Anda di halaman 1dari 15

A.

Konsep Terminal Illness

Pasien terminal illness adalah pasien yang sedang menderita sakit dimana tingkat
sakitnya telah mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan medis sudah tidak mungkin
dapat menyembuhkan lagi. Oleh karena itu, pasien terminal illnes harus mendapatkan
perawatan paliatif yang bersifat meredakan gejala penyakit, namun tidak lagi berfungsi
untuk menyembuhkan.
Jadi fungsi perawatan paliatif pada pasien terminal illnes adalah mengendalikan nyeri
yang dirasakan serta keluhan-keluhan lainnya dan meminimalisir masalah emosi, sosial
dan spiritual. Penjelasan tersebut mengindikasi bahwa pasien terminal illness adalah
orang-orang sakit yang diagnosis dengan penyakit berat yang tidak dapat disembuhkan
lagi dimana prognosisnya adalah kematian.

B. Pengertian Terminal illness


Kondisi Terminal adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami sakit atau
penyakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan menuju pada proses kematian
dalam 6 bulan atau kurang. Kematian sebagai wujud kehilangan kehidupan dan abadi
sifatnya, baik bagi yang telah menjalani proses kematian maupun bagi yang ditinggalkan,
kematian ini dapat bermakna berbeda bagi setiap orang.
Kematian adalah sebuah rahasia Tuhan. Namun, sebab-sebab kematian merupakan
fenomena yang selalu mengalami dinamika perubahan sesuai dengan dinamika
perubahan manusia sebab kematian adalah akhir dari tahapan tugas-tugas perkembangan
hidup manusia. Manusia bias mati karena sakit, kecelakaan, terbunuh, bunuh diri,
euthanasia atau mungkin mati tanpa sebab apa-apa. Manusia yang mati secara mendadak
tanpa melalui proses menuju kematian atau sekarat dalam jangka waktu yang relative
pendek pasti tidak menunjukan dinamika sebagaimana yang dikemukakan oleh Kubbler
Rose (1998) atau Pattison dalam Papalia (1977); sedangkan mereka yang mati melalui
proses menuju kematian dalam jangka waktu yang relatif panjang seperti pasien erminal
illness akan menunjukan dinamika yang sangat kompleks.
Saat kematian itu datang, maka berhentilah semua aktivitas organ-organ yang
menyokong kehidupan. Suasana berkabung dan emosi sedihlah yang biasa mendominasi
kematian. Semua makhluk yang pernah hidup pasti akan mati, termasuk manusia. Hanya
saja kapan waktu tibanya kematian itulah yang tidak pasti. Ketakutan dan kecemasan
akan suatu kematian merupakan fenomena yang umum dialami oleh semua manusia.
Ketakutan dan kecemasan itu dapat muncul karena waktu tibanya yang tidak diketahui
dan belum adanya kesiapan untuk menghadapi kematian itu sendiri. Kesiapan akan
meninggalkan orang-orang yang disayangi, kesiapan untuk meninggalkan dunia yang
mungkin penuh dengan kenikmatan, dan menuju suatu tempat atau kehidupan lain yang
berbeda.
Hal ini berarti bahwa waktu kematiannya lebih jelas diketahui dan menjadi suatu hal
yang pasti. Meskipun waktu kematian yang sudah dapat dilihat dengan lebih pasti, namun
rasa tidak terima, takut, marah, cemas, dan sedih menghinggapi pasien terminal illness
setelah ia didiagnosis seperti itu. Diagnosis terminal illness dapat menyebabkan trauma
bagi pasien dan keluarganya.

C. Tanda Menjelang ajal


Tipe-tipe Perjalanan Menjelang Kematian
Ada 4 type dari perjalanan proses kematian, yaitu:
a. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan
yang cepat dari fase akut ke kronik.
b. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, baisanya terjadi pada
kondisi penyakit yang kronik.
c. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya
terjadi pada pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker.
d. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien dengan
sakit kronik dan telah berjalan lama.

Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian


o Kehilangan Tonus Otot, ditandai:
a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah,
perut kembung, obstipasi, dsbg.
d. Penurunan control spinkter urinari dan rectal.
e. Gerakan tubuh yang terbatas.
o Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:
a. Kemunduran dalam sensasi.
b. Cyanosis pada daerah ekstermitas.
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan
hidung.
o Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
a. Nadi lambat dan lemah.
b. Tekanan darah turun.
c. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
o Gangguan Sensoria.
a. Penglihatan kabur.
b. Gangguan penciuman dan perabaan.

Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal


o Pupil mata melebar.
o Tidak mampu untuk bergerak.
o Kehilangan reflek.
o Nadi cepat dan kecil.
o Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
o Tekanan darah sangat rendah.
o Mata dapat tertutup atau agak terbuka.

Tanda-tanda Meninggal secara klinis


Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-
perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical Assembly,
menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu:
a. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
b. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
c. Tidak ada reflek.
d. Gambaran mendatar pada EKG.

D. Beberapa Reaksi terhadap Penyakit Terminal


Beberapa pasien mungkin masih punya waktu untuk kematian psikologis,
o mereka mungkin akan menyerah pada keadaan
o Beberapa orang mencari cara untuk mengurangi nyeri dan gangguan
o emosional dari penyakit yang lama serta menunggu kematian dengan
tenang
o Sebagian lagi menjadi takut atau marah dan menunjukkan suasana hati
yang bergeser dari menolak sampai depresi
o Sebagian yang lain mencoba mencapainya, mencoba mengungkapkan
perasaannya dan pikirannya tentang masa depan yang tidak pasti
o Yang lain putus asa dan cemas atau periode mencari, pertanyaan yang
masih kabur

E. Adaptasi Dengan Terminal illness


Bagaimana cara seseorang beradaptasi dengan terminal illness sesuai dengan umurnya
dijelaskan Sarafino (2002) sebagai berikut:

1. Anak
Konsep kematian masih abstrak dan tidak dimengerti dengan baik oleh anak-anak.
Sampai umur 5 tahun, anak masih berpikir bahwa kematian adalah hidup di tempat lain
dan orang dapat datang kembali. Mereka juga percaya bahwa kematian bisa dihindari.
Kematian adalah topik yang tidak mudah bagi orang dewasa untuk didiskusikan dan
mereka biasanya menghindarkan anaknya dari realita akan kematian dengan mengatakan
bahwa orang mati akan “pergi” atau “berada di surga” atau hanya tidur.
Pada anak yang mengalami terminal illness kesadaran mereka akan muncul secara
bertahap. Pertama, anak akan menyadari bahwa mereka sangat sakit tetapi akan sembuh.
Kemudian mereka menyadari penyakitnya tidak bertambah baik dan belajar mengenai
kematian dari teman seumurnya terutama orang yang memiliki penyakit mirip, lalu
mereka menyimpulkan bahwa mereka juga sekarat.
Saat ini, para ahli percaya bahwa anak-anak seharusya mengetahui sebanyak
mungkin mengenai penyakitnya agar mereka mengerti dan dapat mendiskusikannya
terutama mengenai perpisahan dengan orang tua. Ketika anak mengalami terminal illness
biasanya orang tua akan menyembunyikannya, sehingga emosi anak tidak terganggu.
Untuk anak yang lebih tua, pendekatan yang hangat, jujur, terbuka, dan sensitif
mengurangi kecemasan dan mempertahankan hubungan yang saling mempercayai
dengan orang tuanya.

INFANT
a. Konsep kematian belum ada, berpisah dari ortu (separation)
dianggap sebagai kematian
b. Respon dan tingkah laku yang muncul
1) Bereaksi kuat terhadap separation = terpisah dari ortu sbg caregivers
2) menangis keras, menendang-nendang
c. Implikasi untuk komunikasi
1) Memahami strategi penanganan separation anxiety
2) Bantu anggota keluarga untuk koping terhadap kematian sehingga mereka siap
untuk kematian bayi

EARLY CHILDHOOD
a. Konsep kematian dipengaruhi oleh attitude ortu
1) Saat konsep kematian berkembang, kematian dianggap sbg temporer,
gradual, reversibel dan menurunkan kontinuitas hidup
2) Wishes (berkeinginan), misbehavior, unrelated action ? kematian
3) Bila punya pengalaman mengenai kematian, konsepnya lebih matang walau
ia belum bisa mengungkapkannya
b. Respon dan tingkah laku yang muncul
1) Meningkatkan keingintahuan mengenai hal-hal yang berhubunga dengan
kematian, secara spontan mendiskusikan tentang kematian
2) berbincang-bincang dengan orang mati???
c. Implikasi untuk komunikasi
1) Pertanyaan tentang kematian dari anak
2) Diskusi tentang kematian, hal-hal yang kurang dimengerti
3) Kaji miskonsepsi terutama bila takut dan cemas
4) Beri pengertian, kematian merupakan bagian dari kehidupan dan hal itu
wajar
5) Kesempatan untuk diperhatikan dan bercakap-cakap degan orang tua pada
anak yag dying
6) Dekat dengan orang tua

MIDDLE CHILDHOOD
a. Konsep kematian : 4 ½ - 8 th mengerti semua yang hidup nanti
akan mati ? universality, irreversible, nonfunctionality
b. Respon dan tingkah laku yang muncul
1) Pertanyaan ttg kematian lebih detail
2) Being death
3) Hub dg ritual
4) Ingin menyentuh corps bgmn rasanya
5) Bermain utk lebih mengerti kematian dan mengkoping perasaan
c. Implikasi untuk komunikasi
1) Dengan memberikan penjelasan yg konkrit ttg penyebab kematian
2) Dengan bermain
3) Diskusi mengenai takut krn kehilangan ortu
4) Siblings: butuh kesempatan untuk tanya tentang sakit dan kematian
saudaranya dan informasi yang spesifik tentang penyebab kematian
5) Ggn thd perasaan bersalah pd sibling thd saudaranya yang mati
6) Lebih concern thd separasi, nyeri, mutilition dan suffering
7) Cemas terhadap pengaruh kematiannya pada orang tua sehingga menutup
komunikasi

LATE CHILDHOOD
a. Konsep kematian: universality, irreversibelity, nonfunctioning of
death, mulai cemas terhadap kematiannya sendiri, tertarik pada keadaan setelah
kematian
b. Respon dan tingkah laku yang muncul
1) Menggunakan ritual utk menurunkan cemas
2) TL: reckless (berani)
3) Tough demeanor: cara bertindak takut dan mudah terluka ? koping thd
perasaan
4) Humor
c. Implikasi untuk komunikasi
1) Pengungkapan rasa takut dan mengerti bahwa takut itu normal
2) Butuh informasi lebih detail mengapa ssorg hrs mati
3) Diskusi konsekwensi realistik dari reckless activity
4) Respon emosional
5) Bantu dying child merasa bahwa hidupnya penting dan berarti

2. Remaja atau Dewasa muda


Walaupun remaja dan dewasa muda berpikir bahwa kematian pada usia muda
cukup tinggi, mereka memimpikan kematian yang tiba-tiba dan kekerasan. Jika mereka
mengalami terminal illness, mereka menyadari bahwa kematian tidak terjadi semestinya
dan merasa marah dengan “ketidakberdayaannya” dan “ketidakadilan” serta tidak adanya
kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya.
Pada saat seperti ini, hubungan dengan ibunya akan menjadi lebih dekat. Menderita
terminal illness terutama pada pasien yang memiliki anak akan membuat pasien merasa
bersalah tidak dapat merawat anaknya dan seolah-olah merasa bahagia melihat anaknya
tumbuh. Karena kematian pada saat itu terasa tidak semestinya, dewasa muda menjadi
lebih marah dan mengalami tekanan emosi ketika hidupnya diancam terminal illness.
a. Konsep kematian
1) Pengertian mengenai kematian lebih jelas
2) “here and now” strong focus
3) mencari identitas personal ? sulit menerima kematian
4) masih memegang konsep kematian dari pengalaman dan
komunikasi dr keluarga
5) working trough religious n philosophical views about life, death
n after life

b. Respon dan tingkah laku yang muncul


1) Cemas krn kematian terutama krn citra diri dan konsep hidup yg
terancam
2) Denial n avoidance of death menurunkan kecemasan akan
kematian

c. Implikasi untuk komunikasi


1) Kesempatan utk membuka percakapan mengenai kematian
2) Kaji persepsi spesifik adolescence
3) Peringatan thd perasaan bersalah, bermusuhan, cemas, dan bingung saat
komunikasi
4) Treat feeling n concern dg respek yg sepenuhnya dan rasa percaya
5) Terbuka saat sharing pendapat dan concern ttg kematian
6) Betulkan miskonsepsi dan tdk menghakimi
7) Dying adolescence sulit sharing concern dg keluarga
8) Sering merasa terisolasi dr komunikasi kelompoknya
9) Support utk mempertahankan harga diri
10) Bantu dlm meningkatkan positive closure (pengakhiran) ttg arti hidup yg singkat

Karakteristik kematian anak:


a. Tidak diharapkan dan tiba – tiba
b. Unexpected n lingering (tdk datang2 ? tetap hidup)
c. Anticipated n expected
d. Anticipated for the future but unexpected at the time of death
e. Anticipated n lingering

3. Dewasa madya dan dewasa tua


Penelitian membuktikan bahwa dewasa muda menjadi semakin tidak takut dengan
kematian ketika mereka bertambah tua. Mereka menyadari bahwa mereka mungkin akan
mati karena penyakit kronis. Mereka juga memiliki masa lalu yang lebih panjang
dibandingkan orang dewasa muda dan memberikan kesempatan pada mereka untuk
menerima lebih banyak. Orang-orang yang melihat masa lalunya dan percaya bahwa
mereka telah memenuhi hal-hal penting dan hidup dengan baik tidak begitu kesulitan
beradaptasi dengan terminal illness.

F. Problem Yang Berkaitan Dengan Terminal Illnes


1) Problem fisik, berkaitan dengan kondisi (penyakit terminalnya): nyeri,
perubahan berbagai fungsi sistem tubuh, perubahan tampilan fisik.
2) Problem psikologis (ketidakberdayaan): kehilangan control,
ketergantungan, kehilangan diri dan harapan.
3) Problem sosial, isolasi dan keterasingan, perpisahan.
4) Problem spiritual.
5) Ketidak-sesuaian, antara kebutuhan dan harapan dengan perlakuan yang
didapat (dokter, perawat, keluarga, dsb).

G. Tahapan Penerimaan Terhadap Kematian


Kubler- Ross (dalam Taylor, 1999) merumuskan lima tahap ketika seseorang dihadapkan
pada kematian. Kelima tahap tersebut antara lain:
1) Denial (penyangkalan)
Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa yang dihadapi atau
yang sedang terjadi. Dan tidak siap terhadap kondisi yang dihadapi dan dampaknya. Ini
memungkinkan bagi pasien untuk membenahi diri. Dengan berjalannya waktu, sehingga
tidak refensif secara radikal.
Penyangkalan merupakan reaksi pertama ketika seseorang didiagnosis menderita
terminal illness. Sebagian besar orang akan merasa shock, terkejut dan merasa bahwa ini
merupakan kesalahan. Penyangkalan adalah awal penyesuaian diri terhadap kehidupan
yang diwarnai oleh penyakit dan hal tersebut merupakan hal yang normal dan berarti.
2) Marah
Fase marah terjadi pada saat fase denial tidak lagi bisa dipertahankan. Rasa
kemarahan ini sering sulit dipahami oleh keluarga atau orang terdekat oleh karena dapat
terpicu oleh hal-hal yang secara normal tidak menimbulkan kemarahan. Rasa marah ini
sering terjadi karena rasa tidak berdaya, bisa terjadi kapan saja dan kepada siapa saja
tetapi umumnya terarah kepada orang-orang yang secara emosional punya kedekatan
hubungan.
Pasien yang menderita terminal illness akan mempertanyakan keadaan dirinya,
mengapa ia yang menderita penyakit dan akan meninggal. Pasien yang marah akan
melampiaskan kebenciannya pada orang-orang yang sehat seperti teman, anggota
keluarga, maupun staf rumah sakit. Pasien yang tidak dapat mengekspresikan
kemarahannya misalnya melalui teriakan akan menyimpan sakit hati. Pasien yang sakit
hati menunjukkan kebenciannya melalui candaan tentang kematian, mentertawakan
penampilan atau keadaannya, atau berusaha melakukan hal yang menyenangkan yang
belum sempat dilakukannya sebelum ia meninggal.
Kemarahan merupakan salah satu respon yang paling sulit dihadapi keluarga dan
temannya. Keluarga dapat bekerja sama dengan terapis untuk mengerti bahwa pasien
sebenarnya tidak marah kepada mereka tapi pada nasibnya.
3) Bargaining (menawar)
Klien mencoba untuk melakukan tawar menawar dengan tuhan agar terhindar dari
kehilangan yang akan terjadi, ini bisa dilakukan dalam diam atau dinyatakan secara
terbuka. Secara psikologis tawar menawar dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau
dosa masa lalu. Pada tahap ini pasien sudah meninggalkan kemarahannya dalam berbagai
strategi seperti menerapkan tingkah laku baik demi kesehatan, atau melakukan amal, atau
tingkah laku lain yang tidak biasa dilakukannya merupakan tanda bahwa pasien sedang
melakukan tawar-menawar terhadap penyakitnya.
4) Depresi
Tahap keempat dalam model Kubler-Ross dilihat sebagai tahap di mana pasien
kehilangan kontrolnya. Pasien akan merasa jenuh, sesak nafas dan lelah. Mereka akan
merasa kesulitan untuk makan, perhatian, dan sulit untuk menyingkirkan rasa sakit atau
ketidaknyamanan. Rasa kesedihan yang mendalam sebagai akibat kehilangan ( past loss
& impending loss), ekspresi kesedihan ini verbal atau nonverbal merupakan persiapan
terhadap kehilangan atau perpisahan abadi dengan apapun dan siapapun.
Tahap depresi ini dikatakan sebagai masa ‘anticipatory grief’, di mana pasien akan
menangisi kematiannya sendiri. Proses kesedihan ini terjadi dalam dua tahap, yaitu ketika
pasien berada dalam masa kehilangan aktivitas yang dinilainya berharga, teman dan
kemudian mulai mengantisipasi hilangnya aktivitas dan hubungan di masa depan.
5) Penerimaan (acceptance)
Pada tahap ini pasien sudah terlalu lemah untuk merasa marah dan memikirkan
kematian. Beberapa pasien menggunakan waktunya untuk membuat perisapan,
memutuskan kepunyaannya, dan mengucapkan selamat tinggal pada teman lama dan
anggota keluarga.
Pada tahap menerima ini, klien memahami dan menerima keadaannya yang
bersangkutan mulai kehilangan interest dengan lingkungannya, dapat menemukan
kedamaian dengan kondisinya, dan beristirahat untuk menyiapkan dan memulai
perjalanan panjang.

H. Dinamika Psikologis
Dinamika psikologis secara umum sebagai berikut:
1) Individu menyadari atau berkata bahwa kehidupannya akan
segera berakhir,
2) Individu tidak pernah ada yang tahu kapan kematiannya
akan datang,
3) Individu mulai mengalami keputusasaan akan treatmen-
treatmen yang didapat dan dijalankan, ia mulai yakin bahwa semua yang
dilakukan tidak akan menyembuhkan penyakitnya bahkan ia yakin kematian telah
dekat,
4) Individu mulai mengalami problem-problem pikiran,
perasaan dan psikologis yang kesemuanyasulit untuk dipecahkan. Dinamika
keempat ini tidak dialami secara signifikan pada personalitnya yang cukup
matang sehingg dinamika psikologisnya untuk menghadapi kematian lebih cepat
mencapai acceptance/penerimaan.
Dinamika tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu : umur, jenis kelamin,
ras/suku bangsa, budaya kelompok, latar belakang sosial, dan personality/kepribadian.

I. Tingkat Kesadaran Terhadap Kondisi Terminal Illnes


1. Closed Awareness
Dalam hal ini klien dan keluarga tidak menyadari datangnya kematian, tidak tahu
mengapa sakit dan percaya akan sembuh.
2. Mutual Pretense
Dalam hal ini klien, keluarag, team kesehatan tahu bahwa kondisinya terminal tetapi
merasa tidak nyaman untuk dan menghindari membicarakan kondisi yang dihadapi klien.
Ini berat bagi klien karena tidak dapat mengekspresikan kekuatannya.
3. Open Awareness
Pada kondisi ini klien dan orang disekitarnya tahu bahwa dia berada diambang
kematian sehingga tidak ada kesulitan untuk membicarakannya. Pada tahap ini klien
dapat dilibatkan untuk proses intervensi keperawatan.

J. Tujuan & Peran Keperawatan


Tujuan keperawatan klien dengan kondisi terminal secara umum/cara mengurangi syok :
o Menghilangkan atau mengurangi rasa kesendirian, takut dan depresi
o Mempertahankan rasa aman, harkat dan rasa berguna
o Membantu klien menerima rasa kehilangan
o Membantu kenyamanan fisik
o Mempertahankan harapan (faith and hope)

Peran Perawat Saat Klien Dalam Kondisi Terminal Illness


o Pengabdian yang tulus dengan hati nurani yang ikhlas
o Seulas senyum yang ikhlas dari seorang perawat bisa memberikan secercah
harapan kesembuhan untuk seorang pasien
o Membantu klien agar siap meninggal dengan tenang
o Memenuhi kebutuhan spiritual

Intervensi Keperawatan Terhadap Respon Klien


a. Tahap Denial
Beri dukungan pada fase awal karena ini berfungsi protektif dan memberi waktu bagi
klien untuk melihat kebenaran. Bantu untuk melihat kebenaran dengan konfirmasi
kondisi melalui second opinion.
b. Tahap Anger
Bantu klien untuk memahami bahwa marah adalah respon normal akan kehilangan dan
ketidakberdayaan. Siapkan bantuan berkesinambungan agar klien merasa aman.
c. Tahap Bargaining
Asah kepekaan perawat bila fase tawar menawar ini dilakukan secara diam-diam.
Bargaining sering dilakukan klien karena rasa bersalah atau ketakutan terhadap bayang-
bayang dosa masa lalu. Bantu agar klien mampu mengekspresikan apa yang dirasakan,
apabila perlu datangkan pemuka agama untuk pendampingan.
d. Tahap Depresi
Klien perlu untuk merasa sedih dan beri kesempatan untuk mengekspresikan
kesedihannya. Perawat hadir sebagai pendamping dan pendengar.
e. Tahap Menerima
Klien merasa damai dan tenang. Dampingi klien untuk mempertahankan rasa berguna
(self worth). Berdayakan pasien untuk melakukan segala sesuatu yang masih mampu
dilakukan dengan pendampingan. Fasilitasi untuk menyiapkan perpisahan abadi.
I. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Kondisi Terminal Illnes
1. Pengkajian
Hal-hal yang dikaji adalah :
Tanda gejala ansietas ( misalnya, tanda vital, nafsu makan, pola tidur, dan tingkat
konsentrasi).
Dukungan yang disediakan yang penting bagi klien.
Ekspresi tidak ada harapan atau tidak berdaya (misalnya, ”aku tidak dapat”).
Sumber ansietas (misalnya, nyeri malfungsi tubuh, penghinaan, pengabaian, kegagalan,
akibat negatif dari survivor).
2. Perumusan Masalah Keperawatan Dan Diagnosa Keperawatan
Ansietas berhubungan dengan takut terhadap proses menjelang ajal.
Sedih kronis berhubungan dengan kesedihan yang mendalam karena meninggalkan
keluarga sendirian setelah kematian.
Distress spiritual berhubungan dengan gambaran kematian yang negatif atau pikiran-
pikiran yang tidak menyenangkan tentang semua kejadian yang berkaitan dengan
kematian atau menjelang ajal.
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Kaji tanda gejala ansietas.
R/ ansietas menunjukkan berkurangnya harapan hidup pasien.
Kaji TTV.
R/ penurunan tanda-tanda vital menandakan kondisi yang sangat kritis.
Kaji dukungan yang disediakan oleh keluarga pasien.
R/ dkungan dari keluarga klien akan membuat pasien tenang dalam menghadapi
kematian.
Kaji ekspresi tidak ada harapan atau tidak berdaya dari pasien.
R/ ekspresi yang tenang menunjukkan kesiapan pasien menjelang ajal.
Kaji sumber ansietas pasien.
R/ membantu klien menyelesaikan wasiat-wasiat akan mengurangi kecemasan pasien
dalam menghadapi kematian.
Berikan pemahaman kepada kepada keluarga pasien tentang penyakit pasien.
4. Implementasi keperawatan
o Mengkaji gejala gejala ansietas(misalnya: nafsu makan , pola tidur,dan tingkat
konsentrasi).
o Mengkaji anda-tanda vital dan evalasi tingkat kesadaran pasien.
o Berikan dukungan lepada pasien dengan tidak menyinggung keyakinan pasien.
o Megkaji ekspresi tidak adanya harapan hidup dan memberikan dukungan sepenuhnya
terhadap apa yang diwasiatkan pasien.
o Memberikan pemahaman pada keluarga tentang apa yang sedang dihadapi paien.
o Memberikan kejujuran dan jawaban langsung terhaadap pertanyaan pasien tentang
proses menjelang kematian.
5. Evaluasi
o Klien mampu mempertahankan kenyamanan psikologis selama proses menjelang ajal.
o Klien mampu mengungkapkan perasaan misalnya : marah, sedih, atau kehilangan dan
pikiran dengan staf perawat dan/atau orang penting bagi klien.
o Mampu mengidentifikasi area kontrol pribadi.
o Mampu mengekspresikan perasaan yang positif tentang hubungan dengan orang
penting bagi pasien.
o Mampu menerima keterbatasan dan mencari bantuan sesuai kebutuhan.

Anda mungkin juga menyukai