Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

ASMA BRONKIAL

PENYUSUN:
dr. Maharani Pradnya Paramitha

PEMBIMBING:
dr. Yuyun Widyawati

DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGAM INTERNSHIP


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA
TULUNGAGUNG
2018

1
BORANG PORTOFOLIO DOKTER INTERNSIP
RS BHAYANGKARA TULUNGAGUNG
KASUS PULMONOLOGI

Topik: Asma Bronkial

Dokter Pendamping:
Tanggal MRS: 18 April 2018
dr. Yuyun Widyawati
Penyusun:
Tanggal Periksa: 18 April 2018
dr. Maharani Pradnya Paramitha
Objektif Penulisan
Keilmuan, Masalah, Diagnostik, Tatalaksana
Makalah:

□ Neonatus □ Bayi ■ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil

Deskripsi: Seorang anak, 7 tahun, datang dengan keluhan sesak.

Memaparkan kasus yang telah ditangani di IGD. Mengumpulkan referensi ilmiah


Tujuan: untuk menghadapi kasus yang didapatkan. Menyelesaikan kasus yang dihadapi
dengan solusi yang terbaik.
Bahan
■ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan:
Cara
□ Presentasi dan Diskusi ■ Diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas:

Data Pasien: An. Romi / Laki-laki / 7 tahun No. Regitrasi : 27.61.08

Nama RS: Telepon: Terdaftar sejak:


RS Bhayangkara Tulungagung - 18 April 2018

2
Data Utama untuk Bahan Diskusi:
1. Tinjauan pustaka
2. Kasus: anamnesis, pemeriksaan fisik, dan tatalaksana IGD
Hasil Pembelajaran:
1. Definisi asma
2. Patofisiologi dan patogenesis asma
3. Manifestasi klinis asma
4. Diagnosis asma
5. Tatalaksana asma

3
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Asma

Asma adalah inflamasi kronik pada saluran pernafasan yang menimbulkan hiperresponsif
jalan nafas sehingga muncul gejala – gejala asma, yang episodik dan berulang, yaitu sesak
nafas, dada terasa berat, batuk, dan mengi. 1

Patofisiologi dan Patogenesis Asma

Patofisiologi asma merupakan suatu mekanisme kompleks yang melibatkan tiga komponen
utama sebagai berikut2:

— Inflamasi jalan nafas


Mekanisme inflamasi jalan nafas pada asma melibatkan faktor lingkungan yang
mencetuskan respon imunitas tubuh sehingga menimbulkan inflamasi jalan nafas.
Faktor lingkungan dapat berupa alergen, infeksi virus, atau iritan yang dapat. 1
Sedangkan imunitas tubuh yang berperan dalam patogenesis asma adalah sel – sel
inflamasi terutama sel mast, sel eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel
epithel yang bereaksi dengan faktor lingkungan, menimbulkan kaskade inflamasi
melalui sitokin – sitokin inflamasi seperti IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-13, dan GM-CSF.1

— Obstruksi aliran udara


Obstuksi aliran udara dapat disebabkan oleh berbagai perubahan yang terjadi akibat
inflamasi pada jalan nafas, termasuk: edema jalan nafas, bronkokonstriksi akut,
hipersekresi mukus, dan juga remodelling jalan nafas.2

— Bronkokonstriksi akut
Bronkokonstriksi akut terjadi akibat pelepasan mediator IgE setelah terjadi paparan
alergen dan merupakan komponen utama dalam terjadinya respon asma awal. 2

4
Gambar 1. Patogenesis asma2

Manifestasi Klinis Asma

Penderita asma umumnya mengeluhkan sesak nafas, dada terasa berat, batuk, dan mengi.
Gejala – gejala asma ini disebabkan oleh inflamasi jalan napas, obstruksi aliran udara akibat
mukus atau penyempitan bronkus, dan bronkus yang hiperresponsif sesuai dengan
patogenesis asma.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan mengi atau wheezing pada auskultasi paru. Temuan
lainnya dapat berupa takikardi, takipnea, hingga saturasi oksigen yang menurun dan sianosis
pada kasus eksaserbasi yang berat.

Diagnosis Asma

Diagnosis asma dapat ditegakkan dengan menggunakan kriteria berikut3:

— Riwayat gejala respiratori


□ Lebih dari satu gejala asma (sesak nafas, dada terasa berat, batuk, dan mengi)
□ Gejala muncul berbeda intensitas dari waktu ke waktu
□ Gejala muncul terutama atau lebih parah di malam hari atau dengan aktivitas
□ Gejala dicetuskan oleh olahraga, alergen, tertawa, atau udara dingin
□ Gejala muncul bersama atau lebih parah dengan adanya infeksi virus

5
— Pemeriksaan fisik
□ Pemeriksaan fisik pada pasien asma biasanya normal
□ Pada saat eksaserbasi paling sering ditemukan mengi pada auskultasi paru,
terutama saat ekspirasi paksa

— Tanda hambatan aliran udara ekspiratori dengan spirometri


□ VEP1 rendah diikuti dengan rasio VEP1/KVP yang berkurang
□ Adanya variabilitas fungsi paru:
o VEP1 meningkat lebih dari 12% dan 200 mL (pada anak >12% nilai
prediksi) setelah penggunaan bronkodilator
o Variabilitas APE harian rata – rata >10% (pada anak – anak >12%)
o VEP1 meningkat lebih dari 12% dan 200 mL (pada anak >12% nilai
prediksi) setelah pengobatan dengan anti-inflamatori selama 4 minggu
(kecuali ada infeksi saluran nafas)

Asma selanjutnya dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat berat gambaran klinisnya 1:

Gambar 2. Klasifikasi asma berdasarkan gambaran klinis1

6
Selain itu, serangan asma akut (eksaserbasi) juga dapat diklasifikasikan berdasarkan berat
serangannya1:

Gambar 3. Klasifikasi serangan akut asma berdasarkan gambaran klinis1,4

Setelah pasien terdiagnosis asma, perlu juga dilakukan beberapa penilaian tambahan
sebagai berikut3:

— Penilaian kontrol asma


Penilaian kontrol asma dilakukan untuk mengetahui efek asma pada seorang pasien
dan apakah gejala asma yang diderita sudah berkurang dengan pengobatan yang
diberikan. Penilaian ini dilakukan dengan kuesioner. Apabila hasil yang didapat
menunjukkan kontrol asma yang buruk, pasien tersebut memiliki resiko tinggi untuk
eksaserbasi. Kuesioner untuk penilaian kontrol asma adalah sebagai berikut:

7
Tabel 1. Kuesioner penilaian kontrol asma3

Dalam 4 minggu terakhir, apakah pasien Terkontrol Terkontrol Tidak


mengalami: sebagian terkontrol

Gejala pagi hari □ Ya □ Tidak


>2x/minggu?

Terbangun di malam hari □ Ya □ Tidak


akibat asma?
0 1–2 3–4
Membutuhkan reliever □ Ya □ Tidak
>2x/minggu?

Limitasi aktivitas akibat □ Ya □ Tidak


asma?

— Penilaian pengobatan asma


Beberapa penilaian yang harus dilakukan terhadap pengobatan asma adalah:
□ Efek samping obat
□ Teknik penggunaan inhaler
□ Ketaatan pasien dalam pengobatan asma

— Penilaian komorbiditas
Adanya komorbiditas harus diidentifikasi karena dapat meningkatkan keparahan asma
atau menyulitkan pengobatan asma. Beberapa komorbiditas yang harus diawasi
dalam tatalaksana asma antara lain:
□ Rinitis
□ Rinosinusitis kronik
□ Gastroesophageal reflux (GERD)
□ Obesitas
□ Obstructive sleep apnea
□ Ansietas
□ Depresi

Tatalaksana Asma

Tatalaksana asma disesuaikan dengan derajat asma yang diderita pasien. 3-5 Semua pasien
asma sebaiknya diresepkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega (reliever) yang dapat
digunakan saat terjadi serangan asma di luar rumah sakit. Pasien dengan asma intermiten
tidak memerlukan pengobatan pengontrol, sedangkan pasien dengan asma persisten
memerlukan pengobatan pengontrol yang disesuaikan dengan derajat berat asmanya. Pada

8
asma persisten ringan, obat pengontrol pilihan adalah glukokortikosteroid inhalasi dosis
rendah. Pada asma persisten sedang, obat pengontrol pilihan adalah inhalasi kombinasi
glukokortikosteroid dosis sedang dengan agonis beta-2 kerja lama. Sedangkan pada asma
persisten berat, obat pengontrol pilihan adalah inhalasi kombinasi glukokortikosteroid dosis
tinggi dengan agonis beta-2 kerja lama, ditambah dengan lebih dari satu obat lain: teofilin,
leukotrien modifier, atau glukokortikosteroid oral.

Tatalaksana asma sesuai derajat asma diringkas dalam tabel sebagai berikut1:

Gambar 4. Tatalaksana asma sesuai derajat asma1

9
Tujuan dari pengobatan asma jangka panjang adalah untuk memiliki asma yang terkontrol
dan mencapai kondisi sebaik mungkin.1 Tujuan ini tercapai dengan: meminimalkan gejala
kronik termasuk serangan malam, meminimalkan eksaserbasi, meniadakan kunjungan ke
IGD, meminimalkan penggunaan bronkodilator, aktivitas sehari – hari normal termasuk
olahraga, meminimalkan efek samping obat.1 Tujuan ini juga dapat berupa perbaikan hasil
spirometri yang ditandai dengan variasi diurnal APE <20% dan APE mendekati normal. 1

Pasien sebaiknya diedukasi mengenai follow-up teratur, tidak hanya saat eksaserbasi,
ditujukan untuk mengupayakan penurunan dosis obat jika kontrol asma sudah dirasa
membaik.3 Selain itu, pasien juga diedukasi cara pemakaian obat inhalasi yang benar serta
agar menghindari pencetus asma, meningkatkan kebugaran fisis dengan olahraga seperti
Senam Asma Indonesia (SAI) yang dapat menguatkan otot – otot pernafasan, dan berhenti
merokok atau menghindari asap rokok.3

Sedangkan tatalaksana serangan asma di rumah sakit mengikuti algoritme sebagai berikut 1:

10
Gambar 5. Tatalaksana serangan asma akut1

11
BAB II
ILUSTRASI KASUS

Identitas

Nama : An. Romi


NRM : 27.61.08
Jenis kelamin : Laki – laki
Tanggal lahir : 24 April 2011
Usia : 7 tahun
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SD
Alamat : Tulungagung
Metode pembayaran : BPJS
Tanggal masuk : 18 April 2018

Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada ibu pasien pada
tanggal 18 April 2018.

Keluhan Utama

Sesak nafas sejak 1 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara Tulungagung dengan keluhan sesak nafas yang
memberat sejak 1 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 3 hari yang lalu. Batuk
muncul setelah pasien mendapat tugas kerja bakti bersih – bersih di sekolah. Demam
disangkal. Pilek disangkal. Nyeri telan disangkal. Sehari – hari pasien tidak pernah sesak dan
tidak menggunakan obat kecuali sedang serangan.

12
Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat penyakit asma dan sudah pernah mendapat terapi inhalasi uap
sebelumnya. Pasien memiliki riwayat batuk – batuk terutama setelah olahraga, di udara
dingin, dan setelah terkena debu.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit asma didapatkan pada nenek pasien. Ibu pasien memiliki alergi makanan
laut. Keluhan batuk, pilek, nyeri tenggorokan pada keluarga saat ini disangkal.

Riwayat Sosial, Ekonomi, Kebiasaan

Pasien adalah seorang anak laki – laki tunggal, hidup bersama ayah dan ibu kandungnya.
Saat ini pasien bersekolah di tingkat SD kelas 1. Ayah pasien tidak merokok. Di rumah pasien
tidak ada hewan peliharaan. Rumah pasien dibersihkan tiap hari oleh ibu pasien. Pasien
memiliki kebiasaan jajan es batangan di sekolah.

Pemeriksaan Fisik

Tanda – Tanda Vital

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Frekuensi nadi : 96x/menit, reguler, kuat

Frekuensi nafas : 24x/menit, reguler, nafas cuping hidung (+), retraksi otot
interkostal (+)

Saturasi O2 : 99%

Suhu : 36.6o C

Berat badan : 50 kg

13
Status Generalis

Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik.

Mulut : Dalam batas normal.

Tenggorok : Uvula di tengah, faring tidak hiperemis, arkus faring


simetris, tonsil T1/T1.

Leher : Dalam batas normal.

Jantung : S1/S2 normal, murmur dan gallop tidak ada.

Paru : Suara napas vesikuler di kedua lapang paru, wheezing +/+,


ronki tidak ada.

Abdomen : Inspeksi: perut datar, simetris, tidak tampak ada massa.

Auskultasi: bising usus normal.

Palpasi: lemas, tidak ada nyeri tekan pada seluruh regio


abdomen, hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi: timpani.

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik.

Pemeriksaan Penunjang Diminta

Tidak ada.

Diagnosis Sementara

Asma bronkial.

Tatalaksana Diberikan

— Nebule ventolin
— PO Ambroxol 3xI tab
— PO Dexamethason 3xI tab
— PO Salbutamol 3xI tab

14
BAB III
DISKUSI

Pada kasus ini, pasien merupakan seorang anak berusia 7 tahun, dengan keluhan sesak
nafas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 3 hari
yang lalu yang muncul setelah pasien melakukan kerja bakti membersihkan sekolah. Pasien
memiliki riwayat alergi dan asma sebelumnya. Keluarga pasien juga memiliki riwayat asma.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan takipnea dengan penggunaan otot – otot bantu nafas dan
nafas cuping hidung positif serta wheezing pada kedua lapang paru. Disimpulkan dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis adalah asma bronkial dengan berat serangan
akut sedang. Tatalaksana yang diberikan adalah nebule ventolin serta obat resep untuk
pulang Ambroxol 3xI tab, Dexamethasone 3xI tab, dan Salbutamol 3xI tab. Pada kasus ini,
terapi di rumah sakit sudah sesuai dengan algoritme pasien dengan serangan asma sedang
yaitu dengan nebulisasi agonis beta-2 kerja singkat (ventolin). Untuk penanganan di rumah,
karena pasien memiliki asma intermitten, berdasarkan algoritme tatalaksana asma di rumah
tidak memerlukan obat pengontrol, hanya sebaiknya diberikan obat pelega berupa
glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah. Pada pasien diberikan kortikosteorid dalam bentuk
sediaan oral, Salbutamol sediaan oral jika sesak di rumah, dan obat simptomatis Ambroxol
untuk mengurangi batuk.

15
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan di Indonesia. 2003.
2. Guideline National Asthma Education and Prevention Program. Expert Panel Report
3 (EPR-3): Guidelines for the Diagnosis and Management of Asthma-Summary Report
2007. J Allergy Clin Immunol. 2007 Nov.120:94-138.
3. Lobal initiative for asthma. Global strategy for asthma management and prevention.
2018.
4. Sukamto SH. Asma bronkial. Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jakarta: Pusat Informasi
dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2009. h.404-14.
5. Barnes PJ. Asthma. Dalam: Longo DL, Kasper DL, Jameson DL, Fauci A, Hauser SL,
Loscalzo J, penyunting. Harrison’s principle of internal medicine. Edisi XVIII. McGraw-
Hill Companies, 2012. h.2102-15.

16

Anda mungkin juga menyukai