Anda di halaman 1dari 41

PEMETAAN TOPOGRAFI DAN KEMAJUAN TAMBANG BATUAN GAMPING

MENGGUNAKAN WAHANA UAV (UNMANNED AERIAL VEHICLE) DJI PANTHOM

4 PRO 2.0 DI PT. GRAHA ASRI SELARAS, GALIAN 40 MANULAI II, KECAMATAN

ALAK KOTA KUPANG

DISUSUN OLEH :

MATHILDIS CHANIA LAMBE

NIM. 1806100038

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG

2023
LEMBAR PENGESAHAAN

Nama Mahasiswa : Mathildis Chania Lambe

Nomor Induk Mahasiswa : 1806100038

Fakultas / Jurusan : Sains Dan Teknik / Teknik Pertambangan

Judul Proposal Skripsi : PEMETAAN TOPOGRAFI DAN KEMAJUAN

TAMBANG BATUAN GAMPING MENGGUNAKAN

WAHANA UAV (UNMANNED AERIAL VEHICLE)

DJI PANTHOM 4 PRO 2.0 DI PT. GRAHA ASRI

SELARAS, GALIAN 40 MANULAI II,

KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG

Dosen Pembimbing, Dosen Pembimbing,

(Noni Banunaek, ST.,MT) (Adept Talan Titu Eki, ST.,M.Sc)

NIP. 19690710 199703 1 001 NIP.

Kupang,...April 2023
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDULHALAMAN PENGESAHAAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian

1.4 Batasan Masalah

1.5 Manfaat Penelitian

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keadaan Geologi Regional

2.2 Batu Gamping

2.2.1 Pengertin

2.2.2 Penambangan Batu Gamping

2.2.3 Manfaat Batu Gamping

2.3 Global Positioning System


2.4 Unmanned Aerial Vehicle (UAV)

2.4.1 Fotogrametri

2.4.2 Foto Udara

2.4.3 Rancangan Jalur terbang dan Akuisis data

2.4.4 Grand control point (GCP)

2.4.5 Proses inisialisasi

2.4.6 orthofoto

2.5 digital Elevation Model (DEM)

2.5.1 Digital Terrain Model (DTM)

2.5.2 Digital Surface Model (DSM)

2.6 Peta Topografi

2.6.1 Pengertian peta topografi dan kontur

2.6.2 Karakteristik peta topografi

2.7 Perhitungan Volume

BAB 3 : METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Kesampaian

3.2 Waktu Penelitian

3.3 Alat dan Bahan

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Tahapan persiapan

3.4.2 Teknik pengumpulan data

3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data

3.5.1 Metode pengolahan data


3.5.2 Metode analisis data

3.6 Bagan Tahapan Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu sumberdaya mineral yang terbesar di Kupang, Nusa Tenggara Timur

saat ini adalah batu gamping. Batuan gamping ialah batuan sedimen yang berasal dari

pengendapan sisa makhluk hidup laut yang mengandung unsur CaCo3 sebagai penyusun

utamanya. Dalam kegiatan industri, batu gamping merupakan sumberdaya mineral yang

penting, baik sebagai bahan bangunan, batu hias, dan industrI lainnya.

PT. Graha Asri Selaras merupakan sebuah perusahaan tambang batu gamping

yang telah beroperasi selama kurang lebih 10 tahun. Secara administrasi, PT. Graha

Asri Selaras berada di desa Manulai II, Kecamatan Alak Kota Kupang. Saat ini PT.

Graha Asri Selaras sedang dalam tahap penambangan.

PT. Graha Asri Selaras membutuhkan data topografi kawasan proyek untuk

urusan perijinan penambangan, perencanaan penambangan, perhitungan kemajuan dan

umur tambang, dan lainnya. Pemenuhan data topografi itu memerlukan suatu

pengukuran dilapangan untuk memperoleh data.

Pemenuhan data topografi itu memerlukan suatu pengukuran secara teliti

dilapangan salah satunya yakni dengan pengukuran terestris atau proses pengukuran

yang langsung dilakukan di permukaan bumi dengan peralatan tertentu (Basuki, 201).

Pengukuran menggunakan ini dapat memberikan keuntungan yang banyak, namun

biaya untuk pengoperasiannya mahal. Oleh karena itu, diperlukan metode pengukuran

alternative yang lebih menguntungkan,yang juga dapat memberikan ketepatan akurasi

data namun dengan biaya yang terjangkau salah satunya adalah pengukuran dengan

menggunakan foto udara dari Drone.


Drone atau bisa disebut pesawat tanpa awak merupakan suatu alat yang

dikendalikan oleh remote dan diterbangkan untuk mengambil gambar permukaan dari

udara. Maka, berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin melakukan pemetaan

menggunakan drone, mengevaluasi pengukuran antara drone dan pengukuran langsung

di lapangan, serta menghitung kemajuan dan volume tertambang dari batuan gamping.

Dengan demikian, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul : “PEMETAAN

TOPOGRAFI DAN KEMAJUAN TAMBANG BATUAN GAMPING

MENGGUNAKAN WAHANA UAV (UNMANNED AERIAL VEHICLE) DJI

PANTHOM 4 PRO 2.0 DI PT. GRAHA ASRI SELARAS, GALIAN 40 MANULAI

II, KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang, maka rumusan masalah yang didapat adalah :

1) Bagaimana cara pemetaan topografi menggunakan metode Foto Udara?

2) Bagaimana perbandingan tingkat ketelitian antara pengukuran menggunakan

drone dan pengukuran langsung dilapangan?

3) Bagaimana Perhitungan Volume yang dilakukan berdasarkan peta topografinya ?

4) Bagaimana kemajuan tambang Batu Gamping di CV. Graha Asri Selaras?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian adalah :


1) Untuk mengetahui cara pemetaan topografi menggunakan metode foto udara dari

drone

2) Untuk mengetahui perbandingan ketelitian pengukuran menggunakan drone

dengan pengukuran langsung dilapangan

3) Untuk mengetahui perhitungan volume tertambang batuan gamping berdasarkan

peta topografi.

4) Untuk mengetahui kemajuan tambang CV. Graha Asri Selaras.

1.4 Batasan masalah

Untuk menghindari penelitian yang lebih luas serta lebih mempermudah

penyelesaian masalah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai,maka perlu adanya

pembatasan masalah sebagai berikut:

1) Objek yang diteliti adalah tambang batu gamping CV. Graha Asri Selaras, Galian

40 Manulai II, Kecamatan Alak Kota Kupang.

2) Pemetaan topografi dilakukan dengan drone DJI Phantom 4 pro 2.0

3) Penelitian dilaksanakan selama satu bulan

4) Hanya membahas mengenai pemetaan topografi, cara kerja drone untuk pemetaan,

perhitungan volume tambang, dan Kemajuan tambang

5) Tidak membahas tentang biaya apapun secara rinci

6) Software yang digunakan berupa Agisoft Photoscan, Arcgis, dan Autocad Civil

3D.
1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1) Bagi Peneliti :

 Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi program mata kuliah Tugas Akhir

Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Nusa Cendana.

 Menambah wawasan penulis mengenai penggunaan drone untuk pemetaan

2) Bagi Bidang Akademika :

 Penelitian ini diharapkan dpat menjadi bacaan dan menambah ilmu

pengetahuan bagi mahasiswa yang ingin mempelajari tentang pemetaan

menggunakan Drone

 Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan bahan referensi bagi

pelajar atau mahasiswa yang ingin mempelajari pemetaan menggunakan

Drone.

3) Bagi Cv. Graha Asri Selaras :

Penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan dalam hal pemenuhan data

topografi serta perhitungan volume batugamping, sehingga suatu saat dapat digunakan

untuk keperluan perusahaan dan sebagainya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keadaan Geologi Regional

Sumber : Peta geologi lembar Kupang-Atambua

Gambar 2.1. Peta Geologi

Keadaan Stratigrafi

Formasi batuan desa Manulai Berdasarkan Peta Geologi Lembar Kupang-

Atambua, urutan stratigrafi Timor dari muda ke tua (sumber : Tony Bani, 2013) terdiri

atas Batu Gamping Koral ( Ql ), Formasi Noele (QTn ) dan Komplek Bobonaro (Tb).

1) Formasi Noele (QTn) :

Umur Pliosen sampai Pleistosen, yang selang seling antara marl dan batu pasir,

konglomerat dan tuff, struktur sedimen yang berupa  lapisan berangsur, konvolut,
laminasi parallel, mengandung moluska dan cangkang. Fosil-fosil terdiri dari

Globorotalia truncatulinoides, Globorotalia tosaensis, Globorotalia tumida,

Globorotalia multicamerata, Globorotalia acostaensis, Globigrinoides extremus,

G. fistulosus, Globigerina riveraae, Pulleniatina obliquiloculata, Sphaeridinella

dehiscens yang menutup selaras di atas Formasi Batu Putih dan yang tertutup tidak

selaras oleh sedimen kuarter di beberapa tempat bagian bawah formasi ini menjari

dengan Formasi Batu Putih.

2) Batu Gamping Koral (Ql) :

Satuan batuan tersusun atas batu gamping koral yang berwarna putih hingga

kekuning-kuningan dan kadang-kadang kemerah-merahan serta batu gamping

napalan. Umur Plistosen, terdiri dari batugamping koral, setempat batu gamping

terumbu. Satuan ini membentuk topografi yang agak menonjol berupa bukit

memanjang dengan puncak – puncak yang 11 hampir datar. Singkapan tertinggi

didapatkan pada ketinggian sekitar 1300 meter diatas permukaan laut. Ketebalan

maksimumnya 300 meter.

3) Komplek Bobonaro (Tb) :

Umur Miosen, terdri dari fragmen ukuran boulder matrik lempung

berkandungan  foraminifera.  Fosil   Globigerinoides   unmaturus,  G. quadrilobus,

G. irregularis, G.  rubber,  G. buloides, G. subcretacea, G. cultrate, G. scitula, G.

truncatulinoides,  Pulleniatina  bulloides,  Nonion  pompiloides,  Cassidulina

laevigata, Ceratobulina pasifica, Uvigerina sp, Suisllosiomella lepidula, Bulimina

aculeate, Astrononion sp, Hyalinea balthica, Sphaeroidina bulloides,  Bollimina 

inflate, Bolivina rabusta, Laticarinina panperata, Hoglundina elegans,   


Globigerina    anqulisuturalis,    Globigerina    nepenthes, Globorotalia tumida,

Globorotalia altispira. Ketebalan sangat bervariasi, lingkungan laut dalam, bagian 

dari  Komplek  Bobonaro  adalah  Melange.

2.2 Batuan Gamping

2.2.1 Pengertian

Batu gamping adalah batuan sedimen yang utamanya tersusun oleh kalsium

karbonat (CaCO3) dalam bentuk mineral kalsit. Di Indonesia, batu gamping

sering disebut juga dengan istilah batu kapur, sedangkan istilah luarnya biasa

disebut "limestone". Batugamping paling sering terbentuk di perairan laut dangkal

(Flysh Geost. 2016). Batu gamping (batu kapur) kebanyakan merupakan batuan

sedimen organik yang terbentuk dari akumulasi cangkang, karang, alga, dan

pecahan-pecahan sisa organisme. Batuan ini juga dapat menjadi batuan sedimen

kimia yang terbentuk oleh pengendapan kalsium karbonat dari air danau ataupun

air laut.

Pada prinsipnya, definisi batu gamping mengacu pada batuan yang

mengandung setidaknya 50% berat kalsium karbonat dalam bentuk mineral kalsit.

Sisanya, batu gamping dapat mengandung beberapa mineral seperti kuarsa,

feldspar, mineral lempung, pirit, siderit dan mineral-mineral lainnya. Bahkan batu

gamping juga dapat mengandung nodul besar rijang, nodul pirit ataupun nodul

siderit.

Kandungan kalsium karbonat dari batugamping memberikan sifat fisik yang

sering digunakan untuk mengidentifikasi batuan ini. Biasanya identifikasi


batugamping dilakukan dengan meneteskan 5% asam klorida (HCl), jika bereaksi

maka dapat dipastikan batuan tersebut adalah batugamping (Flysh Geost. 2016).

2.2.2 Penambangan Batu Gamping

Pemilihan sistem penambangan atau tambang terbuka biasa diterapkan

untuk bahan galian yang keterdapatannya relatif dekat dengan permukaan bumi

(Nandang Sudrajat 2010). Terdapat beberapa faktor-faktor yang harus

dipertimbangkan dalam pemilihan metode penambangan, meliputi: karakteristik

spasial dari endapan, kondisi geologi dan hidrologi, sifat-sifat geoteknik

(mekanika tanah dan batuan), pertimbangan ekonomi, faktor teknologi, dan

perhatian lingkungan.

Metode penambangan dengan cara quarry biasa digunakan untuk bahan-

bahan galian industry (Nandang Sudrajat 2010). Pada dasarnya, metode

penambangan quarry sama dengan metode penambangan secara open pit.

Dimana, yang membedakannya adalah jenis bahan galian yang ditambang. Secara

umum, metode penambangan open pit lebih banyak diterapkan pada

penambangan mineral logam atau bijih (ore). Sedangkan, metode penambangan

kuari lebih banyak diterapkan pada penambangan mineral non logam atau batuan.

Berdasarkan kondisi geologi batuan yang akan ditambang, terdapat beberapa jenis

bahan galian yang umum ditambang dengan metode penambangan quarry, seperti:

endapan sekunder (batukapur), batuan metamorf (marmer), dan batuan beku

(andesit).

Berdasarkan letak endapan bahan galian yang akan digali, metode

penambangan quarry dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:


1) Side Hill Type

Side hill type merupakan bentuk penambangan untuk batuan atau bahan galian

industri yang terletak dilerenglereng bukit.

2) Pit Type (Subsurface Type)

Pit type adalah sistem penambangan yang diterapkan untuk menambang mineral

atau batuan yang terletak pada suatu daerah yang relatif datar. Permukaan kerja

(front) digali ke arah bawah sehingga membentuk cekungan (pit).

2.2.3 Manfaat batu gamping

Batugamping merupakan batuan dengan keragaman penggunaan yang

sangat besar. Batuan ini menjadi salah satu batuan yang banyak digunakan

dibandingkan jenis batuan-batuan lainnya. Sebagian besar batugamping dapat

dibuat menjadi batu pecah yang dapat digunakan sebagai material konstruksi

seperti: landasan jalan dan kereta api serta agregat dalam beton. Nilai paling

ekonomis dari sebuah deposit batugamping yaitu sebagai bahan utama pembuatan

semen portland. Beberapa jenis batugamping banyak digunakan karena sifat

mereka yang kuat dan padat dengan sejumlah ruang/pori. Sifat fisik ini

memungkinkan batugamping dapat berdiri kokoh walaupun mengalami proses

abrasi. Meskipun batugamping tidak sekeras batuan berkomposisi silikat, namun

batugamping lebih mudah untuk ditambang dan tidak cepat mengakibatkan

keausan pada peralatan tambang maupun crusher (alat pemecahbatu)

(geologinesia,2014).

2.3 Global Positioning System (GPS)


Pada dasarnya, konsep dasar penentuan posisi dengan GPS adalah reseksi jarak,

yaitu pengukuran jarak secara simultan ke beberapa satelit yang koordinatnya diketahui

(Abidin, 2007). Apabila pada pemotongan data yang diukur adalah sudut, maka pada

penentuan posisi dengan GPS data yang diukur adalah jarak dari receiver ke sekurang-

kurangnya tiga satelit, maka posisi receiver GPS dapat ditentukan.

Penentuan posisi suatu titik pengamatan diperlukan data jarak dari stasiun

tersebut ke beberapa satelit GPS yang diamati. Jarak stasiun ke GPS tidak dapat diukur

secara langsung tetapi dengan jalan mengukur misalnya waktu rambat sinyal dari satelit

ke stasiun pengamat atau jumlah fase gelombang sinyal yang merupakan fungsi waktu

rambat sinyal.

2.4 Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau Drone

UAV dapat didefinisikan sebagai “sistem pesawat bertenaga yang dioperasikan

dari jarak jauh, baik secara manual atau semi-otonom dengan remote control atau secara

otonom melalui penggunaan sistem navigasi komputer di pesawat atau stasiun kontrol

darat yang mengirimkan perintah secara nirkabel ke pesawat” (Bailey , 2012).

Saat ini orang menggunakan drone karena dapat membuat peta dengan lebih akurat,

mesti, otomatis, dan lebih kompetitif dalam penganggaran. Karena model drone yang

berbeda-beda, begitu pula jenis kamera atau sensor untuk mengambil gambar atau

informasi permukaan bumi. Perlengkapan pencitraan standar di papan terdiri dari

kamera digital dan sensor multispektral. Karena drone memiliki bobot yang bervariasi,

waktu penerbangan mereka juga berbeda tergantung pada kapasitas bahan bakar
(Papilaya, 2015). UAV berpotensi digunakan untuk memetakan area yang tidak

tercakup oleh citra satelit.

( sumber: Aditya Saiful Hanif, dkk)

Gambar 2.2. Jenis-jenis Drone

Sebelum UAV digunakan, harus dilakukan kalibrasi. Ada 3 jenis kalibrasi antara

lain (Agisoft, 2016) :

1. Kalibrasi kompas Kalibrasi ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan pada IMU

(Inertial Measuring Unit) aircraft dan dapat dikendalikan sesuai dengan perintah

nantinya.

2. Kalibrasi gymbal Kalibrasi pada alat kontrol horizontal kamera, jadi gymbal

disini bertanggung jawab untuk menjaga kondisi kamera tetap pada posisi

horizontal sesuai bidang nivo.

3. Kalibrasi pada remote control Kalibrasi pada remote pengontrol UAV. Bertujuan

untuk memastikan fungsi dari komponen-komponen pengontrol pada remote

control normal.
2.4.1 Fotogrametri

Fotogrametri adalah suatu seni, pengetahuan dan teknologi untuk

memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik dan

keadaan di sekitarnya melalui proses perekaman, pengamatan atau pengukuran

dan interpretasi citra fotografis atau rekaman gambar gelombang

elektromagnetik (Santoso, B, 2001).

Definisi fotogrametri di atas mencakup dua bidang kajian, yaitu :

1) Fotogrametri metric

Fotogrametri metrik terdiri dari pengukuran cermat berdasarkan foto dan

sumber informasi lain yang pada umumnya digunakan untuk menentukan

lokasi relatif titik-titik. Dengan demikian dimungkinkan untuk memperoleh

ukuran jarak, sudut, luas, volume, elevasi, ukuran dan bentuk objek

2) Fotogrametri interpretative

Fotogrametri interpretatif mempelajari pengenalan dan identifikasi obyek serta

menilai arti pentingnya obyek tersebut melalui suatu analisis sistematik dan

cermat.
(sumber : Bobby Santoso 2004)

Gambar 2.3. Konsep dasar fotogrametri

Salah satu teknik dalam menghasilkan media objek adalah dengan

Fotogrametri Digital. Fotogrametri atau aerial surveying adalah teknik pemetaan

melalui foto udara. Hasil pemetaan secara fotogrametrik berupa peta foto dan

tidak dapat langsung dijadikan dasar atau lampiran penerbitan peta (Prayogo dkk,

2020).

2.4.2 Foto Udara

Foto udara adalah rekaman fotografis obyek di atas permukaan tanah yang

pengambilannya dilakukan dari udara (Suharsana, 1999). Foto udara pada

umunya dibedakan atas foto vertikal dan foto condong. Foto udara dapat dibagi

berdasar ukuran sensornya. Berdasar ukuran sensornya, foto udara dibagi

menjadi dua yaitu foto udara format besar dan foto udara format kecil. Pada foto

udara, skala foto udara tergantung pada tinggi terbang dan panjang fokus lensa

kamera. Untuk panjang fokus yang sama dan semakin tinggi terbang pesawat,

skala foto yang dihasilkan semakin kecil dan daerah liputan semakin luas.

Foto udara adalah peta foto yang didapat dari survei udara dengan

melakukan pemotretan lewat udara pada daerah tertentu dengan aturan

fotogrametris tertentu. Ciri-ciri foto udara antara lain :

1. Skala pada foto udara sama untuk skala satu lembar foto

2. Sistem proyeksi perspektif


3. Semua aspek terlihat

4. Tidak ada legenda atau symbol.

Foto udara dibagi menjadi dua jenis, yaitu foto udara metrik dan foto udara

non metrik. Foto udara udara metrik merupakan foto udara yang datanya

diperoleh dari kamera udara. Kamera udara adalah kamera metrik yang fokusnya

sudah tertentu. Kamera udara ini berbeda dengan kamera biasa yang non metrik

dengan fokus yang dapat diubah-ubah sesuai dengan keinginan (Sudarsono, B.,

2008). Foto udara metrik ini memiliki ketelitian yang sangat tinggi karena

memang dirancang khusus untuk pemetaan. Foto udara ini memiliki panjang dan

lebar masing- masing adalah 23 cm x 23 cm. Pada foto ini dilengkapi dengan

fiducial mark. Sedangkan, foto udara non metrik merupakan foto yang diperoleh

dari kamera yang umum biasa digunakan.

Berdasarkan jenis tegaknya, foto udara dibedakan atas dua jenis, yaitu foto

tegak dan foto miring. Foto udara tegak merupakan foto yang dihasilkan dari hasil

pengambilan foto di mana pada saat pengambilan foto tersebut sumbu kamera

berada dalamposisi tegak lurus dengan permukaan bumi. Sedangkan foto miring

merupakan foto yang dihasilkan dari hasil pengambilan foto di mana pada saat

pengambilan foto tersebut sumbu kamera berada dalam posisi miring. Jenis foto

udara yang digunakan untuk keperluan pemetaan adalah foto udara tegak. Jenis

foto udara dapat dilihat pada Gambar berikut ini


(Modifikasi Wolf, 1993)

Gambar 2.4. Jenis foto udara

Foto udara biasanya dibuat sedemikian rupa sehingga daerah yang

digambarkan oleh foto udara berurutan di dalam satu jalur terbang. Tampalan

sepanjang jalur terbang tersebut dinamakan overlap (tampalan depan).

Prosentase besarnya tampalan depan berkisar antara 55% sampai 65%, hal ini

bertujuan agar foto yang dihasilkan dapat dibuat model stereoskopiknya. Sidelap

(tampalan samping) adalah tampalan antar jalur terbang yang berurutan.

Prosentase besarnya tampalan samping dibuat sebesar 30%.

2.4.3 Rancangan Jalur Terbang dan akuisisi Data

Setiap pemetaan menggunakan UAV tahap pertama dengan merencanakan

penerbangan dengan software pembuatan jalur terbang. Penetapan overlap dan

sidelap antar foto penting dengan memperhatikan keadaan topografi wilayah

pemetaan dan mempertimbangkan ketidakstabilan platform. Beberapa aspek


penting lainnya juga ditetapkan seperti ketinggian terbang, kualitas kamera,

jumlah dan distribusi GCP dalam penentuan datum objek/georeferensi, orientasi

foto dan pencegahan efek deformasi blok yang dihasilkan dari kesalahan

sistematis kalibrasi kamera (arah dan ketinggian terbang bervariasi). Hal ini

selaras dengan penelitian Gerke and Przybilla (2016) bahwa untuk menghindari

deformasi blok disarankan untuk merencanakan lintas-penerbangan untuk

beberapa bagian wilayah yang dipetakan.

(sumber : Surya 2017)

Gambar 2.5. Jalur terbang drone

Untuk desain misi sendiri terdapat beberapa kriteria untuk jenis pekerjaan

perekaman topografi dengan menggunakan drone. Kriteri-kriteria tersebut

sebisa mungkin terpenuhi dalam pengukuran sehingga hasil yang diperoleh

mempunyai resolusi yang tinggi. Kriteria-kriteria yang diperlukan adalah

sebagai berikut:

1) Tampalan baik overlap atau sidelap minimal 70%. Lebih besar lebih baik,

tetapi semakin besar tampalannya, proses terbang akan semakin lama.


2) Ketinggian terbang disesuaikan dengan spesifikasi sensor kamera.

Diusahakan perekaman serendah mungkin namun harus memperhatikan

kondisi topografi di wilayah tersebut. Jangan sampe drone menabrak

tebing atau bangunan dan pohon karena terbang terlalu rendah.

3) Waktu perekaman diusahakan pada waktu kondisi cuaca cerah sehingga

cahaya yang tertangkap kamera maksimal.

2.4.4 Ground Control Point (GCP)

Ground control point atau titik kontrol tanah adalah titik yang terdapat di

lapangan dan dapat diidentifikasi pada foto dan mempunyai koordinat di kedua

sistem. GCP diperlukan untuk kegiatan transformasi koordinat dari sistem

koordinat tertentu ke sistem koordinat tanah. Titik kontrol ini terdapat pada

kedua sistem koordinat yang mempunyai posisi relatif pada obyek yang sama

(Superadmin-frasa, 2020). Dalam pemotretan udara, titik kontrol tanah

diperlukan untuk trianggulasi udara. Trianggulasi udara adalah cara penentuan

koordinat titik kontrol minor secara fotogrametris.

Titik kontrol minor adalah titik kontrol tanah perapatan yang mengacu

pada titik kontrol tanah hasil premarking. Titik kontrol minor ini sering disebut

dengan postmark, karena ditentukan setelah pemotretan. Titik kontrol tanah

berfungsi sebagai data masukan untuk proses hitungan titik bantu minor atau

ikatan bantu secara fotogrametris. Titik kontrol tanah yang terdistribusi merata

pada area pemotretan akan memberikan hasil rektifikasi yang lebih presisi.
Selain itu, perlu dilakukan pemasangan titik kontrol tanah pada daerah-

daerah ekstrim, agar diperoleh titik-titik kontrol tanah yang mewakili kondisi

medan yang sesungguhnya Untuk keperluan pemetaan cepat, koordinat titik

kontrol tanah diperoleh dari koordinat kamera saat exposure, sehingga tidak

peprlu mengukur koordinat titik kontrol tanah di lapangan.

Sebagai tahap awal dalam melakukan kegiatan foto udara, diperlukan

pembuatan premark (penandaan titik kontrol tanah) dan pengukuran koordinat

titik premark menggunakan GPS. Premark biasanya dibuat dengan bentuk tanda

silang dengan titik Premark berada tepat pada perpotongan tanda tersebut.

Warna premak juga biasanya dipilih warna yang mencolok agar terlihat pada

saat pengolahan foto udara.

(Colorado Department of Transportation, 2015)

Gambar 2.6. Premark GCP

2.4.5 Proses Inisialisasi

Proses inisialisasi ini adalah proses “menjahit” atau mosaic data

foto menjadi satu data citra foto udara yang terpadu. Dalam tahapan ini
sekaligus dilakukan proses koreksi dengan menggunakan data GCP yang

telah diukur sebelumnya.

2.4.6 Orthofoto

Orthofoto dapat didefinisikan sebagai foto yang menyajikan gambaran objek pada

posisi orthografik yang benar. Orthofoto secara geometrik ekuivalen terhadap peta garis

konvensional dan peta simbol planimetrik yang juga menyajikan posisi orthografik

objek secara benar. Beda utama antara orthofoto dan peta adalah bahwa orthofoto

terbentuk gambar kenampakan, sedangkan peta menggunakan garis dan simbol yang

digambarkan sesuai dengan skala untuk mencerminkan kenampakan (Wolf, P. R.,

1983).

Orthofoto dapat digunakan sebagai peta untuk melakukan pengukuran langsung

atas jarak, sudut, posisi, dan daerah tanpa melakukan koreksi bagi pergeseran letak

gambar (Julzarika, A., 2009). Di dalam proses peniadaan pergeseran letak oleh relief

pada sembarang foto, variasi skala harus dihapus sehingga skala menjadi sama bagi

seluruh foto (Wolf, P. R., 1983). Pada akhirnya tingkat kebenaran orthofoto adalah

sama dengan peta planimetrik (Hadi, B.S., 2007).


(sumber Bobby. S, 2004)

Gambar 2.5. Konsep Orthofoto

Orthofoto merupakan proses rektifikasi diferensial dengan menggunakan alat stereo

orthofoto. Input yang digunakan adalah model (foto stereo). Oleh sebab itu proses

pembuatan dilakukan model demi model.

Tujuan proses orthofoto menurut (Syauqani. A, 2017) adalah:

1. Menghilangkan kemiringan kamera

2. Menyamakan skala

3. Menghilangkan pergeseran relief.

Proses orthofoto dibuat untuk melengkapi atau menggantikan peta-peta garis yang

konvensial. Proses orthofoto dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara

konvensional dan cara digital. Perbedaan antara orthofoto manual dan digital adalah

pada proses digital kita tidak bisa melihat proses restitusi secara langsung seperti pada

proses manual. Othofoto digital diperoleh malalui digital yaitu dengan menggunakan

software, dimana melakukan koreksi ketinggian Digital Elevation Model (DEM).

Pembuatan DEM pada software berasal dari data-data yaitu titik kontrol, garis kontur

serta kombinasi antara garis kontur dengan ketinggian bangunan.


2.5 Digital Elevation Model (DEM)

Pada prinsipnya, DEM merupakan suatu model digital yang mempresentasikan

bentuk permukaan bumi kita dalam bentuk tiga dimensi (3D). defenisi lain,

menyatakan bahwa DEM merupakn suatu file ata data base yang menampung titik-

titik ketinggian dari suatu permukaan (Jensen, 2007)

Data DEM dapat berupa grid yaitu memiliki bentuk berupa petak petak

zona segi empat yang beraturan yang membentuk permukaan DEM serta dapat juga

berupa TIN atau jaringan segitiga yang tidak beraturan yang menghubungkan antar

titik-titik spasial sehingga menjadi DEM. DEM terbagi menjadi dua, DTM atau

Digital Terrain Model atau bentuk digital dari terrain yang menggambarkan

permukaan tanah, tidak termasuk objek diatasnya. DTM menggambarkan dimensi

permukaan medan yang terdiri dari X,Y, Z dalam bentuk digital yang tidak hanya

mencakup ketinggian dan elevasi geografis lainnya dan fitur alami seperti sungai,

jalur punggungan dan lain-lain. Sementara untuk DSM atau Digital Surface Model

adalah model yang menggambarkan ketinggian puncak permukaan reflektif, seperti

bangunan dan vegetasi (Maune, 2017).

2.6 Peta Topografi

2.6.1 Pengertian peta topografi dan kontur

Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui

garis-garis ketinggian. Menurut Suparno dan Endy (2005), keadaan topografi adalah
keadaan yang menggambarkan kemiringan lahan atau kontur lahan, semakin besar

kontur lahan berarti lahan tersebut memiliki kemiringan lereng yang semakin besar.

Peta topografi menampilkan gambaran permukaan bumi yang dapat diidentifikasi,

berupa obyek alami maupun buatan. Peta topografi menyajikan obyek-obyek

dipermukaan bumi dengan ketinggian yang dihitung dari permukaan air laut dan

digambarkan dalam bentuk garis-garis kontur, dengan setiap satu garis kontur mewakili

satu ketinggian. Peta topografi memiliki dua unsur utama yaitu ukuran planimetrik

(ukuran permukaan bidang datar) dan ukuran relief (berdasarkan variasi elevasi).

Ukuran planimetrik pada peta topografi digambarkan dengan koordinat X dan Y,

sedangkan ukuran relief digambarkan dalam koordinat Z. Elevasi pada peta topografi

ditampilkan dalam bentuk garis-garis kontur yang menghubungkan titiktitik di

permukaan bumi yang memiliki ketinggian yang sama.

Sumber : Ivan Handoyo, dkk (2004)

Gambar Garis kontur dan permukaan bumi

Pada gambar diatas, terlihat gambar garis ketinggian pada peta (bidang dua

dimensi) dan di lapangan (ruang tiga dimensi). Garis ketinggian pada peta membentuk
garis yang berbelok-belok dan tertutup serta merupakan rangkaian dari titik-titik.

Kegunaan dari garis ketinggian adalah untuk mengetahui berapa tingginya suatu tempat

dari permukaan laut. Garis ketinggian mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a) Garis ketinggian yang lebih rendah selalu mengelilingi garis ketinggian

yang lebih tinggi

b) Garis ketinggian tidak akan saling berpotongan dan tidak akan bercabang

c) Pada daerah yang landai garis ketinggian akan berjauhan, sebaliknya pada

daerah yang terjal akan saling merapat. Untuk kondisi daerah yang khusus

(seperti tebing, kawah, jurang), garis ketinggiannya digambarkan secara

khusus pula

d) Garis ketinggian yang menjorok keluar, merupakan punggung bukit dan

selalu seperti bentuk huruf ‘U’.

e) Garis ketinggian yang menjorok ke dalam, merupakan lembah dan selalu

seperti bentuk huruf ‘V’.

f) Selisih tinggi antara dua garis ketinggian yang berurutan (interval) adalah

setengah dari bilangan ribuan skala, (contoh: 1/2000 x 50.000 = 25 meter).

Kecuali bila dinyatakan dengan ketentuan lain.

g) Garis ketinggian pembantu, menyatakan ketinggian antara dua garis

ketinggian yang berurutan

h) Warna garis-garis ketinggian pada peta digambarkan dengan warna coklat.


Sumber : Ivan Handoyo, dkk (2004)

Gambar garis kontur dan sifatnya

Menurut Kusnadi (2013) peta kontur adalah peta yang menggambarkan sebagian

bentuk-bentuk permukaan bumi yang bersifat alami dengan menggunakan garis-garis

kontur. Garis kontur pada peta topografi diperoleh dengan melakukan pengolahan

interpolasi linier antara titik-titik ketinggian yang berdekatan. Interpolasi linier adalah

suatu metode atau fungsi matematika yang menduga nilai pada lokasilokasi yang

datanya tidak tersedia atau tidak didapatkan. Interpolasi linier mengasumsikan bahwa

atribut data bersifat kontinu di dalam ruang dan atribut ini saling berhubungan

(dependence).

Pembentukan garis kontur menggunakan data dari pemetaan terestris memiliki

akurasi yang tinggi tetapi pengukuran terestris memiliki beberapa kelemahan

diantaranya membutuhkan biaya, waktu dan tenaga yang besar karena semakin luas area

yang dipetakan semakin banyak pula titik yang harus diukur. Semakin rapat titik yang

diambil, maka semakin akurat pula kontur yang dihasilkan, begitu pula sebaliknya. Titik

ketinggian (spotheight) yang diambil dalam pengukuran terestris harus memiliki


kerapatan dan persebaran yang baik untuk mengurangi kesalahan pada interpolasi

kontur.

2.6.2 Karakteristik peta topografi

Peta yang menyajikan unsur ketinggian yang mewakili dari bentuk lahan

disebut dengan peta topografi (Noor dalam Djuhadi, 2009). Peta topografi

tidak terlalu banyak memberikan informasi secara detail tentang suatu daerah,

kecuali informasi mengenai kenampakan alam atau tinggi rendahnya bentuk

permukaan bumi saja. Secara garis besar Noor juga menjelaskan peta

topografi merupakan peta yang memiliki karakteristik sebagai berikut :

1) Peta kontur pada umumnya hanya berwarna putih dan kuning dengan

garis-garis yang tercetak dengan jelas. Peta topografi tidak memiliki

banyak warna karena kebutuhan informasi yang diberikan. Informasi

pokok yang diberikan oleh peta topografi ini sebatas kontur tanah saja

sehingga garis-garis kontur dibuat tercetak jelas supaya pembaca dapat

memahami isi dair peta tersebut.

2) Peta topografi menggunakan skala yang besar guna memberikan informasi

sedetail mungkin kepada pembaca. Selain itu dengan skala lebih besar,

ukuran yang tertera pada peta akan semakin akurat

3) Ciri khusus dari peta topografi yang sangat mudah dikenali adalah,

terdapat garis-garis halus namun tegas yang tergambar pada peta tersebut.

Garis-garis itu disebut dengan garis kontur. Garis kontur ini berjumlah

sangat banyak dan digambar memenuhi peta. Garis kontur merupakan


kombinasi dua segmen garis yang saling berhubungan namun tidak saling

berpotongan. Garis kontur ini menunjukan titik elevasi pada peta topografi

supaya pembaca dapat melihat dan mengetahui dengan jelas keadaan yang

dimaksud.

2.6.3 Macam-macam garis kontur

2.6.4

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Kesampaian


Sumber : Olahan Penulis

Gambar 3.1. Peta Kesampaian Lokasi Penelitian

Wilayah izin Usaha Pertambangan (WIUP) CV. Graha Asri Selaras memiliki luas

area sebesar 20 Ha. Secara administrati, lokasi penambangan perusahaan CV. Graha

Asri Selaras terletak di KM 40. Kelurahan Manulai II, Kecamatan Alak, Kota Kupang.

Lokasi penelitian dapat ditempuh dalam waktu ±40 Menit dari arah Universitas Nusa

Cendana yang berlokasi di Penfui. Kondisi jalan akses cukup baik sehingga dapat

dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda dua (motor) maupun kendaraan roda

empat (mobil).

3.2 Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan kurang lebih selama dua bulan, secara terperinci dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tabel 3.1. Jadwal Penelitian

Kegiatan Minggu Ke-

I II II IV V VI VII VIII

Survei lokasi

Studi literature

Pengambilan data

Pembuatan skripsi

(Sumber: Penulis, 2023)

3.3 Alat dan Bahan

Dalam melaksanakan penelitian, diperlukan alat dan bahan yang digunakan sebagai

berikut :

1) Smartphone

2) Drone DJI Phantom 4 Pro 2.0

3) GPS

4) Kamera

5) Peralatan tulis

6) Laptop

7) Software Agisoft PhotoScan


8) Software Arcmap

9) Software Autocad Civil 3D

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Tahapan Persiapan

Pada tahap ini, yang dilakukan antara lain studi literature dan survey awal.

Studi literature dilakukan dengan mencari sumber referensi penelitian,

seperti jurnal penelitian, buku-buku referensi, dan lainnya yang berkaitan

dengan pokok penelitian yang akan dilakukan. Tujuan survey awal ialah

mengamati kondisi di tempat penelitian dan memplotting koordinat disekitar

area tambang.

Tahap persiapan untuk pelaksanaan pengukuran meliputi desain jalur

penerbangan drone, dan penentuan lokasi titik-titik GCP (Ground Control

Point ) yang akan diukur koordinatnya.

Untuk desain misi sendiri terdapat beberapa kriteria untuk jenis pekerjaan

perekaman topografi dengan menggunakan drone. Kriteri-kriteria tersebut

sebisa mungkin terpenuhi dalam pengukuran sehingga hasil yang diperoleh

mempunyai resolusi yang tinggi. Kriteria-kriteria yang diperlukan adalah

sebagai berikut:

1) Tampalan baik overlap atau sidelap minimal 70%. Lebih besar lebih

baik, tetapi semakin besar tampalannya, proses terbang akan semakin

lama.
2) Ketinggian terbang disesuaikan dengan spesifikasi sensor kamera.

Diusahakan perekaman serendah mungkin namun harus memperhatikan

kondisi topografi di wilayah tersebut. Jangan sampe drone menabrak

tebing atau bangunan dan pohon karena terbang terlalu rendah.

3) Waktu perekaman diusahakan pada waktu kondisi cuaca cerah sehingga

cahaya yang tertangkap kamera maksimal.

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dengan cara melakukan

pengukuran langsung di lapangan. Data primer yang diperoleh berupa :

a. Data koordinat X, Y,Z merupakan data yang diperoleh dari hasil

pengukuran GPS untuk menentukan GCP ( Ground Control Point ).

b. Data berupa foto yang di ambil melalui metode foto udara menggunakan

drone.

2. Data Sekunder

Data Sekunder yaitu data yang sudah ada pada referensi terkait. Data

sekunder yang digunakan yaitu peta geologi regional.

3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data

3.5.1 Metode Pengolahan Data


Pengolahan data yang dilakukan yaitu pembuatan peta topografi berdasarkan

hasil pemetaan foto udara menggunakan drone tipe....

Adapun tahapan yang dilakukan, yaitu :

1) Memplot lokasi titik-titik GCP agar bisa membuat GCP (Ground Control

Point)

2) Mendesain jalur terbang drone yang akan dilalui ketika proses foto udara

untuk mendapatkan data pemetaan.

3) Melakukukan pemetaan dengan drone DJI Phantom 4 Pro2.0

4) Semua hasil foto drone kemudian digabungkan menjadi satu menggunakan

software DJI Pilot

5) Mengolah hasil orthophoto menggunakan software Agisoft PhotoScan agar

mendapat data DEM (Digital Elevation Model)

6) Menghapus benda bergerak atau pepohonan yang terekam menggunakan

software agar elevasinya tetap sama dengan elevasi yang telah dihitung

sebelumnya

7) Hasil data DEM diolah lagi menggunakan software Arcgis untuk

mendapatkan peta topografi.

3.5.2 Metode Analisis Data

1) Berdasarkan data peta topografi, yang didapat tiap minggu, maka akan

dibuat perbandingan sehingga bisa mengetahui kemajuan tambangnya.

2) Data peta topografi juga digunakan untuk perhitungan volume tertambang

menggunakan Autocad Civil 3D.


3.6 Bagan Tahapan Penelitian
DAFTAR PUSTAKA

Afani, I. Y., Yuwono, B. D., & Bashit, N. (2019). Optimalisasi Pembuatan Peta Kontur Skala

Besar Menggunakan Kombinasi Data Pengukuran Terestris dan Foto Udara Format Kecil. Jurnal

Geodesi UNDIP, Vol. 8 No. 1 .

Aji, D. S., Sabri, L. M., & Prasetyo, Y. (2019). Analisis akurasi DEM dan foto tegak hasil

pemotretan dengan pesawat nir awak DJI Phantom 4 (studi kasus : Bukit Perumahan Permata

Hijau Tembalang Semarang). Jurnal Geodesi Undip. Volume 8, Nomor 2 .

Hadi, B. S. (2007). Dasar-dasar Fotogrametri. Diktat Fotogrametri : Universitas Yogyakarta .

Indarto, & Prasetyo, D. R. (2014). Pembuatan Digital Elevation Model Resolusi 10m dari Peta

RBI dan Survey GPS dengan Algoritma ANUDEM. Jurnal Keteknikan Pertanian Vol.2, No.1 .

Junarto, R., Djurdjani, & Permadi, F. B. (2020). Pemanfaatan Teknologi Unmanned Areal

Vehicle (UAV) Untuk Pemetaan Kadaster. Jurnal agraria dan Pertanahan , 105-118.

Rostianingsih, s., Gunandi, K., & Handoyo, I. (2004). Pemoelan Peta Topografi Ke Objek Tiga

Dimensi. Jurnal Informatika, Vol. 5 No. 1 , 14-21.

Silalahi, B. J., Feryandi, F. T., & Sidabutar, P. (2021). Pemanfaatan Teknologi Citra Satelit dan

Drone Untuk Pengelolaan Pertanahan Di Wilayah Perbatasan Indonesia. Jurnal Pertanahan

Vol.11. No.1 , 12-22.


Superadmin-Frasa. (2020). Teori Fotogrametri ; Foto Udara, Orthofoto, Sistem Koordinat Foto,

dan GCP. Jurnal Surveying ; PT. Frasta Era Teknologi Cemerlang .

Sutanto, S. J., & Ridwan, B. W. (2016). Teknologi Drone Untuk Pembuatan Peta Kontur : Studi

Kasus Pada Kawasan P3son Hambalang. Jurnal Teknik Hidraulik , Vol.7 No.2 , 179-194.

Syauqani, A., Subiyanto, S., & Suprayogi, A. (2017). Pengaruh Variasi Tinggi Terbang

Menggunakan wahana Unnmaned Aerial Vehicle (UAV) Quadcopter DJI Phantom 3 Pro Pada

Pembuatan Peta Orthofoto (Studi kasus Kampus Universitas Diponegoro). Jurnal Geodesi

UNDIP, Vol. 6 No. 1 .

Anda mungkin juga menyukai