Anda di halaman 1dari 37

PENDEKATAN SIMULASI HIDROLOGI

DALAM PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS

Oleh:
Wuri Handayani
Gunardjo Tjakrawarsa

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 122


I. PENDAHULUAN
Keterkaitan berbagai komponen biofisik DAS dan
kepentingan ekonomi wilayah, menjadikan pengelolaan DAS
merupakan pendekatan yang penting dalam perencanaan
pembangunan wilayah. Namun pendekatan pengelolaan DAS dalam
perencanaan pembangunan wilayah masih belum populer/ jarang
digunakan dibanding pendekatan lainnya. Pemanfaatan sumberdaya
alam sebagai input pembangunan wilayah pada masa kini masih lebih
banyak menekankan pada batas-batas yang bersifat politis atau
administratif, padahal dampak yang ditimbulkan mengikuti batas
alam/ekosistemnya yang tidak mengenal batas administrasi.
Pengelolaan DAS adalah pengelolaan berbagai
sumberdaya alam yang terdapat di dalam satuan DAS dengan
mempertimbangkan aspek sosial ekonomi budaya yang berkembang
di dalam DAS, sehingga dapat dicapai pengelolaan yang rasional
untuk mencapai keuntungan optimal yaitu dalam waktu tak terbatas
dan resiko kerusakan minimal. Dengan demikian pengelolaan DAS
dapat ditinjau dari sudut pandang fisik maupun institusi sehingga
kegiatan dan kebijakan pengelolaan DAS yang perlu ditempuh tidak
hanya mendasarkan pada indikator fisik, tetapi keberhasilannya
sangat didukung oleh adanya kelembagaan untuk mewujudkan
koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi.
Daerah Aliran Sungai merupakan megasistem kompleks
yang terbangun atas sistem fisik, sistem biologis dan sistem manusia,
dan setiap sub sistem saling berinteraksi (Kartodihardjo, 2005). Unsur
penyusun sistem di dalam DAS tersebut antara lain berupa
sumberdaya alam seperti tanah, vegetasi dan air, umumnya menjadi
obyek atau sasaran fisik alamiah, sedangkan manusia menjadi
subyek atau pelaku pendayagunaan unsur-unsur tersebut
(Murtilaksono, 1987). Pendayagunaan salah satu atau beberapa
unsur/komponen akan mempengaruhi komponen lainnya di dalam
DAS dan dapat menimbulkan perubahan dari keadaan alaminya
sehingga terjadi gangguan keseimbangan atau gangguan ekologis
yang menunjukkan terjadinya degradasi DAS. Hidrologi adalah
indikator yang sangat signifikan untuk mengetahui adanya degradasi
DAS seperti terjadinya erosi, longsor dan sedimentasi serta distribusi
aliran yang tidak seimbang/merata (timbulnya banjir dan kekeringan).
Pengelolaan DAS dijalankan atas prinsip kelestarian
sumberdaya yang memadukan kepentingan produktivitas dan
konservasi sumberdaya untuk mencapai beberapa tujuan. Untuk
mencapai kelestarian (pemeliharaan dan pemulihan) DAS, pengelola
DAS harus mengambil langkah-langkah yang dapat menjamin
terpeliharanya keseimbangan ekosistem yang dapat terjadi apabila
kondisi hubungan timbal balik antar komponen berjalan baik dan
Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 123
optimal. Di sisi lain DAS sebagai suatu megasistem yang kompleks,
keterkaitan komponen sistem dalam perencanaan pengelolaan DAS,
akan sangat diperlukan dalam analisis sistem DAS yang akan dikelola
dengan memanfaatkan model dan simulasi sebagai alat bantunya.
Dengan pendekatan simulasi (model) hidrologi maka keterkaitan
input, proses dan ouput DAS dapat diketahui, sehingga dapat
dilakukan perencanaan pengelolaan wilayah yang bersifat lintas
sektoral dan komprehensif sehingga dapat ditentukan aktivitas
pengelolaan dan perbaikan terhadap sistem DAS serta memprediksi
dampak pengelolaan di masa mendatang.
Tulisan ini akan memberikan gambaran penggunaan
simulasi hidrologi dalam perencanaan pengelolaan DAS, beberapa
tujuan penggunaannya dan manfaat yang diperoleh. Dalam tulisan ini
juga diberikan contoh aplikasi simulasi (model) hidrologi dikaitkan
dengan penutupan/penggunaan lahan sehingga dapat diketahui
pengaruh perubahan penutupan/penggunaan lahan terhadap
perubahan hasil air DAS.

II. SIMULASI (PEMODELAN) HIDROLOGI


Kelestarian DAS berkaitan dengan pemahaman terhadap tata
air di dalam DAS. Berbagai unsur sumberdaya alam di dalam DAS
seperti bentang lahan, air, tanah, vegetasi, iklim, yang saling
berinteraksi dan terhubung oleh siklus hidrologi sehingga terbentuklah
tata air DAS. Menjaga kelestarian DAS berarti memperlakukan
sumberdaya alam (komponen) DAS sedemikian rupa untuk
menghasilkan tata air yang seimbang dan yang sesuai dengan
kepentingan/ kebutuhan manusia. Oleh karena itu indikator hidrologi
merupakan kunci yang signifikan dan mudah terbaca terhadap
terjadinya gangguan ekologi/ degradasi DAS atau sebaliknya dapat
menunjukkan adanya peningkatan kualitas/ perbaikan lingkungan
DAS.
Interaksi berbagai sumberdaya alam DAS yang membentuk
sistem biofisik ditambah dengan manusia sebagai pelaku
pendayagunaan sumberdaya alam tersebut yang membentuk sistem
manusia, menjadikan DAS sebagai megasistem yang terdiri dari
banyak sub sistem yang sangat rumit/kompleks. Di pihak lain
pengenalan atau analisis sistem terhadap megasistem DAS sangat
diperlukan dalam pekerjaan pengelolaannya, karena dapat
mengetahui akibat-akibat yang timbul dari adanya perubahan
(perlakuan) dan dapat memutuskan untuk mengoptimumkan,
memaksimumkan atau meminimumkan fungsi perlakuan melalui
simulasinya.

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 124


Di dalam pekerjaan analisis sistem seperti DAS yang sangat
rumit digunakan alat bantu berupa model yang menyederhanakan
sistem dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang terkait dalam
masalah tersebut dan mengabaikan aspek-aspek yang dapat
menimbulkan komplikasi yang tidak relevan. Suatu penyederhanaan
yang memberikan kemudahan dalam pemahaman dan pengendalian
serta merupakan suatu versi dari dunia nyata.
Penggunaan model sendiri mempunyai keterbatasan yang
harus dipahami, bahwa model banyak membutuhkan data, terdapat
asumsi kritis yang tersembunyi yang dapat menghasilkan prediksi
tidak tepat, serta tidak seluruh proses alami dapat diwakili dan tidak
mudah untuk diwujudkan dalam bentuk persamaan-persamaan
matematika.
Pendekatan simulasi (pemodelan/modeling) hidrologi
bertujuan untuk menggambarkan sistem hidrologi yang nyata secara
matematis. Model tersebut digunakan untuk (PPSL-Unmul, 1997) :
1. Menetapkan ciri-ciri lebih lanjut dan mengerti sistem yang ada
2. Untuk mengevaluasi respon sistem terhadap berbagai
masukan presipitasi
3. Membantu merancang dan mengoptimalkan fungsi-fungsi
cara bekerjanya dan perawatan struktur sumberdaya air
4. Mengevaluasi respon sistem untuk perubahan-perubahan
dalam faktor-faktor DAS (yaitu daya infiltrasi tanah, jalur aliran
air), dan
5. Mengevaluasi respon sistem terhadap perubahan-perubahan
dalam faktor-faktor manusia (yaitu tata guna lahan).
Model-model hidrologi DAS dapat dikelompokan mempunyai
dua yaitu yang bersifat tetap (deterministik) dan stochastik. Dalam
model-model deterministik proses-proses DAS diperlakukan baik
secara empiris atau konseptual sebagai bagian dari sistem yang
tetap, tidak menjelaskan proses-proses yang bersifat acak. Padahal
di dalam ekosistem DAS dimungkinkan adanya peristiwa/proses yang
bersifat acak. Sebaliknya model-model stochastik memperkenalkan
suatu ketidakpastian ke dalam model-model, mendasarkan pada
data/proses yang panjang dan berurutan untuk melihat ciri-ciri
peluang dan statistik.
Model deterministik terbagi menjadi model empiris dan
konseptual. Model empiris menggunakan metode-metode empiris
(linier dan non-linier), yang berdasarkan pada pengamatan-
pengamatan dari dua atau lebih fenomena yang diamati dan untuk
mengetahui hubungan hidrologinya. Model-model konseptual

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 125


mencoba menggambarkan dimensi waktu dan ruang dalam proses-
proses yang mempengaruhi respon DAS.
Model konseptual sendiri dapat terbagi lagi menjadi model
diskrit atau kontinyu dan model yang disatukan (lumped model) atau
dikelompokkan. Perbedaan model diskrit dan kontinyu dalam
contohnya dengan variabel hujan yaitu pada model diskrit didasarkan
pada kejadian curah hujan tunggal (untuk melihat nilai hujan berapa
yang dapat berpengaruh terhadap variabel debit banjir), sebaliknya
pada model kontinyu didasarkan pada seri/rangkaian curah hujan
yang terakumulasi dari hitungan waktu (untuk mengetahui periode
basah dan kering, penyimpanan air/ storage). Model-model yang
disatukan (lumped models) menggunakan sub-unit (yaitu pembuatan
model sub-DAS) untuk menghitung dan menambahkan respon ”DAS
demi DAS”, sebaliknya model-model diskrit mempertimbangkan DAS
sebagai unit-unit tunggal dan menggunakan rata-rata untuk faktor-
faktor DAS (yaitu tanah, tata guna lahan, dsb) dalam perhitungannya.
Model-model hidrologi DAS menggambarkan interaksi antar
variabel-variabel di dalam konteks DAS. Model-model tersebut dapat
dibangun dari model yang sederhana hingga yang kompleks sesuai
dengan tujuan penggunaan model, akurasi, kemudahan atau
efisiensinya. Pada Tabel 1 disajikan beberapa contoh model hidrologi
(PPSL-Unmul, 1997). Contoh model tersebut terus saja berkembang
sesuai dengan kemajuan teknologi. Perkembangan model-model
hidrologi yang seiring dengan perkembangan ilmu penginderaan jauh
dan SIG (Sistem Informasi Geografi), telah mencapai integrasi
teknologi yang makin mengembangkan kebutuhan model untuk
berbagai penggunaan yang lebih luas. Penggunaan model hidrologi
DAS yang sering digunakan untuk analisis tata ruang berdasarkan
tata guna lahan dalam DAS, untuk peramalan/ prediksi dari
perubahan/ perlakuan (banjir, kekeringan, erosi, sedimentasi, dll), kini
telah berkembang menganalisis hasil air DAS untuk penilaian
(valuation) jasa variabel lingkungan DAS. Model-model pun telah
berkembang lebih praktis dan mudah diterapkan, serta muktahir.

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 126


Tabel 1. Beberapa Contoh Model Hidrologi
No Tipe Nama Uraian
Model
Model sederhana, HEC-1 Menghitung hidrograf banjir untuk
peristiwa historis dan hipotetis
Model peristiwa tunggal,
TR - 20 Menghitung aliran permukaan dari
Model curah hujan- aliran
rancangan badai. Mengarahkan aliran
permukaan
melalui sistem sungai DAS
DRM3 Menyediakan simulasi terinci aliran
permukaan dari penggunaan curah
hujan atau badai yang sudah ditetapkan
Model simulasi aliran sungai SWRRB Mensimulasi proses-proses hidrologi
kontinyu dalam lembah pedesaan. Meramalkan
hasil sedimen di bawah berbagai
kondisi hidrologi dan pengelolaan lahan
PRMS Mensimulasi respon DAS terhadap
berbagai kombinasi presipitasi, iklim
dan tata guna lahan. Tingkatan variasi
waktu dapat digunakan.

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 127


SHE Berdasarkan fisik, sistem pembuatan
model tangkapan parameter yang
tersebar
CREAMS Masukan-masukan meliputi presipitasi,
radiasi, suhu, tataguna lahan dan
pemakaian pestisida. Keluaran meliputi
Et, aliran permukaan, erosi, sedimen
dan kualitas air.
WEPP Diterapkan untuk pertanian, proyek
padang penggembalaan dan lahan
hutan yang rusak. Meramalkan aliran
permukaan dari badai, erosi permukaan
dan hasil sedimen.
STANFORD Bertujuan untuk melihat pengaruh
perubahan-perubahan DAS pada aliran
antara, penyimpanan air tanah dan Et
untuk meramalkan aliran permukaan
KYERMO Dikembangkan sebagai alat penelitian
pada model curah hujan, aliran
permukaan dan proses-proses erosi.
Termasuk jaringan alur dinamis.

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 128


SWMM Mensimulasi peristiwa badai
berdasarkan masukan curah hujan dan
faktor-faktor DAS (seperti
tangkapan,pengangkutan,
penyimpanan dan penerimaan air)
untuk meramalkan hidrograf debit
banjir.
Model hidrolik/ banjir HEC - 2 Menghitung profil-profil permukaan air
dalam keadaan tetap dalam saluran
terbuka atau saluran buatan
WSPRO Menghitung profil permukaan air dalam
keadaan tetap dalam saluran terbuka
Sumber: PSL-Unmul, 1997

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 129


III. APLIKASI SIMULASI (PEMODELAN) HIDROLOGI
Prinsip pengelolaan DAS yang memadukan kepentingan
produktivitas dan konservasi, dalam perencanaannya dapat
menggunakan pemodelan hidrologi untuk merumuskan tataguna
lahan anjuran (propose landuse) sesuai dengan fungsi dan struktur
lahan. Prinsip produktivitas lahan memang tidak sepenuhnya dapat
dipenuhi dengan permodelan hidrologi, sehingga perlu didukung
dengan permodelan/perhitungan ekonomi (produksi tanaman).
Tataguna lahan anjuran yang sederhana adalah memuat berapa tipe
luasan yang harus dipertahankan atau diperbaiki untuk mendapatkan
hasil air yang diharapkan. Semakin detil data dan informasi yang
dapat masuk ke dalam model, maka tataguna lahan anjuran dapat
memuat prinsip konservasi yang lebih rinci.
Berikut di bawah disajikan penggunaan beberapa model untuk
melihat pengaruh luas dan kerapatan penutupan/penggunaan lahan
terhadap indikator berupa hasil aliran DAS dan besarnya erosi-
sedimentasi. Aplikasi yang terdiri dari beberapa model yang akan
disajikan di bawah ini masih sederhana, meskipun dalam
perkembangan terkini, telah terdapat model-model yang dapat
mengukur/ menilai sekaligus indikator tersebut di atas.

A. Persamaan matematis model


Aplikasi model yang digunakan untuk mengetahui
indikator aliran adalah model hidrologi Stanford IV, indikator erosi
dengan model USLE (Wischmeier dan Smith, 1978) dan indikator
sedimentasi dengan nisbah limpasan sedimen (Sediment Delivery
Ratio). Berikut adalah persamaan matematis/ urutan perhitungan
model hidrologi Stanford IV:

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 130


Tabel 2. Urutan Perhitungan Setiap Parameter dalam Modifikasi
Model Hidrologi Stanford IV

No. Parameter Model Matematika


1 Hujan (CH)
2 Intersepsi (SEP) SEP = a + b CH
(rms 2.3)
x
3 Evapotranspirasi potensial ETP = f ETP
(ETP) (rms 2.7 & 2.8)
4 Evapotranspirasi aktual (ETA) Jika CH ETP, ETA=ETP
Jika CH<ETP, ETA=CH + ST
5 Suplai air (SA) SA = CH – SEP
(ETPn – CHn)/LZS
6 Simpanan daerah bawah LZSn = LZSn-1 / e
maks
permukaan (LZS)
7 Infiltrasi kumulatif maksimum b = SA – OLFH
(b)
OLFH = aliran permukaan dari
analisis hidrograf

(LZS/LZSN)
8 Parameter yang mengontrol c = CC. 2
jumlah air tertahan pada
daerah bawah permukaan ( c ) LZSN = rataan LZS
CC = rataan dari rasio INTFH
dengan
OLFH tiap bulan
INTFH = aliran bawah
permukaan dari analisis
Hidrograf
2
9 Infiltrasi langsung (INFL) Jika SA<b, INFL = SA – (SA /2b)
Jika b<SA<cb, INFL= 0,56b
Jika SA>cb, INFL = 0,56b

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 131


2
10 Air yang mengisi simpanan Jika SA>b, INDET= (SA / 2b) (1-
bawah permukaan (INDET) 1/c)
Jikab<SA<cb, INDET= SA -
2
0,56b - SA / 1,7cb
Jika SA>cb, INDET= b( 0,56c –
1,7)
2
11 Air yang mengisi simpanan Jika SA<b, SURDET= SA / 2cb
per-mukaan (SURDET) 2
Jika b<SA<cb, SURDET= SA /
1,7 cb
Jika SA>cb, SURDET = SA –
0,56cb
12 Simpanan daerah atas UZS = SEP + SURDET
permukaan (UZS)
13 Infiltrasi tertunda (INFD) Jika UZS / UZSN < 2, maka:
INFD={1-
UZI1
UZS/2UZSN)(1/(1+UZI1)) }xS
URDET
UZI1 = 2 UZS / 2UZSN - 1 + 1
Jika UZS / UZSN >2, maka :
UZI2
INFD = { ( 1 / (1+UZI2) ) }x
SURDET
UZS2 = 2 UZS / UZSN - 2 + 1
UZSN = 0,08 LZSN (Tabel 3)
14 Aliran permukaan (OLF) OLF = SURDET – INFD
15 Simpanan bawah permukaan INTS bulan awal:
(INTS) INTS1 = (1/PINTF) ( INTFH1/ k1)
INTS bulan/periode berikutnya :
INTSj+1= INTSj – INTFj + INDET
j+1

PINTF= 1- IRC
IRC = konstanta resesi aliran
bawah permukaan
k1 = konstanta interflow hasil
trial dan error
16 Aliran bawah permukaan INTF = (PINTF) (INTS) k1
(INTF)

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 132


17 Perkolasi (PERCO) PERCO = INFL + INFD - (ETA –
SEP)
18 Simpanan bawah air tanah GWS bulan awal :
(GWS)
GWS1 = (1/PGWF) (GWFH1/ k2)
GWS bulan/periode berikutnya :
GWSj+1 = GWSj – GWFj +
PERCOj+1
PGWF = 1- GWRC
GWRC = konstanta resesi aliran
air bawah tanah
GWFH1= aliran air bawah tanah
bulan awal dari
analisis hidrograf
k2 = konstanta aliran air
bawah tanah hasil
rial dan error
19 Aliran air bawah tanah (GWF) GWF = (PGWF) (GWS) k2
20 Limpasan air sungai (STF) STF = OLF + INTF + GWF

Besarnya erosi diprediksi dengan model USLE yang


dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) yaitu :
EROSI = R K (LS) C P
EROSI = kehilangan tanah (ton/ha/tahun)
R = faktor erosivitas hujan
K = faktor erodibilitas tanah
(LS) = faktor panjang dan kemiringan lereng
C = faktor pengelolaan tanaman
P = faktor praktek-praktek konservasi tanah

Besarnya sedimentasi diprediksi dengan model nisbah


limpasan sedimen oleh Manning sebagai berikut :
NLS = S 1-0,868 A-0,202 / (2 (S + N)) + 2 A-0,202
SED = NLS x EROSI x A

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 133


NLS = Nisbah Limpasan Sedimen
A = luas Sub-DAS (ha)
S = kemiringan lereng rata-rata (%)
N = koefisien kekasaran Manning (Tabel 7)
SED = hasil sedimen (ton/bulan)
EROSI = kehilangan tanah (ton/ha/bulan)

B. Jenis data dasar yang diperlukan


Berdasarkan ketiga model di atas maka dapat diketahui
jenis data apa saja yang diperlukan untuk input model, yaitu :
1. Data curah hujan
Data curah hujan diperlukan sebagai input utama model, baik
pada model hidrologi maupun model erosi. Data curah hujan
yang diperlukan pada model hidrologi adalah berupa curah
hujan bulanan dan pada model erosi berupa jumlah hujan
harian dan bulanan, hujan maksimum dan intensitas hujan.

2. Data kondisi penutupan lahan


Kedudukan kondisi penutupan lahan atau penggunaan lahan
dalam model sistem adalah sebagai prosesor dan sasaran/
obyek, secara aktual memberikan pengaruh terhadap hasil
air/hidrologi DAS, sehingga dapat dilakukan simulasi untuk
mendapatkan penggunaan lahan anjuran berdasarkan model
yang telah divalidasi. Data/informasi yang diperlukan dalam
penggunaan lahan adalah gambaran rapat tidaknya
penutupan lahan sehingga memberikan pengaruh langsung
terhadap intersepsi dan aliran permukaan serta
evapotranspirasi.
3. Data evapotranspirasi
Data evapotranspirasi diperlukan pada model hidrologi berupa
evapotranspirasi bulanan.
4. Data debit sungai
Debit sungai adalah output model (DAS) dari tinjauan sistem
hidrologi DAS. Data yang diperlukan adalah berupa data debit
bulanan yang dikonversi menjadi tebal limpasan.

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 134


5. Data kondisi topografi
Kondisi topografi yang diperlukan dalam model erosi adalah
panjang dan kemiringan lereng sebagai faktor yang
menentukan laju erosi.
6. Data sedimen suspensi sungai
Sedimen suspensi diketahui melalui pengambilan contoh air
yang selanjutnya dianalisis dengan persamaan hubungan
untuk memperoleh data seri bulanan. Seri data suspensi ini
diperlukan pada model sedimentasi.

C. Simulasi hidrologi untuk penatagunaan lahan dalam


perencanaan pengelolaan DAS
Aplikasi model dilakukan pada DAS Walanae, Sulawesi
Selatan pada tahun 2003 dan Sub DAS Karang Mumus
(Kalimantan Timur) pada tahun 2001. Model hidrologi yang
digunakan pada kedua DAS sama, yaitu Stanford IV yang telah
dimodifikasi. Pada DAS Walanae dilakukan simulasi tata guna
lahan khususnya penutupan hutan (1 skenario) untuk mengetahui
pengaruh luasan penutupan hutan terhadap hasil air DAS. Pada
Sub DAS Karang Mumus dilakukan simulasi lahan untuk
beberapa skenario agar dapat diketahui penutupan lahan yang
optimal dan evaluasi terhadap tata ruang yang telah disusun oleh
pemerintah daerah. Hasil simulasi lahan melalui pemanfaatan
model ini adalah untuk mendapatkan informasi pengaruh
penggunaan/ penutupan lahan terhadap berbagai indikator yang
telah ditetapkan, sehingga dapat dijadikan dasar penentuan
penatagunaan lahan dalam perencanaan pengelolaan DAS.

1. DAS Walanae, Sulawesi Selatan


DAS Walanae mencakup wilayah administrasi
Kabupaten Maros, Bone, Wajo dan Soppeng dengan sungai
utama Sungai Walanae yang bermuara di Teluk Bone. Pada
saat banjir, aliran Sungai Walanae dapat masuk ke Danau
Tempe yang menyebabkan peningkatan tinggi muka air banjir
di Danau Tempe (umumnya terjadi ketika terdapat
peningkatan tinggi muka air Sungai Billa). Luas DAS
Walanae adalah 272.094 ha dengan tipe penggunaan lahan
terluas berupa pertanian lahan kering (dan bercampur semak)
seluas 40,3%, diikuti terluas lainnya berupa belukar seluas
28,9% dan hutan sekunder 27,2%. Rata-rata curah hujan
tahunan adalah 2004,9 mm dan tebal aliran sungai tahunan

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 135


Sungai Walanae sebesar 515,5 mm serta koefisien limpasan
0,26.
Pemanfaatan model hidrologi di DAS Walanae adalah
untuk simulasi penutupan lahan hutan, agar dapat diketahui
pengaruh luasan penutupan hutan terhadap hasil air DAS.

a. Validasi Model
Setelah data input dimasukkan ke dalam model,
selanjutnya dilakukan beberapa uji untuk mengetahui
kesahihan model agar dapat digunakan untuk simulasi
penutupan/penggunaan lahan. Pengujian model hidrologi
dilakukan terhadap komponen aliran atau hasil air DAS
dengan uji beda nilai tengah berpasangan terhadap
komponen aliran hasil model (simulasi) dengan hasil
pengukuran (aktual) seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Uji Beda Nilai Tengah Berpasangan Terhadap


Komponen Aliran S Walanae
S Walanae t Tab (0,05) = t Tab (0,01) =
2,201 3,106
t OLF 0,16 Tidak beda Tidak beda
nyata sangat nyata
t INTF -1,85 Tidak beda Tidak beda
nyata sangat nyata
t GWF -4,67 Tidak beda Tidak beda
nyata sangat nyata
t STRF -0,18 Tidak beda Tidak beda
nyata sangat nyata

Pada Tabel 3 terlihat bahwa dari empat pasangan nilai


tengah yang diuji menunjukkan bahwa seluruh komponen
aliran sungai Walanae tidak berbeda nyata (95%) dan tidak
berbeda sangat nyata (99%). Hasil ini menunjukkan bahwa
pemodelan Stanford IV di DAS Walanae sudah dapat
dipergunakan untuk kepentingan simulasi tata guna lahan.
Secara grafis sebaran hasil simulasi/pendugaan dan aktual
dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 136


b. Hasil Simulasi Lahan
Berdasarkan model hidrologi yang telah divalidasi, lalu
dilakukan simulasi penutupan/penggunaan lahan untuk
mengetahui pengaruh luasan hutan terhadap hasil air DAS.
Simulasi lahan yang diterapkan adalah dengan menerapkan
eksperimen/skenario perubahan luas penggunaan/penutupan
lahan dari penutupan lahan belukar seluas 78.525, ha dan
tanah terbuka seluas 3.948,6 ha menjadi hutan sekunder
seluas 156.53,9 ha seperti tampak pada Tabel 4.

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 137


Tabel 4. Skenario Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Walanae
Penggunaan/ Peutupan Luas Lahan Aktual (saat ini) Luas Lahan Simulasi
Lahan (Skenario)
Ha % Ha %
Belukar 78.525,0 0,29 0 0
Hutan Sekunder 74.110,4 0,27 156.583,9 0,58
Pert. Lhn kering cmpr smk 65.715,6 0,24 65.715,6 0,24
Pert Lhn kering 43.942,6 0,16 43.942,5 0,16
Pemukiman 5.294,6 0,02 5.294,6 0,02
Sawah 557,4 0,00 557,4 0
Tanah Terbuka 3.948,6 0,01 0 0
Jumlah 272.094,0 1,00 272.094,0 1,0

Hasil simulasi lahan terhadap komponen aliran Sungai


Walanae ternyata tidak memberikan perbedaan yang nyata
terhadap komponen aliran yang diperoleh dari model (Tabel
5). Ada beberapa penyebab sehingga perubahan luasan
penutup n hutan (simulasi lahan) melalui penggunaan model
tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
komponen aliran. Penyebab tersebut antara lain, ukuran DAS
yang terlalu luas (272.094 ha) sehingga penyeragaman
terhadap variabel terlalu sederhana/ sangat global.

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 138


Tabel 5. Komponen Aliran Aktual (Hidrograf), Model (Simulasi Hidrologi) dan Simulasi Lahan (Skenario)
pada DAS Walanae
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
OLFH 6,08 95,9 15,0 6,3 2,03 14,7 1,7 1,9 2,0 3,9 7,1 38,3
OLF mdl 3,07 40,7 4,1 27,6 0,07 17,9 0,01 0,04 36,6 5,5 5,2 43,0
OLF sk 3,07 40,7 4,1 27,6 0,07 17,9 0,01 0,04 36,6 5,5 5,2 43,0

INTFH 8,6 16,4 7,0 4,1 0,5 5,6 0,8 2,2 2,8 4,2 8,1 9,3
INTF mdl 8,6 7,1 9,5 14,0 12,5 16,0 13,6 12,0 19,8 20,6 20,8 23,5
INTF sk 8,6 7,1 9,5 14,0 12,5 16,0 13,6 12,0 19,8 20,6 20,8 23,5

GWFH 64,6 22,8 21,9 16,7 26,8 15,5 12,4 10,2 8,4 7,4 29,1 38,3
GWFmdl 64,6 48,5 57,3 97,2 47,8 71,2 32,3 21,2 121,7 115,8 103,9 108,7
GWF sk 64,6 48,5 57,3 97,2 47,8 71,2 32,3 21,2 121,7 115,8 103,9 108,7
Q/STRF H 30,0 174,4 47,3 31,6 19,9 46,3 18,8 16,5 14,6 16,8 22,3 77,0
STRF mdl 76,3 96,2 70,9 138,7 60,4 105,1 45,9 33,2 178,0 141,8 129,8 175,1
STRF sk 76,3 96,2 70,9 138,7 60,4 105,1 45,9 33,2 178,0 141,8 129,8 175,1
Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 139
Keterangan :
- OLF : overlandflow simulasi
- STRF : streamflow (simulasi)
- OLFH : overlandflow hidrograf/aktual
-Q : debit (aktual)
- INTF : interflow simulasi
-H : hidrograf/aktual
- INTFH : interflow hidrograf/aktual
- Mdl : model/ simulasi hidrologi
- GWF : groundwaterflow simulasi
- Sk : skenario
- GWFH : groundwaterflow hidrograf/aktual

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 140


Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 141
2. Sub DAS Karang Mumus, Kalimantan Timur
Luas total Sub DAS Karang Mumus adalah 27.172 ha.
Secara administratif mencakup 1 wilayah kecamatan dominan
yaitu Kecamatan Samarinda Utara dan terletak pada
koordinat 0o15’08”-0o27’29” LS dan 117o07’02”-117o20’00”
BT.
Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2094,8 mm
dan termasuk tipe iklim A (menurut Schmidt dan Ferguson).
Jenis tanah dibedakan menjadi kelompok besar tanah yaitu
Tropodults yang berasosiasi dengan Tropaquepts, Tropodults
dengan Dystropepts, asosiasi Rendols dengan Entropepts.
Tanah-tanah tersebut bertekstur lempung berpasir sampai
lempung berliat, struktur bergumpal, konsistensi tanah
gembur pada lapisan atas dan teguh pada lapisan bawah,
daya menahan air kurang dan kedalam tanah efektif berkisar
antara 80-120 cm (solum tanah dalam). Kemiringan lereng
didominasi kelas 15-25% (luas 60 %). Semak dan belukar
mendominasi dengan luas 71%. Panjang Sungai Karang
Mumus adalah 39,8 km, dengan pola aliran berbentuk
dendritik dan faktor bentuk sebesar 0,45.
Pemanfaatan model hidrologi pada Sub DAS Karang
Mumus adalah unuk melakukan simulasi lahan dengan
beberapa skenario agar dapat diketahui
penutupan/penggunaan lahan yang optimal dan evaluasi
terhadap tata ruang yang telah disusun oleh pemerintah
daerah. Penentuan luas dan tipe penutupan/penggunaan
lahan yang optimal didasarkan pada indikator hasil air
(komponen aliran) dan erosi. Model yang digunakan dalam
prediksi erosi dalam simulasi lahan adalah model USLE.

a. Validasi Model dan Hasil Simulasi


Hasil pengujian terhadap komponen aliran pada beda
nilai tengah berpasangan antara hasil simulasi dengan aktual
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (t hit =
- 0,73, -0,15, -1,33, -1,07; t tab(0,05) = 2,20). Hasil uji koefisien
regresi linier sederhana pada berbagai komponen aliran
diketahui bahwa b0=0 dan b1=1 dapat diterima (t hit b0 =0,71,
0,13, 0,40, 0,68; t hit b1=0,78, 0,94, 0,70, 0,74; t
tab(0,05)=2,23). Demikian pula hasil pengujian terhadap
sedimentasi pada beda nilai tengah menunjukkan hasil
simulasi dengan aktual menunjukkan tidak terdapat
Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 142
perbedaan yang signifikan (t hit= -1,0; t tab = 2,20) dan pada
regresi linier dapat diterima koefisien b0=0 dan b1=1 (t hit b0 =
0,30; t hit b1 = 0,74; t tab (0,05) = 2,23). Secara grafis sebaran
hasil simulasi/pendugaan dan aktual dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Selanjutnya dilakukan simulasi atau eksperimentasi
perubahan penggunaan lahan untuk mengetahui tataguna
lahan yang dapat mengurangi aliran permukaan yang berlebih
atau penekanan fluktuasi limpasan air sungai (maupun
komponen aliran lainnya) sekaligus mampu menekan laju
erosi. Pada eksperimentasi disusun beberapa skenario
mengenai tipe dan proporsi penutup lahan dengan
mengubah/meningkatkan lahan yang tidak produktif seperti
semak dan belukar atau memperbaiki lahan yang berpotensi
menghasilkan aliran permukaan dan erosi yang tinggi seperti
ladang. Skenario yang ditetapkan pada eksperimentasi ini
terutama bertujuan untuk mengetahui seberapa luas tipe
penggunaan lahan hutan yang perlu dipertahankan di dalam
DAS. Susunan skenario perubahan luas penggunaan lahan
pada Sub DAS Karang Mumus dapat dilihat pada Tabel 6,
sedangkan pengaruhnya terhadap komponen aliran dan erosi-
sedimentasi dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8.

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 143


Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 144
Tabel 6. Skenario Perubahan Luas Penggunaan Lahan pada Sub DAS Karang Mumus
Skenario
Penggunaan 1 2 3 4 5 6
0 (aktual)
Lahan
luas luas luas luas luas luas
luas (%)
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
Kebun 4 4 5 5 5 4 5
Kebun Campuran 13 13 13 36 59 13 13
Ladang 1 1 0 0 0 1 0
Semak 46 46 46 23 0 23 0
Belukar 26 0 0 0 0 0 0
Hutan 1 27 27 27 27 50 73
Lainnya 10 10 10 10 10 10 10

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 145


Tabel 7. Perubahan Nilai Komponen Aliran dan Persentase Penurunan/ Peningkatan
pada Berbagai Skenario

Komponen Aliran

Aliran Aliran bawah Aliran air Aliran/limpasan


Skenari
Permukaan permukaan bawah tanah air sungai
o
(OLF) (INTF) (GWF) (STRF)
mm P% mm P% mm P% mm P%
0 246 101 380 728
1 204 -17 101 0,2* 410 8 716 -1,7
2 196 -21 101 -0,4* 418 10 715 -1,8
3 164 -34 99 -3 454 19 716 -1,6
4 147 -40 97 -4 479 26 724 -0,6
5 151 -39 96 -5 476 25 723 -0,6
6 144 -41 99 -2 492 29 736 1,1
Keterangan : * Nilai komponen aliran merupakan angka pembulatan sehingga masih dapat diperoleh nilai
penurunan yang mendekati nol

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 146


Tabel 8. Penurunan Laju Erosi dan Sedimen pada Setiap Skenario

Skenari Laju erosi Sedimen


P%
o (SK) ton/ ha/ th mm/th ton/ ha/ th mm/th
0 178 15 109 9,0
1 177 15 108 9,0 -0,3
2 174 15 106 8,8 -2
3 150 13 92 7,6 -16
4 127 11 77 6,4 -29
5 118 10 72 6,0 -34
6 55 5 34 2,8 -69

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 147


Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 148
Berdasarkan uji beda nilai tengah diketahui bahwa
perubahan besarnya aliran permukaan (OLF) dan aliran
bawah tanah (GWF) hasil eksperimentasi/ simulasi berbeda
signifikan terhadap aliran aktual, sedangkan perubahan
besarnya aliran bawah permukaan (INTF) dan limpasan air
sungai (STRF) hasil eksperimentasi dengan aliran aktualnya
tidak berbeda signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa peningkatan luas hutan, kebun dan/atau kebun
campuran secara bertahap dengan mengurangi luas belukar,
ladang dan semak berpengaruh secara signifikan terhadap
penurunan jumlah aliran permukaan dan peningkatan aliran
air bawah tanah, tetapi tidak berpengaruh terhadap aliran air
bawah permukaan dan aliran sungai meskipun masih dapat
dilihat kecenderungannya.
Pengaruh perubahan luas & kerapatan penutupan/
penggunaan lahan juga tampak pada sebaran bulan aliran.
Meskipun hasil uji statistik terhadap limpasan air sungai
tahunan tidak menunjukkan perubahan yang signifikan, tetapi
kecenderungan tersebut masih terlihat. Pada Gambar 1.
terlihat pada lahan yang berpenutupan terluas (skenario 6)
dihasilkan limpasan air sungai tertinggi pada saat jeluk
rendah/menurun dan limpasan air sungai terendah pada saat
jeluk rendah/menaik. Ini berarti bahwa peningkatan luas &
kerapatan penutupan/ penggunaan lahan cenderung
menurunkan limpasan air sungai maksimum dan
meningkatkan limpasan air sungai minimum, sehingga
dihasilkan limpasan air sungai dengan fluktuasi yang relatif
lebih rendah atau teragihkan secara merata dalam setahun.

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 149


200

SK0
Jeluk Limpasan Air Sungai (mm)

150
SK1

SK2

100 SK3

SK4

SK5

50 SK6

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
B ULAN

Gambar 1. Limpasan Air sungai Karang Mumus Pada


Berbagai Skenario (SK)

Peningkatan luas & kerapatan penutupan lahan dapat


menekan laju erosi dan sedimen (Tabel 8). Persentase
penurunan erosi dan sedimen mulai terlihat jelas (16%) pada
skenario 3 dimana luas & kerapatan penutupan lahan
mencapai 50% dari total luas DAS (hutan menjadi 27%, kebun
menjadi 5% dan kebun campuran menjadi 36%). Pada
skenario 5 dimana perubahan tipe penggunaan lahan
mencapai luasan yang hampir sama sebesar 49% tetapi
peningkatan luas hutan 1,9 kali lebih besar dari skenario 3,
mampu menurunkan erosi dan sedimen sebesar 34% atau 2,2
kali lebih rendah dari skenario 3. Demikian pula pada skenario
4 dan 6, meski luas total lahan yang diubah pada kedua
skenario hampir sama besar, tetapi pada skenario 6 lahan
hutan diperluas 2,7 kali lebih besar dari skenario 4, penurunan
erosi dan sedimen yang dihasilkan pada skenario 6 lebih
rendah 2,4 kali dari skenario 4. Ini menandakan hutan sangat
berperan dalam menekan laju erosi dan sedimentasi.
Perhitungan penurunan erosi ini hanya didasarkan pada
Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 150
alternatif pengubahan lahan terhadap luas dan kerapatannya
tanpa disertai perbaikan terhadap faktor pengelolaan dan
konservasi tanah (CP). Dengan memperbaiki atau
meningkatkan upaya pengelolaan dan konservasi tanah yang
lebih baik, maka laju erosi dan sedimen dapat lebih ditekan.

b. Pemilihan Alternatif (Skenario) Penggunaan Lahan


Untuk memilih alternatif pola penggunaan lahan yang
diharapkan dapat meningkatkan fungsi Sub-DAS Karang
Mumus dalam rangka pengelolaannya, maka diperlukan
kriteria sebagai bahan pertimbangan optimalisasi. Kriteria
tersebut dapat dikembangkan menjadi indikator yang lebih
detil atau memasukkan pertimbangan aspek lain seperti nilai
ekonomi produksi tanaman yang diperlukan bagi pemilik
lahan/ masyarakat petani.
Pada penelitian ini digunakan RTRW Samarinda
sebagai bahan pertimbangan memilih alternatif penatagunaan
lahan yang juga sekaligus dapat mengevaluasi RTRW
tersebut terhadap indikator output DAS (aliran dan erosi-
sedimentasi).
Skenario 6 disusun hanya untuk mendapatkan
gambaran ekstrim dengan menghutankan kembali (73%)
seluruh semak dan belukar yang ada di wilayah penelitian,
sehingga pemilihan alternatif ditujukan pada skenario 1
hingga 5.
Skenario 4 dan 5 berpengaruh menekan laju erosi dan
sedimentasi tertinggi dibanding skenario lainnya dengan nilai
masing-masing hampir sama besar. Simpangan baku dan
galat baku limpasan air sungai pada skenario 4 dan 5
masing-masing juga tidak berselisih jauh seperti halnya pada
laju erosi dan sedimentasi. Demikian pula pada persentase
penurunan aliran permukaan dan peningkatan aliran bawah
tanah yang dihasilkan.
Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kotamadya
Samarinda (Tahun 1994-2004), tipe penutup lahan semak
akan ditingkatkan produktivitasnya menjadi lahan perkebunan,
pertanian dan peternakan, sedangkan belukar ditingkatkan
menjadi hutan kota, hutan rawa dan jalur hijau. Perluasan
hutan pada skenario 4 lebih menyerupai RTRW Kotamadya
Samarinda, yaitu pengurangan belukar menjadi kondisi hutan
yang rapat (luas menjadi 27%) dan mengurangi semak
menjadi kebun dan kebun campuran.

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 151


Pada skenario 5 perluasan hutan berasal dari areal belukar
dan sebagian areal semak sehingga luas total hutan menjadi
50%. Dengan demikian, skenario 4 lebih sesuai diterapkan
pada Sub-DAS Karang Mumus, karena mempunyai nilai lebih
dari perbaikan lahan semak menjadi lahan kebun dan kebun
campuran yang memiliki produktivitas lebih tinggi (bukan
melulu hutan) yang akan menguntungkan ekonomi
masyarakat. Disamping itu keserupaannya dengan RTRW
secara politis akan banyak membantu mendukung
keberhasilan penatagunaan lahan.
Alternatif pola penggunaan lahan skenario 4 dapat
dijadikan dasar pengelolaan Sub-DAS Karang Mumus
tentunya dengan catatan bahwa kondisi penelitian masih
sama dan penggunaan lahan tidak mengalami perubahan
yang ekstrim seperti adanya penggalian tambang dalam skala
besar, pembangunan industri dan lainnya. Meskipun
penurunan laju erosi dan sedimen yang dihasilkan pada
skenario 4 tersebut masih lebih besar daripada laju
pembentukan tanah, tetapi dengan menerapkan penambahan
ragam kegiatan konservasi tanah dan air, maka bukan tidak
mungkin akan terjadi penurunan laju erosi dan sedimen
hingga di bawah laju erosi yang diperkenankan. Bentuk-
bentuk konservasi tanah dan air yang dapat ditambahkan
misalnya adalah pembangunan teras pada tanah-tanah
miring, pemberian mulsa dan pupuk pada tanah-tanah yang
rentan erosi atau pada tanah dengan tingkat kesuburan
kurang, penghijauan/ membangun taman kota atau
pekarangan pada areal pemukiman dan sebagainya.

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 152


IV. PENUTUP
Berdasarkan yang telah diuraikan di atas, dapat
disimpulkan beberapa hal mengenai pendekatan simulasi (model)
hidrologi yaitu :
1. Pemanfaatan model hidrologi dan simulasinya dapat
membantu dalam perencanaan penatagunaan lahan atau
mengevaluasi kondisi lahan aktual (existing landuse) terhadap
hasil air dan ikutannya (aliran dan sedimentasi). Selain itu
model hidrologi dan simulasinya juga dapat dimanfaatkan
untuk mengevaluasi hasil implementasi atau kebijakan
perencanaan yang telah disusun dengan pendekatan yang
berbeda (misalnya rencana tata ruang yang disusun dengan
pendekatan ekonomi wilayah).
2. Penggunaan teknik/pendekatan simulasi hidrologi memiliki
kelemahan disamping kelebihan manfaatnya, sehingga dalam
penerapannya harus teliti dan benar-benar memahami model
yang akan digunakan (mengetahui keterbatasan model, dll),
serta tidak terlalu menyederhanakan variabel yang ada yang
dapat menghilangkan informasi kritis. Dengan demikian tidak
akan terjadi hasil prediksi yang keliru atau dapat mengurangi
ketajaman/ kepekaan model sebagai alat bantu dalam
masalah pengelolaan.
3. Ukuran DAS yang terlalu besar dapat menghilangkan
informasi kritis yang tersembunyi karena penyederhanaan
yang terlalu banyak dari unsur sistem. Dengan demikian pada
DAS yang berukuran kecil memiliki peluang yang lebih baik
dalam aplikasi pendekatan simulasi hidrologi untuk
penatagunaan lahan dalam perencanaan pengelolaan DAS.

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 153


DAFTAR PUSTAKA

Handayani, W. 2002. Model Karakteristik Hidroorologi dan Simulasi


Pola Penggunaan Lahan pada Sub DAS Karang Mumus,
Samarinda, Kalimantan Timur. Tesis Magister. Program
Pascasarjana Universitas Mulawarman, Samarinda.
Kalimantan Timur.

Kartodihardjo, H. 2005. Institusi Pengelolaan DAS untuk Membangun


Hubungan Hulu Hilir. Lokakarya Pengelolaan DAS. Direktorat
Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial,
Departemen Kehutanan. Jakarta.

Murtilaksono, K. 1987. Simulasi Perilaku Hidrologi Sub DAS


Gongseng. Tesis Magister Sains. Fakultas Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

PPSL, Unmul. 1997. Panduan Pelatihan Untuk Pelatih Pengelolaan


Terpadu DAS. Jilid 1. Pengembangan Pusat Studi
Lingkungan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tjakrawarsa, G., R. Nandini, M. Syarif dan Supardi. 2004. Kajian Tata


Ruang dan Model Pemanfaatan Sumberdaya Alam dalam
Satuan DAS. Laporan Kegiatan Litbang. Balai Litbang
Teknologi Pengelolaan DAS IBT. Makassar.

Viessman, W., Gary L. Lewis and John W. Knapp. 1989. Introduction


to Hidrology. Harper & Row Publishers, New York.

Wischmeier, W.H. and D.D. Smith. 1978. Predicting Rainfall Erosion


Losses. A Guide to Conservation Planning. USDA Agriculture
Handbook No. 537.

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 154


Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 155
Lampiran 1. Grafik perbandingan hasil simulasi/pendugaan dan aktual dari berbagai komponen aliran di DAS
Walanae

Aliran Permukaan Aliran bawah permukaan

120 25

100
20

80
15
OLF INTF
60
OLFH INTFH
10
40

5
20

0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 156


Aliran air bawah tanah Aliran/limpasan sungai

140 200

180
120
160
100 140

120
80
GWF STRF
100
GWFH Q
60
80

40 60

40
20
20
0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Keterangan: - GWF : groundwaterflow simulasi


- OLF :overlandflow simulasi - GWFH : groundwaterflow hidrograf/aktual
- OLFH : overlandflow hidrograf/aktual - STRF : streamflow (simulasi)
- INTF : interflow simulasi -Q : debit (aktual)
- INTFH : interflow hidrograf/aktual

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 157


Lampiran 2. Grafik perbandingan hasil simulasi/pendugaan dan aktual dari berbagai komponen aliran dan
sedimentasi di Sub DAS Karang Mumus
Aliran permukaan Aliran bawah permukaan
200 20

150 15

SIMULASI SIMULASI
mm

mm
100 10
AKTUAL AKTUAL

50 5

0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
BULAN BULAN

Aliran air bawah tanah Aliran/ limpasan air sungai


200 200

150 150

SIMULASI SIMULASI

mm
mm

100 100
AKTUAL AKTUAL

50 50

0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

BULAN BULAN

Pendekatan Simulasi Hidrologi Dalam Perencanaan Pengelolaan DAS 158

Anda mungkin juga menyukai