Anda di halaman 1dari 74

1

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Dan Identifikasi Masalah

IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan

yang sangat luas terkait dengan kehidupan manusia. Pembelajaran IPA sangat

berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan Teknologi, karena IPA

memiliki upaya  untuk membangkitkan minat manusia serta kemampuan dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman tentang alam

semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat

rahasia sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu

pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian, IPA memiliki peran yang sangat penting. Kemajuan IPTEK

yang begitu pesat sangat mempengaruhi perkembangan dalam dunia pendidikan

terutama pendidikan IPA di Indonesia dan negara-negara maju.

Pendidikan IPA telah berkembang di Negara-negara maju dan telah terbukti

dengan adanya penemuan-penemuan baru yang terkait dengan teknologi. Akan

tetapi di Indonesia sendiri belum mampu mengembangkannya. Pendidikn IPA di

Indonesia belum mencapai standar yang diinginkan, padahal untuk memajukan

ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sains penting dan menjadi tolak ukur
2

kemajuan bangsa. Kenyataan yang terjadi di Indonesia, mata plajaran IPA tidak

begitu diminati dan kurang diperhatikan. Apalagi melihat kurangnya pendidik

yang menerapkan konsep IPA. Permasalahan ini terlihat pada cara pembelajaran

IPA serta kurikulum yang diberlakukan sesuai atau malah mempersulit pihak

sekolah dan siswa didik, masalah yang dihadapi oleh pendidikan IPA sendiri

berupa materi atau kurikulum, guru, fasilitas, peralatan siswa dan komunikasi

antara siswa dan guru. Oleh sebab itu untuk memperbaiki pendidikan IPA

diperlukan pembenahan kurikulum dan pengajaran yang tepat dalam pendidikan

IPA. Masalah ini juga yang mendasasri adanya kurikulum yang di sempurnakan

(KYD) yang saat ini sedang di kembangkan di sekolah-sekolah, yaitu KTSP.

Pendidikan IPA menurut Tohari merupakan “usaha untuk menggunakan

tingkah laku siswa hingga siswa memahami proses-proses IPA, memiliki nilai-

nilai dan sikap yang baik terhadap IPA serta menguasi materi IPA berupa fakta,

konsep, prinsip, hokum dan teori IPA”. Pendidikan IPA menurut Sumaji

merupakan “suatu ilmu pegetahuan social yang merupakan disiplin ilmu bukan

bersifat teoritis melainkan gabungan (kombinasi) antara disiplin ilmu yang

bersifat produktif”. Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

pendidikan IPA merupakan suatu usha yang dilakukan secara sadar untuk

mengungkap gejala-gejala alam dengan menerapkan langkah-langkah ilmiah serta

untuk membentuk kepribadian atau tingkah laku siswa sehingga siswa dapat

memahami proses IPA dan dapat dikembangkan di masyarakat.

Pendidika IPA menjadi suatu bidang ilmu yang memiliki tujuan agar

setiap siswa memiliki kepribadian yang baik dan dapat menerapkan sikap ilmiah
3

serta dapat mengembangkan potensi yang ada di alam untuk dijadikan sebagai

sumber ilmu dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian

pendidikan IPA bukan hanya sekedar teori akan tetapi dalam setiap bentuk

pengajarannya lebih ditekankan pada bukti dan kegunaan ilmu tersebut. Bukan

berarti teori-teori terdahulu tidak digunakan, ilmu tersebut akan terus digunakan

sampai menemukan ilmu dan teori baru. Teori lama digunakan sebagai

pembuktian dan penyempurnaan ilmu-ilmu alam yang baru. Hanya saja teori

tersebut  bukan untuk dihapal namun di terapkan sebagai tujuan proses

pembelajaran. Melihat hal tersebut di atas nampaknya pendidikan IPA saat ini

belum dapat menerapkannya. Perlu adanya usaha yang dilakukan agar pendidikan

IPA yang ada sekarang ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan awal yang

akan dicapai, karena kita tahu bahwa pendidikan IPA tidak hanya pada teori-teori

yang ada namun juga menyangkut pada kepribadian dan sikap ilmiah dari peserta

didik. Untuk itu maka kepribadian dan sikap ilmiah perlu ditumbuhkan agar

menjadi manusia yang sesuai dari tujuan pendidikan.

Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan

merancang kegiatan belajar mengajar sesuai dengan pendekatan pembelajaran

yang telah diakui dalam dunia pendidikan. Diantara beberapa model

pembelajaran yang ada, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dinilai

dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka perlu diadakan

penelitian tentang peningkatan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam melalui

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada siswa kelas V SDN 01 Trijaya
4

Kecamatan Penawartama pada tahun pelajaran 2013/2014. Untuk itu maka

permasalahan yang ada dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Guru belum menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

dalam proses pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

2. Masih ada siswa di kelas V SDN 01 Trijaya Kecamatan Penawartama

memiliki nilai Ilmu Pengetahuan Alam yang belum memuaskan.

B.Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian tindakan kelas ini ialah :

“Apakah penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dapat

meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam siswa kelas V SDN 01

Trijaya Kecamatan Penawartama Kabupaten Tulang Bawang ?”

C.Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian Tindakan Kelas yang ingin dicapai yaitu meningkatkan

hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam siswa kelas V SDN 01 Trijaya Kecamatan

Penawartama Kabupaten Tulang Bawang.

D.Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian Tindakan Kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
5

a) Bagi Kepala Sekolah dan Pengawas, hasil penelitian dapat membantu

meningkatkan pembinaan profesional dan supervisi kepada para guru

secara lebih efektif dan efisien.

b) Bagi para guru, hasil penelitian dapat menjadi tolok ukur dan bahan

pertimbangan guna melakukan pembenahan serta koreksi diri bagi

pengembangan profesionalisme dalam pelaksanaan tugas profesinya

c) Bagi SD Negeri SDN 01 Trijaya Kecamatan Penawartama Kabupaten

Tulang Bawang, sebagai subjek penelitian, hasil penelitian ini dapat

dijadikan alat evaluasi dan koreksi, terutama dalam meningkatkan

efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran sehingga tercapai prestasi

belajar yang optimal.


6

II.KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Belajar

Menurut Ernest R. Hilgard dalam belajar merupakan proses perbuatan

yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang

keadaannya berbeda dari peruahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Sifat

perubahannya relatif permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula. Tidak

bisa diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat

kelelahan, sakit, mabuk, dan sebagainya.

Sedangkan Pengertian Belajar menurut Gagne dalam bukunya The

Conditions of Learning 1977, belajar merupakan sejenis perubahan yang

diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari

sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan

yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan.

Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang

bersifat naluriah.

Moh. Surya (1981:32), definisi belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya


7

dengan lingkungan. Kesimpulan yang bisa diambil dari kedua pengertian di atas,

bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang.

Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau

potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat.

Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon Seseorang

dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.

Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus

dan output yang berupa respon.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa belajar

merupakan suatu usaha untuk mendapatkan kepandaian dan ilmu, berlatih,

berubah tingkah laku dan tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Pada

hakekatnya belajar merupakan suatu usaha atau suatu proses yang dilakukan

secara sadar, sistematis, disengaja, aktif, inovatif untuk mendapatkan suatu

perubahan-perubahan yang ada dalam dirinya. Adapun beberapa pengertia belajar

menurut para ahli adalah sebagai berikut:

 Howard L. Kingsley dalam Dantes (1997) : Belajar adalah suatu proses

bukan produk. Proses dimana sifat dan tingkah laku ditimbulkan dan

diubah melalui praktek dan latihan.

 Hilgard dalam Nasution (1997:35) :Belajar adalah proses melahirkan atau

mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan yang dibedakan dari

perubahan-perubahan oleh faktor-faktor yang tidak termasuk latihan.


8

 Jauhari (2000:75) : Belajar adalah proses untuk memperoleh perubahan

yang dilakukan secara sadar, aktif, dinamis, sistematis, berkesinambungan,

integratif, dan tujuan yang jelas.

 Fontana dalam Khoir (1991) : Belajar adalah mengubah tingkah laku,

perubahan adalah hasil dari pengalaman, perubahan terjadi dalam perilaku

individu.

 Thorndike dalam Psikologi Pendidikan : Belajar adalah asosiasi antara

kesan panca indra dengan umpuls untuk bertindak.

 Drs. Slameto (1999) : Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam

interaksi dengan lingkungannya.

  Moh. Surya (1981:32) : Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam

interaksinya dengan lingkungan.

 Darsono (2001:4) : Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang

berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan

perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap

 Morgan, dkk (1984) : Belajar adalah "Learning can be defined  as any

relatively permanent change in behavior which accurs as a result of


9

practice or experience". Yaitu bahwa perubahan perilaku itu sebagai

akibat belajar karena latihan (practice) atau karena pengalaman

(experience).

 Skiner (Syaiful Sagala, 2010:14) : Belajar adalah suatu proses adaptasi

atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.

 Robert M. Gagne (Syaiful Sagala, 2010:17) : Belajar merupakan kegiatan

yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas

disebabkan: (1)stimulasi yang berasal dari lingkungan; (2)proses kognitif

yang dilakukan oleh pelajar.

B. Tahapan-tahapan Belajar

Ada empat tahapan belajar manusia, yaitu:

1. Inkompetensi bawah sadar

Kondisi di saat kita tidak mengetahui kalau ternyata kita tidak tahu.

Contohnya adalah keadaan pikiran banyak pengemudi muda saat mulai belajar

mengemudi. Itulah mengapa pengemudi muda mengalami lebih banyak

kecelakaan ketimbang pengemudi yang lebih tua dan berpengalaman. Mereka

tidak dapat (atau tidak mau) mengakui terbatasnya pengetahuan, keterampilan,

dan pengalaman mereka. Orang-orang yang berada dalam keadaan ini

kemungkinan besar akan mengambil risiko, memapar diri pada bahaya atau

kerugian, untuk alasan sederhana yang sama sekali tidak mereka sadari bahwa

itulah yang mereka lakukan.


10

2. Inkompetensi sadar

Pengakuan sadar pada diri sendiri bahwa kita tidak tahu, dan penerimaan

penuh atas kebodohan kita.

3. Kompetensi sadar

Sadar bahwa kita tahu, yaitu ketika kita mulai memiliki keahlian atas sebuah

subjek, tetapi tindakan kita belum berjalan otomatis. Pada belajar yang ini, kita

harus melaksanakan semua tindakan dalam level sadar. Saat belajar mengemudi,

misalnya, kita harus secara sadar tahu di mana tangan dan kaki kita, berpikir

dalam setiap pengambilan keputusan apakah akan menginjak rem, berbelok, atau

ganti gigi. Saat kita melakukannya, kita berpikir dengan sadar tentang bagaimana

melakukannya. Pada tahap ini, reaksi kita jauh lebih lamban ketimbang reaksi

para pakar.

4. Kompetensi bawah sadar

Tahapan seorang ahli yang sekadar melakukannya, dan bahkan mungkin

tidak tahu bagaimana ia melakukannya secara terperinci. Ia tahu apa yang ia

lakukan, dengan kata lain, ada sesuatu yang ia lakukan di hidup ini yang bagi

orang lain tampak penuh risiko tetapi bagi dia bebas risiko. Ini terjadi karena ia

telah membangun pengalaman dan mencapai kompetensi bawah sadar pada

aktivitas itu selama beberapa tahun. Ia tahu apa yang ia lakukan, dan ia juga tahu

apa yang tidak dapat ia lakukan. Bagi seseorang yang tidak memiliki pengetahuan

dan pengalamannya, apa yang ia lakukan tampak penuh risiko


11

C. Pembelajaran

Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar dan

kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan

pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada

keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui

perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar. Desain

pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memandai, ditambah dengan

kreatifitas guru akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target belajar.

Prinsip-prinsip pembelajaran antara lain :

1.Perhatian dan Motivasi

Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari

kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian

tidak mungkin terjadi belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa

apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu

dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut

atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan perhatian dan

juga motivasi untuk mempelajarinya. Apabila dalam diri siswa tidak ada perhatian

terhadap pelajaran yang dipelajari, maka siswa tersebut perlu dibangkitkan

perhatiannya. Dalam proses pembelajaran, perhatian merupakan faktor yang besar

pengaruhnya, kalau peserta didik mempunyai perhatian yang besar mengenai apa

yang dipelajari peserta didik dapat menerima dan memilih stimuli yang relevan

untuk diproses lebih lanjut di antara sekian banyak stimuli yang datang dari luar.

Perhatian dapat membuat peserta didik untuk mengarahkan diri pada tugas yang
12

akan diberikan; melihat masalah-masalah yang akan diberikan; memilih dan

memberikan fokus pada masalah yang harus diselesaikan. Di samping perhatian,

motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah

tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi

mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap

sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan

demikian timbul motivasi untuk mempelajarinya. Misalnya, siswa yang menyukai

pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam akan merasa senang belajar Ilmu Pengetahuan

Alam dan terdorong untuk belajar lebih giat, karenanya adalah kewajiban bagi

guru untuk bisa menanamkan sikap positif pada diri siswa terhadap mata pelajaran

yang menjadi tanggung jawabnya. Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga

pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu.

Adanya tidaknya motivasi dalam diri peserta didik dapat diamati dari observasi

tingkah lakunya. Apabila peserta didik mempunyai motivasi, ia akan

 bersungguh-sungguh menunjukkan minat, mempunyai perhatian, dan rasa

ingin tahu yang kuat untuk ikut serta dalam kegiatan belajar;

 berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup untuk melakukan

kegiatan tersebut;

 Terus bekerja sampai tugas-tugas tersebut terselesaikan.

Motivasi dapat bersifat internal, yaitu motivasi yang berasal dari dalam

diri peserta didik dan juga eksternal baik dari guru, orang tua, teman dan

sebagainya. Berkenaan dengan prinsip motivasi ini ada beberapa hal yang perlu
13

diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran, yaitu: memberikan

dorongan, memberikan insentif dan juga motivasi berprestasi.

2.Keaktifan

Menurut pandangan psikologi anak adalah makhluk yang aktif. Anak

mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan

aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak

bisa dilimpahkan pada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak

mengalami sendiri. John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah

menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif

harus datang dari dirinya sendiri, guru hanya sebagai pembimbing dan pengarah.

Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang aktif, jiwa

mengolah informasi yang kita terima, tidak hanya menyimpan saja tanpa

mengadakan tansformasi. Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif,

dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu mencari, menemukan dan

menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Thordike mengemukakan

keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum "law of exercise"-nya yang

menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Hubungan

stimulus dan respon akan bertambah erat jika sering dipakai dan akan berkurang

bahkan lenyap jika tidak pernah digunakan. Artinya dalam kegiatan belajar

diperlukan adanya latihan-latihan dan pembiasaan agar apa yang dipelajari dapat

diingat lebih lama. Semakin sering berlatih maka akan semakin paham. Hal ini

juga sebagaimana yang dikemukakan oleh Mc.Keachie bahwa individu

merupakan "manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu". Dalam proses belajar,
14

siswa harus menampakkan keaktifan. Keaktifan itu dapat berupa kegiatan fisik

yang mudah diamati maupun kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik

bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan

dan sebaginya. Kegiatan psikis misalnya menggunakan pengetahuan yang dimiliki

dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan suatu konsep

dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan dan lain sebagainya.

3.Keterlibatan Langsung/Pengalaman

Belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa, belajar adalah mengalami

dan tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Edgar Dale dalam penggolongan

pengalaman belajar mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar

melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa

tidak hanya mengamati, tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam

perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang

yang belajar membuat tempe yang paling baik apabila ia terlibat secara langsung

dalam pembuatan, bukan hanya melihat bagaimana orang membuat tempe, apalagi

hanya mendengar cerita bagaimana cara pembuatan tempe. Pembelajaran yang

efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau

melakukan aktivitas sendiri. Dalam konteks ini, siswa belajar sambil bekerja,

karena dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman,

pengalaman serta dapat mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk

hidup di masyarakat. Hal ini juga sebagaimana yang di ungkapkan Jean Jacques

Rousseau bahwa anak memiliki potensi-potensi yang masih terpendam, melalui

belajar anak harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan


15

potensi-potensi tersebut. Sesungguhnya anak mempunyai kekuatan sendiri untuk

mencari, mencoba, menemukan dan mengembangkan dirinya sendiri. Dengan

demikian, segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri,

pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, bekerja sendiri, dengan fasilitas yang

diciptakan sendiri. Pembelajaran itu akan lebih bermakna jika siswa "mengalami

sendiri apa yang dipelajarinya" bukan "mengetahui" dari informasi yang

disampaikan guru, sebagaimana yang dikemukakan Nurhadi bahwa siswa akan

belajar dngan baik apabila yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang

telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif

dalam proses belajar di sekolah. Dari berbagai pandangan para ahli tersebut

menunjukkan berapa pentingnya keterlibatan siswa secara langsung dalam proses

pembelajaran. Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh

John Dewey dengan "learning by doing"-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui

perbuatan langsung dan harus dilakukan oleh siswa secara aktif. Prinsip ini

didasarkan pada asumsi bahwa para siswa dapat memperoleh lebih banyak

pengalaman dengan cara keterlibatan secara aktif dan proporsional, dibandingkan

dengan bila mereka hanya melihat materi/konsep. Modus Pengalaman belajar

adalah sebagai berikut: kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa

yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan

dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan

lakukan. Hal ini menunjukkan bahwa jika guru mengajar dengan banyak ceramah,

maka peserta didik akan mengingat hanya 20% karena mereka hanya

mendengarkan. Sebaliknya, jika guru meminta peserta didik untuk melakukan

sesuatu dan melaporkan nya, maka mereka akan mengingat sebanyak 90%.
16

4.Pengulangan

Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan adalah teori

psikologi daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada

manusia yang terdiri atas daya mengamati, menanggap, mengingat, mengkhayal,

merasakan, berfikir dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka

daya-daya tersebut akan berkembang, seperti halnya pisau yang selalu diasah akan

menjadi tajam, maka daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-

pengulangan akan sempurna. Dalam proses belajar, semakin sering materi

pelajaran diulangi maka semakin ingat dan melekat pelajaran itu dalam diri

seseorang. Mengulang besar pengaruhnya dalam belajar, karena dengan adanya

pengulangan "bahan yang belum begitu dikuasai serta mudah terlupakan" akan

tetap tertanam dalam otak seseorang. Mengulang dapat secara langsung sesudah

membaca, tetapi juga bahkan lebih penting adalah mempelajari kembali bahan

pelajaran yang sudah dipelajari misalnya dengan membuat ringkasan. Teori lain

yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori koneksionisme-nya Thordike.

Dalam teori koneksionisme, ia mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan

hubungan antara stimulus dan respon, dan pengulangan terhadap pengalaman-

pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respon benar.

5.Tantangan

Teori medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa siswa

dalam belajar berada dalam suatu medan. Dalam situasi belajar siswa menghadapi

suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan dalam

mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu
17

dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi,

artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan dalam medan baru dan tujuan

baru, demikian seterusnya. Menurut teori ini belajar adalah berusaha mengatasi

hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan. Agar pada diri anak timbul motif

yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik, maka bahan pelajaran harus

menantang. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa

bersemangat untuk mengatasinya. Bahan pelajaran yang baru yang banyak

mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk

mempelajarinya. Penggunaan metode eksperimen, inquiri, discovery juga

memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-

sungguh. Penguatan positif dan negatif juga akan menantang siswa dan

menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukuman

yang tidak menyenangkan.

6.Balikan dan Penguatan

Prinsip belajar yang berkaiatan dengan balikan dan penguatan adalah teori

belajar operant conditioning dari B.F. Skinner.Kunci dari teori ini adalah hukum

effeknya Thordike, hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat, jika

disertai perasaan senang atau puas dan sebaliknya bisa lenyap jika disertai

perasaan tidak senang. Artinya jika suatu perbuatan itu menimbulkan efek baik,

maka perbuatan itu cenderung diulangi. Sebaliknya jika perbuatan itu

menimbulkan efek negatif, maka cenderung untuk ditinggalkan atau tidak diulangi

lagi. Siswa akan belajar lebih semangat apabila mengetahui dan mendapat hasil

yang baik. Apabila hasilnya baik akan menjadi balikan yang menyenangkan dan
18

berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya. Namun dorongan belajar itu

tidak saja dari penguatan yang menyenangkan tetapi juga yang tidak

menyenangkan, atau dengan kata lain adanya penguatan positif maupun negatif

dapat memperkuat belajar. Siswa yang belajar sungguh-sungguh akan mendapat

nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar

lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operan conditioning atau

penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang jelek pada waktu

ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia

terdorong untuk belajar yang lebih giat. Di sini nilai jelek dan takut tidak naik

kelas juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat, inilah yang disebut

penguatan negatif.

7.Perbedaan Individual

Siswa merupakan makhluk individu yang unik yang mana masing-masing

mempunyai perbedaan yang khas, seperti perbedaan intelegensi, minat bakat,

hobi, tingkah laku maupun sikap, mereka berbeda pula dalam hal latar belakang

kebudayaan, sosial, ekonomi dan keadaan orang tuanya. Guru harus memahami

perbedaan siswa secara individu, agar dapat melayani pendidikan yang sesuai

dengan perbedaannya itu. Siswa akan berkembang sesuai dengan kemampuannya

masing-masing. Setiap siswa juga memiliki tempo perkembangan sendiri-sendiri,

maka guru dapat memberi pelajaran sesuai dengan temponya masing-masing.

Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa.
19

D. Karakteristik Siswa Kelas V SD

Karakteristik fisik :

1) Otot kaki dan lengan lebih berkembang

2) Anank-anak menjadi sadar akan keadaan jasmaninya

3) Laki-laki suka pertandingan kasar dan keras

4) Pertumbuhan tinggi dan berat tidak cepat lagi

5) Kekuatan otot-otot tidak selalu sejalan dengan pertumbuhannya

6) Ada perbaikan kecepatan reaksi

7) Gemar akan olahraga pertandingan

8) Lebih terlihat akan perbedaan jenis kelamin

9) Koordinasi gerakan sudah baik

10) Keadaan jasmani terlihat kuat

11) Pertumbuhan kaki lebih cepat dibanding tubuh bagian atas

12) Perkembangan paru-paru hamper berakhir

13) Terlihat perbedaan nyata antara laki-laki dan perempuan

Karakteristik mental :

1) Gemar bermain menggunakan bola

2) Lebih berminat pada olahraga beregu

3) Jiwa kepahlawanannya besar

4) Konsentrasi terus bertambah

5) Bangga akan prestasi yang diraih

6) Terpengaruh apabila ada kelompok yang menonjol


20

7) Mudah putus asa

8) Sangat percaya pada orang dewasa

9) Melakukan sesuatu selalu berusaha mendapat persetujuan guru

10) Mulai memperhatikan waktu dalam mengerjakan sesuatu

11) Mulai membaca hal-hal yang bersifat fakta

Karakteristik sosial-emosional

1) Tidak stabil

2) Mulai timbul rasa takjub

3) Perempuan menaruh minat pada laki-laki

4) Anak dewasa dapat mempengaruhi

5) Biasa berontak

6) Berapresiasi terhadap penghargaan

7) Bersifat kritis

8) Laki-laki tidak begitu memperhatikan anak perempuan

9) Perasaan bangga berkembang

10) Ingin penghargaan dari kelompoknya

11) Mudah memperoleh teman

12) Suka bergabung dalam jenis kelamin yang sejenis

E. Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata Inggris yaitu

natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan dengan alam
21

atau bersangkut paut dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan.

Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science dapat disebut sebagai ilmu tentang

alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini.

Menurut Rom Harre (Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis, 1993: 4),

Science is a collection of well attested theories which explain the patterns and

regularities among carefully studied phenomena. Bila diterjemahkan secara bebas

artinya sebagai berikut: IPA adalah kumpulan teori yang telah diuji kebenarannya

yang menjelaskan tentang pola-pola keteraturan dari gejala alam yang diamati

secara seksama. Pendapat Harre ini memuat dua hal yang penting yaitu Pertama,

bahwa IPA suatu kumpulan pengetahuan yang berupa teori-teori. Kedua, bahwa

teori-teori itu berfungsi untuk menjelaskan gejala alam.

Lebih lanjut Jacobson & Bergman (1980: 4), mendefinisikan IPA sebagai

berikut: “ Science is the investigation and interpretation of events in the natural,

physical environment and within our bodies”. IPA merupakan penyelidikan dan

interpretasi dari kejadian alam, lingkungan fisik, dan tubuh kita. Seperti halnya

setiap ilmu pengetahuan, Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai objek dan

permasalahan jelas yaitu berobjek benda-benda alam dan mengungkapkan misteri

(gejala-gejala) alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil

percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana

diungkapkan oleh Powler , IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan

gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur,

berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen. Sains

menurut Suyoso    (1998:23) merupakan “pengetahuan hasil kegiatan manusia

yang bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui
22

metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara

universal”.

Menurut Abdullah (1998:18), IPA merupakan “pengetahuan teoritis yang

diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan

melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori,

eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang

satu dengan cara yang lain”. Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa

IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan

menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan

dididapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga

akan terus di sempurnakan. Dalam pembelajaran IPA mencakup semua materi

yang terkait dengan objek alam serta persoalannya. Ruang lingkup IPA yaitu

makhluk hidup, energi dan perubahannya, bumi dan alam semesta serta proses

materi dan sifatnya. Pendidikan IPA menurut Tohari (1978:3) merupakan “usaha

untuk menggunakan tingkah laku siswa hingga siswa memahami proses-proses

IPA, memiliki nilai-nilai dan sikap yang baik terhadap IPA serta menguasi materi

IPA berupa fakta, konsep, prinsip, hokum dan teori IPA”.Pendidikan IPA menurut

Sumaji (1998:46) merupakan “suatu ilmu pegetahuan social yang merupakan

disiplin ilmu bukan bersifat teoritis melainkan gabungan (kombinasi) antara

disiplin ilmu yang bersifat produktif”. Dari kedua pengertian di atas dapat

disimpulkan bahwa pendidikan IPA merupakan suatu usaha yang dilakukan

secara sadar untuk mengungkap gejala-gejala alam dengan menerapkan langkah-

langkah ilmiah serta untuk membentuk kepribadian atau tingkah laku siswa
23

sehingga siswa dapat memahami proses IPA dan dapat dikembangkan di

masyarakat.

Pendidikan IPA menjadi suatu bidang ilmu yang memiliki tujuan agar

setiap siswa memiliki kepribadian yang baik dan dapat menerapkan sikap ilmiah

serta dapat mengembangkan potensi yang ada di alam untuk dijadikan sebagai

sumber ilmu dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.Dengan demikian

pendidikan IPA bukan hanya sekedar teori akan tetapi dalam setiap bentuk

pengajarannya lebih ditekankan pada bukti dan kegunaan ilmu tersebut. Bukan

berarti teori-teori terdahulu tidak digunakan, ilmu tersebut akan terus digunakan

sampai menemukan ilmu dan teori baru. Teori lama digunakan sebagai

pembuktian dan penyempurnaan ilmu-ilmu alam yang baru. Hanya saja teori

tersebut  bukan untuk dihapal namun di terapkan sebagai tujuan proses

pembelajaran.

Melihat hal tersebut di atas nampaknya pendidikan IPA saat ini belum

dapat menerapkannya.Perlu adanya usaha yang dilakukan agar pendidikan IPA

yang ada sekarang ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan awal yang akan

dicapai, karena kita tahu bahwa pendidikan IPA tidak hanya pada teori-teori yang

ada namun juga menyangkut pada kepribadian dan sikap ilmiah dari peserta didik.

Untuk itu maka kepribadian dan sikap ilmiah perlu ditumbuhkan agar menjadi

manusia yang sesuai dari tujuan pendidikan.

Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Karakteristik

sangat dipengaruhi oleh sifat keilmuan yang terkandung pada masing-masing

mata pelajaran. Perbedaan karakteristik pada berbagai mata pelajaran akan

menimbulkan perbedaan cara mengajar dan cara siswa belajar antar mata
24

pelajaran satu dengan yang lainnya. IPA memiliki karakteristik tersendiri untuk

membedakan dengan mata pelajaran lain. Harlen menyatakan bahwa ada tiga

karakteristik utama Sains yakni:

Pertama, memandang bahwa setiap orang mempunyai kewenangan untuk

menguji validitas (kesahihan) prinsip dan teori ilmiah meskipun kelihatannya

logis dan dapat dijelaskan secara hipotesis. Teori dan prinsip hanya berguna jika

sesuai dengan kenyataan yang ada.

Kedua, memberi pengertian adanya hubungan antara fakta-fakta yang

diobservasi yang memungkinkan penyusunan prediksi sebelum sampai pada

kesimpulan. Teori yang disusun harus didukung oleh fakta-fakta dan data yang

teruji kebenarannya.

Ketiga, memberi makna bahwa teori Sains bukanlah kebenaran yang akhir

tetapi akan berubah atas dasar perangkat pendukung teori tersebut. Hal ini

memberi penekanan pada kreativitas dan gagasan tentang perubahan yang telah

lalu dan kemungkinan perubahan di masa depan, serta pengertian tentang

perubahan itu sendiri.

Menurut Sri Sulistyorini pembelajaran IPA harus melibatkan keaktifan

anak secara penuh (active learning) dengan cara guru dapat merealisasikan

pembelajaran yang mampu memberi kesempatan pada anak didik untuk

melakukan keterampilan proses meliputi: mencari, menemukan, menyimpulkan,

mengkomunikasikan sendiri berbagai pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman

yang dibutuhkan. Menurut De Vito, pembelajaran IPA yang baik harus

mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-hari siswa. Siswa diberi kesempatan

untuk mengajukan pertanyaan, membangkitkan ide-ide siswa, membangun rasa


25

ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di lingkungannya, membangun

keterampilan (skill) yang diperlukan, dan menimbulkan kesadaran siswa bahwa

belajar IPA menjadi sangat diperlukan untuk dipelajari. Menurut Hendro Darmojo

dan Jenny R. E. Kaligis, pembelajaran IPA didasarkan pada hakikat IPA sendiri

yaitu dari segi proses, produk, dan pengembangan sikap. Pembelajaran IPA di

Sekolah Dasar sebisa mungkin didasarkan pada pendekatan empirik dengan

asumsi bahwa alam raya ini dapat dipelajari, dipahami, dan dijelaskan yang tidak

semata-mata bergantung pada pendekatan kausalitas tetapi melalui proses tertentu,

misalnya observasi, eksperimen, dan analisis rasional.

Poedjiati menyebutkan bahwa ketrampilan dasar dalam pendekatan proses

adalah observasi, menghitung, mengukur, mengklasifikasi, dan membuat

hipotesis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketrampilan proses dalam

pembelajaran IPA di SD meliputi ketrampilan dasar dan ketrampilan terintegrasi.

Kedua ketrampilan ini dapat melatih siswa untuk menemukan dan menyelesaikan

masalah secara ilmiah untuk menghasilkan produk-produk IPA yaitu fakta,

konsep, generalisasi, hukum dan teori-teori baru sehingga perlu diciptakan

kondisi pembelajaran IPA di SD yang dapat mendorong siswa untuk aktif dan

ingin tahu. Dengan demikian, pembelajaran merupakan kegiatan investigasi

terhadap permasalahan alam di sekitarnya. Setelah melakukan investigasi akan

terungkap fakta atau diperoleh data. Data yang diperoleh dari kegiatan investigasi

tersebut perlu digeneralisir agar siswa memiliki pemahaman konsep yang baik.

Untuk itu siswa perlu di bimbing berpikir secara induktif. Selain itu, pada

beberapa konsep IPA yang dilakukan, siswa perlu memverifikasi dan menerapkan

suatu hukum atau prinsip. Sehingga siswa juga perlu dibimbing berpikir secara
26

deduktif. Kegiatan belajar IPA seperti ini, dapat menumbuhkan sikap ilmiah

dalam diri siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA

meliputi beberapa aspek yaitu faktual, keseimbangan antara proses dan produk,

keaktifan dalam proses penemuan, berfikir induktif dan deduktif, serta

pengembangan sikap ilmiah. Pelaksanaan pembelajaran IPA seperti diatas

dipengaruhi oleh tujuan apa yang ingin dicapai melalui pembelajaran tersebut.

Tujuan pembelajaran IPA di SD telah dirumuskan dalam kurikulum yang

sekarang ini berlaku di Indonesia. Kurikulum yang sekarang berlaku di Indonesia

adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Dalam kurikulum KTSP selain dirumuskan tentang tujuan pembelajaran

IPA juga dirumuskan tentang ruang lingkup pembelajaran IPA, standar

kompetensi, kompetensi dasar, dan arah pengembangan pembelajaran IPA untuk

mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian

kompetensi untuk penilaian. Sehingga setiap kegiatan pendidikan formal di SD

harus mengacu pada kurikulum tersebut. Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD

secara umum meliputi dua aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep.

Lingkup kerja ilmiah meliputi kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah,

pengembangan kreativitas, pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah. Lingkup

pemahaman konsep dalam Kurikulum KTSP relatif sama jika dibandingkan

dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang sebelumnya digunakan.

Secara terperinci lingkup materi yang terdapat dalam Kurikulum KTSP

adalah:

(1) makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan

dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.


27

(2) benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.

(3) energi dan perubahaannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya, dan pesawat sederhana.

(4) bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda

langit lainnya.

Dengan demikian pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dapat melatih dan

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan-

keterampilan proses dan dapat melatih siswa untuk dapat berpikir serta bertindak

secara rasional dan kritis terhadap persoalan yang bersifat ilmiah yang ada di

lingkungannya. Keterampilan-keterampilan yang diberikan kepada siswa sebisa

mungkin disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia dan karakteristik siswa

Sekolah Dasar, sehingga siswa dapat menerapkannya dalam kehidupannya sehari-

hari.

F. Pengertian Model Pembelajaran

Model pada hakikatnya merupakan visualisasi atau kerangka konseptual

yang digunakan sebagai pedoman dalam elaksanakan kegiatan. Komaruddin

(2000) dalam sagala (2005:175) berpendapat bahwa model dapat dipahami

sebagai:

o suatu tipe atau desain;

o suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses

visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati;


28

o suatu system asumsi-asumsi, data-data, dan informasi-informasi yang

dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu obyek atau

peristiwa;

o suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan

realitas yang disederhanakan;

o suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner; dan

o penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat

bentuk aslinya.

Dalam konteks pembelajaran, sebagaimana diungkapkan sukmadinata

bahwa model merupakan suatu desain yang menggambarkan suatu proses, rincian

dan penciptaan lingkungan belajar yang memungkinkan peserta didik berinteraksi,

sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri peserta didik. Sedangkan

Joyce & Weil menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau

pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran

jangka panjang), merancang bahan-bahan pelajaran, dan membimbing

pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran di susun berdasarkan

prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis, sosiologis, analisis sistem,

atau teori-teori lain yang mendukung untuk mencapai tujuan pembelajaran yang

diharapkan. Model pembelajaran juga mengacu pada pendekatan pembelajaran

yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap

dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Model pembelajaran yang berisi langkah-langkah pembelajaran seringkali pula di

pandang sebagai sebuah strategi pembelajaran yang memiliki pengertian hampir

sama dengan model pembelajaran, sebagaimana dikemukakan Sanjaya bahwa


29

strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang

rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik

pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah

apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada

dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir

yang disajikan secara khas oleh guru.

Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai

dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Berkenaan

dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil mengetengahkan 4

(empat) kelompok model pembelajaran, yaitu:

(1) model interaksi sosial;

(2) model pengolahan informasi;

(3) model personal-humanistik; dan

(4) model modifikasi tingkah laku.

Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran

tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran. Di luar istilah-istilah tersebut,

dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran. Jika strategi

pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas

pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara

merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi

pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi

membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak

dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-
30

masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan

desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun

beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya,

maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap

akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya

secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki

keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model

pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan

dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Mencermati upaya reformasi

pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru

saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-

kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian

tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya.

Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau

teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori)

pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun

dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran

tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing,

sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang

bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran

yang telah ada.

Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagaimana dikemukakan

Rusman (2008:150-151) sebagai berikut:


31

 berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu,

 mempunyai misi dan tujuan pendidikan tertentu,

 dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di

kelas,

 memiliki bagian-bagian model (urutan langkah-langkah pembelajaran

(syntax), adanya prinsip-prinsip reaksi, sistem social, dan sistem

pendukung),

 memiliki dampak pembelajaran yang meliputi; dampak pembelajaran,

yaitu hasil belajar yang dapat diukur dan dampak pengiring, yaitu hasil

belajar jangka panjang,

 membuat persiapan mengajar dengan pedoman model pembelajaran yang

dipilihnya.

Model-model pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok.

Joyce dan Weil (1980:14-28) mengklasifikasikan menjadi empat kelompok besar,

yakni: (1) behavior modification, (2) social interaction, (3) personal source, dan

(4) information processing. Untuk lebih mempertegas peran nilai-nilai afektif

dalam pembelajaran, Mawardi (2012) menetapkan satu kelompok model lagi yang

lebih dikhususkan pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, yaitu

kelompok model pembelajaran nilai.

Untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru

dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam

mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan

menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan. Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang


32

dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari

dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk

kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat

sulit menermukan sumber-sumber literarturnya.

Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau

teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori)

pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun

dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran

tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing,

sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang

bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran

yang telah ada.

G. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Kooperatif adalah mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling

membantu satu sama lain. Sedangkan pembelajaran kooperatif artinya belajar

bersama-sama, saling membantu satu sama lain dalam belajar dan memastikan

bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah

ditentukan sebelumnya. Bennet menyatakan bahwa pembelajarn kooperatif

menyangkut teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada

tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari empat

atau lima orang.

Hal senada dikemukakan juga oleh Slavin bahwa pembelajaran kooperatif

adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam
33

kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4

sampai 6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Sedangkan

keberhasilan pembelajaran kooperatif tergantung dari kemampuan dan aktivitas

anggota kelompok, baik secara individual, maupun secara kelompok. Ini berarti

bahwa pembelajaran kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau

perilaku berfikir bersama dalam kerja, atau membantu di antara sesame dalam

struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau

lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap

anggota itu sendiri.

Model pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi belajarmengajar yang

menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di

antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri

atas dua orang atau lebih untuk memecahkan masalah. Keberhasilan kerja sangat

dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Dalam

pendekatan ini, siswa merupakan bagian dari suatu system kerjasama dalam

mencapai hasil yang optimal dalam belajar. Belajar kooperatif ini juga

memandang bahwa keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata harus

diperoleh dari guru, melainkan dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran

itu yaitu teman sebaya. Jadi, keberhasilan belajar dalam pendekatan ini bukan

hanya ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan itu

akan baik bila dilakukan bersama-sama dalam kelompok kecil yang terstruktur

dengan baik.

Di dalam pembelajaran kooperatif harus ada struktur dorongan dan tugas

yang bersifat kooperatif, sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara


34

terbuka dan hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif di antara

anggota kelompok. Di samping itu, pola hubungan kerja seperti itu

memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat mereka

lakukan untuk mencapai keberhasilan berdasarkan kemampuan dirinya secara

individu dalam memberikan sumbangan pemikiran satu sama lain selama mereka

belajar secara bersama-sama dalam kelompok.

Ada lima unsur dasar yang menjadi ciri pembelajaran kooperatif, yakni :

1) Saling Ketergantungan yang Positif

Ketergantungan yang positif, adalah perasaan di antara anggota kelompok di mana

keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya.

Untuk menciptakan suasana tersebut, struktur kelompok dan tugas-tugas

kelompok yang memungkinkan setiap siswa untuk belajar dan mengevaluasi

dirinya dan teman kelompoknya dalam penguasaan dan kemampuan memahami

bahan pelajaran. Kondisi seperti ini memungkinkan setiap siswa merasa adanya

saling ketergantungan yang positif pada anggota kelompok lainnya dalam

mempelajari dan menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

Hal inilah yang mendorong setiap anggota kelompok untuk saling bekerjasama.

2) Akuntabilitas individu

Pembelajaran kooperatif dalam proses pembelajaran yang berhubungan dengan

peningkatan kemampuan akademik bertujuan agar setiap anggota kelompok lebih

berhasil dalam belajar dibandingkan dengan belajar sendiri. Sebagai

konsekuensinya, setiap anggota kelompok harus diberi tanggung jawab secara

individual untuk mengerjakan bagian tugasnya sendiri dan mengetahui apa yang

telah ditargetkan dan apa yang harus dipelajari. Oleh karena itu unsur terpenting
35

yang harus dipahami oleh para guru adalah apabila tugas dibagi dalam kelompok

jangan sampai hanya diperiksa/dievaluasi selesai atau tidaknya tugas-tugas itu

dikerjakan secara kelompok, melainkan harus terjadi interdenpedensi tugas antar

kelompok. Hal ini dimaksudkan agar tujuan utama dalam belajar kooperatif yakni

para siswa dapat belajar dalam kehidupan kelompok yang mampu saling

membelajarkan antar individu yang satu dengan yang lainnya, dan bukan hanya

dapat menyelesaikan tugas-tugas dalam kelompoknya saja.

3) Interaksi Tatap Muka

Ketergantungan yang positif dalam pembelajaran kooperatif akan memotivasi

para siswa untuk bertanggung jawab terhadap keberhasilan temannya.

Kemampuan untuk saling mempengaruhi dalam membuat alasan dan kesimpulan

antar siswa dengan siswa lainnya atau social modeling, dan dukungan sosial dari

guru dapat diciptakan melalui pembentukan struktur kelompok dalam bentuk tatap

muka. Interaksi tatap muka selain memberikan informasi yang penting bagi

performansi setiap siswa juga akan meningkatkan saling mengetahui

keberhasilannya dalam bidang akademik, masing-masing siswa. Cara ini akan

mendukung dan memperkuat makna ketergantungan yang positif dan

mempermudah siswa untuk mempromosikan keberhasilan siswa yang lainnya

sebagai keberhasilan kelompoknya.

4) Keterampilan Sosial

Penguasaan dalam pembelajaran kooperatif perlu dimiliki oleh para siswa

terutama pada waktu menyelesaikan tugas-tugas kelompok. Juga dalam

pembelajaran kooperatif para siswa dituntut untuk memiliki kemampuan interaksi,

seperti : mengajukan pendapat, mendengarkan opini teman, menampilkan


36

kepemimpinan, kompromi, negosiasi, dan klarifikasi secara teratur untuk

menyelesaikan tugastugasnya. Kemampuan tersebut tentunya memerlukan proses

karena siswa baru saja ditempatkan dalam kelompok yang bersifat heterogen.

Oleh karena itu untuk memenuhi persyaratan tersebut guru perlu menjelaskan dan

mempraktekkan tingkah laku dan sikap-sikap yang diharapkan untuk dilakukan.

5) Proses Kelompok

Proses kelompok dalam pembelajaran kooperatif akan terjadi ketika anggota

kelompok mendiskusikan seberapa baik mereka mencapai tujuan dan memelihara

kerja sama yang efektif. Dalam proses kelompok, para siswa perlu mengetahui

tingkat keberhasilan pencapaian tujuan dan efektifitas kerja sama yang telah

dilakukan.

Untuk memperoleh hal tersebut, para siswa perlu mengadakan refleksi

secara sistematis tentang bagaimana mereka telah bekerjasama sebagai satu tim,

terutama dalam hal : seberapa baik tingkat pencapaian tujuan kelompok,

bagaimana mereka saling membantu satu sama lain, bagaimana mereka bersikap

dan bertingkah laku positif untuk memungkinkan setiap individu dan kelompok

secara keseluruhan menjadi berhasil, dan apa yang mereka butuhkan untuk

melakukan tugas-tugas mendatang supaya lebih berhasil. Pencapaian hal tersebut,

guru harus mengevaluasi dan memberikan masukan terhadap hasil pekerjaan

siswa dan aktifitas mereka pada waktu bekerja. Selanjutnya, Slavin (1995: 78),

mengemukakan aturan yang harus diperhatikan oleh setiap kelompok demi

keberhasilan kelompok adalah :

o Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas penguasaan materi

ajar;
37

o Tidak seorangpun dari anggota kelompok yang berhenti dalam kegiatan

belajar sebelum anggota kelompok menguasai materi ajar;

o Jika ada anggota kelompok yang belum mengerti tentang materi ajar, ia

harus meminta anggota lainnya untuk memberi penjelasan sebelum

bertanya kepada guru, jika teman sekelompok sudah tidak mampu

menjelaskan barulah ia dapat bertanya kepada guru; dan

o Anggota kelompok berbicara secara wajar dan tidak dengan suara keras.

Hal senada dikemukakan oleh Smith dan Johnson (Slavin. 1995: 129) ada

tujuh aturan pokok, yang harus diperhatikan oleh para siswa dalam pembelajaran

kooperatif supaya berjalan dengan baik. Ketujuh aturan pokok tersebut, adalah :

o Kritis terhadap gagasan,

o Menjaga kesatuan dalam kelompok,

o Mendorong teman untuk berpartisipasi,

o Mendengarkan gagasan teman-teman sekelompok, sekalipun diri

sendiri tidak setuju,

o Mengemukakan kembali pernyataan teman sekelompok jika belum

dimengerti oleh anggota lainnya,

o Berusaha mengerti gagasan teman dari beberapa segi atau sudut

pandang, dan

o Menampung semua gagasan yang dikemukakan oleh setiap anggota

yang kemudian menyatukannya.

Sedangkan Webb (1996: 126) mengemukakan bahwa supaya pembelajaran

kooperatif produktif bagi siswa, maka harus memperhatikan enam kriteria, yaitu :
38

(1) Kerja sama

(2) Timbulnya konflik dan perbedaan,

(3) Kesiapan memberi dan menerima,

(4) Partisipasi yang sama dan aktif dari semua anggota,

(5) Penyebaran tanggung jawab yang merata, dan

(6) Pembagian kerja.

Demikian juga, Borich (1996: 428) menetapkan empat langkah untuk

mengoptimalkan produktifitas pembelajaran kelompok, yakni :

(1) Menetapkan tujuan,

(2) Menyusun tugas-tugas kegiatan,

(3) Mengevaluasi proses kerja sama, dan

(4) Melakukan wawancara dengan siswa.

Beberapa manfaat model pembelajaran kooperatif dalam proses belajar -

mengajar antara lain adalah :

 Dapat melibatkan siswa secara aktf dalam mengembangkan pengetahuan,

sikap dan keterampilan dalam suasana belajar-mengajar yang bersifat

terbuka dan demokratis.

 Dapat mengembangkan aktualitas berbagai potensi diri yang telah dimiliki

oleh siswa.

 Dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai dan

keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di

masyarakat.

 Siswa tidak hanya sebagai obyek belajar melainkan sebagai subyek belajar

karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya.


39

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, setiap anggota kelompok ditugaskan untuk

mempelajari satu topik tertentu, kemudian akan bertemu dengan anggota

kelompok lain yang mempelajari topik yang sama. Setelah berdiskusi dan

bertukar fikiran, para siswa kembali ke kelompoknya masing-masing untuk

menjelaskan atau mendiskusikan apa yang telah dipelajarinya kepada teman-

teman kelompoknya.

H.Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka dan tujuan penelitian, maka hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah:

“Jika menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam

pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, maka hasil belajar pada siswa kelas V SD

Negeri 01 Trijaya Kecamatan Penawartama akan meningkat.”


40

V. METODOLOGI PENELITIAN

A. Setting Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD Negeri 01 Trijaya

Kecamatan Penawartama Kabupaten Tulang Bawang Kabupaten Tulang Bawang

pada semester 1 tahun pelajaran 2013/2014. SD Negeri 01 Trijaya terletak di

kampung Trijaya Kecamatan Penawartama.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas V di SDN 01 Trijaya Kecamatan

Penawartama Kabupaten Tulang Bawang dengan jumlah siswa 31 orang.

B. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas yang

difokuskan pada situasi kelas, atau lazim dikenal dengan classroom research.

Metode ini dipilih berdasarkan atas pertimbangan bahwa :

1. Analisis masalah dan tujuan penelitian yang menuntut sejumlah informasi

dan tindak lanjut berdasarkan prinsip daur ulang.


41

2. Menuntut kajian dan tindakan secara reflektif kolaboratif dan partisIlmu

Pengetahuan Alamtif berdasarkan situasi alamiah yang terjadi dalam

pelaksanaan pembelajaran.

Prosedur penelitian yang digunakan berbentuk siklus (cycle). Siklus yang

diterapkan sebanyak dua kali. Tiap siklus terdiri dari 4 kegiatan pokok yaitu

perencanaan, pelaksanaan, pengamatan/observasi, dan refleksi.

Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat

reflektif oleh pelaku tindakan, yang ditujukan untuk memperdalam pemahaman

terhadap tindakan yang dilakukan selama proses pembelajaran, serta untuk

memperbaiki kelemahan – kelemahan yang masih terjadi dalam proses

pembelajran dan untuk mewujudkan tujuan – tujuan dalam proses pembelajaran

tersebut. Jika proses inquiri dan perbaikan pembelajran dilakukan  secara terus –

menerus, diyakini sepenuhnya bahwa kemampuan professional guru akan terus

meningkat sesuai dengan harapan banyak pihak.

Mc Ciff (1992) dalam bukunya yang berjudul Action Research: 

Principles  and Practice memandang Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sebagai

bentuk penelitian refleksi yang dilakukan guru hasilnya dapat dimanfaatkan

sebagai alat untuk pengembangan sekolah, pengembangan keahlian mengajar dan

sebagainya. Kajian tentang situasi sosial dengan maksud untuk meningkatkan

kualitas tindakan di dalamnya. Seluruh prosesnya -- telaah, diagnosis perencanaan

pelaksanaan, pemantauan, dan pengaruh -- menciptakan hubungan yang

diperlukan antara evaluasi diri dan perkembangan professional. Refleksi

penelitian tindakan adalah intervensi skala kecil terhadap tindakan di dunia nyata

dan pemeriksaan cermat terhadap pengaruh intervensi tersebut. Penelitian


42

tindakan adalah suatu bentuk diri kolektif yang dilakukan oleh peserta –

pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan

praktek pendidikan dan praktek social mereka, serta pemahaman mereka terhadap

praktek  -  praktek itu dan terhadap situasi tempat  dilakukan praktek – praktek

tersebut. Berdasarkan uraian di atas, kita dapat menafsirkan pengertian PTK

secara lebih luas, secara singkat PTK dapat di definisikan sebagai suatu bentuk

penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan tertentu agar dapat

memperbaiki atau meningkatkan praktek – praktek pembelajran di kelas, sehingga

kondisi ini, sangat menghambat pencapaian tujuan pembelajran. Karena itu, guru

dapat melakukan penelitian tindakan kelas agar minat  siswa terhadap

pembelajaran dapat ditingkatkan.

Penelitian Tindakan Kelas [PTK] dibentuk dari 3 kata, yang memiliki pengertian

sebagai berikut :

o Penelitian, menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan

menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data

atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang

menarik minat dan penting bagi peneliti.

o Tindakan, menunjuk pada sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan

dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus

kegiatan untuk siswa.

o Kelas, adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima

pelajaran yang sama dari guru yang sama pula.


43

         Dari ketiga kata di atas dapat disimpulkan bahwa PTK merupakan suatu

pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja

dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut

diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa.

   Pada intinya PTK bertujuan untuk memperbaiki berbagai persoalan nyata

dan praktis dalam peningkatan mutu pembelajaran di kelas yang dialami langsung

dalam interaksi antara guru dengan siswa yang sedang belajar.

Secara lebih rinci, tujuan PTK antara lain sebagai berikut :

o Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, serta hasil pendidikan dan

pembelajaran di sekolah

o Membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah

pembelajaran dan pendidikan di dalam dan luar kelas

o Meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan

o Menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah,

sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu

pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan.

Penelitian tindakan (action research) merupakan penelitian yang diarahkan

pada upaya pemecahan masalah atau perbaikan. Dalam konteks penelitian, penelitian

tindakan (action research), sering dibicarakan dalam konteks penelitian, khususnya

penelitian dalam bidang pendidikan, lebih khusus lagi dalam hal pengembangan

proses pembelajaran di tingkat kelas atau sekolah. Sebagai contoh, dalam seting

kelas, guru-guru membuat pemecahan masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi


44

dalam kelas. Sedangkan dalam lingkup lebih luas misalnya di sekolah, kepala sekolah

mengadakan perbaikan terhadap manajemen di sekolahnya. Contoh pertama,

penelitian tindakan difokuskan pada perbaikan proses pembelajaran melalui kinerja

guru. Sedangkan contoh kedua, penelitian tindakan difokuskan untuk memperbaiki

manajemen sekolah oleh kepala sekolah sebagai manajer atau pimpinan di sekolah.

Penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru di kelas disebut Penelitian Tindakan

Kelas (Classroom Action Research). Classroom Action Research (CAR) adalah action

research yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. Sedangkan penelitian yang

dilakukan oleh kepala sekolah disebut Penelitian Tindakan Sekolah (School Action

research). Penelitian tindakan pada hakekatnya merupakan rangkaian riset tindakan

yang dilakukan secara siklus dalam rangka memecahkan masalah-masalah pendidikan

melalui metode penelitian.

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara yang dilakukan dalam

proses penelitian. Untuk itu penggunaan metode harus sesuai dengan tujuan

penelitian. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai maka penelitian ini menggunakan

metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Metode Penelitian Tindakan Kelas

merupakan proses pengkajian melalui sistem berdaur dari berbagai kegiatan

pembelajaran (Depdikbud, 1999). Adapun tahap-tahapnya adalah sebagai berikut.

o Mengidentifikasi permasalahan dalam Penelitian Tindakan Kelas.

o Menganalisis permasalahan dan merumuskan masalah untuk untuk

keperluan Penelitian Tindakan Kelas.

o Merencanakan tindakan perbaikan berdasarkan contoh rumusan masalah

yang diajukan.

o Memahami tahap pelaksanaan tindakan dan cara Observasi-Interpretasi

yang dilakukan sementara Penelitian Tindakan Kelas berlangsung.


45

o Memahami cara menganalisis data hasil obervasi serta melakukan

refleksi berkenaan dengan tindakan perbaikan yang dilaksanakan.

o Memahami cara merencanakan tindak lanjut dalam siklus Penelitian

Tindakan Kelas.

Terkait dengan kerangka kerja dan sistem berdaur dalam kegiatan

pembelajaran, Joni (1998) mengemukakan lima tahapan pelaksanaan Penelitian

Tindakan Kelas. Adapun tahap-tahap tersebut adalah:

o Pengembangan fokus masalah penelitian.

o Perencanaan tindakan perbaikan.

o Pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi dan interpretasi.

o Analisis dan refleksi.

o Perencanaan tindak lanjut.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa metode Penelitian Tindakan Kelas adalah metode yang bertujuan

melakukan tindakan perbaikan, peningkatan dan juga melakukan suatu perubahan ke

arah yang lebih baik dari sebelumnya sebagai upaya pemecahan masalah yang

dihadapi, terutama ditujukan pada kegiatan pembelajaran atau proses belajar-

mengajar di kelas.

Pada hakikatnya tujuan belajar itu adalah terjadinya perubahan tingkah

laku melalui proses belajar. Dalam konteks proses belajar-mengajar tersebut, Sanjaya

(2005) mengatakan bahwa belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri

seseorang, sehingga munculnya perubahan perilaku dan mengajar adalah suatu

aktivitas yang dapat membuat siswa belajar. Dalam konsep Kurikulum Berbasis

Kompetensi, kegiatan yang berhubungan dengan Proses Belajar Mengajar disebut


46

dengan Pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam Kurikulum Berbasis

Kompetensi siswa harus dijadikan sebagai pusat dari kegiatan proses belajarmengajar.

Dari kedua pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa proses sebagaimana

halnya penelitian atau arti riset, penelitian tindakan kelas juga merupakan upaya

untuk mencari jawaban yang dapat menjadi pemecahan suatu masalah yang sedang

dihadapi. Berkenaan dengan arti penelitian tindakan kelas ini, ada berbagai sumber

literatur yang mencantumkan pengertian penelitian tindakan kelas. Walaupun ada

beberapa definisi penelitian tindakan kelas yang kadang-kadang terlihat berbeda,

namun definisi-definisi tersebut memiliki banyak persamaan. Perlu pula dikemukakan

bahwa sebelum istilah penelitian tindakan kelas digunakan, yang lebih banyak

dikenal adalah Penelitian Tindakan (Action Research). Penelitian tindakan ini

memiliki kawasan yang lebih luas dari pada penelitian tindakan kelas. Penelitian

tindakan dapat diterapkan dalam berbagai bidang ilmu di luar ilmu pendidikan,

misalnya dalam bidang industri, kesehatan, ekonomi dan sebagainya.

Penelitian tindakan dapat dilakukan pada berbagai area atau seting.

Bilamana penelitian tindakan yang berkenaan dengan bidang pendidikan

dilaksanakan pada area, kawasan atau seting kelas, kemudian melakukan refleksi diri

atau penilaian diri untuk perbaikan-perbaikan pembelajaran maka penelitian tindakan

tersebut dinamakan penelitian tindakan kelas. Dengan kata lain, penelitian tindakan

kelas adalah penelitian praktis yang dilakukan oleh guru di dalam kelas dengan

melakukan refleksi diri dengan tujuan memperbaiki proses pembelajaran di kelas.

Upaya-upaya perbaikan ini dilakukan dengan melaksanakan tindakan-tindakan

tertentu guna mencari cara-cara yang lebih tepat dan efektif atas permasalahan sehari-

hari di kelas.
47

Untuk lebih memahami penelitian tindakan kelas, mari kita kaji beberapa

definisi yang dikemukakan oleh para pakar. Kemmis dan Carr (1986),

mengemukakan bahwa “penelitian tindakan kelas merupakan suatu bentuk penelitian

yang bersifat reflektif yang dilakukan oleh pelaku di dalam masyarakat sosial dan

bertujuan untuk memperbaiki pekerjaannya, memahami pekerjaannya, serta

memahami situasi dimana pekerjaan itu dilakukan”. Dalam penjelasan lebih lanjut

terhadap definisi tersebut, keduanya memasukkan bidang pendidikan di dalamnya. Itu

berarti guru merupakan pihak yang harus terlibat aktif dalam penelitian tindakan

kelas.

Dalam pernyataan lebih lanjut dikemukakan bahwa situasi tidak akan dapat

berubah secara cepat sebagaimana diharapkan oleh para guru. Akan tetapi mereka

dapat belajar sesuatu tentang proses perubahan itu sendiri. Ebbut (1985) memberikan

gambaran yang lebih jelas tentang pengertian penelitian tindakan kelas. Dikemukakan

bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu studi yang sistematis yang

dilakukan dalam upaya memperbaiki praktik-praktik dalam pendidikan dengan

melakukan tindakan praktis serta refleksi dari tindakantindakan tersebut. Ebbut

melihat bahwa proses penelitian tindakan kelas sebagai suatu rangkaian siklus yang

berkelanjutan. Di dalam dan di antara siklus-siklus tersebut terdapat sejumlah

informasi yang merupakan balikan (feedback). Ebbut menegaskan bahwa penelitian-

penelitian harus memberikan kesempatan kepada guru atau siswa sebagai pelaku

untuk melaksanakan tindakan-tindakan tertentu melalui beberapa siklus agar terjadi

perubahan-perubahan yang diharapkan, yaitu terjadinya perbaikan proses belajar

dalam rangka mencapai hasil belajar siswa yang lebih baik.

Bahkan Kurt Levin, orang yang mempopulerkan penelitian tindakan kelas

berpendapat bahwa cara terbaik untuk memajukan kegiatan adalah dengan melibatkan
48

mereka dalam penelitian mereka sendiri dan yang ada di dalam kehidupan mereka

(dalam Mc.Niff, 1982: 21). Penelitian tindakan kelas tersebut merupakan suatu

rangkaian langkah-langkah (a spiral of steps). Setiap langkah terdiri dari empat tahap

yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Langkah-langkah tersebut

menurut Kemmis & Mc.Taggart , (1982), digambarkan sebagai suatu proses yang

dinamis, meliputi empat aspek, yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi

harus dIlmu Pengetahuan Alamhami bukan sebagai langkah-langkah yang statis,

terselesaikan dengan sendirinya, tetapi lebih merupakan momen-momen dalam

bentuk spiral.

Dari definisi yang dikemukakan di atas serta beberapa pendapat yang

dikemukakan oleh sejumlah pakar maka diharapkan Anda dapat memahami dengan

baik pengertian penelitian tindakan kelas. Dengan demikian Anda juga diharapkan

memahami tujuan yang ingin dicapai dan secara garis besar juga mendapatkan

pengertian bagaimana melaksanakan penelitian tindakan kelas tersebut.

Secara singkat Penelitian Tindakan Kelas dapat didefinisikan sebagai suatu

bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk

meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka (guru) dalam

melaksanakan tugasnya.

Karakteristik tindakan sebagai berikut  (Cohen dan Manion, 1980) :

 Situasional, praktik, dan secara langsung gayut (relevan) dengan situasi nyata

dalam dunia kerja. Ia berkenan dengan diagnosis suatu masalah dalam 

kontek tertentu dan usaha untuk memecahkan masalah tersebut.

 Subjeknya adalah di kelas, anggota staf sekolah, dan yang lain penelitiannya

terlibat dengan mereka subjek tindakan.


49

 Memberikan kerangka kerja yang teratur kepada pemecahan masalah. 

Penelitian tindakan juga bersifat empiris dalam hal bahwa ia mengandalkan

observasi  nyata dan data perilaku, dan tidak lagi termasuk kajian pihak-pihak

panitia yang subjektif atau pendapat orang berdasarkan pengalaman masa 

lalu.

 Fleksibel dan adaptif, memungkinkan adanya perubahan selama masa

percobaan dengan mengabaikan pengontrolan karena lebih  menekankan

tanggap dan pengujicobaan dan pembaharuan di tempat kejadian.

 PartisIlmu Pengetahuan Alamtori karena peneliti atau anggota tim peneliti

sendiri ambil bagian secara langsung  atau tidak langsung dalam

melaksanakan  penelitiannya.

 Self – evaluative, yaitu modifikasi secara kontinyu dan dievaluasi dalam

situasi yang ada /aktual, tujuan akhirnya ialah untuk meningkatkan praktik

dalam cara tertentu. Meskipun berusaha secara sistematis, penelitian tindakan

secara ilmiah kurang ketat karena ditinjau dari kesahihan instrumen juga agak

lemah.

Tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) :

Semua kegiatan penelitian tindakan memiliki dua tujuan utama yakni untuk

meningkatkan kemampuan yang ada pada subjek tindakan, sekaligus melibatkan

subjek yang ditingkatkan kemampuannya tersebut. Penelitian tindakan bertujuan

untuk meningkatkan tiga hal, yaitu:

o Peningkatan praktek

o Peningkatan (atau pengembangan profesionalisme) pemahaman praktek oleh

praktisinya;
50

o Peningkatan situasi tempat pelaksanaan praktek.

C. Instrumen Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan informasi dan data selama penelitian, maka digunakan

instrumen yaitu tes formatif yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana

pemahaman siswa setelah mengikuti suatu program tertentu yang dilaksanakan di

akhir setiap program. Bentuk tesnya adalah tes tertulis.

D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Data Kuantitatif yaitu data yang diperoleh dengan cara membandingkan

sesuatu dengan satu ukuran. Data ini diperoleh dengan cara mengukur. Yang

termasuk data kuantitatif adalah data yang diperoleh dari hasil tes formatif.

E. Teknik Analisis Data

Analisis digunakan untuk mencermati setiap langkah yang dibuat, mulai

dari tahap persiapan, proses, sampai dengan hasil penelitian, dan dilakukan untuk

memperkirakan apakah semua aspek pembelajaran yang terlibat didalamnya

sudah sesuai dengan kapasitasnya.

Data-data yang diperoleh dengan cara tes tertulis, dilakukan analisis

sebagai bahan kajian pada kegiatan refleksi. Analisis dilakukan dengan cara

membandingkan hasil yang telah dicapai dengan kriteria keberhasilan yang telah

ditetapkan. Data kuantitatif yang diperoleh dari hasil tes formatif merupakan
51

gambaran mengenai tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran (tes

formatif). Data ini berbentuk nilai-nilai hasil evaluasi tes tertulis.

Kriteria nilai yang diperoleh siswa dapat dilihat berdasarkan pedoman berikut :

Tabel 1. Kriteria nilai siswa.

No Rentang Nilai Kriteria

1. 8,5-10,0 Sangat Baik


2. 7,0-8,4
Baik
3. 5,5-6,9 Cukup Baik
4. 4,0-5,4 Kurang
5. 0,0-3,9 Sangat Kurang

Keterangan :

1) Siswa memiliki nilai sangat kurang jika rentang nilainya 0,0 – 3,9

2) Siswa memiliki nilai kurang jika rentang nilainya 4,0 – 5,4

3) Siswa memiliki nilai cukup baik jika rentang nilainya 5,5-6,9

4) Siswa memiliki nilai baik jika rentang nilainya 7,0 – 8,4

5) Siswa memiliki nilai sangat baik jika rentang nilainya 8,5 – 10,0

F. Indikator Keberhasilan

Penelitian dengan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Jigsaw berhasil jika 80% siswa memperoleh nilai tes formatif di atas 7,0 .

G.Prosedur Penelitian

1. Siklus I
52

Kegiatan-kegiatan pada siklus I yaitu :

a.Perencanaan :

o Menentukan kelas dan menetapkan kompetensi dasar pada pelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam kelas V SD,

o Menyusun silabus dan RPP,

o Merancang kegiatan belajar mengajar dengan penekanan pada Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

o Menyiapkan instrumen yang digunakan yaitu lembar tes formatif .

b. Pelaksanaan

 Apersepsi : guru menanyakan materi sebelumnya yaitu mendeskripsikan

ketergantungan manusia dan hewan pada tumbuhan hijau sebagai sumber

makanan.

 Motivasi : guru menjelaskan manfaat mengetahui cara mengidentifikasi

penyesuaian diri hewan dengan lingkungan tertentu untuk

mempertahankan hidup

 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.

 Guru membagi siswa menjadi 4 kelompok.

 Guru membagikan lembar berisi materi pelajaran kepada masing-masing

kelompok dengan topik materi yang berbeda-beda.

 Setiap kelompok ditugaskan untuk mempelajari topik tersebut, kemudian

bertukar anggota dengan anggota kelompok lain.


53

 Setelah berdiskusi dan bertukar fikiran, para siswa kembali ke

kelompoknya masing-masing untuk menjelaskan atau mendiskusikan apa

yang telah dipelajarinya kepada teman-teman kelompoknya.

 Guru menjelaskan materi tentang cara mengidentifikasi penyesuaian diri

hewan dengan lingkungan tertentu untuk mempertahankan hidup

 Guru dan siswa membahas materi yang belum dipahami.

 Guru meminta siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran.

 Guru menasehati agar siswa dapat menerapkan ilmu tentang cara

mengidentifikasi penyesuaian diri hewan dengan lingkungan tertentu

untuk mempertahankan hidup dalam kehidupan sehari-hari.

 Guru membagikan soal post test.

c. Observasi

Selama tahap pelaksanaan berlangsung, diadakan pengamatan/observasi

mengenai aktivitas siswa. Pengamatan ini dilakukan oleh observer/teman sejawat .

Selain itu, observer juga mencatat kelebihan dan kekurangan mengenai jalannya

kegiatan belajar mengajar sebagai bahan diskusi dalam refleksi.

d.Refleksi

Refleksi dilakukan bersama dengan observer. Dalam kegiatan refleksi,

dilakukan diskusi mengenai temuan-temuan yang menjadi kendala atau masalah

saat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, lalu disusun rencana tindakan untuk

mengatasi masalah tersebut tersebut untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.


54

2. Siklus II

Kegiatan yang dilaksanakan pada siklus II yaitu :

a.Perencanaan

Kegiatan perencanaan dilakukan dengan mempertimbangkan hasil refleksi

pada siklus I. Apa yang menjadi kelemahan pada kegiatan siklus I, diupayakan

untuk tidak terjadi lagi pada siklus II.

Adapun rincian kegiatan pada tahap perencanaan yaitu : Menyusun Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran, Menyiapkan instrumen yang digunakan yaitu lembar

tes formatif.

b.Pelaksanaan

 Apersepsi : guru menanyakan tentang materi sebelumnya yaitu

mengidentifikasi penyesuaian diri hewan dengan lingkungan tertentu

untuk mempertahankan hidup

 Motivasi : guru menjelaskan cara mengidentifikasi penyesuaian diri

tumbuhan dengan lingkungan tertentu untuk mempertahankan hidup

 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.

 Guru membagi siswa menjadi 4 kelompok.

 Guru membagikan lembar berisi materi pelajaran kepada masing-masing

kelompok dengan topik materi yang berbeda-beda.

 Setiap kelompok ditugaskan untuk mempelajari topik tersebut, kemudian

bertukar anggota dengan anggota kelompok lain.


55

 Setelah berdiskusi dan bertukar fikiran, para siswa kembali ke

kelompoknya masing-masing untuk menjelaskan atau mendiskusikan apa

yang telah dipelajarinya kepada teman-teman kelompoknya.

 Guru menjelaskan materi tentang cara mengidentifikasi penyesuaian diri

tumbuhan dengan lingkungan tertentu untuk mempertahankan hidup

 Guru dan siswa membahas materi yang belum dipahami.

 Guru meminta siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran.

 Guru menasehati agar siswa dapat menerapkan ilmu cara

mengidentifikasi penyesuaian diri tumbuhan dengan lingkungan tertentu

untuk mempertahankan hidup dalam kehidupan sehari-hari.

 Guru membagikan soal post test.

c.Observasi

Selama tahap pelaksanaan berlangsung, diadakan pengamatan/observasi

mengenai aktivitas siswa. Observer mencatat kelebihan dan kekurangan mengenai

jalannya kegiatan belajar mengajar sebagai bahan diskusi dalam refleksi.

d.Refleksi

Refleksi dilakukan bersama dengan observer. Bahan diskusinya adalah

temuan-temuan selama pelaksanaan pembelajaran, baik itu kelebihannya maupun

kelemahannya. Temuan-temuan tersebut dianalisis untuk mendapatkan gambaran

secara umum dari penelitian ini, sehingga akan didapatkan kesimpulan apakah

penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam kegiatan belajar

mengajar dapat meningkatkan hasil belajar siswa.


56

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan pada semester 1 Tahun

Pelajaran 2013/2014. Setiap siklus terdiri dari satu kali pertemuan dan diakhir

setiap siklus diadakan tes formatif untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap

materi yang telah diajarkan. Peneliti menetapkan kelas V sebagai subjek

penelitian dengan jumlah 31.

Jadual Pelaksanaan PTK ialah :

1. Hari Sabtu tanggal 02 November 2013 : pelaksanaan siklus 1

2. Hari Sabtu tanggal 09 November 2013 : pelaksanaan tes formatif siklus 1

3. Hari Sabtu tanggal 16 November 2013 : pelaksanaan siklus 2

4. Hari Sabtu tanggal 23 November 2013 : pelaksanaan tes formatif silus 2

1. Siklus 1

a. Perencanaan
57

Sebelum dilakukan kegiatan pembelajaran, peneliti menentukan kelas dan

menetapkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada mata pelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam. Kelas yang digunakan untuk penelitian adalah kelas V SDN

01 Trijaya Kecamatan Penawartama Kabupaten Tulang Bawang. Standar

Kompetensinya adalah mengidentifikasi cara makhluk hidup menyesuaikan diri

dengan lingkungannya dan Kompetensi Dasarnya yaitu mengidentifikasi

penyesuaian diri hewan dengan lingkungan tertentu untuk mempertahankan hidup.

Materi pokok pelajaran yaitu penyesuaian diri hewan dengan lingkungan.

Berdasarkan silabus yang sudah disusun di awal semester, dirancanglah

Rencana Perbaikan Pembelajaran sebagai pedoman untuk melaksanakan

tindakan. Kegiatan belajar mengajar dirancang dengan menitikberatkan pada

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. Selain Rencana Perbaikan

Pembelajaran, instrument yang juga disiapkan yaitu lembar tes. Lembar tes

digunakan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang

sudah diberikan.

b. Pelaksanaan

Kegiatan belajar mengajar pada siklus 1 dilaksanakan pada hari Sabtu, 02

November 2013 pada pukul 10.15 – 12.00. Adapun pelaksanaannya di dalam

kelas terbagi menjadi 3 kegiatan yaitu :

1).Kegiatan awal

 Apersepsi : guru menanyakan materi sebelumnya yaitu mendeskripsikan

ketergantungan manusia dan hewan pada tumbuhan hijau sebagai sumber

makanan.
58

 Motivasi : guru menjelaskan manfaat mengetahui cara mengidentifikasi

penyesuaian diri hewan dengan lingkungan tertentu untuk

mempertahankan hidup

 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.

2).Kegiatan inti

 Guru membagi siswa menjadi 4 kelompok.

 Guru membagikan lembar berisi materi pelajaran kepada masing-masing

kelompok dengan topik materi yang berbeda-beda.

 Setiap kelompok ditugaskan untuk mempelajari topik tersebut, kemudian

bertukar anggota dengan anggota kelompok lain.

 Setelah berdiskusi dan bertukar fikiran, para siswa kembali ke

kelompoknya masing-masing untuk menjelaskan atau mendiskusikan apa

yang telah dipelajarinya kepada teman-teman kelompoknya.

 Guru menjelaskan materi tentang cara mengidentifikasi penyesuaian diri

hewan dengan lingkungan tertentu untuk mempertahankan hidup

 Guru dan siswa membahas materi yang belum dipahami.

3).Kegiatan akhir

 Guru meminta siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran.

 Guru menasehati agar siswa dapat menerapkan ilmu tentang cara

mengidentifikasi penyesuaian diri hewan dengan lingkungan tertentu

untuk mempertahankan hidup dalam kehidupan sehari-hari.

 Guru membagikan soal post test.


59

Pada kegiatan akhir diadakan post tes untuk mengetahui pemahaman siswa

terhadap materi pelajaran yang baru saja mereka terima.

c. Observasi

Observasi dilaksanakan secara langsung bersamaan dengan kegiatan

pembelajaran.

d.Refleksi

Di akhir kegiatan pembelajaran siklus 1, peneliti bersama observer

melakukan refleksi untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan yang ditemui

pada saat kegiatan pembelajaran, yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk

melakukan perbaikan pada pertemuan berikutnya. Refleksi didasarkan pada hasil

nilai post test dan observasi.

Dari hasil refleksi diketahui beberapa kelemahan yang dijumpai pada saat

kegiatan pembelajaran, yaitu siswa belum menunjukkan cara bekerja sama untuk

mengerjakan tugas.

e.Hasil Belajar

Untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang baru

saja mereka terima, pada kegiatan akhir diadakan post tes. Hasil post tes siswa

adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil post tes siklus 1

Keterangan
No Nama Siswa Nilai Belum Tuntas Terlampaui
Tuntas
1. Ahmad Solihin 7 
60

2. Asti Wiranti 8 
3. Clara Julia Lolita 7 
4. Endang Fatmawati 10 
5. Ernawati 4 
6. Fatika Agustin 8 
7. Feri Irwanto 7 
8. Gendis Prameswari 9 
9. Heni Gayatri 8 
10. Irma Suryanti 5 
11. Katherine Safitri 4 
12. Muhammad Syukron A 6 
13. Nur Taufiqoh 9 
14. Nirma Permatasari 6 
15. Prima Hendra Irawan 10 
16. Patricia Margareta 9 
17. Rendi Prasetyo 5 
18. Siti Maimunah 8 
19. Sri Irawatinah 8 
20. Sarmiyati 4 
21. Sundari 7 
22. Sulaiman 10 
23. Siswati 8 
24. Tini Febrianti 9 
25. Venny Cintiya 4 
26. Wasiatun 8 
27. Welky Suhendar 5 
28. Yatimin 7 
29 Yasby Hasbullah 7 
30 Yaumil Mizan 4 
31 Zainul Mustofa 8 

Tabel 3.Rata-rata nilai hasil post tes siklus 1


61

No Nilai Jumlah Siswa Nilai x Jumlah Siswa


1 0 0 0
2 1 0 0
3 2 0 0
4 3 0 0
5 4 4 16
6 5 4 20
7 6 2 12
8 7 6 42
9 8 8 64
10 9 4 36
11 10 3 30
Jumlah 220
Rata-rata 7,09
< 7 ( belum tuntas) 10 siswa ( 32,25 % )
≥ 7 ( tuntas ) 21 siswa ( 67,75 % )

Dari tabel tersebut diketahui jumlah siswa yang mendapat nilai 4 ada 4

siswa, yang mendapat nilai 5 ada 4 siswa, yang mendapat nilai 6 ada 2 siswa,

yang mendapat nilai 7 ada 6 siswa, yang mendapat nilai 8 ada 8 siswa, yang

mendapat nilai 9 ada 4 siswa, dan yang mendapat nilai 10 ada 3 siswa. Nilai rata-

rata siswa adalah 7,09. Jumlah siswa yang mendapat nilai di bawah 7 ( belum

tuntas ) ada 10 siswa ( 32,25 % ) dan yang mendapat nilai di atas 7 ( tuntas ) ada

21 siswa ( 67,75 % ).

2.Tes formatif siklus 1


62

Tes formatif siklus 1 dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 09 November

2013 pukul 10.15 – 11.25. Pembahasan tentang soal tes formatif dilaksanakan

sesudah tes formatif, mulai pukul 11.25 – 12.00. Hasil nilai tes formatif siswa

adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Hasil tes formatif siklus 1.

Keterangan
No Nama Siswa Nilai Belum Tuntas Terlampaui
Tuntas
1. Ahmad Solihin 9 
2. Asti Wiranti 8 
3. Clara Julia Lolita 8 
4. Endang Fatmawati 7 
5. Ernawati 7 
6. Fatika Agustin 9 
7. Feri Irwanto 6 
8. Gendis Prameswari 7 
9. Heni Gayatri 10 
10. Irma Suryanti 4 
11. Katherine Safitri 8 
12. Muhammad Syukron A 7 
13. Nur Taufiqoh 10 
14. Nirma Permatasari 8 
15. Prima Hendra Irawan 9 
16. Patricia Margareta 4 
17. Rendi Prasetyo 8 
18. Siti Maimunah 5 
19. Sri Irawatinah 10 
20. Sarmiyati 7 
63

21. Sundari 6 
22. Sulaiman 7 
23. Siswati 7 
24. Tini Febrianti 9 
25. Venny Cintiya 6 
26. Wasiatun 8 
27. Welky Suhendar 8 
28. Yatimin 9 
29 Yasby Hasbullah 7 
30 Yaumil Mizan 7 
31 Zainul Mustofa 6 

Tabel 5.Rata-rata nilai tes formatif siklus 1

No Nilai Jumlah Siswa Nilai x Jumlah Siswa


1 0 0 0
2 1 0 0
3 2 0 0
4 3 0 0
5 4 2 8
6 5 1 5
7 6 4 24
8 7 9 63
9 8 7 56
10 9 5 45
11 10 3 30
Jumlah 231
Rata-rata 7,45
< 7 ( belum tuntas) 7 siswa ( 22,58 %)
≥ 7 ( tuntas ) 24 siswa ( 77,42 %)
64

Dari tabel tersebut diketahui jumlah siswa yang mendapat nilai 4 ada 2

siswa, yang mendapat nilai 5 ada 1 siswa, yang mendapat nilai 6 ada 4 siswa,

yang mendapat nilai 7 ada 9 siswa, yang mendapat nilai 8 ada 7 siswa, yang

mendapat nilai 9 ada 5 siswa, dan yang mendapat nilai 10 ada 3 siswa. Nilai rata-

rata siswa adalah 7,45.

Jumlah siswa yang mendapat nilai di bawah 7 ( belum tuntas ) ada 7 siswa

( 22,58 dan yang mendapat nilai di atas 7 ( tuntas ) ada 24 siswa ( 77,42 %).

3. Siklus 2

a. Perencanaan

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus 1, maka disusunlah rencana

perbaikan pembelajaran sebagai pedoman untuk melaksanakan tindakan

selanjutnya. Apa yang menjadi kelemahan pada siklus 1 diupayakan untuk tidak

terulang pada siklus 2. Pada saat merancang kegiatan pembelajaran, peneliti

menentukan Standar Kompetensinya terlebih dulu mengidentifikasi cara makhluk

hidup menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan Kompetensi Dasarnya

mengidentifikasi penyesuaian diri tumbuhan dengan lingkungan tertentu untuk

mempertahankan hidup. Materi pokok pelajaran yaitu penyesuaian diri tumbuhan

dengan lingkungan tertentu.

Berdasarkan silabus yang sudah disusun di awal semester, dirancanglah

Rencana Perbaikan Pembelajaran sebagai pedoman untuk melaksanakan tindakan.

Kegiatan belajar mengajar dirancang dengan menitikberatkan pada Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. Selain RPP, instrument yang juga


65

disiapkan yaitu lembar tes. Lembar tes digunakan untuk mengetahui penguasaan

siswa terhadap materi pelajaran yang sudah diberikan.

b.Pelaksanaan

Kegiatan belajar mengajar pada siklus 2 dilaksanakan pada hari Sabtu

tanggal 16 November 2013 pada pukul 10.15 – 12.00. Adapun pelaksanaannya di

dalam kelas terbagi menjadi 3 kegiatan yaitu :

1).Kegiatan awal

 Apersepsi : guru menanyakan tentang materi sebelumnya yaitu

mengidentifikasi penyesuaian diri hewan dengan lingkungan tertentu

untuk mempertahankan hidup

 Motivasi : guru menjelaskan cara mengidentifikasi penyesuaian diri

tumbuhan dengan lingkungan tertentu untuk mempertahankan hidup

 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.

2).Kegiatan inti

 Guru membagi siswa menjadi 4 kelompok.

 Guru membagikan lembar berisi materi pelajaran kepada masing-masing

kelompok dengan topik materi yang berbeda-beda.

 Setiap kelompok ditugaskan untuk mempelajari topik tersebut, kemudian

bertukar anggota dengan anggota kelompok lain.

 Setelah berdiskusi dan bertukar fikiran, para siswa kembali ke

kelompoknya masing-masing untuk menjelaskan atau mendiskusikan apa

yang telah dipelajarinya kepada teman-teman kelompoknya.

 Guru menjelaskan materi tentang cara mengidentifikasi penyesuaian diri

tumbuhan dengan lingkungan tertentu untuk mempertahankan hidup


66

 Guru dan siswa membahas materi yang belum dipahami.

3).Kegiatan akhir

 Guru meminta siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran.

 Guru menasehati agar siswa dapat menerapkan ilmu cara

mengidentifikasi penyesuaian diri tumbuhan dengan lingkungan tertentu

untuk mempertahankan hidup dalam kehidupan sehari-hari.

 Guru membagikan soal post test.

Pada kegiatan akhir diadakan post tes untuk mengetahui pemahaman siswa

terhadap materi pelajaran yang baru saja mereka terima.

C.Observasi

Observasi dilaksanakan secara langsung bersamaan dengan kegiatan

pembelajaran .

d.Refleksi

Di akhir kegiatan pembelajaran siklus 2, peneliti bersama observer

melakukan refleksi untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan yang ditemui

pada saat kegiatan pembelajaran, yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk

melakukan perbaikan pada pertemuan berikutnya. Refleksi didasarkan pada hasil

nilai post test dan hasil observasi. Kelemahan-kelemahan yang dijumpai pada

kegiatan siklus 2 sudah tidak terlihat lagi. Semua sudah berjalan sesuai dengan

yang diharapkan.
67

e.Hasil Belajar

Untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang baru

saja mereka terima, pada kegiatan akhir diadakan post tes. Hasil post tes siswa

adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Hasil post tes siklus 2.

Keterangan
No Nama Siswa Nilai Belum Tuntas Terlampaui
Tuntas
1. Ahmad Solihin 7 
2. Asti Wiranti 10 
3. Clara Julia Lolita 8 
4. Endang Fatmawati 7 
5. Ernawati 7 
6. Fatika Agustin 7 
7. Feri Irwanto 9 
8. Gendis Prameswari 8 
9. Heni Gayatri 8 
10. Irma Suryanti 9 
11. Katherine Safitri 4 
12. Muhammad Syukron A 9 
13. Nur Taufiqoh 6 
14. Nirma Permatasari 10 
15. Prima Hendra Irawan 7 
16. Patricia Margareta 6 
17. Rendi Prasetyo 10 
18. Siti Maimunah 7 
19. Sri Irawatinah 6 
68

20. Sarmiyati 8 
21. Sundari 7 
22. Sulaiman 8 
23. Siswati 10 
24. Tini Febrianti 7 
25. Venny Cintiya 8 
26. Wasiatun 9 
27. Welky Suhendar 8 
28. Yatimin 10 
29 Yasby Hasbullah 7 
30 Yaumil Mizan 8 
31 Zainul Mustofa 6 

Tabel 7.Rata-rata nilai hasil post tes siklus 2

No Nilai Jumlah Siswa Nilai x Jumlah Siswa


1 0 0 0
2 1 0 0
3 2 0 0
4 3 0 0
5 4 0 0
6 5 1 5
7 6 4 24
8 7 8 56
9 8 8 64
10 9 5 45
11 10 5 50
Jumlah 244
Rata-rata 7,87
< 7 ( belum tuntas) 5 siswa ( 16,12 % )
≥ 7 ( tuntas ) 26 siswa ( 63,88 % )
69

Dari tabel tersebut diketahui jumlah siswa yang mendapat nilai 5 ada 1

siswa, yang mendapat nilai 6 ada 4 siswa, yang mendapat nilai 7 ada 8 siswa,

yang mendapat nilai 8 ada 8 siswa, yang mendapat nilai 9 ada 5 siswa, dan yang

mendapat nilai 10 ada 5 siswa. Nilai rata-rata siswa adalah 7,87. Jumlah siswa

yang mendapat nilai di bawah 7 ( belum tuntas ) ada 5 siswa ( 16,12 % ) dan yang

mendapat nilai di atas 7 ( tuntas ) ada 26 siswa ( 63,88% ).

4.Tes formatif siklus 2

Tes formatif siklus 2 dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 23 November

2013 pukul 10.15 – 11.25. Pembahasan tentang soal tes formatif dilaksanakan

sesudah tes formatif, mulai pukul 11.25 – 12.00. Hasil nilai tes formatif siswa

adalah sebagai berikut :

Tabel 8. Hasil tes formatif siklus 2.

Keterangan
No Nama Siswa Nilai Belum Tuntas Terlampaui
Tuntas
1. Ahmad Solihin 10 
2. Asti Wiranti 9 
3. Clara Julia Lolita 9 
4. Endang Fatmawati 8 
5. Ernawati 8 
6. Fatika Agustin 9 
7. Feri Irwanto 7 
8. Gendis Prameswari 10 
9. Heni Gayatri 8 
70

10. Irma Suryanti 8 


11. Katherine Safitri 10 
12. Muhammad Syukron A 8 
13. Nur Taufiqoh 7 
14. Nirma Permatasari 8 
15. Prima Hendra Irawan 6 
16. Patricia Margareta 10 
17. Rendi Prasetyo 7 
18. Siti Maimunah 6 
19. Sri Irawatinah 10 
20. Sarmiyati 7 
21. Sundari 10 
22. Sulaiman 8 
23. Siswati 9 
24. Tini Febrianti 7 
25. Venny Cintiya 7 
26. Wasiatun 8 
27. Welky Suhendar 10 
28. Yatimin 10 
29 Yasby Hasbullah 7 
30 Yaumil Mizan 5 
31 Zainul Mustofa 6 

Tabel 9 .Rata-rata nilai tes formatif siklus 2.

No Nilai Jumlah Siswa Nilai x Jumlah Siswa


1 0 0 0
2 1 0 0
3 2 0 0
4 3 0 0
5 4 0 0
71

6 5 1 5
7 6 3 18
8 7 6 42
9 8 8 64
10 9 5 45
11 10 8 80
Jumlah 254
Rata-rata 8,19
< 7 ( belum tuntas) 4 siswa ( 12,90 % )
≥ 7 ( tuntas ) 27 siswa ( 87,10 % )

Dari tabel tersebut diketahui jumlah siswa yang mendapat nilai 5 ada 1

siswa, yang mendapat nilai 6 ada 3 siswa, yang mendapat nilai 7 ada 6 siswa,

yang mendapat nilai 8 ada 8 siswa, yang mendapat nilai 9 ada 5 siswa, dan yang

mendapat nilai 10 ada 8 siswa. Nilai rata-rata siswa adalah 8,19.

Jumlah siswa yang mendapat nilai di bawah 7 ( belum tuntas ) ada 4

siswa ( 12,90 % ) dan yang mendapat nilai di atas 7 ( tuntas ) ada 27 siswa

( 87,10 % ).

B.Pembahasan

Dari analisis data dan hasil penelitian diketahui bahwa terjadi peningkatan

hasil belajar siswa. 87,10 % siswa telah mencapai indikator pembelajaran yang

telah ditetapkan yaitu mencapai nilai 7,0

Persentase ketuntasan belajar hasil tes dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 10. Ketuntasan nilai tes formatif siklus 1 dan 2.


72

Siklus 1 Siklus 2
Nilai
Jumlah Siswa Jumlah Siswa
< 7 ( belum tuntas) 7 siswa ( 22,58 %) 4 siswa ( 12,90 % )
≥ 7 ( tuntas ) 24 siswa ( 77,42 %) 27 siswa ( 87,10 % )
Rata-rata 7,45 8,19

Dari tabel tersebut diketahui bahwa pada siklus 1, jumlah siswa yang

mencapai ketuntasan belajar ada 24 siswa ( 77,42 %) dan yang belum mencapai

ketuntasan belajar ada 7 siswa ( 22,58 %). Pada siklus 2, jumlah siswa yang

mencapai ketuntasan belajar ada 27 siswa ( 87,10 % ) dan yang belum mencapai

ketuntasan belajar ada 4 siswa ( 12,90 % ).

Berdasarkan tabel tersebut maka dapat diketahui bahwa telah terjadi

peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar dari 24 siswa

( 77,42 %) menjadi 27 siswa ( 87,10 % ) serta terjadi peningkatan nilai rata-rata

tes formatif siswa dari 7,45 menjadi 8,19.

Dengan demikian telah terbukti bahwa dengan menerapkan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan

Alam di kelas V SDN 01 Trijaya Kecamatan Penawartama Kabupaten Tulang

Bawang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dari siklus ke siklus.


73

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di SDN 01 Trijaya

Kecamatan Penawartama Kabupaten Tulang Bawang pada Tahun Pelajaran

2013/2014 semester 1, maka dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam kelas V SD, dapat meningkatkan hasil belajar siswa dari rata-

rata 7,45 menjadi 8,19 serta jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar

meningkat dari 24 siswa ( 77,42 %) menjadi 27 siswa ( 87,10 % ).

Jadi penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam

pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD kelas V terbukti dapat meningkatkan

hasil belajar siswa.

B.       SARAN
74

Adapun saran yang penulis ajukan setelah menerapkan pembelajaran

dengan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw yaitu untuk

meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA, diharapkan guru

dapat menerapkan model pembelajaran yang dapat menggali potensi yang ada

pada diri siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Sudarmanto, Y.B. Tuntutan Metodologi Belajar. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana


Indonesia. 1993.

Sudjono.2001.Pengantar Evaluasi Pendidikan.Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Wihardit,Kuswaya,dkk.2004.Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta : UT.

Zain,Aswin.2002.Strategi Belajar Mengajar.Jakarta : Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai