net/publication/321833928
CITATIONS READS
0 3,368
2 authors:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Comprarison Of Mathematics Learning Outcome Student Thaught Using Guided Discovery With Problem Based Learning (PBL) In X Class Of Senior High School MAS
Nurul Hakim View project
Development of Learning Devices Oriented Problem Based Learning to Increase Student’s Combinatorial Thinking in Mathematical Problem Solving Ability View project
All content following this page was uploaded by Silvia Yanti on 15 December 2017.
Abstrak
Kualitas pembelajaran dapat dimaknai dengan tingkat pencapaian tujuan
pembelajaran. Pencapaian tujuan tersebut berupa peningkatan pengetahuan dan
keterampilan serta pengembangan sikap melalui proses pembelajaran. Ada banyak
aspek yang memepengaruhi kualitas pembelajaran, salah satunya adalah
kemandirian belajar. Kemandirian belajar adalah aktivitas kesadaran siswa untuk mau
belajar tanpa paksaan dari lingkungan sekitar dalam rangka mewujudkan
pertanggungjawaban sebagai seorang pelajar dalam menghadapi kesulitan belajar. Siswa
yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi akan berusaha menyelesaikan
segala latihan atau tugas yang diberikan oleh guru dengan kemampuan yang
dimilikinya sendiri. Sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas
pembelajaran.
Kata kunci: Kualitas pembelajran, kemandirian
I. PENDAHULUAN
Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
dari kebodohan dan keterbelakangan. Guru dan siswa yang berperan dalam proses
pembelajaran memiliki andil yang sangat penting untuk menciptakan suasana
belajar yang kondusif. Apabila kegiatan pembelajaran berjalan dengan baik maka
pembelajaran akan berkualitas.
Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan
penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran sekolah
lebih banyak dibandingkan pelajaran lain. Selain itu, sebagaimana yang tercantum
dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran
matematika (Depdiknas, 2006: 139) telah disebutkan bahwa mata pelajaran
matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar
untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Selain mempunyai sifat yang abstrak, pemahaman konsep matematika yang
baik sangatlah penting karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan
prasarat pemahaman konsep sebelumnya. Dalam proses belajar mengajar guru
mempunyai tugas untuk memilih model pembelajaran berikut media yang tepat
sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pembelajaran.
Sampai saat ini masih banyak ditemui kesulitan siswa untuk mempelajari dan
masih rendahnya hasil belajar matematika.
Betapapun tepat dan benarnya bahan ajar matematika yang telah ditetapkan
belum menjamin tercapainya tujuan pendidikan, dan salah satu faktor penting
untuk mencapai tujuan itu adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan
pada keterlibatan siswa secara optimal. Sehingga model pembelajaran bukan
semata-mata hanya menyangkut kegiatan guru mengajar, akan tetapi juga menitik
beratkan pada aktifitas belajar siswa, serta tidak hanya membuat guru aktif
memberikan penjelasan saja, tetapi juga membantu siswa jika ada kesulitan dalam
belajar, membimbing diskusi agar dapat membantu membuat kesimpulan yang
benar. Diharapkan pembelajaran yang dilakukan dapat menumbuhkan nilai-nilai
luhur bangsa seperti kreativitas (munculnya ide), kejujuran, percaya diri, tolong
menolong, saling harga menghargai, kemandirian dan lain-lain. (Edy Surya, 2012)
Kemandirian belajar adalah suatu keterampilan belajar yang dalam proses
belajar individu didorong, dikendalikan, dan dinilai oleh diri individu itu sendiri
(Lilik dkk, 2013: 64). Sehingga dengan demikian, peserta didik mengatur
pembelajarannya sendiri dengan mengaktifkan kognitif, afektif dan perilakunya
yang ada pada dirinya sehingga tercapai tujuan belajar yang diinginkan
Perlunya pengembangan kemandirian belajar pada individu yang belajar
matematika juga didukung oleh beberapa hasil studi temuan antara lain adalah
individu yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi cenderung belajar lebih
baik, mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif;
menghemat waktu dalam menyelesaikan tugasnya, mengatur belajar dan waktu
secara efisien, dan memperoleh skor yang lebih tinggi dalam pelajaran sains
(Hargis dalam Sumarmo, 2004:5).
2. Perilaku/aktivitas siswa
Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar. Dengan demikian, disekolah
merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas. Banyak jenis aktivitas
yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa tidak cukup
hanya mendengarkan dan mencatat seperti lazim terdapat di sekolah-sekolah
tradisional. Menurut Depdiknas (2010: 8) disebutkan bahwa indikator
perilaku siswa antara lain:
a. Memiliki persepsi dan sikap positif terhadap belajar.
b. Mau dan mampu mendapatkan dan mengintegrasikan pengetahuan dan
keterampilan serta membangun sikapnya.
c. Mau dan mampu menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya
secara bermakna.
d. Mau dan mampu memperluas serta memperdalam pengetahuan dan
keterampilan serta memantapkan sikapnya.
e. Mau dan mampu membangun kebiasaan berpikir, bersikap dan bekerja
produktif.
f. Mampu menguasai materi ajar mata pelajaran dalam kurikulum sekolah.
3. Iklim pembelajaran
Menurut Depdiknas (2010:8) disebutkan bahwa iklim pembelajaran
mencakup:
a. Suasana kelas yang kondusif.
b. Perwujudan nilai dan semangat ketauladanan.
c. Suasana sekolah latihan dan tempat berpraktik lainnya yang kondusif bagi
Pada tingkat praksis, permasalahan pendidikan yang terjadi memperlihatkan
berbagai kendala yang menghambat tercapainya tujuan pendidikan seperti
diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Rendahnya mutu sumber daya manusia (SDM) menjadi salah
satu penyebab dari hal ini. Problematika rendahnya mutu SDM ini dapat dilihat dari
beberapa indikator makro antara lain dari laporan The Global Competitiveness Report
2008-2009 dari World Economic Forum (dalam Martin, dkk., 2008), yang
menempatkan Indonesia pada peringkat 55 dari 134 negara dalam hal pencapaian
Competitiveness Index (CI). Hasil penelitian United Nations for Development
Programme di dalam Human Development Report 2007/2008
(http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_countries_by_Human_Development_Index”)
yang menempatkan Indonesia pada posisi ke-107 dari 155 negara dalam hal
pencapaian Human Development Index (HDI).
Secara umum dapat dipahami bahwa rendahnya mutu SDM bangsa
Indonesia saat ini adalah akibat rendahnya mutu pendidikan. Hal ini juga dapat
dilihat dari berbagai indikator mikro. Dalam hal literasi Matematika dan Sains,
hasil studi Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun
2007, hasilnya memperlihatkan bahwa peserta didik Indonesia belum
menunjukkan prestasi memuaskan. Literasi Matematika peserta didik Indonesia,
hanya mampu menempati peringkat 36 dari 49 negara, dengan pencapaian skor
405 dan masih di bawah skor rata-rata internasional yaitu 500. Sedangkan untuk
literasi Sains berada di urutan ke 35 dari 49 negara dengan pencapaian skor 433,
dan masih di bawah skor rata-rata internasional yaitu 500. Hasil yang diperoleh
ini, lebih buruk dibandingkan dengan pelajar Mesir yang berada pada urutan ke 35
(Martin, dkk., 2008).
Rendahnya mutu pendidikan dapat pula dilihat dalam laporan studi
Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2003. Untuk
literasi Sains dan Matematika, peserta didik usia 15 tahun berada di ranking ke 38
dari 40 negara peserta, bahkan untuk literasi membaca berada di posisi ke 39
(OECD, 2004). Pada tahun 2006 prestasi literasi membaca siswa Indonesia berada
pada peringkat ke 48 dari 56 negara, literasi matematika berada pada peringkat ke
50 dari 57 negara, dan literasi sains berada pada peringkat ke-50 dari 57 negara
(OECD, 2007). Selanjutnya hasil studi Progress in International Reading Literacy
Study (PIRLS) tahun 2006 dalam bidang membaca pada anak-anak kelas IV
sekolah dasar di seluruh dunia di bawah koordinasi The International Association
for the Evaluation of Educational Achievement (IEA) yang dikuti 45
negara/negara bagian, baik berasal dari negara maju maupun dari negara
berkembang, hasilnya memperlihatkan bahwa peserta didik Indonesia berada pada
peringkat ke 41 (OECD, 2006).
KESIMPULAN
Kemandirian belajar merupakan salah satu aspek yang dapat
mempengharuhi kualitas pembelajaran. Karena kemadirian belajar membuat siswa
dapat mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya
secara optimal dan tidak menggantungkan diri kepada orang lain. Siswa yang
memiliki kemandirian belajar yang tinggi akan berusaha menyelesaikan segala
latihan atau tugas yang diberikan oleh guru dengan kemampuan yang dimilikinya
sendiri. Sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA