Anda di halaman 1dari 94

PENGARUH GUIDED DISCOVERY LEARNING DAN SELF REGULATED

LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS


PADA SISWA KELAS VI DI SDN SEPANJANG 1 DAN
SDN TROSOBO 2 TAMAN SIDOARJO

BAB I. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Ilmu sosial dan konsep pendidikan Indonesia sebagian besar dipengaruhi

oleh ilmu sosial Amerika. Ini karena kami percaya bahwa Amerika Serikat

adalah salah satu negara dengan pengalaman panjang dan reputasi akademis

yang penting di bidang ini . National Council for the Social Studies (NCSS)

adalah lembaga yang mewadahi dan mendukung gagasan tentang IPS melalui

karya -karya maupun penelitian akademis yang disusun oleh para pakar sosial .

Karya - karya akademis tersebut akhirnya ikut mempengaruhi perkembangan

paradigma IPS di Indonesia pada Triwarsa terakhir.

Ilmu Sosial (IPS) bukanlah suatu disiplin ilmu, melainkan suatu program

pengajaran atau disiplin yang mempelajari kehidupan sosial. Dengan materi

pembelajarannya memadukan ilmu-ilmu sosial (sejarah, geografi, ekonomi dan

sosiologi) dan humanisme (norma, nilai, bahasa. Walaupun sebenarnya ilmu

sosial itu sendiri telah melekat pada seseorang, namun masih siswa masih

membutuhkan pembelajaran tentang ilmu sosial. Hal ini disebabkan karena

permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat terus menerus mengalami


perkembangan maka diperlukan pendidikan formal, khususnya pendidikan ilmu

pengetahuan sosial di sekolah.

Pendidikan IPS bertujuan “membina peserta didik menjadi warga negara

yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepedulian sosial, yang

berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan negara”. Untuk

merealisasikan tujuan ini maka proses pembelajaran IPS tidak hanya menekankan

pada aspek pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor) saja,

melainkan meliputi juga aspek akhlak (afektif) dalam menghayati serta menyadari

kehidupan yang penuh dengan masalah, tantangan, hambatan, dan persaingan.

Melalui pendidikan IPS peserta didik dibina dan dikembangkan kemampuan

mental intelektualnya menjadi warga negara yang berketerampilan dan

berkepedulian social serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai yang

terkandung dalam Pancasila. Guru IPS di SD perlu memiliki wawasan tujuan dan

arah yang hendaknya dipertimbangkan ketika mengembangkan materi

pembelajaran

Tahun 2020 adalah sebuah babak baru dalam perjalanan panjang

pendidikan negeri Indonesia, di mana dunia pendidikan mengalami reformasi

besar-besaran dengan dikeluarkannya kurikulum yang baru yang disebut

Kurikulum Darurat. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan (Kemendikbud) menerbitkan Keputusan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman

Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus. Satuan

pendidikan dalam kondisi khusus dapat menggunakan kurikulum yang sesuai


dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik. Dalam peraturan tersebut pihak

sekolah pada umumnya dapat fleksibel untuk memilih kurikulum yang sesuai

dengan kebutuhan pembelajaran siswa, sedangkan untuk guru pada khususnya

juga dapat memilih metode-metode pembelajaran yang sesuai dengan kondisi

pandemi sehingga pelajaran dapat tersampaikan secara maksimal dan tetap efektif

terhadap siswa. Pandemi COVID 19 memberikan efek yang sangat besar terhadap

siswa, karena siswa hanya mendapat pelajaran melai media daring (dalam

jaringan), luring (luar jaringan) dan tidak bisa melaksanakan tatap muka di

sekolah. Kondisi ini mengharuskan siswa untuk dapat memahami secara mandiri

(self) maupun terbimbing (guided) jarak jauh setiap materi yang diberikan

memalui media daring dan luring.

Berdasarkan Studi pendahuluan dengan peserta didik yang dilakukan

berulang – ulang dan terstruktur dapat disimpulkan bahwa dalam belajar IPS

peserta didik masih banyak mengalami kesulitan bahkan masih banyak siswa yang

mendapat nilai dibawah KKM. Sehingga perlu adanya akselerasi metode -

metode pembelajaran yang digunakan agar pembelajaran IPS dapat diterima

dengan mudah, utuh dan tuntas.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi baik buruknya hasil belajar yang

diperoleh peserta didik. Sejalan dengan pendapat Daryanto dan Muljo Rahardjo

(2012:212) yang menyatakan bahwa keberhasilan belajar peserta didik

dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor yang berasal dari dalam diri

peserta didik dibagi menjadi dua yaitu faktor psikologis dan fisiologis, sedangkan
faktor dari luar diri peserta didik meliputi lingkungan sekitar, guru, faktor sosial,

metode pembelajaran, dll.

Salah satu faktor yang cukup mempengaruhi hasil belajar siswa adalah

gaya belajar. Setiap siswa mempunyai cara sendiri-sendiri dalam menyerap

pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Menurut Carol Ann Tomlinson, dkk

(2003:129) “The term learning profile refers to students preferred mode of

learning that can be affected by a numbr of factor including learning style”. Guru

perlu memerhatikan perbedaan yang ada pada siswa ,hal ini merupakan salah satu

cara guru dalam mendekatkan diri pada siswa.

Menurut Markaban (2008, hlm. 11), “Model pembelajaran Guided

Discovery adalah metode pembelajaran yang melibatkan suatu dialog/interaksi

antara siswa dan guru dimana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui

suatu urutan pertanyaan yang dilakukan oleh guru”. Pernyataan yang ditulis

Markaban tentang pengertian model Guided Discovery Learning pun sama

halnya dengan pernyataan menurut Melani, Harlita dan Sugiharo (2012, hlm. 99),

”Guided discovery learning mengharuskan siswa menggunakan informasi untuk

mengkonstruksi pemahamannya sendiri sehingga pemahaman materi lebih

berbekas dalam diri siswa”. Menurut pendapat dari beberapa ahli di bidang

Pendidikan , peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran penemuan terbimbing

adalah sebuah model pembelajaran yang dimana siswa membuat aturan dalam

melaksanakan belajar, artinya siswa secara aktif dan mandiri dalam menemukan

pemahaman dan konsep teori serta pemecahan masalah. Tetapi dalam


pelaksanaannya siswa tetap membutuhkan guru dan pembimbing sebagai

fasilitator.

Menurut Bandura (1977), self-regulated learning merupakan upaya untuk

memperdalam dan memanipulasi jaringan asosiasi dalam bidang tertentu (tanpa

membatasi konten akademik), serta untuk memantau dan meningkatkan proses

yang mendalam. Pembelajaran yang diatur sendiri mengacu pada perencanaan dan

pemantauan yang cermat terhadap proses kognitif dan emosional yang terlibat

dalam penyelesaian tugas akademik yang berhasil. SRL menghargai kemampuan

individu untuk mempelajari pengaturan diri, disiplin dan pengendalian diri,

terutama ketika menghadapi tugas-tugas yang sulit. Di sisi lain, SRL menekankan

pentingnya inisiatif, karena SRL merupakan proses pembelajaran yang aktif.

Siswa aktif menunjukkan kemampuan untuk menggunakan pikiran, perasaan,

strategi, dan perilaku mereka untuk mencapai tujuan (Zimmerman, 2002).

Pembelajaran otonom memiliki otonomi pribadi dalam mengelola kegiatan

belajar. (Zimmerman (Zimmerman, 1999) menjelaskan bahwa self-regulated

learning memiliki dimensi yaitu: motivasi (motivasi), metode (metode), hasil

kerja (hasil kinerja), dan kondisi lingkungan atau sosial (lingkungan sosial).

(Smith, 2001) menyatakan bahwa manajemen pembelajaran mandiri, melalui

antusiasme siswa untuk mengambil tindakan dan bertanggung jawab atas aktivitas

yang dilakukan dalam proses belajar

Berdasarkan studi kasus diatas adalah alasan peneliti ingin mengambil

judul bagaimanakah “PENGARUH GUIDED DISCOVERY LEARNING DAN


SELF REGULATED LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR MATA

PELAJARAN IPS PADA SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR

b. Rumusan Masalah

Berdasarkan lingkup penelitian yang telah ditetapkan maka masalah yang

melandasi adalah sebagai berikut:

1. Adakah pengaruh guided discovery learning terhadap hasil belajar

mata pelajaran IPS kelas VI SD ?

2. Adakah pengaruh self regulated learning terhadap hasil belajar mata

pelajaran IPS kelas VI SD ?

3. Adakah pengaruh interaksi guided discovery learning dan self

regulated learning terhadap terhadap hasil belajar mata pelajaran IPS

kelas VI SD ?

c. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian adalah

sebagai berikut:

1. Menganalisis signifikansi Pengaruh metode pembelajaran guide

discovery learning terhadap prestasi mata pelajaran IPS kelas VI


2. Menganalisis signifikansi pengaruh metode self regulated learning

terhadap prestasi mata pelajaran IPS kelas VI

3. Menganalisis ignifikansi pengaruh secara berganda antara metode

pembelajaran guided discovery learning dan self regulated learning

terhadap prestasi mata pelajaran IPS kelas VI di SDN Sepanjang 1 dan

SDN Trosobo 2 Taman Sidoarjo

d. Manfaat Penelitian

1. Manfaat secara teoritis

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan

konsep IPS serta model pembelajaran guided discovey learning dan

self regulated Learning . diharapkan memlaui penelitian ini dapat

memberikan ide serta masukan untuk pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan social

2. Manfaat secara praktis

a. Bagi Guru

1. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan untuk

meningkatkan proses pembelajaran IPS.

2. Penelitian ini dapat memberikan informasi dan menambah

wawasan serta sebagai bahan masukan guru dalam mata pelajaran

IPS pada pembelajaran peran Indonesia di ASEAN dalam bidang

ekonomi.
b. Bagi Siswa

1. Memberikan motivasi untuk mengoptimalkan kemampuan berfikir

dan mengembangkan potensi diri siswa.

2. Mengembangkan kreatifitas siswa.

c. Bagi Sekolah

Dengan hasil penelitian diharapkan SDN Sepanjang 1 Taman dan

SDN Trosobo 2 Taman Sidoarjo dapat lebih meningkatkan penggunaan

model guided discovey learning dan self regulated Learning dalam proses

belajar dan mengajar, dan tidak hanya fokus pada pembelajaran Ilmu

pengetahuan sosial , tetapi dapat diterapkan pada mata pelajaran lainnya.

d. Bagi Peneliti

Dapat memperluas wawasan dan memperoleh pengalaman berfikir

dalam memecahkan persoalan khususnya mengenai upaya meningkatkan

pemahaman dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS kelas VI SDN

Sepanjang 1 dan SDN Trosobo 2 Taman Sidoarjo

e. Asumsi
Menurut Mugh's Sugiyono (2006: 82). Tahir (2011: 24) hipotesis

merupakan pernyataan yang benar tanpa bukti. Hipotesis dapat diartikan

sebagai tanggapan. Dalam penelitian hipotesis digunakan sebagai hipotesis

dasar, yaitu hal-hal yang dianggap nyata tanpa peneliti terlebih dahulu

membuktikan keasliannya. Dalam penelitian ilmiah, peneliti harus

memberikan asumsi tentang letak masalah, karena asumsi tersebut akan

menjadi dasar teori dalam laporan penelitian. Hipotesis merupakan titik

awal pemikiran peneliti dalam menerima kebenarannya.

Berdasarkan kerangka atau paradigma penelitian di atas, maka

beberapa hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Hipotesis

penelitian berdasarkan penerapan model “pembelajaran penemuan

terbimbing” dapat meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar siswa. .

Dalam hal mode pembelajaran, diharapkan siswa dapat : 1) mampu

mengungkapkan pendapatnya; 2) menghargai pendapat teman; 3)

mengemukakan pendapat; 4) menumbuhkan kemampuan berpikir kritis; 5)

bekerja sama dan saling membantu teman.


BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Kajian tentang Model Pembelajaran

a. Hakikat Model dan Metode pembelajaran

Rancangan pembelajaran yang di tulis oleh Corey (Sagala, 2010:61)

adalah ”suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola

untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-

kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran

merupakan subset khusus dari pendidikan”. Lingkungan belajar harus dikelola

dengan baik, karena pembelajaran memegang peranan penting dalam pendidikan.

Konsisten dengan pendapat Sagala (2010: 61), belajar adalah proses mebelajarkan

siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu

utama keberhasilan pendidikan”.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007

mengenai Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,

diuraikan bahwa: “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru

dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu

direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi. Pelaksanaan pembelajaran

merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan

pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.”.


Menurut Trianto (2010: 51) bahwa konsep model pembelajaran adalah

suatu rencana atau cara yang dapat digunakan untuk merencanakan pembelajaran

di kelas atau tutorial pembelajaran. Model pembelajaran mengacu pada metode

pembelajaran yang akan digunakan meliputi tujuan pembelajaran, tahapan

kegiatan pembelajaran, lingkungan belajar dan pengelolaan kelas.

Sementara itu, menurut Djamarah, metode pembelajaran SB. (2006: 46)

"Sebuah metode untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya".

Dalam kegiatan mengajar, guru perlu menggunakan metode ini agar dapat

mengubah metode penggunaan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah

selesai pembelajaran.

Menurut konsep pembelajaran, metode pembelajaran yaitu model

pembelajaran adalah suatu proses atau cara sistematis yang dapat digunakan untuk

memandu terwujudnya tujuan pembelajaran, meliputi strategi, teknik, metode,

materi, media, dan alat penilaian pembelajaran. Metode pembelajaran merupakan

metode atau tahapan yang digunakan dalam interaksi antara peserta didik dan

pendidik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan sesuai dengan

materi dan mekanisme metode pembelajaran tersebut..

b. Unsur-Unsur Model Pembelajaran

(Hamzah B. Uno. 2009: 9) menyatakan bahwa “Tidak ada suatu model

pembelajaran yang dapat memberiakan resep paling ampuh untuk

mengembangkan suatu program pembelajaran”. Oleh karena itu, model

pembelajaran harus ditentukan sesuai dengan kemampuan guru dalam


pengelolaan kelas dan penerapan materi yang diberikan. Oleh karena itu

pendekatan , strategi, metode, teknik bahkan strategi pembelajaran tersebut

dirangkai menjadi satu kesatuan yang utuh, maka akan terbentuk model

pembelajaran yang diinginkan . Menurut Joyce dan Will dalam "I Wayan

Santyasa" (2007: 7) menyatakan bahwa model pembelajaran harus memenuhi

unsur-unsur sebagai berikut:

1. Tata bahasa, langkah-langkah pengoperasian pembelajaran

2. Suasana dan norma sistem sosial yang berlaku untuk pembelajaran

3. Asas tanggapan hendaknya menjelaskan bagaimana guru hendaknya

memperlakukan dan menanggapi siswa

4. Sistem pendukung untuk semua materi, alat atau lingkungan belajar

yang digunakan untuk mendukung pembelajaran

5. Menurut hasil belajar yang didapat langsung dari sasaran sasaran

(teaching effect) dan hasil belajar di luar sasaran (narator effect)

2. Kajian tentang Model Pembelajaran Guided Discovery Learning (GDL)

a. Pengertian Model Pembelajaran Guided Discovery Learning (GDL)

Model pembelajaran adalah suatu rencana atau modus yang digunakan

sebagai pedoman untuk merencanakan pembelajaran di kelas atau tutorial.

Suprijono (2013, hlm 46) menyatakan bahwa, “Model pembelajaran ialah pola

yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas

maupun tutorial”.
Dalam hal ini model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini

adalah model “penemuan terbimbing”. Suryosubroto (2009, p. 178) menjelaskan

hal-hal berikut: "Penemuan model" diartikan sebagai proses pengajaran yang

menekankan pada pengajaran, personal, manipulasi objek, dan eksperimen lain

sebelum digeneralisasikan. Guru tidak akan menjelaskan dengan kata-kata sampai

siswa menyadari pemahamannya. Dengan menggunakan model discovery dalam

proses pengajaran, siswa dapat menemukan sendiri informasi yang diceritakan

atau hanya diceritakan secara tradisional. Kemudian model discovery learning

dibagi menjadi dua jenis yang masing-masing memiliki kelebihannya sendiri-

sendiri.

Suwangsih dan Tiurlina (2006: 204) meyakini bahwa model pembelajaran

discovery terbagi menjadi dua jenis, yaitu pembelajaran penemuan murni (free

discovery learning) dan pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery

learning).

Markaban (2008, hlm. 11) menyatakan bahwa , “Model pembelajaran

Guided Discovery adalah metode pembelajaran yang melibatkan suatu

dialog/interaksi antara siswa dan guru dimana siswa mencari kesimpulan yang

diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang dilakukan oleh guru”.

Pandangan Markaban tentang model "pembelajaran penemuan terbimbing" sama

dengan pandangan Melani, Harlita, dan Sugiharo (2012, hlm. 99)., ”Guided

discovery learning mengharuskan siswa menggunakan informasi untuk

mengkonstruksi pemahamannya sendiri sehingga pemahaman materi lebih

berbekas dalam diri siswa”.


Berdasarkan pendapat para ahli tersebut di atas, maka peneliti menyimpulkan

bahwa model “pembelajaran penemuan terbimbing” atau model “pembelajaran

penemuan terbimbing” merupakan model pembelajaran yang menciptakan model

pembelajaran yang menuntut siswa untuk belajar secara aktif dan mandiri untuk

menemukan konsep atau teori, pemahaman dan pemecahan masalah. Proses

penemuan membutuhkan guru sebagai fasilitator dan instruktur. Banyaknya

bantuan yang diberikan oleh guru tidak mempengaruhi penemuan siswa.

b. Tahap Pembelajaran Guided Discovery Learning (GDL)

Dalam proses pembelajaran perlu dilakukan langkah-langkah yang tepat

agar pembelajaran dapat berjalan dengan optimal. Langkah pembelajaran yang

benar juga sangat menentukan keberhasilan model pembelajaran.

Suhana (2010, hlm. 77), menyatakan bahwa Guided Discovery Learning

adalah “pelaksanaan ini dimulai dari pertanyaan inti, guru mengajukan berbagai

pertanyaan yang melacak, dengan tujuan untuk mengarahkan peserta didik ke titik

kesimpulan yang diharapkan. Selanjutnya siswa melakukan percobaan untuk

membuktikan pendapat yang dikemukakannya”.

Suryosubroto (2009, hlm.184) menyatakan bahwa untuk langkah-langkah

model penemuan adalah sebagai berikut :

a. mengidentifikasi apasaja yang dibutuhkan siswa

b. Pemilihan awal prinsip, pemahaman konsep dan Generalisasi yang akan

dipelajari..

c. memilih dan menyeleksi bahan serta masalah-masalah siswa


d. membimbing dalam mengatasi :

1) masalah-masalah yang dihadapi siswa.

2) fungsi masing-masing siswa.

e. Mensetting kelas serta pengidentifikasian alat- alat yang dibutuhkan .

f. menevaluasi pemahaman siswa terkait penugasan.

g. siswa harus diberikan kesempatan untuk dapat melakukan penemuannya

sendiri .

h. Jika siswa membutuhkan, kita dapat membantu siswa mendapatkan

informasi / data

i. Memberikan pertanyaan yang mengarah pada pemahaman mandiri siswa

dalam mengidentifikasi proses .

j. Memberikan rangsangan agar interaksi antar siswa dapat terjalin.

k. Memberikan dorongan agar siswa rajin dalam mengekploari pemahaman

penemuan secara mandiri .

l. Memberikan bantuan agar siswa menemukan prinsip-prinsip umum

terhadap hasil penemuannya

Bruner (dalam Winataputra, 2008, hlm. 3.19) mengemukakan bahwa,

Tahap-tahap penerapan belajar penemuan, yaitu;

1) stimulus (pemberian perangsang/stimuli),

2) problem statement (mengidentifikasi masalah),


3) data collection (pengumpulan data),

4) pengolahan data

5) pemverifikasian

6) generalisasi

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan

bahwa model pembelajaran penemuan terbimbing dilaksanakan melalui

langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:

a) Stimulus (memberikan pertanyaan atau menganjurkan siswa untuk

mengamati gambar maupun membaca buku mengenai materi).

b) Problem statement (memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan

pelajaran, kemudian memilih dan merumuskannya dalam bentuk

hipotesis).

c) Data collection (memberikan kesempatan kepada siswa mengumpulkan

informasi).

d) Data processing (mengolah data yang telah diperoleh oleh siswa).

e) Verifikasi (mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan

benar tidaknya hipotesis)

f) Generalisasi (mengadakan penarikan kesimpulan).


c. Kelebihan dan Kekurangan Guided Discovery Learning (GDL)

Menurut Hosnan (2014, p.287), keunggulan model "pembelajaran

penemuan terbimbing" adalah sebagai berikut:

1) Membantu siswa meningkatkan dan meningkatkan keterampilan dan

proses kognitif.

2) Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan kuat

karena dapat meningkatkan pemahaman, memori, dan transfer.

3) Dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

4) Membantu siswa untuk meningkatkan konsep dirinya, karena mereka

percaya diri dalam bekerja sama dengan orang lain.

5) Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif.

6) Mendorong siswa untuk memikirkan tentang intuisi dan mengemukakan

hipotesis mereka sendiri.

7) Melatih siswa untuk belajar mandiri.

8) Siswa terlibat aktif dalam kegiatan belajar mengajar karena mereka

berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir.

Adapun kelemahan dari model Guided Discovery Learning menurut

Hosnan (2014, hlm. 287) adalah sebagai berikut:


1) Menyita banyak waktu karena guru dituntut mengubah kebiasaan

mengajar yang umumnya sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator,

motivator, dan pembimbing.

2) Kemampuan berpikir rasional siswa ada yang masih terbatas.

3) Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan model ini.

3. Kajian tentang Model Pembelajaran Self Regulated Learning (SRL)

a. Pengertian Model Pembelajaran Self Regulated Learning (SRL)

(Zimmerman, 2004) mengemukakan pendapatnya bahwa self regulated

learning biasanya diartikan sama dengan pembelajaran mandiri. Kemandirian ini

mengedepankan kegiatan belajar yang bertanggung jawab guna memperoleh hasil

belajar yang lebih baik. Pembelajaran yang diatur sendiri adalah upaya pribadi

yang sistematis untuk memfokuskan pikiran, perasaan, dan perilaku untuk

mencapai tujuan. Keberhasilan belajar seseorang bergantung pada dua faktor yaitu

internal dan eksternal, karena belajar tidak hanya dikendalikan oleh aspek

eksternal, tetapi juga dikendalikan oleh aspek pengaturan diri internal (Chung,

2011). Pembelajaran yang diatur sendiri adalah kemampuan peserta didik untuk

berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran

Salah satu komponen self-regulated learning adalah mengatur upaya yang

berkaitan dengan prestasi belajar, dan mengacu pada niat siswa untuk memperoleh

sumber daya, tenaga dan waktu untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik yang

penting (Wolters, 2003). Manajemen diri sebagai bentuk pembelajaran bergantung


pada motivasi belajar mereka, secara mandiri (mandiri) mengembangkan ukuran

(kognisi, metakognisi dan perilaku) dan memantau kemajuan belajar (Baumert,

2002). Pembelajaran mandiri sangat penting bagi setiap siswa, karena belajar

mandiri dapat menjadi faktor penentu keberhasilan belajar siswa.

Beberapa ahli (Butler, 2002; Corno dan Mandinah, 1983; Corno dan

Randi, 1999, Hargis, http://www.smartkidzone.co/; Kerlin, 1992; Paris dan

Winograd, 1998; Schunk dan Zimmerman, 1998, Wongsri ( Cantwell dan Archer,

2002), menjelaskan arti istilah SRL, menghubungkannya dengan beberapa istilah

serupa lainnya, mempelajari dampak SRL pada pembelajaran sains melalui

Internet, dan memberikan saran untuk mempromosikan SRL di kalangan siswa..

Pada artikel di atas definisi istilah SRL agak berbeda, tetapi semuanya

mengandung tiga ciri utama yang serupa, yaitu tujuan desain, pemilihan strategi,

dan pemantauan proses kognitif dan emosional yang terjadi ketika orang

menyelesaikan tugas akademik.

Corno dan Mandinah (1983), Hargis (http://www.jhargis.co/) dan Kerlin

(1992) mendefinisikan SRL sebagai pendalaman dan manipulasi jaringan terkait

di bidang tertentu, dan mengawasi dan meningkatkan proses pendalaman terkait.

SRL adalah proses yang dirancang dengan cermat untuk memantau proses

kognitif dan emosional saat menyelesaikan tugas akademik. Dalam hal ini, SRL

sendiri bukanlah jenis kemampuan mental atau kemampuan akademis tertentu

(seperti kefasihan membaca), melainkan proses mandiri yang mengubah


kemampuan mental menjadi keterampilan akademis tertentu (Hargis, http: // www

.jhargis. bersama/).

Merujuk pada pernyataan Corno dan Mandinach (1983), Kerlin (1992)

yang mengklasifikasi SRL dalam dua katagori yaitu:

(1) proses pencapaian informasi, proses transformasi informasi, proses

pemantauan, dan proses perancangan, serta

(2) proses kontrol metakognitif.

Agak berbeda dengan definisi Corno dan Mandinach (1983), Bandura

(Hargies, http://www.jhargis.co/) mendefinisikan SRL sebagai kemampuan untuk

memantau perilaku sendiri dan merupakan kerja keras dari kepribadian manusia.

Selain itu, Bandura menyarankan tiga langkah untuk menerapkan SRL, yaitu:

(1) Mengawasi dan Mengamati diri secara mandiri

(2) Memposisikan diri sendiri dengan standar tertentu

(3) Merespon diri sendiri secara mandiri (respons positif dan respons

negatif).

Strategi SRL mencakup kegiatan berikut: penilaian diri, organisasi dan

transformasi, menetapkan tujuan dan desain, menemukan informasi, merekam dan

memantau, menyusun lingkungan, menemukan konsekuensi sendiri, pengulangan

dan ingatan, mencari bantuan sosial dan melihat catatan. Mengenai SRL, Hargies

(http://www.jhargis.co/) melaporkan bahwa siswa menunjukkan SRL yang tinggi

saat mempelajari sains melalui internet, dan nilai sains mereka akan meningkat
setelah belajar. Menurut Yang (Hargis, http:/www.jhargis.co/) menyatakan

bahwa siswa yang memiliki SRL yang tinggi:

(1) Mereka cenderung belajar lebih baik di bawah pengawasan mereka

sendiri daripada di bawah pengawasan rencana,

(2) Kemampuan untuk memantau secara efektif, mengevaluasi dan

mengatur pembelajaran mereka;

(3) Menghemat waktu untuk menyelesaikan tugas; dan

(4) Mengelola pembelajaran dan waktu secara efektif

b. Tahap Pembelajaran Self Regulated Learning (SRL)

Berdasarkan perspektif kognisi sosial Zimmerman, proses pengaturan

diri dibagi menjadi tiga tahap siklus: tahap forethought (perencanaan),

performance or volitional control (implementasi), dan self reflection (proses

evaluasi). Ketiga tahapan ini sama dengan proses belajar mandiri.

Fase forethought melibatkan proses yang berpengaruh sebelum

tindakan diambil, dan proses menentukan fase pencapaian tujuan yang

ditetapkan. Fase performance or volitional control mencakup banyak proses,

di mana individu akan berusaha untuk mencapai tujuan yang ditetapkan pada

fase sebelumnya. Pada saat yang sama, fase self reflection mencakup proses

yang terjadi setelah individu melakukan upaya yang telah ditentukan

sebelumnya dan dampak reaksinya terhadap pengalamannya, yang akan

berdampak pada fase pandangan ke depan saat menetapkan tujuan dan


langkah yang harus dilakukan. Jika proses refleks diri (self reflection) dapat

mempengaruhi siklus regulasi diri, maka dikatakan sempurna.

a. Fase perencanaan (Forethought)

Ada dua kategori yang terkait erat dalam tahap

perencanaan:

1) Analisis tugas (Task Analysis). Analisis tugas meliputi

penentuan tujuan dan perencanaan strategi. Penentuan

tujuan dapat diartikan sebagai penetapan atau penentuan

hasil belajar yang ingin dicapai oleh seorang individu,

misalnya memecahkan persoalan matematika selama

proses belajar berlangsung. Sistem tujuan dari individu

yang mampu melakukan self-regulation tersusun secara

bertahap. Sedangkan perencanaan strategi merupakan

suatu proses dan tindakan seseorang yang bertujuan dan

diarahkan untuk memperoleh dan menunjukkan suatu

keterampilan yang dapat digunakannya untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkannya.

2) Keyakinan motivasi diri (Self-motivation beliefs). Yang

menjadi dasar dari analisis tugas dan perencanaan strategi

adalah self- motivation beliefs yang meliputi efikasi diri,

outcome expectation, minat intristik atau penilaian

(valuing), dan orientasi tujuan.


b. Fase performa (Performance / Volitional control)

1) Pengendalian diri. Proses pengendalian diri (seperti

pengarahan diri sendiri (self-direction), perbandingan

(imagery), konsentrasi dan strategi tugas membantu

individu fokus pada tugas Menghadapi dan

mengoptimalkan upaya pencapaian tujuan yang telah

ditetapkan.

2) Pengamatan diri. Proses pengamatan diri mengacu pada

penyelidikan aspek tertentu dari kinerja, lingkungan, dan

dampak individu..

c. Fase refleksi diri (Self-reflection)

1) Penilaian diri (self-assessment). Penilaian diri mencakup

penilaian diri atas kinerja individu dalam mencapai tujuan

dan menjelaskan alasan yang penting bagi hasil yang

mereka capai. Hasil penilaian diri pada orang yang

mencoba membandingkan informasi yang diperoleh

melalui pemantauan diri dengan standar atau tujuan yang

ditetapkan selama fase perencanaan.

2) 2) Reaksi diri. Proses kedua yang terjadi pada fase ini

adalah reaksi diri, yang akan terus mempengaruhi fase

perencanaan dan seringkali mempengaruhi kinerja masa

depan dari tujuan yang telah ditetapkan.


Tahapan yang terjadi dalam self regulated learning dengan proses

self regulated learning . Tahapan ini meliputi tahapan perencanaan, tahapan

kinerja dan tahapan refleksi diri yang kesemuanya merupakan suatu siklus

yang saling berhubungan. Jika salah satu tahapan terputus, tahapan lainnya

akan terputus dan tidak dapat dilanjutkan dengan lancar.

Woolfolk (2008: 405) memberikan model untuk setiap tahapan proses

kerja dalam pembelajaran yang diatur sendiri secara sistematis dari langkah

pertama hingga langkah terakhir. Ini adalah langkah pembelajaran mandiri

yang dijelaskan oleh Woolfolk.

a. Analysing the learning task(analisis tugas belajar) Pelaku self-

regulated learning mengumpulkan semua informasi yang relevan

untuk membentuk gambaran umum tentang tugas belajar yang

diberikan, sumber belajar, dan perkiraan cara mengerjakannya atau

melakukannya.

b. Setting goals and devising plans (menentukan tujuan dan

perencanaan) Memahami gambaran yang lengkap tentang tugas

belajar yang akan dilakukan dapat membantu pelaku self-regulated

learning dalam menyusun tujuan. Kemudian, perencanaan

dikembangkan untuk meraih tujuan tersebut.

c. Enacting tactics and strategies to accomplish the task (penerapan

taktik dan strategi untuk menyelesaikan tugas) Dalam tahap ini taktik
dan strategi yang telah ditentukan kemudian diterapkan untuk

menyelesaikan tugas. Pelaku self-regulated learning mencurahkan

perhatian khusus sepanjang tahap ini karena mereka memantau

seberapa baik perencanaan yang dijalankan.

d. Regulating learning (meregulasi proses belajar) Pada tahap ini,

pelaku self-regulated learning melakukan evaluasi dan membuat

keputusan apakah ada suatu perubahan yang diperlukan pada tiga

tahap di atas atau tidak.

Ormrod (2011: 347) menunjukkan bahwa ada proses atau aktivitas

dalam pembelajaran mandiri. Ada 8 proses dalam pembelajaran mandiri.

Berikut adalah proses-prosesnya:

a. Goal setting (penentuan tujuan) Pelaku self-regulated learning

memahami apa tujuan yang akan mereka raih ketika mereka membaca buku

atau belajar, misalnya mereka hendak mempelajari informasi tertentu yang

spesifik, mencari kerangka konseptual untuk memahami suatu topik atau

materi, atau memperkaya pengetahuan untuk persiapan ujian. Intinya mereka

mengikatkan tujuan tertentu pada setiap aktivitas belajar untuk meraih tujuan

jangka panjangnya.

b. Planning (perencanaan) Pelaku self-regulated learning mampu

melihat ke depan dan merencakan cara terbaik dalam memanfaatkan

waktu dan sumber belajar yang mereka punyai untuk menyelesaikan

tugas belajar.
c. Self-motivation (motivasi diri) Pelaku self-regulated learning

memiliki percaya diri yang tinggi yang berhubungan dengan

kemampuan mereka dalam menyelesaikan tugas belajar dengan baik.

Mereka menggunakan berbagai strategi untuk tetap mengerjakan tugas

hingga selesai, seperti membuat suasana belajar lebih menyenangkan,

mengingatkan diri sendiri tentang pentingnya belajar dengan baik,

atau menjanjikan diri sendiri hadiah ketika selesai mengerjakan tugas.

d. Attention control (pengendalian perhatian) Pelaku self-regulated

learning memfokuskan perhatian pada materi pelajaran dan

membersihkan pikiran dari potensi pikiran dan emosi yang

mengganggu.

e. Flexible use of learning strategies (penggunaan strategi belajar

secara fleksibel) Pelaku self-regulated learning memilih strategi

belajar yang berbeda bergantung pada tujuan spesifk yang ingin

mereka raih. Sebagai contoh, bagaimana mereka membaca suatu

artikel bergantung pada apakah mereka membaca untuk sekedar

hiburan atau untuk belajar dalam persiapan ujian.

f. Self-monitoring (pemantauan diri) Pelaku self-regulated learning

secara kontinyu memantau proses belajar mereka terhadap tujuan

belajar dan merubah strategi belajar atau merubah tujuan jika

diperlukan.

g. Appropriate help-seeking (pencarian pertolongan sesuai

keperluan) Pelaku self-regulated learning tidak harus melakukan


semuanya sendiri. Mereka tahu kapan waktunya meminta bantuan dan

bimbingan orang lain. Mereka suka meminta pertolongan yang dapat

membuat mereka mampu bekerja mandiri untuk selanjutnya.

h. Self-evaluation (evaluasi diri) Pelaku self-regulated learning

menyadari apakah belajar mereka sudah mengarah ke tujuan yang

sebenarnya atau tidak. Idealnya, mereka juga melakukan self-

evaluation untuk mengatur penggunaan strategi belajar yang

bermacam-macam untuk pencapaian tujuan ke depannya. Kedelapan

proses dalam self-regulated learning menurut Ormrod ini secara umum

sama seperti empat langkah self-regulated learning pendapat

Woolfolk.

4. Kajian tentang Hasil Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar sebuah kata yang akrab bagi semua kelas masyarakat. Bagi siswa

atau pelajar , kata "belajar" merupakan kata yang tidak asing lagi. Padahal, hal

tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan yang

mereka pelajari di lembaga pendidikan formal. Mereka melaksanakan kegiatan

belajar setiap saat sesuai keinginan masing-masing.

Sardiman (2003: 20) mengemukakan bahwa “belajar adalah perubahan

tingkah laku atau penampilan, misalnya melalui rangkaian kegiatan seperti

membaca, mengamati, menyimak, dan meniru”. Jika subjek belajar memiliki

pengalaman atau pengalaman belajar, pembelajaran akan lebih baik. Belajar


merupakan proses interaksi antara diri manusia (id-ego-super ego) dengan

individu, kenyataan , dan lingkungan teoritis. Dalam hal ini yang dimaksud

interaksi adalah: (1) proses internalisasi diri belajar; (2) berpartisipasi aktif dalam

seluruh panca indera.

Slameto (2003: 2) mengartikan belajar sebagai upaya seseorang untuk

memperoleh perubahan tingkah laku yang sangat baru, yang merupakan hasil dari

pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Baharuddin (2010: 12) Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang dengan tujuan untuk mengubah diri sendiri melalui pelatihan atau

pengalaman.

Sudjana (2009: 28) meyakini bahwa belajar merupakan proses yang

bercirikan perubahan yang dilakukan oleh manusia.Hasil dari proses pembelajaran

dapat diekspresikan dalam berbagai bentuk, seperti pengetahuan, pemahaman,

perubahan sikap, dan perilaku dua mode pembelajaran sekolah dan Metode

Perubahan keterampilan, percakapan, kebiasaan dan aspek yang ada dalam

pembelajaran individu. Belajar dilihat sebagai proses, aktivitas, bukan hasil atau

tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, tetapi juga pengalaman. Belajar adalah

proses mengubah perilaku pribadi melalui interaksi dengan lingkungan. Tidak

mungkin melihat proses perubahan Perilaku masyarakat, tetapi dapat menentukan

apakah seseorang telah belajar dengan membandingkan kondisi sebelum dan

sesudah proses pembelajaran terjadi. Hamalik (2006: 27).


Menurut penelitian Djamarah (2008: 13), belajar adalah rangkaian

aktivitas mental dan fisik, dan perilakunya berubah karena perilaku individu di

bawah interaksi kognisi, emosi dan gerakan mental yang berkaitan dengan

lingkungan.

Selain itu, menurut Winkel (1996: 53), pemahaman belajar merupakan

aktivitas mental atau psikologis yang terjadi dalam interaksi positif dengan

lingkungan sehingga menimbulkan perubahan nilai pengetahuan, pemahaman,

keterampilan, dan sikap. Perubahan tersebut dapat berupa hasil baru, atau

perbaikan hasil yang telah diperoleh, dan terjadi dalam jangka waktu tertentu.

Oleh karena itu, belajar adalah proses mengubah perilaku pribadi sebagai

tanggapan atas interaksi positif dengan lingkungan melalui pengalaman pribadi.

Menurut kamus bahasa Indonesia, belajar adalah upaya memperoleh kecerdasan

atau pengetahuan, praktik, mengubah perilaku atau bereaksi berdasarkan

pengalaman

Sedangkan pengertian belajar oleh para ahli antara lain sebagai berikut:

1. Gagne (dalam Anitah, 2008:13) belajar adalah suatu proses dimana

suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.

2. Slavin (dalam Anni dan Rifai, 2009:82) belajar merupakan perubahan

individu yang disebabkan oleh pengalaman.

3. Travers (dalam Suprijono, 2009:2) belajar adalah proses menghasilkan

penyesuaian tingkah laku.


4. Morgan (dalam Suprijono, 2009:3) belajar adalah perubahan perilaku

yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman.

5. Robbins (dalam Trianto, 2009:15) belajar adalah sebagai proses

menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami

dan sesuatu (pengetahuan) yang baru.

6. Spears (dalam Hamdani, 2011:20) belajar adalah mengamati, membaca,

berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk.

Berdasarkan uraian di atas maka belajar merupakan interaksi antara

pendidik dengan peserta didik yang dilakukan secara sadar, terencana baik

didalam maupun di luar ruangan untuk meningkat kan kemampuan peserta

didik. Belajar untuk disekolah dasar berarti interaksi antara guru dengan

siswa yang dilakukan secara sadar dan terencana yang dilaksanakan baik

di dalam kelas maupn diluar kelas dalam rangka untuk meningkatkan

kemampuan siswa. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang

dengan sengaja diciptakan. Guru atau tutorlah yang menciptakannya guna

membelajarkan siswa atau peserta didik. Tutor yang mengajar dan peserta

didik yang belajar. Perpaduan dan kedua unsur manusiawi ini lahirlah

interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan sebagai mediumnya. Di

sana semua komponen pengajaran diperankan secara optimal guna

mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelum pangajaran

dilaksanakan. Dalam kegiatan belajar mengajar harus terjadi komunikasi

dua arah antara guru dengan peserta didik agar suasana pembelajaran

kondusif. Tidak lagi teacher center melainkan student center sehingga


proses belajar mengajar akan terarah dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Paradigma selama ini pembelajaran yang dilakukan hanya berpusat dengan

guru (teacher center) sebagai sumber belajar, bukan berpusat pada siswa

(student center) sehingga guru akan mendominasi proses pembelajaran di

dalam kelas sedangkan siswanya hanya pasif. Peran guru sebagai seorang

fasilitator belum terlihat dalam proses pembelajaran. Selayaknya guru

harus mampu menguasai empat kompetensi dasar yang diharapkan akan

terjalin komunikasi dua arah sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

B. Pengertian Hasil belajar Interaksi antara pendidik dengan peserta didik

yang dilakukan secara sadar, terencana baik didalam maupun di luar

ruangan untuk meningkat kan kemampuan peserta didik ditentukan oleh

hasil belajar.

Seperti yang dikatakan Hamalik (2006: 30), perilaku orang telah berubah

dari ketidak tahuan menjadi pemahaman, dari ketidak mengertian menjadi

pengertian. Hasil belajar akan muncul dalam beberapa bidang, antara lain:

pengetahuan, pemahaman, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosi, perilaku dan

sikap sosial, fisik, moral atau moral. Orang yang telah melakukan pembelajaran

perilaku akan melihat bahwa hasil belajar tersebut membawa perubahan pada satu

atau lebih aspek perilaku mereka..

Selain itu, Sanjaya (2010: 87) mengemukakan bahwa hasil belajar perilaku

sebagai hasil belajar dirumuskan dalam bentuk kemampuan dan kemampuan yang

dapat diukur atau ditampilkan oleh kinerja siswa. Istilah perilaku dapat diukur

untuk menggambarkan indikator hasil belajar yaitu pengenalan (identifikasi),


penyebutan (nama), struktur, penjelasan (deskripsi), susunan (urutan) dan

pembedaan (berbeda). Istilah perilaku tidak dapat menggambarkan indikator hasil

belajar, sedangkan istilah pengetahuan adalah mengetahui, menerima, memahami,

mencintai, menebak-nebak, dll. Menurut penelitian Hamalik dalam Jihad dan

Abdul (2010: 15), tujuan pembelajaran adalah hasil belajar yang banyak, hal ini

menunjukkan bahwa siswa telah melaksanakan kegiatan belajar yang biasanya

meliputi pengetahuan baru, keterampilan baru, dan sikap baru, yang diharapkan

dapat dicapai oleh siswa. siswa. Menurut Sudjana (2009: 35-37) kriteria

keberhasilan belajar dari perspektif proses.

1. Pembelajaran direncanakan dan dipersiapkan terlebih dahulu oleh guru

dengan melibatkan siswa secara sistematik, ataukah suatu proses yang

bersifat otomatis dari guru disebabkan telah menjadi pekerjaan rutin.

2. Kegiatan siswa belajar dimotivasi guru sehingga ia melakukan kegiatan

belajar dengan penuh kesadaran, kesungguhan, dan tanpa paksaan untuk

memperoleh tingkat penguasaan pengetahuan, kemampuan serta sikap

yang dikehendaki dari pembelajaran itu sendiri.

3. Siswa menempuh beberapa kegiatan belajar sebagai akibat penggunaan

multi metode dan multi media yang dipakai guru ataukah terbatas kepada

satu kegiatan belajar saja.

4. Siswa mempunyai kesempatan untuk mengontrol dan menilai sendiri

hasil belajar yang dicapainya ataukah ia tidak mengetahui apakah yang ia

lakukan itu benar atau salah.


5. Proses pembelajaran dapat melibatkan semua siswa dalam satu kelas

tertentu yang aktif belajar.

6. Suasana pembelajaran atau proses belajar-mengajar cukup

menyenangkan dan merangsang siswa belajar ataukah suasana yang

mencemaskan dan menakutkan 6 Model & Metode Pembelajaran di

Sekolah

7. Kelas memiliki sarana belajar yang cukup kaya, sehingga menjadi

laboratorium balajar ataukah kelas yang hampa dan miskin dengan sarana

belajar sehingga tidak memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar

yang optimal.

Menurut hasil penelitian yang diperoleh Bloom dalam Purwanto (2007:

45) hasil belajar terbagi menjadi tiga bidang, dan setiap proses pembelajaran perlu

memperhatikan ketiga bidang tersebut. Ketiga area tersebut adalah kognitif,

efektif dan psikomotor. Bidang kognitif mencakup hasil belajar yang berkaitan

dengan memori, pengetahuan, dan kecerdasan. Bidang yang efektif mencakup

hasil belajar yang berkaitan dengan sikap, nilai, perasaan, dan minat. Bidang

psikomotorik meliputi keterampilan jasmani atau hasil belajar terkait olahraga

yang didukung dengan kemampuan mental. Hasil belajar yang diungkapkan oleh

pendapat penulis dapat diartikan sebagai proses yang mengubah kemampuan

intelektual (kognisi) siswa, minat atau kemampuan emosional (emosi), dan

keterampilan motorik halus dan kasar (gerakan mental). Perubahan kemampuan

siswa dalam proses pembelajaran, khususnya di satuan pendidikan dasar,


diharapkan dapat ditentukan sesuai dengan tahap perkembangan yaitu tahap

operasi tertentu.

b. Ciri-Ciri Belajar

Dari perspektif semua konsep pembelajaran, kami sangat jelas bahwa

pembelajaran tidak hanya melibatkan jumlah pengetahuan, tetapi juga semua

kemampuan pribadi. Dua makna terakhir memusatkan perhatian mereka pada tiga

hal. Pertama, pembelajaran harus memungkinkan individu untuk mengubah

perilakunya. Perubahan tersebut tidak hanya pada pengetahuan atau kognisi, tetapi

juga pada sikap dan nilai (emosi) dan keterampilan (psikomotor). Kedua,

perubahan harus merupakan hasil dari pengalaman. Akibat interaksi antara diri

dan lingkungan, maka perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri individu.

Interaksi tersebut dapat berupa interaksi fisik. Misalnya, jika seorang anak

bersentuhan dengan api dengan lilin, apinya akan menjadi sangat panas. Selain

interaksi fisik, perubahan kemampuan tersebut juga dapat diperoleh melalui

interaksi psikologis. Misalnya, seorang anak akan menyeberang jalan dengan hati-

hati setelah melihat seseorang tertabrak kendaraan. Perubahan kemampuan ini

disebabkan oleh interaksi individu dengan lingkungannya. Menonton lampu yang

menyilaukan berkedip atau meneteskan air liur pada bau makanan bukanlah hasil

dari pembelajaran. Selain itu, perubahan perilaku karena faktor kematangan tidak

termasuk pembelajaran. Seorang anak tidak bisa belajar berbicara sampai dia tua.

Tetapi perkembangan kemampuan berbicaranya sangat bergantung pada stimulasi

lingkungan sekitarnya. Juga memiliki kemampuan berjalan. Ketiga, perubahan ini

relatif berlangsung lama. Perubahan perilaku yang disebabkan oleh obat-obatan,


alkohol, dan faktor lainnya tidak dapat diklasifikasikan sebagai hasil

pembelajaran. Atlet yang dapat melakukan lompat galah melampaui rekor orang

lain karena minum obat tidak dapat diklasifikasikan sebagai hasil pembelajaran.

Perubahan itu tidak permanen. Perubahan perilaku yang ditimbulkan oleh

pembelajaran akan bersifat permanen.

c. Pengertian Hasil Belajar

Evaluasi adalah rangkaian kegiatan sistematis dan berkelanjutan yang

bertujuan untuk memperoleh data dan informasi tentang proses pembelajaran dan

prestasi siswa. Evaluasi digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi

tentang kelebihan dan kekurangan proses pembelajaran sehingga dapat digunakan

sebagai dasar untuk pengambilan keputusan dan perbaikan proses pembelajaran.

Evaluasi yang dimaksud dalam konten ini adalah evaluasi hasil belajar.

Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh dari proses pembelajaran

sesuai dengan tujuan pendidikan (Purwanto, 2013: 46). Benjamin S. Bloom

menjelaskan bahwa hasil belajar dibagi menjadi tiga bidang yaitu bidang kognitif,

emosional dan psikomotorik (Sudjana, 2008: 22). Untuk memperoleh hasil belajar

pada ketiga bidang tersebut dapat dilakukan kegiatan asesmen dalam kegiatan

mengajar. Topik penelitian VI SDN Sepanjang 1 dan SDN Trosobo 2

menggunakan proses pembelajaran bertema mata kuliah 2013. Oleh karena itu

dalam proses penilaian pembelajaran tahun 2013 terdapat pedoman evaluasi


khusus. Pedoman tersebut disusun sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan

dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2015 tentang Penilaian

Hasil Belajar oleh Pendidik dan Departemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Buku panduan penilaian untuk sekolah dasar (SD) menjelaskan secara

jelas tentang implementasi 3 ranah penilaian hasil belajar siswa. Ranah pertama

adalah sikap (afektif), penilaian lebih ditujukan untuk membina perilaku sesuai

budi pekerti dalam rangka pembentukan karakter peserta didik sesuai dengan

proses pembelajaran (Kemendikbud, 2015:9).

Untuk menentukan hasilnya dalam penelitian ini, maka dibuatlah teknik

penilaian observasi dengan instrumen rubik penilaian sikap. Kompetensi kedua

yang dinilai adalah kompetensi kognitif atau pengetahuan. Kompetensi

pengetahuan atau yang disebut ranah kognitif dilakukan dengan cara mengukur

penguasaan peserta didik yang mencakup pengetahuan faktual, konseptual, dan

prosedural dalam berbagai tingkatan proses berpikir (Kemendikbud, 2015:11).

(Kemendikbud, 2015:37), menetapkan bahwa teknik penilaian yang

digunakan yang bervariasi sesuai dengan kompetensi yang akan dinilai, yaitu tes

tulis, lisan, dan penugasan. Untuk menentukan hasilnya dalam penelitian ini,

ranah kognitif akan dirupakan dalam post-test untuk melihat perkembangan hasil

belajar sebelum dan sesudah perlakuan. Untuk ranah terakhir adalah ranah

psikomotorik atau penilaian keterampilan. Pada dasarnya, pada saat penilaian

keterampilan dilakukan, secara langsung penilaian pengetahuan dapat dilakukan.


Penilaian pengetahuan dan keterampilan harus mengacu kepada pemetaan

kompetensi dasar yang berasal dari KI-3 dan KI-4 pada periode tertentu.

Hubungan antara hasil belajar dan model pembelajaran Dalam proses

pembelajaran di kelas, peran utama keberhasilan siswa adalah guru. Ada dua

faktor yang mempengaruhi hasil belajar yang diupayakan guru untuk

dimaksimalkan, yaitu:

a) Faktor-faktor yang berhubungan dengan manajemen kelas. Misalnya,

menyediakan untuk memperkuat dan mengembangkan aturan kelompok

yang efektif;

b) Faktor yang berhubungan dengan pengajaran. Misalnya memberikan

informasi, bertanya, dan mengevaluasi (Arikunto, 2002: 194).

Menurut pandangan tersebut, model pembelajaran itu sendiri merupakan

gambaran proses pembelajaran dari awal hingga akhir, termasuk pengelolaan

kelas dan proses belajar / mengajar.

Shah (2005: 132) mengemukakan faktor lain yaitu tiga faktor yang

mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu

a) Faktor internal berupa faktor fisik dan psikis, seperti minat dan motivasi

belajar;

b) Faktor eksternal dari siswa (eksternal), meliputi faktor lingkungan

sosial berupa kondisi sekolah dan masyarakat, dan faktor non sosial seperti

gedung sekolah dan alat belajar.


c) Faktor metode pembelajaran yaitu pemilihan metode pembelajaran yang

berdampak pada hasil yang diperoleh. Jika melihat keterkaitan antara

model pembelajaran dengan faktor-faktor di atas maka model

pembelajaran tersebut termasuk dalam faktor metode pembelajaran.

Berikut adalah pengertian hasil belajar dari beberapa ahli, diantarannya

sebagai berikut :

a. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata hasil belajar merupakan realisasi

potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang dapat dilihat dari

prilakunya, baik prilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan,

keterampilan berfikir maupun keterampilan motorik.

b. Menurut Gagne dan Briggs hasil belajar adalah sebagai kemampuan

yang diperoleh seseorang sesudah mengikuti proses belajar.

c. Menurut Asep Jihad hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa

secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai tujuan

pembelajaran

d. Menurut Winkel hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan

manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.

e. Pengukuran Hasil Belajar

Pengukuran hasil belajar untuk mengetahui proses belajar siswa pada mata

kuliah tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan tes sebagai alat ukurnya.
Menurut M. Ngalim Purwanto (2009: 33-34) ada empat macam tujuan ujian,

yaitu:

1) Penentuan posisi siswa pada jenjang atau jenis kurikulum pendidikan

tertentu disebut tes penempatan.

2) Mencari umpan balik (feedback) untuk meningkatkan proses pengajaran

guru dan siswa disebut pengujian formatif.

3) Menyesuaikan atau mengevaluasi tingkat siswa mencapai topik yang

diajarkan, dan kemudian menentukan peningkatan tingkat atau tingkat

kelulusan siswa yang relevan, yang disebut tes umum.

4) Tes yang dirancang untuk mengetahui penyebab kesulitan belajar siswa,

seperti latar belakang psikologis, fisik dan ekonomi siswa, disebut tes

diagnostik.

f. Ruang Lingkup Hasil Belajar

Ruang lingkup hasil belajar merupakan perilaku psikologis yang akan

diubah dalam proses pendidikan. Perilaku psikotik dibagi menjadi tiga bidang,

yaitu:

a. Ranah Kognitif

Ranah kognitif menurut Bloom terdiri atas enam tingkatan yaitu:

1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah kemampuan paling rendah tetapi paling dasar di

bidang kognitif. Pengetahuan untuk diketahui adalah kemampuan

untuk mengenali atau mengingat objek, ide, proses, dll. Adapun

contoh rumus dalam indikator, seperti: menceritakan apa yang terjadi,

menyiratkan makna, menentukan lokasi, mendeskripsikan sesuatu,

dan mendeskripsikan apa yang terjadi..

2. Pemahaman

Yaitu untuk memahami hubungan antar faktor, hubungan sebab akibat

antara konsep dan kesimpulan yang diambil. Rumus pada indikator,

misalnya: ungkapkan pemikiran dalam bahasa Anda sendiri, jelaskan

ide utama, ceritakan kembali dan jelaskan ide utama dalam bahasa

Anda sendiri.

3. Penerapan

Yakni, pengetahuan yang memecahkan masalah dan menerapkannya

dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk ekspresi indikator, misalnya:

melakukan percobaan, menghitung kebutuhan dan menggambar peta.

4. Analisis

Yaitu solusi atau gagasan, dan menunjukkan hubungan antara berbagai

bagian. Perkembangan indikator, seperti: bertanya, bertanya untuk

memperoleh informasi..

b. Ranah Afektif
Ranah emosional adalah ranah yang berhubungan dengan sikap dan

nilai. Domain efektif dibagi menjadi lima tingkatan, yaitu:

1. Menerima atau berpartisipasi (menerima atau memperhatikan)

Yakni kepekaan seseorang terhadap rangsangan luar yang berupa

masalah, gejala, kondisi dan bentuk lainnya.

2. Respon (respon) Yaitu menanggapi untuk berpartisipasi.

3. Nilai (evaluasi atau hargai) Artinya, mau menentukan pilihan nilai

dari rangsangan tersebut.

4. Organization (organisasi atau organisasi) Yakni perkembangan nilai

dalam sistem organisasi, termasuk perkembangan nilai relatif satu

sama lain.

5. Characterization (penokohan) Artinya, sistem nilai komprehensif

yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi karakter dan perilakunya.

c. Ranah Psikomotorik

Bidang psikomotorik adalah bidang yang berkaitan dengan

keterampilan kinerja atau keterampilan setelah seseorang memperoleh

pengalaman belajar. Menurut Simpson, bidang psikomotor meliputi enam

tingkatan, yaitu:

1. Persepsi

Kemampuan membedakan satu gejala dengan gejala lainnya.

2. Set up (persiapan)
Contoh mengetik, mempersiapkan dan berdoa sebelum berlari

3. Membimbing respons

Kemampuan untuk melakukan hal-hal yang dapat dicontohkan

seseorang.

4. Mekanisme (kebiasaan olahraga)

Kemampuan ini diperoleh sebagai hasil dari latihan yang

berulang-ulang, sehingga menjadi terbiasa dengannya.

5. Adaptasi (olahraga kompleks)

Kemampuan untuk melakukan serangkaian latihan dengan cara

dan urutan yang benar.

6. Tempat Asal (Kreativitas)

Kemampuan untuk membuat gerakan baru yang tidak ada

sebelumnya.

5. Kajian Tentang Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

(Sapriya, 2009: 7) mengemukakan bahwa menurut kesepakatan para

akademisi, istilah IPS di Indonesia telah dikenal luas sejak tahun 1970-an, dan

secara resmi digunakan dalam sistem pendidikan nasional pada kurikulum 1975.

Menyediakan mata pelajaran di tingkat sekolah dasar dan menengah. Mata


pelajaran IPS adalah nama-nama mata pelajaran terpadu dalam bidang sejarah,

geografi dan ekonomi, serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya

National Council for the Social Studies (NCSS), sebuah Sebuah organisasi

profesional yang didedikasikan untuk promosi dan pengembangan penelitian

sosial dan hubungannya dengan ilmu sosial dan disiplin pendidikan di tingkat

pendidikan dasar dan menengah, sampai NCSS mengeluarkan kesepakatan

dengan ilmu sosial sebagai inti dari kurikulum, dalam perkembangan selanjutnya,

(NCSS 1993) mengembangkan ilmu sosial berikut (Sapriya, 2009: 10):

Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to
promote civic competence. Within the school program, social studies provides
coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology,
archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science,
psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the
humanities, matemathics and natural sciences. The primary purpose of social
studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned
decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic
society in an independent world.

Penjelasan di atas dengan jelas menunjukkan bahwa tujuan utama dari

pendidikan sosial adalah membantu generasi muda berkembang menjadi warga

dari berbagai budaya dan masyarakat demokratis di dunia, serta mengambil

keputusan untuk kepentingan umum. Entor dan Ochoa (1988) mengemukakan

konsep IPS dalam Martorella, yaitu “penelitian sosial hanya berkaitan dengan

pendidikan warga negara” (Martorella, 1994: 6). Kesimpulannya adalah penelitian

sosial lebih banyak mempelajari manusia di lingkungan sekitar dan di tempat lain.

Menurut definisi Martorella, definisi penelitian sosial adalah: informasi

terpilih dan model survei ilmu sosial, informasi terpilih dalam bidang apapun
yang berkaitan dengan pemahaman langsung individu, kelompok, dan

masyarakat, dan informasi terpilih yang diaplikasikan dalam pendidikan

kewarganegaraan (Martorella, 1994 : 7).

Begitu pula dengan konsep IPS di Indonesia yang tidak jauh berbeda

seperti halnya di banyak negara, secara umum masih dipahami dengan berbagai

cara dan memiliki arti yang berbeda di setiap jenjang pendidikan. Konsep IPS tiap

sekolah memiliki arti yang berbeda-beda, disesuaikan dengan karakteristik dan

kebutuhan siswa, terutama antara IPS Sekolah Dasar (SD) dan IPS Sekolah

Menengah Pertama (SMP) dan IPS Sekolah Menengah Atas (IPS). Konsep

penelitian sosial dalam pendidikan sekolah mengacu pada nama mata pelajaran

mandiri, beberapa arti adalah gabungan (komprehensif) dari beberapa mata

pelajaran atau mata pelajaran ilmiah, dan beberapa sarana rencana pengajaran.

Perbedaan ini juga dapat diidentifikasi dari masing-masing metode yang berlaku

untuk jenjang pendidikan tersebut (Sapriya, 2009: 20).

(Depdiknas, 2006: 4) menetapkan bahwa ilmu sosial (IPS) merupakan

integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial dan humaniora, seperti: sosiologi,

sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Ilmu-ilmu sosial

dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang merupakan perwujudan

pendekatan interdisipliner dari semua aspek dan cabang ilmu sosial. Ilmu sosial

atau IPS merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang bersumber dari muatan

berbagai disiplin ilmu ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu

politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial.


b. Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial

Dalam lingkup tujuan pembelajaran penelitian sosial di setiap negara,

perubahan telah terjadi dalam pendidikan penelitian sosial di semua negara.

Banyak tokoh yang memperdebatkan tujuan pendidikan penelitian sosial, dan

pada dasarnya ada persamaan di antara pandangan-pandangan ini.Stanley dan

Nelson (dalam Ross, 2006: 21) mengemukakan pendapatnya sebagai berikut :

“They argue that the key element in the dispute over the purpose of social
studies in the school curriculum involves the relative emphasis given to cultural
transmission or to critical or reflective thinking. When cultural transmission is
emphasized, the intent to use the social studies curriculum to promote social
adaption. The emphasis is on teaching content, behaviors, and values that reflect
views accepted by the traditional, dominant society.”

Tujuan pendidikan IPS di Indonesia pada dasarnya adalah menjadikan

peserta didik menjadi warga negara yang memiliki pengetahuan, keterampilan,

sikap dan nilai yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah, mengambil

keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan. Sehingga diharapkan akan

menjadi warga negara yang baik (Sapriya, 2009: 12).

Tujuan pendidikan IPS di Indonesia pada dasarnya mempersiapkan para

peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge),

keterampilan (skill), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat

dipergunakan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah, mengambil

keputusan, dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar

menjadi warga negara yang baik (Sapriya, 2009: 12).


Soemantri (2001: 260) menyatakan bahwa , tujuan pengajaran IPS di

sekolah sebagai berikut.

1. Tujuan pembelajaran IPS adalah mendidik peserta didik menjadi ahli di

bidang ekonomi, politik, hukum, sosiologi dan ilmu sosial lainnya

sehingga harus dipisahkan sesuai dengan basis pengetahuan disiplin ilmu

sosial tersebut.

2. Pengajaran IPS ialah untuk menumbuhkan warga negara yang baik.

Sifat warga negara yang baik akan lebih mudah ditumbuhkan pada siswa

apabila guru mendidik mereka dengan jalan menempatkannya dalam

konteks kebudayaannya daripada memusatkan perhatian pada disiplin ilmu

sosial yang terpisah-pisah.

3. Pendapat ketiga adalah bentuk kompromi dari pendapat pertama dan

kedua yang menekankan pada organisasi bahan pelajaran harus dapat

menampung tujuan para siswa yang meneruskan pendidikan maupun yang

terjun langsung ke masyarakat.

4. Pengajaran IPS dimaksudkan untuk mempelajari bahan pelajaran

closed areas) agar mampu menyelesaikan masalah interpersonal maupun

antarpersonal. IPS atau social studies lebih mengarah untuk persiapan

peserta didik untuk siap berpartisipasi dalam masyarakat, sehingga setiap

peserta didik mengetahui bagaimana peran diri sendiri baik dalam keluarga

maupun masyarakat, mengetahui peranan orang lain dan bagaimana


memerankan peranan orang lain, serta siap untuk menerima bentuk apapun

yang diberikan masyarakat.

Oleh karena itu, pendidikan penelitian sosial merupakan kajian ilmiah

yang komprehensif yang dilaksanakan dalam disiplin ilmu sosial secara

menyeluruh (holistik), dan materinya diambil dari rumpun ilmu sosial, seperti

sejarah, geografi, sosiologi, antropologi, politik, ekonomi, psikologi, dan filsafat.

dll. Domain dikonseptualisasikan sebagai pembelajaran terintegrasi. Tujuan mata

pelajaran IPS adalah membentuk siswa menjadi warga negara yang baik

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta fokus pada pembinaan individu yang

mampu memahami permasalahan lingkungan yang bersumber dari pembahasan

hubungan antara lingkungan dan masyarakat. Selain itu, mereka dapat berpikir

kritis dan kreatif, serta dapat melanjutkan dan mengembangkan nilai budaya

negaranya.

(Sumaatmadja, 1984: 20) menyatakan b ahwa mata pelajaran IPS

bertujuan untuk menumbuhkan potensi siswa agar peka terhadap masalah sosial

yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap positif dalam mengoreksi segala

ketidakseimbangan yang terjadi, dan pandai mengatasi masalah sehari-hari,

termasuk yang merendahkan martabat diri sendiri. dan masyarakat yang

menyakitkan

Dewan Nasional untuk Studi Sosial (NCSS) menunjukkan bahwa tujuan

Ilmu Sosial (IPS) adalah untuk menumbuhkan kemampuan siswa untuk membuat

keputusan rasional dalam dunia yang saling bergantung dan berkembang menjadi
warga negara dengan berbagai budaya dan masyarakat demokratis (Ellis, 1998:

8 ). Zamroni (2001: 11) berpendapat bahwa arah pengajaran ilmu sosial adalah

mengembangkan keterampilan berpikir kritis (critical thinking) dan kesadaran

serta komitmen siswa terhadap pengembangan masyarakat. Sarifudin (1989: 15)

mengemukakan bahwa IPS bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan,

keterampilan dan sikap sosial (social skill).

Senada dengan Sarifudin, Cholisin (2006: 131- 132) menyatakan bahwa

tujuan substansif yang mendasar dari pengajaran Studi Sosial di sekolah ialah

meningkatkan perilaku, sikap, keterampilan, dan pengetahuan (atau disingkat

BASK= behavior, attitude, skill, dan knowledge) para peserta didik.

c. Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Dasar

pengertian Ruang lingkup jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa

Indonesia adalah subyek yang tercakup, tetapi dalam kajian penelitian ini dibatasi

materi IPS. Dengan adanya pembelajaran Ilmu pengetahuan social dapat

menjadikan siswa menjadi generasai penerus bangsa yang cakap dan bertoleransi.

Berdasarkan cita-cita itulah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

pada tahun 2016 menetapkan ruang lingkup materi mata pelajaran IPS untuk

sekolah dasar adalah sebagai berikut

(1) karakteristik keruangan dalam lingkup nasional dan regional,

(2) keragaman sosial, interaksi sosial dan perubahan sosial,

(3) kegiatan ekonomi penduduk, dan


(4) perubahan masyarakat Indonesia sejak jaman Hindu Buddha sampai

sekarang.

Menurut (Soelaeman, 2005) yang berpendapat bahwa kita harus mulai

mengenalkan lingkungan terdekat dengan anak, yaitu keluarga adalah unit

kelompok terkecil dan paling dasar yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Keluarga

inti ini juga disebut segitiga abadi. Keluarga merupakan alat untuk memperkuat

adat istiadat yang ada dalam masyarakat kita, yang meliputi nilai budaya, norma

dan sistem nilai. Proses penguatan keluarga dilakukan melalui peradaban atau

pelembagaan. Dalam proses pelembagaan ini, individu harus belajar dan harus

mampu menyesuaikan pikiran dan sikapnya dengan adat istiadat, norma dan

aturan hidup dalam budaya mereka. Proses ini dimulai dari masa kanak-kanak,

dari keluarga hingga tetangga. Awalnya dengan meniru berbagai perbuatan,

kemudian mulai memahami dan tertanam serta terinternalisasi dalam tubuhnya.

Keluarga sebagai lembaga pendidikan juga berfungsi memberikan dasar-

dasar pendidikan pada anak-anaknya, sebagai lembaga kebudayaan berfungsi

mempertahankan dan mengembangkan nilai-nilai budaya, sebagai lembaga

ekonomi berfungsi memenuhi kesejahteraan material seluruh anggotanya,sebagai

lembaga peradilan berfungsi memelihara serta menjamin keadilan pada

anggotanya, sebagai lembaga agama berfungsi meletakkan dasar iman dan takwa

kepada anggotanya, sebagai lembaga politik berfungsi memelihara serta

mempertahankan kesejahteraan ketentraman-keamanan, hak dan kewajiban

anggotanya. Keluarga sebagai kelompok inti dalam masyarakat, merupakan

lembaga yang bernilai dasar dan strategis membina serta mengembangkan sumber
daya manusia dalam menciptakan masyarakat adil, makmur, aman dan sentosa.

Lingkungan terdekat lain adalah rukun tetangga, rukun kampung, warga desa

sampai ke warga bangsa.

Selain itu, ruang lingkup penelitian sosial yang harus diberikan kepada

anak melibatkan keragaman karakteristik nasional dan daerah guna memberikan

wawasan kepada anak tentang lingkungan yang lebih luas. Perkembangan dan

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang transportasi dan informasi

dan komunikasi saat ini tak pelak memberikan kesempatan kepada anak untuk

memperluas hubungan sosial dari satu ruang geografis ke ruang geografis lainnya,

bukan hanya satu jalan, tetapi juga jalan dua arah.

Proses interaksi sosial saat ini tidak lagi terbatas pada aspek budaya, tetapi

telah meluas ke aspek lain, seperti politik, khususnya ekonomi. Proses ini juga

telah merambah batas-batas lokal dan regional dalam skala global. Proses

hubungan sosial dan interaksi sosial ini telah menjadi proses globalisasi. Ruang

lingkup penelitian sosial tidak terbatas pada kehidupan sosial lokal dan regional,

tetapi telah mencapai tingkat global, meskipun ruang lingkup disiplin ilmu

penelitian sosial yang ditentukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

(2016) terbatas pada ASEAN.

Proses interaksi sosial sekarang ini tidak lagi hanya terbatas pada aspek

budaya, melainkan telah meluas aspek-aspek lain seperti politik, dan terutama

ekonomi. Proses ini juga telah menembus batas-batas lokal dan regional sampai

ke tingkat global. Proses hubungan sosial dan interaksi sosial ini telah menjadi
proses globalisasi. Ruang lingkup IPS, tidak hanya terbatas pada kehidupan sosial

pada tingkat lokal dan regional, melainkan telah sampai pada tingkat global

walaupun mata pelajaran IPS ruang lingkup yang telah ditetapkan oleh

Kemendikbud (2016) dibatasi hanya tingkat ASEAN saja.

d. Nilai -Nilai Ilmu Pengetahuan Sosial

(Sumaatmadja, 1977: 45-49) berpendapat bahwa dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, pengembangan sumber daya manusia

(SDM) yang berkualitas di era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

(IPTEK) sangat mendesak. Pengembangan sumber daya manusia harus sejalan

dengan perkembangan nilai-nilai yang terkandung dalam kajian penelitian sosial,

karena IPS sarat dengan nilai-nilai seperti nilai teoritis, nilai praktis, nilai

pendidikan, dan nilai sakral

1. Nilai Teoritis

Pada dasarnya membentuk dan Membina peserta siswa hari dan disiapkan

menjadi sumber daya manusia yang cakap dikemudian hari . Oleh karena

itu, kajian penelitian sosial tidak hanya menyajikan dan membahas fakta,

fakta dan data yang berdiri sendiri, tetapi juga melangkah lebih jauh, yaitu

mengkaji keterkaitan antara berbagai aspek kehidupan sosial.

2. Nilai Praktis

Tema penelitian sosial tidak hanya melibatkan pengetahuan konsep

teoritis, tetapi juga bersumber dari kehidupan sehari-hari. Misalnya

mulai dari lingkungan rumah, pasar, jalan dan tempat lainnya. Dalam
hal ini, nilai sebenarnya akan disesuaikan dengan tingkat usia dan

aktivitas sehari-hari siswa. Pengetahuan praktis ini berguna untuk

melacak berita, mendengarkan radio, membaca cerita, dan mengkaji

masyarakat dalam menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-

hari, berguna untuk melaksanakan pekerjaan seperti pegawai, PNS,

pejabat daerah, jurnalis, dll.

Pembelajaran IPS tersebut diproses secara menarik dan tidak terlepas

dari kehidupan sehari-hari, dan secara tidak langsung memiliki nilai

praktis serta strategis dalam membina SDM sesuai dengan kenyataan

hidup hari ini dan masa-masa mendatang.

3. Nilai Edukatif.

Salah satu tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pembelajaran IPS,

yaitu adanya perubahan perilaku sosial peserta didik ke arah yang lebih

baik. Perilaku tersebut, meliputi aspek-aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor. Peningkatan kognitif dalam hal ini tidak hanya terbatas

makin meningkatnya pengetahuan sosial, melainkan pula peningkatan

nalar sosial dan kemampuan mencari alternatif-alternatif pemecahan

masalah sosial. Oleh karena itu, materi yang dibahas dalam

pembelajaran IPS, tidak hanya terbatas pada kenyataan, fakta dan data

sosial, melainkan juga mengangkat masalah sosial yang terjadi sehari-

hari. Dalam proses peningkatan perilaku sosial melalui pembinaan

nilai edukatif, tidak hanya terbatas pada perilaku kognitif, melainkan

lebih mendalam lagi berkenaan dengan perilaku afektifnya. Justru


perilaku inilah yang lebih mewarnai aspek kemanusiaan. Melalui

pembelajaran IPS, perasaan, penghayatan, sikap, kepedulian, dan

tanggung jawab sosial peserta didik ditingkatkan. Kepedulian dan

tanggung sosial, secara nyata dikembangkan dalam pembelajaran IPS

untuk mengubah perilaku peserta didik bekerja sama, gotong-royong,

dan membantu pihak-pihak yang membutuhkan.

4. Nilai Ketuhanan

Kita bisa mensyukuri segala sesuatu yang kita peroleh sebagai

manusia, individu, dan masyarakat, berbeda dengan makhluk ciptaan

Tuhan Yang Maha Esayang lain seperti tumbuhan, dan hewan.

Kebahagiaan Tuhan Yang Maha Esa hadir dalam bentuk mentalitas

pembangunan, yang memungkinkan manusia memenuhi kebutuhannya

sendiri dari sumber daya alam yang disediakanNya. Kenikmatan kita

sebagai manusia yang mampu menguasai iptek menjadi dasar

hubungan yang lebih erat antara kita dengan Tuhan Yang Maha Esa

serta memperkuat keimanan dan ketakwaan kita. Ruang lingkup

penelitian dan pendidikan sosial sangat luas dan menjadi landasan

yang kokoh bagi pembinaan dan pengembangan nilai-nilai sakral, dan

nilai-nilai sakral merupakan kunci kebahagiaan lahir dan batin kita.

Nilai sakral inilah yang menjadi landasan moralitas sumber daya

manusia saat ini dan di masa yang akan datang.

e. Penilaian Pembelajaran IPS


Menurut Anastasi (1982: 1), penilaian adalah “proses sistematis

menentukan ruang lingkup pencapaian tujuan sistem siswa. Senada dengan hal

tersebut, Fraser dan Runitzki (1995: 271) mengatakan: “Penilaian belajar siswa

telah berkembang menjadi posisi sentral dalam proses pengajaran.”. Selain itu,

dikatakan bahwa "bagaimanapun, evaluasi harus digunakan dalam keadaan yang

tepat dan untuk tujuan yang tepat."

Pada hakekatnya penilaian berguna untuk mengukur kepatuhan terhadap tujuan

pembelajaran. Oleh karena itu, menurut Mitchell (dalam Frazee dan Rudnitski,

1995: 273), evaluasi dapat memberikan informasi penting untuk meningkatkan

semua aspek pendidikan. Disebutkan bahwa penilaian memiliki empat tujuan

utama, yaitu:

1) Memberikan informasi kepada guru dan siswa tentang hasil belajar

siswa,

2) Untuk mencapai tujuan dan memperkuat pembelajaran,

3) Keputusan yang mempengaruhi perkembangan siswa di masa depan,

4) Sebagai bentuk tanggung jawab kepada pimpinan.

Sudjana (2006: 2), menyatakan bahwa “Kegiatan penilaian adalah suatu

tindakan atau kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan- tujuan instruksional

telah dapat dicapai atau dikuasai oleh siswa dalam bentuk hasil-hasil belajar yang

diperlihatkannya setelah mereka menempuh pengetahuan belajarnya (proses

belajar mengajar)”.
Selain itu, Zainul dan Nasution (2005: 8) juga menyebutkan pengertian

evaluasi, “evaluasi adalah proses pengambilan keputusan yang menggunakan

informasi yang diperoleh melalui penggunaan alat tes dan non tes untuk

mengukur hasil belajar”. Oleh karena itu tujuan evaluasi adalah untuk

memberikan nilai atas kualitas sesuatu. Dalam hal ini, kita tidak hanya harus

mencari jawaban atas pertanyaan tentang apa, tetapi juga menjawab secara

langsung derajat atau sejauh mana proses atau hasil yang diperoleh orang atau

program tersebut.

Depdiknas (2004: 12) mengartikan: “Penilaian adalah penerapan berbagai

metode dan penggunaan berbagai alat penilaian untuk memperoleh informasi

tentang derajat hasil belajar siswa atau kemampuan siswa (seri kompetensi).

Penilaian jawaban tentang hasil belajar seseorang atau pertanyaan seberapa baik

pencapaiannya.Dari beberapa pengertian evaluasi di atas, dapat disimpulkan

bahwa evaluasi adalah rangkaian kegiatan yang digunakan untuk memperoleh,

menganalisis dan menjelaskan sistem, data berkelanjutan tentang proses dan hasil

belajar siswa, Sehingga dapat dijadikan informasi yang bermakna. Untuk

pengambilan keputusan penilaian dapat berupa: evaluasi tertulis (paper and pen

test), PR , performance (performance), dan kumpulan hasil karya dengan

mempertimbangkan kemampuan penalaran dan kreativitas siswa

Selaras dengan pendapat di atas Etin Solihatin dan Raharjo (2007: 43)

menyatakan bahwa “Dewasa ini, pelaksanaan evaluasi IPS telah mengalami

perluasan. Penekanan secara khusus diarahkan pada apa yang disebut sebagai

keterampilan dasar (basic skills), yang meliputi keterampilan membaca bermakna,


menulis, dan keterampilan matematis Keterampilan dasar ini merupakan

minimum competency testing in social studies (kompetensi minimal dalam

pengujian IPS). Perhatian dan penekanan lebih jauh, pada apa yang dinamakan

the day to day evaluation of children’s work (evaluasi hasil karya siswa)”. Dalam

jenis penilaian ini, penekanannya adalah pada informalitas prosedur dalam proses

penilaian. Dengan kata lain, dalam merealisasikan penilaian atau evaluasi

kemampuan pembelajaran penelitian sosial, alat penilaian tes dan non tes harus

digunakan untuk menjaga keseimbangan antara tes formal dan informal. Selain

itu, Mulyasa (2006: 38) mengemukakan bahwa kemampuan yang harus dikuasai

siswa harus dinyatakan dengan cara yang dapat mengevaluasinya, hal ini mengacu

pada suatu bentuk hasil belajar siswa dari pembelajaran langsung. Kompetensi

siswa perlu dinilai secara obyektif berdasarkan kinerjanya dan pembuktian

penguasaannya terhadap pembelajaran, pengetahuan, keterampilan, nilai, dan

sikap. Oleh karena itu, dalam pembelajaran berbasis desain kompetensi penilaian

tidak didasarkan pada pertimbangan subjektif, tetapi lebih bersifat obyektif.

Beberapa kriteria atau hal yang perlu dipertimbangkanadalah sebagai berikut:

1. Penilaian harus mencakup tiga aspek kompetensi yaitu pengetahuan,

keterampilan dan sikap..

2. Menggunakan berbagai cara penilaian pada waktu kegiatan belajar

sedang berlangsung, misalnya mendengarkan, observasi, mengajukan

pertanyaan, mengamati hasil kerja siswa, dan memberikan tes.


3. Pemilihan cara dan bentuk penilaian berdasarkan atas tuntutan

kompetensi dasar.

4. Mengacu kepada tujuan dan fungsi penilaian, misalnya pemberian

umpan balik, pemberian informasi kepada siswa tentang tingkat

keberhasilan belajarnya, dan memberikan laporan kepada orang tua.

5. Mengacu kepada prinsip diferensiasi, yakni memberikan peluang

kepada siswa untuk menunjukkan apa yang diketahui, yang dipahami, dan

mampu dilakukannya.

6. Tidak berlaku diskriminatif (tidak memilih-milih mana siswa yang

berhasil dan mana yang gagal dalam menerima pembelajaran (Depdiknas,

2004: 20).

F. Penelitian terdahulu yang relevan

Untuk mendukung penelitaian ini maka kami sajikan referensi-referensi

penelitian terdahulu yang relevan. Sehingga diharapkan dapat menjadi ukuran

ataupun acuan dalam pelaksanaan penelitian.

Hartanti dan Yuli (2017) menggunakan model pembelajaran penemuan

terbimbing untuk meningkatkan hasil belajar penelitian sosial siswa kelas VIII

SMPN Karangploso. Penerapan metode pembelajaran penemuan terbimbing dapat

meningkatkan hasil belajar pada tahap pertama dan kedua berdasarkan rata-rata
kelas. Pada siklus I nilai rata-rata ditampilkan sebagai 79,41, dan pada siklus II

nilai rata-rata meningkat menjadi 88,58.

Dewi, Nurfiana (2016) meningkatkan hasil belajar penelitian sosial

melalui model discovery learning pada siswa SDN Gadungan 05 Kabupaten Blitar

tingkat IV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran

penemuan terbimbing dalam pembelajaran penelitian sosial berjalan dengan baik

dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu pada pratindakan persentase

ketuntasan klasikal siswa meningkat sebesar 52% pada siswa pertama dan 2 siswa

meningkat. dari 73% menjadi 96%, dimana 1 siswa belum menyelesaikannya.

Bahwa penerapan model pembelajaran penemuan terbimbing juga dapat

meningkatkan aktivitas guru (yaitu meningkat 86% pada siklus I dan 100% pada

siklus II).

Darmayetni (2018) mempelajari upaya metode pembelajaran penemuan

terbimbing siswa V.A SDN 26 Painan untuk meningkatkan hasil belajar siswa

pada topik Ips. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah

dikemukakan maka dapat ditarik kesimpulan, dan kesimpulan yang dapat ditarik

adalah: “Metode Pembelajaran Penemuan Pembimbing” dapat meningkatkan hasil

belajar siswa pada mata pelajaran IPS. Dari tahap pertama hingga tahap kedua,

hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Prestasi belajar siswa tahap I 51,97

(cukup), tahap II 83,67 (baik), meningkat 31,70%.

Misdalina, Ningsih, dan Marhamah (2017) yang meneliti tentang Pengaruh

Kemandirian Belajar Terhadap Hasil Belajar Siswa. Hasil penelitian


menunjukkan koefisien r hitung sebesar 0,39 dan r tabel adalah 0,34. Hal ini

menunjukkan bahwa rhitung lebih besar dari rtabel 0,39> 0,34. Artinya,

pembelajaran mandiri berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar siswa.

Koefisien r 0,39 menunjukkan derajat hubungan kemandirian belajar dengan hasil

belajar lemah. Jika melihat harga determinasi didapatkan 15% yang berarti

pembelajaran mandiri memberikan kontribusi 15% terhadap hasil belajar, dan

85% dipengaruhi oleh faktor lain. Berdasarkan analisis uji korelasi dapat

dikatakan bahwa kemandirian belajar berpengaruh terhadap hasil belajar.

Novitayati, Ratna (2012) mempelajari pengaruh metode blended learning

dan self-regulated learning terhadap hasil belajar kognitif pada penelitian sosial.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat interaksi antara metode blended

learning dan self regulated learning dalam proses mempengaruhi hasil belajar

kognitif siswa. Metode blended learning dapat meningkatkan kemampuan

pengaturan diri siswa, dan pada akhirnya dapat meningkatkan efek belajar kognitif

siswa. Siswa dengan derajat kemampuan mengatur diri yang tinggi akan

memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi, begitu pula sebaliknya.

Wardhani (2013) yang melaksanakan penelitian tentang penerapan

pembelajaran kooperatif Gunakan metode penemuan terbimbing untuk

meningkatkan semangat belajar siswa Tentang Segitiga dan Segi Empat SMP VII-

B Topik 2 Kepanjen. Hasil penelitian menunjukkan persentase minat belajar siswa

Pada siklus I proporsi pertemuan pertama sebesar 62,5% dan proporsi pertemuan

kedua sebesar 67,5%. Setelah perbaikan pada kedua siklus tersebut, persentase
pembelajaran aktif Pada pertemuan pertama jumlah siswa meningkat menjadi

76,2%, dan pada Pertemuan kedua jumlah siswa meningkat menjadi 85,7%..

Qorri’ah (2011) melakukan penelitian tentang Penggunaan Metode Guided

Discovery Learning untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Pada Pokok

Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung di SMP Paramarta. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa peningkatan pemahaman konsep siswa pada kelompok yang

menggunakan metode Guided Discovery Learning lebih baik dari pada

peningkatan pemahaman konsep siswa pada kelompok yang menggunakan

metode konvensional (metode ceramah). Artinya, penggunaan metode Guided

Discovery Learning dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa pada pokok

bahasan bangun ruang sisi lengkung. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan hasil

perhitungan uji-t yang sangat signifikan.

Jayanto dan Noer (2017) mempelajari kemampuan berpikir inovasi dengan

pembelajaran penemuan terbimbing. Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran “penemuan terbimbing”

dapat merangsang berpikir kreatif siswa dan membantu mereka menemukan

pengetahuan atau konsep baru. Karena pembelajaran “penemuan terbimbing”

menekankan pada partisipasi aktif siswa dalam memahami konsep dan prinsip

konsep serta mengalaminya di bawah bimbingan guru untuk menarik kesimpulan.

Rudyanto (2014) melakukan penelitian tdengan judul Model Discovery

Learning Dengan Pendekatan Saintifik Bermuatan Karakter Untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kreatif. Hasil penelitian menunjukkan, 1) rata-rata


kemampuan berpikir kreatif kelas model discovery learning dengan pendekatan

saintifik lebih baik dari pada kelas ekspositori 2); kemampuan berpikir kreatif

mencapai ketuntasan dengan nilai rataan 71,55 dan mencapai ketuntasan klasikal

mencapai 90% 3) Adanya peningkatan kemampuan berpikir kreatif pada kelas

model discovery learning dengan pendekatan saintifik. dan 4) karakter rasa ingin

tahu dan keterampilan mengkomunikasikan berpengaruh positif terhadap

kemampuan berpikir kreatif.

G. Kerangka Konseptual berfikir.

Kondisi awal

Guru mengajar dengan Tindakan


metode konvensioanal

Hasil belajar siswa Guru mengajar menggunakan model


rendah (KKM) pembelajaran
Siklus I: Siklus II:
Model pembelajaran Guided Model pembelajaran Self
Discoveri Learning Regulated Learning
(X1) (X2)

Kondisi Akhir

Diduga dengan adanya tindakan


“X1”dan “X2” dapat meningkatkan
hasil belajar “Y” IPS Siswa kelas VI SD

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Berpikir Penelitian

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian

kuantitatif, dan jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen

semu (quasi eksperimental research). Peneliti menggunakan jenis


penelitian ini karena tidak mungkin untuk mengontrol semua variabel

yang relevan dan mengumpulkan semua variabel yang relevan, yang

akan menyulitkan sekolah untuk mengelola dan kegiatan belajar

mengajar (KBM).

(Budiyono, 2003:82) menyatakan bahwa Tujuan penelitian

eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang

diperkirakan. Hal ini dikarenakan dengan eksperimen yang sebenarnya

(True experiment) tidak memungkinkan untuk mengontrol dan

memanipulasi semua variabel yang sesuai dan relevan.

Adapun desain penelitian eksperimen yang diambil adalah the

nonequivalent pretest-posttest group design. Berdasarkan desain tersebut,

langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan kelompok

eksperimen 1 dan 2. Langkah kedua adalah memberikan pretest (tes

awal) yang sama pada kelompok eksperimen 1 dan 2. Kemudian kedua

kelompok eksperimen tersebut diberikan perlakuan yang berbeda, yaitu

mengajar materi ilmu pengetahuan sosial dengan acuan model

pembelajaran Guided Discovery Learning dan mengajar materi ilmu

pengetahuan sosial dengan acuan model pembelajaran Self Regulated

Learning. Kemudian kedua kelompok eksperimen tersebut diberikan

posttest (tes akhir) yang sama. Desain penelitian dapat dilihat pada tabel

3.1.

Tabel 3. 1 Desain Penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest


VI1 XVI 1 (GDL) X1 YVI 1
VI2 XVI 2 (SRL) X2 YVI 2

Keterangan:

VI1 = Kelompok Treatment model Guided Discovery Learning

VI2 = Kelompok Treatment model Self Regulated Learning

XVI 1 = Pretest kelompok eksperimen 1

XVI 2`= Pretest kelompok eksperimen 1

YVI 1 = Posttest kelompok eksperimen 2

YIV 2 = Posttest kelompok eksperimen 2

X1 = Proses pembelajaran model Guided Discovery Learning

X2 = Proses pembelajaran model Self Regulated Learning

Y = Hasil belajar belajar IPS

C. Variabel Penelitian

1. Variabel Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan dua variabel independent yang

terdiri dari variabel independent manipulatif dan satu variabel dependent.

Variabel independent manipulatif yang diberi dengan simbol X1 yaitu

model pembelajaran Guided Discovery Learning sedangkan untuk model

self regulated learning diberi simbol X2. Pada variabel dependent diberi

simbol Y yaitu hasil belajar. Secara terperinci digambarkan sebagai

berikut
METODE
PEMBELAJARAN
GUIDED DISCOVERY
LEARNING (X1)

HASIL BELAJAR (Y)

METODE
PEMBELAJARAN SELF
REGULATED LEARNING
(X2)

Gambar 3.1 : Skema Keterkaitan Antar Variabel

a. Variabel Dependen

(Sugiyono, 2013: 39) menyatakan bahwa variabel terikat biasanya

disebut sebagai variabel keluaran, standar, dan hasil. Dalam bahasa

Indonesia biasa disebut dengan variabel dependen. Variabel terikat

adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi hasil akibat variabel

bebas Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPS.

1. Pengertian Operasional: Prestasi belajar merupakan hasil kerja keras

siswa yang dapat dicapai melalui proses pembelajaran melalui penguasaan

pengetahuan, kebiasaan kemampuan, keterampilan dan sikap, dan hasil

tersebut dapat dibuktikan dengan hasil tes. Prestasi belajar inilah yang
dibutuhkan untuk menentukan kemampuan yang diperolehnya dari suatu

kegiatan yang disebut belajar.

2. Indikator: Setelah mendapat treatment berupa nilai tes prestasi akademik.

3. Rentang pengukuran: interval

4. Simbol: Y

b. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang biasa disebut dengan

variabel stimulus, variabel prediktor, dan variabel anteseden. Dalam bahasa

Indonesia disebut variabel independen. Variabel bebas adalah variabel yang

dipengaruhi atau menjadi hasil akibat variabel bebas (Sugiyono, 2013: 39).

c. Model Pembelajaran

1. Pengertian Operasional: Model pembelajaran adalah suatu konsep

yang digunakan oleh guru dalam mendeskripsikan topik yang

didasarkan pada teori tertentu dan bertujuan untuk mencapai

tujuan pembelajaran bagi siswa melalui proses pembelajaran.

2. Indikator: Kelas yang termasuk dalam model "Guided Discovery

Learning" (GDL) dan kelas "Self-Regulated Learning" (SRL).

3. Rentang pengukuran: nominal

4. Simbol: X1 untuk model pembelajaran Guided Discovery Learning

(GDL) dan X2 untuk model pembelajaran Self Regulated Learning

(SRL).

Dalam pelaksanaan penelitian ini digunakan model discovery


learning sebagai eksperimen pertama, dan model self-regulated learning

(SRL) digunakan sebagai eksperimen kedua.

Selama proses pembelajaran berlangsung digunakan model

Guided Discovery Learning dan Self Regulated Learning . Kegiatan

pembelajaran dalam penelitian ini akan menggunakan kurikulum darurat

Covid- 19 2020 sesuai Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan

Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus. Satuan

pendidikan dalam kondisi khusus dapat menggunakan kurikulum yang

sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik.

D. Obyek , Subyek dan teknik pengambilan Obyek Penelitian

1. Obyek dan Subyek Penelitian

Sugiyono (Sugiyono 2011: 117) berpendapat bahwa populasi

adalah suatu wilayah umum yang tersusun atas objek dengan kualitas dan

karakteristik tertentu, dan objek tersebut ditentukan oleh peneliti dan

disimpulkan setelah dilakukan penelitian. Populasi adalah kelompok

subjek yang ingin menerima generalisasi hasil penelitian yang

mempunyai kesamaan ciri atau ciri yang berbeda dengan kelompok

disiplin ilmu lainnya (Azwar, 2012: 77)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menetapkan populasi sasaran

penelitian ini sebagai siswa SD Negeri Kabupaten Sidoarjo tahun

pelajaran 2020/2021.
2. Obyek Penelitian

Sampel merupakan bagian dari ukuran dan karakteristik populasi

(Sugiyono 2011: 118). Azwar (2007: 79) menjelaskan bahwa sampel

adalah sebagian individu yang diteliti dan seluruh populasi. Sampel

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

memilih siswa kelas sosial secara acak dari SD Negeri Sepanjang 1

Taman dan SD Negeri Trosobo 2 Taman Sidoarjo. Pengambilan sampel

didasarkan pada kualitas sampel yang sama dan kondisi demografi, sosial

budaya, dan ekonomi yang hampir sama.

3. Teknik Pengambilan Obyek Penelitian

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan pada tahap penelitian

dilakukan secara random sampling menggunakan multi stage clustering

dengan tahapan sebagai berikut:

 Tahap pertama : Mendaftar sekolah dengan meminta data dari Dinas

Pendidikan Kabupaten Sidoarjo

 Tahap kedua: Berdasarkan data SD Negeri di Kabupaten Sidoarjo, maka

dipilihlah sekolah yang menerapkan kurikulum 2013 dalam situasi darurat

Covid-19 sebagai obyek penelitian

 Tahap ketiga: Mendapatkan sampel penelitian yaitu dua sekolah yang telah

menerapkan kurikulum 2013, yaitu SD Negeri 1 Taman dan SD Negeri

Trosobo 2 Taman Sidoarjo.

 Tahap IV: Diperoleh secara acak pada tingkat kelas yang terdiri dari 2
kelas yaitu kelas eksperimen (kelas dengan model pembelajaran guided

discovery learning ) yaitu Kelas VI SDN Sepanjang 1 Taman, kemudian

dilakukan pencarian secara acak untuk kelas "kontrol" SDN Trosobo 2

Taman Sidoarjo (kelas dengan model pembelajaran self regulated learning

). Pemilihan kedua kategori di atas dilakukan dengan mempertimbangkan

kategori yang sama dengan kualitas sampel, kondisi demografi, sosial

budaya dan ekonomi yang hampir sama.

D. Tempat, Subjek dan Waktu Penelitian

1. Tempat dan Subjek Penelitian


Untuk lokasi penelitian berada di SDN di Kabupaten Sidoarjo ,

tepatnya di dua sekolah yakni SDN Sepanjang 1 Taman dan SDN

Trosobo 2 taman Sidoarjo. Adapun alasan penelitih meilih lokasi tersebut

adalah :

 Memudahkan peneliti untuk memperoleh data yang diinginkan karena

jarak kedua lokasi yang tidak terlalu jauh.

 Perlu dilakukan penelitian yang efektif terhadap sekolah dasar negeri

yang menerapkan kurikulum 2013 sebagai acuan wabah Covid-19, agar

prestasi akademik siswa dalam pembelajaran IPS dapat sesuai dengan

tujuan diharapkan. Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas

semester genap tahun ajaran 2020/2021


2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester genap yaitu antara bulan

maret sampai dengan juni 2021 dengan jadwal mengikuti sekolah

masing- masing sebagai subyek penelitian. Sedangkan untuk ojtahap

tahap penelitian kami sajikan secara terperinci sebagai berikut:

a. Tahap perencanaan meliputi penyusunan rencana penelitian dan

instrumen penelitian, dan waktu pelaksanaannya dari Desember

2020 hingga Februari 2021

b. Tahap pelaksanaan meliputi penyusunan instrumen, pengujian

instrumen, dan pengumpulan data penelitian, periode pelaksanaan

mulai Februari 2021 hingga Maret 2021.

c. Tahap penyelesaian meliputi pengolahan data, analisis data,

penyelesaian dan evaluasi laporan penelitian. Periode implementasi

dari Maret 2021 hingga April 2021.

B. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Untuk mengumpulkan semua data dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan metode yang dirasa tepat dan memenuhi persyaratan untuk

memperoleh data yang dibutuhkan untuk penelitian ini. Peneliti

mempertimbangkan bahwa metode pengumpulan data yang tepat adalah

dengan menggunakan metode tes dan metode survei kuesioner untuk

pengumpulan data. Dengan adanya pandemi Covid 19 maka peneliti

menggunakan pengumpulan data dengan memakai Google form secara

online dan selanjutnya akan ditabulasi menggunakan google spreadsheet


via online .

1. Metode Tes

Budiyono (2003: 54) menyatakan bahwa metode tes adalah metode

pengumpulan data yang menyajikan pertanyaan- pertanyaan atau perintah

untuk menjawab kepada subjek penelitian. Dalam penelitian ini metode tes

sangat berguna untuk mengumpulkan data hasil belajar akademik mata

pelajaran IPS di kelas kontrol dan kelas eksperimen. Setiap kelas

eksperimen dan kelas kontrol menggunakan alat tes pilihan ganda dengan 4

alternatif jawaban. Setiap jawaban benar memiliki skor 1, dan setiap

jawaban salah memiliki skor 0.

2. Metode Angket

Menurut Budiyono (2003: 47), metode survei kuesioner adalah

suatu metode pengumpulan data dengan memberikan pertanyaan tertulis

kepada objek penelitian, responden, dan memberikan sumber data dan

jawaban kepada mereka dalam bentuk tertulis. Dalam penelitian ini

metode survei kuesioner yang digunakan telah diberikan kepada subjek

penelitian secara online menggunakan aplikasi google doc. Melalui subyek

penelitian maka akan diketahui nilai hasil belajar disetiap model

pembelajaran . Tiap butir pada angket minat belajar berupa butir positif

dan butir negatif dengan pilihan ganda dan 5 alternatif jawaban. Untuk

pengukurannya peneliti menggunakan skala likert untuk menilai variabel

minat belajar siswa. Method of Summated Rating ( Arief Furchan,


2011:279) :

1. Sangat Setuju

2. Setuju

3. Ragu-ragu

4. Tidak Setuju

5. Sangat Tidak Setuju

Kemudian untuk setiap skor item afirmatif, jika siswa menjawab A

skornya adalah 5, B skor 4, C skor 3, D skor 2, dan E skor 1. Untuk setiap

item negatif, skornya dibalik. A skor 1, B skor 2, C skor 3, D skor 4, dan E

5. Skala tipe likert adalah banyak pernyataan positif dan negatif tentang

sikap objek.

C. Instrumen Penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes

dan angket. Instrumen tes digunakan untuk memperoleh data tentang

hasil belajar, dan alat angket digunakan untuk memperoleh data tentang

evaluasi dan respon objek penelitian terhadap metode pembelajaran yang

digunakan. Untuk mendapatkan data yang akurat, pengujian yang

digunakan dalam penelitian ini harus memenuhi standar pengujian yang

baik. Langkah-langkah persiapan ujian adalah sebagai berikut:

a. Tes Hasil Belajar IPS:

1. Mengumpulkan materi- materi maupun bahan ajar yang telah

diberikan kepada siswa beserta tujuan pembelajaran.


2. Membuat soal- soal yang akan ditulis,dengan cara membuat

tabel 2 jalan yang memuat topik pembelajaran yang akan diukur

dan aspek pemahaman yang akan dievaluasi.

3. Membuat soal-soal ujian berdasarkan materi-materi yang diajarklan

beserta dengan kunci jawaban.

4. Menyusun skor pada setiap ituem soal.

b. Angket Metode belajar :

1. Menyusun butir-butir kuesioner untuk memahami dengan jelas

indikator mana yang akan diukur dalam penyusunan kuesioner.

2. Menentukan jenis kuisioner langsung tertutup dengan

memberikan 5 pilihan jawaban dan pilihan jawaban yang

tersedia A, B, C, D, dan E

3. Menyusun kuesioner dengan banyak pernyataan yang sesuai

dengan indikator di tabel dan dengan standar penilaian tertentu.

4. Menetapkan skor kuesioner. Di antara 5 pilihan jawaban, A skor

5, B skor 4, C skor 3, D skor 2, dan D skor 3 . E akan

mendapatkan 1 skor . Sedangkan untuk setiap item negatif,

skornya akan dibalik. A skor 1, B skor 2, C skor 3, D skor 4, dan

E 5.

1. Uji Coba Instrumen

Setelah menyiapkan instrumen penelitian maka akan dilakukan

pengujian terlebih dahulu. Tujuan dari pengujian tersebut adalah untuk


mengetahui sejauh mana alat tersebut dapat mengukur apa yang harus

diukur (validitas), begitu pula sebaliknya Reliabilitas mengacu pada

sejauh mana alat ukur secara kontinyu mengukur sesuatu yang diukur

(Donald Ali et al. ) al.Trans.Furqon, 2011: 293). Setelah ujian selesai

maka instrumen dan item (tes dan angket) akan dianalisis sebagai

berikut:

a. Uji Coba Tes Hasil Belajar IPS

Uji coba tes prestasi belajar IPS dilakukan sebanyak dua kali

percobaan dari masing-masing kompetensi dasar yang sudah ditentukan

dalam kurikulum 2013 (KD 3.3 dan KD 4.3). Dari masing-masing soal

yang diambil dari KD 3.3 dan 4.3 berjumlah 25 soal berbentuk pilihan

ganda dengan total 50 soal pilihan berganda dengan durasi waktu 60

menit. Hasil dari analisis uji coba instrumen tes dijadikan pertimbangan

untuk memutuskan apakah butir soal dalam instrumen tes layak atau

tidak digunakan sebagai instrumen pengumpulan data pada penelitian.

1) Uji Validitas

suatu uji dapat dikatakan mempunyai tingkat validitas yang

tinggi apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan

hasil ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan maksud tersebut (Azwar

1996:174). Instrumen uji dalam penelitian ini dikatakan layak digunakan

apabila tes itu memiliki tingkat kevalidan (ketepatan) sebuah uji.

Dalam penelitian ini, validitas isi soal tes prestasi akademik IPS
dilakukan oleh guru mata pelajaran IPS. Alasan dipilihnya guru sebagai

verifikator alat tes adalah karena peneliti menilai bahwa guru mata

pelajaran IPS memiliki pengetahuan dan keahlian dalam mata pelajaran

IPS, sehingga mereka akan dapat menuangkan pendapat dan sarannya

tentang isi atau isinya. Materi yang telah disusun dalam Alat Tes Hasil

Belajar Penelitian Sosial. Setelah validitas isi tercapai, maka instrumen

tes kinerja akademik IPS diujicobakan untuk memperoleh soal yang

memenuhi persyaratan persiapan tes yang baik, meliputi uji validitas dan

uji reliabilitas.

uji validitas butir soal menggunakan rumus:

Keterangan :

Keterangan :

2) Uji Reabilitas

Uji reliabilitas butir angket dalam penelitian ini dihitung dengan


menggunakan bantuan Program SPSS 26 lewat formula reliabilitas

Alpha, dan jika dihitung dengan memakai rumus Alpha Cronbach adalah

sebagai berikut :

3) Uji Tingkat Kesukaran Soal

Menentukan taraf kesukaran (TK) digunakan rumus sebagai berikut:

Dimana:

P = Indeks kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan betul

JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Dengan Interprestasi Tingkat Kesukaran sebagaimana terdapat dalam


Tabel berikut:

Tingkat Kesukaran (TK) Interprestasi atau Penafsiran TK

TK < 0,30 Sukar


0,30 ≤ TK ≤ 0,70 Sedang

TK > 0,70 Mudah

4) Uji Daya Pembeda Soal

Menentukan daya pembeda (DP) digunakan rumus sebagai berikut.

Dimana:

J = Jumlah peserta tes

JA = Banyaknya peserta kelompok atas

JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan

benar

BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal

dengan benar

= Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

= Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Dengan interprestasi DP sebagaimana terdapat dalam Tabel berikut.

Daya Pembeda (DP) Interprestasi atau penafsiran DP

DP ≥ 0,70 Baik sekali (digunakan)

0,40 ≤ DP < 0,70 Baik (digunakan)


0,20 ≤ DP < 0,40 Cukup

DP < 0,20 Jelek

Setelah mendapatkan data skor hasil tes, sortir dari terbesar ke terkecil.

Kemudian mulai dari urutan tertinggi 27% dianggap sebagai kelompok teratas,

dan mulai dari urutan paling bawah 27% dianggap sebagai kelompok terbawah.

Dengan cara ini banyaknya siswa tingkat atas = banyaknya siswa tingkat bawah

yaitu na = nb = 10 siswa.

1. Kisi – kisi soal tes hasil belajar IPS

REKAPITULASI HASIL UJI INSTRUMENT SOAL

nilai
no nilai kriteria kriteria
r nilai daya hasil
so validit hasil kesukar daya
tabel kesukaran pem uji
al as an pembeda
beda
tidak
tidak
1 0.270 0.329 0.88888888 0.3 digunak
valid
9 mudah CUKUP an
0.94444444 digunak
2 .408* 0.329 valid 0.2
4 mudah JELEK an
0.83333333 digunak
3 .433** 0.329 valid 0.4
3 mudah CUKUP an
0.80555555 digunak
4 .569** 0.329 valid 0.6
6 mudah BAIK an
0.94444444 digunak
5 .581** 0.329 valid 0.2
4 mudah JELEK an
tidak
tidak
6 0.324 0.329 0.88888888 0.3 digunak
valid
9 mudah CUKUP an
0.80555555 digunak
7 .483** 0.329 valid 0.4
6 mudah CUKUP an
0.91666666 digunak
8 .589** 0.329 valid 0.3
7 mudah CUKUP an
0.80555555 digunak
9 .626** 0.329 valid 0.6
6 mudah BAIK an
0.66666666 BAIKSEKA digunak
10 .588** 0.329 valid 0.7
7 sedang LI an
tidak
tidak
11 0.282 0.329 0.91666666 0.2 digunak
valid
7 mudah JELEK an
digunak
12 .b 0.329 valid 0
1 mudah JELEK an
0.91666666 digunak
13 .568** 0.329 valid 0.3
7 mudah CUKUP an
0.77777777 digunak
14 .381* 0.329 valid 0.5
8 mudah BAIK an
0.72222222 BAIKSEKA digunak
15 .651** 0.329 valid 0.8
2 mudah LI an
tidak
tidak
16 0.216 0.329 0.55555555 0.5 digunak
valid
6 sedang BAIK an
0.83333333 digunak
17 .600** 0.329 valid 0.5
3 mudah BAIK an
digunak
18 .422* 0.329 valid 0.4
0.75 mudah CUKUP an
0.80555555 digunak
19 .683** 0.329 valid 0.6
6 mudah BAIK an
tidak
tidak
20 -0.087 0.329 0.91666666 -0.1 JELEKSEK digunak
valid
7 mudah ALI an
0.80555555 BAIKSEKA digunak
21 .783** 0.329 valid 0.7
6 mudah LI an
0.97222222 digunak
22 .388* 0.329 valid 0.1
2 mudah JELEK an
tidak
tidak
23 0.215 0.329 0.97222222 0.1 digunak
valid
2 mudah JELEK an
0.83333333 digunak
24 .509** 0.329 valid 0.3
3 mudah CUKUP an
0.86111111 digunak
25 .544** 0.329 valid 0.3
1 mudah CUKUP an
0.69444444 BAIKSEKA digunak
26 .431** 0.329 valid 0.9
4 sedang LI an
digunak
27 .b 0.329 valid 0
1 mudah JELEK an
0.41666666 digunak
28 .439** 0.329 valid 0.4
7 sedang CUKUP an
b. Uji Coba Angket Model Pembelajaran

1. Uji Validitas

Apabila isi instrumen penelitian merupakan sampel yang

representatif dari seluruh isi perangkat uji, maka instrumen penelitian

dianggap efektif berdasarkan validitas isinya. Karena uji tersebut adalah

sebuah standar kinerja (Budiyono, 2003: 58). Dalam penelitian ini

apabila kisi-kisi istrument uji yang dibuat menunjukkan sudah

merepresentasikan isi yang akan diukur, maka alat survey kuisioner

dianggap baik, dan selanjutnya masing-masing butir angket yang telah

disusun cocok atau relevan dengan klasifikasi kisi-kisi yang ditentukan.

Selain itu juga dilakukan validitas dan konfirmasi isi item

kuesioner. Dalam penelitian ini verifikasi dilakukan oleh guru mata

pelajaran IPS dan guru BK yang berpengalaman. Alasan mengapa

peneliti memilih guru ilmu sosial dan instruktur konsultasi yang

berpengalaman adalah karena guru ilmu sosial dan instruktur konsultasi

memiliki lebih banyak pengetahuan dan pemahaman tentang minat siswa

dalam standar pembelajaran dan status siswa. Hal ini sejalan dengan

pandangan Budiyono yang menilai apakah alat angket memiliki validitas

isi yang tinggi biasanya dilakukan oleh expert atau expert judgement

(Budiyono, 2003: 58).

Setelah uji validitas dan uji validasi butir angket dilakukan maka
peneliti akan menggunakan pedoman atau bahan acuan untuk

memperbaiki, menyempurnakan atau membuang butir-butir angket yang

telah peneliti susun sebelumnya. Kemudian untuk mendapatkan kriteria

butir angket yang baik maka akan menggunakan bantuan program SPSS

26.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas butir angket dalam penelitian ini dihitung dengan

menggunakan bantuan Program SPSS 19 lewat formula reliabilitas

Alpha, dan jika dihitung dengan memakai rumus Alpha Cronbach adalah

sebagai berikut :

Keterangan :

3. Kisi- kisi angket

Kisi – kisi angket GDL

Scale Scale R table Cronbach's Validitas


Item Mean if Variance (12) Alpha if
Item if Item Item
Deleted Deleted (responden) Deleted
QUESTION 58.58 138.629 0.576 0.980 valid
1
QUESTION 58.33 141.333 0.576 0.974 valid
2
QUESTION 58.17 145.606 0.576 0.973 valid
3
QUESTION 58.08 137.902 0.576 0.969 valid
4
QUESTION 58.08 136.083 0.576 0.971 valid
5
QUESTION 58.25 137.659 0.576 0.971 valid
6
QUESTION 58.25 136.932 0.576 0.970 valid
7
QUESTION 58.25 136.386 0.576 0.970 valid
8
QUESTION 58.00 138.182 0.576 0.970 valid
9
QUESTION 58.17 137.788 0.576 0.970 valid
10
QUESTION 58.17 137.061 0.576 0.970 valid
11
QUESTION 58.00 138.909 0.576 0.970 valid
12
QUESTION 58.17 136.515 0.576 0.969 valid
13
QUESTION 58.08 137.538 0.576 0.970 valid
14
QUESTION 58.08 137.538 0.576 0.970 valid
15

Kisi – kisi angket SRL

Item Scale Scale R table Cronbach's Validitas


Mean if Variance if (14) Alpha if
Item Item (responden) Item
Deleted Deleted Deleted
QUESTION 47.46 101.103 0.775 0.958 valid
1
QUESTION 47.69 102.731 0.676 0.959 valid
2
QUESTION 48.00 99.667 0.779 0.958 valid
3
QUESTION 47.54 102.103 0.810 0.957 valid
4
QUESTION 47.46 98.603 0.758 0.958 valid
5
QUESTION 47.62 99.756 0.850 0.956 valid
6
QUESTION 47.92 97.577 0.865 0.956 valid
7
QUESTION 47.77 96.692 0.802 0.957 valid
8
QUESTION 47.62 101.256 0.758 0.958 valid
9
QUESTION 47.54 107.769 0.526 0.962 valid
10
QUESTION 47.69 99.231 0.890 0.955 valid
11
QUESTION 47.85 102.474 0.727 0.958 valid
12
QUESTION 47.85 96.808 0.810 0.957 valid
13
QUESTION 47.46 104.436 0.794 0.958 valid
14
QUESTION 47.62 102.090 0.811 0.957 valid
15

D. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis berdasarkan teknik analisis data


yang meliputi analisis deskriptif, uji asumsi atau uji prasyarat analisis, dan

uji hipotesis.

1. Uji Asumsi atau Uji Prasyarat Analisis

Dalam menganalisis masalah dalam penelitian akan dilakukan

analisis kuantitatif.Penelitian dilakukan dengan pengumpulan data

dalam bentuk digital. Kemudian mengolah datanya dalam bentuk

digital Dan menganalisis untuk mendapatkan informasi ilmiah

dibalik angka-angka tersebut (Nanang, 2010: 19). Sedangkan

menurut Masyhuri dan Zainuddin (2008: 13) penelitian kuantitatif

adalah penelitian yang tidak menekankan pada tingkat kedalaman

data, dan penelitian kuantitatif tidak terlalu memperhatikan

kedalaman data yang sangat penting untuk dapat merekam. sebanyak

mungkin data dari berbagai populasi.

Menurut Sugiyono (2010: 275), jika peneliti bermaksud untuk

memprediksi kondisi variabel dependen (standar) dan memanipulasi

dua atau lebih variabel independen sebagai prediktor, maka peneliti

akan menggunakan analisis regresi berganda (kenaikan dan

penurunan nilai)). . Oleh karena itu, jika jumlah variabel independen

lebih besar dari dua maka akan dilakukan analisis regresi berganda.

(Nanang 2010: 163) menyatakan bahwa Fungsi regresi

berkaitan erat dengan uji korelasi (korelasi pearson) karena uji

regresi merupakan kelanjutan dari uji korelasi (KPM). Jika nilai

variabel x ditambahkan beberapa kali, maka uji regresi berfungsi


untuk memprediksi atau memprediksi nilai variabel y. Untuk

melakukan pengujian regresi tentunya harus dilakukan pengujian

korelasi terlebih dahulu. Kami melakukan uji korelasi, belum tentu

uji regresi.

Untuk mendapatkan nilai pemikiran efektif yang luar biasa

dari persamaan regresi, analisis data harus memenuhi beberapa

asumsi klasik. (Pengolahan data komputer menggunakan program

SPSS 26 for Windows).

1) Uji Normalitas

Uji normalitas berkaitan dengan normalitas sebaran

data.Alasan mengapa digunakan uji normalitas karena dalam analisis

statistik parametrik asumsi yang harus dibuat data adalah data

berdistribusi normal (Suharyadi dan Purwanto, 2009 : 231-232).

Sedangkan menurut (Sulhan, 2009: 24) uji normalitas bertujuan

untuk mengetahui apakah residual model regresi yang diteliti

berdistribusi normal. Metode yang digunakan untuk menguji

normalitas adalah dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov>

0,05 untuk memenuhi asumsi normalitas.

2) Uji Multikoliniaritas

Multikolinearitas pertama kali diusulkan oleh Ragner Frish.

Frish mengemukakan bahwa multikolinieritas adalah adanya lebih

dari satu hubungan linier (koefisien korelasi antar variabel = 1),

sehingga koefisien regresi variabel independen tidak dapat


ditentukan dan standard error tidak terbatas (Suharyadi dan

Purwanto, 2009: 231-232). ). (Sulhan, 2009: 15-16) sudut pandang

lain menunjukkan bahwa adanya multikolinieritas sempurna akan

menyebabkan ketidakmampuan untuk menentukan koefisien regresi,

dan standar deviasi menjadi tidak terbatas. Jika multikolinieritas

tidak ideal maka koefisien regresi akan mempunyai standar deviasi

yang besar walaupun dibatasi yang berarti koefisien tersebut tidak

dapat dengan mudah diestimasi.. Analisis deteksi adanya

multikolinieritas adalah sebagai berikut:

a. Besaran VIF dan Tolerance

Pedoman suatu model regresi yang bebas multiko adalah:

mempunyai nilai VIF disekitar angka 1 dan tidak melebihi

angka 10 dan mempunyai angka Tolerance mendekati 1.

b. Besaran korelasi antar variabel independent

Pedoman suatu model regresi yang bebas dari multiko adalah

koefisien korelasi antar variabel independent haruslah lemah.

3) Uji Heteroskedastisitas

Tujuan dari uji hipotesis ini adalah untuk mengetahui apakah

varians residual antara satu observasi dengan observasi lainnya

dalam model regresi adalah tidak sama. Jika varians residual antara

observasi yang satu dengan observasi lainnya berbeda maka

dinamakan derajat anomali, dan model yang baik tidak memiliki

derajat anomali.
(Sulhan, 2009: 16)menyatakan bahwa uji koefisien korelasi

Spearman Rank digunakan untuk menguji heteroskedastisitas, yaitu

menghubungkan residual absolut hasil regresi dengan semua

variabel independen. Jika signifikansi hasil korelasi lebih kecil dari

0,05 (5%) maka persamaan regresi mengandung heteroskedastisitas,

begitu pula sebaliknya berarti non-heteroskedastisitas atau

homoskedastisitas. Uji heteroskedastisitas menggunakan uji

koefisien korelasi Spearman Rank yang menghubungkan residual

absolut hasil regresi dengan semua variabel independen

4) Uji Autokorelasi

Auto korelasi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan

kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Untuk mendeteksi ada

atau tidaknya korelasi maka dilakukan pengujian Durbin – Watson

(D – W) dengan ketentuan sebagai berikut (Santoso, 2000: 219):

a. Angka D-W di bawah -2 ada autokorelasi positif.

b. Angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada


autokorelasi.

c. Angka D-W di atas +2, berarti ada autorelasi negative.

2. Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda adalah regresi linier untuk

menganalisis besarnya hubungan dan pengaruh variabel independen

yang jumlahnya lebih dari dua (Suharyadi dan Purwanto, 2004:508).


Adapun persamaan model regresi berganda tersebut adalah

(Suharyadi dan Purwanto, 2011:210):

Y = a + b1X1 + b2X2 + …+bkXk

Keterangan:

Y : nilai prediksi dari Y

a : bilangan

konstan b1,b2,…,bk :

koefisien variabel bebas x1,x2,:

variabel independen

x1 : budaya organisasi

x2 : lingkungan kerja

Model regresi dalam penelitian ini dinyatakan sebagai berikut:

P (Y) = a + b1(BO)+b2(LO)

Keterangan:

P : Produktivitas

b1,b2 : Koefisien regresi

a : konstanta

Mendeteksi variabel X dan Y yang akan dimasukkan (entry)

pada analisis regresi di atas dengan bantuan software sesuai dengan

perkembangan yang ada, misalkan sekarang yang lebih dikenal oleh

peneliti SPSS. Hasil analisis yang diperoleh harus dilakukan

interpretasi (mengartikan), dalam interpretasinya pertama kali yang

harus dilihat adalah nilai F-hitung karena F- hitung menunjukkan uji


secara simultan (bersama - sama), dalam arti variabel X 1, X2, …Xn

secara bersama – sama mempengaruhi terhadap Y.

3. Uji Hipotesis

1) Uji Signifikan Simultan (Uji F)

Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas secara

bersama– sama terhadap variabel terikat.


Adapun langkah-langkah uji F atau uji simultan adalah:

a. Perumusan Hipotesis

Ho : Diduga variabel Guided Discovery Learning (X1) dan self

Regulated Learning (X2), secara bersama-sama tidak berpengaruh

terhadap prestasi (Y) mata pelajaran IPS kelas VI SD

H1: Diduga variabel Guided Discovery Learning (X1) dan self

Regulated Learning (X2), secara bersama-sama berpengaruh

terhadap prestasi (Y) mata pelajaran IPS kelas VI SD

b. Kriteria penolakan atau penerimaan

Ho diterima jika :

a. Fhitung ≤ F maka Ho diterima dan Ha ditolak ini berarti tidak


table

terdapat pengaruh simultan oleh variable X dan Y.

b. Fhitung≥ Ftabel maka Ho ditolak dan Ha diterima hal ini berarti terdapat

pengaruh yang simultan terhadap variable X dan Y.

4. Uji Signifikansi Pengaruh Parsial (Uji T)

Uji signifikan parsial (uji t) atau individu digunakan untuk menguji

apakah suatu variabel bebas berpengaruh atau tidak terhadap variable terikat

(Suharyadi dan Purwanto, 2011:228).

Adapun langkah untuk uji t atau uji parsial adalah:

1) Perumusan hipotesis

H0 = B1 = 0 Ha = B1 ≠ 0

H0 = B2 = 0 Ha = B2 ≠ 0
2) Menentukan daerah kritis

Daerah kritis ditentukan oleh nilai t-tabel dengan derajat bebas

n-k, dan taraf nyata α

3) Menentukan nilai t-hitung

Menurut Suharyadi dan Purwanto (2011:229) untuk menentukan

nilai t- hitung maka dengan cara:

Keterangan :

t = nilai uji t

r = koefisien relasi r

2= koefisien determinasi

n = jumlah sampel yang diobservasi

Hasil perhitungan ini selanjutnya di bandingkan dengan t tabel

dengan menggunkan tingkat kesalahan 0.05. Kriteria yang

digunakan sebagai dasar perbandingan sebagai berikut:

Ho diterima jika nilai thitung < ttabel atau nilai sig > α

Ho ditolak jika nilai thitung >ttabel atau nilai sig < α

4) Menentukan daerah keputusan

Daerah keputusan untuk menerima Ho atau menerima Ha.

5) Memutuskan hipotesis
Ho: Diterima jika t hitung t tabel

Ha: Diterima jika t hitung≥ t tabel

5. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi menunjukkan suatu proporsi dari varian

yang dapat diterangkan oleh persamaan regresi terhadap varian total.

Besarnya koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut:

Tambahkan daftar pustaka

Susunlah proposal lengkap. Mulai cover, kata pengatar, daftar isi


sampai daftar pustaka
93
94

Anda mungkin juga menyukai