Anda di halaman 1dari 17

Nilai Keadilan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu

Kelompok 12:

1. Fenny Dwi Ayu Diah (03031181419019)

2. Irwanto Sanjaya (03031181419041)

3. M. Fakhrurrozi NST (03031181419057)

4. Vera Dona (03031381419115)

Dosen Pengasuh:

Ir. Hj. Maryanah Hamzah, MS.

Jurusan Teknik Kimia

Fakultas Teknik

Universitas Sriwijaya

2014

Halaman 2 dari 24

KATA PENGANTAR

Puji syukur setinggi-tingginya kehadirat Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, tak pilih
kasih tak pandang sayang, dan yang kasih sayang-Nya tiada terbilang, karena atas rahmat dan
karunia-Nya jugalah sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam
tidak henti-hentinya kita haturkan atas junjungan kita nabi besar Muhammad SAW, semoga di
akhirat kelak kita dianugerahi shafaatnya.

Makalah dengan judul “Nilai Keadilan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu” ini dibuat sebagai tugas
mata kuliah Pancasila, yang mana materi makalah mencakup peranan sila kelima Pancasila sebagai
pilar pembangun kualitas pendidikan bangsa. Disamping itu, study case juga diikutsertakan sebagai
materi pendukung makalah guna melatih metode berpikir kritis aktif, baik bagi kami para penulis
maupun bagi para pembaca.

Akhir kata, kritik dan saran senantiasa kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini. Besar
harapan kami jika makalah ini dapat memberi manfaat, yakni sebagai titik tolak pembuka wawasan
yang lebih luas, mengenai pengembangan ilmu melalui medium Pancasila. Terima kasih.

Indralaya, 15 September 2014

Tim Penyusun

Halaman 3 dari 24

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................ 2

Daftar Isi ........................................................................................................................... 3

Bab III Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 4

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 5

1.3 Tujuan ............................................................................................................. 5

1.4 Manfaat ........................................................................................................... 5

Bab II Pembahasan

2.1 Pengertian Keadilan ........................................................................................ 6

2.2 Nilai-Nilai dan Filsafat Keilmuan .................................................................... 8

2.2.1 Tiga Pilar Keilmuan ..................................................................... 8

2.2.2 Masalah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi .................................. 9

2.3 Nilai-Nilai Sila Kelima Pancasila dalam Konteks Pengembangan Ilmu ........ 10

2.4 Peranan Sila Kelima Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu .............. 13

2.5 Krisis Penerapan Pancasila ............................................................................. 14

Bab III Study Case ........................................................................................................... 16

Bab IV Penutup

4.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 20

4.2 Saran ............................................................................................................... 20

Daftar Pustaka ................................................................................................................. 21

Lampiran .......................................................................................................................... 22

Halaman 4 dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana.
Namun, sejak abad pertengahan, eksistensi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mengalami
perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan dan teori-teori baru terus diinvensikan hingga saat
ini dan dipastikan kedepannya akan terus berkembang.
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak
mungkin menjadi hal yang mungkin. Dahulu, orang menganggap menginjakkan kaki di bulan
merupakan sesuatu yang mustahil, tetapi berkat kemajuan bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di bulan dan Neil Amstrong
merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di satelit bumi tersebut.

Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasawarsa terakhir telah
berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya.
Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan
keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks
global dan lokal. Selain itu, pada abad pengetahuan ini, diperlukan masyarakat cendekia yang yang
tidak enggan untuk belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan
keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan
sumber nilai atau orientasi dasar yang disertai dengan kemampuan dalam mengakses, memilih dan
menilai pengetahuan, serta mengatasi situasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.

Pancasila sebagai ideologi bangsa harus dapat dijadikan acuan yang mengakomodir dan
mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga setiap warga negara
dapat mengimbangi sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.

Halaman 5 dari 24

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat permasalahan yang dapat dirumuskan yakni sebagai
berikut.

1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan ‘keadilan’?

1.2.2 Nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam sila kelima Pancasila sebagai dasar pengembangan
ilmu?

1.2.3 Bagaimana peranan sila keadilan Pancasila dalam konteks peningkatan standar keilmuan?

1.2.4 Krisis apa yang telah terbukti mengganggu kestabilan Pancasila sebagai dasar pengembangan
ilmu?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dengan dibuatnya makalah ini antara lain sebagai berikut.

1.3.1 Mengerti apa yang dimaksud dengan ‘keadilan’

1.3.2 Mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam sila kelima Pancasila sebagai tolak ukur
pengembangan imu

1.3.3 Menyadari peranan sila kelima Pancasila dalam artian Pancasila sebagai peningkat standar
keilmuan
1.3.4 Mengenal krisis yang telah mencederai kestabilan Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu

1.4 Manfaat

Sebagai hasil pembuatan ini, para mahasiswa diharapkan dapat memperoleh manfaat antara lain.

1.4.1 Memahami secara komprehensif akan apa yang dimaksud dengan sila kelima Pancasila sebagai
dasar pengembangan ilmu

1.4.2 Mampu mengaplikasikan sila kelima Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan
bidang ilmu masing-masing

1.4.3 Menyadari dan menghindari hal-hal yang dapat mencederai kestabilan butir kelima sila
Pancasila dalam konteks peningkatan kualitas ilmu

Halaman 6 dari 24

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Keadilan

Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral, mengenai sesuatu hal, baik menyangkut
benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar.
Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada
sistem pemikiran. Tapi, menurut kebanyakan teori, keadilan belum lagi tercapai: "Kita tidak hidup di
dunia yang adil". Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan
banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan. Tapi,
banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang
dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan. Di samping itu, pada penerapanya, keadilan sendiri
harus sesuai proporsionalitas. Sebagai contoh, akan tidak adil apabila tiga anak dengan tinggi yang
berbeda diberikan satu kursi yang sama. Dengan demikian, keadilan haruslah media yang
meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata adil berarti tidak berat sebelah atau tidak memihak
atau sewenang-wenang. Selain itu, menurut para ahli, keadilan dibedakan menjadi menurut Thomas
Aquinas, Plato, Aristoteles, Kong Hu Cu, dan Notohamidjojo.

a. Menurut Thomas Aquinas, keadilan dibedakan menjadi dua kelompok:

1) Keadilan umum, yakni keadilan menurut hukum yang harus ditunaikan demi kepentingan
bersama.

2) Keadilan distributif, yakni keadilan berdasarkan kesamaan atau proporsionalitas. Keadilan


distributif kemudian dibagi menjadi tiga kelompok:

Keadilan distributif (justitia distributiva) yaitu keadilan yang secara proporsional yang diterapkan
dalam lapangan hukum publik secara umum.
Keadilan komutatif (justitia cummulativa) yaitu keadilan dengan menyamakan antara prestasi dan
kontraprestasi.

Halaman 7 dari 24

Keadilan vindikatif (justitia vindicativa) yaitu keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman atau ganti
rugi dalam tindak pidana.

b. Menurut Plato, keadilan diumpamakan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah
orang yang bisa mengendalikan diri dan perasaan dengan akalnya. Menurutnya, keadilan hanya
dapat ada di dalam hukum dan perundang-undangan yang dibuat oleh para ahli yang khusus
memikirkan hal itu. Untuk istilah keadilan ini, Plato menggunakan bahasa Yunani ”Dikaiosune” yang
berarti lebih luas, yaitu mencakup moralitas individual dan social. Penjelasan tentang tema keadilan
diberi ilustrasi dengan pengalaman saudagar kaya bernama Cephalus. Saudagar ini menekankan
bahwa keuntungan besar akan didapat jika kita melakukan tindakan tidak berbohong dan curang.
Adil menyangkut relasi manusia dengan yang lain.

c. Aristoteles adalah seorang filosof pertama kali yang merumuskan arti keadilan. Menurut
Aristoteles, keadilan adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Dalam tulisannya “Retorica”,
Aristoteles menyatakan keadilan dibagi menjadi:

1) Keadilan distributif (justitia distributiva), yakni pembagian menurut hak atau jasa individu.
Keadilan ini berperan dalam hubungan antara individu dengan masyarakat.

2) Keadilan kumulatif (justitia cummulativa), yakni pembagian berdasarkan pada transaksi baik suka
rela maupun tidak. Keadilan ini berperan dalam hukum perdata, seperti perjanjian tukar-menukar.

d. Menurut Kong Hu Cu, keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja
sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajiabnnya.

e. Keadilan menurut Notohamidjojo (1973: 12) yaitu:

1) Keadilan kreatif (iustitia creativa) adalah keadilan yang memberikan setiap orang kebebasan
menciptakan sesuatu sesuai dengan daya kreativitasnya.

2) Keadilan protektif (iustitia protectiva) adalah keadilan yang memberikan pengayoman kepada
setiap orang, yaitu perlindungan yang diperlukan dalam masyarakat.

Konsekuensi nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama antara lain:

a. Keadilan kreatif (iustitia creativa) yakni keadilan yang memberikan setiap orang kebebasan untuk
berkarya sesuai dengan kemampuan atau talentanya

Halaman 8 dari 24

b. Keadilan protektif (iustitia protectiva) yakni keadilan yang memberikan perlindungan kepada
pribadi-pribadi dari tindakan sewenang-wenang pihak lain.

2.2 Nilai-Nilai dan Filsafat Keilmuan


Dalam perkembangannya ilmu tidak mungkin lepas dari mekanisme keterbukaan terhadap koreksi.
Itulah sebabnya ilmuwan dituntut mencari alternatif-alternatif pengembangannya melalui kajian,
penelitian maupun eksperimen baik mengenai aspek ontologism, epistemologis, ataupun ontologis.
Ini dikarenakan setiap pengembangan ilmu, paling tidak memeiliki validitas (validity) dan reliabilitas
(reliability) dapat dipertanggungjawabkan baik berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan (context of
justification) maupun berdasarkan sistem nilai masyarakat di mana ilmu itu diterapkan dan
dikembangkan (context of discovery).

Kekuatan bangunan ilmu terletak pada sejumlah pilar-pilarnya, yaitu pilar ontologi, epistemologi dan
aksiologi. Ketiga pilar tersebut dinamakan pilar-pilar filosofis keilmuan yang berfungsi sebagai
penyangga, penguat, dan bersifat integratif serta prerequisite atau saling mempersyaratkan.
Pengembangan ilmu juga selalu dihadapkan pada persoalan ontologi, epistemologi dan aksiologi.

2.2.1 Tiga Pilar Keilmuan

a. Pilar Ontologi (Ontology)

Pilar ontologi adalah pilar yang selalu menyangkut problematika tentang keberadaan (eksistensi)
seperti:

1. Aspek kuantitas yakni apakah yang ada itu tunggal, dual atau plural (monisme, dualisme,
pluralisme )

2. Aspek kualitas (mutu, sifat) yakni bagaimana batasan, sifat, mutu dari sesuatu (mekanisme,
teleologisme, vitalisme dan organisme).

Pengalaman ontologis dapat memberikan landasan bagi penyusunan asumsi, dasar-dasar teoritis,
dan membantu terciptanya komunikasi interdisipliner dan multidisipliner. Membantu pemetaan
masalah, kenyataan, batas-batas ilmu dan kemungkinan kombinasi antar ilmu. Misalnya, masalah
krisis moneter, tidak dapat hanya ditangani oleh ilmu ekonomi

Halaman 9 dari 24

saja. Ontologi menyadarkan bahwa ada kenyataan lain yang tidak mampu dijangkau oleh ilmu
ekonomi, maka perlu bantuan ilmu lain seperti politik dan sosiologi.

b. Pilar Epistemologi (Epistemology)

Pilar ini selalu menyangkut problematika teentang sumber pengetahuan, sumber kebenaran, cara
memperoleh kebenaran, kriteria kebenaran, proses, sarana, dasar-dasar kebenaran, sistem,
prosedur, strategi. Pengalaman epistemologis dapat memberikan sumbangan bagi kita seperti:

1. Menentukan keabsahan disiplin ilmu tertentu atau sebagai sarana legitimasi bagi ilmu

2. Memberi kerangka acuan metodologis pengembangan ilmu

3. Mengembangkan keterampilan proses

4. Mengembangkan daya kreatif dan inovatif


c. Pilar Aksiologi (Axiology)

Pilar aksiologi selalu berkaitan dengan problematika pertimbangan nilai (etis, moral, religius) dalam
setiap penemuan, penerapan atau pengembangan ilmu. Pengalaman aksiologis dapat memberikan
dasar dan arah pengembangan ilmu, mengembangkan etos keilmuan seorang profesional dan
ilmuwan. Landasan pengembangan ilmu secara imperatif mengacu ketiga pilar filosofis keilmuan
tersebut yang bersifat integratif dan prerequisite.

2.2.1 H

2.2.2 Masalah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

a. Keserbamajemukan Ilmu Pengetahuan dan Persoalannya

Salah satu kesulitan terbesar yang dihadapi manusia dewasa ini adalah keserbamajemukan ilmu itu
sendiri. Ilmu pengetahuan tidak lagi satu, kita tidak bisa mengatakan inilah satu-satunya ilmu
pengetahuan yang dapat mengatasi problem manusia dewasa ini. Berbeda dengan ilmu
pengetahuan masa lalu lebih menunjukkan keekaannya daripada kebhinekaannya, seperti pada awal
perkembangan ilmu pengetahuan berada dalam kesatuan filsafat.

Proses perkembangan ini menarik perhatian karena justru bertentangan dengan inspirasi tempat
pengetahuan itu sendiri, yaitu keinginan manusia untuk mengadakan

Halaman 10 dari 24

kesatuan di dalam keserbamajemukan gejala-gejala di dunia kita ini. Karena yakin akan
kemungkinannya maka timbullah ilmu pengetahuan. Secara metodis dan sistematis manusia
mencari azas-azas sebagai dasar untuk memahami hubungan antara gejala-gejala yang satu dengan
yang lain sehingga bisa ditentukan adanya keanekaan di dalam kebhinekaannya. Namun dalam
perkembangannya ilmu pengetahuan berkembang ke arah keserbamajemukan ilmu.

b. Penyebab Timbulnya Spesialisasi Bidang Ilmu

Makin meluasnya spesialisasi ilmu dikarenakan ilmu dalam perjalanannya selalu mengembangkan
macam metode, objek, dan tujuan. Perbedaan metode dan pengembangannya itu perlu demi
kemajuan tiap-tiap ilmu. Tidak mungkin metode dalam ilmu alam dipakai memajukan ilmu psikologi.
Kalau psikologi mau maju dan berkembang harus mengembangkan metode, objek dan tujuannya
sendiri. Spesialisasi ilmu memang harus ada di dalam satu cabang ilmu, namun kesatuan dasar azas-
azas universal harus diingat dalam rangka spesialisasi. Spesialisasi ilmu membawa persoalan banyak
bagi ilmuwan sendiri dan masyarakat. Ada kalanya ilmu itu diterapkan dapat memberi manfaat bagi
manusia, tetapi bisa sebaliknya merugikan manusia. Spesialisasi di samping tuntutan kemajuan ilmu
juga dapat meringankan beban manusia untuk menguasai ilmu dan mencukupi kebutuhan hidup
manusia. Seseorang tidak mungkin menjadi generalis, yaitu menguasai dan memahami semua ilmu
pengetahuan yang ada.

2.3 Nilai-Nilai Sila Kelima Pancasila dalam Konteks Pengembangan Ilmu

Pancasila adalah Dasar Negara Kesatun Republik Indonesi yang proses lahirnya menjadi sejarah yang
tidak akan pernah terlupakan oleh bangsa Indonesia dan tentu saja tidak terlepas dari peran para
tokoh perjuangan bangsa yang telah melahirkan Pancasila sebagai Dasar Negara. Pancasila
merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa yang kemudian sering disebut sebagai
sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa Indonesia.

Pancasila berarti Lima Prinsip atau Lima Asas atau Lima Dasar atau Lima Sila. Lima Sila tersebut
adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Masing-

Halaman 11 dari 24

masing sila mengandung nilai-nilai yang menjadi pedoman bagi bangsa Indonesia untuk
mengamalkan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ada 36 butir pengamalan
Pancasila seperti yang tertuang dalam P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) pada
TAP MPR No. II/MPR/1978.

Menurut TAP MPR No. II/MPR/1978, Pancasila disebut Ekaprasetia Pancakarsa. Ekaprasetia
Pancakarsa berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya “tekad tunggal untuk melaksanakan lima
kehendak”. Namun kemudian, Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia
Pancakarsa) dalam TAP MPR No. II/MPR/1978 dinyatakan tidak berlaku lagi setelah dikeluarkannya
TAP MPR No. XVIII/MPR/1998. Dalam TAP MPR No. XVIII/MPR/1998 ini terdapat 45 butir
pengamalan Pancasila. Berikut ini Butir-Butir Pengamalan Pancasila yang patut diamalkan dalam
kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat untuk Sila Kelima yakni Sila Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia:

1) Mengembangkan perbuatan luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotong royongan

2) Mengembangkan sikap adil terhadap sesama

3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban

4) Menghormati hak orang lain

5) Suka memberikan pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri

6) Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain

7) Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah

8) Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum

9) Suka bekerja keras

10) Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan
bersama

Sila Kelima dalam Dasar Negara RI mengandung makna setiap manusia Indonesia menyadari hak dan
kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Untuk itu dikembangkan perbuatannya luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan
dan gotong royong. Untuk itu diperlukan

Halaman 12 dari 24

sikap adil terhadap sesama, menjaga kesinambungan antara hak dan kewajiban serta menghormati
hak-hak orang lain.

Nilai-nilai keadilan haruslah merupakan suatu dasar yang harus diwujudkan dalam hidup bersama
kenegaraan untuk mewujudkan tujuan negara yaitu mewujudkan kesejahteraan, mencerdaskan, dan
melindungi seluruh warganya dan wilayahnya. Demikian pula nilai-nilai keadilan tersebut sebagai
dasar dalam pergaulan antara negara sesama bangsa didunia dan prinsip ingin menciptakan
ketertiban hidup bersama dalam suatu pergaulan antar bangsa didunia dengan berdasarkan suatu
prinsip kemerdekaan bagi setiap bangsa, perdamaian abadi serta keadilan dalam hidup bersama
(keadilan sosial).

Realisasi dan perlindungan keadilan dalam hidup bersama dalam suatu negara berkebangsaan,
mengharuskan negara untuk menciptakan suatu peraturan perundang-undangan. Dalam pengertian
inilah maka negara kebangsaan yang berkeadilan sosial harus merupakan suatu negara yang
berdasarkan atas hukum. Konsekuensi sebagai suatu negara hukum yang berkeadilan sosial yakni
negara Indonesia harus mengakui dan melindungi hak-hak asasi manusia yang tercantum dalam tiga
ayat Pasal 31 UUD 1945, yakni:

(1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa yang diatur dengan undang-undang.

Nilai keadilan Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu haruslah diikuti:

a. Keseimbangan antarkepentingan individu dan masyarakat. Individualitas merupakan landasan


yang memungkinkan timbulnya kreativitas dan inovasi

b. Pengembangan berorientasi Pancasila

c. Pancasila yang terbuka namun kritis

Landasan nilai keadilan untuk pengembangan ilmu antara lain:

a. Objektif yaitu memandang masalah apa adanya, terlepas dari perasaan, keinginan, emosi, sistem
keyakinan.

Halaman 13 dari 24

b. Rasional yaitu menggunakan akal sehat yang dapat dipahami dan diterima oleh orang lain.

c. Logis yaitu berfikir dengan menggunakan azas logika, konsisten, implikatif.


d. Metodologis yaitu cara khas berfikir dan bertindak (induktif, dekutif, sintesis, hermeneutik,
intuitif).

e. Sistematis yaitu tahapan langkah prioritas yang jelas dan saling terkait satu sama lain. Memiliki
target dan arah tujuan yang jelas.

2.4 Peranan Sila Kelima Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu

Tujuan diikutsertakannya nilai keadilan dalam sila kelima Pancasila sebagai dasar pengembangan
ilmu antara lain:

a. Mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan martabat manusia.

b. Ilmu pengetahuan dan teknologi pada hakekatnya tidak bebas nilai, namun terikat nilai Pancasila.

Dalam implementasi pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarakat harus menjaga
keseimbangan kemanusiaan, yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan dirinya
sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan masyarakat
bangsa dan negara serta manusia dengan alam lingkungannya.

Pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi harus sejauh mungkin memenuhi
kriteria ketepatgunaan dari berbagai segi antara lain:

a. Segi teknis dapat dilaksanakan

b. Segi sosial acceptable

c. Segi ekonomi dapat dipertanggungjawabkan

d. Segi ekologi tidak menurunkan kualitas hidup

Untuk aspek aksiologi, dengan menggunakan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai
metode berpikir, maka pemanfaatan dan efek pengembangan ilmu pengetahuan secara positif tidak
bertentangan dan bahkan mendukung dan memfasilitasi idealisme Pancasila.

Nilai-nilai Pancasila menjadi sumber motivasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
nasional dalam mencerdaskan bangsa yang mempunyai nilai-nilai Pancasila

Halaman 14 dari 24

tinggi serta menegakkan kemerdekaan secara utuh, berdaulat dan bermartabat nasional dalam
wujud negara Indonesia yang merdeka

Nilai-nilai Pancasila merupakan dasar pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi karena nilai-
nilai ini mendorong dan mendasari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang baik dan
terarah. Dengan nilai-nilai Pancasila tersebut, masyarakat perlu menyadari bahwa untuk
meningkatakan IPTEK di Indonesia, masyarakat hendaknya memiliki dan memegang prinsip dan
tekad yang kukuh serta berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dimulai dari sejak dini.

2.5 Krisis Penerapan Pancasila


Dekonstruksi moral yang menjangkit para pelaku pendidikan adalah salah satu amsal yang
menyebabkan semrawutnya pelaksanaan sistem pendidikan di Indonesia. Minimnya kesadaran dan
tanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan, pada akhirnya mengubah prioritas dan fungsi
pendidikan sebagai medium pencerdasan rakyat menjadi lahan pasar modal. Lambat laun, kualitas
pendidikan Indonesia semakin menurun. Dalam indeks pembangungan Pendidikan Untuk Semua
atau Education For All (EFA), tercatat bahwa Indonesia selalu mengalami penurunan tiap tahunnya.
Pada tahun 2011 Indonesia berada di peringkat 69 dari 127 negara dan merosot 4 posisi bila
dibandingkan dengan tahun 2010 yang berada pada posisi 65. Indeks yang dikeluarkan pada tahun
2011 oleh UNESCO ini lebih rendah bila dibandingkan dengan Brunei Darussalam (34), serta terpaut
empat peringkat dari Malaysia (65).

Berbagai faktor yang melatarbelakanginya. Mulai dari masalah kualitas guru yang masih rendah,
kualitas kurikulum yang belum standar, kualitas infrastruktur yang belum memadai hingga biaya
pendidikan yang mahal. Kemunculan hasil observasi tersebut sejak lama memang telah menjadi
perbincangan publik. Namun tidak juga menemukan solusi yang tepat. Dengan kata lain, kualitas
fasilitas belajar masih rendah. Sebaliknya, angka koruptor pendidikan kian meninggi. Indonesian
Corruption Watch (ICW) menyatakan sepanjang 2012, terjadi 40 kasus tindak korupsi, dengan
perkiraan kerugian negara sebesar Rp 138,97 miliar. Dari puluhan kasus itu, angka kasus korupsi
terbesar terjadi di Dinas Pendidikan sebanyak 20 kasus, dengan kerugian sebesar Rp 44,80 miliar.
Kemudian di perguruan tinggi sembilan kasus, sekolah delapan kasus, kanwil Kemenag dua kasus,
dan

Halaman 15 dari 24

DPRD sebanyak satu kasus. Adapun jenis kasus korupsi yang terjadi didominasi oleh kasus
penggelapan dana senilai Rp 44,30 miliar. Kasus lainnya yaitu penyelewengan, pungli, pengadaan
dana fiktif dan mark up anggaran.

Kasus-kasus serupa kian menggurita. Dana APBN yang seharusnya disalurkan untuk penyelenggaraan
pendidikan berubah menjadi ladang pemasukan sejumlah kalangan. Akhirnya, pendidikan yang
semestinya menjadi hak setiap warga negara beralih menjadi komoditi dagang. UUD 1945 khususnya
Pasal 28 C Ayat (1) yang menyatakan, “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak memperoleh pendidikan dan memperoleh manfaat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia.” Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 (pasca perubahan) juga merumuskan
bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar, sedangkan pemerintah wajib
membiayainya. Pasal 31 ayat (3) dan (4) menegaskan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk
mengusahakan penyelenggaraan pengajaran nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa dengan memprioritaskan anggaran sekurang-kurangnya 20 persen dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Demikian pula ketentuan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Nomor XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia menegaskan jaminan hak atas pendidikan. Serta pasal 53 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terdapat penegasan bahwa
negara — dalam hal ini pemerintah — memiliki tanggung jawab memberikan biaya pendidikan
dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga tidak mampu, anak
terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil, tinggal wacana semata.
Pendidikan adalah barang mahal. Biaya keperluan pendidikan yang semakin hari semakin tinggi
mengakibatkan rakyat golongan menengah ke bawah tidak mampu menjangkaunya. Data
pendidikan tahun 2010 menyebutkan 1,3 juta anak usia 7-15 tahun terancam putus sekolah. Bahkan,
laporan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan menunjukan bahwa setiap menit ada empat anak
yang putus sekolah.

Apabila bangsa Indonesia benar-benar mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila,
tentunya degradasi moral masyarakat dalam pelaksanaan peningkatan taraf pendidikan dapat
diminimalisir. Terlebih lagi, penjarahan kualitas pendidikan oleh para kapitalis global dapat
diberantas mungkin.

Halaman 16 dari 24

BAB III

STUDY CASE

Komunitas Air Mata Guru Ungkap, Kecurangan UN Sumut Makin Vulgar

Oleh Redaksi HarianOrbit.com | 20/04/2013

Ilustrasi. Siswa Ikuti UN. 1st

Medan-ORBIT: Kecurangan pada Ujian Nasional (UN) Tahun 2013 di Sumatera Utara ternyata lebih
vulgar dibandingkan tahun sebelumnya.

Banyak video investigasi terungkap yang memperlihatkan kecurangan siswa dan ada tindakan
memfotokopi soal ujian.

Hal ini disampaikan penasihat Komunitas Air Mata Guru (KAMG) Rosita Lubis saat menyampaikan
hasil temuannya selama Ujian Nasional di Sekretariat KAMG, Jalan Sei Merah, Kamis (18/4).

“UN di Sumut semakin curang dari tahun sebelumnya,” kata Rosita.

Berdasarkan pemantauan KAMG dan ditunjukkan dalam beberapa rekaman video, banyak siswa di
berbagai daerah di Sumatera Utara seperti di Medan, Sidikalang, Balige, dan Siantar, datang ke
sekolah dua jam atau satu setengah jam lebih awal.

Mereka kemudian mendatangi kios fotokopi di dekat sekolahnya karena di sana sudah menunggu
‘tim sukses’ yang membagikan kunci jawaban soal-soal UN.

Halaman 17 dari 24

Karena jumlah paket soal lebih banyak dibandingkan tahun lalu, maka lembar kunci jawaban relatif
lebih besar.

Sebagai penuntun bagi peserta ujian yang tidak dapat mengetahui jenis paket soal yang ia dapat,
kunci jawaban menyertakan kalimat awal dari dua atau tiga soal pada setiap paket.

“Hari pertama, belum terlalu kelihatan karena para siswa masih meilhat kondisi. Selasa mulai
terlihat. Rabu dan Kamis semakin gila,” kata Ketua Tim Investigasi, Benni Sinaga.
Benni juga menyerukan agar metode UN selama ini dilakukan perubahan. “Ganti metode, ganti cara
curang. Selalu ada cara berbuat curang,” tegas Benni

Responsi

Persoalan karakter bangsa sebenarnya sangat identik dengan persoalan pendidikan Indonesia.
Karena dalam pendidikanlah karakter dan moral anak bangsa ditempah. Hanya pertanyaannya,
apakah pendidikan sedang membangun karakter dan moral bangsa?

Pendidikan yang tidak Mendidik

Persoalan lain yang menyangkut kejujuran UN antara lain (1) Ditemukannya soal bahasa Indonesia
tertukar dengan bahasa Inggris di Bali; (2) Ditemukannya lembar jawaban UN yang rusak di Bali; (3)
Jual beli soal UN yang belum diketahui asli atau palsu di Sumbar; (4) ada guru mata pelajaran bahasa
Indonesia ikut menjaga ujian bahasa Indonesia, padahal dalam standar operasional pelaksanaan, hal
itu jelas-jelas dilarang; (7) Ada laporan yang masuk di posko pengaduan UNAS di Kemendiknas
(Sumut Post, 23/3).

Sebenarnya UN telah mereduksi hakikat pendidikan. Hakikat pendidikan dalam UU No.20 Tahun
2003 tentang Sidiknas disebutkan adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan
sebagaimana dikatakan oleh UU tersebut adalah pendidikan yang holistik (menyeluruh), tidak hanya
sebatas lulus UN, masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) atau pun sekadar prasyarat mencari kerja.

Halaman 18 dari 24

Belum lama ini kita juga dihentakkan oleh kasus plagiat yang terjadi di dunia pendidikan. Hal ini
menunjukkan bahwa pendidikan yang seharusnya menjunjung tinggi kejujuran ternyata telah
memberi contoh sebaliknya. Pendidikan yang seharusnya menghargai proses pembelajaran ternyata
lebih menyukai sesuatu yang instan. Pendidikan yang bertujuan untuk menghasilkan peserta didik
yang cinta akan negara, kenyataannya pendidikan tidak demikian, malah sebaliknya pendidikan
menjadi tempat tumbuhnya kecurangan. Pembentukan karakter tidak lagi ditemukan bahkan yang
ironinya malah menjadi tempat ditemukan kecurangan, kriminalitas, bahkan individualisme, yang
ternyata bukan hal yang seharusnya terjadi dalam dunia pendidikan.

Korupsi terjadi karena bobroknya karakter bangsa. Pendidikan tidak lagi menjalankan perannya
dalam pembentukan karakter. Tidak sedikit juga ditemukan korupsi terjadi dalam pendidikan.
Pendidikan yang seharusnya adalah senjata melawan korupsi tidak lagi memiliki amunisi. Hal ini
terbukti dari pemaparan di atas dimana pendidikan karakter telah hilang dari pendidikan.

Solusi

Pendidikan Karakter

Akhir-akhir ini pendidikan karakter marak didengung-dengungkan. Mendiknas dalam pidato


sambutannya saat peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) mengatakan bahwa pendidikan
karakter untuk mewujudkan Indonesia menjadi bangsa yang beradab dan berakhlak moral. Namun
pendidikan karakter tidaklah cukup sebatas wacana atau pun sekadar memasukkannya dalam materi
ajar di sekolah. Pendidikan karakter haruslah holistik, yaitu terjadi di setiap tempat, di setiap bidang,
dan setiap waktu. Karena sebenarnya pendidikan itu harus terjadi disetiap tempat , waktu dan setiap
bidang. Seperti yang dikatakan oleh bapak pendidikan Ki Hajar Dewantara yaitu ada tiga pusat
pendidikan; keluarga, masyarakat dan sekolah. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Life is
Education and Education is Life. Seluruh proses dan aktivitas kehidupan adalah pendidikan, sebagai
trasformasi nilai-nilai kehidupan. Baik di keluarga, di tempat kerja maupun dalam interaksi sosial.

Untuk mencega dan memberantas korupsi, pendidikan karakter harus diberikan di setiap tempat,
bidang dan setiap waktu. Pemerintah tidak cukup berkoar-koar menyuarakan pemberantasan
korupsi tetapi harus memberikan pendidikan karakter melalui hidupnya,

Halaman 19 dari 24

teladannya. Tidak lagi dengan lantang memcerca kasus korupsi tetapi kemudian didapati terlibat
dalam korupsi.

Peran Mahasiswa

Mahasiswa adalah generasi bangsa yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan dalam bangsa ini.
Mahasiswa, sebagaimana semboyan yang melekat pada dirinya Student today Leader tomorrow,
harus bersikap dan bertindak tegas pada korupsi. Jika sekarang sudah kompromi dengan korupsi
bagaiman jika nanti sudah menjadi pemimpin, yang godaan untuk melakukan korupsi sangat besar.
Untuk menjadi pemimpin akan datang, mahasiswa harus mempersiapkan diri sedari dini.
Mempersiapkan diri dengan karakter yang utuh, sifat kerja keras, idealis, menjunjung tinggi
integritas dan sikap saling menghormati.

Mahasiswa sebagai Agent of Change (agen pembaharuan) tidak boleh diam melihat maraknya
korupsi, tidak boleh mempertahankan status quo. Sebagai agen pembaharuan, mahasiswa sangat di
tunggu perannya. Mahasiswa harus lantang menyuarakan anti-korupsi baik melalui tulisan, diskusi,
seminar, mau pun demonstrasi, tetapi perlu menjaga emosi dan tidak bertindak arogan yang
ternyata akan merusak bangsa.

Melalui pendidikan karakter yang holistik, terjadi di setiap tempat, waktu dan setiap bidang, akan
menghasilkan generasi yang memiliki karakter yang baik. Dengan karakter yang baik kebencian akan
korupsi pun akan muncul. Sehingga tidak lagi ditemukan “anggono-anggoro” dan “gayus-gayus” yang
lain. Mahasiswa yang kelak akan menjadi pemimpin harus memiliki karakter, yang mengatakan tidak
pada korupsi, dan mempersiapkan diri agar kelak dapat menjadi pemimpin yang anti-korupsi.

Halaman 20 dari 24

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Teori tanpa aplikasi pada hakikatnya merupakan suatu hal yang tidak patut dipelajari. Oleh sebab itu,
penerapan aplikatif Pancasila dalam kehidupan sehari-hari adalah hal penting mengingat Pancasila
sebagai paradigma pembangunan ilmu itu sendiri. “Keadilan Sosial” merupakan suatu masyarakat
atau sifat suatu masyarakat yang adil dan makmur, berbahagia untuk semua orang, penempatan
sesuai dengan proporsionalitas, dan tidak ada pencederaan terhadap Pancasila. Nilai-nilai “Keadilan
Sosial” sebagaimana tiga pilar keilmuan, Butir-Butir Pancasila, dan Pasal-Pasal dalam UUD 1945
sepatutnya menjadi pedoman penerapan nilai-nilai yang dimaksud dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dengan diikutsertakannya nilai keadilan dalam sila kelima Pancasila, masyarakat
diharapkan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi berdasarkan asas tidak bebas nilai,
namun terikat pada nilai Pancasila. Akan tetapi, pada praktiknya, masih banyak fenomena yang
mencederai pelaksaan sila “Keadilan Sosial” dalam konteks peningkatan kualitas ilmu bangsa ini.

4.2 Saran

Tidak ada gading yang tidak retak. Namun dari keretakan itulah nampak keasliannya. Kami
menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah Pancasila ini, masih terdapat kekurangan
sebab pada hakikatnya manusia adalah tempat salah dan dosa (dalam Al Hadits “Al Insanu Minal
Khotto”). Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan sebagai tolak ukur motivasi dalam
pembuatan makalah yang lebih baik lagi dikemudian hari.

Halaman 21 dari 24

DAFTAR PUSTAKA

Harian Orbit. 2013. Komunitas Air Mata Guru Ungkap, Kecurangan UN Sumut Makin Vulgar. Online:
http://www.harianorbit.com/komunitas-air-mata-guru-ungkap-kecurangan-un-sumut-makin-vulgar/
(Diakses pada 7 September 2014).

Iswari, Fauzi. 2013. Pengertian Keadilan (Justice). Online: http://fauzi-


iswari.blogspot.com/2013/04/pengertian-keadilan-justice.html (Diakses pada 2 September 2014).

Jakarta45. 2012. Ideologi : 45 Butir Pengamalan Pancasila. Online:


http://jakarta45.wordpress.com/2012/07/24/ideologi-45-butir-pengamalan-pancasila/ (Diakses
pada 5 September 2014).

Kompas. 2011. Penempatan Guru di Daerah Terpencil Diperbanyak. Online:


http://tekno.kompas.com/read/2011/11/02/1355251/penempatan.guru.di.daerah.terpencil.diperba
nyak (Diakses 6 September 2014).

Mahasari, Jamaluddin. 2012. Pengertian “Keadilan” (Diambil dari Pendapat Para Ahli). Online:
http://jamaluddinmahasari.wordpress.com/2012/04/22/pengertian-keadilan-diambil-dari-
pendapat-para-ahli/ (Diakses pada 2 September 2014).

Matahri, Anis. 2014. Model Perkuliahan: Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu. Online:
http://anislestarihasim.blogspot.com/2014/01/pancasila-sebagai-dasar-pengembangan.html
(Diakses pada 3 September 2014).

Pustaka Indonesia. 2013. Nilai Dasar Sila Kelima dalam Pancasila. Online:
http://www.pusakaindonesia.org/nilai-dasar-sila-kelima-dalam-pancasila/ (Diakses pada 6
September 2014).
Rubrik Opini. 2012. Hilangnya Pendidikan Karakter, Maraknya Korupsi. Online:
https://m.facebook.com/notes/rublik-opini/hilangnya-pendidikan-karakter-maraknya-
korupsi/316506138399981/ (Diakses pada 7 September 2014).

Sriwijaya TV Official Channel. 2013. Pengajar Di Banyuasin Harapkan Pemerataan Pendidikan. Online:
http://www.youtube.com/watch?v=ojHDCZiU4ck (Diakses pada 6 September 2014).

Wikipedia. 2014. Keadilan. Online: http://id.wikipedia.org/wiki/Keadilan (Diakses pada 2 September


2014).

Yusti. 2012. Angka Putus Sekolah Remaja ~ Fenomena Pendidikan Jawa Timur. Online:
http://yusti88.files.wordpress.com/2012/09/page.jpg (Diakses pada 6 September 2014).

Ziazien, Alva. 2012. Nilai-nilai Pancasila & Perkembangan IPTEK. Online:


http://alvaziazien.blogspot.com/2012/08/nilai-nilai-pancasila-perkembangan-iptek.html (Diakses
pada 14 September 2014).

Halaman 22 dari 24

Lampiran

A. SURAT KABAR KOMPAS

Penempatan Guru di Daerah Terpencil Diperbanyak

Rabu, 2 November 2011 | 13.55 WIB

Shutterstock

Ilustrasi Guru

MEDAN, KOMPAS.com — Jumlah guru yang ditempatkan di daerah terpencil akan diperbanyak. Hal
ini dilakukan untuk mengatasi ketertinggalan dan pemerataan tenaga pendidikan karena selama ini
ada ketimpangan dengan jumlah guru yang ditugaskan di kota.

Pembantu Rektor I Universitas Negeri Medan (Unimed) Prof Khairil Ansari mengatakan, tahun ini
pemerintah sedikitnya akan merekrut 3.500 sarjana pendidikan yang akan ditempatkan di daerah
tertinggal, terluar, dan terdepan (3T) di Indonesia. Dengan penambahan jumlah guru di daerah
terpencil ini, permasalahan pendidikan yang terjadi di daerah terpencil diharapkan dapat
terselesaikan. Permasalahan tersebut seperti kekurangan tenaga guru dan tingginya angka putus
sekolah.

"Pemerintah terus berupaya melakukan percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T dengan


memberdayakan sarjana pendidikan dalam rangka pembekalan calon pendidik profesional melalui
program ini," kata Khairil, Rabu (2/11/2011), di Jakarta.

Halaman 23 dari 24

Guru-guru yang ditempatkan di daerah terpencil tersebut nantinya akan diberikan beberapa
kemudahan, misalnya mendapatkan beasiswa untuk mengikuti program Pendidikan Profesi Guru
(PPG). Dengan catatan, guru tersebut minimal harus sudah mengajar selama setahun di daerah
terpencil. Dari 3.500 sarjana pendidikan yang akan direkrut, Unimed sebagai salah satu
penyelenggara mendapatkan jatah 250 sarjana pendidikan.

Selama mengajar di pelosok, tenaga pendidik akan menerima biaya hidup Rp 2 juta per bulan.
Setelah kembali dari tempat bekerja, mereka akan dapat kesempatan mengikuti PPG. Begitu lulus,
mereka berhak mendapat predikat sebagai guru profesional.

"Namun, jika sebelum waktunya tenaga pendidik sudah meninggalkan tugasnya, mereka akan diberi
sanksi, seperti mengembalikan biaya yang telah diberikan kepadanya," kata Khairil.

Khairil mengungkapkan, ada beberapa daerah yang akan menjadi sasaran pengiriman tenaga
pendidik daerah terpencil yang sudah lulus mengikuti seleksi dan pembekalan, yakni Provinsi Aceh,
Kepulauan Riau, Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara.

Sementara itu, daerah pelosok sasaran pengiriman sarjana pendidikan Unimed adalah Kabupaten
Simeulue dan Aceh Barat, Aceh. Untuk Simeulue sebanyak 150 orang guru dan Aceh Barat sebanyak
100 guru.

Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

Halaman 24 dari 24

B. VIDEO SRIWIJAYA TV OFFICIAL CHANNEL

“Pengajar di Banyuasin Harapkan Pemerataan Pendidikan”

(Sumber: http://www.youtube.com/watch?v=ojHDCZiU4ck)

Screenshot of the Video

Anda mungkin juga menyukai