Oleh :
Pembimbing :
1
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Presentasi Kasus :
SMF ILMU PENYAKIT BEDAH
RSUD CENGKARENG
Tanda Tangan
NIM : 11.2018.058
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A Z
TTL : Tanggerang, 22 Maret 2019
Umur : 6 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Alamat : Kp Sebrang RT 001, RW 004 Kelurahan Belendung kec. Benda, kota tanggerang
RM : 804660
MRS : 27 September 2019
Ruangan : Melon
DPJP : dr. Rika Sp.BA
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Melanjutkan operasi penutupan kolostomi.
2
Riwayat Penyakit Sekarang
Enam bulan SMRS, pasien lahir operasi Caesar dengan dokter di usia kehamilan 40 minggu
dengan berat lahir 2550 gram, panjang badan 48 cm, langsung menangis (+) spontan, dan gerak
aktif, dan ibu tidak mengetahui nilai APGAR anaknya saat lahir. Saat lahir pasien mengeluarkan
meconium di saluran kencing dan di periksa tidak memiliki anus. Pasien di rawat secara intensif
di ruang NICU. Riwayat keluhan Perut kembung ada, muntah (-), batuk (-), pilek (-) demam (-)
di sangkal ibu pasien. Pasien merupakan anak dari ibu dengan status obstetri G1P1A0. Selama
kehamilan ibu pernah sakit batuk kering dari usia kehamilan 7 bulan sampai persalinan, dan pernah
mengalami keputihan pada kehamilan usia 8 bulan tapi tidak pernah sakit berat, tidak
mengkonsumsi obat-obatan, tidak pernah merokok dan minum-minuman beralkohol. Ibu pasien
juga rutin melakukan pemeriksaan antenatal secara teratur ke dokter. Kontrol kehamilan teratur
setiap bulan pada trimester I, II dan trimester III setiap 1 minggu sekali.
Tiga hari setelah lahir tepatnya di tanggal 26 Maret 2019 pasien menjalani operasi pertama
yaitu operasi pembuatan kolostomi di RSUD Cengkareng. Dan mendapat perawatan intensif
sampai keadaan pasien pulih dengan baik. Dan setelah pulang di RS ibu pasien di anjurkan untuk
membawa anaknya kontrol rutin di Poli Bedah Anak untuk melihat perkembangannya.
Pada usia 4 bulan pasiendi bawa ke RSUD Cengkareng untuk Operasi kedua yaitu operasi
PSARP (Postero Sagital Anerectoplasty) tepatmya pada tanggal 16 Juli 2019. Dan 2 minggu
setelah operasi dengan jahitan sudah kering dilakukan businasi, di mulai dari Busi ukuran 10
Pada usia 6 bln pasien di bawa kembali ke RSUD Cengkareng untuk operasi ketiga yaitu
pada tanggal 28 september untuk penutupan Kolostomi dan penyambungan usus di dalam. Setelah
operasi pasien di rawat 3 hari di ruang HCU untuk perwatan intensif, dan kemudian kembali ke
ruangan bangsal melon. Pasien aktif, perut kembung tidak ada, mual, muntah, demam tidak ada.
o Riwayat Kehamilan
Status Obstetri ibu pasien G1P1A0, pasien merupakan anak pertama. Selama
kehamilan ibu pernah sakit batuk kering dari usia kehamilan 7 bulan sampai
persalinan, dan pernah mengalami keputihan pada kehamilan usia 8 bulan tapi
tidak pernah sakit berat, tidak mengkonsumsi obat-obatan, tidak pernah merokok
3
dan minum-minuman beralkohol. Ibu pasien juga rutin melakukan pemeriksaan
antenatal secara teratur ke dokter. Kontrol kehamilan teratur setiap bulan pada
trimester I, II dan trimester III setiap 1 minggu sekali.
Kesan: Kontrol rutin, janin tunggal, kelainan selama kehamilan tidak ada
Riwayat Persalinan
Pasien lahir operasi Caesar dengan dokter. Usia kehamilan 40 minggu. Berat lahir
2550 gram, panjang badan 48 cm, langsung menangis (+) spontan dan gerak aktif,
ibu tidak mengetahui nilai APGAR anaknya, dan terdapat kelainan tidak memiliki
anus
Kesan: Bayi lahir spontan, neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan, terdapat
kelainan tidak memiliki anus.
Riwayat Imunisasi
Riwayat Perkembangan
4
(-) Cacar air (-) Campak (-) Penyakit Jantung Bawaan
(-) Demam Rematik Akut (-) Penyakit Jantung Rematik (-) Kecelakaan
Riwayat Keluarga
Alergi X
Asma X
Tuberkulosis X
Hipertensi X
Diabetes X
Kejang Demam X
Epilepsi X
Atresia Ani X
ANAMNESIS SISTEM
Kulit
Kepala
5
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Tenggorokan
Leher
Thorax (Jantung/Paru-Paru)
6
(-) Nyeri dada (-) Berdebar-debar
Abdomen (Lambung/Usus)
(+) Benjolan
Ekstremitas
PEMERIKSAAN FISIK
7
Telinga : Normotia, liang telinga lapang, membrane timpani utuh, secret
tidak ada, serumen ada
Hidung : Normosepta, Deviasi septum tidak ada, sekret tidak ada
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis, uvula berada di tengah, lidah
tidak kotor dan tidak hiperemis
Mulut : Mukosa bibir tidak sianotik, lidah kotor tidak ada, tidak hiperemis
Leher : KGB tidak teraba membesar, trakea tidak deviasi, tiroid tidak
teraba membesar
Jantung
a. Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
b. Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V mid-klavikula sinistra
c. Perkusi :
i. Batas atas jantung di sela iga 3 garis sternal kiri
ii. Batas kanan jantung di sela iga 4 garis sternal kanan
iii. Batas kiri jantung di sela iga 4 garis midklavikula kiri
d. Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop.
Paru
a. Inspeksi : Bentuk dada simetris kiri dan kanan, gerak dada simetris kiri dan
kanan
b. Palpasi : Tidak teraba adanya massa pada dinding dada
c. Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
d. Auskultasi : Suara nafas vesikular (+/+), rhonki basah (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
a. Inspeksi : Cembung simetris, supel, tampak luka post op disisi kolostomi
b. Auskultasi : Bising usus positif normal
c. Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), tidak teraba pembesaran lien
dan hepar, turgor kulit baik
d. Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen,
Regio Genitalia Eksterna :
8
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
Regio Perianal :
Inspeksi : Tampak lubang anus bekas operasi, warna lebih gelap dari sekitarnya
Riwayat Makanan
0 – 2 bulan ASI
2 – 4 bulan ASI
4 – 6 bulan ASI
9
FOTO KLINIS
10
PEMERIKSSAAN PENUNJANG
Hemostatis
Hematokrit 32 % 32-44
Hematokrit 36 % 32-44
11
Radiologi
Kesan : Di banding Radiografi Thorax tanggal 12 Juli 2019, saat ini infiltrat interstitisl di perihiler
bilateral dan parakardial kanan relative berkurang.
DIAGNOSIS
RENCANA
Rencana operasi penutupan kolostomi
PROGNOSIS
Que ad vitam : Bonam
Que ad functionam : Bonam
Que ad sanationam : Bonam
RESUME
Seorang laki-laki usia 6 bulan lahir operasi Caesar dengan dokter di usia kehamilan 40
minggu dengan berat lahir 2550 gram, panjang badan 48 cm, langsung menangis (+) spontan, dan
gerak aktif. Saat lahir pasien mengeluarkan meconium di saluran kencing dan di periksa tidak
memiliki anus. Pasien di rawat secara intensif di ruang NICU. Riwayat keluhan Perut kembung
ada, muntah (-), batuk (-), pilek (-) demam (-) di sangkal ibu pasien. Pasien merupakan anak dari
12
ibu dengan status obstetri G1P1A0. Selama kehamilan ibu pernah sakit batuk kering dari usia
kehamilan 7 bulan sampai persalinan, dan pernah mengalami keputihan pada kehamilan usia 8
bulan tapi tidak pernah sakit berat, tidak mengkonsumsi obat-obatan, tidak pernah merokok dan
minum-minuman beralkohol. Ibu pasien juga rutin melakukan pemeriksaan antenatal secara teratur
ke dokter. Kontrol kehamilan teratur setiap bulan pada trimester I, II dan trimester III setiap 1
minggu sekali.
Tiga hari setelah lahir tepatnya di tanggal 26 Maret 2019 pasien menjalani operasi pertama
yaitu operasi pembuatan kolostomi di RSUD Cengkareng. Dan mendapat perawatan intensif
sampai keadaan pasien pulih dengan baik. Dan setelah pulang di RS ibu pasien di anjurkan untuk
membawa anaknya kontrol rutin di Poli Bedah Anak untuk melihat perkembangannya.
Pada usia 4 bulan pasiendi bawa ke RSUD Cengkareng untuk Operasi kedua yaitu operasi
PSARP (Postero Sagital Anerectoplasty) tepatmya pada tanggal 16 Juli 2019. Dan 2 minggu
setelah operasi dengan jahitan sudah kering dilakukan businasi, di mulai dari Busi ukuran 10
Pada usia 6 bln pasien di bawa kembali ke RSUD Cengkareng untuk operasi ketiga yaitu pada
tanggal 28 september untuk penutupan Kolostomi dan penyambungan usus di dalam. Setelah
operasi pasien di rawat 3 hari di ruang HCU untuk perwatan intensif, dan kemudian kembali ke
ruangan bangsal melon. Pasien aktif, perut kembung tidak ada, mual, muntah, demam tidak ada.
Riwayat penyakit infeksi pada ibu tidak ada, riwayat keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum yaitu sakit sedang, gizi cukup, dan
sadar.Status vital dalam batas normal, Status lokalis pada region anal didapatkan tampak lubang
anus bekas operasi, warna lebih gelap dari sekitarnya, serta pada regio genitalia eksterna
didapatkan tampak bersih, feses (-), warna sama dengan sekitarnya. Dari pemeriksaan penunjang
didapatkan semua hasil dalam batas normal kecuali Leukosit agak sedikit meningkat Hasiil foto
thoraks didapatkan kesan di banding Radiografi Thorax tanggal 12 Juli 2019, saat ini infiltrat
interstitisl di perihiler bilateral dan parakardial kanan relative berkurang.. Berdasarkan dari
anamnesis , pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang maka dapat didiagnosa yaitu
Malformasi Anorektal letak rendah.
13
Follow Up
Tanggal 28-09-2019
Keluhan (-)
Tanda-tanda vital:
Suhu: 36,6oC, Nafas : 28x/menit, Nadi: 98x/menit teraba kuat, tekanan darah:
- mmHg
Hematokrit 32 % 32-44
Cefotaxime 3x 120 mg
14
Follow Up Tanggal 30-09-2019
S Demam (+), mual (-), muntah (-),batuk (-), pilek(-) BAB belum, BAK dbn.
Tanda-tanda vital:
Suhu: 37,2oC, Nafas : 26x/menit, Nadi: 100x/menit teraba kuat, tekanan darah: -
mmHg
NILAI
PEMERIKSAAN NILAI SATUAN
RUJUKAN
Hematokrit 36 % 32-44
P - Cefotaxime 3x 120 mg
- Paracetamol 3x 60 mg
- Metronidazole 3x100 mg
- Ondansentron 2x2 mg
- Ketorolac 2x 5 mg
-
15
Follow Up Tanggal 01-10-2019
S Demam (-), mual (-), muntah (-),batuk (-), pilek(-) BAB dan BAK dbn.
Tanda-tanda vital:
P - Cefotaxime 3x 120 mg
- Paracetamol 3x 60 mg
- Metronidazole 3x100 mg
- Ondansentron 2x2 mg
- Ketorolac 2x 5 mg
16
TINJAUAN PUSTAKA
Embriologi
Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan hindgut. Foregut
akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung, sebagian
duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut membentuk usus halus, sebagian
duodenum, sekum, appendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut
meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka,
dan ektoderm dari protoderm atau analpit.1
Bagian kaudal dari hingut berdilatasi menjadi kloaka. Kloaka akan berhubungan dengan
allantois (urachus) di bagian ventral. Sedangkan bagian kaudal akan dibatasi oleh membrane
kloaka yang merepresentasikan lapisan yang berbeda yaitu ectoderm dan endoderm. Mesoderm
pada sudut antara allantois dan hindgut berproliferasi dan melipat endoderm pada kloaka
membentuk septum, yang disebut sebagai septum urorectal. Septum urorektal akan membagi
kloaka menjadi: sinus urogenital primitive dari arah ventral dan canalis anorektal dari arah dorsal.
17
Selain itu, perpanjangan septum urorektal selanjutnya dari arah kaudal akan membagi membrane
kloaka menjadi 2 bagian: bagian anterior disebut membrane urogenital dan bagian posterior
disebut membrane analis. Selain itu, septum urorectal ini akan mencapai ectoderm antara kedua
membrane tadi membentuk korpus perineal. 2
Vaskularisasi canalis analis merefleksikan asalnya, dimana bagian superior canalis analis
yang berasal dari endoderm hindgut, di suplai oleh arteri rektalis superior, yang merupakan cabang
dari arteri mesenterika inferior. Sedangkan bagian inferior canalis analis berasal dari ectoderm,
yang merupakan suatu proctodeum (depressi ectodermal oleh membrane analis), di suplai oleh
arteri rectalis superior yang merupakan cabang dari arteri pudenda interna. 2
Fusi antara lapisan endoderm dan ectoderm pada canalis analis ditandai oleh suatu garis,
yang disebut sebagai linea pectinata, yang terletak dibawah kolumna analis. Garis ini merupakan
transisi epitel simple columnar ke epithel squamous stratificatum.2
18
Gambar: A. Hindgut masuk kebagian posterior kloaka, kanalis anorektalis primitive; allantois masuk ke bagian
anterior, sinus urogenitalis primitive. Septum urorectal dibentuk oleh penyatuan mesoderm yang menutupi allantois dan
yolk salk. Membrana kloaka yang membentuk batas ventral kloaka, dibentuk oleh ectoderm dan endoderm. B. sewaktu
bagian kaudal mudigah terus mengalami pelipatan, septum urorektal akan mendekati membrana kloaka, meskipun
septum ini tidak akan pernah berkontak dengan membrane tersebut. C. memanjangnya tuberkulum genital menarik
bagian urogenital kloaka ke arah anterior, pecahnya membrana kloaka menciptakan sebuah lubang untuk hindgut dan
sebuah lubang untuk sinus urogenital. Ujung septum urorektal membentuk badan perineal.
Pada kehidupan awal embrio, bagian terminal dari hindgut, yang disebut kloaka primitive,
akan terbagi menjadi bagian ventral dan bagian dorsal oleh suatu septum koronal yang berasal dari
jaringan mesenkim, yaitu septum urorektal. Septum urorektal akan memisahkan cavitas amnion
dan membrane kloaka. Sebagian besar terjadinya malformasi anorektal akibat perkembangan
abnormal pada septum urorektal.3
Antara minggu 4 – 6 gestasi, yolk salk atau hindgut primitive dan allantois atau sinus
urogenital primitive, memasuki kloaka. Septum urorektal berkembang dan membentuk lipatan
seperti garpu (forklike infolding) yang juga disebut sebagai Tourneux and Rathke folds pada
dinding lateral dari kloaka, pada saat yang sama, embrio memulai pertumbuhan longitudinal dari
perkembangan tuba neural dan kompartement mesodermal. Dengan perubahan morfologi ini, jarak
antara membrane kloaka dan ujung septum urorektal berkurang.3
19
Pada akhir minggu 7, septum urorektal dan membrane kloaka terletak pada level yang
sama. Kloaka dibagi menjadi 2 bagian, bagian ventral (sinus urogenital) dan bagian dorsal (rectum
dan canalis analis proksimal). Diantara keduanya, ujung septum urorektal menjadi area perianal.
Pada saat itu juga, membrane kloaka menjadi rupture oleh apoptosis, sehingga menyebabkan
pembukaan 2 orifisium pada perineum, satu pada ventral atau lubang urogenital dan satu
dibelakang atau lubang anal.3
Pada akhir minggu 7, terjadi oklusi sekunder pada canalis anorektal, diawali dengan adhesi
pada dinding dan selanjutnya terbentuk “plug” epitel pada level anal. Penutupan orificium anal ini
akan rupture dan terjadi rekanalisasi oleh apoptosis pada akhir minggu ke-8.3
Epidemiologi
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000
kelahiran. 6
20
Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak ditemukan pada laki-laki (58%) daripada
perempuan (42%). Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi
laki- laki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis malformasi anorektal
yang paling banyak ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula rektovestibular dan fistula
perineal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa malformasi anorektal letak rendah lebih banyak
ditemukan dibandingkan malformasi anorektal letak tinggi. 5
Etiologi
Atresia ani atau anus imperforata dapat disebabkan karena:3
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
Gangguan organogenesis dalam kandungan
Berkaitan dengan sindrom down
Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah komponen
genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang
memiliki saudara dengan kelainan malformasi anorektal yakni 1 dalam 100 kelahiran,
dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga
menunjukkan adanya hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien dengan trisomi 21
(Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen
yang berbeda dapat menyebabkan malformasi anorektal atau dengan kata lain etiologi malformasi
anorektal bersifat multigenik.3
Patofisiologi
Malformasi anorektal terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan yaitu adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala
21
akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi
sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum
dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum
(rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria
atau ke prostate. (rektovesika). Pada letak rendah, fistula menuju ke urethra (rektourethralis).7
Atresia anorektal terjadi karena ketidak sempurnaan dalam proses pemisahan. Secara
embriologis hindgut dari apparatus genitourinarius yang terletak di depannya atau mekanisme
pemisahan struktur yang melakukan penetrasi sampai perineum. Pada atresia letak tinggi atau
supra levator, septum urorektal turun secara tidak sempurna atau berhenti pada suatu tempat jalan
penurunannya. 8
Urorektal dan rektovaginal bisa terjadi karena septum urorektal turun ke bagian kaudal
tidak cukup jauh, sehingga lubang paling akhir dari hindgut berbelok ke anterior sehingga lubang
akhir hindgut menuju ke uretra atau ke vagina. Atresia rektoanal mungkin dapat meninggalkan
jaringan fibrous atau hilangnya segmen dari rektum dan anus, defek ini mungkin terjadi karena
adanya cedera vaskular pada regio ini sama dengan yang menyebabkan atresi pada bagian lain dari
usus. Anus imperforata terjadi ketika membran anal gagal untuk hancur.7
Klasifikasi
Sistem klasifikasi malformasi anorektal semata-mata berupa klasifikasi secara deskriptif
dan memiliki implikasi terapetik dan prognostic. Klasifikasi yang paling sering digunakan yaitu
klasifikasi Wingspread 1984. Klasifikasi Wingspread membagi malformasi anorektal menjadi 3
tipe: rendah, intermediet dan tinggi, berdasarkan letak / posisi distal rectum, apakah sejajar, diatas
atau dibawah dari levator ani. 9
Melbourne membagi berdasarkan garis pubokoksigeus dan garis yang melewati iscii kelainan,
disebut:
- letak tinggi apabila rectum berakhir diatas musculus levator ani (muskulus pubokoksigeus)
- letak intermediet apabila akhiran rectum terletak di musculus levator ani
- letak rendah apabila akhiran berakhir di bawah musculus levator ani
22
Klasifikasi (Wingspread 1984) 4
Laki-laki: Golongan I
Kelainan Tindakan
1. Fistel urine Kolostomi neonatus
2. Atresia rekti Operasi definitive usia 4-6 bulan
3. Perineum datar
4. Tanpa fistel. Udara > 1 cm
dari kulit pada invertogram
Laki-laki: Golongan II
Kelainan Tindakan
1. Fistel perineum
2. Membran anal meconeum tract Operasi definitive langsung pada neonatus
3. Stenosis ani Tanpa kolostomi
4. Bucket handle
5. Tanpa fistel. Udara < 1 cm
dari kulit pada invertogram
Wanita: Golongan I
Kelainan Tindakan
1. Kloaka
2. Fistel vagina Kolostomi neonatus
3. Fistel anovestibuler atau
rektovestibuler
4. Atresia rekti
5. Tanpa fistel. Udara > 1 cm
dari kulit pada invertogram
Wanita : Golongan II
Kelainan Tindakan
1. Fistel perineum
2. Stenosis Operasi definitif langsung pada neonatus
3. Tanpa fistel. Udara > 1 cm
23
dari kulit pada invertogram
24
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti.
Pada anamnesis dapat ditemukan : 10
a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan adalah letak
rendah
Gambar: Neonatus usia 4 hari dengan malformasi anorektal dengan riwayat distensi abdomen
dan tanpa meconium sejak lahir 7
PENA menggunakan cara sebagai berikut:
1 Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urine bila :
- Fistel perianal (+) , bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti atresia letak
rendah, dilakukan Minimal PSARP tanpa kolostomi
- Mekoneum (+) atresia letak tinggi dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan 8 minggu
kemudian dilakukan tindakan definitif.
25
Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram . Bila :
- Akhiran rektum < 1 cm dari kulit disebut letak rendah
- Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi
Pada laki-laki fistel dapat berupa rectovesikalis, rektourethralis dan rektoperinealis.
Gambar : Fistula Perineal pada laki-laki . (Levitt, M. A., & Peña, A. (2006)
26
Gambar: Fistula Recto-cervix vesica dan Anus Imperforata tanpa fistula
Gambar: Anus Imperforata (letak tinggi) pada anak laki-laki. Raphe mediana datar dan tanpa
adanya tanda ekstrusi meconium 10
Gambar: Anus Imperforata (letak rendah) pada anak laki-laki. Fistula perineal dengan ekstrusi
meconium pada 1-2 hari lahir. 7
27
Gambar: Anus imperforate (letak rendah) pada anak laki-laki. Terlihat “Bucket Handle” pada
sisi yang menutupi anus dengan ekstrusi meconium sedikit. 10
2 Pada bayi perempuan 90 % malformasi anorektal disertai dengan fistel. Bila ditemukan
· Fistel perineal (+) minimal PSARP tanpa kolostomi.
· Fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu.
· Fistel (-) invertrogram :
- Akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti
- Akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu
28
Gambar: fistula rectoperineal Gambar: Fistula rectovestibular
Gambar : Kloaka 11
29
Gambar: Anus Imperforata pada anak perempuan (letak rendah). Terlihat fistula pada
fourchette posterior (fistula vestibular)10
Leape (1987) menyatakan bila mekonium didapatkan pada perineum, vestibulum atau
fistel perianal berarti letak rendah . Bila pada pemeriksaan tidak ditemukan adanya fistel, maka
mungkin terdapat kelainan letak tinggi atau rendah.12
Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisi udara, dengan
cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertical dengan kepala dibawah) atau
knee chest position (sujud) bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat
fistula lakukan fistulografi. 6
30
Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi anorektal tidak selalu menunjukkan gejala
obstruksi saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera
setelah lahir dengan inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan termometer melalui anus.6
Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula rektoperineal
hingga 18-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama beberapa jam pertama setelah lahir
dan mekonium harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini
dikarenakan bagian distal rektum pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang
menjaga rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk
menandingi tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24
jam untuk menentukan jenis malformasi anorektal pada bayi untuk menentukan apakah akan
dilakukan colostomy atau anoplasty. 13
Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai dengan tidak
adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot perineum
yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan malformasi anorektal letak tinggi dan harus
dilakukan colostomy. 13
Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi anorektal letak rendah
meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle" (skin tag yang terdapat pada anal
dimple), dan adanya membran pada anus (tempat keluarnya meconium. 13
31
3. Lubang kecil pada letak yang normal : stenosis anal membran, stenosis
anal/anorectal.
- Bila ditemukan 1 lubang periksa urine apakah mengandung mekoneum/tidak :
1. Mekoneum (-) foto knee chest position, kemungkinannya :
- Letak tinggi : agenesis anorectal tanpa fistula, agenesis anal tanpa fistula
- Letak rendah : imperforata anal membran.
2. Mekoneum (+), kemungkinannya :
- Letak tinggi : fistula recto-urethral, rectobulber, rectovesical.
b. Pada bayi perempuan :
1. Mekoneum (+) periksa perineum dan semua lubang :
- 1 lubang : fistula rectokloaka
- 2 lubang : fistula rectovaginal
- 3 lubang : fistula anovestibuler, rectovestibuler
2. Mekoneum (-) fistula (-), kemungkinannya :
- anorectal agenesis tanpa fistula
- anal agenesis tanpa fistula
- imperforate anal membrane
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan malformasi anorektal tergantung klasifikasinya. Pada malformasi
anorektal letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu
penanganan malformasi anorektal menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough (APPT),
tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi.
Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero
sagital anorektoplasty, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus
levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel .4
Bedah tradisional tidak memperbolehkan tindakan pada bagian posterior midline Karena
otot pada bagian ini dipercaya menyebabkan inkontinensia pada anak-anak. Sehingga pendekatan
dokter bedah untuk malformasi ini menggunakan kombinasi melalui, abdomen, sacral, dan
perineum dengan lapang pandang yang terbatas.4
32
Abdominoperineal pullthrough dilakukan dengan membuka rongga abdomen agar
mendapat visualisasi yang jelas dan identifikasi yang tepat dari otot puborektalis. Pada operasi
“pullthrough” ini bagian usus yang terbawah dimobilisasi, dan saluran baru dibuat melalui dinding
pelvis dengan menggunakan satu pasang forsep kurva melaluinya, dipertahankan agar tetap dekat
dengan uretra, menuju letak dari anus yang baru dimana rectum dijahit dengan kulit perineum,
membentuk hubungan mukokutaneus.4
Secara umum, ketika terdapat lesi letak rendah, yang diperlukan hanyalah operasi daerah
perineal tanpa kolostomi, sedangkan lesi letak tinggi memerlukan kolostomi segera setelah lahir.
Ketika terdapat kloaka persisten, saluran urin perlu dievaluasi lebih teliti pada saat membuat
kolostomi untuk memastikan bahwa pengosongan yang normal dapat terjadi dan menentukan
apakah buli-buli perlu didrainase dengan vesikostomi. Jika ada keraguan terhadap jenis lesi, lebih
aman untuk melakukan kolostomi daripada membahayakan kesempatan jangka panjang
kontinensia pada bayi dengan melakukan operasi perineal yang tidak tepat.15
Keberhasilan penatalaksanaan malformasi anorektal dinilai dari fungsinya secara jangka
panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma
psikis. Sebagai Goalnya adalah defekasi secara teratur dan konsistensinya baik. 15
Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat
ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan
USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan
menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan
anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari
berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum
dan ada tidaknya fistula. 7
Leape (1987) menganjurkan pada :12
Atresia letak tinggi & intermediet sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6 –12
bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP)
Atresia letak rendah perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes provokasi
dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus,
Bila terdapat fistula cut back incicion
Stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin , berbeda dengan Pena dimana dikerjakan
minimal PSARP tanpa kolostomi.
33
Penatalaksanaan atresia ani ini bisa dilakukan juga secara preventif, yaitu dengan cara antara lain
:14
a. Memberikan nasihat kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk
berhati-hati terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia
ani.
b. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai tiga hari
tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat berdampak feses atau tinja akan tertimbun
hingga mendesak paru-parunya.
c. Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi.
34
b. memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi yang
bersih
c. memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha
menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain.
Setelah dilakukan kolostomi, tindakan definitif akan dilakukan 3-4 bulan kemudian.
Dengan alasan pasien diharapkan telah memiliki keadaan umum yang baik, fungsi peristaltis dari
pasien sudah membaik. Dan komplikasi-komplikasi untuk tindakan bedah sudah teratasi seperti
gangguan sirkulasi, gangguan jalan napas, dan keseimbangan cairan elektrolit telah terjaga.
Kenapa diambil waktu 3-4 bulan karena menurut Albanese et al, semakin cepat perbaikan dari
suatu malformasi keongenital semakin baik hasil yang didapatkan dan juga lebih cepat untuk
melatih reflex defekasi dari otak merupakan hal yang sangat penting. 13
35
Gambar: Teknik Pena Untuk PSARP: (A) posterior sagittal incision through parasagittal fibres,
muscle complex, and levator muscle; (B) distal rectum opened longitudinally; (C) dissection
of rectum from fistula and posterior urethra; (D) circumferential dissection of rectum; (E)
incision of neurovascular bands; (F) closure of muscle, including perineal body, anterior to
rectum; (G) closure of levator muscle and posterior muscle complex; (H) 16-suture
anoplasty.7
FREKUENSI DILATASI
36
Tiap 1 hari 1x dalam 1 bulan
Tiap 3 hari 1x dalam 1 bulan
Tiap 1 minggu 2 x dal;am 1 bulan
Tiap 1 minggu 1x dalam 1 bulan
Tiap 1 bulan 1x dalam 3 bulan
Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan serta tidak ada
rasa nyeri dilakukan 2x selama 3-4 minggu merupakan indikasi tutup kolostomi, secara
bertahap frekuensi diturunkan.
Prognosis
1. Dengan menggunakan klasifikasi di atas dapat dilakukan evaluasi fungsi klinis:
a. kontrol feses dan kebiasaan buang air besar;
b. sensasi rektal dan soiling;
c. kontraksi otot yang baik pada colok dubur.
2. Evaluasi psikologis
Fungsi kontinensi tidak hanya tergantung integritas atau kekuatan sfingter atau sensasi saja,
tetapi tergantung juga pada bantuan orang tua dan kooperasi serta keadaan mental penderita.
Skoring Klotz
VARIABEL KONDISI SKOR
37
Encer 3
4 Perasaan ingin BAB Terasa 1
Tidak terasa 3
5 Soiling Tidak pernah 1
Terjadi bersama flatus 2
Terus menerus 3
6 Kemampuan menahan feses > 1 menit 1
yang akan keluar < 1 menit 2
Tidak bisa menahan 3
7 Komplikasi Tidak ada 1
Komplikasi minor 2
Komplikasi mayor 3
Penilaian hasil skoring :
Nilai scoring 7 – 21 --> 7 = Sangat baik
8 – 10 = Baik
11–13 = Cukup
> 14 = Kurang
38
Gambar. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus perempuan11`
DAFTAR PUSTAKA
1. T.W.Sadler. (2009). Langman's Medical Embriology (10 ed.). USA: EGC.
2. Hegazy, A.M.A., (2005). Lectures of Human Embriology: Rectum, Anal Canal, Urinary Bladder
and Urethtra. Associate Professor of Anatomy and Embriology. Faculty of Medicine, Zagazig
University. Egypt.
3. Alamo, L., Metrat, B., Mewly, J.Y., et Al. (2013). Anorectal Malformations: Finding the Pathway
out of the Labyrinth. Pediatric Imaging, Radiographics 2013, 33: 491-512.
4. R.Sjamsuhidajat, & de Jong, W. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah (3 ed.). Indonesia: EGC.
5. Barlow, M.m Rosen, N, Dolgin, S.E. (2012). Surgical Care of Major Newborn Malformations:
Anorectal Malformations. Cohen Childrens Center of New York, 260. 141-162. Avenue.
6. Brunicardi, F., Andersen, D. K., Billiar, T. R., Dunn, D. L., Hunter, J. G., Matthews, J. B., et al.
Barlow, M., Rosen, N., Dolgin, S. E. (2011). Anorectal Malformations. Pediatric Surg 33 (2):142-
161 (2012). Schwartz's Principles of Surgery (9 ed.). USA: Mc.Graw Hills.
39
7. Derbew, M. (2009). Newborn Management of Anorectal Malformations. Surgery in Africa -
Monthy Review. Faculty of Medicine Addis Ababa University. Ethiopia
8. Wakhiu, A.K,. (1995). Management of Congenital Anorectal Malformations. Pediatric Surgery
Volume 32 Kings George's Medical College Lucknow. India.
10. Arensman, R.M., Bambini, D.A., Almond, P.S. (2000). Pediatric Surgery: Anorectal
Malformations. Landes Biosciences. 365-371. USA.
11. Levitt, M.A., Pena, A. (2006). Pediatric Surgery: Anorectal Anomalies. Springer Surgery. 289-
312. New York.
12. Levitt, M.A., Pena, A. (2006). Pediatric Surgery and Urology Long Terms Outcomes: Anorectal
Malformations: Experience with the Posterior Sagittal Approach. Cambridge University Press.
401-415. Cambridge.
13. Levitt, M. A., & Peña, A. (2007). Anorectal Malformations. Orphanet Journal of Rare Diseases,
2-5.
14. Yolanda, P., Wahid, T.,O.,R., Masdar, H. (2014). Angka Keberhasilan Posterosagittal
Anorectoplasty (PSARP) yang Dinilai dari Skor KLOTZ pad Pasien Malformasi Anorektal Di
Bangsal Bedah RSUD Arifin Ahmad Provinsi Riau Periode Januari 2009-Desember 2014. (2014).
JOM FK Volume 1 No. 2 Oktober 2014, 1-7.
15. Qazi, S.H., Faruque, A.V., Khaan, M.A.M., et Al. (2015). Functional Outcome of Anorectal
Malformations and Assosiated Anomalies in Era of Krickenbeck Classiffication. (2016). Journal
of the College of Physicians and Surgeons Pakistan 2016 Vol 26 (3): 204-207
40