Struktur Geologi Sangatta Kalimantan Tim
Struktur Geologi Sangatta Kalimantan Tim
Kalimantan Timur
Berdasarkan peta Geologi Lembar Sangatta Kalimantan Skala 1:250.000 oleh Sukardi, et al.
(1995), di daerah Sangatta dan sekitarnya terdapat kelurusan sesar atau kekar yang berarah relatif
barat daya-timurlaut, serta terdapat struktur kubah (“dome”) dengan kemiringan relative
memutar, bagian barat laut miring ke arah barat laut dan Tengara miring ke Tengara.
Secara regional, struktur geologi daerah Kalimantan timur dapat diamati dan diinterpretasi
menggunakan SRTM. Interpretasi citra SRTM oleh tim MKE wilayah penelitian terdapat
struktur lipatan berupa antiklin dengan sumbu antiklin berarah Baratdaya – Timur Laut dan
menunjam kearah Timur laut yang dikontrol oleh sesar normal yang berarah Barat Laut -
Tengara.
Pergeseran sesar yang bersifat regional tersebut bertanggung jawab atas terbentuknya lipatan-
lipatan di daerah ini termasuk di Sangatta yang dipengaruhi oleh sesar besar Tangera – Barat
laut yang melewati Sungai Sangatta.
Hidrogeologi
Hidrogeologi secara umum dapat didefinisikan sebagai studi tentang hubungan antara material
geologi dan proses maupun aktivitas air khususnya airtanah (C.W. Fetter, 1994). Dalam
hidrogeologi dibahas tentang airtanah dalam hubungannya dengan aspek-aspek geologi seperti
perlapisan batuan atau tanah, struktur geologi, litologi batuan, sifat kimia-fisik batuan dan hal
lain yang mempengaruhi siklus airtanah tersebut.
Model aliran airtanah itu sendiri akan dimulai pada daerah resapan air tanah atau sering juga
disebut sebagai daerah imbuhan airtanah (recharge zone). Daerah ini adalah wilayah dimana air
yang berada di permukaan tanah baik air hujan ataupun air permukaan mengalami proses
penyusupan (infiltrasi) secara gravitasi melaui lubang pori tanah/batuan atau celah/rekahan pada
tanah/batuan.
Proses penyusupan ini akan berakumulasi pada satu titik dimana air tersebut menemui suatu
lapisan atau struktur batuan yang bersifat kedap air (impermeabel). Titik akumulasi ini akan
membentuk suatu zona jenuh air (saturated zone) yang seringkali disebut sebagai daerah luasan
airtanah (discharge zone).
Perbedaan kondisi fisik secara alami akan mengakibatkan air dalam zonasi ini akan
bergerak/mengalir baik secara gravitasi, perbedaan tekanan, kontrol struktur batuan dan
parameter lainnya. Kondisi inilah yang disebut sebagai aliran air tanah. Daerah aliran airtanah ini
selanjutnya disebut sebagai daerah aliran (flow zone).
Dalam perjalanannya aliran air tanah ini seringkali melewati suatu lapisan akifer yang diatasnya
memiliki lapisan penutup yang bersifat kedap air (impermeabel) hal ini mengakibatkan
perubahan tekanan antara air tanah yang berada dibawah lapisan penutup dan air tanah yang
berada diatasnya. Perubahan tekan inilah yang didefinisikan sebagai air tanah tertekan (confined
aquifer) dan airtanah bebas (unconfined aquifer). Dalam kehidupan sehari-hari pola pemanfaatan
air tanah bebas sering kita lihat dalam penggunaan sumur gali oleh penduduk, sedangkan air
tanah tertekan dalam sumur bor yang sebelumnya telah menembus lapisan penutupnya.
Airtanah bebas (water table) memiliki karakter berfluktuasi terhadap iklim sekitar, mudah
tercemar dan cenderung memiliki kesamaan karakter kimia dengan air hujan. kemudahannya/air
tanah untuk didapatkan membuat kecendrungan disebut sebagai air tanah dangkal (Padahal
dangkal atau dalam itu sangat relatif).
Air tanah tertekan/air tanah terhalang inilah yang seringkali disebut sebagai air sumur artesis
(artesian well). Pola pergerakannya yang menghasilkan gradient potensial, mengakibatkan
adanya istilah artesis positif; kejadian dimana potensial airtanah ini berada diatas permukaan
tanah sehingga airtanah akan mengalir vertikal secara alami menuju kesetimbangan garis
potensial khayal ini. Artesis nol; kejadian dimana garis potensial khayal ini sama dengan
permukaan tanah sehingga muka air tanah akan sama dengan muka tanah. Terakhir artesis
negatif; kejadian dimana garis potensial khayal ini dibawah permukaan tanah sehingga muka air
tanah akan berada dibawah permukaan tanah.
Gambar 2.4. Model air tanah secara umum
Untuk mendapatkan air tanah dalam (air tanah tertekan) maka perlu adanya pemboran air tanah,
dan untuk mengurangi resiko kegagalan dalam pemboran tersebut diperlukan pendugaan lapisan.
Untuk itu yang biasa digunakan adalah dengan metode pendugaan lapisan pembawa air yaitu
metode geolistrik
Sumber
Kerangka tektonik di Kalimantan bagian timur dipengaruhi oleh perkembangan tektonik regional
yang melibatkan interaksi antara Lempeng Pasifik, Lempeng India-Australia dan Lempeng
Eurasia, serta dipengaruhi oleh tektonik regional di asia bagian tenggara (Biantoro et al., 1992).
Bentukan struktur Cekungan Kutai didominasi oleh perlipatan dan pensesaran. Secara umum,
sumbu perlipatan dan pensesarannya berarah timurlaut-baratdaya dan subparalel terhadap garis
pantai timur pulau Kalimantan. Di daerah ini juga terdapat tiga jenis sesar, yaitu sesar naik, sesar
turun dan sesar mendatar. Adapun struktur Cekungan Kutai dapat dilihat pada Gambar 1.
Batuan dasar (basement) dari Cekungan Kutai diduga sebagai karakter benua dan samudera yang
dikenal sebagai transisi mengambang (rafted transitional). Batuan dasar Cekungan Kutai
berkaitan dengan segmen yang lebih awal pada periode waktu Kapur Akhir – Paleosen (70 – 60
MA).
Cekungan pada bagian timur dan tenggara Kalimantan dikontrol oleh adanya proses pergerakan
lempeng kerak samudera dari arah tenggara yang mengarah ke baratlaut Kalimantan seperti
terlihat pada Gambar 2.
Kawasan daratan pesisir Delta Mahakam memiliki seri perlipatan antiklin kuat dan sinklin yang
luas yang dikenal dengan nama Antiklonorium Samarinda yang merupakan hasil proses struktur
pembalikan (inversi) dari cekungan Paleogen.
Stratigrafi Cekungan Kutai menurut Allen dan Chamber (1998) terdiri dari dua pengelompokan
utama yaitu:
Zona ini dimulai dari tektonik ekstensional dan rift infill saat Eosen dan diakhiri dengan
ekstensional post-rift laut dalam dan karbonat platform pada kala Oligosen Akhir.
Zona ini dimulai Miosen Akhir hingga sekarang, yang menghasilkan deltaic progradation.
Sedimen regresi ini terdiri dari lapisan-lapisan sedimen klastik delta hingga paralik atau laut
dangkal dengan progradasi dari barat ke arah timur dan banyak dijumpai lapisan batubara
(lignit).
SISTEM PETROLEUM
Seal yang ada pada cekungan ini berasal dari serpih dan dijumpai hampir di semua formasi yang
berumur Miosen. Kelompok Balikpapan dan Formasi Kampung Baru memiliki serpih yang
sangat potensial sebagai seal.
Migrasi vertikal dari dapur Paleogen matang terjadi melalui jaringan sesar-sesar menuju ke
reservoar yang berumur Miosen Tengah dan Atas. Migrasi lateral dari areal dapur matang oleh
reservoar lapisan kemiringan ke timur menuju trap stratigrafi ataupun struktur.
Jenis perangkap didominasi oleh perangkap struktur khususnya tutupan (closure) four-way yang
diikat oleh sesar. Perangkap stratigrafi menjadi perangkap yang penting namun lebih sulit
diidentifikasi keberadaannya bila dibandingkan dengan perangkap struktur. Kombinasi dari
perangkap struktur dan stratigrafi lebih umum ditemukan pada Cekungan Kutai.
REFERENSI
Allen, G.P dan Chambers, J.LC., 1998, Deltaic Sediment in The Modern and Miocene Mahakam
Delta, IPA, Jakarta
Biantoro, E., Muritno, B.P., Mamuaya, J.M.B., 1992, Inversion Faults As The Major Structural
Control In The Northern Part Of The Kutai Basin, East Kalimantan, Proceedings of 21st Annual
Convention of Indonesian Petroleum Association
Hadipandoyo, S., Setyoko, J., Suliantara, Guntur, A., Riyanto, H., Saputro, H.H., Harahap, M.D.,
Firdaus, N., 2007, Kualifikasi Sumberdaya Hidrokarbon Indonesia, Pusat Penelitian dan
Pengembangn Energi dan Sumberdaya Mineral “LEMIGAS”, Jakarta
Hall, R., 2005, Cenozoic Tectonics of Indonesia, Problems and Models, Indonesian Petroleum
Association and Royal Halloway University of London
Hutchison, C.S., 1996, The 'Rajang Accretionary Prism' and 'Lupar Line' Problem of Borneo, in
R. Hall and D.J. Blundell, (eds.), Tectonic Evolution of SE Asia, Geological Society of London
Special Publication, p. 247-261.
Mora, S., Gardini, M., Kusumanegara, Y., dan Wiweko, A.A., 2000, Modern, ancient deltaic
deposits & petroleum system of Mahakam Area. AAPG-IPA Fieldtrip Guidebook
Moss, S.J. dan Chambers, J.L.C., 1999, Depositional Modelling And Facies Architecture Of Rift
And Inversion In The Kutai Basin, Kalimantan, Indonesia, Indonesian Petroleum Association,
Proceedings 27th Annual Convention, Jakarta, 459-486
Satyana, A.H., Nugroho, D., Surantoko, I, 1999, Tectonic Controls on The Hydrocarbon Habitats
of The Barito, Kutai and Tarakan Basin, Eastern Kalimantan, Indonesia; Major Dissimilarities,
Journal of Asian Earth Sciences Special Issue Vol. 17, No. 1-2, Elsevier Science, Oxford 99-120
Van de weerd, A. A., and R.A. Armin, 1992, Origin and evolution of the Tertiary hydrocarbon
bearing basins in Kalimantan (Borneo), Indonesia: AAPG Bulletin, v.76,p.1778-1803
Rizka Farizal
http://genrambai.blogspot.com.au/2013/01/geologi-regional-cekungan-kutai_11.html
STUDI REGIONAL CEKUNGAN BATUBARA DAERAH PESISIR
KALIMANTAN TIMUR
Oleh
FX. Harkins HP, JA. Prihandono, A. Setiya Budhi, D. Kusnida (PPGL)
SARI
PENDAHULUAN
GEOLOGI REGIONAL
PENGAMATAN LAPANGAN
Morfologi daerah kajian terdiri dari satuan dataran aluvial dan rawa, yang
menempati daerah pesisir hingga pantai di bagian timur, berarah utara–
selatan dengan kemiringan topografi dari barat ke timur antara 0o-20o dan
memiliki ketinggian antara 10-20 m. Sedangkan satuan perbukitan
bergelombang menempati daerah daratan di bagian baratnya berarah utara-
selatan dengan ketinggian antara 20-100 m dan kemiringan antara 10o-50o,
pada satuan ini umumnya singkapan batubara ditemukan. Pola sungai daerah
ini umumnya trelis yang mengikuti pola intensitas struktur, yaitu perlipatan.
Pengamatan singkapan batubara dilakukan pada formasi pembawa
batubara, seperti Fm. Pulaubalang, Fm. Balikpapan dan Fm. Kampungbaru
(Hidayat dan Umar, 1994). Dijumpai pada 22 lokasi (Gambar 21-1) yang pada
umumnya telah mengalami pelapukan sedang-kuat dan di beberapa
singkapan ini mengalami pembakaran sendiri (self combustion). Dari
pengamatan pada singkapan batubara dan pengukuran jurus dan
kemiringannya umumnya berarah utara-timur (NE) dan utara-barat (NW)
dengan kemiringan bervariasi antara 5 sampai 70° dengan ketebalan antara
0,1 hingga 4,1 m dan berasosiasi dengan batupasir, batulempung, dan
batulanau, selengkapnya lihat Tabel 21-1.
ANALISIS LABORATORIUM
Analisis laboratorium yang dilakukan pada 4 lokasi (KT-09, KT-12, KT-15 dan KT-
20) berupa analisis kandungan mikrofosil dan polen pada lapisan sedimen
berukuran halus-kasar yang berada di atas dan di bawah lapisan batubara.
Hasil analisis mikrofosil menunjukkan tidak dijumpai fosil (barren samples)
tetapi hanya dijumpai sisa tanaman dan butiran kuarsa teroksidasi. Menurut
Pringgoprawiro (1982) ini mengindikasikan suatu lingkungan steril atau secara
sekunder menunjukkan adanya larutan kimia seperti gypsum, limonit, laterite
ataupun jarosite yang dapat melarutkan fosil; bahkan dimungkinkan adanya
larutan klorida, sulfida ataupun larutan lain yang mengindikasi tidak adanya
kehidupan. Tetapi secara umum proses pemfosilan organisme itu tergantung
pada lingkungan hidupnya (Matthews, 1962), seperti pada sedimen halus
organisma akan terawetkan secara baik tetapi pada sedimen berbutir kasar
yang didominasi oleh kuarsa dan sedikit mengandung zat organik ataupun
karbonat kurang sesuai untuk proses pemfosilan.
Analisis polen dilakukan pada contoh-contoh sedimen berukuran halus yang
berada di bawah lapisan batubara. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa
batuan didaerah kajian berumur tidak lebih tua dari Miosen Tengah yang
ditandai dengan munculnya fosil indeks Soneratia alba (Florschuetzia
meridionalis) (KT-20).
DISKUSI
Fm. Kampungbaru
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
PPGL, Tim DIK-S, 1999. Laporan Studi Regional Cekungan Batubara Wilayah
Pantai di Kabupaten Pasir-Balikpapan-Samarinda Propinsi
Kalimantan Timur
Fergusson A., McClay K., 1997. Structural modelling within the Sanga Sanga PSC,
Kutai Basin, Kalimantan: its application to paleochannel orientation
studies and timing of hydrocarbon entrapment, Indonesian
Petroleum Association.
Hidayat S., Umar I., 1994. Peta Geologi Lembar Balikpapan, Kalimantan, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Mattews W.H., 1962. Fossils : an introduction to prehistoric life. Barnes & Nobile
Inc., New York, 334h.
Payernberg T.H.D., S.C. Lang, G.P. Allen, R. Koch, 1999. Orientations of deltaic
and alluvial channels in the middle Miocene onshore part of the
Kutai Basin, East Kalimantan and their potential as hydrocarbon
reservoirs, Indonesian Sedimentologist Forum Special Publication No.
1, Jakarta.
Prasongko B.K., 1996. Model pengendapan batubara untuk menunjang
eksplorasi dan perencanaan penambangan, Pascasarjana Jurusan
Teknik Pertambangan ITB, Bandung.
Pringgoprawiro H., 1982. Diktat mikropaleontologi lanjut, Institut Teknologi
Bandung.
Sukardi, Sikumbang N., Umar I., Sunarya R., 1995. Peta Geologi Lembar
Sangatta, Kalimantan, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Sumardi D., dkk., 1988. Report on S.E Kalimantan Coal Project, Western Australia School of Mines
Mineral Exploration.
Gambar 21-1. Peta Geologi dan Lokasi Singkapan Batubara di Cekungan Kutai, Kalimantan
Timur
GEOLOGI
Kota Balikpapan secara geologi terdiri dari 3 formasi yang mendasarinya yaitu : Formasi
Balikpapan Bawah, Formasi Balikpapan Atas dan Formasi Balikpapan Kampung Baru. Untuk
formasi Balikpapan Bawah dan Balikpapan Atas terdiri dari batu pasir kwarsa dan lempung
dengan sisipan lanau, serpih, batu gamping dan batu bara, formasi tersebut berada didaerah
perkotaan. Dimana satuan batuan tersebut secara umur geologi berumur Miosen dan telah
mengalami tingkat pelapukan yang cukup tinggi dan mudah jenuh oleh air. Untuk Formasi
Kampung Baru terdiri dari batu pasir kwarsa dengan sisipan lempung lignit dan lanau dan
berumur pliosen. Adapun letak Formasi tersebut berada dibagian Timur dari Kota Balikpapan
dan sebelah utara. Dimana satuan batuan ini juga memiliki tingkat pelapukan yang tinggi dan
mudah mengalami erosi.
Formasi geologi Kota Balikpapan terdiri dari Meosin Atas dan Alluvial Undak Terumbu Koral.
Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa Meosin Atas mencapai luas 20.937 Ha, dan Alluvial
Undak Terumbu Koral mencapai luas 31.743 Ha.
Jenis batuan yang ada terdiri dari endapan permukaan dan batuan sedimen dan gunung api.
Endapan permukaan berupa endapan alluvium, terdiri dari kerikil, pasir, lempung dan lumpur,
umumnya tersebar disepanjang pantai timur di sekitar Tanah Grogot, Teluk Adang dan Teluk
Balikpapan. Sedangkan jenis batuan sedimen dan gunung api, terdiri dari tiga formasi batuan
yaitu Formasi Pulau Balang, Formasi Balikpapan dan Formasi Kampung Baru.
Mengingat sebagian besar lahan di Kota Balikpapan berjenis podsolik merah kuning dan pasir
kwarsa dan bertekstur kasar serta ikatan batuan yang lemah, disebabkan tanah tersebut dibentuk
dari jenis batuan yang berumur relatif muda. Sedangkan sifat tanahnya sangat mudah tererosi dan
jenuh akan air. Sedangkan pembentukan jenis-jenis tanah ditentukan oleh beberapa faktor batuan
induk, topografi, umur, iklim dan vegetasi/biologi serta pengaruh faktor lainnya, sehingga
mengalami proses lebih lanjut secara terus menerus.
· Alluvial, terdiri dari material pasir, lempung dan lumpur yang terbentuk dalam lingkungan
sungai dan pantai. Jenis tanah ini menempati kira-kira seluas 5% dari wilayah Kota Balikpapan.
Pada jenis tanah Alluvial ini tersedia minimal cukup unsur hara yang berguna bagi tumbuh-
tumbuhan namun sebagian besar tanah ini dipengaruhi oleh unsur bahan induk sehingga
menjadikan kurang subur bagi lahan pertanian.
· Podsolik Merah Kuning, jenis tanah ini menempati wilayah Kota Balikpapan sekitar 80%,
keadaan tekstur tanah liat, porositas jelek dan mudah larut bersama air.
· Tanah Pasir, sekitar 15% dari wilayah Kota Balikpapan, tanah pasir ini mengandung kuarsa,
lempung serta serpih dengan sisipan napal dan batu bara, berwarna kecoklatan agak kelabu,
porositas baik, rapuh dan tingkat erosi sangat tinggi.
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif tiga golongan besar partikel tanah dalam suatu massa
tanah yaitu partikel pasir, debu dan liat. Kasar halusnya tekstur tanah dalam suatu wilayah
penggolongan tanah tersebut. Tekstur tanah dapat menentukan tata air dalam tanah berupa
kerapatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan/sementasi oleh air tanah. Apabila
tekstur tanah halus maka tanah tersebut sangat sulit meluluskan air dan apabila tekstur tanah
tersebut kasar akan mudah meluluskan air.