Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Memasuki milennium ketiga dewasa ini, bangsa Indonesia dihadapkan pada

permasalahan multidimensi yang menyentuh berbagai tatanan kehidupan mendasar

manusia. Bukan hanya berkaitan dengan aspek ekonomi, melainkan juga aspek sosial,

budaya, dan akhlak. Krisis pada aspek sosial sudah sampai pada bentuk yang cukup

memprihatinkan. Penyimpangan prilaku social tidak hanya diperlihatkan oleh para

siswa, tetapi juga para mahasiswa, bahkan orang dewasa dalam bentuk prilaku

kekerasan, pemaksaan kehendak, pengrusakan, konflik antar kelompok serta tawuran.

Pada kalangan siswa sekolah dasar seperti juga masyarakat pada umumnya, gejala

masalah pribadi dan sosial ini tampak dalam prilaku keseharian. Sikap-sikap

individualistis, egoistis, acuh tak acuh, kurangnya rasa tanggung jawab, malas

berkomunikasi, serta rendahnya empati merupakan fenomena yang menunjukkan

adanya kehampaan nilai sosial dalam kehidupan sehari-hari.

Gejala-gejala tersebut tentunya berimplikasi pada sector pendidikan. Salah

satu permasalahan yang dihadapi oleh pendidikan di Indonesia adalah rendahnya

mutu pendidikan pada setiap jenjang pendidikan, khususnya pendidikan dasar. Oleh

karena itu, peningkatan mutu pendidikan nasional merupakan kebutuhan yang

seharusnya menjadi prioritas utama dalam program pembangunan bangsa.


2

Fenomena rendahnya mutu pendidikan secara sistematis dapat ditelaah dari aspek

input, proses, dan output. Perbaikan, pengembangan, dan inovasi pendidikan ketiga

aspek tersebut membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Sampai saat ini, persoalan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah

rendahnya mutu pendidikan di setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya

pendidikan dasar dan menengah. Hal tersebut disebabkan oleh komponen

pembelajaran di sekolah, termasuk kurikulum, guru, sarana dan prasarana di sekolah,

dan sebagainya.

Rendahnya mutu pendidikan tersebut dapat diatasi melalui pelatihan

peningkatan kualitas guru, penyempurnaan kurikulum secara periodik, perbaikan

sarana dan prasarana pendidikan, sampai dengan peningkatan mutu pengolahan

manajemen sekolah.

Khusus dalam lingkup di kelas peningkatan hasil belajar ilmu pengetahuan

sosial di kelas IV SD Negeri Manjalling Kec Bajeng Barat Kab. Gowa pada beberapa

tahun terakhir ini menunjukkan adanya fluktuasi daya serap siswa pada mata

pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Demikian halnya dengan ketuntasan materi

pelajaran yang kurang memenuhi standar. Pada sisi yang lain, terdapat pula kenyataan

bahwa siswa kurang termotivasi mencapai peringkat di dalam kelas. Hal ini di ukur

oleh adanya kecenderungan siswa bersikap pasif terhadap kegiatan belajar di sekolah

sehingga berdampak terhadap prestasi belajar siswa.

Dalam pembelajaran IPS di sekolah, khususnya di kelas IV SD Negeri

Manjalling Kec.Bajeng Barat Kab.Gowa bahwa guru sering berhadapan dengan


3

berbagai keluhan siswa tentang pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Misalnya,

membosankan, tidak menarik, bahkan seakan-akan hanyalah pelajaran yang tidak

penting. Faktor yang menyebabkan adalah porsi bahan ajar yang tidak sesuai dengan

perkembangan intelektual siswa. Selain itu, faktor variasi pendekatan, strategi, dan

materi pelajaran dalam proses belajar mengajar yang tidak sesuai dengan kondisi

siswa.

Fenomena lain yang tampak selama ini di kelas terteliti bahwa hasil belajar

siswa akhir-akhir ini bersifat fluktuasi. Hal ini berarti bahwa keberhasilan siswa

ditentukan oleh materi, bukan atas sistem pembelajaran yang ditetapkan oleh guru.

Sementara yang diharapkan adalah hasil belajar siswa tetap meningkat dari masa ke

masa tanpa melihat materi tertentu. Dalam hal ini, hasil belajar siswa pada semua

materi adalah sama, yaitu mencapai standar yang telah ditetapkan.

Demikian halnya dengan hasil belajar sebelum menggunakan model

pembelajaran artikulasi yang sangat rendah. Di antara 42 orang murid masih ada 75%

murid yang memperoleh nilai 5,5 ke bawah. Hal ini berarti sekitar 75% orang murid

ini dinyatakan belum memenuhi standar nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

untuk bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial.

Masalah yang timbul dalam proses belajar mengajar sebagaimana uraian

tersebut disebabkan oleh kurangnya hubungan komunikatif antara guru dan siswa.

Serta siswa dengan siswa lainnya sehingga proses interaksi menjadi vakum. Jadi

untuk menciptakan suasana yang kooperatif dan interaktif, guru harus cermat memilih

dan menerapkan model pembelajaran artikulasi.Model pembelajaran artikulasi adalah


4

model pembelajaran yang prosesnya seperti pesan berantai artinya apa yang telah

diberika oleh guru seorang siswa wajib meneruskan menjelaskannya kepada siswa

lain (pasangan kelompoknya).

Salah satu model pembelajaran yang lebih tepat digunakan dalam

meningkatkan pembelajaran kelas IV SD Negeri Manjalling Kec.Bajeng Barat Kab.

Adalahmodel pembelajaran artikulasi. Mengacu pada model pembelajaran artikulasi,

maka segala problematika pembelajaran selama ini dapat diselesaikan. Hal ini

dinyatakan karena model pembelajaran artikulasi pada dasarnya strategi belajar yang

mengutamakan kerjasama antar individu dan kelompok. Dengan demikian, tidak ada

siswa yang belajar sendiri-sendiri, tetapi belajar secara bermasyarakat dengan siswa

lain.

Model pembelajaran artikulasi lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa

serta siswa lebih dituntut untuk bias berperan sebgai penerima pesan sekaligus

berperan sebagai penyampai pesan. Oleh sebab itu, penulis berinisiatif melakukan

penelitian dengan judul: “Meningkatkan hasil belajar ips melalui model pembelajaran

artikulasi pada siswa kelas IV sd negeri manjalling kec.bajeng barat kab.gowa”. Judul

ini dipilih dengan alasan bahwa penelitian yang relevan di kelas terteliti belum pernah

dilakukan. Sebelumnya, sementara banyak kasus pembelajaran di kelas ini yang

belum ditemukan indikasinya. Dengan demikian hasil penelitian ini diharapkan dapat

mengatasi segala problematika yang selama ini menghambat peningkatan hasil

belajar IPS siswa. Dengan demikian, model pembelajaran artikulasi tersebut dapat
5

digunakan dalam pembelajaran IPS secara kontinyu sehingga prestasi siswa semakin

meningkat.

A.Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: “Apakah dengan menggunakan model pembelajaran artikulasi

dapat meningkatkan hasil belajar ips pada siswa kelas IV SD Negeri Manjalling

Kec.Bajeng Barat Kab.Gowa.

B.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Manjalling Kec.bajeng

Barat Kab.Gowa melalui penerapan model pembelajaran artikulasi.

B. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :

a. Bagi Peneliti : Sebagai suatu pengalaman dalam menerapkan salah satu model

pembelajaran artikulasi.

b. Bagi siswa : Diharapkan dapat meningkatkan semangat dan motivasi belajar

khususnya dalam ilmu pengetahuan sosial (IPS).

c. Bagi guru : Sebagai acuan dan motivasi untuk mengembangkan model

pembelajaran artikulasi .

d. Bagi kepala sekolah : Sebagai suatu masukan dalam upaya memperbaiki dan

meningkatkan mutu pendidikan khususnya mutu pendidikan dasar.


6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teori

1. Pengertian Belajar

Belajar didefinisikan oleh banyak ahli dengan reaksi yang berbeda-beda,

berbagai definisi tersebut pada hakekatnya memiliki pengertian dan prinsip serta

tujuan yang sama, berikut ini beberapa kutipan dari berbagai ahli pembelajaran.

Menurut Slameto (2003: 2) “belajar ialah suatu proses yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Menurut Haling (2007: 2) Belajar pada manusia merupakan suatu proses

psikologis yang berlangsung alam interaksi aktif subjek dengan lingkungan dan

menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan

keterampilan bersifat konstan/menetap. Perubahan- perubahan itu dapat berupa

sesuatu yang baru yang segera nampak dalam perilaku yang nyata.

Menurut Wingkel (1996: 12) “Belajar adalah proses orang memperoleh

berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap”. Sementara M.E.B. Gelder dalam

Jusmawati (2007: 8) mengatakan “Belajar adalah suatu perkembangan dari seseorang

yang dinyatakan dalam cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan

latihan”. Sedang menurut Sudjana (2000: 28) Bahwa perubahan sebagai hasil dari

proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pada aspek
7

pengetahuan, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta

perubahan aspek -aspek lain yang ada pada diri seseorang. Sedangkan menurut

Hamalik (2001: 27) mengemukakan bahwa “Belajar adalah modivikasi atau

memperteguh kelakukan melalui pengalaman”. Belajar merupakan suatu proses,

suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat,

akan tetapi lebih luas dari itu yakni mengalami.

Dari beberapa pendapat tentang belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa

belajar adalah proses psikologis, pengalaman dan latihan yang menghasilkan

perubahan tingkah laku yang berorentasi pada lingkungan, perubahan tingkah laku

yang dimaksud adalah perubahan pengetahuan, keterampilan dan kecakapan.

2. Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mujiono (2006: 200) “Hasil belajar adalah hasil yang

dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran, yang ditandai

dengan skala nilai berupa huruf, kata, atau simbol”. Hasil belajar seringkali

diasumsikan sebagai cermin kualitas suatu sekolah. Dengan hasil belajar yang

diperoleh, guru akan mengetahui apakah metode serta media yang digunakan sudah

tepat atau belum. Jika sebagian besar siswa memperoleh angka jelek pada penelitian

yang diadakan, mungkin hal ini disebabkan oleh metode dan media yang digunakan

kurang tepat. Apabila demikian halnya, Arikunto (2009: 7) mengatakan “bahwa guru

harus mawas diri dan mencoba mencari metode dan media lain dalam mengajar”.
8

Pelaksanaan pembelajaran, pengukuran hasil belajar bertujuan untuk

mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku pembelajar setelah selesai

mengikuti suatu kegiatan belajar. Menurut Haling (2007: 108) mengatakan “bahwa

angka atau skor sebagai hasil pengukuran mempunyai makna jika dibandingkan

dengan patokan sebagai batas yang menyatakan bahwa pebelajar telah menguasai

secara tuntas materi pelajaran tersebut”.

Penilaian hasil belajar dinilai dengan ukuran-ukuran guru, tingkat sekolah dan

tingkat nasional. Dengan ukuran-ukuran tersebut seorang siswa dapat digolongkan

lulus atau tidak lulus. Jika digolongkan lulus maka dapat dikatakan proses belajar

siswa dan tindak mengajar guru “berhenti” sementara. Jika digolongkan tidak lulus,

terjadilah proses belajar ulang bagi siswa dan mengajar ulang bagi guru.

Faktor -faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat


digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor
ekstern”. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang
sedang belajar, antara lain: (a) faktor jasmaniah, (b) faktor psikologis, dan
(c) faktor kelelahan. Sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar
individu, antara lain: (a) faktor keluarga, (b) faktor sekolah, dan (c) faktor
masyarakat. Slameto (2003: 54)

3. Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Pengorganisasian bahan pengajaran IPS di SD sumbernya dari berbagai ilmu

sosial yang diintegrasikan menjadi satu ke dalam mata pelajaran. Dengan demikian

pengajaran IPS di SD merupakan bagian integral dari bidang studi. Namum ketika

membicarakan suatu topik yang berkaitan dengan sejarah, bahan – bahan pengajaran
9

bisa dibicarakan secara lebih tajam. Ada dua bahan kajian IPS, yaitu bahan kajian

pengetahuan sosial mencakup lingkungan sosial, yang terdiri atas ilmu bumi,

ekonomi dan pemerintahan dan bahan kajian sejarah meliputi perkembangan

masyarakat Indonesia sejak lampau hingga masa kini.

Mengajar sejarah pada tingkat sekolah dasar memerlukan stimulant yang

besar serta berbagai variasi pendekatan untuk mendapatkan partisipasi peserta didik.

Akan tetapi kondisi kelas juga harus tetap dijaga supaya tidak kehilangan kendali dan

disiplin. Selain itu diharapkan juga pengajar harus selalu antusias dalam menembah

pengetahuan pribadinya terhadap pengetahuan sejarah. Hal ini dimaksudkan untuk

menghindarkan suasana kelas yang pasif dan membosankan. Menurut Hartono

Kasmadi (2001 : 152) ada tiga kegiatan yang dapat diterapkan oleh guru sejarah

untuk meningkatkan partisipasi peserta didik dalam kelas, yaitu : (1) partisipasi

peserta didik melalui ketrampilan latihan, (2) partisipasi peserta didik melalui

penelitian, dan (3) partisipasi peserta didik melalui Diskusi.

Dalam partisipasi peserta didik melalui ketrampilan latihan, yang bias

dilakukan ialah dengan membuat catatan. Hal ini disebabkan karena buku catatan.

mampu menyimpan semua hasil belajar di kelas, seperti ringkasan, diagram, chart

dan gambar. Dalam partisipasi peserta didik melalui penelitian, yang dilakukan

berupa pengembangan bahan pelajaran dengan membuat suatu kegiatan proyek yang

dapat memberikan motivasi kepada peserta didik yang ”enggan” mempelajari sejarah.

Sedangkan dalam partisipasi peserta didik dilakukan melalui diskusi merupakan salah

satu aktivitas yang dapat melatih kemampuan mental peserta didik dalam menghadapi
10

situasi tertentu, karena mental merupakan isi penting dalam perkembangan peserta

didik. Peserta didik yang aktif dalam kegiatan ini akan terlatih berpikir kritis dan

mengembangkan kerangka jiwanya untuk menghadapi setiap masalah, membentuk

pengertian terhadap fakta sejarah dan melatih dirinya untuk membuat suatu

kesimpulan. Bahannya tidak berbentuk permasalahan atau pertanyaan saja, tetapi

dapat pula berupa diskusi setelah mereka mengamati suatu model dramatisasi

peristiwa sejarah yang diperagakan oleh temannya.

Perumusan tujuan pengajaran sangat penting untuk dilakukan karena tujuan

merupakan tolok ukur keberhasilan seluruh proses belajar mengajar yang telah

dilakukan, secara umum tujuan pengajaran IPS sebagai berikut :

a. Aspek Pengetahuan / Pengertian

1. Menguasai pengetahuan tentang aktivitas-aktivitas manusia di waktu yang

lampau baik dalam aspek eksternal maupun internal.

2. Menuasai pengetahuan tentang fakta-fakta khusus (unik) dari peristiwa masa

lampau sesuai dengan waktu, tempat, serta kondisi pada waktu

3. terjadinya peristiwa tersebut.

4. Menguasai pengetahuan tentang unsur-unsur umum (generalisasi) yang

terlihat pada sejumlah peristiwa masa lampau.

5. Menguasai tentang unsur perkembangan dan peristiwa-peristiwa masa lampau

yang berlanjut (bersifat kontinuitas) dari periode satu ke periode berikutnya

yang menyambungkan peristiwa masa lampau dengan peristiwa masa kini.


11

6. Menumbuhkan pengertian tentang hubungan antara fakta satu dengan fakta

lainnya yang berangkai secara kognitif (berkaitan secara intrinsik).

7. Menumbuhkan keawasan (awareness) bahwa keterkaitan fakta lebih penting

dari pada fakta-fakta yang berdiri sendiri.

8. Menumbuhkan keawasan tentang pengaruh-pengaruh sosial cultural terhadap

peristiwa sejarah.

9. Sebaliknya juga menumbuhkan keawasan tentang pengaruh sejarah terhadap

perkembangan sosial dan kultural masyarakat.

10. Menumbuhkan pengertian tentang arti serta hubungan peristiwa masa lampau

bagi situasi masa kini dalam prespektifnya dengan situasi yang akan datang.

b. Aspek Pengembangan Sikap.

1. Penumbuhan kesadaran sejarah pada murid terutama dalam artian agar

2. mereka mampu berpikir dan bertindak (bertingkah laku dengan rasa

tanggung jawab sejarah sesuai dengan tuntutan zaman pada waktu mereka

hidup).

3. Penumbuhan sikap menghargai kepentingan/kegunaan pengalaman masa

lampau bagi hidup masa kini suatu bangsa.

4. Sebaliknya juga penumbuhan sikap menghargai berbagai aspek kehidupan

masa kini dari masyarakat di mana mereka hidup yang merupakan hasil dari

pertumbuhan di waktu yang lampau.


12

5. Penumbuhan kesadaran akan perubahan-perubahan yang telah dan sedang

berlangsung di suatu bangsa diharapkan menuju pada kehidupan yang lebih

baik di waktu yang akan datang.

c. Aspek Ketrampilan.

1. Sesuai dengan trend baru dalam pengajaran IPS maka pelajaran IPS di sekolah

diharapkan juga menekankan pengembangan kemampuan dasar di kalangan

murid berupa kemampuan heuristik, kemampuan kritik, ketrampilan

menginterpretasikan serta merangkaikan fakta-fakta dan akhirnya juga

ketrampilan menulis.

2. Ketrampilan mengajukan argumentasi dalam mendiskusikan masalah–

masalah dan mencari hubungan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya atau

dari zaman masa kini dan lain-lain.

3. Ketrampilan menelaah secara elementer buku-buku terutama yang

menyangkut keanekaragaman IPS dan sejarah.

4. Ketrampilan mengajukan pertanyaan-pertanyaan produktif di sekitar masalah

keanekaragaman IPS dan sejarah.

5. Ketrampilan mengembangkan cara-cara berpikir analitis tentang masalah-

masalah sosial historis di lingkungan masyarakatnya.

6. Ketrampilan bercerita tentang peristiwa sejarah secara hidup.

Untuk bisa mengetahui berhasil tidaknya tujuan pembelajaran IPS

perlu dikakukan pengukuran. Pengukuran tersebut bisa berupa penilaian

atau data pembuktian yang akan mengukur sampai dimana tingkat


13

kemampuan dan keberhasilan peserta didik mencapai tujuan kurikulum /

pengajaran ( Sugito, 1994:115). Pengukuran di sini bisa dilakukan secara tertulis atau

berdasar hasil pengamatan, untuk kemudian dituangkan dalam skala penilaian atau

skoring.

Pengukuran sifatnya relatif, karena komponen yang diukur disesuaikan

dengan tujuan pembelajaran. Tidak semua materi pembelajaran IPS dipakai alat

pengukur yang sama. Evaluasi adalah usaha untuk mengetahui sampai dimana

kegiatan mencapai sasaran (Winkel,1983:151). Atas dasar hal tersebut Muhamad

Ali (1987:113) mengemukakan manfaat evaluasi ditinjau dari pelaksanaannya, yaitu

evaluasi formatif yang dilaksanakan setiap kali selesai pelajaran. Suatu unit pelajaran

tertentu sebagai alat penilai proses belajar mengajar suatu unit bahan tertentu.

Sedangkan ebaluasi sumatif dilaksanakan setiap akhir pengajaran, seperti tengah

semester atau akhir semester.

Evaluasi merupakan suatu program yang mempunyai manfaat untuk menilai

hasil pencapaian peserta didik terhadap tujuan suatu program pelajaran dalam suatu

periode tertentu. Nursi (1980:123) mengemukakan ada 4 fungsi evaluasi dalam

rangka pengajaran IPS antara lain:

1. Untuk mengungkapkan penguasaan peserta didik terhadap materi yang

telah diperolehnya pada proses belajar mengajar IPS, termasuk kemampuan

dan ketidak mampuan serta kekuatan dan kelemahan dalam penguasaan

materi IPS.
14

2. Untuk menentukan kelemahan-kelemahan materi, metode, media

pengajaran, dan tujuan yang telah dilaksakan sebagai dasar untuk

memperbaiki dan menyempurnakan.

3. Untuk mengungkapkan terpenuhi tidaknya tugas guru dalam proses

belajar mengajar yang telah dilakukan.

4. Untuk mengungkap tingkat perkembangan peserta didik secara

individual, yang selanjutnya digunakan untuk membimbing

pertumbuhan potensi yang ada secara maksimal dan berkesinambungan.

Tes diberikan untuk mengukur potensi lebih lanjut setelah melaksanakan

proses pada pembelajaran IPS. Teknik tes yang digunakan dalam evaluasi dpat

dibedakan atas tes lisan, tes tindakan dan tes tertulis (Ali 1987:116). Cara mengukur

prestasi belajar bisa menggunakan tes yang sudah distandarisasi dan bisa juga tes

dimana butir-butir tesnya dibuat sendiri oleh guru. Suatu tes harus memenuhi

persyaratan yairu: memiliki validitas (artinya bila diuji coba dimana saja, kapan saja

dan pada kondisi apapun ) pada obyek yang standar/ sejenis bisa dilaksanakan

bersifat reliabilitas dalam pengertian tetap tidak berubah-ubah, objective, praktis dan

ekonomis. (Arikunto,1987:57).

Tes yang diberikan kepada peserta didik dalam penelitian ini dibuat dan

dilakukan oleh guru sendiri, dengan memperhatikan rambu-rambu yang telah

ditetapkan ileh instansi terkait. Tes yang diberikan kepada peserta didik sifatnya lisan

dan tertulis. Tes Lesan diberikan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil belajar

siswa dalam hal sikap, perilaku mencakup aspek afektif dan psikomotorik. Sedangkan
15

tes tertulis lebih bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang kemampuan kognitif

peserta didik.

4. Metode Pembelajaran

Metode atau ”model” diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan

sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam pembelajaran, istilah

model diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang

sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan

belajar. Menurut Haling (2007: 27) model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman

bagi pembelajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan yang digunakan sebagai

pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial.

Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan,

termasuk didalamnya tujuan pengajaran, tahap dalam kegiatan belajar, langkah

belajar, dan pengalaman lingkungan siswa.

Menurut Arends dalam Fatmawati (2008: 10) Memilih istilah model

pembelajaran berdasarkan dua alasan penting, pertama istilah model mempunyai

makna yang lebih luas dari pada strategi. Kedua, model dapat berfungsi sebagai

sarana komunikasi yang penting, apakah yang dibicarakan tentang mengajar di

sekolah atau praktek mengawas anak. Model diklasifikasikan berdasarkan tujuan,

sintaksis, dan sifat lingkungan belajarnya.


16

Menurut Fatmawati (2008: 11) Istilah model pembelajaran memiliki empat

ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi atau metode tertentu yaitu (i) rasional

teoritik yang logis yang disusun oleh penciptanya, (ii) tujuan pembelajaran yang

hendak dicapai, (iii) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut

berhasil, (iv) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran tercapai.

5.Model pembelajaran artikulasi

Artikulasi atau articulate terjemahan dalam kamus diartikan sebagai hal yang

nyata,sesuatu yang benar diajarkan.Ujaran atau ucapannya benar menurut

pembentukan pola ucapan setiap bunyi bahasa untuk membentuk kata.Pembelajaran

kooperatif tipe artikulasi merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa aktif

dalam pembelajaran dimana siswa dibentuk menjadi kelompok kecil yang masing-

masing siswa dalam kelompok tersebut memounyai tugas mewawancarai teman

sekolompoknya tentang materi yang baru dibahas itu.Pembelajaran kooperatif tipe

artikulasi prosesnya seperti pesan berantai,artinya apa yang telah diberikan giru,

siswa wajib meneruskan menjelaskan pada siswa lain atau pasangan

kelompoknya.Disinilah keunikan model pembelajaran ini.Siswa dituntut untuk bisa

berperan sebagai penerima pesan sekaligus berperan sebagai penyampai pesan.

Langkah-langkah model pembelajaran artikulasi adalah sebagai berikut :

1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai

2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa

3. Untuk mengetahui daya serap siswa,bentuklah kelompok berpasangan 2 orang


17

4. Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang

baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-

catatan kecil kemudian berganti peran.Begitu pila kelompok lainnya.

5. Menugaskan siswa secara bergiliran atau diacak menyampaikan hasil

wawancaranya dengan teman pasangannya sampai sebagian siswa sudah

menyampaikan hasil wawancaranya.

6. Guru mengulangi atau menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum

dipahami.

7. Kesimpulan/penutup.

Kelemahan dan kelebihan model pembelajaran artikulasi adalah sbb:

A. Kelemahannya

 Untuk mata pelajaran tertentu

 Waktu yang dibutuhkan banyak sedangkan materi yang didapat sedikit

 Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor

 Lebih sedikit ide yang muncul

 Jika ada perselisihan tidak ada penegah

B.Kelebihannya

 Semua siswa terlibat (mendapat peran )

 Melatih kesiapan siswa


18

 Melatih daya serap pemahaman dari orang lain

 Cocok untuk tugas sederhana

 Interaksi lebih mudah

 Meningkatkan partisipasi anak

 Lebih mudah dan cepat membentuknya

Manfaat penggunaan model pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan

sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran

tutorial.

Manfaat model pembelajaran adalah sebagai berikut :

 Model dapat menjelaskan beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia

 Model dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil observasi dala

penelitian

 Model dapat menyederhanakan suatu proses yang bersifat kompleks

 Model dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan


19

B. Kerangka Pikir

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran merupakan inti aktivitas pendidikan. Oleh

karena itu, perlu mendapat perhatian yang serius agar dapat melibatkan siswa secara

aktif dan dapat terjadi interaksi antara siswa dengan guru, begitu pula antara siswa

dengan siswa atau multi interaksi.

Untuk dapat menciptakan multi interaksi dalam proses pembelajaran, maka

guru harus mampu memilih model yang tepat sesuai dengan materi pembelajaran.

Model pembelajaran yang diterapkan guru adalah salah satu faktor yang menentukan

keberhasilan dalam prestasi belajar mengajar. Pemilihan model pembelajaran yang

tidak tepat dapat menurunkan motivasi dan minat belajar siswa sehingga tujuan

pembelajaran tidak tercapai secara optimal. Apabila dikaji lebih lanjut berdasarkan

teori yang telah ada maka salah satu alternatif peningkatan hasil belajar siswa di

sekolah adalah penggunaan model pembelajaran artikulasi sebab pembelajaran jenis

ini selain dapat membangkitkan minat dan motivasi siswa juga dapat menjadikan

perbedaan setiap individu menjadi bahan pembelajaran, bukan menjadi masalah.

Berdasarkan dari uraian kerangka pikir di atas, diharapkan hasil belajar,

kebersamaan dan kepemimpinan siswa dapat meningkat melalui model pembelajaran

artikulasi.
20

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah

“Melalui penerapan model pembelajaran artikulasi, maka semua siswa prestasi

belajarnya mencapai nilai minimal 6,0.


21

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research)

dan dalam pelaksanaannya meliputi 4 tahap yaitu : perencanaan tindakan, observasi

dan refleksi.

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian akan dilaksanakan di SD 108 Tonasa Kecamatan

Sanrobone Kabupaten Takalar.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas V di SD 108 Tonasa Kecamatan

Sanrobone Kabupaten Takalar yang berjumlah 42 orang, laki-laki 18 orang

dan perempuan 24 orang.

C. Faktor-Faktor Yang Diselidiki

Untuk mampu menjawab permasalahan di atas ada beberapa faktor yang ingin

diselidiki, yaitu :

a. Faktor proses yaitu pembelajaran IPS dengan kooperatif tipe Number

Head Together (NHT) dan melihat bagaimana keaktifan siswa dalam

proses pembelajaran.
22

b. Faktor hasil yaitu melihat hasil belajar akhir dari proses belajar mengajar

yang dapat dilihat dari hasil tes belajar.

D. Rencana Tindakan

Tindakan penelitian yang direncanakan dilaksanakan selama 4 minggu untuk

satu kali siklus.

E. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian akan digunakan metode tindakan 2 (dua) siklus. Siklus ini

dimaksudkan untuk mengetahui penerapan metode pembelajaran tipe kooperatif tipe

Number Head Together (NHT) pada mata pelajaran IPS untuk meningkatkan hasil

belajar siswa, selain itu siklus I digunakan sebagai komparasi atau pembanding

dengan pembelajaran pada siklus II. Langkah-langkah yang digunakan dalam siklus

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Siklus I

a. Perencanan

Pada siklus I peneliti menyusun rencana pembelajaran yag berisi 1) judul,

yang meliputi jenis mata pelajaran, jenjang pendidikan, tema, kelas,

semester, alokasi waktu, 2) skenario pembelajaran, meliputi kegiatan,

pendahuluan, kegiatan inti, penutup, 3) alat dan bahan 4) strategi

pembelajaran, 5) sarana dan sumber belajar 6) jenis penelitian.

b. Tindakan

Langkah awal tahap ini adalah guru mengadakan kegiatan apersepsi

singkat dengan menceritakan yang berhubungan dengan materi pelajaran


23

IPS, bertanya jawab dan menyampaikan tujuan pembelajaran serta

memberitahukan kompetensi yang harus dicapai siswa. Kegiatan

selanjutnya guru memberikan materi pelajaran IPS. Kemudian guru

meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil. Kemudian guru

memberikan sub-sub materi pelajaran yang sudah didesain dalam bentuk

kertas kecil yang dibagikan ke semua kelompok. Selajutnya semua

kelompok menganalisa, mendiskusikan dan membahas materi pelajaran

tersebut. Pada akhir pembelajaran, guru merefleksi pembelajaran bersama

siswa dengan memberikan simpulan.

c. Observasi

Peneliti mengamati perilaku siswa selama proses pembelajaran

berlangsung, yaitu mengamati sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran

dengan metode pembelajaran kooperatif Number Head Together (NHT),

keaktifan siswa dalam bertanya dan menanggapi pendapat teman serta

keseriusan dalam mengikuti pembelajaran dari awal sampai akhir.

d. Refleksi

Peneliti menganalisis hasil pengamatan dengan berdasarkan atas hasil

pembelajaran materi IPS dengan menggunakan metode pembelajaran

Number Head Together (NHT) dan perilaku belajar siswa selama

mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Sejauh mana siswa

aktif berinteraksi antara guru dengan siswa atau siswa dengan siswa dan

melihat kemampuan intelektual siswa dalam memahami materi pelajaran.


24

Analisa terhadap hasil penerapan metode pembelajaran Number Head

Together (NHT) pada siklus I ini akan digunakan sebagai pembanding

dalam tindakan siklus II.

2. Siklus II

Siklus II ini dilakukan sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar

siswa pada materi pelajaran IPS melalui penerapan metode pembelajaran

kooperatif tipe Number Head Together (NHT) sekaligus digunakan untuk

mengetahui peran serta siswa selama mengikuti proses pembelajaran.

Penilaian proses dan penilaian hasil ini merupakan satu kesatuan yang

dijadikan bahan acuan peneliti untuk mengetahui peningkatan kemampuan

dan perubahan perilaku belajar siswa pada mata pelajaran IPS.

a. Perencanaan

Pada siklus II peneliti menyusun rencana pembelajaran yang berisi 1) judul,

yang meliputi jenis mata pelajaran, jenjang pendidikan, tema, kelas, semester,

alokasi waktu, 2) skenario pembelajaran meliputi kegiatan

pendahuluan,kegiatan inti, penutup, 3) alat dan bahan, 4) strategi

pembelajaran 5) sarana dan sumber belajar, 6) jenis penilaian.

b. Tindakan

Langkah awal yang dilakukan dalam siklus II ini tidak jauh berbeda dengan

siklus I. Setelah mengetahui kekurangan yang terdapat dalam siklus I, peneliti

akan mencoba memperbaiki pada silkus II untuk menghindari kesalahan yang

sama dalam siklus I. Berdasarkan hasil tindakan siklus I diketahui bahwa


25

siswa masih merasa kesulitan dalam penerimaan materi pelajaran IPS melalui

metode pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT). Bagian-

bagian yang masih sulit dipahami oleh siswa menjadi perhatian peneliti untuk

ditindaklanjuti dalam siklus II. Kegiatan yang dilakukan sama dengan

kegiatan yang telah dilakukan pada siklus I. Akan tetapi pada tindakan siklus

II ini peneiliti lebih memfokuskan pada masalah minat dan motivasi siswa

dalam mengikuti mata pelajaran IPS dengan menerapakan metode

pembelajaran yang lebih variatif. Dalam siklus II ini peneliti masih

menampilkan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together

(NHT), dan guru menugasi siswa untuk membuat rangkuman terkait dengan

kendala-kendala dalam mengikuti proses pembelajaran dengan

memperhatikan kesalahan yang pernah dilakukan siswa sebelumnya. Sebelum

pembelajaran berakhir guru memberitahukan manfaat yang diperoleh dari

kegiatan pembelajaran melalui metode pembelajaran kooperatif tipe Number

Head Together (NHT) kepada siswa.

c. Pengamatan

Dalam siklus II ini peneliti juga mengamati segala perilaku siswa selama

mengikuti pembelajaran. Apakah siswa lebih aktif dan antusias dalam

mengikuti pembelajaran tersebut. Dengan begitu peneliti mengetahui

peningkatan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran. Kemampuan belajar

siswa pada mata pelajaran IPS khusus yang berkaitan dengan kondisi
26

lingkungan siswa, peneliti berharap pada siklus II ini ada peningkatan

kemampuan dan perubahan perilaku belajar siswa.

d. Refleksi

Pada siklus II ini peneliti menganalisis hasil pengamatan terhadap kinerja

siswa. Analisa kinerja siswa ini meliputi sejauh mana siswa aktif dan antusias

dalam mengikuti kegiatan belajar mengejar pada mata pelajaran IPS. Setelah

menganalisis siklus II selesai peneliti kemudian membandingkan hasil

siklus I dengan siklus II. Dengan demikian permasalahan peningkatan

kemampuan dan perubahan perilaku belajar siswa dalam mengikuti proses

pembelajaran dapat diketahui.

PELAKSANAAN

PERENCANAAN PENGAMATAN

PELAKSANAAN

PERENCANAAN PENGAMATAN

Gambar 1. Skema Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, dkk. 2008: 16).


27

F. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat yang digunakan oleh guru untuk memperoleh data. Jenis

instrumen yang digunakan antara lain sebagai berikut.

a. Tes Tertulis (Pre Tes dan Post Tes)

b. Lembar Observasi

c. Angket Refleksi Siswa

Penggunaan intrumen penelitian memerlukan perhatian cermat untuk mendapat

data yang baik. Instrumen yang baik adalah instrumen yang valid dan reliabel.

Instrumen valid adalah instrumen yang mengukur apa yang seharusnya diukur dan

instrumen reliabel adalah instumen yang konsisten dan akurat. Untuk mengetahui

validitas dan reliabilitas semua intrumen dalam penelitian tindakan kelas dapat

digunakan “practical validity”(reliability), artinya sepanjang kolaborator dengan

peneliti memutuskan instrumen tersebut layak atau tidak dengan kriteria “easy for

use”, yang jika memenuhi berarti dinyatakan valid dan reliabel. Bentuk practical

validity (validitas praktis) yang digunakan peneliti adalah face validity (validitas

muka) yaitu kolaborator dengan peneliti saling menilai, mengecek, dan memutuskan

validitas sustu instrumen, sehingga diperoleh kepercayaan (trustworthiness) suatu

hasil instrumen yang dibangun dari proses kolaborasi. Untuk mempertajam dan

memfokuskan pengamaan, dalam menyusun instrumen dilakukan dengan teknik

source triangulation, artinya penyusunan instrumen diperoleh dari berbagai sumber.


28

G. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah:

a. Tes untuk mengetahui hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS

b. Persepsi siswa mengenai penerapan metode pembelajaran kooperatif

tipe Number Head Together (NHT).

c. Wawancara dengan siswa terkait dengan penerapan metode

pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT).

d. Angket penelitian yang digunakan sebagai alat untuk mengukur

keberhasilan.

e. penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe Number Head

Together (NHT).

H. Analisi Data

Pengelolaan data pada penelitian ini dilakukan setelah terkumpulnya data,

selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Untuk analisis secara

kuantitatif digunakan analisis deskriptif yaitu skor rata-rata yang diperoleh dari hasil

tes tiap siklus yang bertujuan untuk hasil belajar IPS siswa yang diajar dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT)

yang terdiri dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, nilai tertinggi (maksimal), dan

nilai terendah (minimal). Kemudian nilai tersebut dikelompokkan dengan melihat

pedoman pengkategorian menurut Arikunto (2008: 245), sebagai berikut.


29

Tabel 02. Pengkategorian Tingkat Penguasaan Hasil Belajar


Interval nilai Kualifikasi
80-100 Sangat tinggi
66-79 Tinggi
56-65 Sedang
40-55 Rendah
≤ 39 Sangat rendah
Sedangkan untuk analisis kualitatif dilakukan dengan melihat hasil observasi

selama proses belajar mengajar dari tiap siklus. Dari aktifitas siswa dalam kelompok

dan sikap siswa. Dengan menggunakan lembar observasi yang dilakukan oleh

observator.

I. Indikator Keberhasilan

Yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar dianggap

berhasil adalah sebagai berikut:

1. Penguasaan terhadap materi pelajaran yang diberikan mencapai

prestasi yang tinggi, baik secara individu maupun kelompok. Dimana

apabila jumlah siswa berkategori tuntas belajar minimal 75% dengan

kriteria tuntas belajar apabila nilai hasil evaluasi siswa pada siklus I,

II minimal 6,5.

2. Peningkatan kompetensi pada materi pelajaran penggunaan alat ukur telah

dicapai oleh siswa secara baik, baik individu maupun kelompok. Dimana

Apabila aktivitas siswa dalam pembelajaran minimal 75% yang diukur

dengan melihat lembar observasi siswa.


30

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Koperatif Tipe NHT (Number Head
Together)Terhadap Hasil Belajar Siswa SMK Negeri 3 Pinrang Kelas X
TKR (Pada Kompetensi Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja) :
Skripsi, tidak diterbitkan. FT UNM

Amri, Sofan dan Ahmadi, Lif Khoiru, 2010. Konstruksi Pengembangan


Pembelajaran, Jakarta: Prestasi Pustaka.

Amrullah. Arman. 2010. Peningkatan Hasil Belajar Kewirausahaan Melalui Model


Pembelajaran Kooperatif Siswa Kelas XI Teknik Mesin SMKN 2 Palopo:
Skripsi, tidak diterbitkan. FT UNM

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Darmawang, dkk. 2008. Strategi Pembelajaran Kejuruan. Makassar: Badan


Penerbit UNM

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara

Herdian. 2009. Model Pembelajaran Number Head Together, (On Line),


(http://herdymath@gmail.com, diakses 1 oktober 2010)

Nurhayati, B. 2008. Strategi Pembelajaran. Makassar: FMIPA UNM.


Hasim, Sitti hajerah dan Hasan, Muhammad. 2010. Penelitian Tindakan Kelas.
Makassar: Indoreplan.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Sanjaya, Wina. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta; Kencana Predana Media
Group.

Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya: Rineka Cipta

Sudjana, 2003. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja
Kosdakarya.

Winkel, WS. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai