Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Manajemen Energi


Sistem manajemen energi merupakan metode perbaikan efisiensi energi yang
berkelanjutan dengan mengintegrasikan kegiatan efisiensi energi dalam sistem
manajemen yang sudah ada sehingga dapat memperhitungkan faktor biaya,
lingkungan, ketersediaan energi, risiko usaha.
Kegiatan pengelolaan energi di suatu perusahaan yang terorganisasi dengan
menggunakan prinsip-prinsip manajemen yang dilakukan melalui audit energi
(Gambar 1).

Sumber : PT Energy Management Indonesia, 2011


Gambar 1. Audit Energi dalam Sistem Manajemen Energi

Tahapan Sistem Manajemen Energi (SME) sebagai berikut:


1. Perencanaan Energi (Plan), meliputi:
a. Pemilihan atau penetapan target tujuan perusahaan
b. Penentuan strategi untuk rencana tujuan :
1) Proyek yang akan dilaksanakan
2) Dana yang diperlukan
3) Peralatan yang diperlukan
4) Organisasi dan karyawan yang diperlukan

4
5

2. Implementasi (Do) meliputi:


a. Penyusunan Program yang terdiri atas:
1) Proyek-proyek yang akan dilaksanakan
2) Target yang ingin dicapai dengan proyek tersebut
3) Strategi yang ingin digunakan
4) Struktur organisasi dan personel yang diperlukan
5) Biaya yang diperlukan
b. Pelaksanaan Program, terdiri dari:
1) Meningkatkan kesadaran karyawan mengenai pentingnya program dengan
tatap muka, leaflet, poster dan stiker
2) Melakukan pelatihan untuk personel yang secara langsung akan turut
berperan dalam pelaksanaan program
3) Menyusun SOP dan format-format pelaporan pelaksanaan
4) Melakukan uji coba pelaksanaan program yang sudah ditetapkan
5) Melakukan pengarahan, pengawasan dan monitoring uji coba
6) Menyiapkan peralatan dan melakukan modifikasi
3. Monitoring dan Evaluasi (Check), meliputi kegiatan:
a. Memperoleh gambaran/pola pemakaian energi, produksi, limbah produksi,
emisi GRK, dll.
b. Tersedianya Database
c. Terbangunnya baseline penggunaan energi/IKE.
d. Kemudahan untuk menemukan sumber-sumber inefisiensi dan PPE.
e. Dapat mengetahui dampak biaya yang terjadi.
f. pengelolaan energi yang efektif dan efisien.
g. Menumbuhkan budaya hemat energi bagi seluruh lapisan karyawan.
4. Perbaikan dan Penyesuaian (Action), terdiri atas:
a. Grade prioritas dari hasil monitoring dan perlakuan.
b. Fokus monitoring dan analisis energi pada peluang penghematan energi
mulai dari yang terbesar.
c. Kemudahan dalam pengambilan keputusan dan tindakan terkait perbaikan
efisiensi dan IKE.
6

2.1.1 Audit Energi


Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang manajemen energi, audit energi
merupakan proses evaluasi pemanfaatan energi dan identifikasi peluang
penghematan energi serta rekomendasi peningkatan efisiensi pada pengguna
energi dan pengguna sumber energi dalam rangka konservasi energi.
Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009, Pasal 12 tentang konservasi energi
yang berisi :
1. Pemanfaatan energi oleh pengguna sumber energi dan pengguna energi wajib
dilakukan secara hemat dan efisien.
2. Pengguna energi/sumber energi yang mengkonsumsi energi lebih besar atau
sama dengan 6.000 (enam ribu) setara ton minyak per tahun wajib dilakukan
konservasi energi melalui manajemen energi.
3. Manajemen energi sebagaimana dimaksud dilakukan dengan :
a. menunjuk manajer energi
b. menyusun program konservasi energi
c. melaksanakan audit energi secara berkala
d. melaksanakan rekomendasi hasil audit energi
e. melaporkan pelaksanaan konservasi energi setiap tahun kepada menteri,
gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya masing–masing
Tujuan audit energi untuk menentukan cara yang terbaik untuk mengurangi
penggunaan energi per satuan output (produk) dan mengurangi biaya operasi
(biaya produksi). Pentingnya audit energi dikarenakan alasan berikut:
a. Kurangnya awareness konsumen terhadap efisiensi energi
b. Kompleksitas peralatan pengguna energi (di industri/komersial)
c. Prosedur pemeriksaan energi lebih efektif dan komprehensif
d. Identifikasi penghematan energi dapat dilakukan secara cermat
e. Accountability terhadap pengelolaan energi lebih baik
f. Kuantifikasi didalam program penurunan beban lebih akurat
g. Program pengurangan/manajemen beban lebih terarah
7

Keuntungan yang diperoleh setelah audit energi diantaranya: dapat


mengkuantifikasi kebutuhan energi dan biaya energi disetiap kelompok fasilitas
pengguna energi (pusat biaya energi), mengidentifikasi distribusi dan porsi
penggunaan energi di setiap pusat biaya energi melalui neraca energi, memonitor
pemakaian energi secara periodik (harian, mingguan, bulanan, tahunan),
mengidentifikasi kerugian (losses) energi, mengambil langkah-langkah konservasi
energi, menunjang prosedur (SOP) pemeliharaan fasilitas energi, memberikan
sistem pelaporan energi yang efisien dan efektif, membantu meningkatkan
efisiensi dan produktivitas perusahaan.

2.1.2 Jenis Kategori Audit Energi


Jenis kategori audit energi (Parlindungan Marpaung, 2014) ditentukan
berdasarkan beberapa faktor yaitu:
1. Target penghematan energi
2. Lingkup area
3. Kedalaman audit (analisis data) yang diperlukan
4. Sumber daya yang tersedia
Berdasarkan faktor tersebut, audit energi terdiri dari tiga bagian yaitu:
1. Audit energi singkat (walk-through audit)
2. Audit energi awal (preliminary audit)
3. Audit energi rinci (detailed audit)
Audit energi singkat merupakan audit energi dengan tingkat kegiatan paling
rendah yaitu level 1. Aktifitasnya melalui pengumpulan data (bersifat umum),
pengamatan singkat secara visual dan wawancara. Analisis dan evaluasi data
sistem pemanfaat energi, intensitas pemakaian energi dan kecendrungannya, serta
benchmark intensitas energi rata-rata terhadap perusahaan sejenis dan
menggunakan peralatan atau teknologi serupa. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan gambaran umum pengelolaan energi di area terkait.
Audit awal merupakan level kedua dari tingkat kegiatan audit energi.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya potensi penghematan
energi. yang lebih lengkap dari audit level satu, data dan informasi yang
8

digunakan sudah didasarkan dengan hasil pengukuran, mengenali sumber-sumber


pemborosan energi dan tindakan-tindakan sederhana yang dapat diambil untuk
meningkatkan efisiensi energi dalam jangka pendek.
Audit energi terinci merupakan level ke 3 dan tertinggi dalam kegiatan audit
energi. Audit ini lebih mendalam dengan lingkup yang lebih luas, rekomendasi
didasarkan atas kajian engineering dengan urutan prioritas yang jelas. Output
audit rinci adalah uraianlengkaptentang jenis dan sumber energi, rugi-rugi energi,
faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi energi, karakteristik operasi
peralatan/sistem energi, potensi penghematan energi berdasarkananalisis data
secara lengkap dan rekomendasi. Audit ini dilakukan apabila nilai IKE lebih besar
dari nilai standar. Rekomendasi yang disampaikan oleh Tim Hemat Energi (THE)
yang dibentuk oleh industri, dilaksanakan hingga diperolehnya nilai IKE sama
atau lebih kecil dari nilai standar sebelumnya dan selalu diupayakan agar
dipertahankan ataupun lebih rendah di masa mendatang (Parlindungan Marpaung,
2014). Perbandingan level kedalaman audit energi ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Level Kedalaman Audit Energi
Level Audit
Aktifitas
Level 1 Level 2 Level 3
Mengumpulkan data energi dan wawancara x1) x1) x1)
Dokumen teknikal - x x
Interview - x x
Pengukuran peralatan utama - x x
Pengukuran semua level - - x
Evaluasi dasar sistem teknikal x x x
Heat balance - x1) x1)
Potensi penghematan x x x
Usulan investment : guiding - x -
Usulan investment : well-grounded - - x
1)
meteran pengukur energi terpasang
Sumber : Parlindungan Marpaung, 2014

Proses audit energi yang disarankan seperti ditunjukkan dalam bagan berikut
ini (Gambar 2)
9

Mulai
Audit Energi
Awal
Pengumpulan dan penyusunan data historisis energi tahun
sebelumnya

Data historis energi


tahun sebelumnya

Menghitung besar IKE Tahun sebelumnya

Tidak

IKE> target

Ya

Lakukan penelitian dan pengukuran konsumsi energi

Data konsumsi energi


hasil pengukuran

Tidak
Periksa IKE> target
Audit Energi
Ya
Terinci
Mengenali kemungkinan Peluang Hemat Energi (PHE)

Analisa Peluang Hemat Energi (PHE)

Rekomendasi Peluang Hemat Energi (PHE)

Implementasi Peluang Hemat Energi (PHE)

Ya
Periksa IKE> target Implementasi
dan
Tidak
monitoring
Selesai
Sumber : Kementerian Perindustrian, 2011
Gambar 2. Bagan Alur Proses Pelaksanaan Audit Energi
10

2.1.3 Rincian Langkah Audit Energi


2.1.3.1 Penentuan Target dan Sasaran Audit Energi (Persiapan)
Target adalah besaran penghematan energi yang ingin dicapai (%).
Sedangkan sasaran berarti cakupan area kegiatan audit energi yang dibatasi
berdasarkan target penghematan dan kemampuan untuk melakukannya
(Parlindungan Marpaung, 2014):
1. Penentuan Target
Penentuan Target dapat dilakukan dengan berbagai metode yaitu :
a. Tanpa Kriteria
Metode ini sulit atau terlalu mudah dicapai karena metode ini menentukan
target tanpa pertimbangan internal maupun eksternal.
b. Berdasarkan Informasi Internal
Cara ini adalah cara yang terbaik dalam menentukan target penghematan
energi yang digunakan karena target yang didapatkan berdasarkan informasi
baseline EEI (Energy Efficiency Index) atau rekomendasi hasil audit energi.
c. Berdasarkan Informasi External
Penentuan target dengan cara ini berdasarkan benchmarking (EEI) dengan
perusahaan yang sejenis. Misalnya EEI adalah 425 kWh/kg, sedangkan di
perusahaan lain yang sejenis industrinya memiliki EEI rata–rata 400 kWh/kg, EEI
tertinggi 450 kWh/kg dan EEI terbaik yaitu 350 kWh/kg. Maka target dapat diset
misalnya 400 kWh/kg.
2. Target Penghematan Audit Energi
Target Penghematan Audit Energi harus dinyatakan secara spesifik pada area
tertentu dengan besaran yang dapat dijangkau dalam suatu periode yang
ditentukan. Target memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
(Parlindungan Marpaung, 2014) yaitu :
a. Harus sesuai dan memenuhi kriteria kebijakan perusahaan
b. Besarnya target harus realistis
c. Target harus terukur dan bisa dilakukan
d. Mendapat dukungan dari seluruh unit kerja terkait.
11

3. Metode Penentuan Target dan Sasaran


Metode–metode berikut ini dapat digunakan dalam pelaksanaan asesmen
energi (Kementerian Perindustrian, 2011) antara lain adalah :
a. Goal Seek Methode/Intensitas Konsumsi Energi (IKE)
Intensitas Konsumsi Energi merupakan parameter utama yang harus dicari
dan ditentukan, baik pada sistem proses produksi maupun pada peralatan utility
(boiler, chiller, compressor, pompa, dll). Dengan besaran/nilai IKE tersebut dapat
dikembangkan menjadi formulasi dan simulasi analisis peluang penghematan
energi.
b. Pareto Chart/Distribusi Pareto
Distribusi Pareto merupakan grafik yang dapat dijadikan alat/tools untuk
menentukan permasalahan utama atau identifikasi masalah inti. Mekanisme
pendekatan masalah menggunakan pareto chart, sebagai berikut :
1) Tentukan karakteristik mutu, misalnya teknologi pengguna energi terbesar
sebagai kunci untuk diasumsikan bahwa persentase penghematan yang akan
diperoleh memiliki nilai energi yang besar, meskipun untuk sementara belum
diketahui berapa persen potensi hemat energi yang akan didapat. Apabila
presentase potensi yang diperoleh kecil, dikalikan dengan kapasitas yang
besar, maka nilai yang diperoleh cukup signifikan.
2) Memperoleh bobot pengguna energi terbesar, maka dilakukan stratifiksasi
objek peralatan.
3) Hasil stratifikasi diperoleh sebaran objek (peralatan pengguna energi) mulai
pengguna energi terbesar hingga ke peralatan pengguna energi yang terkecil.
c. Metode 5W+1H
Metode ini digunakan untuk mencari akar masalah (sumber pemborosan yang
dapat dikonversi menjadi potensi/peluang hemat energi) pada peralatan pengguna
energi yang telah ditentukan dari hasil pareto chart. Mekanisme pendekatan
masalah menggunakan metode 5W+1H, sebagai berikut :
1) Where, untuk menentukan dimana sumber yang berpotensi terjadinya
pemborosan energi.
12

2) What,untuk mengidentifikasi apa yang menyebabkan hingga terjadinya


pemborosan energi.
3) Why, untuk mengidentifikasi penyebab hal itu terjadi.
4) Who,untuk mengidentifikasi siapa yang menjadi trigger (aktor utama)
terjadinya potensi pemborosan energi pada peralatan yang sedang diteliti.
Analisa berdasarkan 5M (Man/Manpower, Machine, Material, Metode,
Mother Nature/Lingkungan Kerja).
5) When,untuk mengidentifikasi waktu terjadinya masalah, dapat didiskusikan
dengan operator apakah kejadiannya bersifat siklus, tidak menentu ataukah
ada pengaruh dari proses operasi peralatan lain.
6) How, bagaimana mengatasi akar masalah (sumber pemborosan yang dapat
dikonversi menjadi potensi/peluang hemat energi) tersebut.
d. Metode Pengamatan dan Pengukuran
1) Metode pengamatan (observasi)
Maksud oservasi adalah melihat secara langsung fisik dan kelainan yang
terjadi pada peralatan energi, jenis teknologi peralatan yang digunakan sudah
hemat energi serta mengetahui kondisi operasi, pemeliharaan apakah sudah sesuai
dengan prosedur yang berlaku. Beberapa metode observasi yang dilakukan yaitu:
a) Observasi langsung
Observasi langsung dilakukan dengan mengamati secara langsung kondisi
fisik peralatan energi, data operasi (P,T) dan pemeliharaan.
b) Observasi instalasi
Kerugian energi sering terjadi dalam praktek mulai dari yang kecil hingga
ukuran yang cukup besar seperti bocoran uap, radiasi panas dan lain-lain.
Kerugian energi akibat bocoran tersebut dapat terjadi karena masalah
instalasi dan pemeliharaan. Jika dihitung dalam satu tahun dapat mencapai
nilai ratusan hingga ribuan juta rupiah pertahun.
2) Metoda pengukuran
Metode Pengukuran digunakan untuk melihat efektifitas, dan performansi
operasi peralatan yang ada. Data–data primer (pengamatan langsung dan hasil
pengukuran) dan data sekunder (log-sheet dan hasil wawancara) sangat diperlukan
13

untuk membantu dalam analisa peluang penghematan energi (PPE). Hasil


pengukuran yang diambil berdasarkan pertimbangan peningkatan efektifitas dan
efisiensi peralatan (menghindari terjadinya penurunan performa akibat efek
kegiatan efisiensi energi). Metoda pengukuran dapat menggunakan instrumen
ukur audit energi seperti thermogan, clamp meter, water flow meters.
3) Metode pemeriksaan
Metode pemeriksaan didasarkan analisis suara dengan menggunakan visual,
alat ukur pendengar (sound device) dan infra red (thermography). Setelah
dilakukan pemeriksaan (steam trap), jika steam trap berfungsi dengan
baik/normal suara yang dihasilkan adalah siklus, dan dengan menggunakan alat
pendengar (sound device) seseorang dapat mendengarkannya secara fisik. Alat
pendengar suara sangat bervariasi dalam hal kecanggihan mulai dari yang
sederhana seperti handmade steel welding rod hingga yang canggih seperti
ultrasonic testing equipment (Kementerian Perindustrian, 2011)

2.1.3.2 Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan melalui pengumpulan berbagai kebutuhan data
yang dapat mendukung analisis dalam penggunaan energi baik data sistem
manajemen energi maupun data di lapangan. Adapun pengumpulan data yang
dilakukan dengan wawancara, dilakukan melalui sistem manajemen energi terkait,
yang terdiri dari senior management, manager/engineer (plant engineer), dan
operator. Pihak terkait tersebut diberikan pertanyaan berupa historis penggunaan
energi, bahan baku, produk yang dihasilkan, spesifikasi peralatan, serta informasi-
informasi pendukung lainnya. Sedangkan pengumpulan data di lapangan
dilakukan dengan berbagai aktifitas seperti melihat, mencatat, mengukur,
wawancara dan diskusi (Parlindungan Marpaung, 2014).
Data yang dikumpulkan berupa data primer, data sekunder, data historisis,
data teknis, serta informasi lainnya.
a. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari
individu seperti hasil pengisian kuesioner maupun pengukuran. Data primer
14

dapat berupa data primer sistem kelistrikan, data primer sistem termal serta
data primer proses produksi.
b. Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut yang
disajikan baik oleh pengumpul data primer atau pihak lain.
c. Data historis merupakan informasi umum tentang obyek audit konsumsi
energi beberapa tahun terakhir.
d. Data teknis merupakan data tentang peralatan utama pemanfaat energi seperti
kapasitas, jumlah unit serta performance (aktual dan design).
e. Informasi lain berupa konsumen energi utama, tingkat produksi, beban
peralatan, jam kerja, standar (SOP) yang digunakan, petugas energi,
kompetensi, sistem manajemen energi, pemeliharaan (jadwal dan
pelaksanaan) serta indikator keberhasilan kinerja.

2.1.3.3 Analisis/Evaluasi Data


Analisis data dilakukan melalui teknik analisis data, seperti membuat matrik
manajemen energi, tabulasi data, penggambaran data, benchmarking, analisis
statistik, kecenderungan, kinerja sistem energi, faktor yang mempengaruhi
kinerja, diagram sebab akibat serta cost benefit (A. Roni Alwis, 2014).
1. Matrik manajemen energi
Matriks manajemen energi teridiri dari 6 kolom dan 5 baris, dimana:
a. Setiap kolom berkaitan dengan satu dari enam aspek pilar manajemen energi
dalam organisasi.
b. Baris matrik menggambarkan posisi penerapan manajemen energi organisasi.
c. Semakin ke atas baris dalam tiap kolom semakin baik pengendalian aspek
manajemen energi di organisasi tersebut.
Analisis profil organisasional akan mengindikasikan kekuatan dan kelemahan
dari manajemen energi. Terdapat lima tingkat, “0-4”, yang menggambarkan
tingkatan terburuk hingga terbaik. Bentuk yang berbeda dari profil organisasional
berarti permasalahan yang berbeda untuk pengambilan tindakan.
Bentuk matrik manajemen energi yang menggambarkan profil organisasional
yaitu status implementasi sistem manajemen energi organisasi (Tabel 2)
15

Tabel 2. Matrik manajemen energi

Sumber : HAKE Ir. Parlindungan Marpaung (Melakukan Audit Energi di Industri)

Baris 0 s/d 4 merepresentasikan tingkat perbaikan status masing–masing


isu manajemen energi. Salah satu tujuan penerapan matriks adalah untuk
memetakan level atau status diri (Tabel 3).
a. Level 0
Pada level ini manajemen energi belum merupakan agenda dari organisasi.
Artinya tidak ada kebijakan manajemen energi, tidak ada struktur manajemen
energi formal, tidak ada pelaporan, tidak ada orang yang khusus menangani
energi.
b. Level 1
Status pada level ini sudah selangkah lebih maju dalam manajemen energi.
Namun perusahaan belum memiliki kebijakan resmi tentang manajemen
energi. Penugasan/penunjukan manajer energi sudah dilakukan. Manajer
energi mempromosikan kesadaran energi melalui jaringan informal yang
longgar dan berhubungan langsung dengan konsumsi energi. Manajer
memberikan saran dan rekomendasi perbaikan efisiensi energi.
16

c. Level 2
Pentingnya manajemen energi sudah dipahami oleh pihak manajemen senior
di perusahaan. Akan tetapi dalam prakteknya komitmen atau dukungan dalam
aktifitas manajemen energi belum ada.
d. Level 3
Manajer senior perusahaan sudah memahami nilai dan manfaat program
penghematan energi. Isu konsumsi energi sudah masuk secara terintegrasi
dalam struktur organisasi. Sistem informasi dan pelaporan yang lengkap juga
sudah diterapkan. Selain itu juga sudah disetujui sistem manajemen energi
dan investasi.
e. Level 4
Pada level ini konsumsi energi sudah merupakan prioritas utama di seluruh
organisasi. Kinerja aktual dipantau secara rutin dan dibandingkan dengan
target, keuntungan finansial dari setiap langkah-langkah efisiensi dihitung.
Pencapaian dibidang manajemen energi dilaporkan dengan baik dan
konsumsi energi dihubungkan dengan isu lingkungan hidup. Manajer senior
sangat berkomitmen dengan efisiensi energi.

Setelah status manajemen energi dalam organisasi (profil organisasional)


diketahui, maka kelemahan dan kelebihan dari tiap elemen sistem manajemen
energi sudah diketahui. Rekomendasi perbaikan dibuat sesuai potret profil
organisasional manajemen energi tersebut yaitu: menggeser profil organisasional
ke level atas dan menyeimbangkan level masing-masing isu pada kolomnya
(Parlindungan Marpaung, 2014).
17

Tabel 3. Diagnosa Umum Bentuk Matrik Manajemen


No Bentuk Diskripsi Diagnosa
1 Nilai 3 atau lebih Kinerja sangat bagus,
pada semua kolom masalahnya adalah dalam
mempertahankannya
Seimbang Tinggi
2 Nilai Kurang dari 3 Terjadi stagnasi
pada semua kolom

Seimbang Rendah
3 Ada 2 kolom di dalam Ekspektasi menaik
nilai rendah

Bentuk U
4 Ada 2 kolom diluar Pencapaian di tengah sia-sia
nilai rendah

Bentuk N
5 Ada 1 kolom sangat Pencapaian yang sangat
rendah dibanding lain rendah pada kolom ini akan
menghambat keberhasilan
Bentuk V
6 Ada 1 kolom sangat Usaha pada area ini akan sia-
tinggi dibanding lain sia karena kekurangan pada
area-area yang lain
Bentuk Puncak
7 Ada 2 atau 3 kolom Semakin besar
mempunyai nilai ketidakseimbangan akan
kurang dari 2 semakin sulit mengatasinya
Tidak Seimbang

sumber: Parlindungan Marpaung, 2014


18

2. Analisis Data Historis


Analisis data historis dilakukan dengan membuat tabulasi data,
pengelompokkan data serta penggambaran data (bentuk gambar/grafik), baik data
sistem kelistrikan maupun data sistem termal.
3. Analisis Teknis
Analisis teknis dilakukan dengan menganalisa kondisi operasi produksi,
neraca energi, serta potensi penghematan energi.
4. Analisa Biaya/Cost
Analisa biaya mempertimbangkan besaran dari potensi penghematan energi
terhadap investasi yang harus dikeluarkan untuk menjalankan proyek tersebut
termasuk rekomendasi yang diusulkan. Berdasarkan UU No 14 Tahun 2012
tentang Manajemen Energi pasal 10,11, 12 disebutkan bahwa rekomendasi terdiri
atas:
a. Rekomendasi Tanpa Investasi
Rekomendasi hasil audit energi yang tidak membutuhkan biaya dalam
pengimplementasiannya
b. Rekomendasi Investasi Rendah
Rekomendasi hasil analisis biaya dengan kriteria penghematan energi sampai
dengan 10% sampai 20% dari waktu pengembalian investasi antara 2 tahun
sampai 4 tahun
c. Rekomendasi Investasi Menengah
Rekomendasi hasil analisis biaya dengan kriteria penghematan energi sampai
dengan 10% sampai 20% dari waktu pengembalian investasi antara 2 tahun
sampai 4 tahun
d. Rekomendasi Investasi Tinggi
Rekomendasi hasil analisis biaya dengan kriteria penghematan energi lebih
dari 20% dari waktu pengembalian investasi lebih dari 4 tahun
19

2.2 Gambaran Umum Penggunaan Energi di Industri Pulp


Salah satu sektor industri dengan intensitas energi yang tinggi adalah industri
pulp. PT. Tanjungenim Lestari Pulp and Paper merupakan pabrik pulp yang
pertama di Sumatera Selatan. Pabrik PT.TEL PP berlokasi di Kabupaten Muara
Enim, Sumatera Selatan dan mulai memproduksi pulp pada Desember 1999.
Produksi utama perusahaan ini adalah market pulp yang dibuat dari pohon Acasia
Manginum, dengan produksi rata-rata 450.000 ton pulp per tahun dan konsumsi
energi rata-rata sebesar 365.000 TOE per tahun (A. Roni Alwis, 2014)
Karakteristik teknologi yang digunakan untuk industri pulp bergantung dari
jenis bahan baku, proses pembuatan pulp dan kualitas produk yang dihasilkan.
PT TEL PP memiliki pembangkit energi yang diperlukan untuk proses pembuatan
pulp dengan memanfaatkan limbah kayu sebagai sumber energi utamanya, yaitu
kulit kayu (bark) dan black liquor. Selain itu, digunakan pula sumber energi lain,
yaitu gas alam untuk proses pembakaran di lime kiln dan NCG Treatment Plant
serta MFO (Marine Fuel Oil) dan Solar untuk memenuhi kekurangan bahan bakar
di pembangkit listrik (Power Boiler dan Recovery Boiler).
Jenis energi utama yang digunakan di proses pembuatan pulp adalah energi
thermal (steam) dan listrik. Steam digunakan terutama diproses pemasakan,
chemical recovery dan pengeringan pulp. Ada dua jenis steam yang digunakan
dalam proses produksi Pulp, yaitu Medium Pressure Steam (tekanan 12,45 bar
dan suhu 253,6 0C) dan Low Pressure Steam (temperatur tekanan 3,46 bar dan
suhu 150,89 0C). Steam yang diproduksi selain digunakan untuk membangkitkan
listrik juga didistribusikan untuk proses pembuatan pulp maupun di proses
Chemical plant dan Chemical recovery. Energi Listrik digunakan untuk
menggerakkan motor-motor listrik yang digunakan pada proses produksi pulp.
Secara umum, konsumsi energi di industri ini digunakan dalam produksi pulp
yang dideskripsikan pada Gambar 3.
20

Sumber : A. Roni Alwis, 2014


Gambar 3. Distribusi Proses PT TEL Pulp and Paper

Area Chemical Plant Department merupakan department pendukung dalam


penyediaan bahan kimia yang akan digunakan di PT TEL PP. Area ini juga paling
banyak mengkonsumsi energi terutama energi listrik.

2.2.1 Pemetaan Energi Area Chlor Alkali Plant


2.2.1.1 Pemetaan Energi Listrik Area Chlor Alkali Plant
Chlor alkali plant merupakan plant yang menghasilkan produk NaOH dan
Chlorine. Produk tersebut dihasilkan melalui proses elektrolisis menggunakan
electrolyzer FM 1500 yang tersusun atas katoda dan anoda yang dipisahkan oleh
membran. Sebuah cell elektrokimia dibentuk oleh sebuah membrane dan anoda
serta katoda yang bersebelahan. Compartment anoda diisi dengan anolyte dan
compartment katoda berisi catholyte. Katoda (elektrode yang bermuatan negatif),
fungsinya memproduksi hidrogen dan caustic. Anoda (elektrode yang bermuatan
positif), fungsinya memproduksi chlorine. Ruang sel terdiri dari electrolyzer FM
1500. Ruang sel berisi 18 electrolyzer yang disusun dalam dua jalur yang masing-
masing terdapat 9 electrolyzer. Arus listrik mengalir ke electrolyzer yang pertama
dan mengalir dari satu electrolyzer ke electrolyzer lain hingga electrolyzer yang
21

terakhir. Brine mengalir melalui electrolyzer secara paralel. Electrolyzer secara


elektrik dihubungkan secara seri terhadap reactifier. Arus listrik disuplai oleh
transformer/reactifier. Elektron mengalir melalui penghantar ke flexible connector
dan menuju ke anoda cell yang pertama dan menghasilkan gas hidrogen dan
caustic. Elektron dilepaskan di anoda sehingga chlorine dihasilkan. Membran
menjaga agar brine dan chlorine tidak mengalir ke compartment katoda (PT. TEL
PP, 1998).
Pemetaan energi listrik area Chlor Alkali Plant terdapat pada Gambar 3
berikut ini.
hydrogen
Garam Caustic
(Brine) Electrolyzer FM
Brine Filtration Brine Exchanger
Brine Preparation 1500

to HCl synthesis Chlorine cooling and


Chlorine Compression
drying

Electricity

Gambar 4. Pemetaan Energi Listrik Area Chlor Alkali Plant


Elektrolisis merupakan penguraian senyawa kimia oleh arus listrik searah.
Elektrolisis ini mengkonsumsi listrik sebesar 3.0 V di setiap cell membrane
electrolyzer yang berjumlah 18 buah. Reaksi yang terjadi:
2NaCl + 2H2O + electricity 2NaOH + Cl2 + H2 (1)

Chlor alkali plant menggunakan bahan baku NaCl (garam) untuk


menghasilkan larutan NaOH dan gas chlorine melalui sel elektrolisis yang
digunakan untuk mengubah energi listrik menjadi energi kimia.
NaOH yang dihasilkan akan digunakan di cooking dan di bleaching plant,
sedangkan gas chlorine digunakan untuk sintesa HCl pada unit Chlorine Dioxide
plant
22

2.2.1.2 Pemetaan Energi Steam Chlor Alkali Plant


Area chlor alkali plant menggunakan LP-steam pada salt transfer pit (brine
preparation), deionized brine tank (brine ion exchange), catholyte tank
(electrolyzer FM 1500) (PT. TEL PP, 1998)
Pemetaan energi steam area Chlor Alkali Plant terdapat pada Gambar 4
berikut ini.

hydrogen

Garam Caustic
(Brine) Electrolyzer FM
Brine Preparation Brine Filtration Brine Exchanger
1500

to HCl synthesis Chlorine cooling and


Chlorine Compression
drying
LP-STEAM

Gambar 5. Pemetaan Energi Steam Area Chlor Alkali Plant


Bahan baku yang digunakan berupa garam (NaCl) yang diimpor dari
Australia. Garam tersebut dipreparasi menjadi brine (larutan garam).
1. Brine Preparation
Penghilangan kandungan senyawa pengotor pada garam seperti Ca, Mg yang
harus dihilangkan agar tidak merusak membran pada electrolyzer, dengan
menggunakan Na2CO3 sebagai senyawa yang memisahkan pengotor tersebut.
dengan menggunakan LP-Steam untuk menjenuhkan brine.
2. Brine Filtration
Filtrasi merupakan proses yang fungsinya untuk memisahkan padatan yang
terbentuk selama pengolahan Brine Exchanger
3. Brine exchanger merupakan proses pemurnian dalam ion exchange untuk
menjaga konsentrasi brine 30 gr/L dengan kandungan Mg, Ca <30 ppb.
23

2.2.2 Pemetaan Energi Area Chlor Dioxide Plant


2.2.2.1 Pemetaan Energi Listrik Area Chlorine Dioxide Plant
Sodium chlorate electrolyzer berfungsi menghasilkan produk intermediate
berupa NaClO3 melalui elektrolisis larutan NaCl yang akan digunakan sebagai
pembuatan ClO2 dalam ClO2 plant. Elektrolisis ini juga mengkonsumsi listrik di
setiap cell electrolyzer yang berjumlah 44 buah. Setiap sel dari electrolyzer
dipisahkan dari sel sebelahnya oleh plat penghantar yang terbuat dari logam. Plat
ini terdiri atas plat titanium (anoda) dan plat baja (katoda) yang saling terhubung
membentuk susunan elektroda kecil sebanyak 11 sel pada chlorate cell room yang
memiliki 4 electrolyzer. Aliran cairan dalam electrolyzer mengalir secara paralel,
sedangkan arus listrik mengalir secara seri. Larutan klorat/garam masuk dari
bagian bawah sel dan mengalir ke atas diantara elektroda, dimana terjadi
elektrolisis. Cairan dan hidrogen yang dihasilkan keluar dibagian atas sel dan
mengalir ketas riser, kemudian gasifier. Arus searah mengalir dari ujung
electrolyzer yang satu ke yang lainnya melewati sel ke sel. Dengan susunan ini,
arus mengalir dari plat penghantar ke anoda melalui elektrolit dan menuju ke
katoda dari plat penghantar selanjutnya. Ketika arus searah dialirkan ke sel, terjadi
elektrolisis garam. Hidrogen terbentuk di katoda dan klorin di anoda (PT. TEL
PP, 1998). Klorin dan NaOH bereaksi cepat membentuk sodium klorat.
NaCl + 3H2O NaClO3 + 3H2 (2)
Pada unit HCl, dilakukan reaksi antara gas hidrogen dan gas chlorine
untuk menghasilkan HCl melalui combustion. Gas chlorine yang dihasilkan dari
chlor alkali plant direaksikan dengan gas hidrogen yang berasal dari sodium
chlorate plant di dalam HCl burner. Reaksi yang terjadi:
H2 + Cl2 2HCl (3)
HC1 yang terbentuk berupa gas yang kemudian diserap oleh air. HCl yang
dihasilkan dengan konsentrasi 32% selanjutnya akan digunakan dalam ClO2 plant
untuk menghasilkan ClO2. Reaksi ini berlangsung di dalam chlorine dioxide
generator. Generator ialah bejana yang didesain khusus sengan 9 ruangan
(compartment). Gas ClO2 meninggalkan bagian atas generator menuju bagian
bawah chlorine dioxide absorber. Dalam absorber, gas ClO2 menuju ke atas tower
24

dan diserap chilled water yang mengalir turun dari atas tower. Larutan ClO2
berkumpul dibagian bawah absorber dan dipompakan ke storage tank sebelum
digunakan untuk proses bleaching di Bleaching Plant. Gas yang tidak terserap
keluar dari atas tower masuk ke weak chlorine blower untuk direcycle sebagian ke
generator sebagai pengencer gas klorin dioksida.
NaClO3 + 2HC1 ClO2 + 1/2Cl2 + NaCl + H2O (4)
Pemetaan energi listrik area Chlorine Dioxide Plant terdapat pada Gambar 5
berikut ini.

Hydrogen Chlorine from


Sodium Chlorate HCl Synthesis Chlor Alkali
Electrolysis
Electricty
Sodium
Chlorate Chloride Acid

Chlorine Dioxide

Gambar 6. Pemetaan Energi Listrik Area Chlorine Dioxide Plant

2.2.2.2 Pemetaan Energi Steam Chlorine Dioxide Plant


Area chlorine dioxide plant menggunakan MP-steam pada weak chlorate
evaporator (chlorine dioxide production). Cairan depleted weak chlorate yang
overflow dari compartment terakhir generator dialirkan masuk ke weak chlorate
evaporator. Evaporator menggunakan steam untuk memanaskan cairan weak
chlorate dan menguapkan sebagian air dari larutan. Air yang berlebih yang
berasal dari HCL dan yang dihasilkan dari reaksi klorin dioksida, harus diuapkan
dan dikeluarkan untuk menjaga konsentrasi cairan klorat yang tepat. Uap air
dikondensasi dan didinginkan dalam evaporator condenser yang kemudian
ditransfer ke absorber. Cairan weak chlorate dipompakan dari evaporator kembali
ke chlorate reactor untuk diproses kembali.
Konsumsi LP-steam pada ClO2 generator #1 dan ClO2 generator #2
(chlorine dioxide production), water chiller (chilled water system), new water
chiller (new chilled water system). Sebagaimana terdapat pada Gambar 6.
25

Hydrogen Chlorine from


Sodium Chlorate HCl Synthesis Chlor Alkali
Electrolysis

Sodium
Chlorate Chloride Acid

Chlorine Dioxide
Production
LP-STEAM
MP-STEAM
Chilled Water
System
New Chilled
Water System

Gambar 7. Pemetaan Energi Steam Area Chlorine Dioxide Plant

NaClO3 yang dihasilkan dari NaClO3 plant dialirkan kedalam ClO2


generator. Selanjutnya dalam suasana asam NaClO3 tersebut akan mengalami
reduksi menghasilkan ClO2. Reaksi yang terjadi:
NaClO3 + 2HC1 ClO2 + 1/2Cl2 + NaCl + H2O (5)
NaClO + 6HC1 3Cl2 + NaCl + 3H2O (6)
Gas ClO2 dan gas chlorine yang tercampur dipisahkan melalui absorb
dengan air dingin pada 7°C untuk menghasilkan larutan ClO2. Gas chlorine yang
tidak diserap digunakan dalam HC1 plant. Larutan ClO2 yang terbentuk
digunakan untuk proses bleaching (PT. TEL PP, 1998).

2.3 Intensitas Penggunaan Energi di Industri Pulp dan Kertas


Intensitas energi di industri pulp dan kertas ditentukan oleh beberapa faktor
antara lain: teknologi, bahan baku, product mix, dan tingkat kapasitas produksi.
Perbandingan penggunaan energi (benchmark) pada pembuatan pulp dan kertas di
beberapa negara dapat terlihat pada tabel 4 berikut ini. Dibandingkan industri
kertas, industri pulp dapat menggunakan hampir seluruh byproduct-nya (black
liquor dan biomassa) untuk memenuhi kebutuhan energi bagi seluruh mill. Hal ini
menyebabkan biaya energi per ton produk akan lebih rendah dibandingkan dengan
industri kertas yang masih memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap bahan
bakar fosil.
26

Tabel 4. Konsumsi Energi Industri Pulp dan Kertas di beberapa Negara


Konsumsi Steam
Konsumsi Listrik (kWh/Ton)
(ton steam / ton produk)
Unit Proses Brazil (Mill A) Jepang
Scandinavia Brazil Jepang LPSteam MPSteam Total
Steam
Wood Handling 60 24 – 32 - - - -
Fiber Line 275 266 - 302 290 - - -
Digester– - - - 1
Bleaching, 0,55 0,72
- - - 0,4
Chemical Plant
Pulp Drying 120 - - 0,04 0,85 -
Recovery dan
- 304 - 2,6 0,48 -
Utilitas
Sumber : A.Roni Alwis, 2014

2.4 Parameter Utama Analisis Audit Energi


2.4.1 Konsumsi Energi (kWh, Kkal, MMBTU)
Energi didefinisikan sebagai kemampuan suatu benda/alat untuk melakukan
kerja atau usaha. Sedangkan energi listrik adalah energi yang ditimbulkan oleh
muatan listrik (statis) sehingga mengakibatkan gerakan muatan listrik (dinamis).
Dalam teorinya dicontohkan yaitu beda potensial (tegangan) menimbulkan
(membutuhkan) energi untuk menggerakkan muatan elektron dari titik potensial
rendah menuju titik potensial tinggi (Hanapi Gunawan, 1999: 39)
2.4.1.1 Konsumsi Energi Listrik (kWh)
Apabila dalam sebuah rangkaian diberi potensial V sehingga menyebabkan
aliran muatan listrik Q dan arus sebesar I, maka disebut energi listrik, berdasarkan
persamaan (Eugene C. Lister, 1993: 40):
W = Q x V.........................(7)
dengan
Q = I x t..............................(8)
maka rumus energi listrik dapat pula ditulis :
W = V x I x t.......................(9)
27

dimana :
W = Energi listrik dengan satuan Joule (J)
Q = Muatan listrik dengan satuan Coulomb (C)
V = Beda potensial dengan satuan volt (V)
I = Kuat arus dengan satuan Ampere (A)
t = waktu dengan satuan Second (s)
W merupakan energi listrik dalam satuan Joule. Dimana diketahui bahwa 1
Joule adalah energi yang diperlukan untuk memindahkan muatan sebesar 1
Coulomb (6.24 x 1018muatan), dengan beda potensial sebesar 1 volt.
Daya listrik adalah kemampuan suatu alat untuk mengubah energi listrik
menjadi energi lain persatuan waktu menggunakan persamaan (Eugene C. Lister,
1993: 40):
𝑊
P= ......... (10) P= 𝑉. 𝑖 ........ (11) W= P.t .......(12)
𝑡
Ket. P = Daya (watt)
W = energi (joule)
V = tegangan ( volt)
I = kuat arus ( Ampere)
t = waktu (sekon)
Satuan untuk Daya listrik adalah Joule/secon atau Watt.
Dalam dunia kelistrikan, terdapat 3 jenis daya listrik yaitu :
1. Daya Aktif (P)
2. Daya Reaktif (Q)
3. Daya Semu (S)
Ketiganya saling berkaitan dan berhubungan dalam Segitiga Daya. Segitiga
Daya atau Power Triangle adalah sebuah istilah yang menggambarkan hubungan
antara 3 jenis daya listrik. Daya yang dimaksud adalah daya aktif, daya reaktif dan
daya semu. Dalam hal ini yang memiliki hubungan adalah vektor dari daya-daya
tersebut yang pada umumnya digambarkan dalam sebuah diagram
kartesius (cartesius) sebagaimana Gambar 8. (Hanapi Gunawan, 1999: 169)
28

Sumber : Hanapi Gunawan, 1999


Gambar 8. Diagram Kartesius Segitiga Daya

Pada dasarnya segitiga daya adalah hubungan antara dua vektor dari dua jenis
daya yaitu daya aktif dan daya reaktif yang digambarkan ke dalam diagram
kartesius (Gambar 9). Masing masing-masing daya diserap oleh resistansi yang
berbeda. Daya aktif diserap oleh hambatan R dan daya reaktif diserap oleh
reaktansi X (induktor atau kapasitor). Sedangkan daya semu adalah total dari daya
secara keseluruhan (Hanapi Gunawan, 1999: 169).

Sumber : Hanapi Gunawan, 1999


Gambar 9. Konsep Segitiga Daya

1. Daya aktif adalah daya nyata (real), vektor untuk daya aktif selalu bernilai
positif. Pada diagram kartesius vektor daya aktif berada pada sumbu
horizontal (x-axis). Daya listrik yang diserap oleh hambatan (R) murni
ketika dialiri arus listrik pada persamaan (Hanapi Gunawan, 1999: 169).
P = V x I x √3 x cos φ..................(13)
Satuan untuk daya aktif adalah watt.
29

2. Sementara daya reaktif adalah daya imajiner, vektor untuk daya reaktif bisa
bernilai positif atau negatif bergantung dari reaktansi X (induktor atau
kapasitor). Pada diagram kartesius vektor daya reaktif berada pada sumbu
vertikal (y-axis) persamaan (Hanapi Gunawan, 1999: 169).
P = V x I sin 𝜑..................(14)
Satuan untuk daya reaktif adalah Volt Ampere Reactive (VAR)
3. Daya semu merupakan resultan dari vektor dari daya aktif dan daya reaktif.
Pada diagram kartesius digambarkan menyesuaikan dari vektor daya aktif
dan daya reaktif. Daya semu hanya berada pada kuadran 1 dan 4
dikarenakan nilai daya aktif yang selalu bernilai postif. (Hanapi Gunawan,
1999: 39)
S= V x I ..................(15)
S = P2 + Q2 ..................(16)
2

Satuan untuk daya semu adalah Volt Ampere Reactive (VAR)

2.4.1.2 Konsumsi Energi Steam (Kkal)


Banyaknya Steam yang dihasilkan sama dengan banyaknya listrik yang
digunakan sehingga banyaknya kalor yang dihasilkan maupun listrik yang
digunakan dapat dihitung dengan persamaan (Hougen:255)
Q = n . Cp . ΔT.................. (17)
Q = n. ΔHf........................ (18)
Keterangan: Q = Kalor (kkal)
Cp = kapasitas panas (kkal/kmol K)
ΔT = Selisih Temperatur (K)
n = mol
ΔHf = entalpi yang dihasilkan (kkal/mol)
Sistem distribusi steam yang efisien adalah penting untuk pemasokan steam
dengan kualitas dan tekanan yang benar ke peralatan yang menggunakan steam.
Komponen penting pada sistem distribusi akan dijelaskan pada bagian
berikut:
30

1. Pipa-pipa
Pipa steam biasanya dibuat dari steel. Bahan yang sama juga dapat
digunakan untuk jalur kondensat, walaupun pipa tembaga lebih disukai oleh
beberapa industri. Untuk saluran pipa steam lewat jenuh yang bersuhu tinggi,
ditambahkan bahan campuran seperti chromium dan molybdenum untuk
memperbaiki kuat tarik dan resistansi terhadap lelehan pada suhu tinggi. Biasanya
pipa dipasok dengan panjang 6 meter.
Tujuan dari sistem distribusi steam adalah untuk memasok steam pada
tekanan yang benar sampai ke titik penggunaan. Ukuran saluran pemipaan
merupakan faktor penting (Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asi –
www.energyefficiencyasia.org.)
2. Titik pengeluaran
Titik pengeluaran harus menjamin bahwa kondensat dapat mencapai steam
trap. Titik-titik pengeluaran kondensat harus dipertimbangan dengan baik pada
saat perencanaan. Pertimbangan harus juga diberikan pada kondensat yang
tertinggal dalam saluran pipa steam pada saat operasi dimatikan, dimana aliran
steam mati. Gravitasi akan menjamin bahwa air (kondensat) akan berjalan
sepanjang pipa miring dan mengumpul pada titik terendah pada sistim.Oleh
karena itu steam traps harus diletakkan pada titik-titik terendah pada sistem
tersebut. Sejumlah besar kondensat akan terbentuk dalam saluran pipa steam pada
kondisi start-up sehingga titik-titik pengeluaran kondensat dibuat untuk setiap
panjang pipa 30m sampai 50m, dan juga pada titik terendah seperti pada bagian
terbawah aliran pipa. Dalam operasi yang normal, steam mengalir sepanjang saluran
pipa pada kecepatan sampai mencapai 145 km/jam, menarik kondensat bersamaan
dengannya. (Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia–
www.energyefficiencyasia.org.)
3. Jalur cabang
Jalur cabang 7 biasanya lebih pendek dari pipa saluran utama steam. Oleh
karena itu, sebagaimana aturan umum, selama panjang jalur cabang tidak lebih
dari 10 meter, dan tekanan dalam pipa saluran cukup, maka memungkinkan untuk
memperkirakan pipa tetap pada kecepatan 25 sampai 40 m/detik, dan tidak perlu
31

khawatir terhadap penurunan tekanananny (Pedoman Efisiensi Energi untuk


Industri di Asi – www.energyefficiencyasia.org.).
4. Steam traps
Sistem steam tidak dapat dikatakan lengkap tanpa adanya komponen
penting „steam trap‟ (atau trap). Ini merupakan hubungan yang paling penting
dalam loop kondensat sebab alat ini menghubungkan penggunaan steam dengan
pengembalian kondensat. Steam trap benar-benar secara harfiah berarti
„membersihkan‟ kondensat, (juga udara dan gas- gas yang tidak dapat
terkondensasi), keluar sistem, membiarkan steam mencapai tujuannya sedapat
mungkin dalam keadaan/kondisi kering untuk memperlihatkan kerjanya yang
efisien dan ekonomis..

2.4.2 Intensitas Konsumsi Energi (kWh, GJ/satuan produk)


Berdasarkan pedoman audit energi untuk intensitas konsumsi energi
diperoleh persamaan (Kementerian Perindustrian, 2014: 13)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 𝑚𝑎𝑢𝑝𝑢𝑛 𝑙𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑘 𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 (𝐺𝐽 ,𝑘𝑤 ,𝑡𝑜𝑛 )
IKE = ..... (19)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛 (𝐴𝑑𝑡 )

2.4.3 Pengkajian Kehilangan Panas dari Permukaan yang Tidak Diisolasi


dari Sistem Distribusi Steam
Pengkajian terhadap steam traps, terhadap kehilangan panas dari
permukaan yang tidak diisolasi dan terhadap penghematan dari pemanfaatan
kembali kondensat.
Keefektifan isolasi mengikuti hukum pengembalian menurun. Hal ini
berarti bahwa isolasi menghasilkan penghematan biaya dan energi, namun dengan
meningkatnya ketebalan isolasi tambahan jumlah energi dan biaya yang dapat
dihemat menjadi menurun. Pada tingkatan tertentu, penambahan isolasi tidak lagi
secara ekonomis dapat diterima. Titik dimana jumlah isolasi memberikan
pengembalian investasi terbesar dinamakan “ketebalan ekonomis isolasi” (KEI)
KEI dihitung berdasarkan faktor- faktor berikut (UNEP, 2014):
1. Biaya bahan bakar
2. Jam operasi setiap tahunnya
32

3. Kandungan panas bahan bakar dan efisiensi boiler


4. Suhu operasi permukaan
5. Diameter/tebal permukaan pipa
6. Perkiraan biaya isolasi
7. Suhu udara rata-rata yang terbuka ke ambien
Rugi Panas Akibat Konduksi dari pipa dan katup tanpa isolasi
Heat Loss akibat konduksi dapat dihitung dengan persamaan (Kern: 17)
𝑟𝑜
ln ( )
𝑟1
Rth = .................... (20)
2 𝜋𝑘𝐿
∆𝑇
Q konduksi = .............. (21)
Rth
Keterangan: Q = kalor yang dihasilkan (Kkal)
Rth = resistansi termal (W°C)
ro = jari-jari pipa bagian luar (m)
r1 = jari-jari pipa bagian dalam (m)
ΔT = Selisih Temperatur (oC)
k = konduktivitas termal (W/m oC)
L = Panjang pipa (m)
Kehilangan bahan bakar ekivalen/konsumsi steam setara solar:
Eq. Solar = Hs x Jam Operasi / tahun Sumber: Pedoman Efisiensi
Energi untuk Industri di Asia –
GCV Solar x ƞboiler (www.energyefficiencyasia.org.)
(22)

Biaya Tahunan kerugian bahan bakar:


Sumber: Pedoman Efisiensi Energi untuk
Rugi Solar Eq Solar x harga Industri di Asia –
(liter/tahun) = bahan bakar (www.energyefficiencyasia.org............(23)

Persentase Penghematan (Kementerian Perindustrian, 2014) yang diperoleh:


Peluang Penghematan Energi (PPE )
Persentase Penghematan steam = x 100%.(24)
Konsumsi Steam PraAudit
Waktu pengembalian modal Investasi (Kementerian Perindustrian, 2014):
Biaya Investasi
Waktu pengembalian modal = x 100% ........(25)
Penghematan Biaya pertahun

Anda mungkin juga menyukai