Anda di halaman 1dari 44

Laporan Kasus

Efusi Pleura Sinistra dengan Tuberkulosis Paru

Disusun oleh :

Deddy winata 112019081

Dokter Pembimbing :

dr. Ganda Erikson Manahan Tampubolon, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RSUD TARAKAN JAKARTA PUSAT

1
PERIODE 15 FEBRUARI 2021 – 17 APRIL 2021

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul :

Efusi Pleura Sinistra dengan Tuberkulosis Paru

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Tarakan periode
15 Februari 2021 – 17 April 2021

Disusun oleh:
Deddy Winata 112019081

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Ganda Erikson Manahan Tampubolon, Sp.P

Selaku dokter pembimbing Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUD Tarakan

Jakarta, 7 April 2021

..............................................
dr. Ganda Erikson Manahan Tampubolon, Sp.P

2
BAB I
LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
JL.Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/ Tanggal Ujian/ Presentasi Kasus: Rabu/ 30 Desember 2020
SMF PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT: RSUD TARAKAN

Identitas Pasien
Nama Lengkap: Nn. Natasya Aries Nurhikmah Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 03 April 2003 Suku Bangsa : Jawa

Status Perkawinan : Lajang Agama : Islam


Pekerjaan : Pelajar Pendidikan : SMA
Alamat : Krukut Pasar No. 9 Rt. 007/002

Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis terhadap pasien pada hari Jumat tanggal 05 April 2021 pk. 06.20
Keluhan Utama: Sesak napas sejak 1 minggu
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien perempuan (18 tahun) dengan keluhan sesak napas sejak 1 minggu. Karena
sesaknya pasien berobat ke poli paru RSUD Tarakan dan diarahkan untuk rawat inap. Sesak
3
yang dirasakan timbul saat duduk dan tambah sesak apabila beraktivitas. Pasien mengeluh tidak
bisa tidur karena sesaknya serta sering berkeringat pada malam hari dan cenderung tidur miring
sebelah kiri. Terdapat demam yang dirasakan naik turun sejak 2 minggu yang lalu. keluhan batuk
dirasakan 1 minggu yang lalu, batuk disertai dahak putih dan encer. Namun, tidak ada darah
maupun riwayat batuk darah sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung,
diabetes, hipertensi dan alergi terhadap obat tertentu. Namun, pasien mengatakan bahwa saat
masih bayi pada tahun 2003-2004 memiliki riwayat tuberkulosis paru.

Penyakit Dahulu
(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu ginjal / saluran kemih
(-) Cacar air (-) Disentri (-) Burut (hernia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit prostat
(-) Batuk rejan (-) Tifus Abdominalis (-) Wasir
(-) Campak (-) Skrofula (-) Diabetes
(-) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Korea (-) Hipertensi (-) Penyakit pembuluh
(-) Demam rematik akut (-) Ulkus ventrikuli (-) Perdarahan otak
(-) Pneumonia (-)Ulkus duodeni (-) Psikosis
(-) Pleuritis (-) Gastritis (-) Neurosis
(+) Tuberkulosis (-) Batu empedu Lain Lain: (-) Operasi
(-) Kecelakaan

Riwayat Keluarga
Hubungan Umur (Tahun) Jenis Kelamin Keadaan Penyebab Meninggal
Kesehatan
Kakek - Laki-laki Meninggal -
Nenek - Perempuan Meninggal -
Ayah - Laki-laki Sehat -
Ibu - Perempuan Sehat -

4
Saudara 15 Perempuan Sehat
Anak - - - -
-

Adakah kerabat yang menderita:


Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi V
Asma V
Tuberkulosis V
Artritis V
Rematisme V
Hipertensi V
Jantung V
Ginjal V
Lambung V

ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam
(-) Kuku (-) Kuning/Ikterus (-) Sianosis
(-) Lain-lain
Kepala
(-) Trauma (-) Sakit kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada sinus
Mata
(-) Nyeri (-) Radang
(-) Sekret (-) Gangguan penglihatan
(-) Kuning / Ikterus (-) Ketajaman penglihatan
Telinga
(-) Nyeri (-) Gangguan pendengaran

5
(-) Sekret (-) Kehilangan pendengaran
(-) Tinitus

Hidung
(-) Trauma (-) Gejala penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir (-) Lidah kotor
(-) Gusi (sariawan) (-) Gangguan pengecap
(-) Selaput (-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorokan (-) Perubahan suara
Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri leher
Dada (Jantung / Paru-paru)
(-) Nyeri dada (+) Sesak napas
(-) Berdebar (-) Batuk darah
(-) Ortopnoe (+) Batuk
Abdomen (Lambung/Usus)
(-) Rasa kembung (-) Wasir
(+) Mual (-) Mencret
(-) Muntah (-) Tinja darah
(-) Muntah darah (-) Tinja berwarna dempul
(-) Sukar menelan (-) Tinja berwarna ter
(-) Nyeri perut, kolik (-) Benjolan
(-) Perut membesar
Saluran kemih / Alat kelamin
(-) Disuria (-) Kencing nanah

6
(-) Stranguri (-) Kolik
(-) Poliuri (-) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria
(-) Hematuria (-) Retensi urin
(-) Kencing batu (-) Kencing menetes
(-) Ngompol (tidak disadari) (-) Penyakit prostat
Saraf dan Otot
(-) Anestesi (-) Sukar mengingat
(-) Parestesi (-) Ataksia
(+) Otot lemah (-) Hipo/hiperestesi
(-) Kejang (-) Pingsan
(-) Afasia (-) Kedutan (‘tick)
(-) Amnesia (-) Pusing (Vertigo)
(-) Lain-lain (+) Gangguan bicara (Disarti)
Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri (-) Sianosis

BERAT BADAN
Berat badan rata-rata (kg) : 47,5 Kg
Berat badan tertinggi (kg) : 49 Kg
Berat badan sekarang (kg) : 46 Kg

RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Tempat lahir: (-) di rumah (+) rumah bersalin (-) RS bersalin
Ditolong oleh: (-) dokter (+) bidan (-) Dukun (-) Lain-lain
Riwayat Imunisasi
(+) Hepatitis (+) BCG (+) Campak (+) DPT (+) Polio (+) Tetanus
Riwayat Makanan

7
Frekuensi / hari : 2-3x/hari
Jumlah / hari : Sebelum sakit, makan 1 piring.
Variasi / hari : Bervariasi. Nasi, ikan dan sayur.
Nafsu makan : Sebelum sakit baik.

Pendidikan
(-) SD (+) SMP (-) SLTA (-) Sekolah Kejuruan (-) Akademi
(-) Universitas (-) Kursus (-) Tidak sekolah
Kesulitan:
Keuangan : tidak ada
Pekerjaan : tidak ada
Keluarga : tidak ada
Lain-lain : tidak ada

B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan umum
Kesadaran : Compos Mentis
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 46 kg
IMT : 17,9 kg/m2
Status gizi : Berat badan kurang
Tekanan darah : 116/96 mmHg
Nadi : 88x/menit
Suhu : 36,3oC
Pernapasan (frekuensi dan tipe) : 20x/menit tipe torakoabdominal
Saturasi Oksigen : 99%
Sianosis : tidak ada
Udema umum : tidak ada
Habitus : normal
Cara berjalan : normal

8
Mobilisasi (aktif/pasif) : pasif
Umur menurut perkiraan pemeriksa : sesuai dengan usia sekarang

Aspek Kejiwaan
Tingkah laku : Wajar
Alam perasaan : Biasa
Proses pikir : Wajar

Kulit
Warna: sawo matang Effloresensi: tidak ada
Jaringan parut: tidak ada Pigmentasi: tidak ada
Pertumbuhan rambut: merata Pembuluh darah: tidak tampak pelebaran
Suhu raba: normotermi Kelembaban: lembab
Keringat: tidak ada Turgor: normal
Lapisan lemak: tipis Ikterus: tidak ada
Lain-lain: - Edema: tidak ada

Kelenjar getah bening


Submandibula: tidak teraba pembesaran Leher: tidak teraba pembesaran
Supraklavikula: tidak teraba pembesaran Ketiak: tidak teraba pembesaran
Lipat paha: tidak teraba pembesaran

Kepala
Ekspresi wajah: tenang Simetri muka: simetris
Rambut: hitam,kuat, tidak bercabang Pembuluh darah temporal: tidak terlihat

Mata
Exophthalmus : ( - ) Enopthalmus :(-)
Kelopak : normal Lensa : Jernih
Konjungtiva : anemis -/- Visus : Tidak diperiksa

9
Sklera : ikterik -/- Gerakan mata :(N)
Lapangan penglihatan : N Tekanan bola mata :(N)
Deviatio konjungae :(-) Nystagmus :(-)

Telinga
Tuli: tidak ada Selaput pendengaran: utuh
Lubang: tidak ada Penyumbatan: tidak ada
Serumen: tidak ada Perdarahan: tidak ada
Cairan: tidak ada
Mulut
Bibir: tidak sianosis, tidak kering Tonsil: T1-T1, tenang
Langit-langit: normal Bau pernapasan: tidak ada
Gigi geligi: normal Trismus: tidak ada
Faring: tidak hiperemis, tidak ada lendir Selaput lendir: normal
Lidah: normal
Leher
Tekanan vena jugularis (JVP): tidak dilakukan
Kelenjar tiroid: tidak teraba pembesaran
Kelenjar limfe: tidak teraba pembesaran
Dada:
Bentuk: cekung
Pembuluh darah: tidak terlihat

Paru – Paru
Paru-paru Anterior Posterior
inspeksi Kanan Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
dinamis, tidak tampak lesi dinamis, tidak tampak lesi
atau benjolan atau benjolan
Kiri Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
dinamis, tidak tampak lesi dinamis, tidak tampak lesi

10
atau benjolan atau benjolan
Palpasi Kanan Tidak teraba benjolan, Tidak teraba benjolan,
tidak nyeri, fremitus taktil tidak nyeri, fremitus taktil
simetris simetris
Kiri Tidak teraba benjolan, Tidak teraba benjolan,
tidak nyeri, fremitus taktil tidak nyeri, fremitus taktil
simetris simetris
Perkusi Kanan Sonor Sonor

Kiri Sonor Sonor


Auskultasi Kanan Vesikuler (+), Rhonki (-), Vesikuler (+), Rhonki (-),
whezing (-) whezing (-)
Kiri Vesikuler (+), Rhonki (-), Vesikuler (+), Rhonki (-),
whezing (-) whezing (-)

Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga 5 garis midclavicula sinistra
Perkusi : Batas kanan : sela iga 4 garis parasternalis dextra
Batas kiri : sela iga 5 garis midclavikula sinistra
Batas atas : sela iga 2 garis parasternalis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pembuluh Darah
Arteri Temporalis : Teraba Pulsasi
Arteri Karotis : Teraba Pulsasi
Arteri Brakhialis : Teraba Pulsasi
Arteri Radialis : Teraba Pulsasi
Arteri Femoralis : Teraba Pulsasi
Arteri Poplitea : Teraba Pulsasi
Arteri Tibialis Posterior : Teraba Pulsasi

11
Arteri Dorsalis Pedis : Teraba Pulsasi

Perut
Inspeksi : datar, warna kulit sawo matang, lesi (-), benjolan (-)
Palpasi
Dinding perut : supel, nyeri tekan (-)
Hati : tidak teraba membesar, nyeri (-)
Limpa : tidak teraba membesar, nyeri (-)
Ginjal : tidak teraba membesar, nyeri saat balotement(-)
Kandung empedu : tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+)
Refleks dinding perut : dalam batas normal, defense muscular (-)

Alat Kelamin (atas indikasi)


Tidak dilakukan karena tidak ada indikasi.

Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus : normotonus normotonus
Massa : (-) (-)
Sendi : normal normal
Gerakan : pasif pasif
Kekuatan : +2 +2
Oedem : (-) (-)
Petechie : (-) (-)

Tungkai dan Kaki Kanan Kiri


Luka : tidak ada tidak ada
Varises : tidak ada tidak ada
12
Otot
Tonus : normotonus (kiri dan kanan)
Massa : negatif (kiri dan kanan)
Sendi : normal (kiri dan kanan)
Gerakan : pasif (kiri dan kanan)
Kekuatan : normal (kiri dan kanan)
Oedem : negatif (kiri dan kanan)
Petechie : negatif (kiri dan kanan)

Refleks

Kanan Kiri
Refleks Tendon Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Bisep Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Trisep Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Patela Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Achiles Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Kulit Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Patologis Negatif Negatif

LABORATORIUM & PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA

Tanggal 31 Maret 2021


Darah Rutin
 Hemoglobin : 11.8 g/dL
 Hematokrit : 36%
 Eritosit : 4.57/uL
 Leukosit : 9.37/uL
 Trombosit : 396/uL
 MCV : 78.8%
 MCH : 25.8 pg

13
 MCHC : 32.8%

Hitung Jenis Leukosit


 Basofil :0%
 Eosinofil :0%
 Neutrofil : 76 %
 Limfosit : 14 %
 Monosit : 10 %

Fungsi Hati
 SGOT : 16 U/L
 SGPT : 13 U/L

Fungsi Ginjal
 Ureum : 16 mg/dL
 Kreatinin : 0,6 mg/dL

Diabetes
 Glukosa Darah Sewaktu : 91 mg/dL

Elektrolit
 Natrium (Na) : 137 mEq/L
 Kalium (K) : 4.1 mEq/L
 Klorida (Cl) : 104 mEq/L

Analisa Gas Darah


 pH : 7,500
 pCO2 : 35,7 mmHg
 pO2 : 78.8 mmHg
 SO2 : 96.7%
 BE-ecf : 4.7 mmol/L
 BE-b : 5.5 mmol/L
 SBC : 29.4 mmol/L
 HCO3 : 28.1 mmol/L
 TCO2 : 29.2 mmol/L
 A : 105.1 mmHg
 A-aDO2 : 26.2 mmHg
 a/A : 0.8 mmHg
 O2CT : 17.3 mL/dL
 PO2/FIO2 : 377.2
 Temperatur :37.0 oC

Tanggal 01 April 2021


Fungsi Hati
 Albumin :3.3 g/dL

14
 Globulin :4.50 g/dL
 Protein :7.8 g/dL
 SGOT (AST) :20 U/L
 SGPT (ALT) :9 U/L
 Bilirubin indirek :0.3 mg/dL
 Bilirubin total :0.6 mg/dL
 Bilirubin direk :0.33 mg/dL

Imunoserologi
 Anti HIV : non reaktif

Tanggal 03 April 2021


Fungsi Hati
 Albumin :3.4 g/dL

Foto Thorax

Jantung CTR sulit dinilai, Trakea midline, Hilus kanan tidak tampak melebar, Hilus kiri sulit
dinilai, Apex kedua paru tidak tampak infiltrat, lapang paru kanan tidak tampak infiltrat dan lesi
lapang paru kiri tampak lesi opak konsolidasi homogen hampir keseluruhan rongga paru kiri,
Sinus costophrenicus kanan tajam, Sinus costophrenicus kiri tumpul dengan meniscus sign,
Diafragma tampak melengkung, tidak tampak tarikan. Kesan: Efusi pleura sinistra

RINGKASAN

15
Pasien perempuan (18 tahun) dengan keluhan sesak napas sejak 1 minggu. Karena
sesaknya pasien berobat ke poli paru RSUD Tarakan dan diarahkan untuk rawat inap. Sesak
yang dirasakan timbul saat duduk dan tambah sesak apabila beraktivitas. Pasien mengeluh tidak
bisa tidur karena sesaknya serta sering berkeringat pada malam hari dan cenderung tidur miring
sebelah kiri. Terdapat demam yang dirasakan naik turun sejak 2 minggu yang lalu. keluhan batuk
dirasakan 1 minggu yang lalu, batuk disertai dahak putih dan encer. Namun, tidak ada darah
maupun riwayat batuk darah sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung,
diabetes, hipertensi dan alergi terhadap obat tertentu. Namun, pasien mengatakan bahwa saat
masih bayi pada tahun 2003-2004 memiliki riwayat tuberkulosis paru.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis. BMI berat badan kurang.
Tekanan darah 116/96 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi napas 20x/menit, suhu 36,3 oC
dan saturasi oksigen 99%. Pada pemeriksaan Thorax AP/PA ditemukan jantung CTR sulit
dinilai, Trakea midline, Hilus kanan tidak tampak melebar, Hilus kiri sulit dinilai, Apex kedua
paru tidak tampak infiltrat, lapang paru kanan tidak tampak infiltrat dan lesi lapang paru kiri
tampak lesi opak konsolidasi homogen hampir keseluruhan rongga paru kiri, Sinus
costophrenicus kanan tajam, Sinus costophrenicus kiri tumpul dengan meniscus sign, Diafragma
tampak melengkung, tidak tampak tarikan. Kesan: Efusi pleura sinistra

DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
1) Efusi Pleura Sinistra

Keluhan sesak sejak 1 minggu yang disertai batuk. Riwayat keringat malam dan peningkatan
suhu tubuh yang naik turun. Pada pemeriksaan Thorax AP/PA ditemukan jantung CTR sulit
dinilai, Trakea midline, Hilus kanan tidak tampak melebar, Hilus kiri sulit dinilai, Apex kedua
paru tidak tampak infiltrat, lapang paru kanan tidak tampak infiltrat dan lesi lapang paru kiri
tampak lesi opak konsolidasi homogen hampir keseluruhan rongga paru kiri, Sinus
costophrenicus kanan tajam, Sinus costophrenicus kiri tumpul dengan meniscus sign, Diafragma
tampak melengkung, tidak tampak tarikan. Kesan: Efusi pleura sinistra

2) Tuberkulosis Paru

16
3) Hipoglikemia

Gula darah sewaktu : 91 mg/dL

Penatalaksanaan
1. Medikamentosa

Peroral

 Curcuma tab 3x1


 Omeprazole tab 2x1
 Acetylcystein tab 3x1
 Rifampisin tab 1x450 mg
 INH tab 1x300 mg
 Pyrazinamid tab 1x1000 mg
 Etambutol tab 1x1000mg

Injeksi

 Ceftriaxon 1x 2 gr

Pencegahan
1. Intake nutrisi yang baik untuk meningkatkan kekebalan tubuh
2. Pakai masker saat kontak dengan orang sekeliling
3. Skrining TBC orang sekitar/serumah dengan pasien terutama apabila terdapat keluhan
batuk lama

17
Prognosis
Ad vitam: Dubia
Ad functionam: Dubia
Ad sanationam: Dubia

ANALISA KASUS

Seorang pasien perempuan usia 18 tahun datang RSUD Tarakan Jakarta dengan keluhan
sesak disertai batuk sejak 1 minggu yang lalu. Batuk disertai dahak putih dan encer. Batuk darah
tidak ada, riwayat batuk darah sebelumnya tidak ada. Batuk merupakan refleks pertahanan yang
timbul akibat iritasi percabangan trakeobronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan
mekanisme yang penting untuk membersihkan saluran nafas bagian bawah. Rangsangan yang
biasanya menyebabkan batuk adalah rangsangan mekanik, kimia, dan peradangan. Proses
peradangan batuk ini dicetuskan oleh adanya benda asing oleh tubuh. Bila bronkus belum terlibat
dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi
karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Pada
pasien didapatkan dahak berwarna putih. Dahak atau sputum adalah sekret mukus yang
dihasilkan dari trachea, bronkus dan paru-paru atau bahan yang berasal dari saluran pernapasan
bagian bawah. Dahak dengan warna putih menandakan adanya proses infeksi oleh bakteri.
Pasien mengeluhkan sesak napas yang dirasakan saat batuk. Sesak napas tidak menciut, dan
tidak dipengaruhi oleh makanan dan cuaca. Riwayat sesak napas sebelumnya tidak ada serta
nyeri dada tidak ada. Sesak napas terjadi ketika adanya ketidaksesuaian antara perintah untuk
ventilasi yang dikirim oleh batang otak dan umpan balik sensorik dari dada. Sesak napas bisa
disebabkan oleh banyak hal. Penyebab penting sesak napas diantaranya berasal dari obstruksi
jalan napas atas (inhalasi benda asing, anafilaksis, epiglottitis), penyakit saluran napas bawah
(bronkitis akut, asma, PPOK eksaserbasi akut, bronkiektasis), penyakit parenkim paru
(pneumonia, kolaps lobus paru, ARDS), penyebab pernapasan lain (pneumothoraks, efusi pleura,
emboli paru), penyebab kardiovaskular (Acute Lung Oedema, sindroma koroner akut, tamponade
jantung, aritmia, penyakit katup jantung), dan penyebab lainnya (asidosis metabolik).
Pasien juga mengeluhkan demam tinggi bersifat hilang timbul sejak 2 minggu terakhir.
Riwayat demam sebelumnya tidak ada. Demam timbul sebagai akibat respon sinyal kimia yang
18
bersirkulasi yang menyebabkan hipotalamus mangatur ulang suhu tubuh ke temperatur yang
lebih tinggi untuk sesaat. Selanjutnya suhu tubuh akan kembali normal dan panas yang
berlebihan akan dikeluarkan melalui keringat. Untuk lebih jelasnya berikut adalah fase demam.
Pertama yaitu fase inisiasi dimana vasokonstriksi kutaneus akan menyebabkan retensi panas dan
menggigil untuk menghasilkan panas tambahan. Ketika set point baru tercapai maka menggigil
akan berhenti. Dengan menurunnya set point menjadi normal, vasodilatasi kutaneus
menyebabkan hilangnya panas ke lingkungan dalam bentuk berkeringat.
Pasien mengeluhkan adanya keringat malam sejak 1 minggu yang lalu. Keringat malam
adalah suatu keluhan subyektif berupa berkeringat pada malam hari yang diakibatkan oleh irama
temperatur sirkadian normal yang berlebihan. Suhu tubuh normal manusia memiliki irama
sirkadian di mana paling rendah pada pagi hari sebelum fajar yaitu 36.1°C dan meningkat
menjadi 37.4 °C atau lebih tinggi pada sore hari sekitar pukul 18.00 sehingga kejadian demam
atau keringat malam mungkin dihubungkan dengan irama sirkadian ini. Variasi antara suhu tubuh
terendah dan tertinggi dari setiap orang berbeda-beda tetapi konsisten pada setiap orang. Belum
diketahui dengan jelas mengapa tuberkulosis menyebabkan demam pada malam hari. Ada
pendapat keringat malam pada pasien tuberkulosis aktif terjadi sebagai respon salah satu molekul
sinyal peptida yaitu tumor necrosis factor alpha (TNF-α) yang dikeluarkan oleh sel-sel sistem
imun di mana mereka bereaksi terhadap bakteri infeksius (M.tuberculosis). Monosit yang
merupakan sumber TNF-α akan meninggalkan aliran darah menuju kumpulan kuman M.
tuberculosis dan menjadi makrofag migrasi. Walaupun makrofag ini tidak dapat
mengeradikasi bakteri secara keseluruhan, tetapi pada orang imunokompeten makrofag dan sel-
sel sitokin lainnya akan mengelilingi kompleks bakteri tersebut untuk mencegah penyebaran
bakteri lebih lanjut ke jaringan sekitarnya. TNF-α yang dikeluarkan secara berlebihan sebagai
respon imun ini akan menyebabkan demam, keringat malam, nekrosis, dan penurunan berat
badan di mana semua ini merupakan karakteristik dari tuberculosis.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis. BMI berat badan kurang.
Tekanan darah 116/96 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi napas 20x/menit, suhu 36,3 oC
dan saturasi oksigen 99%. Pada pemeriksaan Thorax AP/PA ditemukan jantung CTR sulit
dinilai, Trakea midline, Hilus kanan tidak tampak melebar, Hilus kiri sulit dinilai, Apex kedua
paru tidak tampak infiltrat, lapang paru kanan tidak tampak infiltrat dan lesi lapang paru kiri

19
tampak lesi opak konsolidasi homogen hampir keseluruhan rongga paru kiri, Sinus
costophrenicus kanan tajam, Sinus costophrenicus kiri tumpul dengan meniscus sign, Diafragma
tampak melengkung, tidak tampak tarikan. Kesan: Efusi pleura sinistra
Edukasi perlu diberikan kepada keluarga os yaitu memeriksakan anggota keluarga yang
dicurigai TB, menjaga sanitasi lingkungan supaya dapat mencegah penularan serta mendapatkan
ventilasi udara di rumah yang baik, cukup cahaya matahari masuk ke dalam rumah.

20
Follow Up
Tanggal 05 April 2021
S : Terasa sesak saat batuk, demam naik turun lebih terasa pada malam hari dan berkeringat
serta susah untuk menelan obat
O : TD 125/75 mmHg, Nadi 88x/menit, Napas 22x/menit, Suhu 36,3 oC, Albumin 3.4,
globulin 4.50, Bilirubin direk 0.33, Hb 11.8 g/dL
A : Efusi pleura sinistra, Tuberkulosis Paru
P : Rifampisin tab 1x450 mg , INH tab 1x300 mg, Pyrazinamid tab 1x1000 mg, Etambutol
tab 1x1000mg, Curcuma tab 3x1, Omeprazole tab 2x1, Acetylcystein tab 3x1, Ceftriaxone inj
1x2 gr

Tanggal 06 April 2021

S : Pasien merasa mual dan muntah sesaat setelah makan 1 sendok, tidak napsu makan,
sesak mulai berkurang, batuk (-), keringat pada malam hari (-), susah menelan obat masih terasa

O : TD 120/77 mmHg, Nadi 92x/menit, Napas 24x/menit, Suhu 36,5 oC

A :Efusi pleura sinistra, Tuberkulosis paru, Hepatotoksisitas OAT

P :Stop OAT, Curcuma tab 3x1, Omeprazole tab 2x1

Tanggal 07 April 2021

S : Pasien merasa lemas dan tidak nafsu makan, sehabis makan pasien mual, batuk (-),
sesak (-). Keringat malam hari (-).

O : TD 128/70 mmHg, Nadi 88x/ menit, Napas 22x/menit, suhu 36,2 oC

A : Efusi pleura sinistra, Tuberkulosis paru, Hepatotoksisitas OAT

P : Stop OAT, Curcuma tab 3x1, Omeprazole tab 2x1

21
BAB I
PENDAHULUAN

Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat transudasi atau
eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit,
1
akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit. Akibat adanya carian yang cukup banyak dalam
rongga pleura, maka kapasitas paru akan berkurang dan di samping itu juga menyebabkan
pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi
pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi darah. 2
Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif,
sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara-negara yang sedang
berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. Efusi pleura
keganasan merupakan salah satu komplikasi yang biasa ditemukan pada penderita keganasan dan
terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi
klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer atau
metastatik. Sementara 5% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi
pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura. 2
Diperlukan penatalaksanaan yang baik dalam menanggulangi efusi pleura ini, yaitu
pengeluaran cairan dengan segera serta pengobatan terhadap penyebabnya sehingga hasilnya
akan memuaskan. 2
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penulis berkeinginan menyajikan informasi
mengenai efusi pleura agar dapat menjadi bahan masukan kepada diri penulis dan kita semua
dapat mendiagnosis serta memberikan terapi yang tepat pada penderita efusi pleura.

22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum) pleura yang
melebihi batas normal. Dalam keadaan normal terdapat 10-20 cc cairan. 1
Effusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura atau Efusi pleura adalah
suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga
pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan
pleura. 2
Dalam konteks ini perlu di ingat bahwa pada orang normal rongga pleura ini juga selalu
ada cairannya yang berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura viseralis dengan pleura
parietalis, sehingga dengan demikian gerakan paru (mengembang dan mengecil) dapat berjalan
dengan mulus. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20
ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura
mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl. 1,2
Ada beberapa jenis cairan yang bisa berkumpul di dalam rongga pleura antara lain darah,
pus, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi 1,2
a. Hidrotoraks
Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam hal ini penyakitnya
disebut hidrotorak dan biasanya ditemukan bilateral. Sebab-sebab lain yang mungkin adalah
kegagalan jantung kanan, sirosis hati dengan asites, serta sebgai salah satu tias dari syndroma
meig (fibroma ovarii, asites dan hidrotorak).
b. Hemotoraks
Hemotorak adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya terjadi karena trauma
toraks. Trauma ini bisa karna ledakan dasyat di dekat penderita, atau trauma tajam maupu trauma
tumpul. Kadar Hb pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah
hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor
koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi
segera membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada. Penyebab
lainnya hemotoraks adalah:
23
 Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam
rongga pleura.
 Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian
mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.
 Gangguan pembekuan darah, akibatnya darah di dalam rongga pleura tidak membeku
secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melelui sebuah jarum atau
selang.
c. Empiema
Bila karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan pleura patologis iniakan
berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut piotoraks atau empiema. Pada setiap kasus
pneumonia perlu diingat kemungkinan terjadinya empiema sebagai salah satu komplikasinya.
Empiema bisa merupakan komplikasi dari:
 Pneumonia
 Infeksi pada cedera di dada
 Pembedahan dada
d. Chylotoraks

Kilotoraks adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan kil/getah bening


pada rongga pleura. Adapun sebab-sebab terjadinya kilotoraks antara lain :
 Kongental, sejak lahir tidak terbentuk (atresia) duktus torasikus, tapi terdapat fistula
antara duktus torasikus rongga pleura.
 Trauma yang berasal dari luar seperti penetrasi pada leher dan dada, atau pukulan pada
dada (dengan/tanpa fratur). Yang berasal dari efek operasi daerah torakolumbal, reseksi
esophagus 1/3 tengah dan atas, operasi leher, operasi kardiovaskular yang membutuhkan
mobilisasi arkus aorta.
 Obstruksi Karena limfoma malignum, metastasis karsinima ke mediastinum, granuloma
mediastinum (tuberkulosis, histoplasmosis).

Penyakit-penyakit ini memberi efek obstruksi dan juga perforasi terhadap duktus
torasikus secara kombinasi. Disamping itu terdapat juga penyakit trombosis vena
subklavia dan nodul-nodul tiroid yang menekan duktus torasikus dan menyebabkan
kilotoraks. 1,2

24
2.2 Anatomi dan Fisiologi Pleura
Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan parietalis.
Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan ikat, dan dalam keadaan
normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa yang membungkus parekim
paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa yang melapisi dinding thorak,
diafragma, dan mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan
dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas
antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat
perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis, diantaranya : 1,2,3
1. Pleura Visceralis
Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm. Diantara celah-celah
sel ini terdapat sel limfosit. Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi
fibrosit dan histiosit, di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat
elastik. Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak mengandung
pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis serta pembuluh limfe Menempel kuat
pada jaringan paru Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan pleura.
2. Pleura parietalis
Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan elastis). Dalam
jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a. Intercostalis dan a. Mamaria interna,
pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan
temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan
dermatom dada. Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya Fungsinya untuk
memproduksi cairan pleura

25
Gambar 1. Tampilan depan paru dan pleuranya

FISIOLOGI

Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura parietalis dan
pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru
yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang akan saling melekat jika ada air.
Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit
dipisahkan.
Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis
ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis. Masing-masing dari kedua
pleura merupakan membran serosa mesenkim yang berpori-pori, dimana sejumlah kecil
transudat cairan intersisial dapat terus menerus melaluinya untuk masuk kedalam ruang pleura.
Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada
selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih

26
besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa mililiter
cairan di dalam rongga pleura. (1)

Gambar 2 memperlihatkan dinamika pertukaran cairan dalam ruang pleura.

Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya beberapa mililiter
yaitu 1-5 ml. Dalam kepustakaan lain menyebutkan bahwa jumlah cairan pleura sebanyak 12-15
ml(1). Kapanpun jumlah ini menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka
kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara
langsung) dari rongga pleura kedalam mediastinum, permukaan superior dari diafragma, dan
(3)
permukaan lateral pleural parietalis . Oleh karena itu, ruang pleura (ruang antara pleura
parietalis dan pleura visceralis) disebut ruang potensial, karena ruang ini normalnya begitu
sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas. 1,2,3

2.3 Epidemiologi
Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di negara-negara
industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi penyakit yang mendasarinya.
Secara umum, kejadian efusi pleura adalah sama antara kedua jenis kelamin. Namun,
penyebab tertentu memiliki kecenderungan seks. Sekitar dua pertiga dari efusi pleura ganas

27
terjadi pada wanita. Efusi pleura ganas secara signifikan berhubungan dengan keganasan
payudara dan ginekologi. Efusi pleura yang terkait dengan lupus eritematosus sistemik juga lebih
sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria. 2

2.4 Etiologi
Ruang pleura normal mengandung sekitar 1 mL cairan, hal ini memperlihatkan adanya
keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik dalam pembuluh darah pleura
viseral dan parietal dan drainase limfatik luas. Efusi pleura merupakan hasil dari
ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik. 2
Efusi pleura merupakan indikator dari suatu penyakit paru atau non pulmonary, dapat
bersifat akut atau kronis. Meskipun spektrum etiologi efusi pleura sangat luas, efusi pleura
sebagian disebabkan oleh gagal jantung kongestif,. pneumonia, keganasan, atau emboli paru.
Mekanisme sebagai berikut memainkan peran dalam pembentukan efusi pleura:
1. Perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya, radang, keganasan, emboli paru)
2. Pengurangan tekanan onkotik intravaskular (misalnya, hipoalbuminemia, sirosis)
3. Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan pembuluh darah (misalnya, trauma,
keganasan, peradangan, infeksi, infark paru, obat hipersensitivitas, uremia, pankreatitis)
4. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik dan / atau paru-paru
(misalnya, gagal jantung kongestif, sindrom vena kava superior)
5. Pengurangan tekanan dalam ruang pleura, mencegah ekspansi paru penuh (misalnya, atelektasis
yang luas, mesothelioma)
6. Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan lengkap, termasuk obstruksi duktus toraks atau
pecah (misalnya, keganasan, trauma)
7. Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi di diafragma melalui limfatik atau cacat
struktural (misalnya, sirosis, dialisis peritoneal)
8. Perpindahan cairan dari edema paru ke pleura viseral
9. Peningkatan tekanan onkotik di cairan pleura yang persisiten menyebabkan adanaya akumulasi
cairan di pleura

28
10. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberkulosis, pneumonia, virus,

bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura), karena tumor

dan trauma

2.5 Klasifikasi
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pembentukan cairan dan
kimiawi cairan menjadi 2 yaitu atas transudat atau eksudat. Transudat hasil dari
ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dengan tekanan hidrostatik, sedangkan eksudat adalah
hasil dari peradangan pleura atau drainase limfatik yang menurun. Dalam beberapa kasus
mungkin terjadi kombinasi antara karakteristk cairan transudat dan eksudat. 1,2,3
1. Klasifikasi berasarkan mekanisme pembentukan cairan:
a. Transudat

Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudat.
Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan kapiler hidrostatik dan
koloid osmotic, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura melebihi reabsorpsinya
oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada:
1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
3. Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura
4. Menurunnya tekanan intra pleura

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:


a. Gagal jantung kiri (terbanyak)
b. Sindrom nefrotik
c. Obstruksi vena cava superior

29
d. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk
melalui saluran getah bening)

b. Exusadat

Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang


permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein
transudat. Bila terjadi proses peradangan maka permeabilitas kapiler pembuluh darah
pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi
pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling
sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa
tuberkulosa. Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran
getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini (misalnya pada pleuritis
tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan konsentasi protein cairan pleura, sehingga
menimbulkan eksudat.
Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:
a. Infeksi (tuberkulosis, pneumonia)
b. Tumor pada pleura
c. Iinfark paru,
d. Karsinoma bronkogenik
e. Radiasi,
f. Penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis).

2.6 Patofisiologi
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui
kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh saluran limfe, sehingga
terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi. Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat
meningkat sampai 20 kali. Apabila antara produk dan reabsorpsinya tidak seimbang
(produksinya meningkat atau reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura. 1,2,3,4
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan
protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat
30
sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang terjadi karena perbedaan tekanan
osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke
dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanya
perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh
sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang
memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di
sekitar sel-sel mesothelial. 1,2,3,4
Bila penumpukan cairan dalam rongga pleura disebabkan oleh peradangan. Bila proses
radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila
proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks. 1,2,3,4
penumpukan cairan pleura dapat terjadi bila:
1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan cairan pleura
melalui pengaruh terhadap hukum Starling. Keadaan ni dapat terjadi pada gagal jantung kanan,
gagal jantung kiri dan sindroma vena kava superior.
2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis, baik karena obstruksi
bronkus atau penebalan pleura visceralis.
3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih banyak cairan masuk ke
dalam rongga pleura
4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan transudasi cairan dari
kapiler pleura ke arah rongga pleura
5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe bermuara pada vena untuk
sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan menghambat pengosongan cairan limfe ,
gangguan kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening.
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi pengembangannya.
Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya perkembangan
penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar
mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan gagal nafas.
Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2)≤

31
60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50 mmHg melalui pemeriksaan
analisa gas darah.

2.7 Manifestasi Klinis


Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar. Pneumonia
akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi malignan dapat
mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Pada
kebanyakan penderita umumnya asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan ,dan berat
badan yang menurun seperti pada efusi yang lain. 1,2,3,4,5
Dari anamnesa didapatkan :
a. Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat permulaan pleuritis disebabkan
karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan efusinya meningkat, terutama kalau cairannya
penuh
b. Rasa berat pada dada
c. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai dengan proses
tuberkulosis di parunya, Batuk berdarah pada karsinoma bronchus atau metastasis
d. Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empiema
Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit)
a. Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal
b. Vokal fremitus menurun
c. Perkusi dull sampal flat
d. Bunyi pernafasan menruun sampai menghilang
e. Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada treakhea

Nyeri dada pada pleuritis :


Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat oleh
bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura parietalis
yang inflamasi dan mendapat persarafan dari nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada
tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain :

32
1. Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervuis intercostal
terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.
2. Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus menyebabkan nyeri
menjalar ke daerah leher dan bahu.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk memperkuat diagnosa efusi pleura antara lain : 4,5,6
1. Rontgen dada
Roentgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura yang hasilnya menunjukkan adanya cairan. Foto dada juga
dapat menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang
membesar, adanya masa tumor, adanya lesi tulang yang destruktif pada keganasan, dan
adanya densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru.
2. USG Dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan. Jumlahnya
sedikit dalam rongga pleusa. Pemeriksaan ini sangat membantu sebagai penuntun
waktu melakukan aspirasi cairan dalam rongga pleura. Demikian juga dengan
pemeriksaan CT Scan dada.
3. CT Scan Dada
CT scan dada dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas cairan dengan
jaringan sekitarnya sehingga sangat memudahkan dalam menentukan adanya efusi
pleura. Selain itu juga bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
Hanya saja pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis.
Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang
dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah pengaruh pembiasan lokal
dalam dan berguna sebagai sarana untuk diuagnostik maupun terapeutik.

33
Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita dengan posisi
duduk. Aspirasi dilakukan toraks, pada bagian bawah paru di sela iga v garis aksilaris
media dengan memakai jarum Abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura
sebaiknya tidak melebihi 1000 – 1500 cc pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih baik
mengerjakan aspirasi berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat
menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru.
Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat.
Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan
intra pleura yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui
permeabilitas kapiler yang abnormal.
5. Biopsi Pleura
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya maka dilakukan
biopsi dimana contoh lapisan pleura sebelah luar untuk dianalisa. Pemeriksaan histologi
satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50 -75% diagnosis
kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor pleura. Bila ternaya hasil biopsi pertama
tidak memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsi ulangan. Pada sekitar 20%
penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi
pleura tetap tidak dapat ditentukan. Komplikasi biopsi antara lain pneumotoraks,
hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
6. Analisa cairan pleura
Untuk diagnostic cairan pleura, dilakukan pemeriksaan :
a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serous-xantho-ctrorne.
Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma, infark paru, keganasan.
adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini
menunjukkan adanya empiema. Bila merah tengguli, ini menunjukkan adanya abses
karena ameba
b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

34
Perbedaan Transudat Eksudat
- Kadar protein dalam efusi (g/dl) < 3. > 3.
- Kadar protein dalam efusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
- Kadar LDH dalam efusi (I.U) < 200 > 200
- Kadar LDH dalam efusi
Kadar LDH dalam Serum < 0,6 > 0,6
- Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016
- Rivalta negatif positif

Di. samping pemeriksaan tersebut di atas. secara biokimia diperiksakan juga pada
cairan pleura :
- kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi,
artitis reumatoid dan neoplasma
- kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis
adenokarsinoma.

c. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik penyakit
pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
- Sel neutrofil : Menunjukkan adanya infeksi akut.
- Sel limfosit : Menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa
atau limfoma malignum
- Sel mesotel : Bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan adanya infark
paru. Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.
- Sel mesotel maligna : Pada mesotelioma
- Sel-sel besar dengan banyak inti : Pada arthritis rheumatoid
- Sel L.E : Pada lupus eritematosus sistemik

35
d. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan empiema).
Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun anaerob.
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah : Pneumokok, E.
coli, Kleibsiella, Pseudomonas, Entero-bacter.
Pada pleuritis tuberkulosa, kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat
menunjukkan yang positif sampai 20%.
Pemeriksaan Laboratorium terhadap cairan pleura dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :

Pemeriksaan Laboratorium Terhadap Cairan Pleura


Hitung sel total Hitung diferensial, hitung sel darah merah, sel
jaringan

Protein total Rasio protein cairan pleura terhadap seum > 0,5
menunjukkan suatu eksudat

Laktat dahidrogenase Bila terdapat organisme, menunjukkan empiema


Pewarnaan Gram dan
tahan asam

Biakan Biakan kuman aerob dan anerob, biakan jamur


dan mikobakteria harus ditanam pada lempeng

Glukosa Glukosa yang rendah (< 20 mg/dL) bila gula


darah normal menunjukkan infeksi atau penyakit

36
reumatoid

Amylase Meningkat pada pankreatitis, robekan esofagus


pH Efusi parapneumonik dengan pH > 7,2 dapat
diharapkan untuk sembuh tanpa drainase kecuali
bila berlokusi. Keadaan dengan pH < 7,0
menunjukkan infeksi yang memerlukan drainase
atau adanya robekan esophagus.

Sitologi Dapat mengidentifikasi neoplasma


Hematokrit Pada cairan efusi yang banyak darahnya, dapat
membantu membedakan hemotoraks dari
torasentesis traumatik
Komplemen Dapat rendah pada lupus eritematosus sistemik
Preparat sel LE Bila positif, mempunyai korelasi yang tinggi
dengan diagnosis lupus aritematosus sistemik

7. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang
terkumpul. Bronkoskopi biasanya digunakan pada kasus-kasus neoplasma, korpus
alineum dalam paru, abses paru dan lain-lain

8. Scanning Isotop
Scanning isotop biasanya digunakan pada kasus-kasus dengan emboli paru.
9. Torakoskopi (Fiber-optic pleuroscopy)
Torakoskopi biasnya digunakan pada kasus dengan neoplasma atau tuberculosis
pleura. Caranya yaitu dengan dilakukan insisi pada dinding dada (dengan resiko kecil
terjadinya pneumotoraks). Cairan dikeluarkan dengan memakai penghisap dan udara
dimasukkan supaya bias melihat kedua pleura. Dengan memakai bronkoskop yang
lentur dilakukan beberapa biopsy.

2.9 Diagnosa
1. Anamnesis dan gejala klinis

37
Keluhan utama penderita adalah nyeri dada sehingga penderita membatasi pergerakan
rongga dada dengan bernapas pendek atau tidur miring ke sisi yang sakit. Selain itu sesak napas
terutama bila berbaring ke sisi yang sehat disertai batuk batuk dengan atau tanpa dahak. Berat
ringannya sesak napas ini ditentukan oleh jumlah cairan efusi. Keluhan yang lain adalah sesuai
dengan penyakit yang mendasarinya
2. Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan dada yang terkena cembung selain melebar dan
kurang bergerak pada pernapasan. Fremitus vokal melemah, redup sampai pekak pada perkusi,
dan suara napas lemah atau menghilang. Jantung dan mediastinum terdorong ke sisi yang sehat.
Bila tidak ada pendorongan, sangat mungkin disebabkan oleh keganasan
3. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologis mempunyai nilai yang tinggi dalam mendiagnosis efusi pleura, tetapi
tidak mempunyai nilai apapun dalam menentukan penyebabnya. Secara radiologis jumlah cairan
yang kurang dari 100 ml tidak akan tampak dan baru jelas bila jumlah cairan di atras 300 ml.
Foto toraks dengan posisi Posterioe Anterior akan memperjelas kemungkinan adanya efusi
pleura masif. Pada sisi yang sakit tampak perselubungan masif dengan pendorongan jantung dan
mediastinum ke sisi yang sehat.
4. Torakosentensi
Tujuan torakosentesis (punksi pleura) di samping sebagai diagnostik juga sebagai terapeutik.

2.10 Penatalaksanaan
Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan pleura akan
menekan organ-organ vital dalam rongga dada. Beberapa macam pengobatan atau tindakan yang
dapat dilakukan pada efusi pleura masif adalah sebagai berikut : 1,2,3,4,5,6
1. Obati penyakit yang mendasarinya
a. Hemotoraks
Jika darah memasuki rongga pleura hempotoraks biasanya dikeluarkan
melalui sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan obat untuk
membantu memecahkan bekuan darah (misalnya streptokinase dan
streptodornase). Jika perdarahan terus berlanjut atau jika darah tidak dapat
dikeluarkan melalui selang, maka perlu dilakukan tindakan pembedahan

38
b. Kilotoraks
Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki kerusakan
saluran getah bening. Bisa dilakukan pembedahan atau pemberian obat antikanker
untuk tumor yang menyumbat aliran getah bening.
c. Empiema
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah. Jika
nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka
pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus
diangkat sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan
pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari pleura (dekortikasi).
d. Pleuritis TB.
Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rimfapisin, INH,
Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara
pemberian obat seperti pada pengobatan tuberkulosis paru. Pengobatan ini
menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembalai, tapi untuk menghilangkan
eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan
diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-kdang dapat diberikan kortikosteroid
secara sistematik (Prednison 1 mg/kgBB selama 2 minggu, kemudian dosis
diturunkan). (2)
2. Torakosentesis
keluarkan cairan seperlunya hingga sesak - berkurang (lega); jangan lebih 1-1,5 liter pada
setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan Pare menganjurkan jangan lebih 1.500 ml dengan waktu
antara 20-30 menit. Torakosentesis ulang dapat dilakukan pada hari berikutnya. Torakosentesis
untuk tujuan diagnosis setiap waktu dapat dikerjakan, sedangkan untuk tujuan terapeutik pada
efusi pleura tuberkulosis dilakukan atas beberapa indikasi.
a. Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada, perasaan tertekan pada dada.
b. Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan mendorong dan menekan
jantung dan alat mediastinum lainnya, yang dapat menyebabkan kematian secara tiba-
tiba.
c. Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah melewati masa 3 minggu.
Dalam hal seperti ini biasanya cairan sudah berubah menjadi pyotoraks.

39
d. Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6 minggu, namun cairan
masih tetap banyak.
3. Chest tube
jika efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik dipasang selang dada
(chest tube), sehingga cairan dapat dialirkan dengan lambat tapi sempurna. Tidaklah bijaksana
mengeluarkan lebih dari 500 ml cairan sekaligus. Selang dapat diklem selama beberapa jam
sebelum 500 ml lainnya dikeluarkan. Drainase yang terlalu cepat akan menyebabkan distres pada
pasien dan di samping itu dapat timbul edema paru. 2
4. Pleurodesis
Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga akan mencegah
penumpukan cairan pluera kembali. Hal ini dipertimbangkan untuk efusi pleura yang rekuren
seperti pada efusi karena keganasan Sebelum dilakukan pleurodeSis cairan dikeluarkan terlebih
dahulu melalui selang dada dan paru dalam keadaan mengembang
Pleurodesis dilakukan dengan memakai bahan sklerosis yang dimasukkan ke dalam
rongga pleura. Efektifitas dari bahan ini tergantung pada kemampuan untuk menimbulkan
fibrosis dan obliterasi kapiler pleura. Bahan-bahan yang dapat dipergunakan untuk keperluan
pleurodesis ini yaitu : Bleomisin, Adriamisin, Siklofosfamid, ustard, Thiotepa, 5 Fluro urasil,
perak nitrat, talk, Corynebacterium parvum dan tetrasiklin Tetrasiklin merupakan salah satu obat
yang juga digunakan pada pleurodesis, harga murah dan mudah didapat dimana-mana. Setelah
tidak ada lagi cairan yang keluar masukkanlah tetrasiklin sebanyak 500 mg yang sudah dilarutkan
dalam 20-30 ml larutan garam fisiologis ke dalam rongga pleura, selanjutnya diikuti segera
dengan 10 ml larutan garam fisiologis untuk pencucian selang dada dan 10 ml lidokain 2% untuk
mengurangi rasa sakit atau dengan memberikan golongan narkotik 1,5-1 jam sebelum dilakukan
pleurodesis. Kemudian kateter diklem selama 6 jam, ada juga yang melakukan selama 30 menit
dan selama itu posisi penderita diubah-ubah agar tetrasiklin terdistribusi di seluruh rongga pleura.
Bila dalam 24-48 jam cairan tidak keluar lagi selang dada dicabut. 2
5. Pengobatan pembedahan mungkin diperukan untuk :
a. Hematoraks terutama setelah trauma
b. Empiema
c. Pleurektomi yaitu mengangkat pleura parietalis; tindakan ini jarang dilakukan kecuali pada
efusi pleura yang telah mengalami kegagalan setelah mendapat tindakan WSD, pleurodesis
kimiawi, radiasi dan kemoterapi sistemik, penderita dengan prognosis yang buruk atau pada
empiema atau hemotoraks yang tak diobati
40
d. Ligasi duktus torasikus, atau pleuropritoneal shunting yaitu menghubungkan rongga pleura
dengan rongga peritoneum sehingga cairan pleura mengalir ke rongga peritoneum. Hal ini
dilakukan terutama bila tindakan torakosentesis maupun pleurodesis tidak memberikan hasil
yang memuaskan; misalnya tumor atau trauma pada kelenjar getah bening. 2

2.11 Komplikasi
1. Infeksi.
Pengumpulan cairan dalam ruang pleura dapat mengakibatkan
infeksi (empiema primer), dan efusi pleura dapat menjadi terinfeksi setelah
tindakan torasentesis {empiema sekunader). Empiema primer dan sekunder harus
didrainase dan diterapi dengan antibiotika untuk mencegah reaksi fibrotik. Antibiotika
awal dipilih gambaran klinik. Pilihan antibiotika dapat diubah setelah hasil biakan
diketahui. 2
2. Fibrosis
Fibrosis pada sebagian paru-paru dapat mengurangi ventilasi dengan membatasi
pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga dapat menjadi sumber infeksi kronis,
menyebabkan sedikit demam. Dekortikasi-reseksi pleura lewat pembedahan-mungkin
diperlukan untuk membasmi infeksi dan mengembalikan fungsi paru-paru. Dekortikasi
paling baik dilakukan dalam 6 minggu setelah diagnosis empiema ditegakkan, karena
selama jangka waktu ini lapisan pleura masih belum terorganisasi dengan baik (fibrotik)
sehingga pengangkatannya lebih mudah. 1,3,5

2.12 Prognosis
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang mendasari kondisi itu.
Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobantan lebih dini akan lebih jauh terhindar
dari komplikasi daripada pasien yang tidak memedapatkan pengobatan dini.
Efusi ganas menyampaikan prognosis yang sangat buruk, dengan kelangsungan hidup
rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang dari 1 tahun. Efusi dari kanker yang
lebih responsif terhadap kemoterapi, seperti limfoma atau kanker payudara, lebih mungkin untuk

41
dihubungkan dengan berkepanjangan kelangsungan hidup, dibandingkan dengan mereka dari
kanker paru-paru atau mesothelioma.
Efusi parapneumonic, ketika diakui dan diobati segera, biasanya dapat di sembuhkan
tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi parapneumonik yang tidak terobati atau tidak
tepat dalam pengobatannya dapat menyebabkan fibrosis konstriktif. 4,5

42
BAB III
KESIMPULAN

Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat transudasi atau
eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit,
akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit. Akibat adanya carian yang cukup banyak dalam
rongga pleura, maka kapasitas paru akan berkurang dan di samping itu juga menyebabkan
pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi
pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi darah.
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar. Pneumonia
akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi malignan dapat
mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Pada
kebanyakan penderita umumnya asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan ,dan berat
badan yang menurun seperti pada efusi yang lain
Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan pleura akan
menekan organ-organ vital dalam rongga dada. Ada beberapa macam pengobatan atau tindakan
yang dapat dilakukan pada efusi pleura masif.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Firdaus, Denny. 2012. Efusi Pleura. RSUD Dr.H.Abdul Moeloek. Bandar Lampung.
2. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
3. Halim H. Penyakit-penyakit pleura, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam, Jilid II, edisi ke-3, Gaya
Baru.Jakarta.2001; 927-38
4. HANLEY, M. E. & WELSH, C. H. 2003. Current diagnosis & treatment in pulmonary medicine.
[New York]: McGraw-Hill Companies.
5. Rofiq ahmad. 2001. Thorax. http://emedicine.medscape.com/article/299959-overview diakses
tanggal 8 Mei 2013
6. Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
7. Halim, Hadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
8. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
9. Rofiqahmad. 2008. Thorax. http://www.efusi pleura/080308/thorax/weblog.htm. diakses tanggal 13
Maret 2008 jam 13.20 WIB
10. Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed8. Vol.1,
Jakarta, EGC, 2002.

44

Anda mungkin juga menyukai