Anda di halaman 1dari 92

BAB I.

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Pemikiran mengenai konsep pendidikan IPS di Indonesia, banyak

dipengaruhi oleh pemikiran studi sosial di Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan

negara Amerika Serikat yang kita anggap sebagai salah satu negara yang memiliki

pengalaman panjang dan reputasi akademis yang signifikan dalam bidang

tersebut. National Council for the Social Studies (NCSS) adalah lembaga yang

mewadahi dan mendukung gagasan tentang IPS melalui karya -karya maupun

penelitian akademis yang disusun oleh para pakar sosial . Karya - karya akademis

tersebut akhirnya ikut mempengaruhi perkembangan paradigma IPS di Indonesia

pada Triwarsa terakhir.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) bukanlah disiplin ilmu melainkan suatu

program pengajaran atau mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang

kajiannya mengintegrasikan bidang ilmu-ilmu sosial (ilmu sejarah, ilmu geografi,

ilmu ekonomi, dan ilmu sosiologi) dan humaniora (aspek norma, nilai, bahasa,

seni, dan budaya) Meskipun pengetahuan sosial sesungguhnya sudah melekat

pada diri seseorang namun IPS perlu dipelajari dan diajarkan kepada peserta

didik. Hal ini dikarenakan pengetahuan sosial alamiah itu belum cukup mengingat

kehidupan masyarakat dengan segala persoalannya itu makin berkembang. Untuk

menghadapi perkembangan yang terus menerus tersebut diperlukan pendidikan

formal, khususnya pendidikan IPS di sekolah.


Pendidikan IPS bertujuan “membina peserta didik menjadi warga negara

yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepedulian sosial, yang

berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan negara”. Untuk

merealisasikan tujuan ini maka proses pembelajaran IPS tidak hanya menekankan

pada aspek pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor) saja,

melainkan meliputi juga aspek akhlak (afektif) dalam menghayati serta menyadari

kehidupan yang penuh dengan masalah, tantangan, hambatan, dan persaingan.

Melalui pendidikan IPS peserta didik dibina dan dikembangkan kemampuan

mental intelektualnya menjadi warga negara yang berketerampilan dan

berkepedulian social serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai yang

terkandung dalam Pancasila. Guru IPS di SD perlu memiliki wawasan tujuan dan

arah yang hendaknya dipertimbangkan ketika mengembangkan materi

pembelajaran

Tahun 2020 adalah sebuah babak baru dalam perjalanan panjang

pendidikan negeri Indonesia, di mana dunia pendidikan mengalami reformasi

besar-besaran dengan dikeluarkannya kurikulum yang baru yang disebut

Kurikulum Darurat. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan (Kemendikbud) menerbitkan Keputusan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman

Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus. Satuan

pendidikan dalam kondisi khusus dapat menggunakan kurikulum yang sesuai

dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik. Dalam peraturan tersebut pihak

sekolah pada umumnya dapat fleksibel untuk memilih kurikulum yang sesuai
dengan kebutuhan pembelajaran siswa, sedangkan untuk guru pada khususnya

juga dapat memilih metode-metode pembelajaran yang sesuai dengan kondisi

pandemi sehingga pelajaran dapat tersampaikan secara maksimal dan tetap efektif

terhadap siswa. Pandemi COVID 19 memberikan efek yang sangat besar terhadap

siswa, karena siswa hanya mendapat pelajaran melai media daring (dalam

jaringan), luring (luar jaringan) dan tidak bisa melaksanakan tatap muka di

sekolah. Kondisi ini mengharuskan siswa untuk dapat memahami secara mandiri

(self) maupun terbimbing (guided) jarak jauh setiap materi yang diberikan

memalui media daring dan luring.

Berdasarkan Studi pendahuluan dengan peserta didik yang dilakukan

berulang – ulang dan terstruktur dapat disimpulkan bahwa dalam belajar IPS

peserta didik masih banyak mengalami kesulitan bahkan masih banyak siswa yang

mendapat nilai dibawah KKM. Sehingga perlu adanya akselerasi metode -

metode pembelajaran yang digunakan agar pembelajaran IPS dapat diterima

dengan mudah, utuh dan tuntas.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi baik buruknya hasil belajar yang

diperoleh peserta didik. Sejalan dengan pendapat Daryanto dan Muljo Rahardjo

(2012:212) yang menyatakan bahwa keberhasilan belajar peserta didik

dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor yang berasal dari dalam diri

peserta didik dibagi menjadi dua yaitu faktor psikologis dan fisiologis, sedangkan

faktor dari luar diri peserta didik meliputi lingkungan sekitar, guru, faktor sosial,

metode pembelajaran, dll.


Salah satu faktor yang cukup mempengaruhi hasil belajar siswa adalah

gaya belajar. Setiap siswa mempunyai cara sendiri-sendiri dalam menyerap

pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Menurut Carol Ann Tomlinson, dkk

(2003:129) “The term learning profile refers to students preferred mode of

learning that can be affected by a numbr of factor including learning style”. Guru

perlu memerhatikan perbedaan yang ada pada siswa ,hal ini merupakan salah satu

cara guru dalam mendekatkan diri pada siswa.

Menurut Markaban (2008, hlm. 11), “Model pembelajaran Guided

Discovery adalah metode pembelajaran yang melibatkan suatu dialog/interaksi

antara siswa dan guru dimana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui

suatu urutan pertanyaan yang dilakukan oleh guru”. Pendapat Markaban mengenai

pengertian model Guided Discovery Learning pun sama halnya dengan pendapat

menurut Melani, Harlita dan Sugiharo (2012, hlm. 99), ”Guided discovery

learning mengharuskan siswa menggunakan informasi untuk mengkonstruksi

pemahamannya sendiri sehingga pemahaman materi lebih berbekas dalam diri

siswa”.11 Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas, peneliti menyimpulkan

bahwa model Guided Discovery Learning atau pembelajaran penemuan

terbimbing merupakan model pembelajaran yang menciptakan situasi belajar yang

melibatkan siswa belajar secara aktif dan mandiri dalam menemukan suatu konsep

atau teori, pemahaman, dan pemecahan masalah. Proses penemuan tersebut

membutuhkan guru sebagai fasilitator dan pembimbing. Banyaknya bantuan yang

diberikan guru tidak mempengaruhi siswa untuk melakukan penemuan sendiri


Menurut Bandura (1977) self regulated learning adalah suatu usaha untuk

memperdalam dan memanipulasi jaringan asosiatif dalam suatu bidang khusus

(yang tidak perlu membatasi pada isi akademik), dan memonitor serta

meningkatkan proses-proses yang mendalam. Self regulated learning mengacu

pada perencanaan yang hati-hati dan monitoring terhadap proses proses kognitif

dan afektif yang tercakup dalam penyelesaian tugas-tugas akademik yang berhasil

dengan baik. SRL menempatkan pentingnya kemampuan seseorang untuk belajar

disiplin mengatur dan mengendalikan diri sendiri, terutama bila menghadapi

tugas-tugas yang sulit. Pada sisi lain SRL menekankan pentinganya inisiatif

karena SRL merupakan belajar yang terjadi atas inisatif. Siswa yang memiliki

inisiatif menunjukkan kemampuan untuk mempergunakan pemikiran-

pemikirannya, perasanaan-perasaannya, strategi dan tingkah lakunya yang

ditujukan untuk mencapai tujuan (Zimmerman, 2002). Self regulated learning

memiliki otonomi pribadi dalam mengelola kegiatan belajarnya. (Zimmerman

(1999) menjelaskan bahwa self regulated learning memiliki dimensi yakni :

motivasi (motive), metode (method), hasil kerja (performance outcome), dan

lingkungan atau kondisi sosial (environment social). Motivaasi merupakan inti

dari pengelolaan diri dalam belajar, dimana melalui motivasi siswa akan

mengambil tindakan dan tanggung jawab atas kegiatan yang dilakukan (Smith,

2001).

Berdasarkan studi kasus diatas adalah alasan peneliti ingin mengambil

judul bagai manakah pengaruh metode guide dicovery learning dan metode self
regulated learning terhadap prestasi mata pelajaran IPS di SDN Sepanjang 1

Taman Sidoarjo

b. Lingkup Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas maka akan

dilakukan pembatasan masalah dalam pengkajian penelitian yaitu sebagai berikut

1. Pengaruh metode pembelajaran guide dicovery learning dan self

regulated learning terhadap prestasi mata pelajaran IPS kelas VI di

SDN Sepanjang 1 Taman Sidoarjo

2. Kelayakan metode pembelajaran guided dicovery learning dan self

regulated learning di era pandemi COVID – 19

3. Materi IPS yang digunakan dalam penelitian ini adalah peran

Indonesia di ASEAN dalam bidang ekonomi.

4. Penelitian ini dilakukan di SDN Sepanjang 1 Taman Sidoarjo

5. Penelitain ini dilakukan pada siswa kelas VI Semester genap.

6. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2020 /

2021.

c. Rumusan Masalah

Berdasarkan lingkup penelitian yang telah ditetapkan maka masalah yang

melandasi adalah sebagai berikut:


1. Apakah terdapat signifikansi pengaruh metode pembelajaran guided

discovery learning terhadap prestasi mata pelajaran IPS kelas VI ?

2. Apakah terdapat signifikansi pengaruh metode self regulated learning

terhadap prestasi mata pelajaran IPS kelas VI ?

3. Apakah terdapat signifikansi pengaruh secara berganda antara metode

pembelajaran guided discovery learning dan self regulated learning

terhadap prestasi mata pelajaran IPS kelas VI ?

d. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian adalah

sebagai berikut:

1. Mengetahui signifikansi Pengaruh metode pembelajaran guide

discovery learning dan self regulated learning terhadap prestasi mata

pelajaran IPS kelas VI

2. Mengetahui signifikansi pengaruh metode self regulated learning

terhadap prestasi mata pelajaran IPS kelas VI

3. Mengetahui signifikansi pengaruh secara berganda antara metode

pembelajaran guided discovery learning dan self regulated learning

terhadap prestasi mata pelajaran IPS kelas VI di SDN Sepanjang 1

Taman Sidoarjo
e. Mengetahui Kelayakan metode pembelajaran guided dicovery learning

dan self regulated learning di era pandemi COVID – 19 terhadap prestasi

mata pelajaran IPS kelas VI

f. Definisi Istilah

Adapun definisis istilah pada kajian penelitian ini adalah :

1. self regulated learning adalah suatu usaha untuk memperdalam dan

memanipulasi jaringan asosiatif dalam suatu bidang khusus (yang tidak

perlu membatasi pada isi akademik), dan memonitor serta

meningkatkan proses-proses yang mendalam.

2. Guided Discovery adalah metode pembelajaran yang melibatkan suatu

dialog/interaksi antara siswa dan guru dimana siswa mencari

kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang

dilakukan oleh guru

g. Manfaat Penelitian

1. Manfaat secara teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan

konsep IPS dan model pembelajaran guided discovey learning dan self

regulated Learning . Hal – hal tersebut merupakan masukan untuk

pengembangan ilmu pengetahuan karena peneliti ini akan dijadikan

sebagai bahan bacaan ilmu pengetahuan

2. Manfaat secara praktis


a. Bagi Guru

1. Dijadikan masukan untuk meningkatkan proses pembelajaran IPS.

2. Peneliti ini dapat memberikan informasi dan menambah wawasan

serta sebagai bahan masukan guru dalam mata pelajaran IPS pada

pembelajaran peran Indonesia di ASEAN dalam bidang ekonomi.

b. Bagi Siswa

1. Memberikan motivasi untuk mengoptimalkan kemampuan berfikir

dan mengembangkan potensi diri siswa.

2. Mengembangkan kreatifitas siswa.

c. Bagi Sekolah

Dengan hasil penelitian diharapkan SDN Sepanjang 1 Taman

Sidoarjo dapat lebih meningkatkan penggunaan model guided discovey

learning dan self regulated Learning dalam proses belajar mengajar,tidak

hanya pada pembelajaran IPS,tetapi dapat diterapkan pada mata pelajaran

lainnya.

d. Bagi Peneliti
Dapat memperluas wawasan dan memperoleh pengalaman berfikir

dalam memecahkan persoalan khususnya mengenai upaya meningkatkan

pemahaman dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS kelas VI SDN

Sepanjang 1 Taman Sidoarjo

h. Asumsi

Menurut Sugiyono (2006:82) dalam Muh. Tahir (2011:24) Asumsi

adalah pernyataan yang diterima kebenarannya tanpa pembuktian. Asumsi

dapat diartikan sebagai tanggapan. Dalam penelitian asumsi digunakan

sebagai anggapan dasar, yakni suatu yang diyakini kebenarannya tanpa

harus membuktikan kebenarannya terlebih dahulu oleh peneliti. Dalam

penelitian ilmiah peneliti harus memberikan asumsi tentang kedudukan

masalahnya, karena asumsi akan menjadi landasan teori dalam laporan

hasil penelitian. Asumsi adalah sebuah titik tolak pemikiran yang

kebenarannya diterima oleh peneliti.

Berdasarkan kerangka atau paradigma penelitian sebagaimana

diuraikan diatas, maka beberapa asumsi dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut: Penelitian berasumsi bahwa dengan penerapan model

pembelajaran Guided discovery learning dapat meningkatkan motivasi dan

hasil belajar siswa dengan alasan, bahwa dengan menggunakan model

Guided discovery learning, diharapkan siswa : 1) dapat memotivasi

mengemukakan pendapatnya; 2) menghargai pendapat teman; 3) saling


memberikan pendapat; 4) menumbuhkan kemampuan berfikir kritis; 5)

bekerjasama dan membantu teman


BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Kajian tentang Model Pembelajaran

a. Hakikat Model dan Metode pembelajaran

Konsep pembelajaran menurut Corey (Sagala, 2010:61) adalah ”suatu

proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk

memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi

khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran

merupakan subset khusus dari pendidikan”. Lingkungan belajar hendaknya

dikelola dengan baik karena pembelajaran memiliki peranan penting dalam

pendidikan. Sejalan dengan pendapat Sagala (2010: 61) bahwa pembelajaran

adalah ”membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar

merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan”.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007

mengenai Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,

diuraikan bahwa: “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru

dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu

direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi. Pelaksanaan pembelajaran

merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan

pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.”.


Konsep model pembalajaran menurut Trianto (2010: 51), menyebutkan

bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan

sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran

tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan

digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam

kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Sedangkan metode pembelajaran menurut Djamarah, SB. (2006: 46)

”suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan’.

Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru agar

penggunaanya bervariasi sesuai yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir.

Dari konsep pembelajaran, model dan metode pembelajaran dapat

didefinisikan bahwa model pembelajaran adalah prosedur atau pola sistematis

yang digunakan sebagai pedoman untuk mencapai tujuan pembelajaran

didalamnya terdapat strategi, teknik, metode, bahan, media dan alat penilaian

pembelajaran. Sedangkan metode pembelajaran adalah cara atau tahapan yang

digunakan dalam interaksi antara peserta didik dan pendidik untuk mencapai

tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sesuai dengan materi dan mekanisme

metode pembelajaran.

b. Unsur-Unsur Model Pembelajaran

Menurut Hamzah B.Uno “Tidak ada suatu model pembelajaran yang

dapat memberiakan resep paling ampuh untuk mengembangkan suatu program

pembelajaran”. (.Hamzah B. Uno. 2009: 9). Oleh karena itu menentukan model
pembelajaran harus disesuaikan dengan kemampuan guru mengelola kelas dan

kesesuaian materi yang disampaikan. Jadi apabila antara pendekatan, strategi,

metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu

kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model

pembelajaran . Oleh karena itu, menurut Joyce dan Weil dalam I Wayan Santyasa

(2007: 7) model pembelajaran harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1. Syntax yaitu langkah langkah operasional pembelajaran

2. Social system suasana dan norma yang berlaku dalam

pembelajaran

3. Principles of reaction mengambarkan seharusnya bagaimana guru

memandang memperlakukan dan merespon siswa

4. Support system segala sarana bahan alat atau lingkungan belajar

yang mendukung pembelajaran

5. Instructional hasil belajar yang diperoleh langsung berdasarkan

tujuan yang disasar (instructional effects) dan hasil belajar yang

diluar yang disasar (narturant effects)

2. Kajian tentang Model Pembelajaran Guided Discovery Learning (GDL)

a. Pengertian Model Pembelajaran Guided Discovery Learning (GDL)

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang

digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau

pembelajaran dalam tutorial. Menurut Suprijono (2013, hlm. 46), “Model


pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan

pembelajaran dikelas maupun tutorial”.

Dalam hal ini model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian

adalah model Guided Discovery. Suryosubroto (2009, hlm. 178) memaparkan

sebagai berikut: Model discovery diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang

mementingkan pengajaran, perseorangan, manipulasi objek dan lain-lain

percobaan, sebelum sampai pada generalisasi. Sebelum siswa sadar akan

pengertian, guru tidak menjelaskan dengan kata-kata. Penggunaan model

discovery dalam proses belajar mengajar, memperkenankan siswa siswanya

menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau

diceramahkan saja. Kemudian model discovery learning dibagi menjadi dua jenis

yang setiap jenisnya mempunyai kelebihan masing-masing.

Suwangsih dan Tiurlina (2006, hlm. 204) mengatakan bahwa model

pembelajaran penemuan atau discovery learning dibagi menjadi dua jenis, yaitu

pembelajaran penemuan murni (free discovery learning) dan pembelajaran

penemuan terarah atau penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning).

Menurut Markaban (2008, hlm. 11), “Model pembelajaran Guided

Discovery adalah metode pembelajaran yang melibatkan suatu dialog/interaksi

antara siswa dan guru dimana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui

suatu urutan pertanyaan yang dilakukan oleh guru”. Pendapat Markaban mengenai

pengertian model Guided Discovery Learning pun sama halnya dengan pendapat

menurut Melani, Harlita dan Sugiharo (2012, hlm. 99), ”Guided discovery
learning mengharuskan siswa menggunakan informasi untuk mengkonstruksi

pemahamannya sendiri sehingga pemahaman materi lebih berbekas dalam diri

siswa”.

Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa

model Guided Discovery Learning atau pembelajaran penemuan terbimbing

merupakan model pembelajaran yang menciptakan situasi belajar yang melibatkan

siswa belajar secara aktif dan mandiri dalam menemukan suatu konsep atau teori,

pemahaman, dan pemecahan masalah. Proses penemuan tersebut membutuhkan

guru sebagai fasilitator dan pembimbing. Banyaknya bantuan yang diberikan guru

tidak mempengaruhi siswa untuk melakukan penemuan sendiri.

b. Tahap Pembelajaran Guided Discovery Learning (GDL)

Saat proses pembelajaran, diperlukan adanya langkah-langkah yang tepat

agar pembelajaran dapat berjalan secara optimal. Langkah-langkah pembelajaran

yang tepat juga sangat menentukan keberhasilan suatu model pembelajaran.

Sedangkan pelaksanaan Guided Discovery Learning menurut Hanafiah

dan Suhana (2010, hlm. 77), “pelaksanaan ini dimulai dari pertanyaan inti, guru

mengajukan berbagai pertanyaan yang melacak, dengan tujuan untuk

mengarahkan peserta didik ke titik kesimpulan yang diharapkan. Selanjutnya

siswa melakukan percobaan untuk membuktikan pendapat yang

dikemukakannya”.

Suryosubroto (2009, hlm. 184) mengemukakan langkah-langkah model

penemuan sebagai berikut:


a. Identifikasi kebutuhan siswa.

b. Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep

dan generalisasi yang akan dipelajari.

c. Seleksi bahan, dan problema/tugas-tugas.

d. Membantu memperjelas:

1) Tugas/problema yang akan dipelajari.

2) Peranan masing-masing siswa.

e. Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan.

f. Mencek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan

dipecahkan dan tugastugas siswa.

g. Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan.

h. Membantu siswa dengan informasi/data, jika diperlukan oleh

siswa.

i. Memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan

yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses.

j. Merangsang terjadinya interaksi antarsiswa dengan siswa.

k. Memuji dan membesarkan siswa yang bergiat dalam proses

penemuan.

l. Membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi

atas hasil penemuannya.


Menurut Bruner (dalam Winataputra, 2008, hlm. 3.19), “Tahap-tahap

penerapan belajar penemuan, yaitu;

1) stimulus (pemberian perangsang/stimuli),

2) problem statement (mengidentifikasi masalah),

3) data collection (pengumpulan data),

4) data processing (pengolahan data),

5) verifikasi

6) generalisasi

Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan

bahwa model Guided Discovery Learning dilaksanakan dengan langkah-langkah

pembelajaran sebagai berikut:

a) Stimulus (memberikan pertanyaan atau menganjurkan siswa

untuk mengamati gambar maupun membaca buku mengenai

materi).

b) Problem statement (memberikan kesempatan kepada siswa

untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan

dengan bahan pelajaran, kemudian memilih dan merumuskannya

dalam bentuk hipotesis).

c) Data collection (memberikan kesempatan kepada siswa

mengumpulkan informasi).
d) Data processing (mengolah data yang telah diperoleh oleh

siswa).

e) Verifikasi (mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk

membuktikan benar tidaknya hipotesis)

f) Generalisasi (mengadakan penarikan kesimpulan).

c. Kelebihan dan Kekurangan Guided Discovery Learning (GDL)

Kelebihan dari model Guided Discovery Learning menurut Hosnan (2014,

hlm. 287) adalah sebagai berikut:

1) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan

keterampilanketerampilan dan proses-proses kognitif.

2) Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi

dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer.

3) Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan

masalah.

4) Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena

memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lain.

5) Mendorong keterlibatan keaktifan siswa.

6) Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis

sendiri.

7) Melatih siswa belajar mandiri.


8) Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar, karena siswa

berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir.

Kekurangan dari model Guided Discovery Learning menurut Hosnan

(2014, hlm. 287) adalah sebagai berikut:

1) Menyita banyak waktu karena guru dituntut mengubah

kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberi informasi

menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing.

2) Kemampuan berpikir rasional siswa ada yang masih terbatas.

3) Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan model ini.

3. Kajian tentang Model Pembelajaran Self Regulated Learning (SRL)

a. Pengertian Model Pembelajaran Self Regulated Learning (SRL)

Self-Regulated Learning sering disama artikan dengan kemandirian

belajar. Kemandirian ini menekankan pada aktivitas dalam belajar yang penuh

tanggung jawab sehingga mampu mencapai hasil belajar yang lebih baik. self-

regulated learning adalah usaha individu yang dilakukan secara sistematis untuk

memfokuskan pikiran, perasaan, dan perilaku pada pencapaian tujuan.

Keberhasilan belajar suatu individu ditentukan dua faktor yaitu internal dan

eksternal sebagaimana, belajar tidak hanya dikontrol oleh aspek eksternal saja

melainkan juga dikontrol oleh aspek internal yang diatur sendiri atau self-
regulated (Chung, 2011). Selfregulated learning sebagai kemampuan pebelajar

untuk berpartisi aktif dalam proses belajarnya (Zimmerman, 2004).

Salah satu komponen dalam Self-regulated learning, yaitu meregulasi

usaha yang berhubungan dengan prestasi dan mengacu pada niat siswa untuk

mendapatkan sumber, energi dan waktu untuk dapat menyelesaikan tugas

akademis yang penting (Wolters, 2003). Pengelolaan diri dalam belajar sebagai

bentuk belajar dengan bergantung pada motivasi belajar mereka secara otonomi

(mandiri) mengembangkan pengukuran (kognisi, metakognisi dan perilaku) dan

memonitor kemajuan belajar (Baumert, 2002). Kemandirian belajar penting untuk

dimiliki setiap siswa karena kemandirian belajar dapat menjadi salah satu faktor

yang menentukan dalam keberhasilan belajar seorang siswa.

Sejumlah pakar (Butler, 2002, Corno dan Mandinah, 1983, Corno dan

Randi, 1999, Hargis, http:/www.smartkidzone.co/, Kerlin, 1992, Paris dan

Winograd, 1998, Schunk dan Zimmerman, 1998, Wongsri, Cantwell, dan Archer,

2002), menguraikan pengertian istilah SRL, merelasikannya dengan beberapa

istilah lain yang serupa, memeriksa efek SRL terhadap pembelajaran sains melalui

internet, serta memberikan saran untuk memajukan SRL pada siswa/mahasiswa.

Dalam artikel-artikel di atas, istilah SRL didefinisikan agak berbeda,

namun semuanya memuat tiga karakteritik utama yang serupa, yaitu merancang

tujuan, memilih stategi, dan memantau proses kognitif dan afektif yang

berlangsung ketika seseorang menyelesaikan suatu tugas akademik.


Corno dan Mandinah (1983), Hargis (http:/www.jhargis.co/) dan Kerlin,

(1992) mendefisikan SRL sebagai upaya memperdalam dan memanipulasi

jaringan asosiatif dalam suatu bidang tertentu, dan memantau serta meningkatkan

proses pendalaman yang bersangkutan Definisi tersebut menunjukkan bahwa SRL

merupakan proses perancangan dan pemantauan diri yang seksama terhadap

proses kognitif dan afektif dalam menyelesaikan 1suatu tugas akademik. Dalam

hal ini, SRL itu sendiri bukan merupakan kemampuan mental atau keterampilan

akademik tertentu seperti kefasihan membaca, namun merupakan proses

pengarahan diri dalam mentransformasi kemampuan mental ke dalam

keterampilan akademik tertentu (Hargis, http:/www.jhargis.co/).

Mengacu pada pendapat Corno dan Mandinach (1983), Kerlin (1992)

mengklasifikasi SRL dalam dua katagori yaitu:

(1) proses pencapaian informasi, proses transformasi informasi,

proses pemantauan, dan proses perancangan, serta

(2) proses kontrol metakognitif.

Agak berbeda dengan definisi Corno dan Mandinach (1983), Bandura

(Hargies, http:/www.jhargis.co/) mendefinisikan SRL sebagai kemampuan

memantau perilaku sendiri, dan merupakan kerja-keras personaliti manusia.

Selanjutnya Bandura menyarankan tiga langkah dalam melaksanakan SRL yaitu:

(1) Mengamati dan mengawasi diri sendiri

(2) Membandingkan posisi diri dengan standar tertentu


(3) Memberikan respons sendiri (respons positif dan respons

negatif).

Strategi SRL memuat kegiatan: mengevaluasi diri, mengatur dan

mentranformasi, menetapkan tujuan dan rancangan, mencari informasi, mencatat

dan memantau, menyusun lingkungan, mencari konsekuensi sendiri, mengulang

dan mengingat, mencari bantuan sosial, dan mereview catatan. Berkaitan dengan

SRL, Hargies (http:/www.jhargis.co/) melaporkan bahwa mahasiswa

menunjukkan SRL yang tinggi ketika belajar sains melalui internet, dan mereka

memperoleh peningkatan skor sains setelah pembelajaran. Demikian pula Yang

(Hargis, http:/www.jhargis.co/) melaporkan bahwa siswa yang memiliki SRL

yang tinggi:

(1) cenderung belajar lebih baik dalam pengawasannya sendiri dari

pada dalam pengawasan program,

(2) mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya

secara efektif;

(3) menghemat waktu dalam menyelesaikan tugasnya; dan

(4) mengatur belajar dan waktu secara efisien

b. Tahap Pembelajaran Self Regulated Learning (SRL)

Berdasarkan perspektif sosial-kognitif yang dikemukakan

Zimmerman, proses self-regulation digambarkan dalam tiga fase perputaran:

fase forethought (perencanaan), performance or volitional control


(pelaksanaan), dan self reflection (proses evaluasi). Ketiga fase tersebut

prosesnya sama dengan self-regulated learning.

Fase forethought berkaitan dengan proses-proses yang berpengaruh

mendahului usaha untuk bertindak dan proses dalam menentukan tahap- tahap

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. Fase performance or

volitional control meliputi beberapa proses yang terjadi selama individu

bertindak dalam upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada fase

sebelumnya. Sedangkan pada fase self reflection meliputi proses yang terjadi

setelah individu melakukan usaha yang telah ditetapkan, dan pengaruh dari

respon terhadap pengalamannya yang kemudian akan memberikan pengaruh

pada fase forethought dalam menetapkan tujuan dan langkah-langkah yang

harus dilaksanakan. Perputaran self-regulation dikatakan sempurna apabila

proses refleksi diri mampu mempengaruhi

proses perencanaan selama seseorang berusaha memperoleh

pengetahuan berikutnya.

a. Fase perencanaan (Forethought)

Terdapat dua kategori yang saling berkaitan erat

dalam fase perencanaan:

1) Analisis tugas (Task Analysis). Analisis tugas meliputi

penentuan tujuan dan perencanaan strategi. Penentuan

tujuan dapat diartikan sebagai penetapan atau penentuan

hasil belajar yang ingin dicapai oleh seorang individu,

misalnya memecahkan persoalan matematika selama


proses belajar berlangsung. Sistem tujuan dari individu

yang mampu melakukan self-regulation tersusun secara

bertahap. Sedangkan perencanaan strategi merupakan

suatu proses dan tindakan seseorang yang bertujuan dan

diarahkan untuk memperoleh dan menunjukkan suatu

keterampilan yang dapat digunakannya untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkannya.

2) Keyakinan motivasi diri (Self-motivation beliefs). Yang

menjadi dasar dari analisis tugas dan perencanaan strategi

adalah self- motivation beliefs yang meliputi efikasi diri,

outcome expectation, minat intristik atau penilaian

(valuing), dan orientasi tujuan.

b. Fase performa (Performance / Volitional control)

1) Kontrol diri (Self-control). Proses self-control seperti

instruksi diri (self-instruction), perbandingan (imagery),

pemfokusan perhatian, dan strategi tugas, membantu

individu berkonsentrasi pada tugas

yang dihadapi dan mengoptimalkan usaha untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan.

2) Observasi diri (Self-observation). Proses self-observation

mengacu pada penelusuran individu terhadap aspek-aspek

spesifik dari performa yang mereka tampilkan, kondisi

sekelilingnya, dan akibat yang dihasilkannya.


c. Fase refleksi diri (Self-reflection)

1) Penilaian diri (self-judgement). Self-judgement meliputi

evaluasi diri (self-evaluation) terhadap performa yang

ditampilkan individu dalam upaya mencapai tujuan dan

menjelaskan penyebab yang signifikan terhadap hasil yang

dicapainya. Self-evaluation mengarah pada upaya untuk

membandingkan informasi yang diperolehnya melalui

monitoring diri dengan standar atau tujuan yang telah

ditetapkan pada fase perencanaan.

2) Reaksi diri (Self-reaction). Proses yang kedua yang terjadi

pada fase ini adalah self-reaction yang terus menerus akan

mempengaruhi fase perencanaan dan seringkali

berdampak pada performa yang ditampilkan di masa

mendatang terhadap tujuan yang telah ditetapkan.

Fase yang terjadi pada self-regulated learning sama prosesnya dengan

perputaran self-regulation. Fase tersebut terdiri dari fase perencanaan, fase

performa dan fase refleksi diri yang ketiganya membentuk siklus yang saling

terkait. Jika salah satu fase terganggu, maka fase lainnya ikut terganggu dan

tidak dapat berproses secara lancar.

Woolfolk (2008:405) memberikan model tahapan proses kerja dalam

self-regulated learning secara sistematis dari langkah pertama hingga langkah

terakhir. Berikut adalah tahapan atau langkah-langkah self-regulated learning

yang dijelaskan Woolfolk.


a. Analysing the learning task(analisis tugas belajar) Pelaku

self-regulated learning mengumpulkan semua informasi yang

relevan untuk membentuk gambaran umum tentang tugas

belajar yang diberikan, sumber belajar, dan perkiraan cara

mengerjakannya atau melakukannya.

b. Setting goals and devising plans (menentukan tujuan dan

perencanaan) Memahami gambaran yang lengkap tentang

tugas belajar yang akan dilakukan dapat membantu pelaku

self-regulated learning dalam menyusun tujuan. Kemudian,

perencanaan dikembangkan untuk meraih tujuan tersebut.

c. Enacting tactics and strategies to accomplish the task

(penerapan taktik dan strategi untuk menyelesaikan tugas)

Dalam tahap ini taktik dan strategi yang telah ditentukan

kemudian diterapkan untuk menyelesaikan tugas. Pelaku self-

regulated learning mencurahkan perhatian khusus sepanjang

tahap ini karena mereka memantau seberapa baik perencanaan

yang dijalankan.

d. Regulating learning (meregulasi proses belajar) Pada tahap

ini, pelaku self-regulated learning melakukan evaluasi dan

membuat keputusan apakah ada suatu perubahan yang

diperlukan pada tiga tahap di atas atau tidak.

Ormrod (2011:347) menyebutkan bahwa di dalam self-regulated

learning terdapat proses-proses atau aktivitas. Ada 8 proses dalam self-


regulated learning. Berikut adalah proses tersebut.

a. Goal setting (penentuan tujuan) Pelaku self-regulated

learning memahami apa tujuan yang akan mereka raih ketika

mereka membaca buku atau belajar, misalnya mereka hendak

mempelajari informasi tertentu yang spesifik, mencari

kerangka konseptual untuk memahami suatu topik atau materi,

atau memperkaya pengetahuan untuk persiapan ujian. Intinya

mereka mengikatkan tujuan tertentu pada setiap aktivitas

belajar untuk meraih tujuan jangka panjangnya.

b. Planning (perencanaan) Pelaku self-regulated learning

mampu melihat ke depan dan merencakan cara terbaik dalam

memanfaatkan waktu dan sumber belajar yang mereka punyai

untuk menyelesaikan tugas belajar.

c. Self-motivation (motivasi diri) Pelaku self-regulated

learning memiliki percaya diri yang tinggi yang berhubungan

dengan kemampuan mereka dalam menyelesaikan tugas

belajar dengan baik. Mereka menggunakan berbagai strategi

untuk tetap mengerjakan tugas hingga selesai, seperti membuat

suasana belajar lebih menyenangkan, mengingatkan diri

sendiri tentang pentingnya belajar dengan baik, atau

menjanjikan diri sendiri hadiah ketika selesai mengerjakan

tugas.

d. Attention control (pengendalian perhatian) Pelaku self-


regulated learning memfokuskan perhatian pada materi

pelajaran dan membersihkan pikiran dari potensi pikiran dan

emosi yang mengganggu.

e. Flexible use of learning strategies (penggunaan strategi

belajar secara fleksibel) Pelaku self-regulated learning memilih

strategi belajar yang berbeda bergantung pada tujuan spesifk

yang ingin mereka raih. Sebagai contoh, bagaimana mereka

membaca suatu artikel bergantung pada apakah mereka

membaca untuk sekedar hiburan atau untuk belajar dalam

persiapan ujian.

f. Self-monitoring (pemantauan diri) Pelaku self-regulated

learning secara kontinyu memantau proses belajar mereka

terhadap tujuan belajar dan merubah strategi belajar atau

merubah tujuan jika diperlukan.

g. Appropriate help-seeking (pencarian pertolongan sesuai

keperluan) Pelaku self-regulated learning tidak harus

melakukan semuanya sendiri. Mereka tahu kapan waktunya

meminta bantuan dan bimbingan orang lain. Mereka suka

meminta pertolongan yang dapat membuat mereka mampu

bekerja mandiri untuk selanjutnya.

h. Self-evaluation (evaluasi diri) Pelaku self-regulated

learning menyadari apakah belajar mereka sudah mengarah ke

tujuan yang sebenarnya atau tidak. Idealnya, mereka juga


melakukan self-evaluation untuk mengatur penggunaan

strategi belajar yang bermacam-macam untuk pencapaian

tujuan ke depannya. Kedelapan proses dalam self-regulated

learning menurut Ormrod ini secara umum sama seperti empat

langkah self-regulated learning pendapat Woolfolk.

c. Kelebihan dan Kekurangan Self Regulated Learning (SRL)

4. Kajian tentang Prestasi Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar suatu kata yang sudah cukup akrab dengan semua lapisan

masyarakat. Bagi para pelajar atau mahasiswa kata “belajar“ merupakan kata-kata

yang tidak asing. Bahkan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

semua kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal.

Kegiatan belajar mereka lakukan setiap waktu sesuai dengan keinginan.

Belajar sebagai mana yang dikemukana oleh Sardiman (2003: 20), bahwa

“belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian

kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain

sebagainya”. Belajar juga akan lebih baik kalau subjek belajar mengalami atau

melakukannya. Belajar suatu proses interaksi antara diri manusia (id-ego-super

ego) dengan lingkungan yang berwujud pribadi, fakta, konsep atau teori. Dalam

hal ini terkandung suatu maksud bahwa proses interaksi itu adalah: (1) proses
internalisasi ke dalam diri yang belajar, (2) dilakukan secara aktif, dengan segenap

panca indera ikut berperan.

Slameto (2003:2) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya.

Baharuddin (2010:12) belajar merupakan aktivitas yang dilakukan

seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-

pelatihan atau pengalaman-pengalaman.

Sudjana (2009: 28), memandang belajar suatu proses yang ditandai dengan

adanya perubahan dari seseorang, perubahan sebagai hasil dari proses belajar

dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti 2 Model & Metode Pembelajaran

di Sekolah perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku,

keterampilan, percakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada

individu yang belajar. “Belajar dipandang sebagai suatu proses, suatu kegiatan

dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi

lebih luas dari itu, yaitu mengalami. Belajar adalah suatu proses perubahan

tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Proses perubahan

tingkah laku pada diri seseorang tidak dapat dilihat namun dapat ditentukan,

apakah seseorang telah belajar atau belum dengan membandingkan kondisi

sebelum dan setelah proses pembelajaran berlangsung. Hamalik (2006: 27).


Menurut Djamarah (2008: 13) belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa

raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari

pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut

kognitif, afektif, dan psikomotor.

Selanjutnya pengertian belajar menurut Winkel (1996: 53) adalah suatu

aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan

lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,

pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Perubahan-perubahan itu dapat berupa

suatu hasil yang baru atau penyempurnaan terhadap hasil yang telah diperoleh dan

terjadi selama jangka waktu tertentu. Jadi belajar merupakan proses perubahan

tingkah laku individu merespon interaksi aktif dengan lingkungan melalui

pengalaman yang didapatnya secara pribadi. Menurut kamus bahasa Indonesia

belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah

tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.

Sedangkan pengertian belajar oleh para ahli antara lain sebagai berikut:

1. Gagne (dalam Anitah, 2008:13) belajar adalah suatu proses dimana

suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.

2. Slavin (dalam Anni dan Rifai, 2009:82) belajar merupakan perubahan

individu yang disebabkan oleh pengalaman.

3. Travers (dalam Suprijono, 2009:2) belajar adalah proses menghasilkan

penyesuaian tingkah laku.


4. Morgan (dalam Suprijono, 2009:3) belajar adalah perubahan perilaku

yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman.

5. Robbins (dalam Trianto, 2009:15) belajar adalah sebagai proses

menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami

dan sesuatu (pengetahuan) yang baru.

6. Spears (dalam Hamdani, 2011:20) belajar adalah mengamati, membaca,

berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk.

Berdasarkan uraian di atas maka belajar merupakan interaksi antara

pendidik dengan peserta didik yang dilakukan secara sadar, terencana baik

didalam maupun di luar ruangan untuk meningkat kan kemampuan peserta

didik. Belajar untuk disekolah dasar berarti interaksi antara guru dengan

siswa yang dilakukan secara sadar dan terencana yang dilaksanakan baik

di dalam kelas maupn diluar kelas dalam rangka untuk meningkatkan

kemampuan siswa. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang

dengan sengaja diciptakan. Guru atau tutorlah yang menciptakannya guna

membelajarkan siswa atau peserta didik. Tutor yang mengajar dan peserta

didik yang belajar. Perpaduan dan kedua unsur manusiawi ini lahirlah

interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan sebagai mediumnya. Di

sana semua komponen pengajaran diperankan secara optimal guna

mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelum pangajaran

dilaksanakan. Dalam kegiatan belajar mengajar harus terjadi komunikasi

dua arah antara guru dengan peserta didik agar suasana pembelajaran

kondusif. Tidak lagi teacher center melainkan student center sehingga


proses belajar mengajar akan terarah dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Paradigma selama ini pembelajaran yang dilakukan hanya berpusat dengan

guru (teacher center) sebagai sumber belajar, bukan berpusat pada siswa

(student center) sehingga guru akan mendominasi proses pembelajaran di

dalam kelas sedangkan siswanya hanya pasif. Peran guru sebagai seorang

fasilitator belum terlihat dalam proses pembelajaran. Selayaknya guru

harus mampu menguasai empat kompetensi dasar yang diharapkan akan

terjalin komunikasi dua arah sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

B. Pengertian Hasil belajar Interaksi antara pendidik dengan peserta didik

yang dilakukan secara sadar, terencana baik didalam maupun di luar

ruangan untuk meningkat kan kemampuan peserta didik ditentukan oleh

hasil belajar.

Sebagaimana dikemukakan Oleh Hamalik (2006: 30), bahawa perubahan

tingkah laku pada orang dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi

mengerti, dan dari belum mampu kearah sudah mampu. Hasil belajar akan tampak

pada beberapa aspek antara lain: pengetahuan, pengertian, kebiasaan,

keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi

pekerti, dan sikap. Seseorang yang telah melakukan perbuatan belajar maka akan

terlihat terjadinya perubahan dalam salah satu atau bebarapa aspek tingkah laku

sebagai akibat dari hasil belajar.

Selanjutnya Sanjaya (2010:87) Mengemukakan bahwa hasil belajartingkah

laku sebagai hasil belajar dirumuskan dalam bentuk kemampuan dan kompetensi

yang dapat diukur atau dapat ditampilkan melalui performance siswa. Istilah-
istilah tingkah laku dapat diukur sehingga menggambarkan indikator hasil belajar

adalah mengidentifikasi (identify), menyebutkan (name), menyusun (construct),

menjelaskan (describe), mengatur (order), dan membedakan (different).

Sedangkan istilah-istilah untuk tingkah laku yang tidak menggambarkan indikator

hasil belajar adalah mengetahui, menerima, memahami, mencintai, mengira-ngira,

dan lain sebagainya. Menurut Hamalik dalam Jihad dan abdul (2010: 15) tujuan

belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah

melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, ketrampilan

dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa. Menurut

Sudjana (2009:35-37) kriteria keberhasilan pembelajaran dari sudut prosesnya (by

process):

1. Pembelajaran direncanakan dan dipersiapkan terlebih dahulu oleh guru

dengan melibatkan siswa secara sistematik, ataukah suatu proses yang

bersifat otomatis dari guru disebabkan telah menjadi pekerjaan rutin.

2. Kegiatan siswa belajar dimotivasi guru sehingga ia melakukan kegiatan

belajar dengan penuh kesadaran, kesungguhan, dan tanpa paksaan untuk

memperoleh tingkat penguasaan pengetahuan, kemampuan serta sikap

yang dikehendaki dari pembelajaran itu sendiri.

3. Siswa menempuh beberapa kegiatan belajar sebagai akibat penggunaan

multi metode dan multi media yang dipakai guru ataukah terbatas kepada

satu kegiatan belajar saja.


4. Siswa mempunyai kesempatan untuk mengontrol dan menilai sendiri

hasil belajar yang dicapainya ataukah ia tidak mengetahui apakah yang ia

lakukan itu benar atau salah.

5. Proses pembelajaran dapat melibatkan semua siswa dalam satu kelas

tertentu yang aktif belajar.

6. Suasana pembelajaran atau proses belajar-mengajar cukup

menyenangkan dan merangsang siswa belajar ataukah suasana yang

mencemaskan dan menakutkan 6 Model & Metode Pembelajaran di

Sekolah

7. Kelas memiliki sarana belajar yang cukup kaya, sehingga menjadi

laboratorium balajar ataukah kelas yang hampa dan miskin dengan sarana

belajar sehingga tidak memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar

yang optimal.

Adapun hasil belajar menurut Bloom dalam Purwanto (2007: 45) yang

menggolongkan kedalam tiga ranah yang perlu diperhatikan dalam setipa proses

belajar mengajar. Tiga ranah tersebut adalah ranah kognitif, efektif, dan

psikomotor. Ranah kognitif mencakup hasil belajar yang berhubungan dengan

ingatan, pengetahuan, dan kemampuan intelektual. Ranah efektif mencakup hasil

belajar yang berhubungan dengan sikap, nilai-nilai, perasaan, dan minat. Ranah

psikomotor mencakup hasil belajar yang berhubungan dengan keterampilan fisik

atau gerak yang ditunjang oleh kemampian psikis. Hasil belajar yang

dikemukakan oleh berapa pendapat makan penulis dapat mendefinisikan bahwa


hasil belajar merupakan proses perubahan kemampuan intelektual (kognitif),

kemampuan minat atau emosi (afektif) dan kemampuan motorik halus dan kasar

(psikomotor) pada peserta didik. Perubahan kemampuan peserta didik dalam

proses pembelajaran khususnya dalam satuan pendidikan dasar diharapkan sesuai

dengan tahap pekembangannnya yaitu pada tahapan operasional kongrit.

b. Ciri-Ciri Belajar

Dari semua pengertian tentang belajar, sangat jelas pada kita bahwa belajar

tidak hanya berkenaan dengan jumlah pengetahuan tetapi juga meliputi seluruh

kemampuan individu. Kedua pengertian terakhir tersebut memusatkan

perhatiannya pada tiga hal. Pertama, belajar harus memungkinkan terjadinya

perubahan perilaku pada diri individu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek

pengetahuan atau kognitif saja tetapi juga meliputi aspek sikap dan nilai (afektif)

serta keterampilan (psikomotor). Kedua, perubahan itu harus merupakan buah dari

pengalaman. Perubahan perilaku yang terjadi pada diri individu karena adanya

interaksi antara dirinya dengan lingkungan. Interaksi ini dapat berupa interaksi

fisik. Misalnya, seorang anak akan mengetahui bahwa api itu panas setelah ia

menyentuh api yang menyala pada lilin. Di samping melalui interaksi fisik,

perubahan kemampuan tersebut dapat diperoleh melalui interaksi psikis.

Contohnya, seorang anak akan berhati-hati menyeberang jalan setelah ia melihat

ada orang yang tertabrak kendaraan. Perubahan kemampuan tersebut terbentuk

karena adanya interaksi individu dengan lingkungan. Mengedipkan mata pada saat

memandang cahaya yang menyilaukan atau keluar air liur pada saat mencium

harumnya masakan bukan merupakan hasil belajar. Di samping itu, perubahan


perilaku karena faktor kematangan tidak termasuk belajar. Seorang anak tidak

dapat belajar berbicara sampai cukup umurnya. Tetapi perkembangan kemampuan

berbicaranya sangat tergantung pada rangsangan dari lingkungan sekitar. Begitu

juga dengan kemampuan berjalan. Ketiga, perubahan tersebut relatif menetap.

Perubahan perilaku akibat obat-obatan, minuman keras, dan yang lainnya tidak

dapat dikategorikan sebagai perilaku hasil belajar. Seorang atlet yang dapat

melakukan lompat galah melebihi rekor orang lain karena minum obat tidak dapat

dikategorikan sebagai hasil belajar. Perubahan tersebut tidak bersifat menetap.

Perubahan perilaku akibat belajar akan bersifat cukup permanen.

c. Pengertian Prestasi Belajar

Istilah prestasi belajar terdiri dari dua kata, yaitu prestasi dan belajar.

Istilah prestasi di dalam Kamus Ilmiah Populer didefinisikan sebagai hasil yang

telah dicapai. Menurut Noehi Nasution, menyimpulkan bahwa “belajar dalam arti

luas dapat diartikan sebagai suatu proses yang memungkinkan timbulnya atau

berubahnya suatu tingkah laku sebagai hasil dari terbentuknya respons utama,

dengan syarat bahwa perubahan atau munculnya tingkah baru itu bukan

disebabkan oleh adanya perubahan sementara karena sesuatu hal” (Wahab, 2015).

Prestasi merupakan kumpulan hasil akhir dari suatu pekerjaan yang telah

dilakukan. Menurut Djamarah (2002: 19), “Prestasi adalah suatu kegiatan yang

telah dikerjakan, diciptakan baik secara individual maupun kelompok”.


Sementara itu, Muhibbin Syah sebagaimana yang diungkap Rohmalina

Wahab, Psikologi Belajar, mengutip pendapat dari beberapa pakar psikologi

tentang definisi belajar, di anataranya adalah:

a) Skinner, seperti yang dikutip Barlow dalam bukunya Educational

psychology: The Teaching Learning Process, berpendapat bahwa belajar

adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang

berlangsung secara progresif ( a process of progressive behavior

adaptation);

b) Hintzman dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory

berpendapat Learning is change in organism due to experience which can

affect the organism’s behavior. Artinya, belajar adalah suatu perubahan

yang terjadi dalam diri organisme (manusia dan hewan) disebakan oleh

pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut;

c) Witting dalam bukunya, Psychology of Learning, mendefinisikan

belajar sebagai: any relatively permanent change in an organisme’s

behavioral repertoire that occurs as a result of experience. Belajar ialah

perubahan yang relatif menetap terjadi dalam segala macam/keseluruhan

tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman;

d) Biggs, dalam pendahuluan buku Teaching of Learning, mendefinisikan

belajar dalam tiga rumusan, yaitu rumusan kuantitatif, rumusan

institusional, dan rumusan kualitatif (Wahab, 2015).


Secara Kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan

pengisian atau pengembanagan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-

banyaknya. Jadi, belajar dapat dipandang sebagai sudut dari berapa banyak materi

yang telah dikuasai oleh siswa. Secara Institusional (tinjauan kelembagaan),

belajar dipandang sebagai proses “Validasi” atau pengabsahan terhadap

penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari. Bukti institusional

yang menunjukkan siswa telah belajar dapat diketahui sesuai dengan proses

mengajar. Ukurannya semakin baik mutu guru mengajar akan semakin baik pula

mutu perolehan pelaku belajar yang kemudian dinyatakan dalam skor. Adapun

pengertian belajar secara Kualitatif (tinjauan mutu), ialah proses memperoleh arti-

arti dan pemahaman- pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling

pelaku belajar. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya

pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah- masalah yang

kini dan nanti akan dihadapi oleh pelaku belajar (Wahab, 2015, hal. 243).

Ngalim Purwanto berpendapat bahwa prestasi belajar adalah kemampuan

maksimal dan tertinggi pada saat tertentu oleh seorang anak dalam rangka

mengadakan hubungan rangsang dan reaksi yang akhirnya terjadi

suatu proses perubahan untuk memperoleh kecakapan dan ketrampilan”

(Purwanto, 1997).

Menurut (Djamaroh, 2002, hal. 231), “prestasi adalah hasil kegiatan usaha

belajar yang dinyatakan dalam bentuk, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat

mencerminkan hasil yang telah dicapai oleh setiap siswa”. Sementara Siti Pratini
berpendapat pestasi “adalah suatu hasil yang dicapai seseorang dalam melakukan

kegiatan belajar” (Pratini, 2005).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi

belajar adalah serangkaian dari kegiatan jiwa raga yang telah dilakukan oleh

seseorang dari suatu hasil yang telah dicapai sebagai perubahan dari tingkah laku

yang dilalui dengan pengalaman serta wawasan untuk bisa berinteraksi dengan

lingkungan yang menyangkut ranah kognitif, afektif dan psikomotorik yang telah

dinyatakan dalam hasil akhir/raport.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi prestasi Belajar

Setiap aktivitas yang dilakukan oleh seseorang tentu ada faktor yang

mempengaruhinya, baik yang cenderung mendorong maupun menghambat.

Demikian juga yang dialami dalam belajar.

Slameto (2015) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi

prestasi belajar siswa, diantaranya:

a. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri siswa sendiri faktor-

foktor ini terdiri dari :

1) Kecerdasan (inlegensi)

Kecerdasan adalah kemampuan belajar yang di serati kecakapan

untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan

ini sangat di tentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi yang normal selalu

menunjukan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya.


Adakalanya perkembangan ini ditandai oleh kemajuan-kemajuan yang

berada antara satu anak dengan anak lainnya sehingga anak pada usia

tertentu sudah memiliki tinggkat kecerdasan lebih tinggi dengan dari

kawan sebayanya. Oleh karena itu faktor intelegensi merupakan salah satu

yang tidak boleh abaikan dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut

Kartono (dalam Hamdani, 2011) kecerdasan merupakan salah satu aspek

yang penting dan sangat menentukan berhasil atau tidaknya studi

seseorang. Kalau seorang murid mempunyai tingkat kecerdasan normal

atau diatas rata-rata maka secara potensi ia akan dapat memperoleh hasil

belajar yang tinggi. Muhibbin (dalam Hamdani, 2011) berpendapat

intelegensi adalah semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa,

semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin

rendah kemampuan intelegensi seorang siswa, semakin kecil peluang

untuk meraih sukses. Dari pendapat diatas dapat di ambil kesimpulan

tinggi atau tidaknya intelegensi seorang siswa merupakan faktor yang

sangat penting bagi anak dlam usaha belajar. Intelegensi pada artinya

dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi

rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang

tepat.

2) Faktor jasmaniah atau faktor fisiologis

Kondisi jasmaniah atau fisiologis pada umumnya sangat

berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Uzer dan Lilis

(dalam Hamdani, 2011) mengatakan bahwa faktor jasmaniah, yaitu


pancaindra yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, seperti mengalami

sakit, cacat tubuh atau perkembangan yang tidak sempurna, befungsinya

kelenjer yang membawa kelainan tingkah laku.

3) Sikap Sikap

yaitu kecendrungan untuk mereaksi terhadap suatu hal, orang atau

benda dengan suka atau tidak suka atau acuh tak acuh. Sikap seseorang

dapat mempengaruhi oleh faktor pengetahuan, kebiasaan, dan keyakinan.

Dalam diri siswa harus ada sikap yang positif (menerima) kepada sesama

siswa atau gurunya. Sikap positif ini akan menggerakannya untuk belajar.

Adapun siswa yang sikapnya yang negatif (menolak) kepada sesama siswa

atau gurunya tidak akan mempunyai kemampuan untuk belajar.

4) Minat

Minat menurut ahli psikologi adalah suatu kecenderungan untuk

selalu memperhatikan dan mengingat sesuatu secara terus-menerus. Minat

ini erat kaitannya dengan perasaan, terutama dengan perasaan senang.

Dapat dikatan minat itu terjadi karena perasaan senang pada sesuatu.

Menurut Winkel (dalam Hamdani, 2011) mengatakan minat adalah

kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada

bidang atau hal tertentu dan merasa senang berkecimpung di bidang itu.

Selanjutnya Slameto (dalam Hamdani, 2011) mengemukakan bahwa minat

adalah kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang

beberapa kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus dan disertai

dengan rasa sayang. Adapun Sardiman (dalam Hmadani, 2011)


mengatakan minat adalah suatu kondisi yang gterjadi apabila seseorang

melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi, yang dihubungakan dengan

keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Bedarkan

pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa minat sangat

berpengaruh besar terhadap minat dalam belajar atau kegiatan.

5) Bakat

Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk

mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Setiap orang

memiliki bakat dalam artian berpotensi untuk mencapai prestasi sampai

tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing.

6) Motivasi

Motivas adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk

melakukan sesuatu. Motivasi dapat menetukan baik buruknya dalam

mencapai tujuan sehingga semakin besar hasil yang di dapatkan. Motivasi

dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan

keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan belajar.

Persoalan dalam motivasi dalam belajar adalah bagaimana cara mengatur

agar motivasi dapat ditingkatkan. Demikian pula, dalam kegiatan belajar

mengajar seorang anak didik akan didikan akan berhasil jika mempunyai

motivasi untuk belajar.

a. Faktor Eksternal

Faktor eksternal terdiri dari dari dua macam, yaitu lingkungan

sosial dan lingkungan nonsosial. Yang termasuk dari lingkungan sosial


yaitu, guru, kepala sekolah, teman sekelas, rumah tempat tinggal siswa,

alat-alat belajar, dan lain-lain. Adapun lingkungan nonsosial adalah

gedung sekolah, tempat tinggal dan waktu belajar. Pengaruh lingkungan

pada umumnya bersifat positif dan tidak memberikan paksaan terhadap

individu. Menurut Slamett (dalam Hamdani, 2011) faktor eksteren yang

dapat mempengaruhi belajar adalah keadaan keluarga, keadaan sekolah,

dan lingkungan masyarakat.

1) Keadaan keluarga

Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat

seseorang dilahirkan dan di besarkan. Sebagaima yang di jelaskan oleh

Slameto bahwa, keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama.

Keluarga yang sehat besar artinya besar artinya untuk pendidikan kecil,

tetapi bersifat menentukan dalam ukuran besar, yaitu pendidikan bangsa,

negara, dan dunia. Hasbullah (dalam Hamdani, 2011) mengatakan

keluarga adalah lingkungan pendidikan yang pertama karena dalam

keluarga inilah anak pertama-tama medapatkan pendidikan dan

bimbingan, sedangkan tugas utama dalam keluarga bagi pendidikan anaka

adalah sebagai peeletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan

hidup keagamaan. Oleh karena itu orang tua hendaknya menyadari bahwa

pendidikan keluarga. Adapun sekolah merupakan pendidikan lanjutan.

Peralihan pendidikan informal ke lembaga-lembaga formal memerlukan

kerja sama yang baik antara orang tua dan guu sebagai pendidik dalam

usaha penngkatan hasil belajar.


2) Keadaan sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang

sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Oleh karena

itu lingkukngan sekolah yang baik dapat mendorong siswa untuk belajar

lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran,

hubungan guru dengan siswa, alat-alat pelajaran, dan kurikulum.

Hubungan antara guru dan siswa yang kurang baik akan memengaruhi

hasil-hasil belajarnya. Menurut Kartono (dalam Hamdani, 2011) guru di

tuntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan dan memiliki

tingkah laku yang tepat dalam mengajar. Oleh karena itu, guru harus

menguasai bahan pelajaran yang sisajikan dan memiliki metode yang tepat

dalm mengajar.

3) Lingkungan masyarakat

Disamping orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu faktor

yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dalam proses pendidikan.

Lingkungan alam sekitar sangat berpengaruh terhadap perkembangan

pribadi anak sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak

bergaul dengan lingkungan dimana tempat ia berada. Kartono (dalam

Hamdani, 2011) berpendapat bahwa lingkungan masyarakat dapat

menimbulkan kesukaran anak belajar, terutama dengan anak-anak yang

sebayanya. Apabila anak-anak yang sebaya merupakan anak-anak yang

rajin belajar, anak akan terangsang untuk mengikuti jejak mereka. Dapat

dikatakan lingkungan membentuk kepribadian anak karna dalam pergaulan


sehari-hari, seseorang akan selalu menyesuaikan dirinya dengan

kebiasaan-kebiasaan lingkungannya.

e. Pengukuran Prestasi Belajar

Pengukuran prestasi belajar untuk mengetahui proses belajar siswa

pada pelajaran dan dapat dilakukan dengan tes sebagai alat ukur. Menurut

M. Ngalim Purwanto (2009: 33-34), ada empat macam kegunaan tes yaitu:

1) Untuk menentukan penempatan siswa dalam suatu jenjang atau jenis

program pendidikan tertentu disebut placement test.

2) Untuk mencari umpan balik (feed back) guna memperbaiki proses

belajar mengajar bagi guru maupun siswa disebut tes formatif.

3) Untuk mengatur atau menilai sampai dimana pencapaian siswa terhadap

bahan pelajaran yang telah diajarkan dan selanjutnya untuk menentukan

kenaikan tingkat atau kelulusan siswa bersangkutan disebut tes sumatif.

4) Tes yang bertujuan untuk mencari sebab-sebab kesulitan belajar siswa

seperti latar belakang psikologis, fisik dan lingkungan ekonomi siswa

disebut tes diagnostik.

5. Kajian Tentang Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial


b. Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial

c. Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Sosial

d. Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial

e. Penilaian Prestasi Belajar IPS

B. Hasil Penelitian yang Relevan


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode penelitian menggunakan metode penelitian kuantitatif

dengan jenis penelitian yang di gunakan adalah eksperimental semu

(Quasi Eksperimental Research). Alasan peneliti menggunakan jenis

penelitian ini dikarenakan tidak mungkin untuk mengontrol semua

variabel yang relevan dan untuk mengumpulkan seluruh variabel yang

relevan akan mempersulit pihak sekolah dalam melaksanakan

administrasi dan kegiatan belajar mengajar (KBM)

Tujuan penelitian eksperimental semu adalah untuk memperoleh

informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat

diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang

tidak memungkinkan untuk mengontrol dan memanipulasi semua

variabel yang relevan (Budiyono, 2003:82).

Desain penelitian eksperimen ini adalah the nonequivalent pretest-

posttest group design. Berdasarkan desain tersebut, langkah pertama

yang harus dilakukan adalah menentukan kelompok eksperimen 1 dan 2.

Langkah kedua adalah memberikan pretest (tes awal) yang sama pada

kelompok eksperimen 1 dan 2. Kemudian kedua kelompok eksperimen

tersebut diberikan perlakuan yang berbeda, yaitu pembelajaran IPS


dengan setting model pembelajaran Guided Discovery Learning dan

pembelajaran IPS dengan setting model pembelajaran Self Regulated

Learning. Setelah itu kedua kelompok eksperimen diberikan posttest (tes

akhir) yang sama. Desain penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3. 1 Desain Penelitian


Kelas Pretest Perlakuan Posttest
VI1 XVI 1 (GDL) X1 YVI 1
VI2 XVI 2 (SRL) X2 YVI 2

Keterangan:

VI1 = Kelompok Treatment model Guided Discovery Learning

VI2 = Kelompok Treatment model Self Regulated Learning

XVI 1 = Pretest kelompok eksperimen 1

XVI 2`= Pretest kelompok eksperimen 1

YVI 1 = Posttest kelompok eksperimen 2

YIV 2 = Posttest kelompok eksperimen 2

X1 = Proses pembelajaran model Guided Discovery Learning

X2 = Proses pembelajaran model Self Regulated Learning

Y = Prestasi belajar IPS

C. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat 3 jenis variabel penelitian, yang

terdiri dari satu variabel dependen dan dua variabel independen.

1. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan dua variabel bebas yang terdiri

dari variabel bebas manipulatif dan satu variabel terikat. Variabel bebas

manipulatif yang diberi dengan simbol X1 yaitu model pembelajaran

Guided Discovery Learning sedangkan untuk model self regulated

learning diberi simbol X2. Pada variabel bebasnya diberi simbol Y yaitu

prestasi belajar. Secara sistematis digambarkan sebagai berikut

model model
pembelajaran guide pembelajaran self
discovery learning regulated learning
(GDL) (SRL)

(X1) (X2)

prestasi mata
pelajaran IPS

(Y)

Gambar 3.1 : Skema Keterkaitan Antar Variabel

a. Variabel Dependen

Variabel dependen sering disebut sebagai variabel output,

kriteria, konsekuen. dalam bahasa Indonesia sering disebut variabel

terikat. variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang


menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013:39). Di

bawah ini yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini adalah

prestasi belajar IPS.

1. Defenisi operasional : Prestasi belajar adalah hasil dari usaha yang

dilakukan oleh peserta didik yang dapat dicapai melalui proses

belajar yang berupa bentuk penguasan pengetahuan, kemampuan

kebiasaan dan keterampilan serta sikap yang dapat dibuktikan

melalui hasil tes. Prestasi belajar merupakan sesuatu hal yang

dibutuhkan untuk mengetahui kemampuan yang diperolehnya dari

suatu kegiatan yang disebut belajar.

2. Indikator : Berupa nilai tes hasil belajar setelah diberikan

perlakuan/pembelajaran.

3. Skala Pengukuran : Interval

4. Simbol : Y

b. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang sering disebut sebagai

variabel stimulus, predictor, antecedent. dalam bahasa Indonesia disebut

sebagai variabel bebas. variabel bebas merupakan variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas

(Sugiyono, 2013:39).

 Model Pembelajaran

1. Defenisi Operasional : Model pembelajaran merupakan sebuah


konsep yang digunakan oleh guru dalam menguraikan materi

pelajaran yang dilatarbelakangi oleh teori tertentu untuk

mencapai tujuan pembelajaran pada peserta didik melalui proses

pembelajaran.

2. Indikator : Kelas yang dikenai model Guided Discovery Learning

(GDL) dan kelas yang dikenai Self Regulated Learning (SRL).

3. Skala Pengukuran : Nominal

4. Simbol : X1 untuk model pembelajaran Guided Discovery

Learning (GDL) dan X2 untuk model pembelajaran Self

Regulated Learning (SRL).

Dalam pelaksanaan penelitian ini menggunakan model Discovery

Learning sebagai eksperimen pertama dan model Problem Based

learning (PBL) sebagai eksperimen kedua.

Selama proses pembelajaran berlangsung digunakan model

Guided Discovery Learning dan Self Regulated Learning . Kegiatan

pembelajaran dalam penelitian ini akan menggunakan kurikulum darurat

Covid- 19 2020 sesuai Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan

Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus. Satuan

pendidikan dalam kondisi khusus dapat menggunakan kurikulum yang

sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik.

D. Populasi, Sampel dan teknik pengambilan sampel


1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karateristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono 2011:117). populasi adalah kelompok subjek

yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian yang memiliki ciri-ciri

atau karakteristik bersama yang membedakan dari kelompok subjek lain

(Azwar, 2012: 77) Dari penjelasan diatas peneliti mengambil Target

populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik SD Negeri di

Kabupaten Sidoarjo Tahun pelajaran 2019/2020.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimilik

oleh populasi tersebut (Sugiyono 2011:118). Azwar (2007: 79)

menjelaskan sampel adalah sebagian individu yang diteliti dan

keseluruhan populasi yang ada. Sampel penelitian yang diambil dalam

penelitian ini dilakukan dengan memilih random peserta didik kelas

Sosial diperoleh SD Negeri 1 Taman dan SD Negeri 1 sepanjang .

Pengambilan sampel ini didasarkan pada samanya kualitas sampel serta

keadaan demografi, sosial budaya dan ekonomi yang hampir sama.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan

dengan Multi Stage Cluster Random Sampling dengan tahapan-tahapan

sebagai berikut :
 Tahap I : Mendata Sekolah dengan meminta data dari dinas

pendididkan Kabupaten Sidoarjo

 Tahap II : Berdasarkan data SD Negeri yang ada di Kabupaten

Sidoarjo, kemudian dipilih sekolah yang sudah menerapkan

kurikulum 2013 meskipun dalam kondisi darurat Covid-19 untuk

dijadikan sampel penelitian.

 Tahap III : Diperoleh sampel penelitian yaitu dua sekolah yang

sudah menerapkan kurikulum 2013 yaitu SD Negeri 1 Taman dan

SD Negeri 1 Sepanjang.

 Tahap IV : Diperoleh secara random tingkatan kelas yang terdiri

dari 2 kelas, kelas eksperimen (kelas dengan model Guided

Discovery Learning) yakni kelas VI SDN 1 Taman kemudian

diperoleh kembali secara random kelas Kontrol (kelas dengan

model Self Regulated Learning untuk kelas VI Sosial SDN 1

Sepanjang . Pemilihan kedua kelas diatas dilakukan dengan

pertimbangan kelas pada samanya kualitas sampel serta keadaan

demografi, sosial budaya dan ekonomi yang hampir sama.

D. Tempat, Subjek dan Waktu Penelitian

1. Tempat dan Subjek Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di SDN di Kabupaten Sidoarjo ,

tepatnya di dua sekolah yakni SDN 1 Taman dan SDN 1 Sepanjang.

Alasan peneliti memilih tempat penelitian tersebut adalah :

a. Tempat penelitian dekat dengan lokasi bekerja peneliti bekerja


sehingga diharapkan lebih mudah memperoleh data penelitian.

b. Melalui guru-guru yang ada di SDN 1 Taman dan SDN 1

sepanjang diharapkan akan memperkuat hubungan persaudaraan

dan keilmuan antara peneliti dengan di sekolah tersebut.

c. Dipandang penting melakukan penelitian yang efektif bagi SD

Negeri yang sudah menerapkan kurikulum 2013 sebagai rujukan

dalam kondisi pendemi Covid-19 sehingga diharapkan prestasi

belajar peserta didik dalam belajar IPS sesuai dengan tujuan yang

harapan.

Kemudian yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah

seluruh peserta didik kelas VI , semester ganjil tahun ajaran 2020/2021

pada masing-masing sekolah

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2021 sampai

dengan bulan Oktober 2021. Perlakuan eksperimen dalam penelitian ini

dilaksanakan dengan menyesuaikan jadwal pelajaran IPSpada semester

ganjil. Pembagian waktu penelitian yang diperlukan untuk perlakuan

eksperimen penelitian ini secara lebih rinci dapat dilihat pada tahapan

berikut :

d. Tahap perencanaan meliputi penyusunan proposal penelitian dan

instrumen penelitian, waktu pelaksanaan sepanjang bulan Juli

2015 sampai bulan Agustus 2015

e. Tahap pelaksanaan meliputi menyusun instrumen, uji coba


instrumen, pengambilan data penelitian, waktu pelaksanaan

dimulai bulan September 2015 sampai Oktober 2015.

f. Tahap penyelesaian meliputi pengolahan data, analisis data,

penyelesaian laporan penelitian dan evaluasi. Waktu pelaksanaan

dimulai Oktober 2015 sampai November 2015.

B. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Untuk mengumpulkan semua data dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan metode yang dianggap sesuai dan memenuhi sarat untuk

memeroleh data yang di butuhkan dalam penelitian ini. Metode

pengumpulan data yang dianggap sesuai adalah pengumpulan data

dengan metode tes dan metode angket. Dengan adanya pandemi Covid

19 maka peneliti menggunakan pengumpulan data dengan memakai

Google form secara online dan selanjutnya akan ditabulasi menggunakan

google spreadsheet via online .

1. Metode Tes

Menurut Budiyono (2003:54) metode tes adalah cara

pengumpulan data yang menghadapkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan

atau suruhan-suruhan kepada subjek penelitian. Dalam penelitian ini,

metode tes berguna untuk mengumpulkan data prestasi belajar pada mata

pelajaran IPS untuk kelas kontrol dan kelas eksperimen. Masing-masing

kelas eksperimen dan kontrol memakai bentuk instrumen tes berbentuk

pertanyaan-pertanyaan pilihan ganda dengan 4 alternatif jawaban, setiap


jawaban benar akan mendapat skor 1 dan setiap jawaban salah akan

mendapat skor 0.

2. Metode Angket

Menurut Budiyono (2003:47) metode angket adalah cara

mengumpulkan data melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan tertulis

kepada subjek penelitian, responden atat sumber data dan jawaban

diberikan diberikan pula secara tertulis google doc . Dalam penelitian ini

metode angket yang digunakan akan diberikan secara online kepada

subjek penelitian. Melalui subjek penelitian akan diketahui data-data dari

minat belajar. Tiap-tiap butir item dalam angket minat belajar akan

berbentuk item positif dan item negatif dengan pilihan ganda dan 5

alternatif jawaban. Adapun yang menjadi gadrasi dalam pemberian skor

untuk variabel minat belajar peserta didik menggunakan skala Likert :

Method of Summated Rating ( Arief Furchan, 2011:279) :

1. Sangat Setuju

2. Setuju

3. Ragu-ragu

4. Tidak Setuju

5. Sangat Tidak Setuju

Kemudian untuk pemberian skor untuk tiap butir item positif

apabila peserta didik menjawab A akan diberi skor 5, B akan diberi skor

4, C akan diberi skor 3, D akan diberi skor 2 dan E akan diberi skor 1.

Sedangkan untuk tiap butir item negatif akan diberi skor sebaliknya. A
akan diberi skor 1, B akan diberi skor 2, C akan diberi skor 3, D akan

diberi skor 4 dan E akan diberi skor 5. Skala jenis likert merupakan

sejumlah pernyataan positif dan negatif mengenai suatu objek sikap.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

tes dan angket. Instrumen tes berfungsi untuk memperoleh data tentang

prestasi belajar dan instrumen angket digunakan memperoleh data

tentang penilaian dan respon subyek penelitian terhadap metode

pembelajaran yang digunakan . Dalam upaya mendapatkan data yang

akurat maka tes yang digunakan dalam penelitian ini harus memenuhi

kriteria tes yang baik. Adapun langkah- langkah dalam penyusunan tes

sebagai berikut :

a. Tes Prestasi Belajar IPS:

1. Mengidentifikasi bahan-bahan yang telah diberikan beserta

tujuan pembelajaran.

2. Membuat kisi-kisi soal yang akan ditulis, cara yang digunakan

adalah dengan membuat tabel 2 jalan yang memuat pokok

bahasan yang akan diukur dan aspek pemahaman yang akan

dinilai.

3. Menyusun soal tes beserta dengan kunci jawaban.

4. Membuat skor pada setiap butir.

b. Angket Metode belajar :

1. Menentukan kisi-kisi angket untuk memperoleh gambaran yang


jelas tentang indikator-indikator apa saja yang diukur didalam

penyususunan angket.

2. Menentukan jenis angket langsung tertutup dengan diberikan 5

pilihan jawab dengan pilihan jawaban A, B, C, D, dan E yang

sudah tersedia.

3. Menyusun angket dengan sejumlah pernyataan yang sesuai

dengan indikator dalam kisi-kisi dengan skala penskoran

tertentu.

4. Menetapkan skor angket.dengan 5 pilihan jawaban, jawaban A

akan diberi skor 5, B akan diberi skor 4, C akan diberi skor 3, D

akan diberi skor 2 dan E akan diberi skor 1. Sedangkan untuk

tiap butir item negatif akan diberi skor sebaliknya. A akan diberi

skor 1, B akan diberi skor 2, C akan diberi skor 3, D akan diberi

skor 4 dan E akan diberi skor 5.

1. Uji Coba Instrumen

Setelah instrumen penelitian selesai disusun, terlebih dahulu akan

dilakukan uji coba. Tujuan dari pelaksanaan uji coba adalah untuk

mengetahui sejauh mana suatu alat mampu mengukur apa yang

seharusnya diukur (validitas) dan sebaliknya reliabilatas mengacu kepada

sejauh mana suatu alat pengukur secara ajeg mengukur apa yang diukur

(Donald Ary, dkk. terj. Furqon, 2011:293). Setelah uji coba selesai maka
akan dilakukan analisis terhadap instrumen dan butir instrumen baik tes

maupun angket sebagai berikut :

a. Uji Coba Tes Prestasi Belajar IPS

Uji coba tes prestasi belajar IPS dilakukan sebanyak dua kali

percobaan dari masing-masing kompetensi dasar yang sudah ditentukan

dalam kurikulum 2013 (KD 3.7 dan KD 3.8). Dari masing-masing soal

yang diambil dari KD 3.3 dan 3,4 berjumlah 25 soal berbentuk pilihan

ganda dengan total 50 soal pilihan berganda dengan durasi waktu 60

menit. Hasil dari analisis uji coba instrumen tes dijadikan pertimbangan

untuk memutuskan apakah butir soal dalam instrumen tes layak atau

tidak digunakan sebagai instrumen pengumpulan data pada penelitian.

1) Uji Validitas

Suatu tes dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi

apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil

ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan maksud dikenakannya tes

tersebut (Azwar 1996:174). Instrumen tes dalam penelitian ini dikatakan

refresentatif apabila tes itu memiliki tingkat kevalidan (ketepatan) sebuah

tes.

Dalam penelitian ini, validitas isi tes prestasi belajar IPS

dilakukan oleh guru mata pelajaran IPS. Alasan pemilihan guru sebagai

validator instrumen tes dikarenakan peneliti menilai bahwa guru mata

pelajaran IPS mempunyai pengetahuan dan keahlian terhadap materi


pelajaran IPS, sehingga akan dapat dimintai keterangan pendapat dan

rekomendasinya terhadap isi atau materi yang ada di dalam instrumen tes

prestasi belajar IPS yang telah disusun. Setelah validitas isi kemudian

instrumen tes prestasi belajar IPS dilakukan uji coba untuk mendapatkan

soal-soal yang memenuhi syarat penyusunan tes yang baik, diantaranya

harus melakukan uji validitas dan uji reabilitas.

dilakukan uji validitas butir soal menggunakan rumus:

Keterangan :

2) Uji Reabilitas

Uji reliabilitas butir angket dalam penelitian ini dihitung dengan

menggunakan bantuan Program SPSS 26 lewat formula reliabilitas

Alpha, dan jika dihitung dengan memakai rumus Alpha Cronbach adalah
sebagai berikut :

3) Uji Tingkat Kesukaran Soal

Menentukan taraf kesukaran (TK) digunakan rumus sebagai berikut:

Dimana:

P = Indeks kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan betul

JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Dengan Interprestasi Tingkat Kesukaran sebagaimana terdapat dalam


Tabel berikut:

Tingkat Kesukaran (TK) Interprestasi atau Penafsiran TK

TK < 0,30 Sukar

0,30 ≤ TK ≤ 0,70 Sedang

TK > 0,70 Mudah


4) Uji Daya Pembeda Soal

Menentukan daya pembeda (DP) digunakan rumus sebagai berikut.

Dimana:

J = Jumlah peserta tes

JA = Banyaknya peserta kelompok atas

JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan

benar

BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal

dengan benar

= Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

= Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar


Dengan interprestasi DP sebagaimana terdapat dalam Tabel berikut.

Daya Pembeda (DP) Interprestasi atau penafsiran DP

DP ≥ 0,70 Baik sekali (digunakan)

0,40 ≤ DP < 0,70 Baik (digunakan)

0,20 ≤ DP < 0,40 Cukup

DP < 0,20 Jelek

Setelah data skor hasil uji coba diperoleh, diurutkan dari yang terbesar sampai

terkecil. Kemudian dari mulai urutan teratas diambil 27% sebagai kelompok atas

dan dari urutan paling bawah diambil 27% sebagai kelompok bawah. Sehingga

banyak siswa kelompok atas = banyaknya siswa kelompok bawah yaitu na = nb =

10 siswa.

4) Kisi – kisi soal tes prestasi IPS

REKAPITULASI HASIL UJI INSTRUMENT SOAL

nilai kriteria
no nilai r nilai kriteria
hasil daya daya hasil uji
soal validitas tabel kesukaran kesukaran
pembeda pembeda
0.32 tidak tidak
1 0.270
9 valid 0.888888889 mudah 0.3 CUKUP digunakan
0.32
2 .408*
9
valid 0.944444444 mudah 0.2 JELEK digunakan
0.32
3 .433**
9
valid 0.833333333 mudah 0.4 CUKUP digunakan
0.32
4 .569**
9
valid 0.805555556 mudah 0.6 BAIK digunakan
0.32
5 .581**
9
valid 0.944444444 mudah 0.2 JELEK digunakan
0.32 tidak tidak
6 0.324
9 valid 0.888888889 mudah 0.3 CUKUP digunakan
0.32
7 .483**
9
valid 0.805555556 mudah 0.4 CUKUP digunakan
0.32
8 .589**
9
valid 0.916666667 mudah 0.3 CUKUP digunakan
0.32
9 .626**
9
valid 0.805555556 mudah 0.6 BAIK digunakan
0.32
10 .588**
9
valid 0.666666667 sedang 0.7 BAIKSEKALI digunakan
0.32 tidak tidak
11 0.282
9 valid 0.916666667 mudah 0.2 JELEK digunakan
0.32
12 .b
9
valid 1 mudah 0 JELEK digunakan
0.32
13 .568**
9
valid 0.916666667 mudah 0.3 CUKUP digunakan
0.32
14 .381*
9
valid 0.777777778 mudah 0.5 BAIK digunakan
0.32
15 .651**
9
valid 0.722222222 mudah 0.8 BAIKSEKALI digunakan
0.32 tidak tidak
16 0.216
9 valid 0.555555556 sedang 0.5 BAIK digunakan
0.32
17 .600**
9
valid 0.833333333 mudah 0.5 BAIK digunakan
0.32
18 .422*
9
valid 0.75 mudah 0.4 CUKUP digunakan
0.32
19 .683**
9
valid 0.805555556 mudah 0.6 BAIK digunakan

0.32 tidak JELEKSEKAL tidak


20 -0.087 -0.1
9 valid 0.916666667 mudah I digunakan
0.32
21 .783**
9
valid 0.805555556 mudah 0.7 BAIKSEKALI digunakan
0.32
22 .388*
9
valid 0.972222222 mudah 0.1 JELEK digunakan
0.32 tidak tidak
23 0.215
9 valid 0.972222222 mudah 0.1 JELEK digunakan
0.32
24 .509**
9
valid 0.833333333 mudah 0.3 CUKUP digunakan
0.32
25 .544**
9
valid 0.861111111 mudah 0.3 CUKUP digunakan
0.32
26 .431**
9
valid 0.694444444 sedang 0.9 BAIKSEKALI digunakan
0.32
27 .b
9
valid 1 mudah 0 JELEK digunakan
0.32
28 .439**
9
valid 0.416666667 sedang 0.4 CUKUP digunakan

b. Uji Coba Angket Model Pembelajaran

1. Uji Validitas

Suatu instrumen penelitian dikatakan valid menurut validitas isi


apabila isi instrumen tersebut merupakan sampel yang refresentatif dari

keseluruhan isi hal yang akan diukur, sehingga validitas tidak dapat

ditentukan suatu kriteria, sebab tes itu sendiri adalah kriteria dari suatu

kinerja (Budiyono, 2003:58). Dalam penelitian ini, instrumen angket

dikatakan baik jika kisi-kisi yang dibuat telah memperlihatkan akan

klasifikasi kisi-kisi telah mewakili isi yang diukur, selanjutnya masing-

masing butir angket yang telah disusun cocok atau relevan dengan

klasifikasi kisi-kisi yang ditentukan.

Selain itu dilakukan juga uji validitas isi dan validasi terhadap

butir-butir angket yang telah disusun. Dalam penelitian ini, validasi

dilakukan oleh guru mata pelajaran IPS dan guru bimbingan konseling

yang sudah berpengalaman. Alasan peneliti memilih guru IPS dan guru

bimbingan konseling yang sudah berpengalaman adalah dikarenakan

guru IPS dan guru bimbingan konseling lebih mengetahui dan mengenal

bagaimana keadaan dan karakter dari masing- masing tingkatan kriteria

minat belajar dari peserta didik. Hal ini sesuai dengan pendapat

Budiyono yang mengatakan bahwa untuk menilai apakah suatu

instrumen angket mempunyai validitas isi yang tinggi, biasanya

dilakukan oleh para pakar atau expert judgement (Budiyono, 2003:58)

Setelah uji validitas dan uji validasi butir angket dilakukan maka

peneliti akan menggunakan pedoman atau bahan acuan untuk

memperbaiki, menyempurnakan atau membuang butir-butir angket yang

telah peneliti susun sebelumnya. Kemudian untuk mendapatkan kriteria


butir angket yang baik maka akan menggunakan bantuan program SPSS

26.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas butir angket dalam penelitian ini dihitung dengan

menggunakan bantuan Program SPSS 19 lewat formula reliabilitas

Alpha, dan jika dihitung dengan memakai rumus Alpha Cronbach adalah

sebagai berikut :

Keterangan :

3. Kisi- kisi angket


Kisi – kisi angket GDL

Scale Scale Cronbach's Validitas


Mean if Variance R table Alpha if
Item if Item (12) Item
Item Deleted Deleted (responden) Deleted
QUESTION 58.58 138.629 0.576 0.980 valid
1
QUESTION 58.33 141.333 0.576 0.974 valid
2
QUESTION 58.17 145.606 0.576 0.973 valid
3
QUESTION 58.08 137.902 0.576 0.969 valid
4
QUESTION 58.08 136.083 0.576 0.971 valid
5
QUESTION 58.25 137.659 0.576 0.971 valid
6
QUESTION 58.25 136.932 0.576 0.970 valid
7
QUESTION 58.25 136.386 0.576 0.970 valid
8
QUESTION 58.00 138.182 0.576 0.970 valid
9
QUESTION 58.17 137.788 0.576 0.970 valid
10
QUESTION 58.17 137.061 0.576 0.970 valid
11
QUESTION 58.00 138.909 0.576 0.970 valid
12
QUESTION 58.17 136.515 0.576 0.969 valid
13
QUESTION 58.08 137.538 0.576 0.970 valid
14
QUESTION 58.08 137.538 0.576 0.970 valid
15

Kisi – kisi angket SRL

Item Scale Scale R table Cronbach's Validitas


Mean if Variance if (14) Alpha if
Item Item (responden) Item
Deleted Deleted Deleted
QUESTION 47.46 101.103 0.775 0.958 valid
1
QUESTION 47.69 102.731 0.676 0.959 valid
2
QUESTION 48.00 99.667 0.779 0.958 valid
3
QUESTION 47.54 102.103 0.810 0.957 valid
4
QUESTION 47.46 98.603 0.758 0.958 valid
5
QUESTION 47.62 99.756 0.850 0.956 valid
6
QUESTION 47.92 97.577 0.865 0.956 valid
7
QUESTION 47.77 96.692 0.802 0.957 valid
8
QUESTION 47.62 101.256 0.758 0.958 valid
9
QUESTION 47.54 107.769 0.526 0.962 valid
10
QUESTION 47.69 99.231 0.890 0.955 valid
11
QUESTION 47.85 102.474 0.727 0.958 valid
12
QUESTION 47.85 96.808 0.810 0.957 valid
13
QUESTION 47.46 104.436 0.794 0.958 valid
14
QUESTION 47.62 102.090 0.811 0.957 valid
15
D. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis berdasarkan teknik analisis data yang

meliputi analisis deskriptif, uji asumsi atau uji prasyarat analisis, dan uji

hipotesis.

1) Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan data yang

diperoleh agar memperoleh informasi yang berguna dalam penelitian. Data

tersebut berupa data prestasi belajar IPS siswa dan data observasi

keterlaksanaan pembelajaran.

Data prestasi belajar matematika siswa berupa data pretest dan

posttest. Teknik statistik yang digunakan yaitu rata-rata (mean), ragam

(variansi), dan simpangan baku (standar deviasi) dengan rincian sebagai

berikut.

a. Rata-rata (mean)

Rumus untuk menghitung rata-rata adalah sebagai berikut:


̅

Keterangan:

̅ = rata-rata
(mean)

= banyaknya
sampel

= skor data ke-


i

b. Ragam
(variansi)
Rumus untuk menghitung ragam adalah sebagai berikut:
∑ ( ̅)
Keterangan:

= ragam
(variansi)

= banyaknya
sampel
= skor data ke-i

̅ = rata-rata (mean)

c. Simpangan baku (standar deviasi)

Rumus untuk menghitung simpangan baku adalah sebagai berikut:

∑ ( ̅)
√ √

Keterangan:

s = simpangan baku (standar deviasi)

= ragam (variansi)

= banyaknya sampel

= skor data ke-i

̅ = rata-rata (mean)

Data observasi keterlaksanaan pembelajaran dideskripsikan dengan

menginterpretasi penilaian lembar observasi yaitu skor “1” jika aspek yang

diamati terlaksana dan skor “0” jika aspek yang diamati tidak terlaksana.

Persentase skor lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran dapat

dihitung dengan membandingkan jumlah skor pencapaian per indikator

dengan jumlah skor maksimal per indikator.

2. Uji Asumsi atau Uji Prasyarat Analisis

Uji asumsi atau uji prasyarat analisis dilakukan sebagai syarat sebelum

dilakukan pengujian terhadap hipotesis. Uji asumsi dalam penelitian ini

yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.


a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data masing-

masing kelompok eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi

normal. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Kolmogorov-Smirnov.

1) Hipotesis

: data berasal dari populasi yang berdistribusi normal

: data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

2) Statistik Uji

*| |+
dengan () ̅
dan

Keterangan:

: distribusi frekuensi kumulatif

: frekuensi kumulatif ke-i

∑ : jumlah frekuensi

: data ke-i

̅ : rata-rata

: simpangan baku

3) Taraf Signififikansi = 0,05

4) Kriteria Keputusan

Kriteria keputusan yang diambil yaitu diterima jika................................


Uji

normalitas dengan uji Kolmogorov Smirnov ini dapat dilakukan dengan


bantuan
software SPSS 21. Kriteria keputusannya yaitu diterima jika nilai

signifikansi lebih dari 0,05.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan utuk mengetahui kesamaan varians dari

kedua kelompok eksperimen. Uji homogenitas yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Levene’s.

1) Hipotesis

(kedua data homogen)

(kedua data tidak homogen)

2) Taraf Signifikansi = 0,05

3) Statistik Uji

4) Kriteria Keputusan

Kriteria keputusan yang diambil yaitu diterima jika...............................


Uji

homogenitas dengan Levene’s ini dapat dilakukan dengan bantuan


software SPSS

21. Krietria keputusannya yaitu diterima jika nilai signifikansi lebih dari
0,05.

3. Uji Hipotesis

Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas, selanjutnya

dilakukan uji beda rata-rata terhadap prestasi awal pada masing-masing


kelompok eksperimen. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah

terdapat perbedaan rata- rata untuk prestasi awal kedua kelompok tersebut.

Uji yang digunakan yaitu uji independent sample t-test dengan taraf

signifikansi 0,05 pada software SPSS 21.


Hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut:
(tidak terdapat perbedaan rata-rata antara kelompok eksperimen

1 dan kelompok eksperimen 2)

(terdapat perbedaan rata-rata antara kelompok eksperimen 1 dan

kelompok eksperimen 2)

Kriteria keputusan yang diambil yaitu diterima jika nilai signifikansi


lebih dari 0,05. Jika hasil uji beda rata-rata nilai pretest menunjukkan tidak
terdapat perbedaan rata-rata antara kelompok eksperimen 1 dan 2, maka
data yang digunakan untuk uji hipotesis cukup dengan data posttest. Jika
hasil uji beda rata- rata nilai pretest menunjukkan terdapat perbedaan rata-
rata antara kelompok eksperimen 1 dan 2, maka pengujian hipotesis
dilakukan dengan menggunakan skor gain yaitu menggunakan selisih nilai
posttest dan pretest. Rumus untuk skor gain adalah sebagai berikut:

Keterangan:

: skor gain

: nilai pretest

: nilai posttest

: nilai maksimal

Kriteria skor gain berdasarkan analisis terhadap skor gain menurut

Lestari dan Yudhanegara (2015: 235) dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. 2 Kriteria Skor Gain


Rata-rata skor gain Kriteria
Tinggi
Sedang
Rendah
a. Uji Hipotesis Pertama

Rumusan masalah yang pertama adalah apakah pembelajaran saintifik

dengan setting pembelajaran kooperatif STAD efektif ditinjau dari prestasi

belajar matematika siswa. Pembelajaran dikatakan efektif jika rata-rata

posttest siswa minimal 75.

1) Hipotesis

(pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran

kooperatif STAD tidak efektif ditinjau dari prestasi

belajar matematika siswa)

(pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran

kooperatif STAD efektif ditinjau dari prestasi belajar

matematika siswa)

2) Statistik uji

Statistik uji yang digunakan yaitu uji t dengan rumus sebagai berikut:

dengan derajat bebas yaitu

Keterangan:

̅ : rata-rata nilai posttest kelompok eksperimen 1

: nilai yang dihipotesiskan yaitu 74,99

: banyaknya siwa kelompok eksperimen 1

: simpangan baku kelompok eksperimen 1


3) Taraf signifikansi = 0,05
4) Kriteria keputusan

ditolak jika ( ).

Pengujian hipotesis ini dibantu menggunakan uji one sample t-test

pada software SPSS 21. Kriteria keputusan yang diambil adalah ditolak

jika nilai signifikansi kurang dari 0,05.

b. Uji Hipotesis Kedua

Rumusan masalah yang kedua adalah apakah pembelajaran saintifik

dengan setting pembelajaran kooperatif Jigsaw efektif ditinjau dari prestasi

belajar matematika siswa. Pembelajaran dikatakan efektif jika rata-rata

posttest siswa minimal 75.

1) Hipotesis

(pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran

kooperatif Jigsaw tidak efektif ditinjau dari prestasi

belajar matematika siswa)

(pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran

kooperatif JIgsaw efektif ditinjau dari prestasi belajar

matematika siswa)

2) Statistik uji

Statistik uji yang digunakan yaitu uji t dengan rumus sebagai berikut:

dengan derajat bebas yaitu


Keterangan:
̅ : rata-rata nilai posttest kelompok eksperimen 2

: nilai yang dihipotesiskan yaitu 74,99

: banyaknya siwa kelompok eksperimen 2

: simpangan baku kelompok eksperimen 2

3) Taraf signifikansi = 0,05

4) Kriteria keputusan

ditolak jika ( ).

Pengujian hipotesis ini dibantu menggunakan uji one sample t-test

pada software SPSS 21. Kriteria keputusan yang diambil adalah ditolak

jika nilai signifikansi kurang dari 0,05.

c. Uji Hipotesis Ketiga

Uji hipotesis ketiga dilakukan jika hasil uji hipotesis pertama dan

kedua menunjukkan hasil kedua model pembelajaran sama-sama efektif

ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa. Uji hipotesis ketiga

dilakukan untuk menjawab rumusan masalah ketiga yaitu untuk

mengetahui manakah yang lebih efektif antara pembelajaran saintifik

dengan setting pembelajaran kooperatif STAD dan pembelajaran saintifik

dengan setting pembelajaran kooperatif Jigsaw ditinjau dari prestasi

belajar matematika siswa.

1) Hipotesis

(pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran

kooperatif STAD tidak lebih efektif atau sama efektifnya


dibandingkan pembelajaran saintifik dengan setting

pembelajaran kooperatif Jigsaw)


(pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran

kooperatif STAD lebih efektif dibandingkan

pembelajaran saintifik dengan setting pembelajaran

kooperatif Jigsaw)

2) Statistik uji

Statistik uji yang digunakan yaitu:

()()
dengan dan √ .
()
76

Keterangan:

̅ ̅ : rata-rata nilai posttest kelompok eksperimen 1

̅̅̅ : rata-rata nilai posttest kelompok eksperimen 2

: banyaknya siswa kelompok eksperimen 1

: banyaknya siswa kelompok eksperimen 2

: variansi kelompok eksperimen 1

: variansi kelompok eksperimen 2

: variansi gabungan

3) Taraf signifikansi = 0,05

4) Kriteria keputusan

ditolak jika ( ).

Pengujian hipotesis ketiga dilakukan dengan uji independent sampe t-

test berbantuan software SPSS 21. Kriteria keputusan yang diambil yaitu

ditolak jika nilai signifikansi kurang dari 0,05.


77

Anda mungkin juga menyukai