Dasar Teori
Dasar Teori
BAB II
DASAR TEORI
Ilmu ukur tanah adalah cabang dari ilmu Geodesi yang khusus mempelajari sebagian
kecil dari permukaan bumi dengan cara melakukan pengukuran- pengukuran guna
mendapatkan peta. Pengukuran yang di lakukan terhadap titik- titik detail alam maupun
buatan manusia meliputi posisi horizontal (x,y) maupun posisi vertikal nya (z) yang
diferensikan terhadap permukaan air laut rata-rata. Agar titik-titik di permukaan bumi yang
tidak teratur bentuknya dapat di pindahkan ke atas bidang datar maka di perlukan bidang
perantara antara lain : bidang Ellipsoid, bidang bultan dan bidang datar (untuk luas wilayah
55 km).
Dalam pengertian yang lebih umum pengukuruan tanah dapat dianggap sebagai
disiplin yang meliputi semua metoda untuk menghimpun dan melalukan proses informasi
dan data tentang bumi dan lingkungan fisis. Dengan perkembangan teknologi saat ini
metoda terestris konvensional telah dilengkapi dengan metoda pemetaan udara dan satelit
yang berkembang melalui program-program pertanahan dan ruang angkasa.
d. Pemetaan atau penyajian data. Menggambarkan hasil ukuran dan perhitungan untuk
menghasilkan peta, gambar rencana tanah dan peta laut, menggambarkan dat dalam
bentuk numeris atau hasil komputer.
e. Pemancangan. Pemancangan tugu dan patok ukur untuk menentukan batas-batas
pedoman dalam pekerjaan konstruksi.
Pengkuran tanah sangat diperlukan dalam kehidupan modern, terutama oleh karena
hasil-haslnya diakai untuk : (i)memetakan bumi (daratan dan perairan), (ii) menyiapakna
peta navigasi perhubungan darat, laut dan udara; (iii) memetakan batas-batas pemilikan
tanah baik perorangan maupun perusahaan dan tanah negara , (iv) memrupkan bank data
yang meliputi informasi tata guna lahan dan sumber daya alam untuk pengelolaan
lingkungan hidup, (v) menentukan fakta tentang ukuran, bentuk, gaya berat dan medan
magnit bumi serta (vi) mempersiapkan peta bulan , planet dan benda angkasa lainnya.
Dibidang teknik sipil para insinyur sangat memerlukan data yang akurat untuk
pembangunan jalan, jembatan, saluran irigasi, lapangan udara, pehubungan cepat, sistem
penyediaan air bersih pengkaplingan tanah perkotaan, jalur pipa, penambngan, terowongan.
Semua itu diperlukan pengukuran tanah yang hasilnya beruapa peta untuk perencanaan.
Agar hasilnya dapat dipertanggung jaabkan maka pengkuran hasrus dilakukan secara
benar, tepat dan akurat. Hal ini perlu sekalai diketahui baik oleh surveyor maupun para
insinyur.
a. Zaman Mesir Kuno ( 140 SM) : Sesostris melakukan pekerjaan pemetaan tanah
untuk keperluan perpajakan atau yang saat ini dikenal dengan kadaster.
b. Zaman Yunani Kuno . Sejarah mencatat bahwa Erastotenes (220 SM adalah orang
pertama yang mecoba menghitung dimensi bumi. Dia menghitung sudut meredian
Syene dan Alexandria di Mesir dengan mengkur bayang-bayang matahari . Diperleh
keliling bumi 25000 mil (13,5) mil lebih panjnag dari pengkuran modern . Pada
(120 SM) Berkembang ilmu geometri metoda pengkuran sebidang lapangan
(Dioptra).
c. Perkembngan peting yakni pada jaman Romawi dimana pemikiran praktis untuk
memciptakan peralatan yang teliti dimulai dengan bantuan teknologi sederhana.
Kemampuan Romawi ditujukkan dengan hasil rekayasa di bidang konstruksi di
seluruh kekaisaran misalnya. Peralatan yang berembang misalnya gromma, libella
(sipat datar), dan crobates merupakan nivo untuk medatarkan sudut.
d. Peradaban Yuniani dan Romawai selama berabad abad dilestarikan oleh orang Arab
dalam bidang geometri praktis. Baru pada abad ke 13 dan 14 Ilmu Ukur Tanah maju
pesat banyak penulis diantaranya Von Piso menulis Praktica Geometria (Ilmu Ukura
Tanah) dan Liber Quadratorum ( pembagian kudran) dsb.
e. Abad 18 dan 19 seni pengkuan tanah maju lebih pesat oleh karena kebutuhan peta-
peta semakin dirasakan terutama Inggris dan Perancis mengembangkan pengkuran
geodesi dengan triangulasi teliti. The US Coast and Geodetic Survey , Amerika
Serikat melaksanakan pengkuran hidrografi dan menetapkan titik-titik ontrol
nasional.
f. Seteleh perang dunia I dan ke II pengkuran tanah berkembang sejalan dengan
perkembangan teknologi modern baiak dalam pengmupulan data maupun
penglohannnya. Peralatan konvesional digantikan dengan peralatan automatis dan
elektronik begitu juga dalam pengolhana dan peyajiannya telah berkembang metoda
komputerisasi.
(oleh: dr. Zainal Arifin)
Kerangka dasar vertikal merupakan teknik dan cara pengukuran beberapa titik-titik
yang telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggian (elevasi)
yang mengacu terhadap bidang rujukan ketinggian tertentu. Bidang ketinggian rujukan
ini biasanya berupa ketinggian muka air laut rata-rata (mean sea level – MSL) atau
ditentukan lokal.
Keterangan :
hab = Bt m-Bt b
hba = Bt b – Bb m
Bila tinggi stasion C di ketahui HC, maka:
Hb = Hc + tc –Bt b = T – Bt b
Ha = Hc = tc– Bt m = T – Bt m
Kerangka dasar horizontal merupakan kumpulan titik-titik yang telah diketahui atau
ditentukan posisi horizontalnya berupa koordinat pada bidang datar ( X ,Y ) dalam
sistem proyeksi tertentu. Bila dilakukan dengan cara teristris, pengadaan kerangka
horizontal bisa dilakukan menggunakan cara triangulasi,trilaterasi atau poligon.
Pemilihan cara dipengaruhi oleh bentuk medan lapangan dan ketelitian yang
dikehendaki. (Purworhardjo, 1986)
a. Poligon
Metode poligon adalah metode penentuan posisi lebih dari satu titikdipermukaan
bumi, yang terletak memanjang sehingga membentuk segi banyak,
(Wongsotjitro,1977).
Unsur-unsur yang diukur adalah unsur sudutdan jarak, jika koordinat awal
diketahui, maka titik-titik yang lain pada poligon tersebut dapat ditentukan
koordinatnya. Pengukuran denganmetode polygon ini terbagi menjadi dua bentuk
yaitu:
1. Poligon Tertutup
Poligon tertutup adalah poligon dengan titik awal sama dengan titik akhir, jadi
dimulai dan diakhiri dengan titik yang sama.
kδi = ƒδi / n ( jika kesalahan penutup sudut bertanda negative (-) maka koreksinya positif
(+), begitu juga sebaliknya.
Menghitung sudut terkoreksi
δi = δ1 + kδ1
Menghitung azimuth sisi poligon (α)
misal diketahui azimuth awal (α1-2 )
α2-3 = α1-2 + 180º -δ2 ( untuk sudut dalam )
α2-3 = α1-2 -180º + δ2 ( untuk sudut luar )
Dengan catatan, apabila azimuth lebih dari 360º, maka :
α2-3 = ( α1-2 + 180º -δ2 )- 360º
apabila azimuth kurang dari 0º, maka :
α2-3 = ( α1-2 + 180º -δ2 ) + 360º
Melakukan koreksi pada tiap-tiap kesalahan absis dan
ordinat ( kΔXi dan kΔYi )
kΔXi = ( di / Σd ) . ƒΔX dalam hal ini ƒΔX = ΣΔX
kΔYi = ( di / Σd ) . ƒΔY ƒΔY = ΣΔY
jika kesalahan absis dan ordinat bertanda negatif (-) maka koreksinya positif (+) begitu
juga sebaliknya.
Menghitung selisih absis ( ΔX ) dan ordinat ( ΔY )
terkoreksi
ΔX 1-2 = ΔX 1-2 + kΔX 1-2
ΔY 1-2 = ΔY 1-2 + kΔY 1-2
Koordinat ( X,Y )
misal diketahui koordinat awal ( X1 , Y1 ) maka :
X2 = X1 + ΔX 1-2
Y2 = Y1 + ΔY 1-2
Jika pada proses perhitungan poligon tertutup koordinat akhirsama dengan
koordinat awal maka perhitungan tersebut dianggap benar, sebaliknya
jika koordinat akhir tidak sama dengan koordinat awal maka perhitungan tersebut
dinyatakan salah karena titik awal dan titik akhir poligon tertutup adalah sama atau
kembali ketitik semula.
(Wongsotjitro,1977)
Untuk menghitung luas dari lahan, ada beberapa macam cara, diantaranya dengan
metode segitiga yaitu dengan menganggap peta lahan sebagai poligon dan membagi
poligon menjadi beberapa segitiga sehingga luas poligon merupakan jumlahan luas
segitiga-segitiga tersebut. Metode bujur sangkar dengan membagi lahan menjadi
beberapa bujur sangkar dengan luas tiap bujur sama besar. Dalam langkah ini akan
dilihat hasil perhitungan dengan mengganggap jarak lurus dan melenggkung
(menggangap bumi elipsoida), yang membedakan hanya pada perhitungan menentukan
jarak.
Metode Segitiga Pada metode ini, peta lahan dianggap berbentuk poligon (segi
banyak) dengan n cukup besar sehingga dapat dibagi menjadi sejumlah segitiga. Makin
besar n yang digunakan akan makin mendekati luas tanah yang menjadi perhatian. Luas
tanah dihitung dari luas masing-masing segitiga yang mempunyai sisi-sisi ai, bi dan ci
kemudian luas tanah dijumlahkan sehingga diperoleh (Basuki, 2011)
Dengan
n :Banyaknya segitiga,
𝑎+𝑏+𝑐
Yaitu Ai=√(𝑠 − 𝑎)(𝑠 − 𝑏)(𝑠 − 𝑐) dengan s= a,b,c merupakan jarak antara 2
2
titik.
Metode Bujur Sangkar Metode ini digunakan untuk mengukur luas lahan dengan
membagi peta lahan menjadi sejumlah bujur sangkar sehingga (Wongsotjitro, 1980).
dengan
𝐿𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟
Lunit= 𝑛
1. Menurut bagiannya.
a. Theodolite WILD T-0
Tingkat ketelitian alat ini rendah, dengan pembagian skala terkecil dari 1’-10’.
Tempat pembacaan skala horizontal dan skala vertikal terpisah, bayangan yang
nampak pada teropong adalah terbalik. Alat ini mempunyai kompas sendiri (built in
compass) sehingga pembacaaan horizontal langsung menunjukkan arah utara
kompas. Sedangkan pembacaan vertikal menunjukkan zenith.
b. Theodolite SOKKISHA TS-20A
Theodolite ini mempunyai tingkat ketelitian yang rendah dengan pembagian skala
terkecil adalah 1’. Theodolite ini mempunyai sistem dua tingkat, yang bertujuan
apabila hendak melakukan pengukuran horizontal, maka bacaan skala vertikal
harus 900 agar kedudukan alat benar-benar horizontal.
c. Theodolite TM20E
Tingkat ketelitian dari Theodolite ini dapat dibaca sampai ketelitian 20” melalui
satu teropong. Apabila alat ini diutarakan terlebih dahulu maka bacaaan
horizontalnya adalah bacaaan azimuth geografis. Bayangan yang terlihat pada alat
ini adalah tegak.
d. Theodolite NIKON NE20S
Theodolite ini merupakan Theodolite yang menggunakan sistem digital, dengan
tingkat ketelitian 20”, cara penggunaannya sama dengan Theodolite TM20E.
e. Theodolite NIKON NE100
Theodolite ini merupakan Theodolite yang menggunakan sistem digital, dengan
tingkat ketelitian 20”.
f. Theodolite NIKON NE101
Theodolite ini merupakan Theodolite yang menggunakan sistem digital, dengan
tingkat ketelitian 5 ”. Perbesaran lensanya 30 kali dan memiliki display satu muka.
Secara umum konstruksi Theodolite terdiri dari 3 (tiga) bagian utama, yaitu:
1. Bagian bawah yang tidak dapat bergerak ditambah landasan berkaki tiga (statip)
2. Bagian atas yang dapat digerak secara horizontal.
3. Bagian teropong yaitu alat bidik yang dapat digerakkan secara vertikal dan
bersamaan dengan bagian atasnya dapat digerakkan secara horizontal.
Suatu Theodolite dapat dikatakan dalam keadaan baik atau sempurna dan layak
digunakan untuk pengukuran apabila:
1. Sumbu nivo aldehide (nivo tabung) tegak lurus sumbu I.
2. Garis bidik tegak lurus sumbu II.
3. Sumbu I tegak lurus sumbu II.
4. Sumbu nivo indeks (nivo tabung koinsidensi) sejajar dengan garis bidik atau
koinsidensi, bila garis bidik distel horizontal.
Sumbu II
z
y
x Sumbu I
Catatan:
a. Nivo kotak, adalah nivo yang berguna mengatur sentring alat ke target.
b. Nivo aldehide, nivo yang mengatur agar sumbu I benar-benar tegak.
c. Nivo indeks, adalah nivo yang mengatur sumbu II benar-benar datar.
Vizier
Fokus Diafragma
Nivo
Nivotabung
tabung
d. Penghalus gerak vertikal
e. gerak horizontal
Pengunci
Pengunci gerak vertikal
Lensa optis
Sekrup pengunci
3. Unting-unting
Unting-unting ini berguna buat penyentringan alat ukur yang tidak memiliki alat
peyentringan optis. Unting-unting terdiri dari benang yang diberi pemberat.
benang
pemberat
4. Rambu Ukur
Alat ini berbentuk mistar ukur yang besar dengan satuan panjang terkecil adalah cm,
namun ada skala 0,5 cm. Satu bagian besarnya 10 cm dan ditandai oleh dua bagian
yang terpisah dengan panjang 5 cm dengan demikian panjang terkecil yang terdapat
di rambu ukur adalah 1 cm.
1cm
0.5 cm
0.5 cm