Kupdf Com Buku Ajar Metode Elemen Hingga 1 PDF
Kupdf Com Buku Ajar Metode Elemen Hingga 1 PDF
PENGANTAR
i
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
DAFTAR ISI
PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN 1
BAB II. METODE KEKAKUAN/PERPINDAHAN 11
BAB III. PERSAMAAN DAN MATRIK KEKAKUAN UNTUK
STRUKTUR 31
BAB IV. KEMIRINGAN DAN LENDUTAN PADA BATANG 63
BAB V. DEFLEKSI/LENDUTAN (SPECIAL CASES) 74
BAB VI. STRUKTUR 89
DAFTAR PUSTAKA
RPKPS
ii
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
BAB I
PENDAHULUAN
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
1
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
bantu seperti pada masa saat ini. MEH menjadi semakin populer untuk digunakan
setelah dikembangkannya prosesor kecepatan tinggi pada komputer.
Analisa dua dimensi menggunakan MEH pertama kali dikenalkan oleh
Tuner dan kawan pada tahun 1956. Mereka berhasil menurunkan matrik untuk
element truss, element batang, dan elemen-elemen untuk analisa kasus-kasus dua
dimensi seperti element segitiga dan segi empat pada kondisi tegangan bisang.
Disamping itu, Tuner dan kawan-kawan mengenalkan prosedur yang dikenal
sebagai metode kekakuan langsung ( direct stiffness method ) dan matrik
kekakuan struktrur. Bersama dengan perkembangan teknologi komputer, hasil
kerja dari Tuner dkk menjadi perintis perkembangan persamaan kekakuan elemen
hingga yang diekspresikan dalam notasi matrik. Istilah metode elemen hingga
pertama kali dikenalkan oleh Clough pada tahun 1960 ketika elemen-elemen
segitiga dan segi empat digunakan untuk analisa tegangan bidang (plane stress).
Selanjutnya semenjak itu dikembangkan elemen-elemen yang berbentuk tiga
dimensi seperti tetrahedral. Umumnya sebagian besar perkembangan elemen
hingga pada tahun 1960 an sesuai untuk regangan dan perpindahan kecil pada
perilaku material elastis dengan beban statis. Meskipun demikian untuk kasus
defleksi yang besar dan analisa termal dikembangkan oleh Turner. Sedangkan
untuk kasus-kasus non linier dipelopori oleh Gallagher. Disamping itu, Gallagher
dan Padlog juga berhasil mengembangkan MEH untuk memecahkan kasus-kasu
bukling pada tahun 1963. Sedangkan untuk kasus viskoelastisitas dikembangkan
oleh Zienkiewicz pada tahun 1968.
Pada era 1970-an, dipelopori oleh Belytschko, MEH mampu
menyelesaikan kasus-kasus pada struktur yang mengalami deformasi besar dan
non linier. Hal ini meningkatkan kemampuan MEH untuk menyelesaikan
problem-problem pada struktur. Semenjak awal perkembangan MEH sampai saat
ini banyak mengalami kemajuan yang pesat, dan hampir semua analisa tegangan,
defleksi dan deformasi di dalam perancangan struktur menggunakan metode MEH
terutama untuk geometri dan kondisi beban yang komplek. Bahkan MEH sudah
merupakan mata kuliah wajib yang harus ditempuh oleh mahasiswa yang belajar
bidang rekayasa. Saat ini penggunaan dan penelitian MEH yang masih relatif baru
adalah dalam bidang bioengineering. Dalam bidang ini penggunaan MEH masih
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
2
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
1.2 Matrik
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
3
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
F1 x d1x
F d
1 y 1y (1-1)
F1 z d1z
F2 x d 2 x
F2 y d 2 y
[ F ] F F2 z [d ] d d 2 z
. .
. .
F d
nx nx
Fny d ny
d
Fnz nz
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
4
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Pada buku ini akan dipelajari bahwa besar gaya global pada node F dan
perpindahan global pada node d tergantung dari harga matrik kekakuan global K,
dan dinyatakan sebagai berikut .
F Kd (1-3)
Persamaan 1-3 disebut persamaan kekakuan global . Dengan mensubtitusi
persamaan 1-2 ke dalam persamaan 1-3 menjadi.
K11 K12 . . . K1n d1x
K K 22 . . . K 2 n d1 y
21
. . .
F
.
(1-4)
. . . .
. . . .
K m1 km2 . . . K mn d nz
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
5
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
6
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
menunjukkan contoh dari diskritisasi dari suatu bodi dengan elemen. Gbr. 1.1a
menunjukkan suatu bodi poros yang belum dibagi menjadi elemen-elemen, dan
Gbr 1.1b menunjukkan diskritisasi dari bodi poros dengan elemen.
Pemilihan jenis suatu elemen dan dimensi (satu, dua atu tiga dimensi) pada saat
melakukan analisa dengan menggunakan MEH tergantung dari beberapa faktor
misalnya, kondisi pembebanan. Pemilihan ini harus dilakukan dengan tepat
oleh seorang analisis atau disainer. Di samping itu, sering dijumpai untuk suatu
kasus tertentu ada jenis elemen yang paling sesuai untuk menyelesaikan suatu
kasus tersebut. Yang dimaksud sesuai disini adalah keakurasian hasil, efisiensi
dan efektifitas yang berkenaan dengan pemrograman pada komputer. Untuk hal
ini,maka pengalangaman dari seorang analisis atau disainer sangat menentukan
hasil dari analisa. Gambar 1-2 berikut menunjukkan contoh dari beberapa jenis
elemen. Gbr 1-2a adalah jenis elemen yang digunakan untuk merepresntasikan
beam atau batang. Untuk Gbr 1-2b adalah contoh elemen dua dimensi yang
mana node terletak pada masing-masing sudutnya atau dapat juga terdapat
node tambahan diantara sudut-sudutnya. Elemen jenis ini biasa digunakan
untuk menganalisa tegangan atau regangan bidang. Gbr 1-2c menunjukkan
contoh elemen 3 dimensi sederhana berbentuk tetrhedral dan hexahedral.
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
7
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
1 2
y 3
1 2
y 1
8
7
4 3
x
4 5 6
2
1 2
3
z
c). Elemen sederhana 3 dimensi berbentuk tetrahedral dan hexahedral
Gambar 1-2 Contoh jenis elemen
Langkah ke 2. Memilih fungsi perpindahan
Pada langkah ini kita menentukan fungsi perpindahan di dalam elemen. Fungsi
mendifinisikan harga perpindahan dari tiap-tiap node dan jenis fungsi tersebut
tergantung dari jumlah node yang digunakan di dalam elemen. Jenis fungsi
yang sering digunakan adalah fungsi linier, kwadratik dan kubik polynomial.
Jenis fungsi tersebut sering digunakan karena tidak rumit atau sederhana untuk
memformulasikan elemen. Fungsi polinomial bisa didapat dengan
menggunakan segitiga Pascal yang ditunjukkan pada Gambar 1-3.
linier
kwadratik
kubik
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
8
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
9
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
10
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
BAB II
METODE KEKAKUAN/PERPINDAHAN
x’
y’
2
1
z z’
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
11
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
konstanta material pegas. Jika elemen pegas tersebut dikenakan beban sebesar
T, maka masing masing node akan mengalami perpindahan sebesar d’1x dan
d’2x.
k
1 2
x’
L
T 1 2 T
x’
d’1x d’2x
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
12
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
x’
’
d 1x d’2x
x'
N1 1
L
1
0
x'
N2
L
1
0
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
13
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
k
1 2
x’
L
T 1 2 T
x’
d’1x d’2x
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
14
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Jika persamaan (1-20) dinyatakan dalam bentuk matrik, menjadi seperti bentuk
dibawah ini.
f1'x ' k k d1 x '
'
k' k k
k k
(1-22)
Langkah ke 5. Menggabungkan rumus elemen lokal menjadi rumus global
Prinsip pada langkah ini adalah menjumlahkan masing-masing kekakuan tiap
elemen dan gaya tiap elemen sedemikian rupa atau dinyatakan sebagai berikut’.
N N
K k ' (e)
dan F f '( e ) (1-23)
e 1 e 1
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
15
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
k1 1
3
2
k2
f3x
f2x
f' k
k (1)
(1-24)
3x' d 3 x '
dan untuk elemen 2 adalah;
f 3'x ' k k d 3 x '
(2)
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
16
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
F3 x k1 k 2 k2 k1 d 3 x '
F2 x
k2 k2
0 d 2( 2x )' (1-30)
F k (1)
1x 1 k1 d1 x '
Persamaan (1-30) dapat diatur sedemikian rupa sehingga bisa berurutan dari node
1 sampai ke node 3.
(1-33)
d3x ' d2 x'
k k2 d 3 x '
k 2 2
k2 k2 d2 x'
Pada rumus (1-33) simbol perpindahan d diletakkan pada masing-masing baris
dan kolom pada matrik k, untuk menunjukkan masing-masing derajat kebebasan
pada tiap-tiap node sesuai dengan harga k-nya.
Karena sistem pegas pada Gbr. 2.5 mempunyai 3 derajat kebebasan atau 1
derajat kebebasan pada masing-masing node, maka matrik kekakuan untuk
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
17
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
1 d (1) f1(x1')
1 0 1(1x)' f (1)
k1 0 0 0 d2 x' (1-34)
1 2(x1')
1 0 d 3(1x)' f 3 x '
Untuk Elemen 2 ;
d1x ' d2 x' d3x '
0 d1(x2') f1(x2' )
0 0
k2 0 1 1 d 2( 2x )' f 2(x2') (1-35)
1 1
0 d 3( 2x ') f 3(x2' )
Sesuai dengan kaidah kesetimbangan gaya maka gaya-gaya yang bekerja di tiap-
tiap node pada persamaan (1-34) dan (1-35), menghasilkan resultan gaya ( gaya
global), seperti berikut ini.
f1(x1') 0 F1x
0 f 2(x2') F2 x (1-36)
f (1) ( 2 )
3 x ' f 3 x ' F3 x
Selanjutnya dengan mensubtitusikan persamaan (1-34) dan (1-35), maka
didapatkan persamaan di bawah ini.
k1 0 0 0 d 2(1x)' k2 0 1 1d 2( 2x)' F2 x (1-37)
1 0 1 d (1) 0 1 1 d ( 2) F
3 x ' 3 x ' 3 x
Atau dapat dinyatakan sebagai persamaan di bawah ini
k1 0 k1 d1x F1x
0 k2 k 2 d 2 x F2 x (1-38)
k k1 k 2
1 k2 d 3 x F3 x
Dari persaman (1-38) dapat membuktikan bahwa dengan 3 derajat kebebasan
maka akan terdapat matrik kekakuan global, K, yang berdimensi 3 x 3, dan
mempunyai matrik kolom perpindahan dan gaya global yang masing-masing
jumlah barisnya sama dengan jumlah derajat kebebasan sistem (struktur) dalam
hal ini dua pegas yang ditunjukkan di dalam Gbr. 2.5. Perlu dicatat bahwa kunci
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
18
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
k1 0 k1 d1 x
K 0 k2 k2 d2x
k1 k2 k1 k2
d3x
Gambar 2.6, Cara mengisi sel pada matrik K dari matrik k
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
19
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Dari Gbr. 2.5, dapat kita ketahui bahwa kondisi batas pada node 1 atau pada
tumpuan, mempunyai harga perpindahan nol, sehingga persamaan (1-38), menjadi
sebagai berikut.
k1 0 k1 0 F1x
0 k2 k 2 d 2 x F2 x (1-39)
k1 k 2
k1 k2 d 3 x F3 x
00 k2 d 2 x k2 d 3 x F2 x (1-40)
k1 0 k2 d 2 x k1 k2 d 3 x F3 x
sesuai dengan Gbr. 2.5 harga F1x tidak diketahui, sedangkan harga F2x dan F3x
diketahui.
Jika rumus ke dua dan ke tiga pada persamaan (1-40) dirubah ke bentuk matrik
maka,
k2 k 2 d 2 x F2 x
k
k1 k 2
(1-41)
2 d 3 x F3 x
Dari persamaan (1-39) dan (1-41) diketahui bahwa pada baris dan kolom ke satu
pada matrik K pada persamaan (1-39) adalah berharga nol, hal ini terjadi karena
pada baris ke satu matrik d merupakan kondisi batas (pada tumpuan, perpindahan
berharga nol). Sehingga selanjutnya kita dapat menentukan harga perpindahan
pada node 2 dan 3, sebagai berikut.
1 1 1
k 2 F2 x k1
1
d 2 x k 2 k 2 k1 F2 x
d k1 k 2
F3 x 1 1 F3 x
(1-42)
3 x k 2
k1
k1
Jika harga perpindahan d2x dan d3x dapat ditentukan dari persamaan (1-42), maka
besar gaya pada node 1, yaitu F1x dapat dihitung dengan mensubtitusikan
perpindahan tersebut pada persamaan pertama pada (1-40).
k1 0 0d 2 x k1d 3 x F1x atau k1d 3 x F1x (1-43)
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa untuk kondisi batas homogen, baris dan
kolom pada matrik K yang mempunyai harga perpindahannya nol dapat
dihilangkan .
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
20
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
L 1
k1 1
3
2
k2
f3x
f2x
k1 0 k1 L F1x
0 k2 k 2 d 2 x F2 x (1-44)
k1 k 2
k1 k2 d 3 x F3 x
0L k2 d 2 x k2 d 3 x F2 x (1-45)
k1 L k2 d 2 x k1 k2 d 3 x F3 x
Besar harga gaya pada node 1, F1x, adalah besar gaya pada saat node 1 telah
berpindah sebesar L. Karena besar gaya pada masing-masing node 2 dan 3
diketahui sebesar F2x dan F3x, maka rumus ke dua dan ke tiga pada persamaan
dapat diselesaikan untuk mendapatkan harga d2x dan d3x. Selanjutnya dari
persamaan (1-45) menjadi sebagai berikut.
0L k2 d 2 x k2 d 3 x F2 x (1-46)
k1 L k2 d 2 x k1 k2 d 3 x F3 x
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
21
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
k2 d 2 x k1 k2 d 3 x F3 x k1 L
Jika dinyatakan dalam bentuk matrik, menjadi ;
k2 k 2 d 2 x F2 x
k
k1 k 2
(1-48)
2 d 3 x F3 x k1 L
Dari sini harga d2x dan d3x dapat ditentukan , sehingga dengan menggunkan rumus
pertama persamaan (1-43) harga F1x, dapat diketahui. Dari uraian penyelesaian
pada kondisi batas non homogen, dapat disimpulkan bahwa kolom dan baris
pertama matrik K dan baris pertama pada matrik d yang berhubungan dengan
kondisi batas tidak dapat dihapus karena merupakan perkalian dengan harga lebih
besar dari nol dan hasilnya harus dipindah ke ruas kanan sebelum kita
menyelesaikan perpindahan yang tidak diketahui (d2x dan d3x).
Contoh 2.1
Suatu rangkaian pegas seperti ditunjukkan pada Gbr 2.8, mempunyai harga
konstanta pegas k1= 2000 N/m, k2 = 4000 N/m dan k3 = 6000 N/m dan diberi
beban P = 10 000 N pada node 4, tentukan ;
a. Matrik kekakuan global,
b. Besar perpindahan pada node 3 dan 4,
c. Gaya reaksi pada node 1 dan 2
d. Gaya-gaya yang bekerja pada masing-masing pegas
k1 1
k2 2
K3 3
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
22
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
a). Untuk menyusun matrik kekakuan global, terlebih dahulu kita susun matrik
kekakuan tiap tiap elemen pegas dengan merujuk pada persamaan (1-33)
sebagai berikut :
1 3 3 4
k 1 2000 1 4000 3
k 2
2000 4000
2000 2000 4000 4000
3 4
4 2
k 3 6000 6000 4
6000 6000
2
Dengan menggunakan model superposisi dan Gbr. 2.6 kita mendapatkan matrik
kekakuan global seperti di bawah ini.
1 2 3 4
2000 0 2000 0 1
0 6000 0 6000 2
K
4000 3
(1-49)
2000 0 2000 4000
0 6000 4000 4000 6000
4
b).Karena gaya global berhubungan dengan kekakuan dan perpindahan global,
maka sesuai persamaan (1-38), didapatkan hubungan sebagai berikut ;
F1 x
F
2000 0 2000 0 d1 x
0 6000 0 6000 d 2 x
2 x 2000 0 2000 4000 4000 d 3 x (1-50)
F3 x
F4 x 0 6000 4000 4000 6000
d
4x
Dengan menggunakan prinsip penyelesaian kondisi batas homogen, yang mana
harga perpindahan pada node 1, d1x = 0 dan pada node 2, d2x = 0, baris pertama
dan kedua, kolom pertama dan kedua dapat dihilangkan sehingga persamaan
kekakuan diatas dapat disederhanakan sebagi berikut;
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
23
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
0
F1x
F 0
2000 0 2000 0 0
6000 0 6000 10
2 x 2000 0 2000 4000 4000 11
(1-52)
F3 x
F4 x 0 6000 4000 4000 600015
11
Dengan operasi perkalian matrik pada persamaan (1-52) maka harga gaya
global pada masing-masing node adalah ;
20000 90000
F1x N F2 x N
11 11 (1-53)
F3 x 0 N 110000
F4 x N
11
Elemen 1
Contoh 2.2
Gambar 2-9 menunjukkan rangkaian elemen pegas, tentukan (a) Matrik kekakuan
global, (b) Perpindahan pada node 3 dan 4, (c) Gaya-gaya global, (d) Gaya local
pada masing-masing elemen. Node 1 adalah tetap sedangkan node 4 mempunyai
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
24
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
2 4
k 3 100 100 2
100 100
4
Sehingga matrik kekakuan global dapat ditentukan di bawah ini.
1 2 3 4
100 0 100 0 1
100 100 100 100 2
K 0
100 100 100 100 0 3 (1-57)
0 100 100
0 4
1
k1 1
k2 2
K3 3
4 F2x
L
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
25
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
100 100
f1 x N f3x N
15 15
Elemen 2
1
f 3 x 100 100 15
f 2 x 100 100 2 (1-62)
15
100 100
f3x N f2x N
15 15
Elemen 3
2
f 2 x 100 100
f 4 x
100 100 015
(1-63)
.2
100 100
f2x N f4x N
15 15
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
26
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Salah satu metode alternatif untuk menurunkan rumus elemen dan matrik
kekakuan elemen adalah berdasarkan prinsip energi potensial minimum. Prinsip
ini lebih sesuai untuk menurunkan rumus elemen yang lebih komplek yang
mempunyai lebih banyak derajat kebebasan, seperti untuk elemen plain stress atau
strain, tegangan aksis simetri, elemen plat bending dan elemen untuk kondisi tiga
dimensi. Energi potensial minimum hanya sesuai untuk menurunkan rumus untuk
kasus material elastis dan buku ini hanya membahas untuk kasus-kasus pada
permodelan material elastis.
Energi potensial, Pe, dari struktur merupakan fungsi dari perpindahan.
Pada elemen hingga perpindahan ini terjadi pada node dari suatu elemen dan
dinyatakan sedemikian rupa sehingga Pe Pe d1 , d 2 ,......, d n . Jika Pe
diminimalkan terhadap perpindahan maka akan menghasilkan kondisi setimbang.
Untuk elemen pegas, maka akan dihasilkan persamaan f ' k ' d ' seperti yang
diturunkan pada sub-bab sebelumnya.
Total energi potensial didefinisikan sebagai jumlah energi regangan dalam,
U, dan enegi potensial yang disebabkan oleh gaya luar ;
Pe U (1-64)
Energi regangan dalam, U, adalah kapasitas gaya internal atau tegangan untuk
melakukan kerja yang mengakibatkan terjadinya regangan di dalal struktur.
Sedangkan energi potensial yang disebabkan oleh gaya luar, , adalah body force,
gaya traksi permukaan dan gaya yang bekerja pada node untuk melakukan kerja
sehingga terjadi deformasi pada struktur.
Kembali pada hubungan linier antara gaya dan perpindahan pada pegas,
yaitu F = k.x , yang mana k adalah konstanta pegas dan x adalah perpindahan.
Perubahan (diferensial) usaha/kerja dalam atau energi regangan, dU, untuk
perpindahan yang sangat kecil pada pegas adalah gaya dikali dengan perubahan
perpindahan dimana gaya bekerja, dan dinyatakan sebagai berikut;
dU Fdx (1-65)
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
27
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
dari persamaan pegas kita tahu bahwa gaya dinyatakan sebagai F = k.x dan jira
hubungan ini disubtitusikan ke persamaan (1-65), maka menghasilkan hubungan
di bawah ini.
dU k. xdx (1-66)
Maka total energi regangannya adalah :
x
k . x 2 k . x x Fx
1 1 1
U k .xdx atau U (1-67)
0
2 2 2
Persamaan ini menunjukkan bahwa besar total energi remangan adalah luas area
dibawah kurve gaya-perpindahan, seperti ditunjukkan pada Gbr. 2.9.
k
F
k x
x
Gambar 2.9. Hubungan perpindahan dan gaya pada pegas
Jika energi potensial yang disebabkan oleh gaya luar adalah = - F.x dan
dengan mensubtitusikan persamaan (1-67) maka persamaan (1-64) menjadi;
1
Pe k.x 2 F .x (1-68)
2
Selanjutnya kita perhatikan contoh 3 berikut ini untuk memahami konsep dari
prinsip energi minimum dengan menganalisa pegas dengan satu derajat kebebasan.
Dari contoh ini ditunjukkan bahwa kondisi setimbang dari pegas adalah pada saat
energinya minimum.
Contoh 2.3
Dimisalkan ada pegas dengan konfigurasi seperti ditunjukkan pada Gbr.2.10
x
F= 2000 N
1 2
k= 500 N/m
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
28
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Untuk mengevaluasi energi potencial pada pegas tersebut maka kita dapat
menggunakan persamaan (1-68).
1
Pe k.x2 F .x
2
Untuk memudahkan maka selanjutnya kita subtitusikan harga perpindahan, x,
misalnya antara – 5 sampai dengan 13, dan selanjutnya dapat kita plot dalam
kurve hubungan Pe dan x, seperti dalam Gbr.2.11. Dari gambar tersebut dapat
diketahui harga minimum dari petensial energi, yang mengindikasikan juga bahwa
pada kondisi tersebut terjadi kesetimbangan. Dari sini dapat diketahui bahwa
kondisi potensial enegi minimum terjadi pada perpindahan, ketika x = 4 m
18000
16000
14000
12000
10000
Energi potensial, N.m
8000
6000
4000
2000
0
-6 -4 -2 0 2 4 6 8 10 12 14
-2000
-4000
-6000
x, perpindahan, m
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
29
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Pe
1
2
2 2
k d 2' x 2d 2' x d1' x d1' x f1'x d1' x f 2' x d 2' x (1-72)
k d1 x f 1 x
' '
k
k k
(1-75)
d 2' x f 2' x
Dari persamaan diketahui bahwa matrik kekakuan yang diturunkan dengan
menggunakan prinsip energi potensial minimum mempunyai hasil yang sama
dengan hasil yang didapat dengan menggunakan metode langsung.
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
30
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
BAB III
PERSAMAAN DAN MATRIK KEKAKUAN UNTUK STRUKTUR
Gambar 3.1 menunjukkan suatu struktur truss 2 dimensi, yang mana jika
salah satu batang truss yang ditunjukkan dengan anak panah, dapat ditinjau
dengan dua sistem koordinat, yaitu koordinat global (sumbu X-Y) dan koordinat
lokal (x’-y’). Diasumsikan batang truss tersebut mempunyai arah dengan sudut α
terhadap koordinat global dan mempunyai panjang L dengan luas penampang A
konstan. Karena gaya yang bekerja pada tiap batang truss, T, adalah selalu paralel
dengan arah batang, maka arah T berhimpit dengan arah sumbu x’(koordinat
lokal).
Dalam menganalisa beban pada struktur, dalam hal ini adalah truss,
dengan menggunakan Metode Elemen Hingga, setiap batang pada truss dianggap
sebagai satu elemen yang mempunyai arah orientasi yang berbeda-beda . Oleh
karena itu pertama kita menurunkan rumus elemen dan matrik kekakuan pada
salah satu batang atau elemen seperti ditunjukkan pada Gbr. 3.1. Tahapan yang
kita gunakan adalah tahapan-tahapan yang telah diterangkan pada Bab II.
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
31
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
x'
T
Y
f’2x , d’2x
L
y'
T
f’1x , d’1x
α
X
Gambar 3.1. Beban pada batang truss
Pertama kita perhatikan pada Gbr. 3.1 sebelah kiri yang menunjukkan
detail dari salah satu batang dari truss yang mana batang tersebut mempunyai
koordinat lokal x’-y’ dan mempunyai arah terhadap koordunat global X-Y. Jika
kita asumsikan batang tersebut adalah suatu elemen yang mempunyai satu derajat
kebebasan pada masing-masing node nya, maka dengan cara yang sama pada
penurunan rumus elemen dan matrik kekakuan elemen pegas dapat digunakan.
Oleh karena itu langkah-langkah umum yang terdiri dari 7 langkah seperti
dijelaskan pada Bab II dapat digunakan.
Elemen batang pada Gbr. 3.1 diasumsikan mempunyai luas penampang. A.
Konstan dan panjang awal, L, dan perpindahan pada masing-masing node
dinotasikan sebagai d’1x, dan d’2x yang terdapat pada masing-masing ujung
elemen. Sesuai dengan prinsip hukum Hook dan hubungan tegangan, , /regangan,
, dapat dinyatakan sebagai persamaan dibawah ini.
x E. x (3-1)
yang mana E adalah modulus elastisitas, dan regangan didapat dari hubungan
sebagai berikut;
du' x
x (3-2)
dx '
Yang mana u’ adalah perpindahan sepanjang sumbu x’. Jika gaya yang bekerja
pada batang adalah sebesar T, maka berlaku hubungan sebagai berikut;
T A. x ' konstan (3-3)
Untuk menurunkan matrik kekakuan batang pada truss maka ada beberapa
hal yang harus diasumsikan, yaitu;
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
32
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
1.Batang pada truss tidak dapat menahan gaya geser atau momen bending, yaitu ;
f '1 y ' 0, f '2 y ' 0, m'1 0 dan m' 2 0
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
33
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
34
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
ditinjau dari sistem koordinat yang sama, dalam kasus ini, misalnya, koordinat
lokal tiap-tiap elemen paralel atau behimpit dengan koordinat global. Pada
kasus batang pada struktur truss yang mana masing-masing batang dianggap
sebagai suatu elemen dan arah orientasi masing-masing elemen bervariasi
sesuai dengan koordinat lokal masing-masing elemen. Oleh karena itu untuk
menggabung matrik kekakuan lokal menjadi global, masing-masing elemen
harus ditransformasikan terlebih dahulu sesuai dengan orientasi koordinat
global. Cara transformasi tersebut diterangkan pada sub bab selanjutnya.
Berikut persamaan di bawah ini ditulis kembali seperti pada Bab II untuk
menggabungkan masing-masing rumus kekakuan elemen menjadi rumus global.
N N
K k ' (e)
dan F f '( e ) (3-15)
e 1 e 1
Contoh 3.1
Gambar 3.2 menunjukkan suatu struktur yang terdiri dari tiga batang yang
masing mempunyai panjang L1,2,3 = 2 m. Luas penampang A1,2 = 0,01 m2 untuk
batang satu dan dua. Batang satu dan dua terbuat dari bahan yang sama dengan
modulus elatisitas E1,2 = 20x106 N/m2, sedangkan batang ketiga mempunyai E3 =
10x106 N/m dengan luas penampang A3 = 0,02 m2. Node 1 dan 2 tertanam pada
dinding atau mempunyai perpindahan nol. Tentukan matrik kekakuan global dan
perpindahan pada node 2 dan 3, jika pada node 2 diberi beban F = 2000 N.
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
35
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
1
y
1
x
2
2
F
3
3
3
4
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
36
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
F1x 1 1 0 0 d1 x
F2 x 5 1 2 1 0 d 2 x
F 10 0 1 2 1 d N/m (3-20)
3x 0 0 1 1 d
3x
F4 x 4x
Dan jika kondisi batas disubtitusikan ke persamaan maka persamaan (3-20)
menjadi;
0 1 1 0 0 0
2000 105 1 2 1 0 d 2 x N/m
0 0 1 2 1 d (3-21)
0 0 0 1 1 0
3x
Karena mempunyai kondisi batas yang homogen maka persamaan (3-21) dapat
diubah menjadi persamaan berikut ini;
4 2
F2 x 0 2. .102 1. .102 0 105 2.103 N
3 3
(3-25)
4 2
F3 x 0 1. .102 2. .102 0 105 0 N
3 3
2 2
F4 x 0 0 1. .102 0 105 .103 N
3 3
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
37
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
y'
d
x'
Gambar 3.3. Suatu posisi, titik d, yang ditinjau dari dua sistem koordinat
Cara mentransformasi suatu perpindahan atau posisi suatu node elemen
yang ditinjau dari koordinat yang satu ke koordinat lainnya adalah sebagai berikut.
Misalkan suatu vektor d yang ditunjukkan pada Gbr.3.4 tidak berhimpit pada
salah satu koordinat, sehingga vektor d dapat dinyatakan sebagai berikut;
d d x i d y j d x 'i ' d y ' j ' (3-26)
Yang mana unit vektor pada masing-masing sumbu dinotasikan sebagai i dan i’
pada masing-masing sumbu X dan x’, sedangkan j dan j’ pada masing-masing
sumbu Y dan y’ . Sehingga berdasarkan Gbr. 3.4 persamaan (3-26) dapat
dinyatakan juga sebagi berikut;
d x 'i' d x cos i'd y sin i' (3-27)
sehingga ;
d x ' d x cos d y sin (3-28)
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
38
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Matrik C S
S C disebut matrik transformasi.
Y
y'
d
dy
x'
d y' d x'
α
dx X
Gambar 3.4. Hubungan antara koordinat lokal dan global pada vektor d
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
39
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
40
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
41
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Dan telah dibuktikan bahwa T *1 T *T , yang mana T *T adalah transpose dari
T * , sehingga persamaan (3-41) dapat ditulis sebagai;
f T *T k ' T * d (3-42)
Maka dari persamaan (3-42) di dapat harga k global untuk satu elemen, yaitu;
k T *T k 'T * (3-43)
Jika matrik T*dari persamaan (3-38) dan matrik k’ lokal yang telah dijabarkan
pada persamaan (3-39) disubtitusikan pada persamaan (3-43) maka didapat matrik
k global sebagai berikut;
C2 CS C2 CS
AE S2 CS S2
k (3-44)
L C2 CS
simetri S 2
Selanjutnya setelah matrik kekakuan berdasarkan koordinat global untuk elemen,
persamaan (3-44), telah diketahui, maka matrik kekakuan untuk seluruh elemen
atau struktur dapat dilakukan dengan cara menggabungkan matrik kekakuan
masing-masing elemen dengan cara superposisi (kekakuan langsung) seperti
diterangkan pada sub bab 2.4 atau sebagai berikut;
N
k K
e 1
e
(3-45)
yang mana K adalah matrik kekakuan global untuk struktur dan k(e) matrik
kekakuan tiap elemen berdasarkan koordinat lokal dan N adalah jumlah total
elemen. Dengan cara yang sama, maka untuk gaya adalah;
N
fF
e 1
e
(3-46)
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
42
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Contoh 3.2
Suatu elemen batang dari struktur truss seperti ditunjukkan pada Gbr. 3.5
mempunyai arah relatif terhadap sumbu x-y sebesar 60o. Jika batang mempunyai
luas penampang A=0.04 m, panjang L = 6 m dan modulus elastisitas E = 20 x 109
N/m2, tentukan matrik kekakuan global berdasarkan sumbu x-y.
y x'
60o x
Gambar 3.5. Elemen batang ditinjau dari koordinat lokal dan global
C2 CS C2 CS
AE S2 CS S2
k
L C2 CS
simetri S 2
Untuk mengetahui tegangan yang bekerja pada elemen batang pada truss,
maka kita harus menentukan terlebih dahulu gaya yang bekerja pada statu batang.
Karena elemen batang pada truss mempunyai satu derjat kebebasan, maka
persamaan (3-30) yang menunjukkan hubungan gaya dan perpindahan ditinjau
dari koordinat lokal.
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
43
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
E
1 1d ' (3-52)
L
Dan karena telah diketahui bahwa d ' T * d , maka persamaan (3-52) dapat
dinyatakan sebagai berikut;
E
1 1T * d (3-53)
L
Dan jika disederhanakan menjadi;
E
1 1T * d C ' d (3-54)
L
1 1T * E 1 1
E C S 0 0
Yang mana C '
L L 0 0 C S
Sehingga C’
C'
E
C S C S (3-55)
L
Contoh 3.3
Misalkan suatu batang miring 60o terhadap sumbu x, yang mempunyai
luas penampang A, panjang L dan modulus elastisitas E. Jika perpindahan pada
masing-masing node berdasarkan koordinat global sudah dapat ditentukan,
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
44
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
sehingga d1x=0.25, d1y=0.01, d2x= 0.35 dan d2y=0.5 mm. Tentukan besar tegangan
pada batang tersebut.
y x'
60o x
1
d 2 x L
E
S C S (3-56)
L 0.35
d 2 y d 0.5
Telah diketahui dari ilmu statika dasar bahwa truss adalah suatu struktur
yang terdiri dari beberapa batang yang disusun sedemikina rupa, yang mana
ujung-unjungnya saling berhubungan satu dengan yang lain dan disambung
dengan pasak. Gaya-gaya yang bekerja pada truss diteruskan pada batang-batang
truss dan arahnya paralel dengan arah masing-masing batang dimana gaya
tersebut bekerja. Karena arah batang mempunyai arah relatif terhadap batang yang
lain, maka dalam menganalisa gaya pada tiap-tiap batang, kita perlu meninjau
pada salah satu sistem koordinat sebagai referensi peninjauan. Oleh karena itu
semua arah gaya, tegangan, perpindahan dan regangan harus ditransformasikan
sesuai dengan arah referensi yang telah kita pilih. Berikut ini adalah contoh
bagaimana kita menyelesaikan persoalan pada suatu truss dua dimensi sederhana.
Contoh 3.4
Gambar 3.5 menunjukkan suatu truss yang terdiri dari tiga elemen, yang mana
pada salah satu ujung dari masing-masing batangnya ditumpu dengan pasak dan
pada ujung yang lain pada batang-batang tersebut disambung dengan pasak dan
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
45
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
10 m y
10 m
10 m x
1
45o
3
1000 N
4
C2 CS C 2 CS 0 0 0 0
2 5
AE S CS S 0.04 x 200 x10 0 1
2
0 1
k 1 (3-57)
L C2 CS 10 0 0 0 0
simetri S
2 0 1 0 1
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
46
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Elemen 2
d1x d1 y d3 x d3 y
C2 CS C 2 CS 1 0 1 0
2 5
AE S CS S 0.04 x 200 x10 0
2
0 0 0
k 2 (3-58)
L C2 CS 10 1 0 1 0
simetri S
2 0 0 0 0
Elemen 3
d1x d1 y d4 x d4 y
(3-59)
Setelah matrik kekakuan global, k(e), untuk masing-masing elemen dapat
disusun, maka langkah selanjutnya adalah menggabungnya dengan cara
superposisi atau metode kekakuan langsung seperti ditunjukkan pada Gbr.2.6
untuk mendapat matrik kekakuan struktur K global.
d1x d1 y d2x d2 y d3 x d3 y d4x d4 y
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
47
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
dan
1000 8x104 0.5d1x 1.5d1 y
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
48
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
d 2 x
0 1 0 1
L 10 0
d 2 y 0
125 x10 4
375 x10 4
1 20 x105 0 1 0 1 20 x105 x375 x10 4 75 x103 N / m 2
0
0
125 x10 4
375 x10 4
20 x10 1 0 1 0
2 5 20 x105 x125 x10 4 25 x103 N / m 2
0
0
125 x10 4
375 x10 4
20 x10 0.707 0.707 0.707 0.707
3 5
0
0
Karena batang yang digunakan untuk menyusun truss tidak selalu bisa
diasumsikan pada bidang datar atau dua dimensi, tetapi sering juga dijumpai
bahwa batang pada truss mempunyai arah atau orientasi dalam tiga dimensi. Oleh
karena itu, untuk meninjau elemen dengan koordinat lokal ke koordinat global,
perlu ditransformasi seperti diterangkan pada sub bab sebelumnya.
Untuk mentransformasikan koordinat lokal ke global pada ruang tiga
dimensi, lebih mudah jika suatu batang pada truss dinyatakan dengan vektor,
seperti ditunjukkan pada Gbr. 3.6. Dalam gambar tersebut ditunjukkan bahwa
statu batang dengan panjang L dan mempunyai dua node dapat ditinjau dari
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
49
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
koordinat lolal x’y’z’ atau koordinat global xyz. Batang tersebut mempunyai arah
orientasi yang berhimpit dengan sumbu x’ yang mempunyai sudut α, β dan γ
masing-masing terhadap sumbu x, y dan z. Seperti diterangkan pada bab
sebelumnya, untuk melakukan operasi transformasi maka kita harus menentukan
terlebih dahulu matrik T*. Oleh karena itu, langkah pertama adalah menurunkan
matrik transformasi T*, sehingga d ' T * d .
y d
x'
y' L
2
β
1 α x
γ
z
z'
Gambar 3.6 Batang dalam koordinat tiga dimensi
Vektor d adalah suatu vektor yang mempunyai arah sembarang, jika vektor
tersebut ditinjau dari koordinat lokal atau global maka berlaku hubungan sebagai
berikut;
d' d (3-63)
Yang mana d’ adalah vektor d ditinjau dari koordinat lokal dan d ditinjau dari
koordinat global, dan selanjutnya persamaan (3-63) dapat dijabarkan sebagai
berikut;
d ' x i'd ' y j 'd ' z k ' d xi d y j d z k (3-64)
Yang mana i’, j’ dan k’, masing-masing adalah unit vektor pada koordinat lokal
x’y’z’ dan i, j, dan k adalah unit vektor pada koordinat global xyz. Karena batang
pada Gbr.3.6 berhimpit dengan x’, maka hal ini identik dengan proyeksi vektor d
terhadap sumbu x’. Maka dengan melakukan operasi dot produk pada masing-
masing ruas pada persamaan (3-64) akan didapat hubungan sebagi berikut.
d ' x i'.i' d ' y j '.i' d ' z k '.i' d x i.i' d y j.i' d z k.i' (3-65)
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
50
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Berdasarkan Gbr.3.6 dan difinisi dari operasi dot produk, maka didapat hubungan
seperti dibawah ini.
x2 xl
i.i' cos C x
L
y2 y1
j.i' cos C y
L
z2 z1
k.i' cos C z
L
Yang mana dari gambar tersebut diketahui bahwa ;
L x2 xl 2 y2 yl 2 z2 zl 2
Dan Cx, Cy dan Cz masing-masing adalah proyeksi i’ terhadap sumbu i, j dan k.
Sehingga persamaan (3-65) dapat dinyatakan sebagai berikut;
d ' x d xCx d y C y d z Cz (3-66)
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
51
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
C x 0
C 0
y
C 0 AE 1 1C x Cy Cz 0 0 0
k z
C z
(3-68)
0 C x l 1 1 0 0 0 Cx Cy
0 Cy
0 C z
Contoh 3.5
Gambar 3.7 menunjukkan truss tiga dimensi yang terdiri dari 3 batang dan
4 node. Masing-masing batang dijepit di dinding sedemikian rupa dengan nomer
node 1, 2 dan 3. Beban F = 1000 N dikenakan pada node 4. Luas penampang
masing-masing batang 1, 2 dan 3 adalah sama yaitu A= 0,04 m2 dan E = 200 x 105
N/m2. Tentukan tegangan yang bekerja pada masing-masing batang.
(0,5,5) 4
Y
(0,5,0) Z
3
X
(0,0,0)
(0,5,-5)
3
2 (5,0,0)
(0,-5,0) 1
1
2
F = 1000 N
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
52
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Elemen 1
Harga Cx, Cy dan Cz dapat ditentukan sebagai berikut ;
x 2 xl 5 1
i.i ' 1 Cx
L 5 2 2
y2 y1 5 1
j.i ' 1 Cy
L 5 2 2
z2 z1 0
k .i ' 1 0 Cz
L 5 2
Selanjutnya dengan menggunakan persamaan (3-69), matrik k(1) dapat ditentukan.
d1 x d1 y d1z d2x d2 y d2z
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
53
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Elemen 3
x 4 xl 5 1
3 Cx
L 5 3 3
y4 y1 5 1
3 Cy
L 5 3 3
z4 z1 5 1
3 Cz
L 5 3 3
d1 x d1 y d1z d4 x d4 y d4z
117.54 4.4 0 56.57 56.57 0 30.49 30.49 30.49 30.49 30.49 30.49
4.4 117.54 0 56.57 56.57 0 30.49 30.49 30.49 30.49 30.49 30.49
0 0 60.97 0 0 0 30.49 30.49 30.49 30.49 30.49 30.49
56 .57 56.57
56.57
0 56.57 56.57 0 0 0 0 0 0 0
56.57 0 56.57 56.57 0 0 0 0 0 0 0
K 300 .49 0
30.49
0
30.49
0
0
0
0
0
0
0
30.49
0
30.49
0
30.49
0
0
0
0
0
0
30.49 30.49 30.49 0 0 0 30.49 30.49 30.49 0 0 0
30.49 30.49 30.49 0 0 0 30.49 30.49 30.49 0 0 0
30.49 30.49 30.49 0 0 0 0 0 0 30.49 30.49 30.49
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
54
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
0
1000 d1x
0 117.54 4.4 0 56.57 56.57 0 30.49 30.49 30.49 30.49 30.49 30.49 d1 y
30.49
F2 x 04.4 117.54 0 56.57 56.57 0 30.49 30.49 30.49 30.49 30.49
30.49 1 z
d
F2 y 56.57 0
0 60.97 0 0 0 30.49 30.49 30.49 30.49 30.49
56.57
56.57 0 56.57 56.57 0 0 0 0 0 0 0
0
0
56.57
F2 z 0
0 56.57 56.57 0 0 0 0 0 0 0
F3 x 30.49
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
30.49 30.49
0
30.49 0 0 0 30.49 30.49 0 0 0
F3 x 30.49
0
30.49 30.49 0 0 0 30.49 30.49 30.49 0 0
0
0
F3 y 30.49 30.49 30.49 0 0 0 30.49 30.49 30.49 0 0
30.49 0
F 3030.49.49 30.49 30.49 0 0 0 0 0 0 30.49 30.49
30.49 0
4 x 30.49
30.49 30.49 0 0 0 0 0 0 30.49 30.49
30.49
F4 y
30.49 30.49 0 0 0 0 0 0 30.49 30.49
0
F4 z 0
Karena kondisi batasnya adalah homogen, maka kita dapat menghilangkan baris
dan kolom yang berhubungan karena berharga nol, sehingga rumus persamaan
kekakuan global dapat disederhanakan menjadi seperti dibawah ini.
d
0 117.54 4.4 0 1x
1000 4.4 117.54 0 d1 y
0 .97
0 0 60 d1 z
0 60.97d1z
Dengan cara subtitusi maka didapat harga –harga perpindahan pada node 1, yaitu
d1x, d1y, d1z.
d1x 0.32m d1 y 8.54m dan d1z 0m
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
55
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
0.32
8.54
200 x105 1 1 1 1 0
1 2 0 0
0
25.06 x106 N / m 2
5 2 2 2
0
0
0.32
8.54
200 x105 1 1 1 1 1 1 0
2 3 0
18.98 x106 N / m 2
5 3 3 3 3 3
0
0
0.32
8.54
200 x105 1 1 1 1 1 1 0
3 3 0
18.98 x106 N / m 2
5 3 3 3 3 3
0
0
Pada suatu kasus, tumpuan suatu struktur bisa mempunyai arah orientasi
tertentu terhadap sembarang koordinat global atau dengan kata lain tumpuan
tersebut membentuk sudut dengan koordinat global. Gbr. 3.8 menunjukkan contoh
dari tumpuan miring dengan sudut tertentu terhadap koordinat global. Dalam
gambar tersebut ditunjukkan suatu truss dengan 3 batang elemen dan 3 node. Pada
node 3 ditumpu dengan tumpuan membentuk sudut α terhadap koordinat global.
x'
y'
α
3
y
1 2
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
56
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
atau
d3' t3 d3
cos sin
Yang mana t3'
sin cos
Untuk transformasi global pada struktur dapat dinyatakan sebagai;
d ' TI d (3-72)
Atau
d TIT d ' (3-73)
Matrik TI , untuk kasus struktur pada Gbr. 3.8 adalah matrik transformasi 6 x 6.
d1x d1 y d 2 x d 2 y d3 x d3 y
1 0 0 0 0 0
0 1 0 0 0 0
0 0 1 0 0 0
TI (3-74)
0 0 0 1 0 0
0 0 0 0 cos sin
Node 3
0 0 0 0 sin cos
Karena pada node 1 dan 2 arah-arah gayanya paralel dengan koordinat global,
maka pada diagonal pada matrik TI berharga 1. Akan tetapi pada node 3, seperti
ditunjukkan dengan lingkaran pada persamaan (3-74), harus ditransformasikan,
sehingga pada baris dan kolom mempunyai harga identik dengan harga matrik t
pada persamaan (3-71).
Dengan menggunakan matrik pada persamaan (3-74), maka persamaan (3-
73) dapat ditulis kembali dalam bentuk matrik sebagai berikut;
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
57
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Karena nilai gaya berdasarkan koordinat lokal dan global pada node 1 dan 2
adalah sama maka persamaan (3-79) dapat disederhanakan sebagai berikut;
f t f
3
'
3 3 (3-80)
Selanjutnya dengan mensubtitusikan persamaan (3-73) ke persamaan (3-78),
TI f TI K TIT d ' (3-81)
Karena ruas kiri pada persamaan (3-78) adalah sama dengan persamaan (3-79),
maka didapat hubungan sebagai berikut;
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
58
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
F1x d1x
F d
1y 1y
F2 x d
TI K TI T d 2 x (3-82)
F2 y 2y
F3 x ' d3x'
F3 y ' d 3 y '
Yang mana telah kita ketahui bahwa nilai perpindahan pada node 1 dan 2 jika
ditinjau dari koordinat global dan lokal adalah sama.
Contoh 3.6
Gambar 3.8 menunjukkan truss dua dimensi yang terdiri dari 3 batang dan 3 node.
Node 1 ditumpu dengan engsel dan node 3 ditumpu dengan jenis tumpuan roll.
Sedangkan pada node 2 diberi beban sebesar F = 2000 N. Tumpuan roll pada
node 2 membentuk sudut α = 450. Luas penampang masing-masing batang 1, 2
dan 3 adalah sama yaitu A= 0,04 m2 dan E = 200 x 105 N/m2. Tentukan
perpindahan pada node 2 .
F = 2000 N
3
y
3 5m
2
1 1 2
x'
5m y'
α
x
Gambar 3.9. Struktur dengan tumpuan miring
Untuk menyelesaikan persoalan seperti ini, maka kita dapat mnggunkan prosedur
yang sama pada contoh soal 3.2. Pertama kita tentukan terlebih dahulu harga
matrik kekakuan k pada masing-masing elemen batang, selanjutnya dengan cara
superposisi kita gabung untuk mendapatkan matrik kekakuan global K. Sebelum
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
59
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
1 0 1 0 16 0 16 0
1 0 104 0 0
16 X 10 0
4 0 0 0 0
0 16 0
k
1 0 1 0 16
0 0 0
0 0 0 0 0
Elemen 2
d2x d2 y d3 x d3 y
0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 1 104 0 16 0 16
16 X 10 0 1
4
0 0 0 0 0 0
k
0 0
0 1 0 16 0 16
0 1
Elemen 3
d1x d1 y d3x d3 y
1 / 2 1 / 2 1 / 2 1 / 2 4 2 4 2 4 2 4 2
k 3 8 2 X 104 11/ /22 11/ /22 11/ /22 11/ /22 104 4 2 4 2 4 2 4 2
1 / 2 1 / 2 1 / 2 1 / 2 4 2 4 2 4 2 4 2
4 2 4 2 4 2 4 2
Selanjutnya dengan cara superposisi matrik kekakuan K global dapat ditentukan
sebagai berikut;
d1x d1 y d2 x d2 y d3 x d3 y
4 2 2 4 0 2 2
2 2 0 0 2 2
4 4 0
K 4 X 10 0 0
0
4
0
0
4
0
0 4
2 2 0 0 2 2
2
2 0 4 2 4 2
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
60
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
0 0 0 0 0 1
4 2 2 4 0 2 2
2 2 0 0 2 2
2 2 2 2
2 2
4 X 10 4 2 2 0 0
2 2 2 2
0 2 2 0 2 2
2 2 0 0 2 2
2 2 0 4 2
4 2
dan
1 0 0 0 0 0
4 2 2 4 0 2 2 0 1 0 0 0 0
2 2 0 0 2 2 0 1 1
0
0 0
2 2
TI KTI
T
4 X 10 4 2 2 0 2 2 2 2 0
2 2
2 2 2 2 1 1
0 0
0 2 2 0 2 2
0 0
2 2 0 0 2 2
2 2
2 2 0 4 2 4 2 0 0 0 0 1 0
0 0 0 0 0 1
4 2 2 2 2 2 2 2 2
2 2 0 0 2 2
2 2
4 X 10 4 2 2 0 4 0 0
2 2
0 0 4 0 2 2
2 2 0 0 2 2
2 2 2 2 2 2 2 4 2
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
61
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
F1x 4 2 2 2 2 2 2 2 2 0
F1 y 2 2 0 0 2 2 0
0
4 2 2 2 2
d 2 x '
F 4 X 10 2 2
0 4 0 0
2 2 0
2 y' 0
0 0 4 0
F3 x 2 2 0 0 2 2
d 3 y
2000 2 2 2 2 2 2 2
4 2
Dan gaya-gaya global yang bekerja pada masing-masing tumpuan dapat dilakukan
dangan mensubtitusikan harga-harga d 2x ' dan d 3 y pada persamaan kekakuan
struktur.
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
62
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
BAB IV
KEMIRINGAN DAN LENDUTAN PADA BATANG
2’,m2’
1’,m1’
1 2
f1y’,d1y’ L f2y’,d2y’
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
63
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
itu, kita dapat mengetahui besar moment pada tiap bagian beam, M(x). Sesuai
dengan dasar-dasar statika, hubungan antara moment, gaya lintang terhadap
defleksi dan kemiringan pada beam dinyatakan sebagai berikut;
Deflection y (4-1a)
dy
Slope (4-1b)
dx
d2y
Moment M x EI 2 (4-1c)
dx
d3y
GayaVertik al V x
dM
EI 3 (4-1d)
dx dx
d4y
Beban wx
dV
EI 4 (4-1e)
dx dx
Rumus (4-1) berlaku dengan asumsi harga modulus elastisitas E dan momen
inersia I adalah konstan.
Selanjutnya sesuai dengan prosedur penurunan persamaan dan matrik
kekakuan pada bab sebelumnya, maka disini kita turunkan untuk kasus elemen
beam.
1. Memilih jenis elemen
Elemen yang kita gunakan adalah elemen batang yang ditunjukkan pada
Gbr.4.1.
2. Menentukan fungsi perpindahan
Karena elemen beam/batang yang ditunjukkan pada Gbr.4.1 mempunyai
total 4 derajat kebebasan, yaitu , perpindahan transversal atau vertikal diy dan
rotasi atau kemiringan Фi pada masing-masing node, maka fungsi perpindahan
yang dipilih adalah fungsi kubik yang ditunjukkan pada rumus (4-2) berikut
ini.
v' ( x' ) a1 x'3 a2 x'2 a3 x'a4 (4-2)
Selanjutnya fungsi v' ( x' ) dinyatakan sebagai fungsi derajat kebebasan pada
masing-masing node yang terdiri dari 1’,d1y’2’ dan d2y’ sebagai berikut ;
v' (0) d1 y ' a4 (4-3a)
dv' (0)
1 ' a3 (4-3b)
dx'
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
64
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
dv' ( L)
2 ' 3a1 L2 2a2 L a3 (4-3d)
dx'
Selanjutnya dengan menggunakan empat persamaan (4-3), konstanta a1
sampai dengan a2 dapat ditentukan dan kemudian disubtitusikan kembali ke
persamaan (4-2), maka ;
v' 3 d1 y ' d 2 y ' 2 1 '2 ' x'3 2 d1 y ' d 2 y ' 21 '2 ' x'2
2 1 3 1
L L L L
1 ' x' d1 y '
(4-4)
dan jika disederhanakan sesuai dengan parameter perpindahan dan rotasi
(kemiringan) maka persamaan (4-4) menjadi sebagai berikut;
1
1
v' 3 2 x'3 3x'2 L L3 d1 y ' 3 x'3 L 2 x'2 L2 x' L3 '
1
L L
1
1
3 2 x'3 3x'2 L d 2 y ' 3 x'3 L x'2 L2 2 '
L L
(4-5)
Jika dinyatakan dalam bentuk matrik menjadi;
v' N d ' (4-6a)
yang mana ;
d1 y '
'
d ' 1 (4-6b)
d 2 y '
2 '
dan
N1
1
L3
2 x'3 3x'2 L L3
N2
1 3
L3
x' L 2 x'2 L2 x' L3 (4-6c)
N3
1
L3
2 x'3 3x'2 L
N4
1 3
L3
x' L x'2 L2
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
65
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
D
A
x’,u’
B
C
A D
C
B dv’/dx’=Ф’
dv’/dx’=Ф’
-y’
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
66
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
d 2 v'
Moment M ' x' EI (4-10)
dx'2
dan
d 3v'
GayaVertik al V ' x'
dM
EI (4-11)
dx dx'3
4. Menurunkan rumus dan matrik kekakuan
Dengan mensubtitusikan persamaan (4-4) ke persamaan (4-10) dan (4-11)
maka kita mendapatkan persamaan gaya dan momen pada masing-masing
node (fiy’ dan mi’).
d 3v' 0 EI
f1 y ' V ' 0 EI 3 12d1 y ' 6L1 '12d 2 y ' 6L2 '
dx'3 L
d 2 v' 0 EI
. m'1 M ' 0 EI 2
3 6Ld1 y ' 4 L21 '6Ld2 y ' 2 L22 ' (4-12)
dx' L
d 3v' L EI
f 2 y ' V ' L EI 3 12d1 y ' 6L1 '12d 2 y ' 6L2 '
dx'3 L
d 2 v' L EI
m'2 M ' L EI 2
3 6Ld1 y ' 2L2 '1 6Ld 2 y ' 4 L22 '
dx' L
Jika dinyatakan dalam bentuk matrik maka;
f1 y ' 12 6 L 12 6 L d1 y '
m'1 EI 6 L 4 L2 6 L 2 L2 '1
f 3 12 6 L 12 6 L d (4-13)
2 y ' L 6 L 2 L2 6 L 4 L2 2 y '
m' 2 2 '
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
67
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Contoh 4.1 y
100 N m
x
1 3
1 2 2
1m 1m
100 N
Gambar 4.3 Beam sederhana
Dengan menggunakan persamaan (4-13), maka matrik kekakuan untuk masing-
masing elemen dapat disusun.
Elemen 1
d1 y ' '1 d 2 y ' 2 '
12 6 12 6
6 4 6 2
k ' EI
(1)
12 6 12 6
(4-14)
6 6 4
2
Elemen 2
d 2 y ' '2 d 3 y ' 3 '
12 6 12 6
6 4 6 2
( 2)
EI
12 6 12 6
k' (4-15)
6 6 4
2
Dengan menggunakan superposisikan persamaan (4-14) dan (4-15), maka matrik
kekakuan global K menjadi sebagai berikut.
12 6 12 6 0 0
6 4 6 2 0 0
6
K EI 12 6 12 0 12
2
(4-16)
6 2 0 8 6
0 0 12 6 12 6
0 6 4
0 6 2
Maka persamaan kekakuan global dapat disusun berdasarkan persamaan (4-16),
dan menjadi;
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
68
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
F1 y d
M1 12 6 12 6 0 0 1 y
F 6 4 6 2 0 0 1
2 y EI 12 6 12 0 12 6 d 2 y
6 2 2
(4-17)
M 2 6 2 0 8
0 0 12 6 12 6 d
F3 y 0
M 0 6 2 6 4 3 y
3 3
Dengan mensubtitusikan kondisi batas, maka persamaan (4-17) menjadi ;
F1 y 12 6 12 6 0 0 0
M1 6 4 6 2 0 0 0
100 12 6 12 0 12 6 d 2 y
100 EI 6 2 0 8 6 2 2
(4-18)
F 0 0 12 6 12 6 0
3y 0 6 4 0
M 3 0 6 2
Gambar 4.4a menunjukkan suatu beam dengan beban merata dan ditumpu
dengan tumpuan jepit pada kedua ujungnya. Karena tumpuan jepit mampu
menerima momen dan gaya, maka dengan menggunakan prinsip-prinsip statika
tak tentu, gaya reaksi dan moment pada masing-masing tumpuan tersebut dapat
ditentukan, dan mempunyai harga seperti ditunjukkan dengan diagram bebas pada
Gbr. 4.4b.
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
69
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
W (N/m)
wl wl
2 2
b) Reaksi pada masing-masing tumpuan
Gambar 4.4 Beban merata beam
Jika masing-masing tumpuan pada diagram bebas Gbr.4.4b dianggap
sebagai node, maka beban equivalen pada beam yang disebabkan oleh beban
merata dapat dinyatakan seperti pada Gbr. 4.5. Beban equivalen pada masing-
masing node atau tumpuan adalah beban yang mempunyai efek yang sama
(defleksi ataupun rotasi) pada beam jika diberi beban merata seperti pada Gbr.4.4.
Ada tidaknya efek tergantung dari jenis tumpuan pada masing-masing node. Dari
Gbr 4.5 dapat disimpulkan bahwa masing-masing node pada elemen garis yang
mewakili beam dapat menerima gaya ataupun momen jika node-node tersebut
mewakili tumpuan jepit dan besar defleksi dan rotasi adalah berharga nol.
wl wl
2 2
wl 2 1 2
wl 2
12 12
Gambar 4.5 Beban ekivalen beban merata dengan tumpuan jepit di kedua
tumpuannya
Oleh karena metode kekakuan langsung berdasarkan kondisi pada node
maka kita harus dapat mengidentifikasi gaya, momen, rotasi dan deflrksi pada
node. Secara umum, untuk kondisi beban terpusat maupun terdistribusi dapat
dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut;
F Kd F0 (4-21)
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
70
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Contoh 4.2
Gambar 4.6a menunjukkan suatu kantiliver dengan beban yang
terdistribusi, dan pada Gbr.4.6b menunjukkan tegangan equivalen yang terpusat
pada tiap-tiap node untuk beam dengan beban merata. Beban equivalen terpusat
tersebut adalah semua beban yang memungkinkan dapat diterima pada node.
l
a. Kantilever dengan beban merata
wl wl
2 2
wl 2
wl 2 1 2
12
12
b. Beban equivalen pada masing-masing node.
Gambar 4.6. kantiliver beam
Dengan menggunakan persamaan (4-21), harga F0 yang merupakan gaya
equivalent dapat ditentukan dengan merujuk pada Gbr 4.6b, sebagai berikut ;
wl
2
wl 2
F0 12 (4-22a)
wl
2
wl 2
12
Besar beban F0 akan memberikan rotasi dan defleksi yang sama dengan beban
merata pada masing-masing node. Oleh karena itu, pertama-tama kita misalkan
bahwa harga gaya atau beban global adalah F = 0, sehingga berlaku ;
F0 Kd (4-22b)
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
71
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
2 EI 6l 4l 2 wl 2
(4-22e)
12
wl wl wl 4
d 2 y l 1 4l 2 6l 2 L 2l 2 3l 2 8EI
3
2 EI 12l 2 2 3
12 2 6
.
6l wl 6 EI 3l wl wl
12 12 6 EI
Setelah harga perpindahan dan rotasi dapat diketahui pada persamaan (4-22e),
maka selanjutnya harga-harga ini disubtitusikan ke persamaan (4-21), dan jika
dijabarkan menjadi sebagi berikut ini;
wl
d1 y 2
2
F1 y 12 6 L 12 6 L 1 wl
M1 6 L 4 L2 6 L 2 L2 wl 4 12
F EI 12 6 L 12 6 L (4-22f)
2y
6 L 2 L2 6 L 4 L2 8 EI wl
M 2 wl 2
3
2
6 EI wl
12
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
72
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Karena pada node 1 adalah tumpuan jepit maka harga perpindahan dan
rotasi adalah berharga nol sehingga persamaan (4-22f) menjadi;
wl
0 2
2
F1 y 12 6 L 12 6 L 0 4 wl
M1 6 L 4 L2 6 L 2 L2 wl
F EI 12 6 L 12 6 L 8EI 12
2y
6 L 2 L2 6 L 4 L2 3
wl
M 2 wl 2
6 EI wl
2
12
wl wl
2 2
F1 y 5wl 2 wl 2 wl2
M 1 12 12 wl
F wl wl 2 (4-22g)
2y 0
2
M 2 2
wl 2 wl 2 0
12 12
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
73
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
BAB V
DEFLEKSI/LENDUTAN (SPECIAL CASES)
Metode ini merupakan metode yang paling banyak dipakai untuk pemecahan
masalah lenturan yang terjadi pada suatu struktur atau batang. Metode ini
dikembangkan oleh seorang insinyur Italia bernama Alberto Castigliano pada
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
74
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
tahun 1873. Teori dasar metode ini dikembangkan berdasarkan perhitungan besar
energi yang tersimpan didalam suatu batang akibat beban yang bekerja padanya.
Prinsip kekekalan energi dapat dipakai sebagai dasar pembahasan metode ini,
yaitu energi input harus selalu sama dengan output ditambah energi yang hilang
dan lain-lain. Pada suatu batang yang terbebani energi inputnya adalah kerja yang
dilakukan oleh beban, sedang outputnya adalah energi yang tersimpan didalam
batang karena batang tidak melakukan kerja.
Teori dasar dari metode Castigliano, yang secara umum dapat dijabarkan
sebagai : "Apabila energi strain yang tersimpan didalam batang dapat
dinyatakan dalam fungsi gaya-gaya yang bekerja padanya, turunan partial
fungsi tsb. terhadap salah satu gaya adalah sama dengan lenturan yang
terjadi pada titik bekerjanya gaya tersebut."
Besar lenturan (yi) yang terjadi pada suatu titik dimana bekerja gaya Pi adalah :
U 1
L
M
yi =
Pi
=
EI
0
M
Pi
dx (5-1)
y, v
1 EI 2
M 1, 1
x, u
L
M2, 2
Y1, v1 Y2, v2
Gambar 5.1. Model elemen beam 2 node
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
75
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
a1 L3 0 0 0 v1
a
2 1 0 L3 0 0 1
= 3
a 3 L 3L 2L
2
3L L2 v 2
a 4
2 L 2 L 2
x2 x3
N2(x) = x – 2 + 2
L L
2 3
x x
N3(x) = 3 - 2
L L
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
76
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
x2 x3
N4(x) = – + 2 (5-4)
L L
N1(x), N2(x), N3(x) dan N4(x) adalah Shape Function.
Persamaan stiffness dari elemen beam didapat dengan menggunakan teorema
Castigliano yaitu :
U
Fi = (5-5)
q i
Dengan : Fi = nodal force / moment
U = strain energy
q = perpindahan / rotasi nodal dof
i = jumlah dof
Strain energy elemen beam dengan uniform cross section adalah :
2
2v
L
EI
U=
2 0 x 2 dx (5-6)
6 x
dengan : N1’’ (x) = - + 12 3
L2
L
4 x
N2’’ (x) = - + 6 2
L L
6 x
N3’’ (x) = - 12 3
L2
L
2 x
N4’’ (x) = - + 6 2 (5-8)
L L
Dengan memasukkan persamaan 5-7 ke dalam teorema castigliano, maka
diperoleh :
U 2v 2v
L
EI
Yi =
v i
=
2 0 x 2 vi
2 2 dx
x
L
=EI
0
( N1’’(x) v1 + N2’’(x) 1 + N3’’(x) v2 + N4’’(x) 2 ) N1’’(x) dx
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
77
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
dengan : k11 = E I
0
’’
N1 (x) N1 (x)’’
k12 = E I
0
N1’’(x) N2’’(x)
L L
k13 = E I
0
’’
N1 (x) N3 (x)’’
k14 = E I
0
N1’’(x) N4’’(x)
EI
= 12
L3
Dengan prosedur yang sama maka dapat dirumuskan persamaan stiffness yaitu :
12 6 12 6
L2
L L2 L v
Y1 6 6 1
M 4 2
1 E I L
=
L 1
12 6 12 6
Y2 L 2 v2
M 2 L L L 2
L
6 6 2
2 4
L L
atau dalam simbol : {F} = [K] {d}
Contoh 5.1
Hitung displacement di titik 2 pada kasus beam di bawah ini.
PL P
2EI
EI
L
2L
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
78
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
1 EI 2 2E I 3
12 6 12 6 v 3 3 3 3 v
L2 L L2 L
1
L2 L L2 L
2
6 3
EI 2 1 EI 2 2
k 1 4
L k 2 4
L
L 12 6 v2 L 3 3 v3
simetri simetri
L2 L L2 L
4 2 4 3
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
79
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
12 6 12 6
L2 0 0
L L2 L
Y1 6 0
M 4 2 0 0 0
1 L
6 3 3
P 2 EI
12 3 3
v2
PL 2 L L2 L2 L L L2 L
3 2
Y3 44 2 0
0 L
3 3 3
L2 L
4
18 30
15 3 3 28 L L
P L2 L v2 v2 P
L 51 39
PL 2 = L
3
2 EI 8 PL
2L 2 2 276 EI L2 L2
0 4 3 3 111 0
L2
v2 10
= PL
3 33
2 276 EI
3 L
9
L
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
80
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Contoh 5.2
Hitung lendutan di tengah batang kasus berikut.
p(x) = -p
EI
L/2 L/2
1 EI 2 2E I 3
M 1, 1 M 2, 2 M 3 , 3
Kasus ini merupakan kasus simetri sehingga bisa dimodelkan dengan ½ bagian.
Model Elemen hingga dapat disederhanakan dengan minimal 1 elemen saja.
1 EI 2
M1, 1 M2, 2
4
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
81
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
dan di kasus ini beban merata perlu ditranformasikan dulu menjadi beban
ekuivalen node, dimana:
L
2
x2 x3 p L2
M1 =
L
p . x 4 4 3 dx =
L 48
0
L
2 x 2 x
3
pL
Y2 =
0
p . 12 16 dx =
L L 4
12
1
M 1
L3 4 L 1 1
=
PL3
Sehingga : 12 48 v 51
Y2 48 EI 2 v2 24 EI 16
L L2
Contoh 5.3
Hitung lendutan di ujung batang kasus berikut.
p(x) = -p
x
L
P0
EI
L
1 EI 2
M 1, 1 M2, 2
Y1, v1 L Y2, v2
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
82
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
p0 x x
2 3
x
L
3p L
Y1 =
0
. 1 3 2 dx = 0
L L L 20
L
p0 x x 2 x3 p L2
M1 =
0
L
. x 2 3 dx = 0
L L 30
12 6
1 EI L2 L v1
Y
Sehingga :
M 1 L 6 4 1
L
6 3 p0 L L
v1 L 43
L 20 p0 L3 30
= 2 = 1
1 12 EI 6 12 p0 L EI
L L 30
2 24
Contoh 5.4
a). Data Kasus :
Lebar Plat = 20 mm
Panjang dan Tebal Plat
Plat 1 : Panjang = 637 mm, dan Tebal = 4 mm
Plat 2 : Panjang = 650 mm, dan Tebal = 3 mm
Besar Pembebanan
P = 200, 300, 400, 500, 600, 700, 800, 900, 1000 dan 1100 gr
Jarak pengukuran data = 10 mm pada tiap-tiap lokasi pengambilan data
(A-B, B-C, C-D, E-F dan sisa jarak pada F-G)
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
83
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
A B C D E F G
x
L P
Penyelesaian
a. Ekperimental dengan cara mengukur lenturan
Data lendutan diukur dengan dial indicator dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.1. Data Lendutan untuk plat 1 (L = 637 mm, t = 4 mm)
LOKASI PENGAMBILAN DATA LENDUTAN (mm)
P (gr)
A B C D E F G
200 0,22 1,4 2,535 4,29 6,27 8,2 8,39
300 0,35 1,935 3,74 6,42 9,16 12,5 12,63
400 0,595 2,595 4,96 8,415 11,985 16 16,72
500 0,74 3,195 6,19 10,515 14,89 19,88 20,74
600 0,815 3,775 7,38 12,46 17,855 23,82 24,98
700 1,325 4,34 8,535 14,44 20,78 27,585 29
800 1,535 4,92 10,765 16,385 23,615 31,49 33,115
900 1,685 5,575 11 18,43 26,4 35,249 37,6
1000 1,9 6,19 12,17 20,425 29,32 38,96 40,81
1100 2,7 6,76 13,475 22,36 32,1 42,57 44,905
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
84
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
P x
P L3
Sehingga lenturan yang terjadi pada P adalah : y=
3 EI
Dengan memasukkan data variasi pembebanan (P), Modulus Elastisitas
bahan (E = 19,5 x 103 MPa) dan momen inersia (I), maka dapat ditabulasikan
hasil perhitungan lendutan pada ujung batang (di titik G) sebagai berikut :
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
85
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
1 2 3 4 5 6 7
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
86
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Pembahasan
Secara umum hasil perhitungan dengan metode Castigliano dan metode
elemen hingga mempunyai karakteristik data yang cukup dekat dengan data
pengujian seperti tampak pada grafik berikut. Dimana makin besar pembebanan
semakin besar pula lendutan yang terjadi.
Hasil perhitungan dengan metode Castigliano dan metode elemen hingga
mempunyai hasil yang sama, dikarenakan perumusan elemen beam dikembangkan
dari teorema Castigliano. Yang beda hanya sebatas pendekatan jumlah angka
dibelakang koma, karena metode elemen hingga merupakan metode numeric yang
memiliki hasil mendekati eksak.
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
87
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
45
40
35
LENDUTAN (mm) 30
25
20
15
HASIL PENGUJIAN
10
METODE CASTIGLIANO
5 METODE ELEMEN HINGGA
0
PEMBEBANAN (gr)
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
88
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
BAB VI
STRUKTUR
Y
d'2y
X’
Y’
'2
2
d'1y
L α
'1 X
1
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
89
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
S C 0 0 0 0
T * 0 0 1 0 0 0 (6-3)
0 0 0 S C 0
0 0 0 0 0 1
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
90
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Y
d'2y
X’
Y’
'2 f'2x
2
d'1y
L α
'1 X
1
f'1x
AE EI
yang mana C1 dan C2 3
L L
Dari persamaan (6-7) dapat diketahui matrik k’ , yaitu ;
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
91
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
C1 0 0 C1 0 0
0 12C2 6C2 L 0 12C2 6C2 L
0 6C2 L 4C2 L 2
0 6C2 L 2C2 L2
k'
0
(6-8)
C 0 0 C1 0
1
0 12C2 6C2 L 0 12C2 6C2 L
0 6C2 L 2C2 L 2
0 6C2 L 4C2 L2
Dengan mengkombinasikan persamaan (6-1) dan (6-2) maka, koordinat lokal dan
global dapat dihubungkan dengan persamaan berikut ini.
d1' x d
d ' C S 0 0 0 0 1 x
1'y S C 0 0 0 0 1 y
d
1 0 0 1 0 0 0 1
d 2' x 0 0 0 C S 0 d 2 x
(6-9)
'
d 0 0 0 S C 0 d 2 y
2 y
0 0 0 0 0 1
2
'
2
Sehingga dapat diketahui bahwa matrik transformasi yang meliputi efek gaya
aksial lokal adalah ;
C S 0 0 0 0
S C 0 0 0 0
T 0 0 1 0 0 0 (6-10)
0 0 0 C S 0
0 0 0 S C 0
0 0 0 0 0 1
Dengan menggunakan persamaan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya
bahwa untuk menghubungkan matrik kekakuan lokal dan global adalah
menggunakan hubungan seperti dibawah ini;
k T T k'T (6-12)
Sehingga dengan mensubtitusi persamaan (6-8) dan (6-10) ke dalam persamaan
(6-12) maka didapat matrik kekakuan global yang meliputi effek gaya aksial.
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
92
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
2 12 I 2 12 I 6I 2 12 I 2 12 I 6I
AC S A CS S AC
S A CS S
2 2 L 2 2 L
L L L L
2 12 I 2 6I 12 I 2 12 I 2 6I
AS C C A CS AS C C
2 L 2
2
L
L L L
6I 6I
E 4I S C 2I
k x
L L
L
2 12 I 2 12 I 6I
Simetri AC S A CS S
2 2 L
L L
2 12 I 2 6I
AS C C
2
L
L
4 I
(6-13)
Contoh 6.1
Gambar 6.3 menunjukkan suatu frame yang dijepit pada node 1 dan 4.
Frame tersebut mendapat gaya horizontal sebesar 1000 N pada node 2 dan
moment sebesar 500 N.m pada node 3. Global koordinat dan panjang dari masing-
masing batang ditunjukkan pada gambar. Diasumsikan untuk semua elemen,
harga E = 100 GPa., A = 0,04 m2 dan I= 0,0002 m4
5m
2
F =1000 N
10 m M =500 Nm
1 y
3
3 5m
x
1 4
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
93
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Elemen 1
C Cos90 0 S Sin901
d1x d1 y 1 d2 x d2 y 2
24 0 120 24 0 120
0 40000 0 0 40000 0
k 1
120 0 800 120 0 400
104
24 0 120 24 0 120
0 40000 0 0 40000 0
120 0 120 120 0 800
Elemen 2
40096 39904 240 40096 40048 240
39904 40096 240 39904 40096 240
k 2 4 240 240 1600 240 240 800
10
40096 39904 240 40096 39904 240
40048 40096 240 39904 40096 240
240 240 800 240 240 1600
Elemen 3
C Cos270 0 S Sin270 1
d 3x d3 y 3 d4x d4 y 4
192 0 480 192 0 480
0 80000 0 0 80000 0
480 0 1600 480 0 800
k 104
192 0 480 9600 0 240
0 80000 0 0 80000 0
480 0 800 240 0 1600
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
94
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
95
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
3 0.483rad
d ' d
1' x C S 0 1x
d1 y S C 0d1 y
' 0 0 1 (6-14)
1
1
3
Y’ Y
α
X’ X
1 2
F
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
96
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
F1x d '1x
F d '
1y 1y
M1 1'
F2 x 2x
d
F2 y TI K T
I T
d
2y
M2 2
F d (6-16)
3x' 3x'
F3 y ' d3 y '
M3
3
6.3. Grid
Berbeda dengan frame atau truss, pada grid, beban yang bekerja
mempunyai arah tegak lurus dengan bidang grid. Gambar 6.5 menunjukkan
contoh arah beban dari grid.
y
F1
x
z
F2
Gambar 6.5 Beban tegak lurus pada bidang struktur, disebut grid.
Selanjutnya matrik kekakuan dan rumus elemen untuk grid dijabarkan.
Karena bentuk dan arah beban sedemikian rupa, maka derajat kebebasan yang
dapat terjadi pada masing-masing node pada elemen grid dapat diidentifikasikan,
seperti ditunjukkan pada Gambar 5.6, yang mana derajat kebebasan pada masing-
masing node, yaitu d’1y menyatakan defleksi ke arah sumbu y , ’ix dan ’iz
adalah putaran torsi masing-masing terhadapsumbu x dan y, f'iy adalah gaya
vertikal pada masing-masing node dan untuk gaya aksial f'ix=0 , m'iz dan m'ix
adalah momen terhadap masing-masing sumbu x dan z.
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
97
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
y'
L
z'
f'1y , d’1y f'2y , d’2y
Gambar 6.6 Elemen grid dengan derajat kebebasan pada masing-masing node
Untuk menurunkan matrik kekakuan lokal pada elemen grid, maka kita
harus memperhitungkan pengaruh torsi ke dalam matrik kekakuan dasar batang.
Untuk memudahkan disini kita tulis kembali rumus matrik kekakuan dasar sesuai
dengan rumus (4-13).
12 6 L 12 6L
EI 6 L 4 L2 6 L 2 L2
k
L3 12 62L 12 62L (6-17)
6L 2L 6L 4 L
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
98
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
DAFTAR PUSTAKA
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
MATA KULIAH : METODE ELEMEN HINGGA Kode Mata Kuliah : TKM 4204
SEMESTER : GENAP JUMLAH SKS : 3 (W)
DOSEN : - PRASYARAT : TKM 4111, 4202
KOMPETENSI YANG DIHARAPKAN DAPAT DICAPAI OLEH PESERTA ( TIU DAN TIK )
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa dapat :
1 Menjelaskan konsep dasar metode elemen hingga dan memformulasikan problem teknik dalam model.
2 menyelesaikan pemodelan problem teknik dalam struktur, frame, shell/plat pada matra garis, 2D, 3D.
PUSTAKA YANG DIGUNAKAN
1 Reddy J. N., "An Introduction to the Finite Element Method", Second Edition, Mc Graw-Hill, Inc.
2 Zienkiewicz O. C. and Taylor R. L., "The Finite Element Method", Fifth Edition, Vol 1-3, Butterworth-Heinemann.
3 Team pengajar Metode Elemen Hingga Universitas Brawijaya, Diktat Metode Elemen Hingga.
4 Grandin, Hartley. Jr. “Fundamentals of The Finite Element Method”. Mac Millan Publishing Company.
5 Yang, T.Y. “Finite Element Structural Analysis”. Prentice Hall International Series.
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
JENIS TAKSONOMI
POKOK
PERTEMUAN SUB POKOK BAHASAN KEGIATAN BENTUK BOBOT NILAI
BAHASAN
KE (1) (3) PEMBELAJARAN TUGAS (5) (6)
(2) (7)
(4)
1 2 3 4 5 6
Penjelasan materi,
- referensi dan sistem Kuliah v v
penilaian
Sejarah
Perkembangan
1 -
Metode Elemen
Kuliah v v
Hingga
BAB I.
PENDAHULUAN - Peranan Komputer Kuliah v v
Prosedur Umum
- Metode Elemen Kuliah v v
Hingga
2
- Matrik Kuliah v v
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Definisi Matrik
-
Kekakuan
Kuliah v v
Penurunan Matrik
- Kekakuan untuk Kuliah v v
Elemen Pegas
3
Penggabungan
-
Elemen Pegas
Kuliah v v
BAB II.
METODE
KEKAKUAN/ Penggabungan Matrik
PERPINDAHAN Kekakuan dengan
-
Superposisi (Metode
Kuliah v v
Kekakuan Langsung)
4 Kuliah
- Kondisi Batas
Problem solving
mandiri *) v v v
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
KEKAKUAN
UNTUK Transformasi Vektor 2
STRUKTUR
-
Dimensi
Kuliah v v v
Kuliah
- Tumpuan Miring
Problem solving
mandiri *) v v v
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
Metode Analitis
12 BAB V. - dengan Metode Kuliah v v
DEFLEKSI/ Castigliano
LENDUTAN Pemodelan Kasus Kuliah
(SPECIAL Lendutan dengan Problem solving
13 CASES) -
Metode Elemen Studi
mandiri *) v v v
Hingga Perbandingan
Elemen Beam 2-D
Kuliah
- Arah Orientasi
Problem solving
mandiri *) v v v
Sembarang
BAB VI.
14
STRUKTUR
- Tumpuan Miring Kuliah v v
- Grid Kuliah v v
BAB VII.
SOFTWARE
Pemanfaatan
BERBASIS Kuliah
15
METODE
- Software Berbasis
Problem solving
mandiri *) v v v v
Elemen Hingga
ELEMEN
HINGGA
16 QUIZ II : Materi BAB V - VII *)
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB
MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA
KETERANGAN :
(1) Cukup jelas
(2) Cukup jelas
(3) Cukup jelas
(4) Jenis kegiatan pembelajaran bisa berupa :
Kuliah berisi penjelasan mengenai suatu teori, penyelesaian suatu masalah matematis, pemodelan masalah fisis dalam
bentuk matematis dan penyelesaiannya.
Problem solving adalah penyelesaian dari suatu soal, baik soal yang diberikan dalam pertemuan sebelumnya ataupun soal
yang diberikan dalam pertemuan tersebut (merupakan tugas mandiri).
(5) Bentuk tugas : soal – soal matematis atau fisis yang harus diselesaikan secara mandiri oleh setiap mahasiswa, diberikan setiap
pertemuan dan akan dibahas (dipresentasikan) dalam pertemuan berikutnya
(6) Nilai Akhir = 30% (nilai rata-rata tugas mandiri) + 30% (nilai rata-rata
Quiz) + 40%(nilai UAS)
(7) Di isi tingkat kedalaman proses pemahaman : 1 s/d 6
1. Remember 2. Understand 3. Apply 4. Analyze 5. Evaluate 6. Create
Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc.
Teknik Mesin UB