reservoir Awal : 1099 psi
Temperatur Reservoir 150 ℉
Spesific Gravity Gas 0.862
Jenis Minyak Parafinik, 40 ° API, SG 0.822
Wax Content : 30 % WT
Pour Point : 98 ℉
Porositas rata-rata 21.3 %
Permeabilitas batuan 30 mD
Permeabilitas & Saturasi air ± 136 mD ; 35.33 %

13

Anda mungkin juga menyukai