Anda di halaman 1dari 34

Nilai:

Tanda tangan:

LAPORAN KASUS

FRAKTUR 1/3 PROXIMAL OS ULNA SINISTRA


POST EXTERNAL FIXATION

Pembimbing:
dr. M. Yogialamsa, MS, Sp.OT (K)

Disusun Oleh:
Retty Tonapa
112017230

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA


DR. ESNAWAN ANTARIKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA
WACANA PERIODE 5 NOVEMBER S/D 12 JANUARI 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi kasus dengan judul :


Fraktur 1/3 Proximal Os Ulna Sinistra
post External Fixation

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik


Ilmu Bedah RSAU Dr. Esnawan Antariksa periode 5 November s/d 12 Januari 2019

Disusun oleh:

Retty Tonapa
112017230

Telah diterima dan disetujui oleh dr. M. Yogialamsa, MS, Sp.OT (K)

selaku dokter pembimbing Departemen Ortopedi RSAU Dr. Esnawan Antariksa

Jakarta, 27 Desember 2018

dr. M. Yogialamsya, MS, Sp.OT (K)


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
LEMBAR PENILAIAN

Nama Retty Tonapa

NIM 112017230

Tanggal Desember 2018

Judul Fraktur 1/3 Proximal Os Ulna Sinistra post External Fixation

Skor
Aspek yang dinilai
1 2 3 4 5
Pengumpulan data

Analisa masalah

Penguasaan teori

Referensi

Pengambilan keputusan klinis

Cara penyajian

Bentuk laporan

Total

Nilai %= (Total/35)x100%

Keterangan : 1 = sangat kurang (20%), 2 = kurang (40%), 3 = sedang (60%), 4 = baik (80%),
dan 5 =sangat baik (100%)

Komentar penilai
Nama Penilai : dr. M. Yogialamsa, MS, Sp.OT (K) Paraf/Stempel
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU BEDAH
RSAU dr. Esnawan Antariksa

Nama Mahasiswa : Retty Tonapa Tanda Tangan


NIM : 112017230
Dokter Pembimbing : dr. M. Yogialamsya, MS, Sp.OT (K)

I.IDENTITAS

Nama lengkap : DK Jenis kelamin : Laki-laki

Tanggal lahir: 14/12/2001 Suku Bangsa : Jawa

Status Perkawinan : Belum Menikah Agama : Islam

Pekerjaan :Pelajar/Mahasiswa Pendidikan : SMA

Alamat : Kebonpala, Makasar, Jakarta Timur

II. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 6 Desember 2018 Jam:07.30 WIB

Keluhan utama
Nyeri pada lengan bawah kiri

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan nyeri lengan kiri bawah sejak 1 bulan SMRS post
kecelakaan lalu lintas. Setelah mengalami kecelakaan nyeri tidak langsung dirasakan pasien.
Nyeri baru dirasakan setelah 3 jam kecelakaan. Awal nyeri terasa berdenyut-denyut. Nyeri dirasa
memberat terutama saat melakukan gerakan-gerakan kecil pada lengan kirinya. Pasien juga
mengatakan lengan bawah kirinya terdapat benjolan yang nyeri. Nyeri juga dirasa bertambah saat
ditekan. Keluhan lain pasien sulit menggerakan lengan kirinya. Pasien masih dapat menggerakkan
jari-jari tangan kirinya.
Kecelakaan terjadi saat pasien pulang dari rumah temannya dan ketika hendak
menyeberang jalan tiba-tiba pasien di tabrak oleh bus dari sisi kirinya. Pasien jatuh tidak sadarkan
diri dan langsung di bawa ke puskesmas terdekat. Pasien tidak sadarkan diri ± setengah jam
setelah kecelakaan terjadi. Mual muntah tidak ada, keluar darah dari hidung dan telinga tidak ada.
Pasien mendapat pertolongan pertama dan kemudian di rujuk ke RS Polri Kramat Jati dan
dilakukan foto rontgen. Menurut pengakuan orangtua pasien hanya diberi obat anti nyeri dan
antibiotik. Kemudian pasien kontrol ke poli RSAU karena keluhan dirasanya tidak membaik.
Pasien masih merasa nyeri dan sulit untuk menggerakkan lengan kirinya, mual muntah tidak ada.
Pasien tidak mengalami gangguan BAK maupun BAB.

Penyakit Dahulu ( Tahun, diisi bila ya ( + ), bila tidak ( - ) )


(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu ginjal
(-) Cacar air (-) Disentri (-) Burut (Hernia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit prostate
(-) Batu rejan (-) Tifus Abdominalis (-) Wasir
(-) Campak (-) Skrofula (-) Diabetes
(-) Influensa (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Korea (-) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh
(-) Demam Rematik (-) Ulkus Ventrikuli (-) Perdarahan otak
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis
(-) Pleuritis (-) Gastritis (-) Neurosis
(-) Tuberkolosis (-) Batu Empedu Lain Lain: (-) Operasi
(-)Kecelakaan

Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi ✓
Asma ✓
Tuberkolosis ✓
Artritis ✓
Rematisme ✓
Hipertensi ✓ Ibu pasien
Jantung ✓
Ginjal ✓
Lambung ✓

Riwayat Hidup
Riwayat Kelahiran
Tempatlahir: (-) Di rumah (-) Rumah Bersalin (-) R.S. Bersalin
Ditolongoleh: (-) Dokter (+) Bidan (-) Dukun
(-) Lain-lain

Riwayat makanan
Frekuensi/hari : 3x/hari
Jumlah/hari : cukup
Variasi/hari : bervariasi
Nafsu makan : baik

ANAMNESIS SISTEM
Catat keluhan tambahan positif disamping judul–judul yang bersangkutan. Harap
diisi: Bila ya (+), bila tidak (-).
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam
(-) Kuku (-) Kuning / Ikterus (-) Sianosis
(-) Lain – lain
Kepala
(-) Trauma (-) Sakit kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada sinus

Mata
(-) Nyeri (-) Radang
(-) Sekret (-) Gangguan penglihatan
(-) Kuning / Ikterus (-) Ketajaman penglihatan

Telinga
(-) Nyeri (-) Gangguan pendengaran
(-) Sekret (-) Kehilangan pendengaran
(-) Tinitus

Hidung
(-) Trauma (-) Gejala penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis

Mulut
(-) Bibir (-) Lidah
(-) Gusi (-) Gangguan pengecap
(-) Selaput (-) Stomatisis

Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorokan (-) Perubahan suara

Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri leher

Dada ( Jantung / Paru – paru)


(-) Nyeri dada (-) Sesak napas
(-) Berdebar (-) Batuk darah
(-) Ortopnoe (-) Batuk

Abdomen (Lambung/ Usus)


(-) Rasa kembung (-) Wasir
(-) Mual (-) Mencret
(-) Muntah (-) Tinja darah
(-) Muntah darah (-) Tinja berwarna dempul
(-) Sukar menelan (-) Tinja berwarna ter
(-) Nyeri perut, kolik (-) Benjolan
(-) Perut membesar

Saluran kemih / Alat kelamin


(-) Disuria (-) Kencing nanah
(-) Stranguri (-) Kolik
(-) Polliuria (-) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria
(-) Hematuria (-) Retensi urin
(-) Kencing batu (-) Kencing menetes
(-) Ngompol (tidak disadari) (-) Penyakit prostat

Saraf dan Otot


(-) Anestesi (-) Sukar mengingat
(-) Parestesi (-) Ataksia
(-) Otot lemah (-) Hipo / Hiper-esthesi
(-) Kejang (-) Pingsan
(-) Afasia (-) Kedutan (’tick’)
(-) Amnesia (-) Pusing (Vertigo)
(-) lain – lain (-) Gangguan bicara (Disarti)

Ekstremitas
(+) Bengkak (-) Deformitas
(+) Nyeri (-) Sianosis

III. STATUS GENERALIS


Status Umum

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 76x/menit, teratur, kuat
Pernafasan : 19x/menit
Suhu : 36,7 oC
Tinggi Badan : 162 cm
Berat Badan : 55 kg

Pemeriksaan Fisik

Kepala : normosefali
Rambut : rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor 3/3 mm, reflex
cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+
Telinga : normotia, darah (-/-), pus (-/-)
Hidung : deviasi septum (-), sekret -/-
Mulut : sianosis (-), lidah tidak kotor, oral hygiene baik
Tenggorokan : T1/T1 tenang, faring tidak hiperemis.
Leher : Tekanan Vena Jugularis (JVP) : tidak dilakukan
Kelenjar tiroid : tidak membesar
Kelenjar getah bening : tidak membesar
Thorax :
Paru-paru depan belakang

Inspeksi : simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis, tidak ada bagian dada
yang tertinggal, tidak tampak retraksi sela iga

Palpasi : vocal fremitus kanan kiri teraba sama kuat, nyeri tekan (-), benjolan -

Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Cor

Inspeksi : ictus cordis tak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V, linea midclavicularis kiri

Perkusi :Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra


Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra

Batas kiri : ICS V 1/3 lateral dari linea midclavicularis sinistra

Batas bawah : ICS VI linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Bentuk perut datar, tidak membuncit, warna kulit sawo matang, pelebaran
pembuluh darah (-)

Auskultasi : bising usus (+), normoperistaltik

Palpasi : defence muskular (-), nyeri tekan (+) di kuadran kanan bawah, nyeri tekan
(-), nyeri ketok CVA dextra (-)

Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen, ascites (-)

Ekstremitas
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus Normotonus Normotonus
Massa Tidak teraba massa Tidak teraba massa
Sendi Normal, tidak ada nyeri Normal, tidak ada nyeri
Gerakan Aktif Terbatas
Kekuatan 5 3
Oedem Tidak ada Ada

Tungkai & Kaki Kanan Kiri


Luka Tidak ada Tidak ada
Varises Tidak ada Tidak ada
Otot
Tonus Normotonus Normotonus
Massa Tidak teraba massa Tidak teraba massa
Sendi Normal, tidak ada nyeri Normal, tidak ada nyeri
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan Normal Normal
Edema Tidak ada Tidak ada

Refleks Kanan Kiri


Refleks tendon + +
Biseps + (sulit dinilai)
Triseps + (sulit dinilai)
Patella + +
Refleks kulit Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks patologis Negatif Negatif

Genitalia Eksterna

(Tidak dilakukan)

IV. STATUS LOKALIS

Regio antebrachii sinitra

Look : jejas (-), kemerahan (-), edem (+), tidak tampak adanya sianosis.

Feel : akral teraba lebih hangat, nyeri tekan (+), sensibilitas (+), kapiler refil (+)

Move : gerakan aktif dan pasif terbatas, nyeri apabila digerakkan

POSTERIOR

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

X-photo Regio Antebrachii AP Lateral (4/12/2018)

Hasil pemeriksaan : - Fraktur komplit pada os ulna 1/3 distal dengan posisi fragmen fraktur
agak tak segaris
- Os radius kiri tampak normal
- Sela sendi wrist joint kiri baik
VI. RINGKASAN (RESUME)

Pasien laki-laki usia 17 tahun datang dengan keluhan nyeri lengan kiri bawah sejak 1
bulan SMRS post kecelakaan lalu lintas. Awal nyeri terasa berdenyut-denyut. Nyeri dirasa
memberat terutama saat melakukan gerakan-gerakan kecil pada lengan kirinya. Pasien juga
mengatakan lengan bawah kirinya terdapat benjolan yang nyeri. Nyeri juga dirasa bertambah saat
ditekan. Keluhan lain pasien sulit menggerakan lengan kirinya.. Kecelakaan terjadi ketika
menyeberang jalan tiba-tiba pasien di tabrak oleh bus dari sisi kirinya. Pasien jatuh tidak sadarkan
diri dan langsung di bawa ke puskesmas terdekat. Pasien tidak sadarkan diri ± setengah jam
setelah kecelakaan terjadi. Mual muntah tidak ada, keluar darah dari hidung dan telinga tidak ada.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan regio
antebrachii didapatkan adanya edema pars medial dorsal dan nyeri tekan serta ROM terbatas. Dari
pemeriksaan penunjang didapatkan kesan fraktur komplit pada os ulna 1/3 distal dengan posisi
fragmen fraktur agak tak segaris.
VII. DIAGNOSIS KERJA

Fraktur 1/3 Proximal Os Ulna Sinistra post External Fixation

VIII. PENATALAKSANAAN

Analgetik
Tindakan operatif (Rujuk spesialis ortopedi)

IX. PROGNOSIS

Qua ad vitam : bonam


Qua ad fungsionam : bonam
Qua ad sanationam : bonam
X. FOLLOW UP

07 S : pasien post ORIF. Nyeri dan sulit P:


Desember menggerakkan lengan kirinya IVFD RL 20 tpm
2018 O : CM, Tampak sakit sedang, TD: 105/81 Inj cefotaxim 2x1
mmHg, HR: 70 x/mnt,RR:18x/mnt, T: 36.5 Inj Ketorolac 3x1
C CaCo3 2x1
Mata : Konjugtiva anemis -/-
Ektremitas atas : terpasang elastic verband
pada lengan bawah kiri. (sulit dinilai)
A : Fraktur 1/3 proksimal os ulna sinistra
post ORIF
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang
tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang.1 Kerusakan yang terjadi pada kontinuitas
tulang disebut dengan fraktur, kerusakan tulang yang besar disebabkan oleh adanya tekanan dari
luar yang parah. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan berbagai jenis fraktur antara lain
fraktur komplit yaitu fraktur yang mengenai suatu tulang secara keseluruhan, fraktur inkomplit
merupakan fraktur yang meluas secara parsial pada suatu tulang. Fraktur sederhana (tertutup)
merupakan fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit dan fraktur compound (terbuka)
merupakan fraktur yang menyebabkan robeknya kulit dan memungkinkan terjadinya infeksi.1,2
Data WHO pada tahun 2011 menyebutkan bahwa terdapat kurang lebih 67% korban kecelakaan
lalu lintas dialami oleh masyarakat yang memiliki rata- rata usia produktif, yaitu 22-50 tahun.
Selain itu, terdapat sekitar 400.000 korban meninggal dunia dibawah usia 25 tahun. Menurut data
Badan Intelejen Negara pada tahun 2013, kecelakaan lalu lintas di Indonesia oleh badan kesehatan
dunia (WHO) disebutkan termasuk dalam kategori pembunuh terbesar ketiga setelah penyakit
jantung koroner dan penyakit menular tuberculosis. Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat pada
tahun 2011-2012 terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur
akibat kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang sering terjadi.
Sebagaimana diketahui, masyarakat menjadikan alat transportasi sebagai kebutuhan primer.3
Definisi fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang
biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya
trauma. Meskipun tulang patah jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema
jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf, dan
kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan
oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.2
Fisiologi tulang4
Tulang adalah adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel: osteoblast, osteosit,
dan osteoklas. Osteoblast membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan
sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika
sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblast mensekresikan sejumlah besar fosfatase
alkali, yang memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam
matriks tulang. Sebagian dari fosfatase alkali akan memasuki aliran darah, dengan demikian maka
kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat
pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang.
Osteoblas merupakan salah satu jenis sel hasil diferensiasi mesenkim yang sangat penting dalam
proses osteogenesis atau osifikasi. Sebagai sel, osteoblas dapat memproduksi substansi organic
intraseluler matriks, dimana klasifikasi terjadi di kemudian hari. Jaringan yang tidak mengandung
kalsium disebut osteoid dan apabila klasifikasi terjadi pada matriks maka jaringan disebut tulang.
Sesaat setelah osteoblas dikelilingi oleh substansi organic intraseluler, disebut osteosit dimana
keadaaan ini terjadi dalam lakuna.
Sel yang bersifat multinukleus, tidak ditutupi oleh permukaan tulang dengan sifat dan fungsi
resopsi serta mengeluarkan tulang yang disebut osteoklas. Kalsium hanya dapat dikeluarkan oleh
tulang melalui proses aktivitas osteoklasin yang menghilangkan matriks organic dan kalsium
secara bersamaan dan disebut deosifikasi.
Struktur tulang berubah sangat lambat terutama setelah periode pertumbuhan tulang berakhir.
Setelah fase ini tulang lebih banyak terjadi dalam bentuk perubahan mikroskopik akibat aktifitas
fisiologi tulang sebagai suatu organ biokimia utama tulang.
Komposisi tulang terdiri atas: Substansi organic 35%, substansi Inorganic 45%, dan air 20%.
Substansi organik terdiri atas sel-sel tulang serta substansi organic intraseluler atau matriks
kolagen dan merupakan bagian terbesar dari matriks (90%), sedangkan adalah asam hialuronat
dan kondroitin asam sulfur. Substansi inorganic terutama terdiri atas kalsium dan fosfor dan
sisanya oleh magnesium, sodium, hidroksil, karbonat dan fluoride. Enzim tulang adalah alkali
fosfatase yang diproduksi oleh osteoblas yang kemungkinan besar mempunyai peranan yang
paling penting dalam produksi organic matriks sebelum terjadi kalsifikasi.
Pada keadaan normal tulang mengalami pembentukan dan absorpsi pada suatu tingkat yang
konstan, kecuali pada masa pertumbuhan kanak-kanak ketika terjadi lebih banyak pembentukan
daripada absorpsi tulang. Pergantian yang berlangsung terus-menerus ini penting untuk fungsi
normal tulang dan membuat tulang dapat berespon terhadap tekanan yang meningkat dan untuk
mencegah terjadi patah tulang. Bentuk tulang dapat disesuaikan dalam menanggung kekuatan
mekanis yang semakin meningkat. Perubahan tersebut juga membantu mempertahankan kekuatan
tulang pada proses penuaan. Matriks organik yang sudah tua berdegenerasi, sehingga membuat
tulang secara relative menjadi lemah dan rapuh. Pembentukan tulang yang baru memerlukan
matriks organik baru, sehingga memberi tambahan kekuatan pada tulang.
Anatomi os ulna4,5

Ulna adalah tulang stabilisator pada lengan bawah, terletak medial dan merupakan tulang yang
lebih panjang dari dua tulang lengan bawah. Ulna adalah tulang medial antebrachium. Corpus
ulna mengecil dari atas ke bawah. Ujung proximal ulna lebih besar daripada ujung distalnya.
Hal yang sebaliknya terdapat pada radius. Pada ujung proximal ulna terdapat incisura
trochlearis (= incisura semiulnaris), menghadap ke arah ventral, membentuk persendian dengan
trochlea humeri. Tonjolan di bagian dorsal disebut olecranon. Di sebelah caudal incisura
trochlearis terdapat processus coronoideus, dan di sebelah caudalnya terdapat tuberositas ulnae,
tempat perlekatan m.brachialis. di bagian lateral dan incisura trochlearis terdapat incisura
radialis, yang berhadapan dengan caput radii. Di sebelah caudal incisura radialis terdapat crista
musculi supinatoris. Corpus ulnae membentuk facies anterior, facies posterior, facies medialis,
margo interosseus, margo anterior dan margo posterior. Ujung distal ulna disebut caput ulnae
(= capitulum ulnae). Caput ulnae berbentuk circumferentia articularis, dan di bagian dorsal
terdapt processus styloideus serta silcus m.extensoris carpi ulnaris. Ujung distal ulna
berhadapan dengan cartilago triangularis dan dengan radius.
Gambar 2.1 Anatomi os Ulna

Otot-otot fleksor elbow adalah :


Otot brachialis; otot one-joint yang berpartisi-pasi dalam semua aktivitas fleksi elbow, tidak
dipengaruhi oleh posisi lengan bawah. Otot biceps brachii; otot two-joint yang berpe-ran besar
dalam fleksi elbow saat lengan bawah supinasi. Otot brachioradialis; berfungsi utama dalam

stabilisasi elbow, berperan dalam fleksi elbow saat midposisi lengan bawah.
Otot-otot ekstensor elbow adalah:
Triceps brachii; otot two-joint yang memiliki 3 caput origo, berperan besar dalam ekstensi elbow,
membantu ekstensi shoulder. Anconeus; otot ini membantu ekstensi elbow dan berperan sebagai
stabilisasi selama supinasi & pronasi. Otot-otot supinator lengan bawah : Supinator; sangat
berperan dalam gerak supina-si & sebagai stabilitas elbow bagian lateral Biceps brachii. Otot-otot
pronator lengan bawah: Otot pronator teres; otot ini menghasilkan gerak pronasi lengan bawah &
sebagai stabilisasi proksimal radioulnar joint. Otot pronator quadratus; otot yang bekerja aktif
selama aktivitas pronasi lengan bawah. Otot-otot wrist joint dan tangan yang berori-go di regio
elbow (epicondylus medial dan lateral humeri) berperan dalam stabilisasi elbow dan sedikit
memberikan kontribusi terhadap gerakan elbow.
A r t e r i u l n a r i s memberi cabang berupa arteri interosseus communis dan berjalan
bersama n.ulnaris kearah sendi pergelangan tangan melalui kanal ke telapan tangan.
Ddaerah ini arteri ulnaris terus membentuk arcus dan almaris superfisialis.
Saraf ulnar (n Ulnaris) berlepas dari bundle medial dari plexus brachial. Ia terdiri daripada serat
cabang-cabang anterior serviks kelapan - saraf tulang belakang pertama (SVIII-ThI). Pada
mulanya, saraf ulnar terletak di sebelah saraf median dan sedikit medial ke arteri brachial. Ketiga
pertengahan saraf bahu menyimpang medially, kemudian menembus medial intermuscular septum
bahu dan turun ke permukaan belakang epicondyle medial humerus. Di bahu, saraf siku tidak
memberi cabang. Ulnar lanjut saraf secara beransur-ansur beralih kepada permukaan hadapan
lengan, yang meliputi antara otot pertama berkas awal bahagian flexor carpi ulnaris. Di bawah
saraf terletak di antara fleksor ulnar pergelangan tangan secara medial dan fleksor cetek jari-jari
secara bersamaan. Pada tahap ketiga bawah lengan, ia masuk ke dalam alur siku lengan bawah
dekat dan medial ke arteri dan urat yang sama. Dekat dengan kepala tulang hasta yang saraf ulnar
memanjangkan cawangan bahagian belakang (r. Dorsalis), yang di belakang tangan antara ini
tulang dan flexor carpi ulnaris tendon. Di atas lengan bawah, cabang-cabang otot saraf
menyegarkan flexor siku pergelangan tangan dan bahagian tengah fleksor jari-jari.

Cawangan belakang saraf ulnar di bahagian belakang tangan dibahagikan kepada lima cawangan
jari belakang. Saraf ini menyegarkan kulit belakang tangan dari sisi ulnar, kulit fungsional
proksimal IV, V dan sisi ulnar jari ketiga.

Etiologi
Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan terjadinya
fraktur diantaranya peristiwa trauma (kekerasan) dan peristiwa patologis.

1. Peristiwa Trauma (kekerasan)2,6

a) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya


kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil, maka tulang akan
patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah tulang demikian sering
bersifat terbuka, dengan garis patah melintang atau miring.

b) Kekerasan tidak langsung2,6

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam hantaran vektor kekerasan. Contoh patah tulang karena
kekerasan tidak langsung adalah bila seorang jatuh dari ketinggian dengan
tumit kaki terlebih dahulu. Yang patah selain tulang tumit, terjadi pula patah
tulang pada tibia dan kemungkinan pula patah tulang paha dan tulang
belakang. Demikian pula bila jatuh dengan telapak tangan sebagai penyangga,
dapat menyebabkan patah pada pergelangan tangan dan tulang lengan bawah.

c) Kekerasan akibat tarikan otot

Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang. Patah
tulang akibat tarikan otot biasanya jarang terjadi. Contohnya patah tulang
akibat tarikan otot adalah patah tulang patella dan olekranom, karena otot
triseps dan biseps mendadak berkontraksi.

2. Peristiwa Patologis2,6

a) Kelelahan atau stres fraktur

Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan aktivitas berulang-ulang
pada suatu daerah tulang atau menambah tingkat aktivitas yang lebih berat
dari biasanya. Tulang akan mengalami perubahan struktural akibat
pengulangan tekanan pada tempat yang sama, atau peningkatan beban secara
tiba – tiba pada suatu daerah tulang maka akan terjadi retak tulang.

b) Kelemahan Tulang

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu tulang
akibat penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya osteoporosis,
dan tumor pada tulang. Sedikit saja tekanan pada daerah tulang yang rapuh
maka akan terjadi fraktur.

a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit
nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan
kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat
yang rendah.

Patofisiologi fraktur1,2
Apabila tulang hidup normal mendapat tekanan yang berlebihan, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan tersebut mengakibatkan jaringan tidak
mampu menahan kekuatan yang mengenainya. Maka tulang menjadi patah sehingga tulang yang
mengalami fraktur akan terjadi perubahan posisi tulang, kerusakan hebat pada struktur jaringan
lunak dan jaringan disekitarnya yaitu ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan
yang mengelilinginya. Periosteum akan terkelupas dari tulang dan robek dari sisi yang berlawanan
pada tempat terjadinya trauma. Ruptur pembuluh darah didalam fraktur, maka akan timbul nyeri.
Tulang pada permukaan fraktur yang tidak mendapat persediaan darah akan mati sepanjang satu
atau dua millimeter.
Setelah fraktur lengkap, fragmen-fragmen biasanya akan bergeser, sebagian oleha karena
kekuatan cidera dan bias juga gaya berat dan tarikan otot yang melekat. Fraktur dapat tertarik dan
terpisah atau dapat tumpang tindih akibat spasme otot, sehingga terjadi pemendekkan tulang dan
akan menimbulkan derik atau krepitasi karena adanya gesekan antara fragmen tulang yang patah.

Klasifikasi fraktur
Berikut ini terdapat beberapa klasifikasi Fraktur:3,5,6
a. Berdasarkan luas dan garis fraktur meliputi:
a. Fraktur komplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas
sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang
dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh korteks.
b. Fraktur inkomplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan
garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai seluruh korteks
(masih ada korteks yang utuh).
b. Berdasarkan hubungan dengan dunia luar, meliputi:
a. Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh,
tulang tidak keluar melewati kulit.
b. Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya
hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi
infeksi. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade yaitu:
i. Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit dan otot.
ii. Grade II : Seperti grade I dengan memar kulit dan otot.
iii. Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah,
syaraf, otot dan kulit.
c. Fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu:
a. Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang ( retak dibawah lapisan
periosteum) / tidak mengenai seluruh kortek, sering terjadi pada anak-anak
dengan tulang lembek.

b. Transverse yaitu patah melintang ( yang sering terjadi ).


c. Longitudinal yaitu patah memanjang.
d. Oblique yaitu garis patah miring.
e. Spiral yaitu patah melingkar.
f. Communited yaitu patah menjadi beberapa fragmen kecil
d. Berdasarkan kedudukan fragmen yaitu:
a. Tidak ada dislokasi.
b. Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi:
i. Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut.
ii. Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh.
iii. Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang.
iv. Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang menjauh
dan over lapp ( memendek ).
e. Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara:
a. Bersampingan
b. Angulasi
c. Rotasi
d. Distraksi
e. Over-riding
f. Impaksi

Klasifikasi Fraktur Antebrachii Menurut Arif Mansjoer ada 4 klasifikasi fraktur


antebrachii antara lain:5,7
1. Fraktur Colles
Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan (dinner fork deformity).
Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar
ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi
supinasi).
2. Fraktur Smith. Fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut
reverse colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien jatuh dengan
tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan
tangan dan pronasi.
3. Fraktur Galeazzi. Fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius radius ulna distal.
Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan
bawah dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi.
4. Fraktur Montegia. Fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius ulna
proksimal. Fraktur Monteggia Definisi Monteggia mempublikasikan fraktur ini sebagai
fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi ke anterior dari kapitulum radius.
Ternyata kemudian terbukti bahwa dislokasi ini dapat terjadi ke lateral dan juga ke
posterior. Penyebabnya biasanya trauma langsung terhadap ulna, misalnya sewaktu
melindungi kepala pada pukulan, sehingga disebut patah tulang tangkis.
Gambaran klinik pada umumnya menyerupai fraktur pada lengan bawah dan apabila
terdapat dislokasi ke anterior, kapitulum radius akan dapat diraba pada fosa kubitus.
Pergelangan tangan dan tangan harus diperiksa untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda
cedera pada saraf radialis. Terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi (lebih sering) dan tipe fleksi.
Pada tipe ekstensi gaya yang terjadi mendorong ulna kearah hiperekstensi dan pronasi.
Sedangkan pada tipe fleksi, gaya mendorong dari depan kearah fleksi yang menyebabkan
fragmen ulna mengadakan angulasi ke posterior. Gambaran radiologis Gambaran
radiologis jelas memperlihatkan adanya fraktur ulna yang disertai dislokasi sendi radio-
humeral. Pada kasus biasa kaput radius berdislokasi kedepan, dan terdapat fraktur pada
sepertiga bagian atas ulna dengan pelengkungan kedepan. Kadang-kadang dislokasi
radius disertai dengan fraktur olekranon. Kadang-kadang kapur radius berdislokasi
keposterior dan fraktur ulna melengkung kebelakang ( Monteggia kebelakang). Pada
fraktur ulna yang terisolasi, selalu diperlukan pemeriksaan sinar X pada siku. Pengobatan
Dengan cara konservatif biasanya berhasil pada anak, tetapi metode operatif sering
menjadi pilihan pada fraktur Monteggia pada orang dewasa. Petunjuk untuk keberhasilan
terapi adalah memulihkan panjangnya ulna yang mengalami fraktur, hanya setelah itu
sendi yang berdislokasi dapat sepenuhnya direduksi. Pada anak-anak kadang-kadang
dapat dilakukan manipulasi, tetapi pada orang dewasa lebih baik dilakukan reduksi
terbuka dan pemasangan flat. Kalau kaput radius dapat direduksi secara tertutup, begitu
lebih baik dan bila tidak harus diterapi dengan operasi. Lengan diimobilisasi dalam gips
dengan siku yang difleksikan selama 6 minggu. Setelah itu dianjurkan gerakan aktif.
Fraktur satu tulang2
Fraktur ulna biasanya disebabkan oleh trauma langsung, misalnya menangkis pukulan
dengan lengan bawah. Relatif sering terjadi fraktur yang tidak berubah posisinya. Pada
gejala klinis : didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti edema, deformitas. “false
movement”, krepitasi dan nyeri. Radiologis : anteroposterior dan lateral, akan didapakan
adanya diskontinuitas tulang. Pengobatan biasanya konservatif dengan pemasangan gips
(long arm cast), jika reposisi tertutup gagal atau terjadi komplikasi nonunion, malunion,
maka dapat dilakukan reposisi secara tertutup. Kadang Juga terjadi fraktur yang
terdislokasi, dalam hal Ini harus diteliti apakah ada juga fraktur tulang radius atau
dislokasi sendi radioulnar. Pada fraktur yang kominutif dapat terjadi penyatuan lambat
atau pseudoartrosis dan ini memerlukan tindak operatif disertai cangkok tulang.
Manifestasi Klinis2,4
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara
rinci sebagai berikut:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan
tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya
tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi
satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau
hari setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru
tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling
terdesak satu sama lain).

Diagnosis3
Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien.
Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.
a. Anamnesis
Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci kapan
terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah trauma, dan posisi
pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan lupa untuk
meneliti kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher,
dada, dan perut.

b. Pemeriksaan umum
Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multipel, fraktur
pelvis, fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami
infeksi.
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk fraktur adalah:
- Look (inspeksi): bengkak, deformitas, kelainan bentuk. Cari apakah terdapat
deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal (misalnya pada fraktur kondilus
lateralis humerus), angulasi, rotasi, dan pemendekan Functio laesa (hilangnya
fungsi), misalnya pada fraktur kruris tidak bias berjalan. Lihat juga ukuran
panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan, misalnya, pada tungkai bawah
meliputi apparenth length (jarak antara umbilikus dengan maleolus medialis) dan
true lenght (jarak antara SIAS dengan maleolus medialis).
- Feel/palpasi: nyeri tekan, lokal pada tempat fraktur.
- Movement/gerakan: gerakan aktif sakit, gerakan pasif sakit krepitasi. Krepitasi,
terasa bila fraktur digerakan. Tetapi pada tulang spongiosa atau tulang rawan
epifisis tidak terasa kreitasi. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena
akan menambah trauma. Nyeri bila digerakan, baik pada gerakan aktif maupun
pasif. Seberapa jauh gangguan – gangguan fungsi, gerakan – gerakan yang tidak
mampu digerakan, range of motion ( derajat dari ruang lingkup gerakan sendi),
dan kekuatan.
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang penting untuk dilakukan adalah “pencitraan”
menggunakan sinar Rontgen (X-ray) untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang, oleh karena itu minimal diperlukan 2 proyeksi yaitu
antero posterior (AP) atau AP lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi
tambahan (khusus) atau indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari, karena
adanya superposisi. Untuk fraktur baru indikasi X-ray adalah untuk melihat jenis dan
kedudukan fraktur dan karenanya perlu tampak seluruh bagian tulang (kedua ujung
persendian).

Komplikasi1,2

Komplikasi awal
1. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa di tandai dengan tidak adanya nadi, CRT
(capillary refil time) menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2. Kompartment sindrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya
otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh
oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu
karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat. Tanda-tanda
sindrom kompartemen (5P) sebagai berikut: (1) Pain (nyeri lokal), (2) Pallor (pucat
bagian distal), (3) Pulsessness (tidak ada denyut nadi, perubahan nadi, perfusi yang
tidak baik dan CRT>3 detik pada bagian distal kaki), (4) Paraestesia (tidak ada
sensasi), (5) Paralysis (kelumpuhan tungkai).
3. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrome (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah
rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hipertensi, tachypnea,
demam.

4. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma osthopedic
infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan sperti pin dan plat.
5. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu
yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman
Ischemia.
Komplikasi lanjutan
1. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi (bergabung) sesuai
dengan waktu yang di butuhkan tulang untuk menyambung.
2. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan
yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
3. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang di tandai dengan perubahan bentuk
(deformitas)
Tahapan dalam penyembuhan tulang1,2,4
Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang yaitu: (1) Fase inflamasi, (2) Fase 2:
soft callus, (3) Fase 3: Hard callus, (4) Fase 4: remodeling menjadi tulang dewasa.
Tahap 1: Peradangan (inflammation)
Tulang patah baik terbuka atau tertutup akan menimbulkan perdarahan sekecil apapun itu
dan membuat jaringan di sekitarnya meradang yang ditandai dengan bengkak, memerah
dan teraba hangat serta tentunya terasa sakit. Tahap ini dimulai pada hari ketika patah
tulang terjadi dan berlangsung sekitar 2 sampai 3 minggu.
Tahap 2: Pembentukan kalus halus (soft callus) Antara 2 sampai 3 setelah cedera, rasa
sakit dan pembengkakan akan mulai hilang. Pada tahap penyembuhan patah tulang ini,
terbentuk kalus yang halus di kedua ujung tulang yang patah sebagai cikal bakal yang
menjembatani penyambungan tulang namun kalus ini belum dapat terlihat melalui
rongsen. Tahap ini biasanya berlangsung hingga 4 sampai 8 minggu setelah cedera.
Tahap 3: Pembentukan kalus keras (hard callus) Antara 4 sampai 8 minggu, tulang baru
mulai menjembatani fraktur (soft callus berubah menjadi hard callus) dan dapat dilihat
pada x-rays atau rongsen. Dengan waktu 8 sampai 12 minggu setelah cedera, tulang baru
telah mengisi fraktur.
Tahap 4: Remodeling tulang Dimulai sekitar 8 sampai 12 minggu setelah cedera, sisi
fraktur mengalami remodeling (memperbaiki atau merombak diri) memperbaiki setiap
cacat yang mungkin tetap sebagai akibat dari cedera. Ini tahap akhir penyembuhan patah
tulang yang dapat bertahan hingga beberapa tahun.
Prinsip-prinsip pengobatan fraktur2,3
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi serta
kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen
tulang pada kesejajarannya dan rotasi autonomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur
adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk
mereduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen
tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi
manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen
tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, skrup, paku atau batangan
logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang solid terjadi. Tahapan selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah
mengimobilisasi dan mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang
benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna dan
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan gips, bidai, traksi kontinu, pin dan
teknk gips. Sedangkan implan logam digunakan untuk fiksasi interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang, dapat dilakukan dengan
mempertahankan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskular, latihan isometrik,
dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam memperbaiki kemandirian fungsi dan
harga diri.
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip
pengobatan ada empat (4R), yaitu:
1. Recognition (Diagnosis dan Penilaian Fraktur)
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,
pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan:
a. Lokalisasi fraktur
b. Bentuk fraktur
c. Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
d. Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima.
Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi autonomis dan sedapat mungkin
mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan,
deformitas serta perubahan osteoartritis di kemudian hari. Posisi yang baik adalah
alignment yang sempurna dan posisi yang sempurna.
3. Retention (Imobilisasi fraktur)
4. Rehabilitation, mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.

Fraktur tertutup2
Metode pengobatan fraktur pada umumnya dibagi dalam:
1. Konservatif
- Proteksi. Terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut misalnya dengan cara
memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota
gerak bawah. Indikasi pemasangan terutama pada fraktur-fraktur tidak bergeser,
fraktur iga yang stabil atau fraktur klavikula pada anak.
- Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi). Imobilisasi pada fraktur dengan
bidai eksterna hanya memberikan sedikit imobilisasi, biasanya mempergunakan
gips. Indikasi pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses
penyembuhan.
- Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi posisinya dalam proses
penyembuhan. Dilakukan dengan pembiusan umum ataupun lokal. Reposisi yang
dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur, penggunaan gips untuk
imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini. Indikasinya adalah:
a. Sebagai bidai pada fraktur untuk pertolongan pertama
b. Imobilisasi sebagai pengobatan definitif pada fraktur
c. Diperlukan manipulasi pada fraktur yang bergeser dan diharapkan dapat
direduksi dengan cara tertutup dan dapat dipertahankan. Fraktur yang
tidak stabil atau bersifat kominutip akan bergerak di dalam gips
sehingga diperlukan pemeriksaan radiologis berulang-ulang.
d. Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis
e. Sebagai alat bantu tambahan pada fiksasi interna yang kurang kuat.
- Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi
- Reduksi tertutup yang diikuti dengan traksi berlanjut dapat dilakukan dengan
berbagai cara yaitu traksi kulit dan traksi tulang.
- Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi
Dengan mempergunakan alat-alat mekanik seperti bidai Thomas, bidai Brown
Bohler, bidai Thomas dengan Pearson knee flexion attachment. Tindakan ini
mempunyai dua tujuan utama berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
Indikasi:
a. Bila reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak
memungkinkan serta untuk mencegah tindakan operatif misalnya pada
fraktur batang femur, fraktur vertebra servikalis.
b. Bila terdapat otot yang kuat mengelilingi fraktur pada tulang tungkai
bawah yang menarik fragmen dan menyebabkan angulasi, over-riding,
dan rotasi yang dapat menimbulkan malunion atau delayed union.
c. Bila terdapat fraktur yang tidak stabil, oblik, fraktur spiral atau
kominutif pada tulang panjang.
d. Fraktur vertebra servikalis yang tidak stabil
e. Fraktur femur pada anak-anak (traksi Bryant).
f. Fraktur dengan pembengkakan yang sangat hebat disertai dengan
pergeseran yang hebat serta tidak stabil, misalnya pada fraktur
suprakondiler humerus.
g. Jarang pada fraktur metakarpal.
h. Kadang pada fraktur Colles atau fraktur pada orang tua dimana reduksi
tertutup dan imobilisasi eksterna tidak memungkinkan.
Ada empat metode traksi kontinu yang digunakan:
- Traksi kulit
Dengan mempergunakan leukoplas yang melekat pada kulit disertai dengan
pemakaian bidai Thomas atau bidai Brown Bohler. Traksi menurut Bryant
(Gallow) pada anak-anak di bawah 2 tahun dengan berat badan kurang dari 10 kg.
Traksi juga dapat dilakukan pada fraktur suprakondiler humeri menurut Dunlop.
- Traksi menetap
- Dengan mempergunakan leukoplas yang melekat pada bidai Thomas yang
difiksasi pada salah satu bagian dari bidai Thomas. Biasanya dilakukan pada
fraktur femur yang tidak bergeser.
- Traksi tulang
Dengan kawat Kirschner (K-wire) dan pin Steinmann yang dimasukkan ke dalam
tulang dan juga dilakukan traksi dengan mempergunakan berat beban dengan
bantuan bidai Thomas. Tempat untuk memasukkan pin, yaitu pada bagian
proksimal tibia di bawah tuberositas tibia, bagian distal tibia, trokanter mayor,
bagian distal femur pada kondilus femur, kalkaneus (jarang dilakukan), prosesus
olekranon, bagian distal metakarpal dan tengkorak.
- Traksi berimbang dan traksi sliding
Terutama digunakan untuk fraktur femur, mempergunakan traksi skeletal dengan
beberapa katrol dan bantalan khusus, biasanya digunakan bidai Thomas dan Pearson
attachment.

Gambar 2.1. Macam-macam traksi


A. Traksi dengan berat D. Traksi Hamilton Russel
B. Traksi menetap E. Traksi berimbang dengan bidai Thomas dan
C. Traksi Dunlop pegangan Pearson

1. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus dengan K-wire
Setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang bersifat tidak stabil, maka reduksi dapat
dipertahankan dengan memasukkan K-wire perkutaneus misalnya pada fraktur suprakondiler
humeri pada anak-anak atau fraktur Colles. Juga dapat dilakukan pada fraktur leher femur dan
trokanter dengan memasukkan batang metal, serta pada fraktur batang femur dengan teknik
tertutup dan hanya membuat lubang kecil pada daerah proksimal femur. Teknik ini biasanya
memerlukan bantuan alat rontgen image intensifier (C-arm).
2. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang
Selain alat-alat metal, tulang yang mati ataupun hidup dapat pula digunakan bone graft baik
autograft / allograft, untuk mengisi defek tulang atau pada fraktur yang nonunion. Operasi
dilakukan dengan cara membuka daerah fraktur dan fragmen direduksi secara akurat dengan
penglihatan langsung.
- Reduksi terbuka dengan fiksasi interna
Indikasi tindakan:
a. Fraktur intra-artikuler misalnya fraktur maleolus, kondilus, olekranon, dan patella.
b. Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misalnya fraktur radius dan ulna disertai malposisi
yang hebat atau fraktur yang tidak stabil.
c. Bila terdapat interposisi jaringan di antara kedua fragmen.
d. Bila diperlukan fiksasi rigid misalnya pada fraktur leher femur.
e. Bila terjadi fraktur dan dislokasi yang tidak dapat direduksi secara baik dengan reduksi tertutup
misalnya fraktur Monteggia dan fraktur Bennett.
f. Fraktur terbuka
g. Bila terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna sedangkan diperlukan mobilisasi yang
cepat, misalnya fraktur pada orang tua.
h. Fraktur avulsi misalnya pada kondilus humeri
i. Eksisi fragmen yang kecil
j. Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis avaskuler misalnya fraktur leher
femur pada orang tua
k. Fraktur epifisis tertentu pada grade III dan IV (Salter-Harris) pada anak-anak
l. Fraktur multipel misalnya fraktur pada tungkai atas dan bawah.
m. Untuk mempermudah perawatan penderita misalnya fraktur vertebra tulang belakang yang
disertai paraplegia.
- Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna
Reduksi terbuka dengan alat fiksasi eksterna dengan mempergunakan kanselosa screw dengan
metilmetakrilat (akrilik gigi) atau fiksasi eksterna dengan jenis-jenis lain. Indikasi:
a. Fraktur terbuka grade II dan grade III.
b. Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat
c. Fraktur dengan infeksi atau infeksi pseudoartrosis
d. Fraktur yang miskin jaringan ikat
e. Kadang-kadang pada fraktur tungkai bawah penderita diabetes melitus.
- Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis
Pada fraktur leher femur dan sendi siku orang tua, biasanya terjadi nekrosis avaskuler dari
fragmen atau nonunion, oleh karena itu dilakukan pemasangan protesis yaitu alat dengan
komposisi metal tertentu untuk menggantikan bagian yang nekrosis. Sebagai bahan tambahan
sering dipergunakan metilmetakrilat.

A. Kirschner wire D. Kunstchner nail


B. Screw E. Interlock nail
C. Plate and screw F. Protesis

Penalaksanaan Medikamentosa3,6
Terputusnya ujung-ujung syaraf sensoris akibat terjadinya patah tulang dapat menyebabkan nyeri
sehingga untuk mengurangi rasa nyeri diperlukan penatalaksanaan secara farmakologi dengan
pemberian obat anti nyeri. Penggunaan opioid merupakan gold standar untuk pengelolaan nyeri
berat, namun dihubungkan dengan efek samping maka penggunaan analgesik NSAID banyak
digunakan. Penanganan nyeri pada fraktur dapat diberikan terapi obat seperti non-steroid anti
inflamasi (NSAID) dan golongan opioid. Obat anti inflamasi non steroid (AINS) umumnya
digunakan untuk mengatasi nyeri dan meredakan inflamasi yang disebabkan oleh fraktur. AINS
menghambat biosintesis prostaglandin yang terbentuk akibat kerusakan jaringan, serta
menghambat enzim siklooksigenase (COX) yang dikenal dalam dua bentuk yaitu COX-1 dan
COX-2. COX-1 ditemukan di semua jaringan yang berperan dalam proses hemostatik,
sitoprotektif dan pengaturan regulasi mukosa saluran pencernaan dan tidak banyak berperan
dalam proses inflamasi. COX-2 memproduksi PG (prostaglandin) yang merangsang sitokin dan
terlibat dalam proses inflamasi jaringan dan nyeri. AINS non selektif telah banyak digunakan
untuk mengurangi nyeri pasca operasi patah tulang atau cedera otot. AINS non selektif seperti
ketorolac merupakan analgesik poten dengan efek anti-inflamasi sedang. Ketorolac adalah
OAINS yang digunakan secara sistemik, terutama sebagai analgesik bukan sebagai obat
antiinflamasi. Obat ini merupakan analgesik yang efektif dan dapat digunakan untuk
menggantikan morfin dalam beberapa situasi yang melibatkan nyeri pasca operasi ringan dan
sedang. Obat ini paling sering diberikan secara intramuscular atau intravena, tetapi juga tersedia
bentuk dosis oral. Ketorolac IM sebagai analgesik pasca bedah memberikan efek sebanding
morfin atau meperidin pada dosis umum, masa kerjanya lebih panjang dan efek sampingnya lebih
ringan. Untuk pemberian pada pasien usia dibawah 65 tahun diberikan dosis 30 mg IM atau IV
setiap 6 jam (dosis maksimum adalah 120 mg per hari) selama 5 hari. Untuk pasien dengan usia >
65 tahun, atau dengan gangguan fungsi ginjal dosis yang digunakan adalah 15 mg IV atau 30 mg
IM, diikuti dengan 15 mg IM atau IV setiap 6 jam (dosis maksimum adalah 60 mg per hari).
PEMBAHASAN KASUS

Pasien laki-laki usia 17 tahun dengan keluhan nyeri lengan kiri bawah sejak 1 bulan SMRS post
kecelakaan lalu lintas. Awal nyeri terasa berdenyut-denyut. Nyeri dirasa memberat terutama saat
melakukan gerakan-gerakan kecil pada lengan kirinya. Pasien juga mengatakan lengan bawah
kirinya terdapat benjolan yang nyeri. Nyeri juga dirasa bertambah saat ditekan. Keluhan lain
pasien sulit menggerakan lengan kirinya. Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi,
deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna. Pada
pasien tersebut gejala yang masih ada setelah 1 bulan kecelakaan adalah nyeri dan juga
pembengkakan, kemudian adanya gangguan fungsi pada pasien yang mengatakan sulit
menggerakan tangan kirinya. Pada pemeriksaan juga fisik didapatkan adanya edema nyeri dan
keterbatasan gerak. Pasien tidak dapat mengangkat tinggi ataupun membalikkan lengan kiri
bawahnya.

Keluhan pasien tersebut dirasakan beberapa jam setelah pasien menyeberang jalan tiba-tiba pasien
di tabrak oleh bus dari sisi kirinya. Etiologi fraktur dapat terjadinya diantaranya karena peristiwa
trauma (kekerasan) dan peristiwa patologis. Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis
trauma, kekuatan dan arahnya. Pasien dahulu tidak pernah mengeluh seperti keluhan saat ini. Dan
tidak ada penggunaan tangan kiri yang terus-menerus dengan kekuatan atau tenaga yang
berlebihan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa fraktur tulang yang dialami pasien
kemungkinannya disebabkan karena trauma langsung. Fraktur pada kedua batang tulang lengan
bawah amat sering terjadi dalam kecelakaan lalu lintas. Daya pemuntir (biasanya jatuh pada
tangan) menimbulkan fraktur spiral dengan kedua tulang patah pada tingkat yang berbeda.
Pukulan langsung atau daya tekukan menyebabkan fraktur melintang kedua tulang pada tingkat
yang sama. Deformitas rotasi tambahan dapat ditimbulkan oleh tarikan otot-otot yang melekat
pada radius. Namun pada pasien tersebut tidak didapatkan adanya dislokasi os radius.

Pemeriksaan regio antebrachii didapatkan adanya edema pars medial dorsal dan nyeri tekan serta
ROM terbatas. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan kesan fraktur komplit pada os ulna 1/3
distal dengan posisi fragmen fraktur agak tak segaris. Lokasi ini sesuai dengan edema pasien yang
didapatkan pada pemeriksaan fisik. Dilokasi tersebut didapatkan juga nyeri saat ditekan.

Fraktur atau patah tulang adalah terputus atau hilangnya kontinuitas dari struktur tulang
“epiphtseal plate” serta “cartilage” (tulang rawan sendi). Fraktur lengan bawah dibagi menjadi 4
sesuai fraktur tulangnya dan dislokasi tulang lainnya yaitu fraktur colles, smith, galeazzi dan
monteggia. Sesuai dengan hasil rontgen pasien tersebut didapatkan fraktur pada pars medial dari
os ulna namun tidak didapatkan adanya dislokasi tulang lainnya/ os radius. Fraktur monteggia
sendiri merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi ke anterior dari kapitulum
radius. Oleh sebab itu fraktur pada pasien tersebut tidak bisa dikatakan fraktur monteggia.
Setelah mengetahui diagnosis pasien berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan akhirnya
dilakukan rontgen lengan bawah didapatkan lokasi fraktur dan kemudian dapat dilakukan
tatalaksana definitif. Pada pasien tersebut dapat dilakukan reduksi terbuka dengan fiksasi interna.
Indikasinya reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misalnya fraktur radius dan ulna disertai
malposisi yang hebat atau fraktur yang tidak stabil. Pada pasien tersebut sudah terjadi pembentuk
callus setelah 1 bulan fraktur.
DAFTAR PUSTAKA

1. Apley A, Graham & Solomon, Louis. BukuAjar Ortopedi & Fraktur Sistem Apley Edisi
VII. 1995. Jakarta: Widya Medika
2. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Edisi VII. 2007. Jakarta: Yarsif Watampone.
p.352-489
3. Buckley R, Panaro CDA. General principles of fracture care. Diunduh dari
http://www.emedicine.com/orthoped/byname/General-Principles-of-Fracture-Care.htm.
Update terakhir: 23 Desember 2018
4. C.Pearce, Evelyn. 1992. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
5. Salter RB. 1970. Fractures, Dislocation and Soft Tissues Injuries. Textbook of Disorders
and Injuries of The Musculoskeletal System. Asian Ed. Tokyo : Igaku Shoin Ltd. Pp. 411-
458
6. Mangunsudirejo RS. Fraktur, penyembuhan, penanganan, dan komplikasi, buku 1. Edisi 1.
Semarang: 1989
7. Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai