Anda di halaman 1dari 14

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Komunitas adalah kelompok sosial yang tinggal dalam suatu tempat,

saling berinteraksi satu sama lain, saling mengenal serta mempunyai minat

yang sama. Komunitas adalah kelompok dari masyarakat yang tinggal di

suatu lokasi yang sama dengan dibawah pemerintahan yang sama, area

atau lokasi yang sama dimana mereka tinggal, kelompok sosial yang

mempunyai minat yang sama (Riyadi, 2007). Salah satu kelompok khusus

dalam keperawatan komunitas adalah kelompok balita. Menurut Sutomo. B.

dan Anggraeni. DY, (2010), Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3

tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun).

Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun

manusia seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan

anak yang dilakukan sedini mungkin sejak anak masih dalam kandungan

(Departemen Kesehatan (Depkes), 2010).

Penyakit infeksi merupakan penyebab utama tingginya angka

kesakitan ( mordibity) dan angka kematian (mortality) terutama pada

negaranegara berkembang. Penyakit infeksi adalah suatu penyakit yang

disebabkan oleh mikroorganisme baik bakterial, virus, maupun fungi

(Darmadi, 2008).

Salah satu penyakit infeksi yang angka kejadiannya cukup sering baik

di dunia maupun di Indonesia adalah common cold. Common cold yang juga

disebut Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) adalah infeksi primer di


nasofaring dan hidung yang sering mengeluarkan cairan, penyakit ini banyak

dijumpai pada bayi dan anak (Ngastiyah, 2011).

Menurut World Health Organization (WHO) common cold atau ISPA

merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi. WHO

memperkirakan insidensi ISPA di negara berkembang dengan angka

kematian balita diatas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun

pada golongan usia bayi dan balita.

Berdasarkan hasil (Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2013)

pravelensi common cold di Indonesia sekitar 25,0% dan 13,8% kasus setelah

terdiagnosis pasti oleh dokter. Sedangkan di Provinsi Jawa Tengah pravelensi

common cold sekitar 28,0% dan di Kota Surakarta dengan 4.0% diantaranya

telah terdiagnosis pasti oleh dokter. Pravelensi ini tertinggi pada golongan

bayi dan balita. Penyakit common cold pada balita di Indonesia diperkirakan

sebesar 3 sampai 6 kali per tahun, hal ini berarti seorang balita rata-rata

mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. Upaya

penanganan common cold secara lebih dini diharapkan dapat mencegah

terjadinya komplikasi pada bayi yang dapat berakibat fatal seperti pneumonia,

disamping komplikasi lainnya misalnya Otitis Media Akuta (OMA), dan

mastoiditis (Colman, 2012).

Masalah kesehatan balita di Indonesia masih menjadi perhatian serius,

karena masih tingginya angka kematian balita di Indonesia bila dibandingkan

dengan target RPJM 2005-2009 dan RPJM 2010-2014 dimana targetnya

adalah menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 23 per 1.000

kelahiran hidup, menurunkan Angka Kematian Balita (AKBal) menjadi 32 per

1
1.000 kelahiran hidup. Masalah utama yang menyebabkan tingginya angka

kematian balita di Indonesia adalah gizi buruk. Hampir lebih dari 2 juta anak

anak balita mengalami gizi buruk (Atmaria, 2005). Prevalensi gizi kurang dan

gizi buruk berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari tahun 2007

ke 2010 untuk gizi kurang tetap 13,0 dan untuk gizi buruk dari 5,4 menjadi

4,9. Pada saat ini masalah terbesar yang disebabkan oleh gizi buruk yang

banyak dijumpai di kalangan anak-anak Indonesia adalah penghambatan

pertumbuhan intra-uterin, malnutrisi protein energi, defisiensi yodium,

defisiensi vitamin A, anemia defisiensi zat besi dan obesitas (Atmaria, 2005)

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Common cold

1. Definisi

Common Cold adalah suatu infeksi virus pada selaput hidung, sinus

dan saluran udara yang besar. Common cold dikenal juga dengan

istilah"pilek".

Bayi dan balita sering terjadi common cold dibandingkan orang

dewasa. Bayi lebih rentan terkena common cold dibandingkan anak yang

lebih besar. Dalam 1 tahun bayi bisa terkena common cold hingga 7 kali atau

bahkan lebih,.penyebabnya adalah bayi lebih mudah tertular oleh saudaranya

atau orang dewasa di sekitarnya selain itu daya tahan tubuh bayi relatif lebih

rendah. Oleh karena itu,penting untuk mencegah penularan ke bayi dan anak

ketika ada orang dewasa di sekitarnya sedang sakit.

2. Etiologi

Belum diketahui apa yang menyebabkan seseorang lebih mudah

tertular pilek. Berbagai virus yang menyebabkan terjadinya common cold:

a. Rhinovirus

b. Virus influenza A, B, C

c. Virus Parainfluenza

d. Virus sinsisial pernafasan.

Semuanya mudah ditularkan melalui ludah yang dibatukkan atau

dibersinkan oleh penderita lewat udara,yang kemudian masuk melalui saluran

pernapasan orang yang ditularkan lalu menginfeksi pada bagian tubuh yang

pertahanannya melemah. Common cold biasanya tidak berbahaya dan

3
kebanyakan dapat sembuh dengan sendirinya. pada suatu saat dibandingkan

waktu lain.

Dalam keadaaan dingin tidak menyebabkan common cold akan tetapi

karena menghirup udara dingin tingkat produksi lendir naik secara signifikan,

dan menyebabkan beberapa lendir atau cairan keluar dari hidung anda.

Ketika udara dingin, tubuh akan memberi respon dengan meningkatkan suplai

darah ke hidung anda untuk menghangatkan area di sekitar

hidung.Meningkatnya aliran darah ke hidung ini tidak hanya membantu untuk

menghangatkan udara yang dingin, namun juga secara tidak langsung

menyebabkan efek samping dimana kelenjar yang menghasilkan lendir di

hidung anda mendapatkan suplai darah yang lebih banyak dari biasanya.

Hal ini akan menyebabkan kelenjar-kelenjar tersebut memproduksi

lendir atau cairan lebih banyak dari keadaan normal dan sebagian cairan

yang berlebihan tersebut akan meluber keluar dari hidung.

Setelah anda kembali ke lingkungan dengan udara yang hangat,

pembuluh darah kecil di hidung anda akan kembali menyempit dan kelenjar

yang menghasilkan lendir akan kembali memproduksi lendir dalam tingkat

normal.

Kedinginan tidak menyebabkan pilek atau meningkatkan resiko untuk

tertular penyakit common cold, tetapi common cold bisa tertular jika kondisi

tubuh kurang sehat sehingga rentan terhadap penyakit.

3. Faktor Predisposisi
Kelelahan, gizi buruk, anemia, dan kedinginan. Walaupun umur bukan

factor yang menentukan daya rentan, namun infeksi sekunder purulen lebih

banyak dijumpai pada anak kecil. Penyakit ini sering diderita pada waktu

pergantian musim.

4
4. Patofisiologi

5. Manifestasi Klinis

Gejala mulai timbul dalam waktu 1-3 hari setelah terinfeksi. Biasanya

gejala awal berupa:

a. Rasa tidak enak di hidung

b. Rasa tidak enak di tenggorokan

c. Bersin-bersin

d. Tenggorokan gatal

e. Hidung meler

5
f. Batuk

g. Suara serak

h. Cemas

i. Sakit kepala

j. Demam (biasanya ringan)

k. Sesak nafas

Biasanya tidak timbul demam, tetapi demam yang ringan bisa muncul

pada saat terjadinya gejala.Hidung mengeluarkan cairan yang encer dan

jernih dan pada hari-hari pertama jumlahnya sangat banyak sehingga

mengganggu penderita.

Selanjutnya sekret hidung menjadi lebih kental, berwarna kuning-hijau

dan jumlahnya tidak terlalu banyak.Gejala biasanya akan menghilang dalam

waktu 4-10 hari, meskipun batuk dengan atau tanpa dahak seringkali

berlangsung sampai minggu kedua.

6. Komplikasi

Common cold di sebabkan infeksi virus. Antibiotic tidak bermanfaat

dalam pengobatan common cold. Anti biotic hanya berfungsi pada infeksi

bakteri. efektif mempercepat penyembuhan. Pemberian obat batuk pilek pada

bayi justru mempunyai resiko timbulnya efek samping obat.

Common cold dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak

memerlukan pengobatan khusus,yang lebih penting di perlukan anak dan bayi

adalah pemberian cairan atau imun lebih banyak dan pemantauan kondisi

emergensi.

Komplikasi bisa memperpanjang terjadinya gejala:

1. Infeksi saluran udara (trakea) disertai sesak di dada dan rasa terbakar

6
2. Gangguan pernafasan yang lebih berat terjadi pada penderita bronkitis

atau asma yang menetap

3. Infeksi bakteri pada telinga, sinus atau saluran udara (infeksi

trakeobronkial).

4. Otitis media (infeksi telinga). Sekitar 5-15% anak yang terkena common

cold terjadi infeksi pada telinga bagian tengah.penyebabnya adalah adanya

saluran yang menghubungkan antara tenggorokan dan rongga telinga.

5. Komplikasi tersebut lebih sering terjadi pada anak atau bayi dengan factor

resikao tertentu :

a. Anak berusia kurang dari 2 tahun, karena daya tahan tubuh rendah

b. Anak menderita penyakit immunodefisiensi (daya tahan tubuh rendah)

c. Anak mendapatkan pengobatan kortikosteroid jangka panjang

d. Anak menderita penyakit kronik seperti jantung

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah dilakukan apabila gejala sudah berlangsung

selama lebih 10 hari atau dengan demam > 37,8°C. pemeriksaan darah ini

dilakukan untuk melihat leukositis.

8. Penatalaksanaan

Pengobatan :

1. Usahakan untuk beristirahat dan selalu dalam keadaan hangat dan

nyaman, serta diusakahan agar tidak menularkan penyakitnya kepada

orang lain.

2. Jika terdapat demam atau gejala yang berat, maka penderita harus

menjalani tirah baring di rumah.

7
3. Minum banyak cairan guna membantu mengencerkan sekret hidung

sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan/dibuang.

4. Untuk meringankan nyeri atau demam dapat diberikan asetaminofen atau

ibuprofen.

5. Pada penderita dengan riwayat alergi, dapat diberikan antihistamin.

6. Menghirup uap atau kabut dari suatu vaporizer bisa membantu

mengencerkan sekret dan mengurangi sesak di dada.

7. Mencuci rongga hidung dengan larutan garam isotonik bisa membantu

mengeluarkan sekret yang kental

8. Batuk merupakan satu-satunya cara untuk membuang sekret dan debris

dari saluran pernafasan. Oleh karena itu sebaiknya batuk tidak perlu

diobati, kecuali jika sangat mengganggu dan menyebabkan penderita

susah tidur. Jika batuknya hebat, bisa diberikan obat anti batuk

9. Antibiotik tidak efektif untuk mengobati common cold, antibiotik hanya

diberikan jika terjadi suatu infeksi bakteri.


9. Pencegahan

1. Jagalah kebersihan diri dan lingkungan

2. Sebaiknya sering mencuci tangan, membuang tisu kotor pada tempatnya

serta membersihkan permukaan barang-barang.

3. Vitamin C dosis tinggi (2000 mg per hari) belum terbukti bisa mengurangi

resiko tertular atau mengurangi jumlah virus yang dikeluarkan oleh seorang

pender

B. Balita

1. Definisi balita

8
Balita merupakan individu yang berumur 0-5 tahun, dengan tingkat

plastisitas otak yang masih sangat tinggi sehingga akan lebih terbuka

untuk proses pembelajaran dan pengayaan. Sedangkan menurut profil

kesehatan (2013), balita merupakan anak yang usianya berumur antara

satu hingga lima tahun.

Anak Balita sebagai masa emas atau "golden age" yaitu insan

manusia yang berusia 0-5 tahun (UU No. 20 Tahun 2003), meskipun

sebagian pakar menyebut anak balita adalah anak dalam rentang usia 0-8

tahun.

2. Masalah Kesehatan pada Kelompok Balita di Indonesia

Bayi dan anak-anak di bawah lima tahun (balita) adalah kelompok

yang rentan terhadap berbagai penyakit karena sistem kekebalan tubuh

mereka belum terbangun sempurna. Pada usia ini, anak rawan dengan

berbagai gangguan kesehatan, baik jasmani maupun rohani.

a. Gizi kurang dan Gizi buruk

Hampir lebih dari 2 juta anak anak balita mengalami gizi buruk

(Atmaria, 2005). Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk berdasarkan

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari tahun 2007 ke 2010 untuk gizi

kurang tetap 13,0 dan untuk gizi buruk dari 5,4 menjadi 4,9.

Pada saat ini masalah terbesar yang disebabkan oleh gizi buruk

yang banyak dijumpai di kalangan anak-anak Indonesia adalah

penghambatan pertumbuhan intra-uterin, malnutrisi protein energi,

defisiensi yodium, defisiensi vitamin A, anemia defisiensi zat besi dan

obesitas (Atmaria, 2005). Anak-anak yang mengalami defisiensi gizi,

berat badan lahir rendah dan penghambatan pertumbuhan akan

9
tumbuh menjadi remaja dan juga orang dewasa yang mengalami

malnutrisi (Atmaria, 2005). Masalah malnutrisi dapat berpengaruh

terhadap pertumbuhan dan perkembangan pada

anak anak dan remaja. Penyebab gizi kurang dan gizi buruk

dapat dipilah menjadi tiga hal, yaitu: pengetahuan dan perilaku serta

kebiasaan makan, penyakit infeksi, ketersediaan pangan. Tingginya

AKB dan masalah gizi pada bayi dapat ditangani sejak awal dengan

cara pemberian Air Susu Ibu (ASI). Menurut penelitian yang dilakukan

oleh UNICEF, risiko kematian bayi bisa berkurang sebanyak 22%

dengan pemberian ASI ekslusif dan menyusui sampai 2 tahun. Melalui

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dapat menjamin kecukupan

gizi bayi serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit

infeksi. Manfaat lain yang diperoleh dari pemberian ASI adalah hemat

dan mudah dalam pemberiannya serta manfaat jangka panjang adalah

meningkatkan kualitas generasi penerus karena ASI dapat

meningkatkan kecerdasan intelektual dan emosional anak.

b. Diare

Diare masih merupakan problema kesehatan utama pada anak

terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Menurut data World

Health Organization

(WHO) pada tahun 2009, diare adalah penyebab kematian kedua

pada anak dibawah 5 tahun. Penyakit diare sering menyerang bayi dan

balita, bila tidak diatasi lebih lanjut akan menyebabkan dehidrasi yang

mengakibatkan kematian. Sekitar lima juta anak di seluruh dunia

meninggal karena diare akut. Di Indonesia pada tahun 70 sampai 80-

10
an, prevalensi penyakit diare sekitar 200-400 per 1000 penduduk per

tahun. Dari angka prevalensi tersebut, 70-80% menyerang anak

dibawah lima tahun. Data nasional Depkes menyebutkan setiap

tahunnya di Indonesia 100.000 balita meninggal dunia karena diare. Itu

artinya setiap hari ada 273 balita yang meninggal dunia dengan sia-sia,

sama dengan 11 jiwa meninggal setiap jamnya atau 1 jiwa meninggal

setiap 5,5 menit akibat diare (Depkes RI, 2011). Diare adalah suatu

penyakit yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi buang air besar

lebih dari tiga kali sehari disertai adanya perubahan bentuk dan

konsistensi tinja penderita (Sutanto, 1984; Winardi, 1981). Dikenal diare

akut yang timbul dengan tiba-tiba dan berlangsung beberapa hari dan

diare kronis yang berlangsung lebih dari tiga minggu bervariasi dari hari

ke hari yang disebabkan oleh makanan tercemar atau penyebab lainnya

(Winardi, 1981). Diare pada anak merupakan masalah yang

sebenarnya dapat dicegah dan ditangani. Terjadinya diare pada balita

tidak terlepas dari peran faktor perilaku yang menyebabkan penyebaran

kuman, terutama yang berhubungan dengan interaksi perilaku ibu

dalam mengasuh anak dan faktor lingkungan dimana anak tinggal.

Faktor perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman dan

meningkatkan resiko terjadinya diare yaitu tidak memberikan ASI

ekslusif secara penuh pada bulan pertama kehidupan, tidak menjaga

hygiene alat makan dan minum anak. (Assiddiqi, 2009).

c. ISPA

11
(Infeksi Saluran Pernapasan Atas) Infeksi Saluran Pernapasan

Akut merupakan sekelompok penyakit kompleks dan heterogen yang

disebabkan oleh berbagai penyakit dan dapat mengenai setiap lokasi

de sepanjang saluran nafas (WHO, 1986). ISPA merupakan salah satu

penyebab utama dari tingginya angka kematian dan angka kesakitan

pada balita dan bayi di Indonesia. Berbagai laporan menyatakan ISPA

anak merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada anak,

mencapai kira-kira 50% dari semua penyakit balita dan 30% pada anak

usia 5-12 tahun. Umumnya infeksi biasanya mengenai saluran nafas

bagian atas, hanya kurang dari 5% yang mengenai saluran pernapasan

bawah. Kejadian ISPA pada balita lebih sering terjadi di daerah

perkotaan dibandingkan pada balita di daerah pedesaan. Seorang

anak yang tinggal di daerah perkotaan akan mengalami ISPA sebanyak

5-8 periode setahun, sedangkan bila tinggal di pedesaan sebesar 3-5

episode (WHO, 1992) Secara klinis ISPA adalah suatu tanda dan gejala

akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernapasan dan

berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Adapun yang termasuk ISPA

adalah influenza, campak, faringitis, trakeitis, bronkitis akut, brokhiolitis

dan pneumonia. Angka kematian yang tinggi karena ISPA khususnya

adalah pneumonia. Menurut beberapa faktor yang telah mempengaruhi

pneumonia dan kematian akibat ISPA adalah malnutrisi, pemberian ASI

kurang cukup, imunisasi tidak lengkap, defisiensi vitamin A, BBLR, umur

muda, kepadatan hunian, udara dingin, jumlah kuman yang banyak di

tenggorokan, terpapar polusi udara oleh asap rokok, gas beracun dan

lain-lain (WHO, 1992)

12
13

Anda mungkin juga menyukai