DISUSUN OLEH :
NIM. 1806100038
2023
LEMBAR PENGESAHAAN
Kupang,...April 2023
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................... 1
HALAMAN PENGESAHAAN...................................................................................2
KATA PENGANTAR...................................................................................................3
DAFTAR ISI..................................................................................................................................4
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................................6
DAFTAR TABEL..........................................................................................................................7
BAB 1 : PENDAHULUAN..........................................................................................8
3.4.2.2. Kecepatan...................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................29
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Grafik Deduct untuk Jenis Kerusakan Retak Kulit buaya..........25
PENDAHULUAN
1) Untuk mengetahui cara pemetaan topografi menggunakan metode foto udara dari
drone
2) Untuk mengetahui perbandingan ketelitian pengukuran menggunakan drone
dengan pengukuran langsung dilapangan
3) Untuk mengetahui perhitungan volume tertambang batuan gamping berdasarkan
peta topografi.
4) Untuk mengetahui kemajuan tambang CV. Graha Asri Selaras.
Penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan dalam hal pemenuhan data
topografi serta perhitungan volume batugamping, sehingga suatu saat dapat digunakan
untuk keperluan perusahaan dan sebagainya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Keadaan Stratigrafi
Formasi batuan desa Manulai Berdasarkan Peta Geologi Lembar Kupang-
Atambua, urutan stratigrafi Timor dari muda ke tua (sumber : Tony Bani, 2013) terdiri
atas Batu Gamping Koral ( Ql ), Formasi Noele (QTn ) dan Komplek Bobonaro (Tb).
1) Formasi Noele (QTn) :
Umur Pliosen sampai Pleistosen, yang selang seling antara marl dan batu pasir,
konglomerat dan tuff, struktur sedimen yang berupa lapisan berangsur, konvolut,
laminasi parallel, mengandung moluska dan cangkang. Fosil-fosil terdiri dari
Globorotalia truncatulinoides, Globorotalia tosaensis, Globorotalia tumida,
Globorotalia multicamerata, Globorotalia acostaensis, Globigrinoides extremus,
G. fistulosus, Globigerina riveraae, Pulleniatina obliquiloculata, Sphaeridinella
dehiscens yang menutup selaras di atas Formasi Batu Putih dan yang tertutup tidak
selaras oleh sedimen kuarter di beberapa tempat bagian bawah formasi ini menjari
dengan Formasi Batu Putih.
2) Batu Gamping Koral (Ql) :
Satuan batuan tersusun atas batu gamping koral yang berwarna putih hingga
kekuning-kuningan dan kadang-kadang kemerah-merahan serta batu gamping
napalan. Umur Plistosen, terdiri dari batugamping koral, setempat batu gamping
terumbu. Satuan ini membentuk topografi yang agak menonjol berupa bukit
memanjang dengan puncak – puncak yang 11 hampir datar. Singkapan tertinggi
didapatkan pada ketinggian sekitar 1300 meter diatas permukaan laut. Ketebalan
maksimumnya 300 meter.
3) Komplek Bobonaro (Tb) :
Umur Miosen, terdri dari fragmen ukuran boulder matrik lempung
berkandungan foraminifera. Fosil Globigerinoides unmaturus, G. quadrilobus,
G. irregularis, G. rubber, G. buloides, G. subcretacea, G. cultrate, G. scitula, G.
truncatulinoides, Pulleniatina bulloides, Nonion pompiloides, Cassidulina
laevigata, Ceratobulina pasifica, Uvigerina sp, Suisllosiomella lepidula, Bulimina
aculeate, Astrononion sp, Hyalinea balthica, Sphaeroidina bulloides, Bollimina
inflate, Bolivina rabusta, Laticarinina panperata, Hoglundina elegans,
Globigerina anqulisuturalis, Globigerina nepenthes, Globorotalia tumida,
Globorotalia altispira. Ketebalan sangat bervariasi, lingkungan laut dalam, bagian
dari Komplek Bobonaro adalah Melange.
Sebelum UAV digunakan, harus dilakukan kalibrasi. Ada 3 jenis kalibrasi antara
lain (Agisoft, 2016) :
1. Kalibrasi kompas Kalibrasi ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan pada IMU
(Inertial Measuring Unit) aircraft dan dapat dikendalikan sesuai dengan perintah
nantinya.
2. Kalibrasi gymbal Kalibrasi pada alat kontrol horizontal kamera, jadi gymbal
disini bertanggung jawab untuk menjaga kondisi kamera tetap pada posisi
horizontal sesuai bidang nivo.
3. Kalibrasi pada remote control Kalibrasi pada remote pengontrol UAV. Bertujuan
untuk memastikan fungsi dari komponen-komponen pengontrol pada remote
control normal.
2.4.1 Fotogrametri
Fotogrametri adalah suatu seni, pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh
informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik dan keadaan di sekitarnya
melalui proses perekaman, pengamatan atau pengukuran dan interpretasi citra fotografis
atau rekaman gambar gelombang elektromagnetik (Santoso, B, 2001).
Definisi fotogrametri di atas mencakup dua bidang kajian, yaitu :
1) Fotogrametri metric
Fotogrametri metrik terdiri dari pengukuran cermat berdasarkan foto dan sumber
informasi lain yang pada umumnya digunakan untuk menentukan lokasi relatif
titik-titik. Dengan demikian dimungkinkan untuk memperoleh ukuran jarak,
sudut, luas, volume, elevasi, ukuran dan bentuk objek
2) Fotogrametri interpretative
Fotogrametri interpretatif mempelajari pengenalan dan identifikasi obyek serta
menilai arti pentingnya obyek tersebut melalui suatu analisis sistematik dan
cermat.
(sumber : Bobby Santoso 2004)
Gambar 2.3. Konsep dasar fotogrametri
Foto udara dibagi menjadi dua jenis, yaitu foto udara metrik dan foto udara non
metrik. Foto udara udara metrik merupakan foto udara yang datanya diperoleh dari
kamera udara. Kamera udara adalah kamera metrik yang fokusnya sudah tertentu.
Kamera udara ini berbeda dengan kamera biasa yang non metrik dengan fokus yang
dapat diubah-ubah sesuai dengan keinginan (Sudarsono, B., 2008). Foto udara metrik
ini memiliki ketelitian yang sangat tinggi karena memang dirancang khusus untuk
pemetaan. Foto udara ini memiliki panjang dan lebar masing- masing adalah 23 cm x 23
cm. Pada foto ini dilengkapi dengan fiducial mark. Sedangkan, foto udara non metrik
merupakan foto yang diperoleh dari kamera yang umum biasa digunakan.
Berdasarkan jenis tegaknya, foto udara dibedakan atas dua jenis, yaitu foto tegak
dan foto miring. Foto udara tegak merupakan foto yang dihasilkan dari hasil
pengambilan foto di mana pada saat pengambilan foto tersebut sumbu kamera berada
dalamposisi tegak lurus dengan permukaan bumi. Sedangkan foto miring merupakan
foto yang dihasilkan dari hasil pengambilan foto di mana pada saat pengambilan foto
tersebut sumbu kamera berada dalam posisi miring. Jenis foto udara yang digunakan
untuk keperluan pemetaan adalah foto udara tegak. Jenis foto udara dapat dilihat pada
Gambar berikut ini
Untuk desain misi sendiri terdapat beberapa kriteria untuk jenis pekerjaan
perekaman topografi dengan menggunakan drone. Kriteri-kriteria tersebut
sebisa mungkin terpenuhi dalam pengukuran sehingga hasil yang diperoleh
mempunyai resolusi yang tinggi. Kriteria-kriteria yang diperlukan adalah
sebagai berikut:
1) Tampalan baik overlap atau sidelap minimal 70%. Lebih besar lebih baik,
tetapi semakin besar tampalannya, proses terbang akan semakin lama.
2) Ketinggian terbang disesuaikan dengan spesifikasi sensor kamera.
Diusahakan perekaman serendah mungkin namun harus memperhatikan
kondisi topografi di wilayah tersebut. Jangan sampe drone menabrak
tebing atau bangunan dan pohon karena terbang terlalu rendah.
3) Waktu perekaman diusahakan pada waktu kondisi cuaca cerah sehingga
cahaya yang tertangkap kamera maksimal.
2.4.6 Orthofoto
Orthofoto dapat didefinisikan sebagai foto yang menyajikan gambaran objek pada
posisi orthografik yang benar. Orthofoto secara geometrik ekuivalen terhadap peta garis
konvensional dan peta simbol planimetrik yang juga menyajikan posisi orthografik
objek secara benar. Beda utama antara orthofoto dan peta adalah bahwa orthofoto
terbentuk gambar kenampakan, sedangkan peta menggunakan garis dan simbol yang
digambarkan sesuai dengan skala untuk mencerminkan kenampakan (Wolf, P. R.,
1983).
Orthofoto dapat digunakan sebagai peta untuk melakukan pengukuran langsung
atas jarak, sudut, posisi, dan daerah tanpa melakukan koreksi bagi pergeseran letak
gambar (Julzarika, A., 2009). Di dalam proses peniadaan pergeseran letak oleh relief
pada sembarang foto, variasi skala harus dihapus sehingga skala menjadi sama bagi
seluruh foto (Wolf, P. R., 1983). Pada akhirnya tingkat kebenaran orthofoto adalah
sama dengan peta planimetrik (Hadi, B.S., 2007).
(sumber Bobby. S, 2004)
Gambar 2.5. Konsep Orthofoto
Orthofoto merupakan proses rektifikasi diferensial dengan menggunakan alat stereo
orthofoto. Input yang digunakan adalah model (foto stereo). Oleh sebab itu proses
pembuatan dilakukan model demi model.
Tujuan proses orthofoto menurut (Syauqani. A, 2017) adalah:
1. Menghilangkan kemiringan kamera
2. Menyamakan skala
3. Menghilangkan pergeseran relief.
Proses orthofoto dibuat untuk melengkapi atau menggantikan peta-peta garis yang
konvensial. Proses orthofoto dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara
konvensional dan cara digital. Perbedaan antara orthofoto manual dan digital adalah
pada proses digital kita tidak bisa melihat proses restitusi secara langsung seperti pada
proses manual. Othofoto digital diperoleh malalui digital yaitu dengan menggunakan
software, dimana melakukan koreksi ketinggian Digital Elevation Model (DEM).
Pembuatan DEM pada software berasal dari data-data yaitu titik kontrol, garis kontur
serta kombinasi antara garis kontur dengan ketinggian bangunan.
Pada gambar diatas, terlihat gambar garis ketinggian pada peta (bidang dua
dimensi) dan di lapangan (ruang tiga dimensi). Garis ketinggian pada peta membentuk
garis yang berbelok-belok dan tertutup serta merupakan rangkaian dari titik-titik.
Kegunaan dari garis ketinggian adalah untuk mengetahui berapa tingginya suatu tempat
dari permukaan laut. Garis ketinggian mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a) Garis ketinggian yang lebih rendah selalu mengelilingi garis ketinggian
yang lebih tinggi
b) Garis ketinggian tidak akan saling berpotongan dan tidak akan bercabang
c) Pada daerah yang landai garis ketinggian akan berjauhan, sebaliknya pada
daerah yang terjal akan saling merapat. Untuk kondisi daerah yang khusus
(seperti tebing, kawah, jurang), garis ketinggiannya digambarkan secara
khusus pula
d) Garis ketinggian yang menjorok keluar, merupakan punggung bukit dan
selalu seperti bentuk huruf ‘U’.
e) Garis ketinggian yang menjorok ke dalam, merupakan lembah dan selalu
seperti bentuk huruf ‘V’.
f) Selisih tinggi antara dua garis ketinggian yang berurutan (interval) adalah
setengah dari bilangan ribuan skala, (contoh: 1/2000 x 50.000 = 25 meter).
Kecuali bila dinyatakan dengan ketentuan lain.
g) Garis ketinggian pembantu, menyatakan ketinggian antara dua garis
ketinggian yang berurutan
h) Warna garis-garis ketinggian pada peta digambarkan dengan warna coklat.
Menurut Kusnadi (2013) peta kontur adalah peta yang menggambarkan sebagian
bentuk-bentuk permukaan bumi yang bersifat alami dengan menggunakan garis-garis
kontur. Garis kontur pada peta topografi diperoleh dengan melakukan pengolahan
interpolasi linier antara titik-titik ketinggian yang berdekatan. Interpolasi linier adalah
suatu metode atau fungsi matematika yang menduga nilai pada lokasilokasi yang
datanya tidak tersedia atau tidak didapatkan. Interpolasi linier mengasumsikan bahwa
atribut data bersifat kontinu di dalam ruang dan atribut ini saling berhubungan
(dependence).
Pembentukan garis kontur menggunakan data dari pemetaan terestris memiliki
akurasi yang tinggi tetapi pengukuran terestris memiliki beberapa kelemahan
diantaranya membutuhkan biaya, waktu dan tenaga yang besar karena semakin luas area
yang dipetakan semakin banyak pula titik yang harus diukur. Semakin rapat titik yang
diambil, maka semakin akurat pula kontur yang dihasilkan, begitu pula sebaliknya. Titik
ketinggian (spotheight) yang diambil dalam pengukuran terestris harus memiliki
kerapatan dan persebaran yang baik untuk mengurangi kesalahan pada interpolasi
kontur.
2.6.4
BAB III
METODE PENELITIAN
Wilayah izin Usaha Pertambangan (WIUP) CV. Graha Asri Selaras memiliki luas
area sebesar 20 Ha. Secara administrati, lokasi penambangan perusahaan CV. Graha
Asri Selaras terletak di KM 40. Kelurahan Manulai II, Kecamatan Alak, Kota Kupang.
Lokasi penelitian dapat ditempuh dalam waktu ±40 Menit dari arah Universitas Nusa
Cendana yang berlokasi di Penfui. Kondisi jalan akses cukup baik sehingga dapat
dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda dua (motor) maupun kendaraan roda
empat (mobil).
3.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan kurang lebih selama dua bulan, secara terperinci dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 3.1. Jadwal Penelitian
I II II IV V VI VII VIII
Survei lokasi
Studi literature
Pengambilan data
Pembuatan skripsi
2. Data Sekunder
Data Sekunder yaitu data yang sudah ada pada referensi terkait. Data
sekunder yang digunakan yaitu peta geologi regional.
Aji, D. S., Sabri, L. M., & Prasetyo, Y. (2019). Analisis akurasi DEM dan foto tegak hasil
pemotretan dengan pesawat nir awak DJI Phantom 4 (studi kasus : Bukit Perumahan Permata
Hijau Tembalang Semarang). Jurnal Geodesi Undip. Volume 8, Nomor 2 .
Indarto, & Prasetyo, D. R. (2014). Pembuatan Digital Elevation Model Resolusi 10m dari Peta
RBI dan Survey GPS dengan Algoritma ANUDEM. Jurnal Keteknikan Pertanian Vol.2, No.1 .
Junarto, R., Djurdjani, & Permadi, F. B. (2020). Pemanfaatan Teknologi Unmanned Areal
Vehicle (UAV) Untuk Pemetaan Kadaster. Jurnal agraria dan Pertanahan , 105-118.
Rostianingsih, s., Gunandi, K., & Handoyo, I. (2004). Pemoelan Peta Topografi Ke Objek Tiga
Dimensi. Jurnal Informatika, Vol. 5 No. 1 , 14-21.
Silalahi, B. J., Feryandi, F. T., & Sidabutar, P. (2021). Pemanfaatan Teknologi Citra Satelit dan
Drone Untuk Pengelolaan Pertanahan Di Wilayah Perbatasan Indonesia. Jurnal Pertanahan
Vol.11. No.1 , 12-22.
Superadmin-Frasa. (2020). Teori Fotogrametri ; Foto Udara, Orthofoto, Sistem Koordinat Foto,
dan GCP. Jurnal Surveying ; PT. Frasta Era Teknologi Cemerlang .
Sutanto, S. J., & Ridwan, B. W. (2016). Teknologi Drone Untuk Pembuatan Peta Kontur : Studi
Kasus Pada Kawasan P3son Hambalang. Jurnal Teknik Hidraulik , Vol.7 No.2 , 179-194.
Syauqani, A., Subiyanto, S., & Suprayogi, A. (2017). Pengaruh Variasi Tinggi Terbang
Menggunakan wahana Unnmaned Aerial Vehicle (UAV) Quadcopter DJI Phantom 3 Pro Pada
Pembuatan Peta Orthofoto (Studi kasus Kampus Universitas Diponegoro). Jurnal Geodesi
UNDIP, Vol. 6 No. 1 .