Email: Afifadetu2911@Gmail.Com
ABSTRAK
rendahnya hasil belajar siswa kelas VI SD Negeri 2 Kotamobagu pada Mata Pelajaran IPS
Materi Proses Globalisasi, dari 12 siswa hanya 4 siswa (33,33 %) yang mencapai KKM
70.
Penelitian Pembelajaran ini dilaksanakan di SD Negeri 2 Kotamobagu pada siswa kelas VI
tahun pelajaran 2022/2023.Penelitian Perbaikan Pembelajaran ini dilaksanakan dengan
menggunakan dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari satu kali pertemuan dan
masing-masing siklus melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
Mutu pendidikan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan mutu peserta didik,
karena peserta didik merupakan pusat dari proses belajar mengajar.Oleh karena itu,
peningkatan mutu pendidikan harus dibarengi dengan peningkatan mutu peserta didik.
Meningkatnya kualitas siswa terlihat dari tingginya prestasi belajarnya, sedangkan tinggi
rendahnya prestasi belajarnya dipengaruhi oleh tingkat minat belajar peserta didik.
Penelitian ilmu sosial mempunyai banyak manfaat karena erat kaitannya dengan
kehidupan bermasyarakat. Hal ini perlu kita tanamkan sejak dini, mendidik generasi penerus
agar dibekali ilmu untuk menghadapi dunia ini.Saat ini masyarakat semakin menyadari
bahwa pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan dan kemajuan
umat manusia.Pendidikan merupakan suatu daya penggerak dalam kehidupan setiap
individu, mempengaruhi perkembangan fisik, energi, mental, sosial dan moral atau dengan
kata lain pendidikan merupakan daya penggerak yang mempengaruhi terhadap kemampuan,
kepribadian dan kehidupan setiap individu dalam perjumpaan dan kehidupannya.
berinteraksi dengan orang lain.dan hubungannya dengan Tuhan.Pendidikan adalah upaya
sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan pengajaran /pelatihan untuk
perannya di masa depan.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari segala sesuatu yang
membentuk masyarakat. Sebagai makhluk sosial, sangatlah perlu untuk meneliti,
mempelajari dan menerapkan hal-hal sosial yang sangat erat hubungannya dengan
masyarakat. Dengan mempelajari ilmu-ilmu sosial kita dapat menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari sehingga kita dapat berinteraksi dan peka terhadap lingkungan sekitar.
Ternyata pendidikan sosial yang kita kenal sebagai mata pelajaran sangat perlu dipelajari dan
diperdalam sebagai persiapan menghadapi kehidupan ini.
Jika ditelaah lebih lanjut, permasalahan sebenarnya bukan hanya terletak pada peserta
didik itu sendiri, melainkan juga pada guru itu sendiri sebagai pendidik.Penulis menemukan
bahwa penyebab kurang optimalnya hasil belajar siswa disebabkan oleh faktor yang
berhubungan dengan guru, yaitu:
Cara mengajar guru yang masih tradisional hanya berpegang pada instruksi dan kegiatan
pembelajaran yang monoton sehingga membuat siswa cepat bosan. Selama proses pengajaran di
kelas, guru harus berusaha semaksimal mungkin dalam merencanakan pembelajaran, menyiapkan
bahan, dan melaksanakan pembelajaran. Pemilihan metode pengajaran yang tepat dengan partisipasi
aktif siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir agar lebih kreatif dan kritis.
Rumusan mengenai pengertian IPS telah banyak dikemukakan oleh para ahli IPS atau
IPS.Di sekolah-sekolah Amerika, pengajaran ilmu sosial disebut ilmu sosial.Jadi, istilah IPS
merupakan terjemahan dari IPS.Dengan demikian, IPS dapat dipahami sebagai “kajian atau
studi tentang masyarakat”. Dalam IPS, guru dapat melakukan penelitian dari berbagai
perspektif sosial, seperti meneliti pengajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi,
antropologi politik-politik pemerintahan dan aspek psikologi sosial yang disederhanakan
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Istilah pengajaran IPS atau pembelajaran IPS merupakan istilah yang sejajar dengan
istilah pengajaran IPA.Menurut Profesor Madya. Menurut Nu'man Somantri, istilah ini
merupakan penegasan dan akibat wajar dari istilah IPS-IPA saja untuk dapat
membedakannya dengan pengajaran di tingkat universitas. Dalam filsafat sains, ilmu sosial,
dan pendidikan sains, istilah pengajaran IPS belum banyak dikenal sebagai subdisiplin atau
cabang dari suatu disiplin ilmu. Dalam kepustakaan luar negeri, istilah-istilah yang umum
digunakan antara lain IPS, pendidikan sosial, pengajaran IPS, pengajaran IPS, pendidikan
kewarganegaraan, sekolah IPS. Perbedaan antara istilah-istilah ini digunakan secara berbeda
tidak hanya antar negara tetapi juga antar negara dalam satu negara.
METODE
Metode pembelajaran problem solving (problem solving) adalah penggunaan metode dalam
kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu
masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau
secara bersama-sama.
Berhubungan dengan kepentingan orang banyak Mendukung tujuan atau kompetensi yang harus
dimiliki siswa sesuai kurikulum yang berlaku Sesuai dengan minat siswa sehingga siswa merasa
perlu untuk mempelajari Dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari model pembelajaran
problem solving banyak digunakan guru bersama dengan penggunaan model lainnya.
Dengan model pembelajaran ini guru tidak memberikan informasi dulu tetapi informasi
diperoleh siswa setelah memecahkan masalahnya. Pembelajaran pemecahan masalah berangkat
dari masalah yang harus dipecahkan melalui praktikum atau pengamatan.
Manfaat dari penggunaan model pembelajaran problem solving pada proses belajar mengajar untuk
mengembangkan pembelajaran yang lebih menarik. Menurut Djahiri (1983:133) model pembelajaran
problem solving memberikan beberapa manfaat antara lain :
1. Merumuskan masalah
2. Menelaah masalah
3. Menghimpun dan mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian hipotesis
4. Pembuktian hipotesis
5. Menentukan pilihan pemecahan masalah dan keputusan
Pembelajaran problem solving ini memiliki keunggulan dan kelemahan. Adapun keunggulan
model pembelajaran problem solving diantaranya yaitu melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan,
berpikir dan bertindak kreatif, memecahkan masalah yang di hadapi secara realistis, mengidentifikasi dan
melakukan penyelidikan, menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan, merangsang perkembangan
kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat, serta dapat membuat
pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan khususnya dunia kerja.
Sementara kelemahan model pembelajaran problem solving itu sendiri seperti beberapa pokok
bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misalnya terbatasnya alat-alat laboratorium
menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau
konsep tersebut. Dalam pembelajaran problem solving ini memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang
dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.
Dalam merancang model pembelajaran IPS terpadu dengan menggunakan pendekatan pemecahan
masalah, seyogyanya mendasarkan pada pemikiran kritis dan reflektif yang mengikuti proses kerja sebagai
berikut :
1. Menyadari adanya masalah.
2. Mencari petunjuk untuk pemecahannya.
3. Pikiran kemungkinan pemecahannya dan pendekatannya.
4. Ujilah kemungkinan-kemungkinan pemecahan tersebut dengan kriteria tertentu.
5. Pergunakan suatu pemecahan yang cocok dengan kriteria tertentu dan tanggalkan kemungkinan
pemecahan lain.
Kita perlu menyeleksi dalam memilih pendekatan pemecahan masalah di kelas bagi kepentingan proses
belajar mengajar. Oleh karena itu harus memperhatikan kriteria pemilihan masalah. Sebagai acuannya
adalah kriteria pemilihan masalah seperti yang dikemukakan Quillen dan Hanna, yakni :
a. Masalah itu bersifat umum dan berulang-ulang sehingga cukup dikenal dan menarik perhatian
siswa.
b. Masalah itu cukup penting dibahas di kelas
c. Masalah itu dapat mengembangkan kelas ke arah tujuan yang dikehendaki.
d. Melihat kemungkinan tersedianya bahan-bahan yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
e. Masalah itu dapat menjamin kelanjutan pengalaman belajar siswa.
Setelah masalah kita ketemukan, maka langkah selanjutnya adalah pemecahan masalah. Ada tiga model
pemecahan masalah yang dikemukakan oleh para ahli antara lain John Dewey, Brian Larkin, Lawrence
Senesh David Johnson dan Frank Johnson. Untuk lebih jelasnya marilah kita perhatikan uraian berikut.
c. Membuat/merumuskan hipotesis. Menghayati secara luas dan lengkap sebab akibat serta
alternatif pemecahan masalah tersebut.
d. Menhimpun, mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian hipotesis. Kecakapan mencari
dan menyusun data dan menvisualisasikan data dalam bentuk bagan, gambar, grafik dan lain-
lain
e. Pembuktian hipotesis. Kecakapan menelaah dan membahas data, menghubung-hubungkan
atau menghitung data terhadap hipotesis dan keterampilan mengambil keputusan dan
kesimpulan dari hal-hal di atas.
f. Menentukan pilihan pemecahan/keputusan. Kecakapan membuat, memilih dan menilai beserta
perhitungan akibat-akibat kelak.
2. Dr Brian Larkin konsultan kelompok bidang IPS-P3G di Malang 1978 mengemukakan langkah-
langkah pemecahan masalah sebagai berikut :
a. Definisi masalah
b. Identifikasi masalah
c. Analisis akibat
d. Penerapan kriteria
e. Pengambilan keputusan
3. Lawrence Senesh, Guru Besar Ekonomi pada Purdue University
mengemukakan langkah-langkah pemecahan masalah, terdiri tiga fase :
a. Fase motivasi
b. Fase pengembangan
c. Fase kulminasi
Hal ini didasarkan pada teori belajar spiral, dimana guru mulai dari hal yang sudah diketahui ke
hal yang belum diketahui, dari yang sederhana ke yang kompleks, dari yang mudah ke yang sulit dan dari
yang konkret ke yang abstrak
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada tahap ini yang dilakukan adalah menganalisis hasil pengamatan yang dilakukan di kelas berupa
lembar observasi, tes hasil belajar yang diperoleh pada akhir kegiatan pembelajaran. Seluruh data yang
diperoleh dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif.
Hasil analisis digunakan untuk merefleksi apakah hasil belajar siswa Kelas VI SD Negeri 2 Kotamobagu
dalam menggunakan model pembelajaran problem
solving. Aspek yang diamati dalam setiap siklusnya adalah kegiatan atau aktifitas siswa saat mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan model pembelajaran problem solving untuk meningkatkan
hasil belajar siswa Kelas VI SD Negeri 2 Kotamobagu pada mata pelajaran IPS Materi Proses Globalisasi
.
Data yang diambil adalah data kuantitatif dari hasil tes, presentasi, nilai tugas serta data kualitatif yang
menggambarkan keaktifan siswa, antusias siswa, partisipasi dan kerjasama dalam diskusi, kemampuan
atau keberanian siswa dalam melaporkan hasil. Instrument yang dipakai berbentuk: soal tes, observasi,
catatan lapangan. Data yang terkumpul dianalisis untuk mengukur indikator keberhasilan yang sudah
dirumuskan.
Dengan KKM 70
Tabel 4.1
Hasil Belajar Siswa Siklus I
Jumlah Skor 8 21
Rata-Rata Skor 2,64
Kategori CUKUP
Keterangan :
1 = Kurang 3 = Baik
2 = Cukup 4 = Sangat Baik
Tabel 4.3
Hasil Pengamatan Siswa Pada Siklus I
Keterangan
1 = Kurang
2 = Cukup
3 = Baik
4 = Sangat Baik
Siklus II
Tabel 4.2
Keterangan :
1 = Kurang 3 = Baik
2 = Cukup 4 = Sangat Baik
Tabel 4.6
Hasil Pengamatan Siswa Pada Siklus II
Keterangan
1 = Kurang
2 = Cukup
3 = Baik
4 = Sangat Baik
A. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Hasil belajar pada siklus 1 menunjukkan bahwa jumlah nilai keseluruhan adalah 690
dengan nilai rata-rata kelas 57,5 dan persentase ketuntasan 50 %.Hal ini menunjukkan bahwa KKM
belum tercapai.
Setelah dianalisa pelaksanaan perbaikan pada siklus 1, melaui lembar observasi dan diskusi
dengan observer maka ditarik kesimpulan bahwa penyebab tidak tercapainya KKM adalah :
1. Jumlah anggota dalam setiap kelompok terlalu banyak sehingga anggota kelompok yang lain
tidak aktif.
2. Penjabaran tugas untuk setiap kelompok tidak terlalu jelas sehingga siswa kurang memahami
tugas yang diberikan.
3. Guru tidak menggunakan alat peraga.
4. Tugas yang diberikan untuk didiskusikan siswa kurang merangsang daya pikir anak.
5. Motivasi yang diberikan guru kepada siswa tidak maksimal sehingga siswa tidak berani
mengemukan pendapatnya.
Berdasarkan kesimpulan tersebut maka pelaksanaan perbaikan perlu dilanjutkan pada siklus
II.Dengan memperhatikan hal-hal berikut :
1. Memperkecil jumlah anggota kelompok
2. Perlu menjabarkan tugas secara jelas untuk setiap kelompok
3. Alat peraga yang menunjang penerapan model pembelajaran problem solving perlu
dipersiapkan.
4. Guru perlu membangkitkan motivasi siswa agar terlibat aktif dalam kegiatan
pemabahasan dikelompok masing-masing.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut maka pada siklus II peningkatan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran IPS Materi Proses Globalisasi dengan menggunakan model
pembelajaran problem solving sangat signifikan.
Setelah menganlisa hasil belajar siswa pada siklus II menunjukkan bahwa jumlah nilai siswa 970
dengan rata-rata 80,83 dan ketuntasan mencapai 83,33%
Dengan model pembelajaran problem solving guru hanya mengarahkan strategi yang efektif
dan efisien yaitu belajar bagaimana cara belajar ( learning how to learn). Dalam metode learning
how to learn guru hanya sebagai guide (pemberi arah/petunjuk) untuk membantu siswa jika
menemukan kesulitan dalam mempelajari dan menyelesaikan masalah. Melalui metode learning
how to learn siswa dapat mengeksplorasi dan mengkaji setiap persoalan, setiap kasus tentang
Materi Proses Globalisasi
Dalam model pembelajaran problem solving melalui diskusi kelompok guru dapat
mengamati karakteristik atau gaya belajar masing-masing siswa. Ada kelompok siswa yang lebih
suka membaca daripada dibacakan kasusnya oleh orang lain. Siswa yang lebih suka membacakan
kasus dalam hal ini tergolong kepada siswa yang memiliki potensi atau modalitas visual (gaya
belajar visual). Sedangkan siswa yang lebih suka berdialog, saling mngajukan argumentasi dengan
cara mendengarkan siswa yang lain sewaktu menyampaikan pendapatnya baru kemudian
menyampaikan pendapatnya tergolong kepada siswa yang memiliki potensi atau modalitas
Auditorial (gaya belajar Auditorial). Dan siswa yang dengan lugas, lincah dan fleksibel, selain
melihat, mendengar uraian dari siswa yang lain, dia juga mengakomodir semua permasalahan,
mampu membuktikan teori kedalam praktek, mampu memecahkan masalah secara rasional,
tergolong kepada kelompok belajar yang memiliki potensi atau modalitas Kinestetik (gaya belajar
Kinestetik). Kelompok kinestetik ini tergolong kepada tipe belajar konvergen dimana siswa
memiliki kekuartan otak kiri lebih dominan dan cenderung bertanya dengan menggunakan kata
tanya “How” (bagaimana).
Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas diatas prosentasi ketercapaian pada siklus
pertama mengalami peningkatan yang signifikan pada siklus kedua, maka dapat disimpulkan
bahwa dengan penggunaan model pembelajaran problem
solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas VI SD Negeri 2 Kotamobagu pada mata
pelajaran IPS Materi Proses Globalisasi .
KESIMPULAN
Arends, Richard I. (2008) . Learning to Teach Belajar untuk Mengajar. (Edisi Ketujuh/ Buku Dua).
Terjemahan Helly Pajitno Soetjipto & Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Arikunto (2003) .Penelitian Tindakan Kelas .Jakarat .PT Rineke Cipta
Prof. Muhammad Numan Somantri, M..Sc., Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2001
.S. Hamid Hasan (1998) Proses Berpikir Kreatif .Bandung.UPI Press. Supriatna, N. (2007).