Anda di halaman 1dari 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/321833928

KEMANDIRIAN BELAJAR DALAM MEMAKSIMALKAN KUALITAS


PEMBELAJARAN

Article · December 2017

CITATIONS READS

0 3,368

2 authors:

Silvia Yanti Edy Surya


State University of Medan State University of Medan
2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS    258 PUBLICATIONS   411 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Comprarison Of Mathematics Learning Outcome Student Thaught Using Guided Discovery With Problem Based Learning (PBL) In X Class Of Senior High School MAS
Nurul Hakim View project

Development of Learning Devices Oriented Problem Based Learning to Increase Student’s Combinatorial Thinking in Mathematical Problem Solving Ability View project

All content following this page was uploaded by Silvia Yanti on 15 December 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


KEMANDIRIAN BELAJAR DALAM MEMAKSIMALKAN
KUALITAS PEMBELAJARAN

Silvia Yantia, Edy Suryab


a,b
Prodi Pendidikan Matematika, PPs Unimed, Jl. Willem Iskandar Psr. V, Medan 20221
Indonesia
a
e-mail : silviayanti19@gmail.com
b
e-mail : edy_surya17@yahoo.com

Abstrak
Kualitas pembelajaran dapat dimaknai dengan tingkat pencapaian tujuan
pembelajaran. Pencapaian tujuan tersebut berupa peningkatan pengetahuan dan
keterampilan serta pengembangan sikap melalui proses pembelajaran. Ada banyak
aspek yang memepengaruhi kualitas pembelajaran, salah satunya adalah
kemandirian belajar. Kemandirian belajar adalah aktivitas kesadaran siswa untuk mau
belajar tanpa paksaan dari lingkungan sekitar dalam rangka mewujudkan
pertanggungjawaban sebagai seorang pelajar dalam menghadapi kesulitan belajar. Siswa
yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi akan berusaha menyelesaikan
segala latihan atau tugas yang diberikan oleh guru dengan kemampuan yang
dimilikinya sendiri. Sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas
pembelajaran.
Kata kunci: Kualitas pembelajran, kemandirian

I. PENDAHULUAN
Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
dari kebodohan dan keterbelakangan. Guru dan siswa yang berperan dalam proses
pembelajaran memiliki andil yang sangat penting untuk menciptakan suasana
belajar yang kondusif. Apabila kegiatan pembelajaran berjalan dengan baik maka
pembelajaran akan berkualitas.
Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan
penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran sekolah
lebih banyak dibandingkan pelajaran lain. Selain itu, sebagaimana yang tercantum
dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran
matematika (Depdiknas, 2006: 139) telah disebutkan bahwa mata pelajaran
matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar
untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Selain mempunyai sifat yang abstrak, pemahaman konsep matematika yang
baik sangatlah penting karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan
prasarat pemahaman konsep sebelumnya. Dalam proses belajar mengajar guru
mempunyai tugas untuk memilih model pembelajaran berikut media yang tepat
sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pembelajaran.
Sampai saat ini masih banyak ditemui kesulitan siswa untuk mempelajari dan
masih rendahnya hasil belajar matematika.
Betapapun tepat dan benarnya bahan ajar matematika yang telah ditetapkan
belum menjamin tercapainya tujuan pendidikan, dan salah satu faktor penting
untuk mencapai tujuan itu adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan
pada keterlibatan siswa secara optimal. Sehingga model pembelajaran bukan
semata-mata hanya menyangkut kegiatan guru mengajar, akan tetapi juga menitik
beratkan pada aktifitas belajar siswa, serta tidak hanya membuat guru aktif
memberikan penjelasan saja, tetapi juga membantu siswa jika ada kesulitan dalam
belajar, membimbing diskusi agar dapat membantu membuat kesimpulan yang
benar. Diharapkan pembelajaran yang dilakukan dapat menumbuhkan nilai-nilai
luhur bangsa seperti kreativitas (munculnya ide), kejujuran, percaya diri, tolong
menolong, saling harga menghargai, kemandirian dan lain-lain. (Edy Surya, 2012)
Kemandirian belajar adalah suatu keterampilan belajar yang dalam proses
belajar individu didorong, dikendalikan, dan dinilai oleh diri individu itu sendiri
(Lilik dkk, 2013: 64). Sehingga dengan demikian, peserta didik mengatur
pembelajarannya sendiri dengan mengaktifkan kognitif, afektif dan perilakunya
yang ada pada dirinya sehingga tercapai tujuan belajar yang diinginkan
Perlunya pengembangan kemandirian belajar pada individu yang belajar
matematika juga didukung oleh beberapa hasil studi temuan antara lain adalah
individu yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi cenderung belajar lebih
baik, mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif;
menghemat waktu dalam menyelesaikan tugasnya, mengatur belajar dan waktu
secara efisien, dan memperoleh skor yang lebih tinggi dalam pelajaran sains
(Hargis dalam Sumarmo, 2004:5).

II. METODE PENELITIAN


Penelitian ini adalah literatur perpustakaan sehingga metode pengumpulan
data yang digunakan adalah dokumentasi, yaitu melacak sumber tertulis yang
berisi berbagai tema dan topik yang dibahas. Data yang telah dikumpulkan dan
dianalisis dengan metode deskriptif menggambarkan apa yang sedang diselidiki.
Langkah awal dari penelitian ini adalah untuk melakukan penelitian dan
mempelajari hasil yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Dalam satu studi,
peneliti harus memberikan prioritas untuk sumber data primer. Karena penulis
menemukan kesulitan untuk menemukan sumber data primer, penulis
menggunakan referensi yang ada. Sumber data yang digunakan adalah jurnal-
jurnal yang berkaitan dengan pembelajaran matematika. Menambahkan data untuk
mendukung penelitian ini juga dilakukan pencarian melalui internet dan buku.
Setelah data dikumpulkan, data pengolahan dilakukan. Kemudian melakukan
analisis dengan analisis deskriptif

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Kemandirian Belajar
Kemandirian tidak hanya berlaku bagi anak tetapi juga pada semua
tingkatan usia. Setiap manusia perlu mengembangkan kemandirian dan
melaksanakan tanggung jawab sesuai dengan kapasitas dan tahapan
perkembangannya. Secara alamiah anak mempunyai dorongan untuk mandiri dan
bertanggung jawab atas diri sendiri. Darmayanti Islam (2004: 36) menyatakan
bahwa “kemandirian belajar sebagai bentuk belajar yang memilki tangung jawab
untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi usahanya”. Sedangkan
Tirtahardja (2005:50) mengatakan bahwa kemandirian dalam belajar adalah
“aktivitas belajar yang berlangsung lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan
sendiri dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran”.
Menurut Haris Mudjiman (2011: 4), kemandirian dalam belajar adalah
“motif atau niat untuk menguasai sesuatu kompetensi adalah kekuatan pendorong
kegiatan belajar secara intensif, terarah dan kreatif”.
Dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar adalah aktivitas kesadaran
siswa untuk mau belajar tanpa paksaan dari lingkungan sekitar dalam rangka
mewujudkan pertanggungjawaban sebagai seorang pelajar dalam menghadapi
kesulitan belajar. Herman Holstein (2000: 26) menyatakan “kemandirian selalu
membantu proses belajar dengan mengaktifkan pengetahuan, pemantapan dan
pengamanan yang telah dipelajari, maupun memberikan motivasi sehubungan
dengan kesediaan belajar”.
Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kemandirian
belajar yaitu: 1) inisiatif belajar, 2) mendiagnosa kebutuhan belajar, 3) menetapkan
target dan tujuan belajar, 4) memonitor, mengatur dan mengontrol kemajuan belajar,
5) memandang kesulitan sebagai tantangan, 6) memanfaatkan dan mencari sumber
yang relevan, 7) memilih dan menerapkan strategi belajar, 8) mengevaluasi proses
dan hasil belajar dan 9) memiliki self -concept atau konsep diri (Sumarmo, 2004:5).
Kemandirian belajar siswa diperlukan agar mereka mempunyai tanggung
jawab dalam mengatur dan mendisplinkan dirinya. Selain itu, dalam
mengembangkan kemampuan belajar dan kemauan sendiri, sikap-sikap tersebut
perlu dimiliki oleh siswa sebagai peserta didik karena hal tersebut merupakan ciri
dari kedewasaan orang terpelajar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kemandirian belajar adalah kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas
belajar dengan penuh keyakinan dan tanggung jawab atas tidakannya.
Perlunya pengembangan kemandirian belajar pada individu yang belajar
matematika juga didukung oleh beberapa hasil studi temuan antara lain adalah
individu yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi cenderung belajar lebih baik,
mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif;
menghemat waktu dalam menyelesaikan tugasnya, mengatur belajar dan waktu secara
efisien, dan memperoleh skor yang lebih tinggi dalam pelajaran sains (Hargis dalam
Sumarmo, 2004:5). Namun, saat ini kenyataannya bahwa kemandirian belajar belum
tersosialisasi dan berkembang di kalangan peserta didik, mereka menganggap bahwa
guru satu-satunya sumber ilmu sehingga menyebabkan siswa memiliki ketergan-
tungan dengan orang lain terutama kepada guru. (T. Jumaisyaroh, 2014)

Ciri Kemandirian Belajar


Kemandirian belajar memiliki ciri-ciri yang terjadi pada diri setiap siswa
yang dapat diamati dengan perubahan sikap yang muncul melalui pola tingkah
laku. Adapun ciri-ciri kemandirian belajar, sebagaimana disampaikan oleh
Bambang Warsita (2011: 148),adalah adanya inisiatif dan tanggung jawab dari
peserta didik untuk proaktif mengelola proses kegiatan belajarnya. Sedangkan
Negoro (2008: 17) menyatakan bahwa ciri-ciri kemandirian belajar adalah
memiliki kebebasan untuk berinisiatif, memilki rasa percaya diri, mampu
mengambil keputusan, dapat bertanggung jawab, dan mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungan.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan kemandirian belajar ditunjukkan
dengan adanya kemampuan untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi
dengan tingkah laku. Dengan adanya perubahan tingkah laku maka anak memiliki
peningkatan dalam berfikir, belajar untuk bisa mandiri tanpa mengandalkan
bantuan dari orang lain dan tidak menggantungkan belajar hanya dari guru, karena
guru berperan sebagai fasilitator dan konsultan sehingga guru bukanlah satu-
satunya sumber ilmu, dan dapat mempergunakan berbagai sumber dan media
untuk belajar.

Urgensi Kemandirian Belajar


Kemandirian siswa dalam belajar merupakan suatu hal yang sangat
penting dan perlu ditumbuhkembangkan pada siswa sebagai peserta didik.
Martinis Yamin (2008: 128) mengungkapkan tentang pentingnya kemandirian,
bahwa kemandirian belajar yang diterapkan oleh siswa membawa perubahan yang
positif terhadap intelektualitas. Selain itu Muhammad Asrori (2009: 126)
mengungkapkan bahwa kurangnya kemandirian dikalangan remaja berhubungan
dengan kebiasaan belajar yang kurang baik yaitu tidak tahan lama dan baru belajar
setelah menjelang ujian, membolos, menyontek, dan mencari bocoran soal ujian.
Ditumbuh-kembangkannya kemandirian pada siswa, membuat siswa dapat
mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya secara
optimal dan tidak menggantungkan diri kepada orang lain. Siswa yang memiliki
kemandirian belajar yang tinggi akan berusaha menyelesaikan segala latihan atau
tugas yang diberikan oleh guru dengan kemampuan yang dimilikinya sendiri. Jika
siswa mendapat kesulitan barulah siswa tersebut akan bertanya atau
mendiskusikan dengan teman, guru atau pihak lain yang sekiranya lebih
berkompeten dalam mengatasi kesulitan tersebut.

B. Kualitas Pembelajaran Matematika


Kualitas pendidikan merupakan salah satu masalah yang sedang dihadapi
oleh negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, selain masalah kuantitas,
efektifitas, efisiensi, dan masalah relevansi pendidikan. Komponen guru dan siswa
merupakan dua subjek yang sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran
di dalam kelas. Guru merupakan subjek yang merancang strategi sekaligus
sutradara yang mengatur jalannya proses pembelajaran di dalam kelas, termasuk
mempersiapkan rencana pengajaran dengan mempertimbangkan kurikulum,
sarana dan prasarana yang ada. Sedangkan siswa merupakan subjek yang harus
memiliki kemampuan, motivasi dan kesiapan yang memadai untuk belajar.
Kualitas diartikan sebagai mutu, tingkat atau nilai sedangkan pembelajaran
merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program
pembelajaran tumbuh dan berkembang secara optimal.
Daryanto (2011:54) menyebutkan bahwa kualitas pembelajaran adalah
tingkat pencapaian tujuan pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran seni.
Pencapaian tujuan tersebut berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan
serta pengembangan sikap melalui proses pembelajaran. Selain itu, Hamdani
(2010:193) menyatakan kualitas dapat dimaknai dengan istilah mutu atau
keefektifan. Secara definitif, efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat
keberhasilan dalam mencapai tujuan atau sasarannya (Etzioni dalam Hamdani
2010:194). Sementara itu, Bramley (dalam Hamdani 2010:194) menyatakan
bahwa belajar adalah sebuah komunikasi terencana yang menghasilkan perubahan
sikap, keterampilan, dan pengetahuan dalam hubungan dengan sasaran khusus
yang berkaitan dengan pola perilaku individu untuk mewujudkan tugas atau
pekerjaan tertentu.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas belajar dapat
dimaknai dengan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran. Pencapaian tujuan
tersebut berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta pengembangan
sikap melalui proses pembelajaran.

Indikator Kualitas Pembelajaran


Indikator kualitas pembelajaran (dalam Depdiknas 2010 : 7-9) dapat dikaji
melalui beberapa aspek yaitu :
1. Perilaku pembelajaran pendidik (guru)
Keterampilan dasar mengajar (teaching skills), merupakan merupakan suatu
karakteristik umum dari seseorang yang berhubungan dengan pengetahuan
dan keterampilan yang diwujudkan melalui tindakan. Menurut Depdiknas
(2010: 8) disebutkan bahwa indikator perilaku pembelajaran pendidik (guru):
a. Membangun persepsi dan sikap positif siswa terhadap belajar.
b. Menguasai disiplin ilmu.
c. Memahami keunikan setiap siswa dengan setiap kelebihan, kekurangan
dan kebutuhannya.
d. Menguasai pengelolaan pembelajaran yang tercermin dalam kegiatan
merencanakan, melaksanakan, serta mengevaluasi dan memanfaatkan hasil
evaluasi pembelajaran.

2. Perilaku/aktivitas siswa
Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar. Dengan demikian, disekolah
merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas. Banyak jenis aktivitas
yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa tidak cukup
hanya mendengarkan dan mencatat seperti lazim terdapat di sekolah-sekolah
tradisional. Menurut Depdiknas (2010: 8) disebutkan bahwa indikator
perilaku siswa antara lain:
a. Memiliki persepsi dan sikap positif terhadap belajar.
b. Mau dan mampu mendapatkan dan mengintegrasikan pengetahuan dan
keterampilan serta membangun sikapnya.
c. Mau dan mampu menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya
secara bermakna.
d. Mau dan mampu memperluas serta memperdalam pengetahuan dan
keterampilan serta memantapkan sikapnya.
e. Mau dan mampu membangun kebiasaan berpikir, bersikap dan bekerja
produktif.
f. Mampu menguasai materi ajar mata pelajaran dalam kurikulum sekolah.

3. Iklim pembelajaran
Menurut Depdiknas (2010:8) disebutkan bahwa iklim pembelajaran
mencakup:
a. Suasana kelas yang kondusif.
b. Perwujudan nilai dan semangat ketauladanan.
c. Suasana sekolah latihan dan tempat berpraktik lainnya yang kondusif bagi
Pada tingkat praksis, permasalahan pendidikan yang terjadi memperlihatkan
berbagai kendala yang menghambat tercapainya tujuan pendidikan seperti
diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Rendahnya mutu sumber daya manusia (SDM) menjadi salah
satu penyebab dari hal ini. Problematika rendahnya mutu SDM ini dapat dilihat dari
beberapa indikator makro antara lain dari laporan The Global Competitiveness Report
2008-2009 dari World Economic Forum (dalam Martin, dkk., 2008), yang
menempatkan Indonesia pada peringkat 55 dari 134 negara dalam hal pencapaian
Competitiveness Index (CI). Hasil penelitian United Nations for Development
Programme di dalam Human Development Report 2007/2008
(http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_countries_by_Human_Development_Index”)
yang menempatkan Indonesia pada posisi ke-107 dari 155 negara dalam hal
pencapaian Human Development Index (HDI).
Secara umum dapat dipahami bahwa rendahnya mutu SDM bangsa
Indonesia saat ini adalah akibat rendahnya mutu pendidikan. Hal ini juga dapat
dilihat dari berbagai indikator mikro. Dalam hal literasi Matematika dan Sains,
hasil studi Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun
2007, hasilnya memperlihatkan bahwa peserta didik Indonesia belum
menunjukkan prestasi memuaskan. Literasi Matematika peserta didik Indonesia,
hanya mampu menempati peringkat 36 dari 49 negara, dengan pencapaian skor
405 dan masih di bawah skor rata-rata internasional yaitu 500. Sedangkan untuk
literasi Sains berada di urutan ke 35 dari 49 negara dengan pencapaian skor 433,
dan masih di bawah skor rata-rata internasional yaitu 500. Hasil yang diperoleh
ini, lebih buruk dibandingkan dengan pelajar Mesir yang berada pada urutan ke 35
(Martin, dkk., 2008).
Rendahnya mutu pendidikan dapat pula dilihat dalam laporan studi
Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2003. Untuk
literasi Sains dan Matematika, peserta didik usia 15 tahun berada di ranking ke 38
dari 40 negara peserta, bahkan untuk literasi membaca berada di posisi ke 39
(OECD, 2004). Pada tahun 2006 prestasi literasi membaca siswa Indonesia berada
pada peringkat ke 48 dari 56 negara, literasi matematika berada pada peringkat ke
50 dari 57 negara, dan literasi sains berada pada peringkat ke-50 dari 57 negara
(OECD, 2007). Selanjutnya hasil studi Progress in International Reading Literacy
Study (PIRLS) tahun 2006 dalam bidang membaca pada anak-anak kelas IV
sekolah dasar di seluruh dunia di bawah koordinasi The International Association
for the Evaluation of Educational Achievement (IEA) yang dikuti 45
negara/negara bagian, baik berasal dari negara maju maupun dari negara
berkembang, hasilnya memperlihatkan bahwa peserta didik Indonesia berada pada
peringkat ke 41 (OECD, 2006).

C. Peran Kemandirian Belajar dalam Pembelajaran Matematika


Kemandirian belajar memiliki peran yang cukup penting dalam
pembelajaran matematika. Seperti yang di ungkapkan oleh Martinis Yamin (2008:
128) tentang pentingnya kemandirian, bahwa kemandirian belajar yang diterapkan
oleh siswa membawa perubahan yang positif terhadap intelektualitas. Selain itu
Muhammad Asrori (2009: 126) mengungkapkan bahwa kurangnya kemandirian
dikalangan remaja berhubungan dengan kebiasaan belajar yang kurang baik yaitu
tidak tahan lama dan baru belajar setelah menjelang ujian, membolos, menyontek,
dan mencari bocoran soal ujian.
Kemandirian belajar menurut Muhammad Nur (2000:25) bahwa seseorang
yang mempunyai kemandirian belajar memiliki kemampuan untuk mengatur
motivasi dirinya, tidak saja motivator eksternal tetapi juga motivator internal serta
mereka mampu tetap menekuni tugas jangka panjang samapi tugas itu
diselesaikan. Kemandirian belajar mengacu pada cara spesifik pebelajar dalam
mengontrol belajarnya. Schunk dan Zimmerman (dalam Bistari, 2010)
menggambarkan kemandirian belajar bahwa belajar itu sebagian besar dari
pengaruh membangun pikiran sendiri, perasaan, strategi dan perilaku pebelajar
yang diorienatsikan ke arah pencapaian tujuan belajar.
Ditumbuh-kembangkannya kemandirian pada siswa, membuat siswa dapat
mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya secara
optimal dan tidak menggantung kan diri kepada orang lain. Siswa yang memiliki
kemandirian belajar yang tinggi akan berusaha menyelesaikan segala latihan atau
tugas yang diberikan oleh guru dengan kemampuan yang dimilikinya sendiri. Jika
siswa mendapat kesulitan barulah siswa tersebut akan bertanya atau
mendiskusikan dengan teman, guru atau pihak lain yang sekiranya lebih
berkompeten dalam mengatasi kesulitan tersebut.
Daryanto (2011:54) menyebutkan bahwa kualitas pembelajaran adalah
tingkat pencapaian tujuan pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran seni.
Pencapaian tujuan tersebut berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan
serta pengembangan sikap melalui proses pembelajaran. Selain itu, Hamdani
(2010:193) menyatakan kualitas dapat dimaknai dengan istilah mutu atau
keefektifan. Secara definitif, efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat
keberhasilan dalam mencapai tujuan atau sasarannya (Etzioni dalam Hamdani
2010:194). Sementara itu, Bramley (dalam Hamdani 2010:194) menyatakan
bahwa belajar adalah sebuah komunikasi terencana yang menghasilkan perubahan
sikap, keterampilan, dan pengetahuan dalam hubungan dengan sasaran khusus
yang berkaitan dengan pola perilaku individu untuk mewujudkan tugas atau
pekerjaan tertentu.
Sejalan dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Syamsu Rizal
(2015) yang berjudul “Hubungan antara Sikap, Kemandirian Belajar, dan Gaya
Belajar dengan Hasil Belajar Kognitif Siswa” yang menyimpulkan bahwa
terdapar hubungan yang positif antara kemandirian belajar dengan hasil belajar
kognitif.. Juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Miftaqul Al Fatihah (2016)
yang berjudul “Hubungan Antara Kemandirian Belajar dengan Prestasi Belajar
PAI Siswa Kelas III SDN Panularan Surakarta” yang menyimpulkan bahwa
adanya hubungan antara kemandirian belajar dengan prestasi belajar siswa.
Pada dasarnya kemandirian belajar memiliki pengaruh yang kuat dengan
hasil belajar yang siswa dimana hasil belajar siswalah yang menentukan kualitas
dari pembelajaran.
Anak yang memiliki kemandirian yang kuat tidak akan mudah menyerah.
Sikap kemandirian dapat ditunjukkan dengan adanya kemampuan dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tingkah laku. Kepribadian seorang
anak yang memiliki ciri kemandirian berpengaruh positif terhadap prestasi
belajarnya. Hal ini bisa terjadi karena anak mulai dengan kepercayaan terhadap
kemampuannya sendiri secara sadar, teratur dan disiplin berusaha dengan
sungguh-sungguh untuk mengejar prestasi belajar, mereka tidak merasa rendah
diri dan siap mengatasi masalah yang muncul.
Jika siswa sudah memiliki kemandirian belajar siswa tidak akan lagi
melakukan kecurangan-kecurangan dalam proses evaluasi. Sehingga hal ini juga
mempengaruhi kualitas dari pembelajaran.

KESIMPULAN
Kemandirian belajar merupakan salah satu aspek yang dapat
mempengharuhi kualitas pembelajaran. Karena kemadirian belajar membuat siswa
dapat mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya
secara optimal dan tidak menggantungkan diri kepada orang lain. Siswa yang
memiliki kemandirian belajar yang tinggi akan berusaha menyelesaikan segala
latihan atau tugas yang diberikan oleh guru dengan kemampuan yang dimilikinya
sendiri. Sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad. dan Mohammad Asrori. 2012. Psikologi Remaja Perkembangan


Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Bistari BsY, 2010, Pengembangan Kemandirian Belajar Berbasis Nilai untuk
Meningkatkan Komunikasi Matematik, Jurnal Pendidikan Matematika
dan IPA FKIP Universitas Tanjungpura, Vol 1, No.1, Januari 2010
Darmayanti, T., Islam, S., & Asandhimitra. (2004). Pendidikan tinggi jarak jauh:
Kemandirian belajar pada PTJJ. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka.
Daryanto, 2011. Media Pembelajaran. Bandung: Satu Nusa
Depdiknas. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran Matematika Tingkat Sekolah Dasar
dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.
Edy Surya, 2012, Visual Thinking Dalam Memaksimalkan Pembelajaran
Matematika Siswa Dapat Membangun Karakter Bangsa, Jurnal
Penelitian dan Pembelajaran Matematika, 5 (1). pp. 41-50. ISSN 1979-
3545
Hamdani. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia
Hargis, J. 2000. The Self-Regulated Learner Advantage: Learning Science on the
Internet. Electronic Journnal of Sciene Education, (Online), Vol.4 No.4,
(http://wolfweb.unr.edu/homepage/cr owther/ ejse/hargis.html,
Haris, Mudjiman. 2011. Manajemen Pelatihan Berbasis Belajar Mandiri.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Holstein, Herman. 2000. Murid Belajar Mandiri: Situasi Belajar Mandiri dalam
Pelajaran Sekolah. Bandung : Remaja Karya
Lilik, S., Djannah,W., dan Wagimin. 2013. Tingkat Penguasaan Self-Regulated
Learning Skills Ditinjau Dari Segi Prestasi Belajar dan Lama Studi Pada
Mahasiswa FKIP UNS. Jurnal Conselium, Vol.1 No.1
Miftaqul Al Fatihah, 2016, Hubungan Antara Kemandirian Belajar dengan
Prestasi Belajar PAI Siswa Kelas III SDN Panularan Surakarta, Jurnal
At-Tarbawi IAIN Surakarta, Vol 1, No. 2, Desember 2012, ISSN : 2527-
8231 (P), 2527-8177 (E)
Negoro, Suratina Tirto. 2008. Kecenderungan Hidup Mandiri. Bandung: Tarsito
Nur. M., 2000. Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis
dalam Pengajaran. Surabaya : PPs Universitas Negeri Surabaya
OECD. (2004a). Learning for tomorrow’s world: First results from PISA 2003.
Paris, France: OECD.
_____. (2006c). PIRLS. Paris, France: OECD.
_____. (2005b). PISA 2003 data analysis manual. Paris, France: OECD.
_____. (2007d). PISA 2006 science competencies for tomorrow’s world. Volume
1. Paris, France: OECD.
_____. (2007e). PISA 2006. Volume 2. Paris, France: OECD.
Sumarmo, U. 2004. Kemandirian Belajar Apa, Mengapa dan Bagaimana
Dikembangkan pada Peserta Didik. Makalah disajikan pada Seminar
Pendidikan Matematika di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA
Universitas Negeri Yogyakarta, tanggal 8 Juli.
Syamsu Rizal, 2015, Hubungan antara Sikap, Kemandirian Belajar, dan Gaya
Belajar dengan Hasil Belajar Kognitif Siswa, Jurnal Bioedukatika, Vol.
3, No. 2, Desember 2015, ISSN : 2338-6630
T. Jumaisyaroh, 2014, Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan
Kemandirian Belajar Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbasis
Masalah, Jurnal Kreano Jurusan Matematika FMIPA UNNES, Vol 5,
No. 2, Desember 2014, ISSN : 2086-2334
Tritahardja, Umar. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Warsita, Bambang. 2011. Teknologi Pembelajaran: Landasan dan Aplikasinya.
Jakarta : Rineka
Yamin, Martinis. 2008. Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan
Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai