Anda di halaman 1dari 21

PENGARUH POSISI PERSEBARAN TITIK GCP PADA KETELITIAN

HORIZONTAL FOTO UDARA MENGGUNAKAN DRONE


QUADCOPTER
(Studi Kasus Dusun Banyuripan, Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Kabupaten
Klaten, Provinsi Jawa Tengah)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan memperoleh gelar Sarjana pada
Program Studi Teknik Geodesi

MUHAMMAD IDRIS DARMAWAN


NPM: 41223201130027

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK GEODESI


FAKULTAS TEKNIK, PERENCANAAN DAN ARSITEKTUR
UNIVERSITAS WINAYA MUKTI
BANDUNG
2020
LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH POSISI PERSEBARAN TITIK GCP PADA KETELITIAN


HORIZONTAL FOTO UDARA MENGGUNAKAN DRONE QUADCOPTER

Diajukan guna melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar


Sarjana Teknik Geodesi

MUHAMMAD IDRIS DARMAWAN


NPM: 41223201130027

Disetujui,

i
HALAMAN PERSEMBAHAN

Pembuatan Tugas Akhir (TA) ini saya persembahkan untuk :

Kedua orang tua saya tercinta yaitu Bapak Nana Rokhana dan Ibu Wasilah yang selalu
memberikan saya nasehat, kasih sayang, doa, dan semangat untuk meraih kesuksesan.

ii
HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) ini tidak terdapat karya yang
pernah dibuat oleh pihak lain untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST) di suatu
perguruan tinggi dan sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh pihak lain, kecuali secara tertulis yang diacu dalam naskah ini dan disebutkan
dalam daftar pustaka.

Salatiga, ….. 2020

Muhammad Idris Darmawan

iii
ABSTRAK

Teknik pengambilan foto udara yang saat ini sedang berkembang, tidak bisa
dipungkiri lagi bahwa teknologi Unmanned Aerial Vehicle (UAV), khususnya drone
merupakan salah satu teknologi yang sangat efektif dan efisien dalam melakukan kegiatan
mapping (pemetaan). Kegiatan mapping menggunakan drone diperlukan beberapa titik ikat
atau kontrol di permukaan tanah yang disebar di area mapping yang disebut Ground Control
Point (GCP). GCP berfungsi sebagai titik ikat atau kontrol di permukaan tanah. Sebaiknya
GCP disebar merata di permukaan tanah area mapping yang areanya bebas dari obstacles,
dan tidak mengganggu kegiatan orang lain agar hasil dari pengolahan data diharapkan
menghasilkan data orthophoto presisi dan akurat. Kegiatan mapping yang dilakukan di Dusun
Banyuripan, Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah.
GCP yang disebar merata di area mapping akan memberikan pengaruh terhadap ketelitian
rektifikasi yang ditunjukkan melalui nilai Root Mean Square Error (RMSE) ketelitian jarak
dan posisi (koordinat).

Kata kunci : GCP, rektifikasi

iv
ABSTRACT

The technique of taking aerial photographs is currently developing, it is undeniable


that the technology of Unmanned Aerial Vehicle (UAV), especially drones, is one of the
technologies that is very effective and efficient in conducting mapping activities. Mapping
activities using drones require a number of grounding points or controls that are spread out
in a mapping area known as a Ground Control Point (GCP). GCP Work as a bonding point
or control at ground level. GCP should be distributed evenly on unobstructed mapping
surface, and there is no mining activity so that the results of data processing are expected to
produce precise and accurate orthophoto data. The mapping activity in part Village of
Banyuripan, Banyuripan, District of Bayat, Regency of Klaten, Province of Central Java.
GCP that is spread evenly in the mapping area will give effect to the accuracy of rectification
studied through the value of Root Mean Square Error (RMSE) accuracy of distance and
position (coordinates).

Keywords: GCP, rectification

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir denga judul “Pengaruh Posisi Persebaran Titik GCP Pada
Ketelitian Horizontal Foto Udara Menggunakan Drone Quadcopter”. Tugas akhir ini disusun
sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Teknik
Geodesi, Fakultas Teknik, Perencanaan dan Arsitektur, Universitas Winaya Mukti. Penulis
mengucapkan terimakasih atas dukungan, bantuan, dan doa kepada :
1. Orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan dukungan, dan doa kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan baik.
2. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu demi satu yang telah
memberikan dukungan dan doanya hingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir
ini dengan baik.
Penulis menyadari dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan,
dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu penulis
mohon maaf atas kekurangan tersebut, penulis tidak menutup diri atas kritik dan saran serta
masukan untuk penulisan Tugas Akhir ini lebih baik lagi.

Salatiga, …….. 2020

Penulis

vi
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................................i


HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................................iii
ABSTRAK .....................................................................................................................iv
ABSTACT .......................................................................................................................v
KATA PENGANTAR ...................................................................................................vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................................vii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................1
1.1. Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2. Identifikasi Masalah ..................................................................................2
1.3. Rumusan Masalah .....................................................................................2
1.4. Tujuan Penelitian ......................................................................................2
1.5. Manfaat Penelitian ....................................................................................2
BAB 2 DASAR TEORI..................................................................................................3
2.1. Pengindraan Jauh ......................................................................................3
2.2. Foto Udara ................................................................................................5
2.2.1. Sumber kesalahan pada foto udara .................................................6
2.3. Unmanned Aerial Vehichel (UAV) ..........................................................8
2.4. Ground Control Point (GCP) ...................................................................9
2.5. Orthorektifikasi .........................................................................................10

vii
BAB 1
PENDAHULUAN

Saat ini pembangunan infrastruktur berkembang semakin pesat, serta kebutuhan


informasi juga dituntut untuk selalu update. Kebutuhan akan data geospasial suatu wilayah
sangat diperlukan untuk pembangunan, pemetaan penggunaan lahan, dan lain-lain. Untuk
memperoleh data geospasial perlu adanya updating, karena adanya perubahan suatu wilayah
dari tahun ke tahun. Seiring perkembang jaman sudah banyak teknologi berkembang pesat
untuk mempermudah pekerjaan manusia diberbagai bidang, salah satunya dalam bidang
pemetaan.
Teknologi Unmanned Aerial Vehichel (UAV) merupakan salah satu contoh
perkembangan teknologi yang digunakan dalam bidang pemetaan. UAV sangat cocok untuk
memenuhi data geospasial yang selalu update. UAV merupakan alat/wahana yang dapat
terbang sendiri atau tanpa awak menggunakan tenaga tertentu dengan pengendalian jarak
jauh.

1.1. Latar Belakang


Teknik pengambilan data foto udara menggunakan teknologi Unmanned Aerial Vehicle
(UAV), khususnya drone salah satu teknologi dalam melakukan kegiatan mapping
(pemetaan) yang juga merupakan salah satu teknologi penginderaan jauh yang sedang
berkembang di berbagai bidang. Penginderaan jauh adalah suatu pengamatan oyek suatu
daerah tanpa melalui kontak langsung dengan oyek tersebut (Lillesand, dkk, 2004).
Penginderaan jauh mampu menghasilkan citra atau orthophoto dengan resolusi yang tinggi
dengan melalui beberapa tahapan pengolahan data antara lain: image enhancement,
mosaicking, dan koreksi geometrik. Tujuan dari koreksi geometrik yaitu untuk melakukan
rektifikasi (pembetulan) atau retorasi (pemulihan) citra atau orthophoto agar koordinat sesuai
dengan koordinat geografis (Purwadhi, 2001). Proses rektifikasi membutuhkan koordinat
ground control point (GCP) sebagai titik kontrol atau ikat di permukaan tanah yang berfungsi
untuk mengkoreksi dan memperbaiki data citra atau orthophoto secara keseluruhan. Tingkat
akurasi titik control atau ikat tanah sangat bergantung pada GPS yang digunakan dan jumlah
sampel titik terhadap lokasi dan waktu pengambilan (Hasyim, 2009).

1
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka permasalahan yang
teridentifikasi yaitu jumlah dan lokasi sebaran GCP yang ideal agar peta orthofoto memiliki
ketelitian horizontal yang akurat.

1.3. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai
berikut :
Bagaimana hasil dan analisis jumlah dan lokasi persebaran titik Ground Control Point
(GCP) dalam proses pembuatan peta orthofoto ?

1.4. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh jumlah dan pola perseberan
Ground Control Point (GCP) terhadap ketelitian horizontal peta orthofoto.

1.5. Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan ini yaitu untuk mengetahui jumlah
dan sebaran titik Ground Control Point (GCP) yang efektif untuk keperluan proses
ortorektifikasi.

2
BAB 2
DASAR TEORI

2.1. Pengindraan Jauh


Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk memperoleh
informasi tentang suatu objek,daerah,atau fenomena melalui analisis data yang
diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek daerah atau fenomena
yang dikaji (Lillesand dkk. 2000). Sistem penginderaan jauh sebenarnya bekerja dalam
dua domain, yaitu domain elektromagnetik dan domain ruang. Pada prinsinya setiap
benda memantulkan atau memancarkan gelombang elektromagnetik. Apabila pada
suatu luasan tertentu terdapat beberapa jenis benda, maka masing-masing benda
memberikan pantulan dan atau pancaran elektromagnetik yang dapat diterima oleh
suatu sensor. Dengan demikian, kehadiran suatu benda dideteksi berdasarkan pantulan
atau pancaran elektromagnetik yang dilakukan oleh benda itu, asal karakteristik
pantulan atau pancaran elektromagnetiknya telah diketahui (Danoedoro 1996).

Gambar 2.1. Sistem pengindraan jauh


(Sumber : Sutanto, 1994)

Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat


pengindera atau alat pengumpul data yang disebut sensor. Berbagai sensor pengumpul
data dari jarak jauh, umumnya dipasang pada wahana yang berupa pesawat terbang,
balon, satelit, atau wahana lainnya. Objek yang diindera adalah objek yang terletak
dipermukaan bumi, di atmosfer (dirgantara) dan di antariksa. Pengumpulan data dari
jarak jauh tersebut dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, sesuai dengan tenaga yang

3
digunakan. Tenaga yang digunakan dapat berupa variasi distribusi (distribution) daya,
distribusi gelombang bunyi, atau distribusi gelombang elektromagnetik. Data
penginderaan jauh dapat berupa citra (imaginery), grafik, dan data numerik. Data
tersebut dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang objek, daerah, atau
fenomena yang diindera atau diteliti. Proses penerjemahan data menjadi informasi
disebut analisis atau interpretasi data. Apabila penerjemahan tersebut dilakukan secara
digital dengan bantuan komputer disebut interpretasi digital (Purwadhi dan Hardiyati
2001).
Analisis data penginderaan jauh memerlukan data rujukan seperti peta tematik,
data statistik, dan data lapangan. Hasil analisis yang diperoleh berupa informasi
mengenai bentang lahan, jenis penutup lahan, kondisi lokasi, dan kondisi sumber daya
daerah yang diindera. Keseluruhan proses mulai dari pengambilan data, analisis data
hingga penggunaan data disebut Sistem Penginderaan Jauh (Purwadhi dan Hardiyati
2001). Dalam penginderaan jauh, dikenal juga istilah resolusi atau resolving power
dimana merupakan kemampuan suatu sistem optik elektronik untuk membedakan
informasi yang secara spasial berdekatan atau secara spektral (Danoedoro 1996). Ada
beberapa jenis resolusi yang umum diketahui dalam penginderaan jauh yaitu resolusi
spasial, resolusi spektral, resolusi temporal, dan resolusi radiometrik, yang dijelaskan
sebagai berikut:
1. Resolusi spasial yaitu ukuran objek terkecil yang mampu direkam, dibedakan
dan disajikan pada citra. Resolusi spasial menunjukkan level dari detail yang
ditangkap oleh sensor. Semakin detail sebuah studi, semakin tinggi pula
resolusi spasial yang diperlukan. Resolusi spasial selalu erat hubungannya
dengan ukuran piksel dari citra yang digunakan. Resolusi biasanya disajikan
sebagai sebuah nilai tunggal yang merepresentasikan panjang dari satu sisi
sebuah bujur sangkar. Misalnya, sebuah resolusi spasial dari 30 meter
mengandung arti bahwa satu piksel mewakili sebuah area 30 x 30 meter di
lapangan. Jika pikselnya berbentuk persegi panjang, maka itu akan diwakili
dengan sebuah dimensi tinggi dan lebar (contoh: 50 x 65 meter).
2. Resolusi spektral adalah daya pisah objek berdasarkan besarnya spektrum
elektromagnetik yang digunakan untuk merekam data. Resolusi spektral
menunjukkan lebar kisaran dari masing–masing band spektral yang diukur

4
oleh sensor. Semakin banyak jumlah saluran atau kanal–kanalnya semakin
tinggi kemampuannya dalam mengenali objek.
3. Resolusi temporal menunjukkan waktu antar pengukuran, atau dalam kata lain
kemampuan suatu sistem untuk merekam ulang daerah yang sama. Satuan
resolusi temporal adalah jam atau hari.
4. Resolusi radiometrik adalah kemampuan sensor dalam mencatat respons
spektral objek atau kemampuan sensor untuk mendeteksi perbedaan pantulan
terkecil.
2.2. Foto Udara
Foto udara merupakan peta foto yang diperoleh dari kegiatan survei udara dengan
menggunakan wahana pesawat udara. Foto udara memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
- Skala pada foto udara sama untuk satu lembar foto
- Sistem proyeksi perspektif
- Semua aspek terlihat
- Tidakada legenda atau symbol
Foto udara dibagi menjadi dua jenis, yaitu foto udara metrik dan foto udara non
metrik. Foto udara metrik merupakan foto udara yang datanya diperoleh dari
kamera udara. Kamera udara adalah kamera metrik yang fokusnya sudah tertentu.
Kamera udara ini berbeda dengan kamera biasa yang non metrik dengan fokus
yang dapat diubah-ubah sesuai dengan keinginan (Sudarsono, B., 2008). Foto
udara metrik ini memiliki ketelitian yang sangat tinggi karena memang
dirancang khusus untuk pemetaan. Foto udara ini memiliki panjang dan lebar
masing-masing adalah 23 cm x 23 cm. Pada foto ini dilengkapi dengan
fiducial mark. Sedangkan,foto udara non metrik merupakan foto yang diperoleh dari
kamera yang umum biasa digunakan.
Berdasarkan jenis tegaknya, foto udara dibedakan atas dua jenis, yaitu foto
tegak dan foto miring. Foto udara tegak merupakan foto yang dihasilkan dari hasil
pengambilan foto di mana pada saat pengambilan foto tersebut sumbu kamera berada
dalam posisi tegak lurus dengan permukaan bumi. Sedangkan foto miring
merupakan foto yang dihasilkan dari hasil pengambilan foto di mana pada saat
pengambilan foto tersebut sumbu kamera berada dalam posisi miring. Jenis foto
udara yang digunakan untuk keperluan pemetaan adalah foto udara tegak. Jenis
foto udara dapat dilihat pada Gambar.2.2 berikut ini.

5
Gambar 2.2. Jenis foto udara (Modifikasi Wolf, 1993)

2.2.1. Sumber kesalahan pada foto udara


Menurut Wolf, P. R. (1983) dalam kegiatan pemotretan foto udara tidak
luput dari kesalahan. Kesalahan terjadi karena adanya pergerakan orientasi
sensor, berikut beberapa kesalaha dalam foto udara :
- Crab
Crab merupakan kesalahan yang terjadi akibat pemasangan kamera yang
tidak sempurna.
- Drift
Drift merupakan kesalahan yang terjadi karena arah terbang yang tidak
sempurna akibat pengaruh angin, sehingga pesawat menyimpang dari arah
terbang dab membentuk sudut yaw.

Gambar 2.3. Ilustrasi kesalahan drift (Baumker, M.


& Heimes F. J., 2001)

6
- Tilt
Titl merupakan kesalahan yang diakibatkan oleh angin dari samping yang
membuat pesawat mengalami kemiringan baik condong ke kanan atau ke kiri,
sehingga membentuk sudut roll.

Gambar 2.4. Ilustrasi kesalahan tilt (Baumker, M.


& Heimes F. J., 2001)

- Tip
Tip merupakan kesalahan yang diakibatkan oleh angin dari depan atau
belakang yang membuat hidung pesawat menukik dan membentuk sudut
pitch.

Gambar 2.5. Ilustrasi kesalahan (Baumker, M.


& Heimes F. J., 2001)

Selain kesalahan yang diakibatkan oleh pergerakan orientasi sensor, ada


kesalahan sistematik dari sensor itu sendiri. Kesalahan sistematik dari sensor itu
sendiri disebut Interior Orientation (IO). Menurut Wolf, P. R. (1993) unsur IO
terdiri dari :
1. Panjang fokus.
2. Lokasi titik utama, koordinat titik utama dinyatakan dengan cx, cy.
3. Distorsi radial, distorsi posisi gambar di sepanjang garis radial dari titik
utama.

7
4. Distorsi tangensial, distorsi posisi gambar dengan arah tegak lurus
terhadap garis radial dari titik utama.
5. Faktor skala.
6. Ketidaksimetrisan sensor.

Ilustrasi distorsi radial (a), distorsi tangensial (b), perubahan skala (c), dan
ketidaksimetrisan sensor (d) dapat dilihat pada gambar 2.6 beikut :

Gambar 2.3. Distorsi lensa (Takeuchi, W, 1996)

2.3. Unmanned Aerial Vehichel (UAV)


Fotogrametri UAV dapat dijabarkan sebagai platform pengukuran fotogrametri
yang dikendalikan jarak jauh (otomatis atau semiotomatis), tanpa pilot (Eisenbei,
2009). Drone yang lebih dikenal Unmanned Aerial Vehicle (UAV) awalnya
dikembangkan untuk kebutuhan militer. Menurut sejarahnya, ide pengembangan
pesawat tanpa pilot sudah ada sejak 22 Agustus 1849. Waktu itu, Austria berusaha
menyerang kota Venesia di Italia dengan menggunakan balon tak berawak yang penuh
akan bahan peledak. Cara kerja drone sederhana ini tidak sepenuhnya berhasil.
Beberapa balon mengenai sasaran, tetapi ada pula yang terjebak angin dan berubah
arah. Perkembangan teknologi membuat drone juga mulai banyak diterapkan untuk
kebutuhan sipil, terutama di bidang bisnis, industri dan logistik. Amazon memulai
persaingan industri ini melalui peluncuran layanan Amazon Prime Air. Pengangkutan
barang menjadi lebih cepat, lebih praktis, minim human error, dan mampu menjangkau
lokasi terpencil.
Di negara maju seperti Amerika Serikat atau Jepang, teknologi ini menjadi
industri bagi end-user dalam waktu dekat. Pasar komersial drone telah siap diramaikan
oleh para raksasa teknologi. Menurut Teal Group, perusahaan riset di bidang aerospace,
pasar drone untuk bidang militer dan sipil di seluruh dunia diperkirakan mencapai $89
miliar untuk satu dekade berikutnya. Di bulan April 2014, Google juga menegaskan
langkah mereka memasuki industri drone. Perusahaan mesin pencari terbesar di dunia
ini mengakuisisi produsen drone Titan Aerospace. Titan telah menguji berbagai aplikasi

8
drone, termasuk di bidang pengiriman data, pemantauan sawah, serta bantuan pencarian
dan penyelamatan. Drone keluaran Titan dapat mengudara hingga mencapai lima tahun
tanpa perlu mendarat atau mengisi ulang bahan bakar. Kemampuan produk drone Titan
ini tepat dengan misi Google untuk menyebarkan layanan internet ke berbagai wilayah.

2.4. Ground Control Point (GCP)


Ground Control Point (GCP) merupakan titik kontrol dalam fotogrametri yang
posisinya (x, y, z) diketahui dan dapat terlihat/teridentifikasi pada foto. GCP dibuat
dengan memberi tanda (premark) diatas tanah serta area atasnya terbuka, sehingga
mudah diidentifikasi pada foto. Pengukuran koordinat GCP menggunakan GPS dan
GCP biasanya ditandai dengan bentuk tanda silang, warna premark juga biasanya
dipilih warna yang mencolok agar terlihat saat proses pengolahan foto udara. GCP
diperlukan dalam pemprosesan foto udara untuk menghasilkan ketelitian survei hasil
foto udara, karena titik kontrol (GCP) diukur dengan instrument pengukuran (GPS)
dengan ketelitian mencapai cm hingga mm. Independent Check Point (ICP) atau titik
uji akurasi adalah sebagai kontrol kualitas dari obyek dengan cara membandingkan
koordinat model dengan koordinat sebenarnya.
Pemilihan GCP dan ICP sendiri dilakukan dengan cara melihat posisi objek
dengan kenampakan alam yang jelas seperti perempatan sawah, pojok bangunan, dan
lain sebagainya. Objek tersebut harus terlihat jelas pada foto maupun dilapangan tanpa
halangan seperti tertutup pohon. Dalam proses ortorektifikasi diperlukan GCP yang
tersebar secara merata pada daerah pemetaan. Sebaran GCP tergantung pada desain
jaringan yang dibuat pada proses pengadaan GCP.
Adapun beberapa ketentuan dalam persebaran titik GCP dan ICP yaitu sebagai
berikut:
1. Sebaran GCP atau titik kontrol tanah,
Titik GCP digunakan dalam koreksi citra ortorektifikasi. Syarat penentuan sebaran
titik GCP sebagai berikut:
- Pada sisi perimeter area citra
- Pada tengah area/scene
- Pada wilayah perbatasan/overlap scene citra
- Tersebar secara merata dalam area citra
2. Sebaran ICP atau titik uji akurasi

9
Merupakan titik kontrol tanah yang akan digunakan sebagai titik uji hasil
ortorektifikasi. Syarat persebaran ICP adalah obyek yang digunakan sebagai titik
uji harus memiliki sebaran yang merata di seluruh area yang akan diuji.
2.5. Orthorektifikasi
Ortorektifikasi adalah proses memposisikan kembali citra sesuai lokasi
sebenarnya yang disebabkan karena pada saat peliputan data terjadi pergeseran
(displacement) posisi (Leksono dan Susilowati, 2008). Proses orthorektifikasi
dilakukan untuk mengurangi pengaruh distorsi geometrik objek pada citra (koreksi
geometrik). Ketelitian hasil koreksi geometrik citra sangat bergantung pada jumlah
GCP yang digunakan dalam proses perhitungannya serta ketepatan dalam melakukan
identifikasi posisi GCP di foto. Agar hasil koreksi geometrik memenuhi standar
ketelitian yang diinginkan, maka penggunaan GCP harus dengan jumlah yang cukup
dengan pendistribusiannya tersebar secara merata.
Ortofoto (foto tegak) merupakan sebuah foto yang telah diperbaiki secara
geometrik agar dapat sesuai pada setiap titik di peta, ditambah dengan penyajian grafis
yang nyata. Penambahan ini dapat berasal dari informasi eksternal atau dari interpretasi
foto tersebut. Ortofotografi digital saat ini menjadi produk yang mampu menggantikan
kartografi klasik secara sempurna (Kasser dan Polidori, 2002).

10
BAB 3
METODELOGI PENELITIAN

11
DAFTAR PUSTAKA
Lillesand, T. M. dan Kiefer, R. W., 2000. Remote Sensing and Image Interpretation, 4th ed. New
York : Wiley & Sons.

Danoedoro, P. 1996. Pengolahan Citra Digital (Teori dan Aplikasi Dalam Penginderaan Jauh).
Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM

Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh Jilid 2. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Purwadhi, F. dan Hardiyati, S., 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia.

Danoedoro, P. 1996. Pengolahan Citra Digital (Teori dan Aplikasi Dalam Penginderaan Jauh).
Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM

Eisenbeiß, H. (2009). UAV Photogrammetry. Zurich: Institute of Geodesy and Photogrammetry

Leksono, B.E, dan Susilowati, Y., 2008. The Accuracy Improvement of Spatial Data for Land Parcel and
Building Taxation Objects by Using The Large Scale Ortho Image Data, FIG Working Week,
Stockholen, Sweden.

Kasser, M. dan Polidori, L. (2002). From the aerial image to orthophotography: different levels of
rectification. Dalam Kasser M. & Egels Y. (Ed.) Digital Photogrammetry. London, Taylor & Francis,
2002, p. 282-287.

Emirul, B., Drone, Jurnal Gunadarma, emirul.staff.gunadarma.ac.id, hal.1-19

12
13

Anda mungkin juga menyukai